Вы находитесь на странице: 1из 4

Pedagogi Ignasian

disarikan oleh L. Suharjanto S.J. dari dokumen-dokumen Ignasian

January 18, 2011

Pedagogi Ignasian
Pedagogi Ignasian adalah gaya pendidikan dan proses belajar mengajar reflektif yang
yang dikembangkan di sekolah-sekolah Yesuit dengan mengambil inspirasi dari
Latihan Rohani St. Ignatius.

Kilas Balik Pedagogi Latihan Rohani

1540: Sekolah-sekolah Jesuit * Pedagogi Ignasian dikembangkan dari pedagogi


mulai didirikan dan metode Latihan Rohani, yakni metode doa dan refleksi
pendidikannya di minati di bagi orang untuk melepaskan diri dari kelekatan-
Eropa. kelekatannya yang tak teratur sehingga yang
bersangkutan bisa bebas dalam mengambil
1581: Ratio atque Instituio keputusan yang benar. Sentral dalam pedagogi
Studiorum Societatis Iesu Latihan Rohani yaitu interaksi terus-menerus
(Rencana Pengajaran untuk antara pengalaman, refleksi, dan aksi.
Lembaga Pendidikan Serikat
Yesus) disusun, yaitu * Peran pertama seorang pengajar adalah
dokumen kumpulan “best memperlancar
practices” sekolah-sekolah hubungan pelajar
Yesuit. Dokumen ini digunakan ad experimentum dengan kebenaran.
mulai 1586, dan ditekuni penggunaannya sampai Pengajar menciptakan
Abad ke-20 di lebih dari 1000 sekolah Yesuit. kesempatan-
kesempatan bagi pelajar untuk mengalami sendiri
1986: Ciri-ciri Khas Pendidikan Jesuit diterbitkan kebenaran tersebut, merefleksikan pengalamannya,
sebagai perumusan ulang roh Ratio Studiorum agar dan bertindak berdasarkan tuntunan akal budinya.
sesuai dengan konteks jaman.
Guru menjelaskan secara singkat
1993: Dokumen Ignatian Pedagogy: A Practical
Approach disusun sebagai rumusan metode tetapi teliti bahan pelajarannya,
siswa menerima yang dasar, merefleksikannya, dan
pedagogis pendidikan yang disadari betul
menemukan caranya sendiri untuk memahami.
berkembang dari Latihan Rohani St. Ignatius.
1
Dinamika
Sebagai seni mengajar dan belajar, Pedagogi Ignasian menekankan pentingnya
pengalaman, refleksi, dan aksi, yang dilatari kesadaran akan konteks belajar dan
manfaat evaluasi.
Pengalaman
Istilah pengalaman menunjuk pada setiap kegiatan yang memuat
pemahaman kognitif bahan yang disimak (“Apa itu? Bagaimana cara
kerjanya?”), sekaligus unsur afektif yang dihayati oleh pelajar (“Amat
menarik. Tetapi saya merasa terancam olehnya.”). Ada pengalaman
langsung, misalnya pengalaman interpersonal (diskusi, debat), penelitian
laboratorium, kegiatan lintas alam, proyek pelayanan, atau ikut olah
raga. Pengalaman tidak langsung bisa diberikan melalui simulasi, role
playing, pemakaian audio-visual, yang merangsang imaginasi dan
pemakaian indera pelajar.

Refleksi
Istilah refleksi diartikan sebagai menyimak kembali dengan penuh
perhatian bahan studi tertentu, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau
reaksi spontan supaya bisa menangkap arti dan nilai hakiki sesuatu yang
sedang dipelajari. Caranya bisa 1) dengan memahami kebenaran yang
dipelajari, 2) dengan mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang
dialami, 3) dengan memperdalam pemahaman tentang implikasi-
implikasi bagi diri sendiri dan orang lain, 4) dengan berusaha
menemukan makna bagi diri pribadi tentang kejadian-kejadian, ide-ide,
kebenaran atau pemutarbalikan fakta, 5) dengan memahami siapa dirinya
dan bagaimana seharusnya bersikap terhadap orang lain. Dalam
melangsungkan refleksi, pendidik menghargai kebebasan pelajar tentang sikap yang diambilnya. Tantangan nya
adalah merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang akan meluaskan kesadaran dan mendorong pelajar untuk
menjadi lebih altruis.

Aksi
“Cinta terlihat dalam perbuatan, lebih daripada dalam kata-kata” (LR) Istilah aksi
menunjuk pada sikap batin setelah sebuah proses refleksi maupun manifestasi lahiriahnya.
Pilihan batin misalnya, seorang pelajar tersentuh oleh kelancaran guru dalam bercerita dan
memutuskan untuk memberi waktu pada latihan-latihan pidato. Manifestasi lahiriah sikap
batin tersebut bisa berupa produksi tulisan-tulisan pidato atau latihan rutin berpidato.
Dalam pedagogi Ignasian, refleksi dan evaluasi (pemahaman dan reaksi afektif) harus
ditindaklanjuti dengan aksi, sehingga yang dimulai dengan pengalaman berakhir dengan
pengalaman, dan seseorang “merasakan dan mengenyam” dalam-dalam pengalamannya.

2
Gambaran Pribadi Ideal
Pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah Jesuit diarahkan kepada
pengembangan cara kaum muda memandang dirinya sendiri, orang
lain, sistem-sistem sosial dan struktur masyarakat, yakni
pengembangan cara mereka menilai bangsa manusia dan seluruh
ciptaan. Keberhasilan tujuan ini akan terlihat dalam perkembangan -
kalau perlu, perubahan radikal- cara mereka bernalar, bertindak, dan
hidup, yang memungkinkan mereka memiliki dinamika seorang
manusia yang kompeten, bertanggung jawab, dan berkepedulian.
Lebih-lebih untuk jaman ini, pendidikan dan pengajaran di sekolah-
sekolah Jesuit diarahkan pada komitmen iman dan keadilan yang
mencari segala yang lebih baik untuk perbaikan mutu kehidupan dan
lingkungan.

Applikasi dalam kurikulum


Pedagogi Ignasian bisa diterapkan dalam kurikulum apa saja, termasuk kurikulum dari pemerintah, tanpa
menuntut tambahan apapun selain pendekatan baru dalam cara kita menyelenggarakan suatu kuliah.

Berasal dari kebiasaan berdoa


Karena pedagogi Ignasian adalah cara mengajar yang diturunkan dari Latihan Rohani, yang pada intinya adalah
semua tindakan refleksi dan doa, pemahaman atas pedagogi Ignasian bisa diperdalam dan
ditumbuhkembangkan melalui praktek doa, refleksi, dan retret Ignasian yang berulang. Melalui praktek-praktek
Latihan Rohani, praktisi pedagogi Ignasian akan semakin berkenalan dengan model-model gerak batin, model
untuk mencapai pengertian, model hubungan anak bimbing dengan pembimbingnya, serta sikap dan keutamaan
Ignasian yang diperlukan untuk bisa mencapai kebebasan batin.

Prinsip-prinsip pedagogis kunci


Terpesona: Siapapun hendaknya mempunyai sikap terpesona dan kagum atas anugerah Allah, seperti
anugerah penciptaan, alam semesta, dan manusia sendiri. Untuk itu, peran imajinasi, afeksi kemesraan, kemauan,
dan kejernihan budi adalah sangat pokok dalam ancangan Ignasian.

Kebebasan: Pendidikan Ignasian harus memungkinkan pelajar menjelajahi realitas dengan hati dan budi
terbuka, membuang bentuk-bentuk indoktrinasi atau rekayasa, dan berhati-hati terhadap pra-anggapan dan pra-
sangka yang menjerat.

Bermutu dan Mendalam: “Bukan banyaknya, tetapi dalamnya” adalah prinsip pengajaran yang menuntut
adanya penyelidikan mendalam mengenai masalah dan keprihatinan pokok, seraya menjauhkan slogan dan
ideologi dangkal atau jawaban emosional, egois, dan simplistis.

Discernment dan Magis: Discernment adalah pemilihan dan penegasan, sementara magis adalah sikap
untuk memilih yang lebih memuliakan Allah.

Alumnorum cura personalis: Cinta kasih sejati dan perhatian personal kepada setiap pelajar kita.

3
Contoh Applikasi
Konteks Evaluasi
*Pelajar: diagnosis keadaan
pelajar, gaya belajar pelajar, * Testing pilihan ganda
profil perkembangan pelajar * Evaluasi pribadi siswa
*Masyarakat: melakukan * Pengamatan perilaku siswa: portofolio
analisis sosial budaya
* Pertanyaan-pertanyaan kepada guru
*Sekolah: suasana sekolah,
* Pengamatan profil siswa
kurikulum, relasi

Pengalaman Aksi
* Pre-lectio Refleksi * Proyek dan tugas
• penegasan pokok-pokok * Membimbing
pendahuluan * Pengalaman melayani
* Majalah pelajar
• penjelasan tujuan * Menyusun pertanyaan-
• faktor-faktor kepedulian * “Repetisi” gaya Ignatius pertanyaan berpola esei

• konteks sejarah bahan yang * Studi Kasus * Pilihan karir


dipelajari
• sikap dan pengandaian * Dilemma, debat, bermain peran
pengarang buku (role playing)
• pola studi Referensi
* Kegiatan diri pelajar: mencatat Codina, S.J., Gabriel. "Our Way of Proceeding in Education: The Ratio
Studiorum," a commemorative essay on the Ratio Studiorum that appeared in
* Memecahkan masalah dan Educatio S.J. (May 1999), a publication of the Secretariat for Education of
belajar lewat penelitian the Society of Jesus in Rome.
* Belajar bersama ICAJE. Paradigma Pedagogi Reflektif: Mendampingi Peserta Didik Menjadi
Cerdas dan Berkarakter. 2010. Terj. J. Subagya, S.J., dari ICAJE, Ignatian
* Pertandingan Pedagogy, A Practical Approach. Yogyakarta: Kanisius.
* Mengakhiri pelajaran Kolvenbach, S.J., Peter-Hans. 1993. “Ignatian Pedagogy Today.” Roma: Villa
Cavalleti.
* Bimbingan teman
4

Вам также может понравиться