Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi
hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran O2 dan CO2 dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan (Heri Rokhaeni, dkk, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran O2 terhadap CO2 dalam paru-paru tidak
dapat memelihara laju konsumsi O2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh
sehingga menyebabkan PO2 <>2 > 45 mmHg (hiperkapnia) (Smeltzer, C Susane,
2001).
2. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengadung
kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas
3. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia)
4. Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan
jalan udara pertukaran gas
5. Duktus alveolar dan Sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus
alveolar dan kemudian menjadi alveoli
6. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2. Terdapat sekitar 300 juta yang jika
bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi
surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar
agar tidak kolaps)- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
PARU Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga
dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan
basis. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris.
Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobos-lobus tersebut terbagi lagi
menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya
PLEURA
• Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
• Terbagi mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
• Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan,
juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
• Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk
mencegah kolap paru-paru
IV. FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
Bernafas / pernafasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan
lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang
(ekspirasi).
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru
atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara
udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun
dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat
2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan
kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih
besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli
sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat,
membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran
respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen
antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :a. Luas permukaan parub. Tebal membran
respiras c. Jumlah darah d. Keadaan/jumlah kapiler darah e. Afinitas f. Waktu adanya
udara di alveoli
3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan
sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.Oksigen perlu
ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus
ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen
akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan
sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan
sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :a. Curah jantung (cardiac Output
/ CO)
b. Jumlah sel darah merah c. Hematokrit darah d. Latihan (exercise)
V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNAPASAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya
berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas
yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter
dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal.
Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi
perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.
2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi
daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu.
Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan
jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga
darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari
permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan
oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi
kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan
menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan
oksigen.
3. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut
jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu
pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.
4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada
sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke
sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai
efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler
yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa
oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas
tersebut ke dan dari sel.
5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika
depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat
narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.
6. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat mempengarhi
pernapasan yaitu :a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru b. Difusi oksigen
dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paruc. Transpor oksigen dan transpor
dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi
sebagian jalan napas.
Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang
diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi, difusi gas
atau transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah
satu atau lebih bagian-bagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah
hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal
volume, sehingga karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah.
Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran
mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin.
Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks serebral dapat
mentoleransi hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen.
Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.
7. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya
dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak).
Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang
meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk
bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.
8. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran
pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi :
hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda asing seperti
makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak
sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran napas.
Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari
saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka
merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan
yang tepat. Obstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok
selama inhalasi (inspirasi).
Penyebab sentral
Trauma kepala : contusio cerebri
Radang otak : encephalitis
Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
Obat-obatan : narkotika, anestesi
Penyebab perifer
Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS
Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax, haematothoraks
Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
Kerusakan atau depresi pada system saraf pengontrol pernafasan :
· Luka di kepala
· Perdarahan / trombus di serebral
· Obat yang menekan pernafasan
· Gangguan muskular yang disebabkan
· Tetanus
· Obat-obatan
· Kelainan neurologis primer Penyakit pada saraf seperti medula spinalis, otot-
otot pernafasan atau pertemuan neuromuskular yang terjadi pada pernafasa sehingga
mempengaruhi ventilasi.
· Efusi pleura, hemathorak, pneumothorak Kondisi ini dapat mengganggu dalam
ekspansi paru
· Trauma Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan hidung, mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas dan depresi
pernafasan
· Penyakit akut paruPneumonia yang disebabkan bakteri dan virus, asma
bronchiale, atelektasis, embolisme paru dan edema paru.
3. Faktor predisposisi
Terjadinya gagal nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
berbeda dengan orang dewasa, yaitu :
1. Struktur anatomi
a. Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang kurang
kokoh, letak iga lebih horisontal dan pertumbahan otot interkostal yang belum
sempurna, menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas.
b. Saluran pernafasan
Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa.Besar trakea
neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa, sedangkan ukuran tubuh
dewasa 20 kali neonatus. Akan tetapi bila terjadi sumbatan atau pembengkakan 1
mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran pernafasan 75 %.
c. Alveoli
Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan ‘ elastic recoil ’ untuk
mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar dan
mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan bertambah
sehingga akan menambah ‘ elastic recoil’.
E. PATOFISIOLOGI
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis
berkontraksi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran
udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif. Pada pernafasan
dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke
paru pasien, sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan
tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thoraks
paling positif.
Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu
obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang anak
menderita infeksi saluran nafas maka akan terjadi :
1. Sekresi trakeobronkial bertambah
2. Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas
3. aliran darah pulmonal bertambah
4. ‘metabolic rate’ bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen saluran
nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan terperangkapnya udara
dibagian distal sumbatan yang akan menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi.
Gangguan difusi dan retensi CO2 menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua
hal ini disertai kerja pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan
dan timbulnya asidosis. Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi
alveolus terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan
menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang
menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih
berat, beban jantung bertambah dan akirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan
permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan bronkokontriksi
dan ‘metabolic rate’ yang bertambah, terjadinya edema paru. Dengan terjadinya
edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat
menimbulkan gagal nafas.
TIPE GAGAL NAFAS
1. Gagal Nafas Hipoksemia:
Beberapa mekanisme yang menyebabkan hipoksemia dapat bekerja secara sendiri
atau bersama-sama.
a. Tekanan partial O2 yang dihirup (PIO2) menurun. Terjadi pada tempat yang
tinggi (high altitude) sebagai respons menurunnya tekanan barometer, inhalasi
gas toksik atau dekat api kebakaran yang mengkonsumsi O2.
c. Gangguan Difusi. Akibat pemisahan fisik gas dan darah (pada penyakit paru
interstisial) atau menurunnya waktu transit eritrosit sewaktu melalui kapiler.
e. Shunt. Pada shunt terjadi darah vena sistemik langsung masuk kedalam sirkulasi
arterial. Shunt dapat terjadi intrakardiak yaitu pada penyakit jantung congenital
sianotik right-to-left atau di dalam paru darah melalui jalur vaskuler abnormal
(arterivena fistula). Penyebab paling sering adalah penyakit paru yang
menghasilkan ketidakseimbangan V/Q, dengan ventilasi regionalnya hampir atau
samasekali tidak ada. Pencampuran (admixture) darah vena desaturasi dengan
darah arterial (SVO2). Keadaan ini akan menurunkan PAO2 pada penderita
dengan penyakit paru dan menyebabkan gangguan di pertukaran gas
intrapulmonal. Campuran saturasi O2 vena langsung dipengaruhi oleh setiap
imbalans antara konsumsi O2 dan penyampaian O2. Keadaan anemia yang tidak
dapat dikonsumsi oleh peningkatan output jantung atau output jantung yang
insufisien untuk kebutuhan metabolisme, dapat menyebabkan penurunan SVO2
dan PaO2.
a. Hipoventilasi.
Hipoventilasi merupakan penyebab hiperkapnia yang paling sering. Selain
meningkatnya PaCO2 juga terdapat asidosis respirasi yang sebanding dengan
kemampuan bufer jaringan dan ginjal. Menurunnya VA, pertama dapat
disebabkan oleh karena menurunnya faktor minute ventilation (VE) yang sering
disebut sebagai hipoventilasi global atau kedua, karena meningkatnya dead
space (VD). Penyebab hipoventilasi global adalah overdosis obat yang menekan
pusat pernafasan.
b. Dead space (VD).
Terjadi apabila daerah paru mengalami ventilasi dengan baik, tetapi perfusinya
kurang, atau pada daerah yang perfusinya baik tetapi mendapat ventilasi dengan
gas yang mengandung banyak CO2 Dead space kurang mampu untuk eliminasi
CO2. Dead space yang meningkat akan menyebabkan hiperkapnia
A. . PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
2. Hipoksemia
- Ringan : PaO2 < 80 mmHg
- Sedang : PaO2 < 60 mmHg
- Berat : PaO2 < 40 mmHg
3. Pemeriksaan rontgen dada Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses
penyakit yang tidak diketahui
4. Hemodinamik Tipe I : peningkatan PCWP
5. EKG Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
B. PENATALAKSANAAN
1) Terapi oksigen Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal
prong
2) Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
3) Inhalasi nebuliser
4) Fisioterapi dada
5) Pemantauan hemodinamik/jantung
6) Pengobatan Brokodilator Steroid
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas pasien, nama, umur , suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan.
2. Riwayat kesehatan
5. pemeriksaan penunjang
a.BGA
Hipopksemia
· Ringan : PaO2 <>
· Sedang : PaO2 <>
· Berat : paO2 <>
b.Pemeriksaan rontgen dada
Untuk melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang
tidak diketahui
c.Hemodinamik: tipe I terjadi peningkatan PCWP
d.EKG
· Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
· Disritmia
·
6. Pemeriksaan Diagnostik
- Hb : dibawah 12 gr %
- Analisa gas darah :
Ø pH dibawah 7,35 atau di atas 7,45
Ø paO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg
Ø pCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg
Ø BE di bawah -2 atau di atas +2
- Saturasi O2 kurang dari 90 %
- Ro” : terdapat gambaran akumulasi udara/cairan , dapat terlihat perpindahan
letak mediastinum
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi oksigen: pemberian oksigen rendah nasal atau masker
Ventilator mekanik dengan memberikan tekanan positif kontinu
Inhalasi nebulizer
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik / jantung
Pengobatan: bronkodilator, steroid
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
2. KEMUNGKINAN DIAGNOSA YANG AKAN MUNCUL
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan
pola pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
• Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
• Adanya penurunan dispneu
• Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
• Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
• Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
• Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg
• Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
• Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan
PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
• Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45
derajat untuk mengoptimalkan pernapasan
• Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat
dada selama batuk
• Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
• Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2
meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada
60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental
atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan setelah direncanakan guna memenuhi bobot secara
optimal, pelaksanaan ini dapat dilakukan secara langsung dalam melakukan
keperawatan dan mengawasi, mendiskusikan serta memberi tahu klien tentang
tindakan yang akan dilakkukan
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan kegiatan akhir dari asuhan keperawatan dimana perawat
melihat sejauh mana ia mampu menerapkan asuhan keperawatan dan mencapai
kriteria yang telah ditetapkan dalam tujuan