Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati dan dapat
disebabkan oleh beberapa mekanisme, termasuk agen infeksius dari virus. Virus-
virus ini selain dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi
kronik. Virus-virus hepatitis dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat
menyebabkan peradangan pada hati oleh karena sifat hepatotropik virus-virus
golongan ini. Petanda adanya kerusakan hati (hepatocellular necrosis) adalah
meningkatnya transaminase dalam serum terutama peningkatan alanin
aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya
nekrosis pada sel-sel hati.
Hepatitis virus B adalah hepatitis virus yang disebabkan oleh suatu virus
DNA yang berukuran 42 nm, merupakan famili hepadnavirus. Hepatitis B terdiri
dari Hepatitis virus B akut dan Hepatitis virus B kronik. Hepatitis B kronik yaitu
apabila selama lebih dari 6 bulan gejala klinis dan kelainan biokimiawi masih
menetap.
Sebanyak 2 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus ini, dengan 450
juta mengalami infeks kronik. Sebanyak 500 juta hingga 1 juta pasien dengan
hepatitis B meninggal setiap tahunnya. Sebanyak 15-25% pasien dengan infeksi
kronik hepatitis B meninggal akibat penyakit hati kronik yang disebabkan oleh
virus hepatitis B. Pasien yang terinfeksi virus hepatitis B pada awal kehidupan
memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami infeksi kronik virus
hepatitis B, dibandingkan dengan pasien yang terinfeksi pada saat anak-anak atau
pun dewasa muda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HEPAR
2.1.1 Anatomi Hepar
Aliran darah di hati dibagi dalam unit struktural yang disebut asinus
hepatik. Asinus hepatik berbentuk seperti buah berry, terletak di traktus portal.
Asinus ini terletak di antara 2 atau lebih venula hepatic terminal, dimana darah
mengalir dari traktus portalis ke sinusoid, lalu ke venula tersebut. Asinus ini
terbagi menjadi 3 zona, dengan zona 1 terletak paling dekat dengan traktus portal
sehingga paling banyak menerima darah kaya oksigen, sedangkan zona 3 terletak
paling jauh dan hanya menerima sedikit oksigen.2
2.1.3 Fisiologi Hepar
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada
beberapa fungsi hati yaitu :3,4
Hepatitis B kronik yaitu apabila selama lebih dari 6 bulan gejala klinis dan
kelainan biokimiawi masih menetap. Transmisi utama VHB terjadi melalui jalur
parenteral dan dapat juga melalui cairan yang dikeluarkan dari tubuh penderita,
maka disebutkan terdapat transmisi vertikal dan transmisi horizontal.
Gambar 1. Struktur virus Hepatitis B
2.2.2 Epidemiologi
Infeksi virus hepatitis B merupakan masalah kesehatan dunia. Sebanyak 2 juta
orang di seluruh dunia terinfeksi virus ini, dengan 450 juta mengalami infeks
kronik. Sebanyak 500 juta hingga 1 juta pasien dengan hepatitis B meninggal
setiap tahunnya. Hepatitis B menyumbang 80% penyebab terjadinya karsinoma
hepatoselular primer dan menduduki peringkat kedua setelah rokok sebagai
5,6
penyebab kanker. Secara Genotip, virus hepatitis B di Indonesia kebanyakan
merupakan virus dengan genotip B (66%), diikuti oleh C (26%), D (7%) dan A
(0,8%).9
Sebanyak 15-25% pasien dengan infeksi kronik hepatitis B meninggal akibat
penyakit hati kronik yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Pasien yang
terinfeksi virus hepatitis B pada awal kehidupan memiliki kecenderungan yang
lebih besar untuk mengalami infeksi kronik virus hepatitis B, dibandingkan
dengan pasien yang terinfeksi pada saat anak-anak atau pun dewasa muda. 5,6
Sirosis dan Karsinoma Hepatoselular (KHS) adalah dua keluaran klinis
hepatitis B kronik yang tidak diterapi dengan tepat. Insidens kumulatif 5 tahun
sirosis pada pasien dengan hepatitis B yang tidak diterapi menunjukkan angka 8-
20%, dengan 20% dari jumlah ini akan berkembang menjadi sirosis dekompensata
dalam 5 tahun berikutnya.9
Virus Hepatitis B merupakan virus DNA yang termasuk golongan
Hepadnaviridae, yang mempunyai empat buah open reading frame- inti, kapsul,
polimerase, dan X. Gen inti mengkode protein nukleokapsid yang penting dalam
membungkus virus dan HBeAg. Gen permukaan mengkode protein pre-S1, pre-
S2, dan protein S. Gen X mengkode protein X yang berperan penting dalam
proses karsinogenesis. Sampai saat ini terdapat delapan genotipe virus hepatitis B:
genotipe A, B, C, D, E, F, G, H. Genotipe B dan C paling banyak ditemukan di
Asia. 5,6
2.2.3 Patogenesis persintensi VHB5,6,7
Hati merupakan salah satu target organ utama virus hepatitis B pada
manusia. Hati juga merupakan tempat utama bahkan mungkin tempat satu-satunya
bagi replikasi virus hepatitis B. Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada
reseptor-reseptor spesifik yang terletak pada membran sel hepar. Setelah
perlekatan tersebut virus melakukan penetrasi dan memasuki sitoplasma sel hepar.
Didalam sitoplasma sel hepar virus melepaskan kapsulnya dan terbentuk
nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid tersebut menembus dinding sel hati,
sampai memasuki inti hati tersebut. Di dalam inti sel hati asam nukleat virus akan
keluar dari nukleokapsid dan menempel pada DNA. DNA–HBV akan merangsang
hepar untuk membentuk protein dan asam nukleat bagi virus. Pada akhirnya
terbentuk virus baru dan akibat nekrosis sel-sel hepar maka virus baru ini akan
dilepaskan kedalam peredaran darah.
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut di perlukan respon imun spesifik,
yaitu dengan mengaktifkan sel limposit T dan sel limposit B. Aktifasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak respon sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB- MCH
kelas I yang ada di permukaan dendnig sel hati dan permukaan dinding antigen
presenting cell (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya
sudah mengenali kontak dengan peptida VHB-MCH kelas II pada dinding APC.
Peptida VHB yang di tampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi
antigen sasaran respon imun adalah peptida kapsid yaitu HbcAg atau HbeAg. Sel
T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada didalam sel hati yang
terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati
yang akan menyebabkan peningkatan ALT atau mekanisme sitolitik. Di samping
itu dapat pula terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang
terinfeksi melalui aktifitas interferon gamma dan tissue necrotic factor (TNF) alfa
yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik).
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB
yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien dapat
disebabkan oleh faktor virus ataupun faktor penjamu.
Sembilan puluh persen individu yang mendapat infeksi sejak lahir akan
tetap HbsAg positif sepanjang hidupnya dan menderita hepatitis B kronik,
sedangkan hanya 5 % individu dewasa yang mendapat infeksi akan mengalami
persintensi infeksi. Persintensi VHB menimbulkan kelainan yang berbeda pada
individu yang berbeda, tergantung dari konsentrasi partikel VHB dan respon imun
tubuh. Interaksi antara VHB dengan respon imun tubuh terhadap VHB, sangat
besar perannya dalam menentukan derajat keparahan hepatitis. Makin besar
respon imun tubuh terhadap virus, makin besar pula kerusakan jaringan hati,
sebaliknya bila tubuh toleran terhdap virus tersebut maka tidak terjadi kerusakan
hati.
Pada sebagian pasien dalam fase residual, pada waktu terjadi serokonversi
HBeAg positif menjadi anti-Hbe sudah terjadi sirosis. Hal ini disebabkan karena
terjadinya fibrosis setelah nekrosis yang terjadi setelah kekambuhan yang
berulang-ulang sebelum terjadinya serokonversi tersebut. Dalam fase residual,
reflikasi VHB sudah mencapai titik minimal dan dalam penelitian menunjukakan
bahwa angka harapan hidup pada pasien yang anti-HBe positif lebih tinggi
dibandingkan pasien HBeAg positif. Penelitian menunjukan setelah terjadi
hepatistis justru beresiko untuk terjadinya karsinoma hepatoseluler (KHS). Terapi
anti virus harus diberikan selama mungkin untuk mencegah integrasi genom VHB
dalam genom sel hati yang dapat berkembang menjadi KHS.
Gambaran klinis hepatitis B kronik sangat bervariasi. Pada banyak kasus tidak
didapatkan keluhan maupun pemeriksaan tes faal hati hasilnya normal. Pada
sebagian lagi didapatkan hepatomegali atau bakhan splenomegali atau tanda-tanda
penyakit hati kronis lainnya, misalnya eritema palmaris dan spider nevi, serta
pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan kenaikan konsentrasi ALT
walaupun hal itu tidak selalu didapatkan. Pada umunya didapatkan konsentrasi
bilirubin yang normal. Konsentrasi albumin serum umumnya masih normal
kecuali pada kasus-kasus yang parah.5,6
Pada sebagian pasien dewasa, HBsAg hilang dalam waktu 4-6 bulan. Anti-
HBs dapat muncul beberapa minggu setelah serokonversi HBsAg. Setelah
serokonversi HBsAg menjadi anti-HBs, HBV-DNA masih dapat dideteksi pada
hati, dan respon sel T spesifik terhadap virus hepatitis B dapat dijumpai pada
beberapa dekade berikutnya. Hal tersebut menunjukkan kontrol imunitas yang
persisten setelah infeksi akut. Pada kondisi yang jarang, pasien dengan anti-HBs
yang positif dapat kembali terinfeksi virus hepatitis B kembali karena proteksi
inkomplit dari anti-HBs terhadap serotipe virus hepatitis B lainnya.
Adanya HBsAg yang persisten lebih dari 6 oulan menunjukkan bahwa
pasien menderita infeksi hepatitis B kronik. HBsAg dan anti-HBs dapat dijumpai
secara bersamaan pada individu yang sama pada 10-25% kasus. Fenomena
tersebut muncul lebih sering pada pasien dengan hepatitis B kronik dibandingkan
pada hepatitis B akut. Pada keadaan ini biasanya titer antibodi rendah. Pada pasien
yang terdapat HBsAg dan anti-HBs bersamaan, pasien tersebut dianggap
menderita infeksi virus hepatitis B, dan adanya anti-HBs tidak mempengaruhi
aktivitas penyakit dan hasil akhir penyakit tersebut. HBeAg yang persisten lebih
dari 3 bulan setelah onset penyakit jarang terjadi dan menunjukkan progresivitas
menjadi hepatitis B kronik.
Pada hepatitis B akut, periode antara hilangnya HBsAg dan munculnya
anti-HBs dikenal dengan periode jendela (window period). Pada periode ini,
HBeAg negatif dan HBV-DNA biasanya tidak terdeteksi. Penanda satu-sartunya
yang positif adalah IgM anti-HBc, suatu antibodi terhadap antigen hepatitis B
core. Sehingga IgM anti-HBc merupakan penanda serologis paling penting pada
hepatitis B akut. IgM anti-HBc biasanya bertahan 4-6 bulan selama hepatitis B
akut, dan jarang persisten sampai 2 tahun. Meskipun IgM anti-HBc merupakan
penanda hepatitis B akut, penanda tersebut juga dapat positif selama hepatitis B
kronik yang mengalami eksaserbasi akut. IgG anti-HBc merupakan penanda
paparan hepatitis B. Penanda tersebut positif baik pada hepatitis B kronik dan
pasien yang telah sembuh dari hepatitis B akut. Pada kasus pasien yang telah
sembuh dari hepatitis B akut, biasanya penanda tersebut disertai dengan adanya
anti-HBs yang positif.
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik yaitu: 5,6
I. Kelompok Imunomodulasi
Interfefon
Timosin alfa 1
Vaksinasi Terapi
II. Kelompok Terapi Antivirus
Lamivudin
Adefovir Dipivoksil
Terapi Antivirus
1. Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3' tiasitidin yang merupakan
suatu analog nukleosid. Nukleosid berfungsi sebagai bahan pembentuk
pregenom, shingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli.
Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transkriptase yang
berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam
replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah
terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi, tetapi tidak
mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi karena pada sel-sel yang telah
terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan convalent closed circular
(cccDNA). Karena itu setelah obat dihentikan, titer DNA VHB akan kembali
lagi seperti semula karena sel-sel yang terinfeksi akhirnya memproduksi virus
baru lagi. Lamivudin adalah analog nukleosid oral dengan aktivitas antivirus
yang kuat. Kalau diberikan dalam dosis 100 mg tiap hari, lamivudin akan
menurunkan konsentrasi DNA VHB sebesar 95% atau lebih dalam waktu 1
minggu. Dengan metode hibridisasi, DNA VHB tidak bisa dideteksi lagi
dengan metode non PCR dalam waktu 8 minggu tetapi masih dapat dideteksi
dengan metode PCR. Setelah dihentikan selama 2 minggu, konsentrasi DNA
akan kembali positif dan mencapai konsentrasi sebelum terapi. 5,6
Suatu parameter tunggal terbaik yang bisa dipakai untuk meramalkan
kemungkinan serokonversi HBeAg adalah konsentrasi ALT. 5,6
Setelah terapi, konsentrasi ALT berangsur-angsur menjadi normal.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa setelah pengobatan lamivudin
selama 1 tahun telah terjadi perbaikan derajat nekroinflamasi serta penurunan
progresi fibrosis yang bermakna. Di samping itu terjadi penurunan indeks
aktivitas histologik (Histologic Activity Index) lebih besar atau sama dengan
2 poin pada 62-70% pasien yang mendapat lamivudin dibandingkan dengan
30-33% pada kelompok plasebo. 5,6
Tabel 2. Hubungan antara kadar ALT sebelum terapi dengan persen
serokonversi HBsAg setelah pengobatan lamivudine selama 1 tahun6
Kadar ALT sebelum terapi Frekuensi Serokonversi
>5x nilai normal tertinggi 64% (p<0,01)
2-5x nilai normal tertinggi 26% (p=0,03)
<2x nilai normal tertinggi 5%
Berbagai macam analog nukleosid yang dapat dipakai pada hepatitis B kronik
adalah Famciclovir dan emtericitabine (FTC). 5,6
Infeksi VHB dapat menjadi kronis, yang dapat mengarah pada terjadinya
sirosis dan karsinoma hepatoseluler (KHS). Glomerulonefritis membranosa
dengan deposit komplemen dan terdapatnya HBeAg di kapiler glomerulus
merupakan komplikasi yang jarang dari VHB.
BAB III
KESIMPULAN
Hati merupakan salah satu organ tubuh yang besar dan merupakan pusat
metabolisme tubuh manusia. Organ ini memiliki fungsi yang kompleks di
antaranya mempunyai peranan dalam memetabolisme karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan obat-obatan. Kerusakan jaringan hepar dapat disebabkan oleh
peradangan yang sebagian besar merupakan akibat infeksi virus, bakteri, paparan
alkohol, keracunan obat-obatan atau bahan kimia.
Hepatitis B kronik yaitu apabila selama lebih dari 6 bulan gejala klinis dan
kelainan biokimiawi masih menetap. Transmisi utama VHB terjadi melalui jalur
parenteral dan dapat juga melalui cairan yang dikeluarkan dari tubuh penderita,
maka disebutkan terdapat transmisi vertikal dan transmisi horizontal.