Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB 1

PENDAHULUAN
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati dan dapat
disebabkan oleh beberapa mekanisme, termasuk agen infeksius dari virus. Virus-
virus ini selain dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi
kronik. Virus-virus hepatitis dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat
menyebabkan peradangan pada hati oleh karena sifat hepatotropik virus-virus
golongan ini. Petanda adanya kerusakan hati (hepatocellular necrosis) adalah
meningkatnya transaminase dalam serum terutama peningkatan alanin
aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya
nekrosis pada sel-sel hati.

Hepatitis virus B adalah hepatitis virus yang disebabkan oleh suatu virus
DNA yang berukuran 42 nm, merupakan famili hepadnavirus. Hepatitis B terdiri
dari Hepatitis virus B akut dan Hepatitis virus B kronik. Hepatitis B kronik yaitu
apabila selama lebih dari 6 bulan gejala klinis dan kelainan biokimiawi masih
menetap.

Sebanyak 2 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus ini, dengan 450
juta mengalami infeks kronik. Sebanyak 500 juta hingga 1 juta pasien dengan
hepatitis B meninggal setiap tahunnya. Sebanyak 15-25% pasien dengan infeksi
kronik hepatitis B meninggal akibat penyakit hati kronik yang disebabkan oleh
virus hepatitis B. Pasien yang terinfeksi virus hepatitis B pada awal kehidupan
memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami infeksi kronik virus
hepatitis B, dibandingkan dengan pasien yang terinfeksi pada saat anak-anak atau
pun dewasa muda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HEPAR
2.1.1 Anatomi Hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar


pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di
kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.
Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah
diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh
peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava
inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari
dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa
ligamen.1
Macam-macam ligamennya:1

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen


dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.
falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan
bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan
duodenum sebelah proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat
Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen
hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-
kanan : Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum
coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan
epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum
toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada
pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di
bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan
secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.
2.1.2 Histologi Hepar
Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel
makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel
hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar
1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus
ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin
dan busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut
sinusoid hati. Sinusoid hati adalah saluran yang berliku–liku dan melebar,
diameternya tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkat yang tidak utuh. Sinusoid
dibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas) dengan inti pipih gelap,
sel kupffer yang fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit
hepatik yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks
ekstraseluler serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal
vena portal dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran
pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung.2
Traktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus portal,
darah yang berasal dari vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis.
Traktus portal terdiri dari 3 struktur utama yang disebut trias portal. Struktur yang
paling besar adalah venula portal terminal yang dibatasi oleh sel endotel pipih.
Kemudian terdapat arteriola dengan dinding yang tebal yang merupakan cabang
terminal dari arteri hepatik. Dan yang ketiga adalah duktus biliaris yang
mengalirkan empedu. Selain ketiga struktur itu, ditemukan juga limfatik.2

Aliran darah di hati dibagi dalam unit struktural yang disebut asinus
hepatik. Asinus hepatik berbentuk seperti buah berry, terletak di traktus portal.
Asinus ini terletak di antara 2 atau lebih venula hepatic terminal, dimana darah
mengalir dari traktus portalis ke sinusoid, lalu ke venula tersebut. Asinus ini
terbagi menjadi 3 zona, dengan zona 1 terletak paling dekat dengan traktus portal
sehingga paling banyak menerima darah kaya oksigen, sedangkan zona 3 terletak
paling jauh dan hanya menerima sedikit oksigen.2
2.1.3 Fisiologi Hepar
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada
beberapa fungsi hati yaitu :3,4

a. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat


Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein
saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap
dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis.
Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan
glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa
disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber
utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui
heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa
mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida,
nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)
yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

b. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak


Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan
katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES


2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak
dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan
metabolisme lipid.
c. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.
Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan
non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma
albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea
merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya
dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM
66.000.

d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah


Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan
dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor
V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi
adalah faktor ekstrinsik, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang
beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya
dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk
pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

e. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin


Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

f. Fungsi hati sebagai detoksikasi


Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai
macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas


Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan
melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ -
globulin sebagai imun livers mechanism.
h. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±
1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam
a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.
Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan
dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,
shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

2.2 Hepatitis B Kronik


2.2.1 Definisi 5,6
Hepatitis virus B adalah hepatitis virus yang disebabkan oleh suatu virus
DNA yang berukuran 42 nm, merupakan famili hepadnavirus. Hepatitis B terdiri
dari Hepatitis virus B akut dan Hepatitis virus B kronik.

Hepatitis B kronik yaitu apabila selama lebih dari 6 bulan gejala klinis dan
kelainan biokimiawi masih menetap. Transmisi utama VHB terjadi melalui jalur
parenteral dan dapat juga melalui cairan yang dikeluarkan dari tubuh penderita,
maka disebutkan terdapat transmisi vertikal dan transmisi horizontal.
Gambar 1. Struktur virus Hepatitis B

2.2.2 Epidemiologi
Infeksi virus hepatitis B merupakan masalah kesehatan dunia. Sebanyak 2 juta
orang di seluruh dunia terinfeksi virus ini, dengan 450 juta mengalami infeks
kronik. Sebanyak 500 juta hingga 1 juta pasien dengan hepatitis B meninggal
setiap tahunnya. Hepatitis B menyumbang 80% penyebab terjadinya karsinoma
hepatoselular primer dan menduduki peringkat kedua setelah rokok sebagai
5,6
penyebab kanker. Secara Genotip, virus hepatitis B di Indonesia kebanyakan
merupakan virus dengan genotip B (66%), diikuti oleh C (26%), D (7%) dan A
(0,8%).9
Sebanyak 15-25% pasien dengan infeksi kronik hepatitis B meninggal akibat
penyakit hati kronik yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Pasien yang
terinfeksi virus hepatitis B pada awal kehidupan memiliki kecenderungan yang
lebih besar untuk mengalami infeksi kronik virus hepatitis B, dibandingkan
dengan pasien yang terinfeksi pada saat anak-anak atau pun dewasa muda. 5,6
Sirosis dan Karsinoma Hepatoselular (KHS) adalah dua keluaran klinis
hepatitis B kronik yang tidak diterapi dengan tepat. Insidens kumulatif 5 tahun
sirosis pada pasien dengan hepatitis B yang tidak diterapi menunjukkan angka 8-
20%, dengan 20% dari jumlah ini akan berkembang menjadi sirosis dekompensata
dalam 5 tahun berikutnya.9
Virus Hepatitis B merupakan virus DNA yang termasuk golongan
Hepadnaviridae, yang mempunyai empat buah open reading frame- inti, kapsul,
polimerase, dan X. Gen inti mengkode protein nukleokapsid yang penting dalam
membungkus virus dan HBeAg. Gen permukaan mengkode protein pre-S1, pre-
S2, dan protein S. Gen X mengkode protein X yang berperan penting dalam
proses karsinogenesis. Sampai saat ini terdapat delapan genotipe virus hepatitis B:
genotipe A, B, C, D, E, F, G, H. Genotipe B dan C paling banyak ditemukan di
Asia. 5,6
2.2.3 Patogenesis persintensi VHB5,6,7
Hati merupakan salah satu target organ utama virus hepatitis B pada
manusia. Hati juga merupakan tempat utama bahkan mungkin tempat satu-satunya
bagi replikasi virus hepatitis B. Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada
reseptor-reseptor spesifik yang terletak pada membran sel hepar. Setelah
perlekatan tersebut virus melakukan penetrasi dan memasuki sitoplasma sel hepar.
Didalam sitoplasma sel hepar virus melepaskan kapsulnya dan terbentuk
nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid tersebut menembus dinding sel hati,
sampai memasuki inti hati tersebut. Di dalam inti sel hati asam nukleat virus akan
keluar dari nukleokapsid dan menempel pada DNA. DNA–HBV akan merangsang
hepar untuk membentuk protein dan asam nukleat bagi virus. Pada akhirnya
terbentuk virus baru dan akibat nekrosis sel-sel hepar maka virus baru ini akan
dilepaskan kedalam peredaran darah.

Gambar 3. Replikasi virus dalam sel hepar

Gejala ikterus timbul sebagai akibat adanya obstruksi duktus bilier


maupun kerusakan sel-sel parenkim, sehingga terdapat peningkatan bilirubin direk
maupun indirek. Obstruksi hepatik dapat menyebabkan feses akolik.
Urobilonogen merupakan suatu metabolit dari bilirubin biasanya diresorbsi dan
diekskresi melalui urine dan akibat sel-sel parenkim hepar yang rusak maka
urobilinogen tidak dapat diekskresi dalam urine. Bukti lain menandakan adanya
obstuksi bilier ialah terjadinya peningkatan serum alkali fosfatase, 5 nukleotidase
atau glutamil transpeptidase. Pelepasan enzim-enzim dari sel hati yang rusak
kedalam aliran darah ikut menentukan luasnya infeksi.

Patogenesis infeksi virus hepatitis melibatkan respcns imun humoral dan


selular. Virus bereplikasi di dalan hepatosit, dimana virus tersebut tidak bersifat
sitopatik, sehingga yang membuat kerusakan sel hati dan manifestasi klinis bukan
disebabkan oleh virus yang menyerang hepatosit, tetapi oleh karena respon imun
yang dihasilkan oleh tubuh. Respon antibodi terhadap antigen permukaan
berperan dalam eliminasi virus. Respon sel T terhadap selubung, nukleokapsid,
dan antigen polimerase berperan dalam eliminasi sel yang terinfeksi.

Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari


peredaran partikel dane masuk kedalam hati dan terjadi proses replikasi virus.
Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh,
partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HbeAg yang tidak ikut membentuk
partikel virus. VHB merangsang respon imun tubuh, yang pertama kali di
rangsang oleh respon imn nonspesifik (innate immune response) karena dapat
terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
Proses eliminasi non spesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.

Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut di perlukan respon imun spesifik,
yaitu dengan mengaktifkan sel limposit T dan sel limposit B. Aktifasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak respon sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB- MCH
kelas I yang ada di permukaan dendnig sel hati dan permukaan dinding antigen
presenting cell (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya
sudah mengenali kontak dengan peptida VHB-MCH kelas II pada dinding APC.
Peptida VHB yang di tampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi
antigen sasaran respon imun adalah peptida kapsid yaitu HbcAg atau HbeAg. Sel
T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada didalam sel hati yang
terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati
yang akan menyebabkan peningkatan ALT atau mekanisme sitolitik. Di samping
itu dapat pula terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang
terinfeksi melalui aktifitas interferon gamma dan tissue necrotic factor (TNF) alfa
yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik).

Aktifasi sel limfosit B dengan bantuan CD4+ akan menyebabkan produksi


antibodi antara lain anti HBS, anti HBc, dan anti Hbe. Fungsi anti-HBs adalah
netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus kedalam sel.
Dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.
Dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.
Infeksi kronik VHB bukan di sebabkan gangguan produksi anti-HBs. Buktinya
pada pasien hepatitis B kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti HBs yang
tidak bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa karena anti-HBs
tersembunyi dalam kompek dengan HbsAg.

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB
yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien dapat
disebabkan oleh faktor virus ataupun faktor penjamu.

Faktor virus antara lain: terjadinya imunotoleransi terhadap produk VHB,


hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel-sel yang terinfeksi,
terjadinya mutan VHB yang tidak memproduksi HBAeg, integrasi genom VHB
adalah genom sel hati.

Faktor penjamu antara lain: faktor genetik, kurangnya produksi IFN,


adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limposit, respons
antiidiotipe, faktor kelamin dan hormonal.

Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk VHB dalam


persistensi VHB adalah mekanisme persintensi infeksi VHB pada neonatus yang
dilahirkan oleh ibu yang HbsAg dan HbeAg positif. Diduga persintensi tersebut
disebabkan adanya imunotoleransi terhadap HbeAg yang masuk kedalam tubuh
janin mendahului invasi VHB, sedangan persistensi pada usia dewasa diduga
disebabkan oleh kelelahan sel T oleh tingginya konsentrasi partikel virus.
Persintensi infeksi VHB dapat disebabkan karena mutasi pada daerah precode dari
DNA yang menyebabkan tidak dapat diprosuksinya HBeAg. Tidak adanya
HBeAg pada mutan tersebut akan menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.

Perjalanan Penyakit Hati

Sembilan puluh persen individu yang mendapat infeksi sejak lahir akan
tetap HbsAg positif sepanjang hidupnya dan menderita hepatitis B kronik,
sedangkan hanya 5 % individu dewasa yang mendapat infeksi akan mengalami
persintensi infeksi. Persintensi VHB menimbulkan kelainan yang berbeda pada
individu yang berbeda, tergantung dari konsentrasi partikel VHB dan respon imun
tubuh. Interaksi antara VHB dengan respon imun tubuh terhadap VHB, sangat
besar perannya dalam menentukan derajat keparahan hepatitis. Makin besar
respon imun tubuh terhadap virus, makin besar pula kerusakan jaringan hati,
sebaliknya bila tubuh toleran terhdap virus tersebut maka tidak terjadi kerusakan
hati.

Ada 3 fase penting dalam perjalanan penyakit Hepatitis B kronik yaitu


fase imunotoleransi, fase imunotoleransi, fase imunoaktif atau fase immune
clearance, dan fase noonreflikatif atau fase residual. Pada masa anak-anak dan
dewasa muda, sistem imun toleran terhadap VHB sehingga konsentrasi virus
dalam darah dapat sedemikian tingginya, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang
berati. Dalam keadaan itu VHB ada dalam fase reflikatif dengan titer HBsAg yang
sangat tinggi, HBeAg positif, Anti-Hbe negatif, titel DNA VHB tinggi dan
konsentrasi ALT yang relatif normal. Fase ini di sebut dengan fase
imunotoleransi. Fase ini sanggat jarang terjadi serokonveksi HBsAg secara
spontan, dan terapi untuk menginduksi serokonveksi HBeAg biasanya tidak
efektif. Pada sekitar 30% individu dengan persistensi VHB akibat terjadinya
reflikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroimflamasi yang tampak
dari kenaikan ALT. Pada keadaan ini pasien mulai kehilangan toleransi imun
terhadap VHB. Fase ini di sebut dengan fase imunoaktif atau immune clearance.
Pada fase ini virus berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya
sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Pada fase imunoaktif serokonversi HBeAg baik
secara spontan maupun karena terapi lebih sering terjadi. Sisanya sekitar 70% dari
individu tersebut dapat menghilangkan sebagian besar partikel VHB tanpa adanya
kerusakan sel hati yang berarti. Pada keadaan ini, titel HBsAg rendah dengan
HBeAg menjadi negatif dan anti Hbe yang menjadi positif secara spontan, serta
konsentrasi ALT yang normal, yang menandai terjadinya fase nonreflikatif atau
fase residual. Sekitar 20-30% pasien hepatitis B kronik dalam fase residual dapat
mengalami reaktivasi dan menyebabkan kekambuhan.

Pada sebagian pasien dalam fase residual, pada waktu terjadi serokonversi
HBeAg positif menjadi anti-Hbe sudah terjadi sirosis. Hal ini disebabkan karena
terjadinya fibrosis setelah nekrosis yang terjadi setelah kekambuhan yang
berulang-ulang sebelum terjadinya serokonversi tersebut. Dalam fase residual,
reflikasi VHB sudah mencapai titik minimal dan dalam penelitian menunjukakan
bahwa angka harapan hidup pada pasien yang anti-HBe positif lebih tinggi
dibandingkan pasien HBeAg positif. Penelitian menunjukan setelah terjadi
hepatistis justru beresiko untuk terjadinya karsinoma hepatoseluler (KHS). Terapi
anti virus harus diberikan selama mungkin untuk mencegah integrasi genom VHB
dalam genom sel hati yang dapat berkembang menjadi KHS.

Hbeag Pada Hepatitis Kronik

Parameter untuk mengukur replikasi VHB yang dipakai adalah HBeAg


dan anti-Hbe serta konsentrasi DNA VHB. Ada 2 kelompok pemeriksaan DNA
VHB yang lazim dipakai yaitu metode hibridisasi dan amplifikasi sinyal (non
PCR) dan PCR. Belakangan ini banyak digunakan metode PCR kuantitatif. Saat
ini nilai DNA VHB dipilih sebagai kriteria diagnostik hepatitis B kronik adalah
105 – 106 kopi/ml, sedang PCR mempunyai kepekaan 10-100 kopi/ml. Pada fase
reflikatif nilai DNA vhb lebih besar dari 105 kopi/ml. Dengan demikian DNA
VHB tidak bisa di deteksi dengan metode non PCR maka infeksi VHB dianggap
sudah tidak aktif. Dalam keadaan normal, fase reflikatif didapatkan titel HBsAg
yang sanggat tinggi., HBeAg positif dan anti-Hbe negatif serta konsentrasi DNA
VHB yang tinggi. Pada sekelompok pasien dengan HBeAg negatif anti-HBe
positif dapat dijumpai konsentrasi DNA VHB dengan titer yang masih tinggi (>
100.000 atau 105 kopi/ml) dengan tanda-tanda aktivitas penyakit. Pada kelompok
pasien didapatkan mutasi pada daerah precode dari genom VHB yang
menyebabkan HBeAg tidak bisa diproduksi. Berdasarkan status HBeAg, hepatitis
B kronik dikelompokkan menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif dan hepatitis
B kronik HBeAg negatif.

Hepatitis B kronik HBeAg negatif sering ditandai dengan perjalanan


penyakit yang berfluktuasi dan jarang mengalami remisi spontan. Karena itu
pasien dengan HBe negatif dan konsentrasi DNA VHB tinggi merupakan indikasi
terapi antivirus. Pada pasien dengan infeksi VHB mutan precode masih ada sisa-
sisa VHB tipe liar yang belum mengalami mutasi.

2.2.4 Manisfestasi klinis

Gambaran klinis hepatitis B kronik sangat bervariasi. Pada banyak kasus tidak
didapatkan keluhan maupun pemeriksaan tes faal hati hasilnya normal. Pada
sebagian lagi didapatkan hepatomegali atau bakhan splenomegali atau tanda-tanda
penyakit hati kronis lainnya, misalnya eritema palmaris dan spider nevi, serta
pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan kenaikan konsentrasi ALT
walaupun hal itu tidak selalu didapatkan. Pada umunya didapatkan konsentrasi
bilirubin yang normal. Konsentrasi albumin serum umumnya masih normal
kecuali pada kasus-kasus yang parah.5,6

Secara sederhana manisfestasi hepatitis B kronik dikelompokkan menjadi 2


yaitu:5,6

1. Hepatitis B kronik yang masih aktif (hepatitis B kronik aktif). HBsAg


positif dengan DNA VHB lebih dari 105 kopi/ml didapatkan kenaikan
ALT yang menetap atau intermiten. Pada pasien sering didapatkan tanda-
tanda penyakit hati kronik. Pada biopsi hati didapatkan gambaran
peradangan yang aktif.
2. Carrier VHB Inaktif (Inactive HBV Carrier State). Pada kelompok ini
HBsAg positif dengan titer DNA VHB yang rendah yaitu kurang dari 10 5
kopi/ml. Pasien menunjukan konsentrasi ALT normal dan tidak
didapatkan keluhan. Pada pemeriksaan histologik terdapat kelainan
jaringan yang minimal. Sering sulit membedakan hepatitis B kronik HBe
negatif dengan carrier VHB inaktif karenapemeriksaan DNA Kuantitatif
masih jarang dilakukan secara rutin. Dengan demikian perlu dilakukan
pemeriksaan ALT berulang kali untuk waktu yang cukup lama.

Pemeriksaan biopsi untuk pasien hepatitis B kronik sangat penting


terutama untuk pasien dengan HBeAg positif dengan konsentrasi ALT 2x
nilai normal tinggi atau lebih. Biopsi hati perlu untuk menegakkan
diagnosis pasti an untuk meramalkan prognosis serta kemungkinan
keberhasilan terapi (respon histologik). Hepatitis kronik dengan
peradangan yang aktif mempunyai resiko tinggi untuk mengalami
progresi, tetapi gambaran histologik yang aktif juga dapat diramalkan
respon yang baik terhadap terapi imunomodulator atau antivirus.

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang Hepatitis B


Pemeriksaan Serologis5,6,7

Pemeriksaan HBsAg merupakan tes yang paling sering digunakan untuk


mendeteksi infeksi VHB akut atau pejamu kronis. HBsAg dapat dideteksi dalam
waktu 2-10 minggu, sebelum onset gejala dan peningkatan kadar ALT.
Gambar 4. Pola respon terhadap infeksi virus Hepatitis B akut

Pada sebagian pasien dewasa, HBsAg hilang dalam waktu 4-6 bulan. Anti-
HBs dapat muncul beberapa minggu setelah serokonversi HBsAg. Setelah
serokonversi HBsAg menjadi anti-HBs, HBV-DNA masih dapat dideteksi pada
hati, dan respon sel T spesifik terhadap virus hepatitis B dapat dijumpai pada
beberapa dekade berikutnya. Hal tersebut menunjukkan kontrol imunitas yang
persisten setelah infeksi akut. Pada kondisi yang jarang, pasien dengan anti-HBs
yang positif dapat kembali terinfeksi virus hepatitis B kembali karena proteksi
inkomplit dari anti-HBs terhadap serotipe virus hepatitis B lainnya.
Adanya HBsAg yang persisten lebih dari 6 oulan menunjukkan bahwa
pasien menderita infeksi hepatitis B kronik. HBsAg dan anti-HBs dapat dijumpai
secara bersamaan pada individu yang sama pada 10-25% kasus. Fenomena
tersebut muncul lebih sering pada pasien dengan hepatitis B kronik dibandingkan
pada hepatitis B akut. Pada keadaan ini biasanya titer antibodi rendah. Pada pasien
yang terdapat HBsAg dan anti-HBs bersamaan, pasien tersebut dianggap
menderita infeksi virus hepatitis B, dan adanya anti-HBs tidak mempengaruhi
aktivitas penyakit dan hasil akhir penyakit tersebut. HBeAg yang persisten lebih
dari 3 bulan setelah onset penyakit jarang terjadi dan menunjukkan progresivitas
menjadi hepatitis B kronik.
Pada hepatitis B akut, periode antara hilangnya HBsAg dan munculnya
anti-HBs dikenal dengan periode jendela (window period). Pada periode ini,
HBeAg negatif dan HBV-DNA biasanya tidak terdeteksi. Penanda satu-sartunya
yang positif adalah IgM anti-HBc, suatu antibodi terhadap antigen hepatitis B
core. Sehingga IgM anti-HBc merupakan penanda serologis paling penting pada
hepatitis B akut. IgM anti-HBc biasanya bertahan 4-6 bulan selama hepatitis B
akut, dan jarang persisten sampai 2 tahun. Meskipun IgM anti-HBc merupakan
penanda hepatitis B akut, penanda tersebut juga dapat positif selama hepatitis B
kronik yang mengalami eksaserbasi akut. IgG anti-HBc merupakan penanda
paparan hepatitis B. Penanda tersebut positif baik pada hepatitis B kronik dan
pasien yang telah sembuh dari hepatitis B akut. Pada kasus pasien yang telah
sembuh dari hepatitis B akut, biasanya penanda tersebut disertai dengan adanya
anti-HBs yang positif.

Tabel 1. Table HBsAg dan IgM anti HBc pada hepatitis B


HBsAg IgM anti-HBc Interpretasi
+ + Hepatitis B akut/
hepatitis B kronik
mengalami eksaserbasi
akut
+ - Hepatitis B kronik
- + Hepatitis B akut

Peningkatan ALT (alanine transaminase) dan AST (aspartate


transaminase) sampai 1000-2000 IU/L sering dijumpai, dimana ALT lebih tinggi
daripada AST. Peningkatan kadar bilirubin biasanya muncul setelah peningkatan
ALT. Peningkatan kadar ALT puncak tidak berkorelasi dengan prognosis. Karena
faktor pembekuan mempunyai waktu paruh yang singkat (6 jam untuk faktor VII),
waktu protrombin merupakan indikator yang paling baik. Leukopenia ringan
dengan limfositosis relatif sering dijumpai. Pada pasien yang sembuh, ALT
biasanya kembali normal setelah 1-4 bulan diikuti kadar bilirubin yang menjadi
normal.
Risiko perjalanan penyakit infeksi hepatitis B akut menjadi kronik
berbanding terbalik secara proporsional terhadap usia terjadinya infeksi. Infeksi
kronik akan terjadi kurang dari 5% pada pasien dewasa yang imunokompeten,
namun pada infeksi yang terjadi pada masa neonatus dan bayi, 95% kasus akan
menjadi infeksi kronik.

2.6 Penatalaksaan hepatitis B kronik

Pokok utama penanganan penderita hepatitis mencakup: konfirmasi


diagnosis yang tepat, pengobatan suportif dan pemantauan masa akut, pencarian
ke arah penyakit dan pencegahan. 5,6

Infeksi virus hepatitis B akut tidak membutuhkan terapi antiviral. Terapi


yang diberikan hanya terapi suportif dan simptomatik karena sebagian besar
infeksi hepatitis B akut pada dewasa dapat sembuh spontan. Terapi antiviral dini
hanya diperlukan pada kurang dari 1% kasus, pada kasus hepatitis fulminan atau
pasien yang imunokompromais. 5,6

Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik yaitu: 5,6
I. Kelompok Imunomodulasi
 Interfefon
 Timosin alfa 1
 Vaksinasi Terapi
II. Kelompok Terapi Antivirus
 Lamivudin

 Adefovir Dipivoksil

Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah mencegah atau menghentikan


progresi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau
menghilangkan injeksi.
Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering dipakai
adalah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif secara menetap (HBeAg dan
DNA VHB). Pada umumnya, serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe disertai
dengan hilangnya DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati. Pada
kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, serokonversi HBeAg tidak
dapat dipakai sebagai titik akhir terapi dan respons terapi hanya dapat dinilai
dengan pemeriksaan DNA VHB. 5,6

Terapi dengan Imunomodulator Interferon (IFN) alfa.


IFN adalah kelompok protein intraselular yang normal ada dalam tubuh
dan diproduksi oleh berbagai macam sel. IFN alfa diproduksi oleh limfosit B, IFN
beta diproduksi oleh monosit fibroepitelial, dan IFN gamma diproduksi oleh sel
limfosit T. Produksi IFN dirangsang oleh berbagai macam stimulasi terutama
infeksi virus.5,6
Beberapa khasiat IFN adalah khasiat antivirus, imunomodulator, anti
proliferatif, dan anti fibrotik. IFN tidak memiliki khasiat anti virus langsung tetapi
merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai
khasiat antivirus. 5,6
Dalam proses terjadinya aktivitas antivirus, IFN mengadakan interaksi dengan
reseptor IFN yang terdapat pada membran sitoplasma sel hati yang diikuti dengan
diproduksinya protein efektor. Salah satu protein yang terbentuk adalah 2',5'-
oligoadenylate synthetase (OAS) yang merupakan suatu enzim yang berfungsi
dalam rantai terbentuknya aktivitas antivirus.5,6
IFN adalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik
dengan HBeAg positif, dengan aktifitas penyakit ringan sampai sedang, yang
belum mengalami sirosis. Pengaruh pengobatan IFN dalam menurunkan replikasi
virus telah banyak dilaporkan dari berbagai laporan penelitian yang menggunakan
follow-up jangka panjang. 5,6

IFN merupakan suatu pilihan untuk pasien hepatitis B kronik nonsirotik


dengan HBeAg positif dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang. Dosis IFN
yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif adalah 5-10 MU
3x seminggu selama 16-24 minggu. Penelitian menunjukkan bahwa terapi IFN
untuk hepatitis B kronik HBeAg negatif sebaiknya diberikan sedikitnya selama 12
bulan. Kontra indikasi terapi IFN adalah sirosis dekompensata, depresi atau
riwayat depresi di waktu yang lalu, dan adanya penyakit jantung berat. 5,6
PEG Interferon. Penambahan polietilen glikol (PEG) menimbulkan senyawa
IFN dengan umur paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan IFN biasa.
Dalam suatu penelitian yang membandingkan pemakaian PEG IFN alfa 2a dengan
dosis 90,180, atau 270 mikrogram tiap minggu selama 24 minggu menimbulkan
penurunan DNA VHB yang lebih cepat dibandingkan dengan IFN biasa yang
diberikan 4,5 MU 3 x seminggu. Serokonversi HBeAg pada kelompok PEG IFN
pada masing-masing dosis adalah 27, 33, 37% dan pada kelompok IFN biasa
sebesar 25%.5,6
1. Penggunaan steroid sebelum terapi IFN. Pemberian steroid pada pasien
Hepatitis B Kronik HBsAg positif yang kemudian dihentikan mendadak akan
menyebabkan flare up yang disertai dengan kenaikan konsentrasi ALT.
Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa steroid withdrawl yang diikuti
dengan pemberian IFN lebih efektif dibandingkan dengan pemberian IFN
saja, tetapi hal itu tidak terbukti dalam penelitian skala besar. Karena itu
steroid withdrawl yang diikuti dengan pemberian IFN tidak dianjurkan secara
rutin. 5,6
2. Timosin Alfa 1. Timosin adalah suatu jenis sitotoksin yang dalam keadaan
alami ada dalam ekstrak pinus. Obat ini sudah dapat dipakai untuk terapi baik
sebagai sediaan parenteral maupun oral. Timosin alfa 1 merangsang fungsi sel
limfosit. Pemberian Timosin alfa 1 pada pasien hepatitis B kronik dapat
menurunkan replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau menghilangkan
DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah tidak adanya efek samping seperti
IFN. Dengan kombinasi dengan IFN, obat ini meningkatkan efektifitas IFN.5,6
3. Vaksinasi Terapi. Salah satu langkah maju dalam bidang vaksinasi hepatitis B
adalah kemungkinan penggunaan vaksin Hepatitis B untuk pengobatan
infeksi VHB. Prinsip dasar vaksinasi terapi adalah fakta bahwa pengidap
VHB tidak memberikan respons terhadap vaksin Hepatitis B konvensional
yang mengandung HBsAg karena individu-individu tersebut mengalami
imunotoleransi terhadap HBsAg. Suatu vaksin terapi yang efektif adalah
suatu vaksin yang kuat yang dapat mengatasi imunotoleransi tersebut. Salah
satu dasar vaksinasi terapi untuk hepatitis B adalah penggunaan vaksin yang
menyertakan epitop yang mampu merangsang sel T sitotoksik yang bersifat
Human Leucocyte Antigen (HLA)-restricted, diharapkan sel T sitotoksik
tersebut mampu menghancurkan sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Salah satu
strategi adalah penggunaan vaksin yang mengandung protein pre-S. Strategi
kedua adalah menyertakan antigen kapsid yang spesifik untuk sel limfosit T
sitotoksik (CTL). Strategi ketiga adalah vaksin DNA. 5,6

Terapi Antivirus
1. Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3' tiasitidin yang merupakan
suatu analog nukleosid. Nukleosid berfungsi sebagai bahan pembentuk
pregenom, shingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli.
Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transkriptase yang
berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam
replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah
terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi, tetapi tidak
mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi karena pada sel-sel yang telah
terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan convalent closed circular
(cccDNA). Karena itu setelah obat dihentikan, titer DNA VHB akan kembali
lagi seperti semula karena sel-sel yang terinfeksi akhirnya memproduksi virus
baru lagi. Lamivudin adalah analog nukleosid oral dengan aktivitas antivirus
yang kuat. Kalau diberikan dalam dosis 100 mg tiap hari, lamivudin akan
menurunkan konsentrasi DNA VHB sebesar 95% atau lebih dalam waktu 1
minggu. Dengan metode hibridisasi, DNA VHB tidak bisa dideteksi lagi
dengan metode non PCR dalam waktu 8 minggu tetapi masih dapat dideteksi
dengan metode PCR. Setelah dihentikan selama 2 minggu, konsentrasi DNA
akan kembali positif dan mencapai konsentrasi sebelum terapi. 5,6
Suatu parameter tunggal terbaik yang bisa dipakai untuk meramalkan
kemungkinan serokonversi HBeAg adalah konsentrasi ALT. 5,6
Setelah terapi, konsentrasi ALT berangsur-angsur menjadi normal.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa setelah pengobatan lamivudin
selama 1 tahun telah terjadi perbaikan derajat nekroinflamasi serta penurunan
progresi fibrosis yang bermakna. Di samping itu terjadi penurunan indeks
aktivitas histologik (Histologic Activity Index) lebih besar atau sama dengan
2 poin pada 62-70% pasien yang mendapat lamivudin dibandingkan dengan
30-33% pada kelompok plasebo. 5,6
Tabel 2. Hubungan antara kadar ALT sebelum terapi dengan persen
serokonversi HBsAg setelah pengobatan lamivudine selama 1 tahun6
Kadar ALT sebelum terapi Frekuensi Serokonversi
>5x nilai normal tertinggi 64% (p<0,01)
2-5x nilai normal tertinggi 26% (p=0,03)
<2x nilai normal tertinggi 5%

Khasiat lamivudin semakin meningkat bila diberikan dalam waktu yang


lebih panjang. Karena itu strategi pengobatan yang tepat adalah pengobatan
jangka panjang. Penelitian dilakukan secara prospektif (cohort) pada terapi
yang diberikan selama 4 tahun menunjukkan serokonversi berturut-turut
setiap tahunnya sebagai berikut: 22, 29, 40, dan 47%. Bila hanya pasien ALT
>2 x nilai normal tertinggi saja yang diberikan terapi lamivudin, didapatkan
angka serokonversi yang lebih baik, berturut- turut tiap tahunnya 38,42,65,
dan 75%. Sayangnya, strategi terapi berkepanjangan ini terhambat oleh
munculnya virus yang kebal terhadap lamivudin, yang biasa disebut mutan
YMDD. Mutan tersebut akan meningkat 20% tiap tahun bila terapi lamivudin
diteruskan. 5,6
Di samping khasiat Lamivudin untuk menghambat fibrosis, Peek dan
kawan-kawan telah membuktikan pada binatang percobaan (woodchucks)
yang terinfeksi VHB, bahwa pemberian Lamivudin sedini mungkin dapat
mencegah terjadinya karsinoma hepatoselular.5,6
2. Adefovir dipivoksil.
Adefovir dipivoksil adalah suatu nukleosid oral yang menghambat enzim
reverse transcriptase. Mekanisme khasiat adefovir hampir sama dengan
lamivudin. Penelitian menunjukkan bahwa pemakaian adefovir dengan dosis 10
atau 30 mg tiap hari selama 48 minggu menunjukkan perbaikan Knodell
necroinflammatory score sedikitnya 2 poin. Juga terjadi penurunan konsentrasi
DNA VHB, penurunan konsentrasi ALT serta serokonversi HBeAg. 5,6
Walaupun adefovir dapat juga dipakai untuk terapi tunggal primer, namun
karena alasan ekonomik dan efek samping adefovir, maka pada saat ini adefovir
baru dipakai pada kasus-kasus yang kebal terhadap lamivudin. Dosis yang
dianjurkan adalah 10 mg tiap hari. Sampai sekarang kekebalan terhadap adefovir
belum pernah dilaporkan. Salah satu hambatan utama dalam pemakaian adefovir
adalah toksisitas pada ginjal yang sering dijumpai pada dosis 30 mg atau lebih. 5,6
Keuntungan dan kerugian adefovir. Keuntungan penggunaan adefovir adalah
jarangnya terjadi kekebalan. Dengan demikian obat ini merupakan obat yang ideal
untuk terapi hepatitis B kronik dengan penyakit hati yang parah. Kerugiannya
adalah harga yang lebih mahal dan masih kurangnya data mengenai khasiat dan
keamanan dalam jangka yang sangat panjang. 5,6

3. Analog nukleosid yang lain.

Berbagai macam analog nukleosid yang dapat dipakai pada hepatitis B kronik
adalah Famciclovir dan emtericitabine (FTC). 5,6

Indikasi terapi antivirus. Terapi antivirus dianjurkan untuk pasien hepatitis B


kronik dengan ALT >2 x nilai normal tertinggi dengan DNA VHB positif. Untuk
ALT <2 x nilai normal tertinggi tidak perlu terapi antivirus. 5,6
2.2.6 Komplikasi7,8
Hepatitis akut fulminan dengan koagulopati, ensefalopati, dan edema
serebri terjadi lebih sering pada VHB dibandingkan hepatitis oleh jenis virus
lainnya. Resiko hepatitis fulminan jauh lebih meningkat jika terdapat infeksi VHB
yang bersamaan dengan VHD. Tingkat kematian karena hepatitis fulminan
mencapai 30%. Dalam hal ini, transplantasi hepar adalah intervensi yang efektif.
Alternatif lain adalah penanganan suportif yang bertujuan menopang hidup
penderita dalam menyediakan waktu untuk regenerasi sel hepar.

Infeksi VHB dapat menjadi kronis, yang dapat mengarah pada terjadinya
sirosis dan karsinoma hepatoseluler (KHS). Glomerulonefritis membranosa
dengan deposit komplemen dan terdapatnya HBeAg di kapiler glomerulus
merupakan komplikasi yang jarang dari VHB.
BAB III
KESIMPULAN
Hati merupakan salah satu organ tubuh yang besar dan merupakan pusat
metabolisme tubuh manusia. Organ ini memiliki fungsi yang kompleks di
antaranya mempunyai peranan dalam memetabolisme karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan obat-obatan. Kerusakan jaringan hepar dapat disebabkan oleh
peradangan yang sebagian besar merupakan akibat infeksi virus, bakteri, paparan
alkohol, keracunan obat-obatan atau bahan kimia.

Hepatitis B kronik yaitu apabila selama lebih dari 6 bulan gejala klinis dan
kelainan biokimiawi masih menetap. Transmisi utama VHB terjadi melalui jalur
parenteral dan dapat juga melalui cairan yang dikeluarkan dari tubuh penderita,
maka disebutkan terdapat transmisi vertikal dan transmisi horizontal.

Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Terapi kerusakan hati didasarkan pada penyebab
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell S, Richard . 2011. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: EGC


2. Junqueira, Luiz Carlos dan Jose Carneiro. 2007 . Histologi Dasar. Jakarta:
EGC:
3. L. Sheerwood. 2002. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta. ECG.
669-670
4. Guyton Arthur.C. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta. ECG.
902-907.
5. Setia S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setyohadi B, GAhrial A.
2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.VI. Indonesia interna publishing.
Hal. 1941-191
6. Setia S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setyohadi B, GAhrial A
.2009 .Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.V. Indonesia. Balai penerbit FK
UI.
7. Koff RS. Viral hepatitis in: schifff L, Schiff ER, eds. 2009. Disease of
liver, ed.7th.philadelphia: lippincot. Hal. 192
8. Pall.H, Jonas H. 2009.Acute and chronic hepaititis. Pediatric
gastrointestinal and liver disease: 3rd. saunders elvier; 925-49.
9. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. 2012. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia. Jakarta: PPHI.

Вам также может понравиться

  • SOAL PSIKOTES
    SOAL PSIKOTES
    Документ5 страниц
    SOAL PSIKOTES
    mohammad niudanri
    75% (4)
  • Simulasi Figural 2
    Simulasi Figural 2
    Документ2 страницы
    Simulasi Figural 2
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Silogisme 3
    Silogisme 3
    Документ4 страницы
    Silogisme 3
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • ATLS Refresh Panduan
    ATLS Refresh Panduan
    Документ2 страницы
    ATLS Refresh Panduan
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • DAY6-ANALITIK-SEPTEMBER - Pembahasan
    DAY6-ANALITIK-SEPTEMBER - Pembahasan
    Документ54 страницы
    DAY6-ANALITIK-SEPTEMBER - Pembahasan
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Simulasi Verbal
    Simulasi Verbal
    Документ11 страниц
    Simulasi Verbal
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • DAY2-ARITMATIKA1-AGUSTUS - Pembahasan
    DAY2-ARITMATIKA1-AGUSTUS - Pembahasan
    Документ45 страниц
    DAY2-ARITMATIKA1-AGUSTUS - Pembahasan
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Simulasi Kuantitatif
    Simulasi Kuantitatif
    Документ10 страниц
    Simulasi Kuantitatif
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Simulasi Figural 2
    Simulasi Figural 2
    Документ2 страницы
    Simulasi Figural 2
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Soal CPNS Paket 5 1
    Soal CPNS Paket 5 1
    Документ17 страниц
    Soal CPNS Paket 5 1
    Fitri Apitrii
    Оценок пока нет
  • Toilet: Denah Vaksinasi Massal Di Gedung Nasional
    Toilet: Denah Vaksinasi Massal Di Gedung Nasional
    Документ1 страница
    Toilet: Denah Vaksinasi Massal Di Gedung Nasional
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • MENYUSUN BENTUK
    MENYUSUN BENTUK
    Документ38 страниц
    MENYUSUN BENTUK
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • DAY7-VERBAL-SEPTEMBER - Pembahasan
    DAY7-VERBAL-SEPTEMBER - Pembahasan
    Документ45 страниц
    DAY7-VERBAL-SEPTEMBER - Pembahasan
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • DAY4-DERET-AGUSTUS - Pembahasan
    DAY4-DERET-AGUSTUS - Pembahasan
    Документ40 страниц
    DAY4-DERET-AGUSTUS - Pembahasan
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Day 8 - Spasial
    Day 8 - Spasial
    Документ38 страниц
    Day 8 - Spasial
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • SKD TWK
    SKD TWK
    Документ17 страниц
    SKD TWK
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • 100 Verbs Inggris Paling Sering Digunakan
    100 Verbs Inggris Paling Sering Digunakan
    Документ3 страницы
    100 Verbs Inggris Paling Sering Digunakan
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • SKD Tiu
    SKD Tiu
    Документ18 страниц
    SKD Tiu
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Riwayat Kontrak Kerja Non Asn Ade Prenselya
    Riwayat Kontrak Kerja Non Asn Ade Prenselya
    Документ1 страница
    Riwayat Kontrak Kerja Non Asn Ade Prenselya
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Cover + Kata Pengantar
    Cover + Kata Pengantar
    Документ5 страниц
    Cover + Kata Pengantar
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Document 666
    Document 666
    Документ11 страниц
    Document 666
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ4 страницы
    Cover
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Tumor Esofagus
    Tumor Esofagus
    Документ14 страниц
    Tumor Esofagus
    alialala
    Оценок пока нет
  • Catatan Koas Indra
    Catatan Koas Indra
    Документ70 страниц
    Catatan Koas Indra
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Document 666
    Document 666
    Документ11 страниц
    Document 666
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • SERKOM Brama Ragil Adithya
    SERKOM Brama Ragil Adithya
    Документ12 страниц
    SERKOM Brama Ragil Adithya
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • Document 666
    Document 666
    Документ11 страниц
    Document 666
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет
  • 058 PDF
    058 PDF
    Документ18 страниц
    058 PDF
    Anonymous LAWfm7
    Оценок пока нет
  • 08 - 227penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Preeklampsia
    08 - 227penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Preeklampsia
    Документ5 страниц
    08 - 227penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Preeklampsia
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Оценок пока нет
  • Crs Stellaa
    Crs Stellaa
    Документ33 страницы
    Crs Stellaa
    IndRa KaBhuom
    Оценок пока нет