Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
a. Fase Folikuler
Dimulai dari hari pertama sampai sesaat sebelum kadar LH meningkat dan terjadi
pelepasan sel telur (ovulasi). Dinamakan fase folikuler karena terjadi
pertumbuhan folikel di dalam ovarium. Pada pertengahan fase folikuler, kadar
FSH sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar 3 – 30 folikel
yang masing-masing mengandung 1 sel telur, tetapi hanya 1 folikel yang terus
tumbuh, yang lainnya hancur. Pada suatu siklus, sebagian endometrium
dilepaskan sebagai respon terhadap penurunan kadar hormon estrogen dan
progesteron. Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan paling atas dan lapisan
tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan
menghasilkan sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah
dilepaskan. Perdarahan menstruasi berlangsung selama 3 – 7 hari, rata-rata selama
5 hari. Darah yang hilang sebanyak 28 -283 gram. Darah menstruasi biasanya
tidak membeku kecuali jika perdarahannya sangat hebat.
b. Fase ovulasi
Fase ini dimulai ketika kadar LH meningkat dan pada fase ini dilepaskan sel telur.
Sel telur biasanya dilepaskan dalam waktu 16 – 32 jam setelah terjadi peningkatan
kadar LH. Folikel yang matang akan menonjol dari permukaan ovarium, akhirnya
pecah dan melepaskan sel telur. Pada saat ovulasi ini beberapa wanita merasakan
nyeri tumpul pada perut bagian bawahnya, nyeri ini dikenal sebagai
mittelschmerz, yang berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam.
c. Fase Luteal
Fase ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari. Setelah
melepaskan telurnya, folikel yang pecah kembali menutup dan membentuk korpus
luteum yang menghasilkan sebagian besar progesteron. Progesteron menyebabkan
suhu tubuh sedikit meningkat selama fase lutuel dan tetap tinggi sampai siklus
yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan
terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan hancur dan siklus yang
baru akan dimulai, kecuali jika terjadi pembuahan. Jika telur dibuahi, korpus
luteum mulai menghasilkan HCG (hormone chorionic gonadotropin). Hormon ini
memelihara korpus luteum yang menghasilkan progesterone sampai janin bisa
menghasilkan hormonnya sendiri. Tes kehamilan didasarkan kepada adanya
peningkatan kadar HCG.
Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan,
hanya lapisan tipis yg disebut stratum basale yang tinggal selama empat hari.
Dengan haid keluar darah, potongan endometrium, dan lendir dari servik. Darah
ini tidak membeku karena ada fermen ( Biokatalisator ) yang mencegah
pembekuan darah dan mencairkan potongan mukosa, banyaknya perdarahan
selam haid kira-kira 50 cc.
c. Fase Proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm. kelenjar-kelenjar
tumbuh lebih cepat dari jaringan laen, berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-
14 dari siklus haid. Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
Berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk
transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk torak dan tinggi.
Tampak adanya banyak mitosis dengan inti berbentuk telanjang (nake nukleus).
Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal
dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel
kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stoma bertumbuh aktif dan padat.
Pada fase ini endometrium tebalnya tetap, bentuk kelenjar berubah menjadi
panjang, berliku-liku, dan mengeluarkan getah. Di dalam endometrium tertimbun
glikogen dan kapur yang diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi.
Pada endometrium sudah dapat dibedakan lapisan atas yang padat ( Stratum
kompaktum) yang hanya di tembus oleh saluran-saluran keluar dari kelenjar,
lapisan stratum spongeosum yang banyak lubang-lubangnya karena disini terdapat
rongga dari kelenjar dan lapisan bawah disebut stratum bassale. Fase ini dimulai
sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28, jika tidak terjadi
kehamilan maka endometrium dilepas dengan perdarahan dan berulang lagi siklus
menstruasi. Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
2.2 Definisi
Terjadinya menstruasi atau haid merupakan perpaduan antara kesehatan alat
genitalia dan rangsangan hormonal yang kompleks yang berasal dari mata rantai
aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium (Manuaba, 1998). Oleh karena itu, gangguan
haid dan gangguan siklus haid dapat terjadi dari kelainan kedua faktor tersebut.
2.3. Klasifikasi
Menurut Manuaba (1998 & 2004) terdapat beberapa bentuk kelainan haid dan
siklus haid masa reproduksi aktif sebagai berikut:
1. Kelainan tentang banyak dan lama perdarahan
a. Hipermenorea/ menoragia
Jadwal siklus haid tetap, tetapi kelainan terletak pada jumlah perdarahan lebih
bayak dan disertai gumpalan darah dan lamaya perdarahan lebih dari 8 hari
(Manuaba, 1998). Menurut Manuaba (2004), hipermenorea dapat disertai dengan
gangguan psikosomatik. Terjadinya hipermenorea berkaitan dengan kelainan pada
rahim, yaitu mioma uteri, polip endometrium dan gangguan pelepasan
endometrium.
b. Hipomenorea
Siklus menstruasi (haid) tetap, tetapi lama perdarahan memendek kurang dari 3
hari (Manuaba, 1998). Hipomenorea dapat disebabkan kesuburan endometrium
kurang karena keadaan gizi penderita yag rendah, penyakit menahun dan
gangguan hormonal.
a. Primer amenorea
Amenore primer adalah tidak terjadiya menstruasi sampai usia 17 tahun, dengan
atau tanpa tanda perkembangan seksual sekunder (Sylvia & Lorraine,
2006).Amenorea primer adalah tidak terdapatnya menstruasi pada pasien berusia
16 tahun dengan ciri-ciri seksual sekunder yang normal atau tidak terdapatya
menstruasi pada pasien berusia 14 tahun tanpa tanda-tanda pematagan seksual
(Linda J. & Danny J., 2008).
b. Sekunder amenorea
Amenorea sekunder adalah tidak terdapatnya tiga siklus menstruasi atau tidak
adaya perdarahan menstruasi selama 6 bulan (Linda J. & Danny J., 2008).
Amenore sekunder berarti tidak terjadinya menstruasi selama 3 bulan atau lebih
pada orang yang telah mengalami siklus menstruasi (Sylvia & Lorraine, 2006).
b. Mastodinia/ Mastalgia
Merupakan rasa nyeri yang terjadi saat ovulasi. Namun, hal ini jarang diasakan
oleh wanita (Manuaba, 1998).
d. Dismenorea
Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang disebabkan oleh kejang otot
uterus (Sylvia & Lorraine, 2006). Rasa nyeri sering digambarka sebagai nyeri
kram pada abdomen bagian bawah yang terjadi selama haid (William M., 2005).
Dismenore primer apabila tidak terdapat gangguan fisik yang menjadi peyebab
dan hanya terjadi selama siklus-siklus ovulatorik (Sylvia & Lorraine, 2006).
Penyebabnya adalah adanya jumlah prostaglandin F2α yang berlebihan pada darah
menstruasi, yang meragsang aktivitas uterus (Sylvia & Lorraine, 2006).
Gejala utama adalah nyeri, dimulai pada saat awitn menstruasi. Nyeri dapat tajam,
tumpul, siklik atau menetap; dapat berlangsung dalam beberapa jam sampai 1
hari, namun dapat melebihi 1 hari namun tidak sampai lebih dari 72 jam. Gejala-
gejala sistemik yang menyertai berupa mual, diare, sakit kepala dan perubahan
emosional. Dismenore sekunder timbul karena adanya masalah fisik seperti
endometriosis, polip uteri, leiomioma, stenosis serviks atau penyakit radang
panggul (PID) (Sylvia & Lorraine, 2006).
e. Various menstruasi
Merupakan perdarahan yang terjadi pada organ lainnya yang tidak ada hubungan
endometrium (Manuaba, 2004). Pada organ tersebut dapat terjadi perdarahan
sesuai dengan siklus menstruasi. Organ tersebut yaitu hidung meimbulkan
epistaksis dan lambung.
2.2 Etiologi
Penyebab gangguan haid dapat karena kelainan biologik (organik atau
disfungsional) atau dapat pula karena psikologik seperti keadaan – keadaan stress
dan gangguan emosi atau gangguan biologik dan psikologik. Siklus menstruasi
mempunyai hubungan tertentu terhadap keadaan fisik dan psikologik wanita.
Banyak penyebab gangguan haid , yaitu berdasarkan kelainan yang dijumpai
seperti:
haid terkait dengan system hormone yang diatur otak, tepatnya dikelenjar
hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim sinyal ke indung telur untuk
memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini terganggu, otomatis terjadi
gangguan pada menstruasi.
2. Kelainan sistemik
Tubuhnya sangat gemuk atau kurus dapat mempengaruhi siklus haid karena
sistem metabolism di dalam tubuhnya tak bekerja dengan baik, atau wanita yang
menderita penyakit diabetes, juga akan mempengaruhi sistem merabolisme
sehingga haid pun tidak teratur.
3. Stress
4. Kelenjar gondok
2. Manifestasi Klinis
Apabila datang bulan (haid) tidak terjadi pada saat yang seharusnya, hal ini
mungkin menunjukkan tanda kehamilan Akan tetapi masa datang bulan yang
tidak teratur atau tidak mendapatkan bulanan sering merupakan keadaan yang
wajar bagi banyak gadis yang baru saja mendapatkan bulanannya dan bagi wanita
yang berusia di atas 40 tahun. Kecemasan dan gangguan emosional dapat
menyebabkan seorang wanita tidak mendapatkan bulanannya.
Apabila perdarahan mulai terjadi selama kehamilan, hal ini hampir selalu menjadi
tanda permulaan suatu keguguran atau abortus (kematian bayi di dalam
kandungan). Apabila masa haid berlangsung lebih dari 6 hari, dan daerah yang
dikeluarkan banyak dan tidak seperti biasanya, atau datang haid lebih dari satu
kali dalam sebulan, maka pasien harus segera meminta nasihat dari dokter.
Pola haid boleh saja tidak teratur, tetapi jika jarak antar menstruasi kurang dari 21
hari atau lebih dari 3 bulan, atau jika haid berlangsung lebih dari 10 hari maka
Anda harus mewaspadai adanya masalah ovulasi atau kondisi medis lainnya.
1. Amenore
Pada usia remaja dan tengah baya, amenore tidak selalu menunjukkan gangguan.
Menstruasi cenderung sangat tidak teratur pada beberapa tahun pertama
menstruasi dan dapat menjadi tidak teratur lagi saat seorang wanita mendekati
menopause.
Kram perut
Nyeri payudara
Depresi, mudah tersinggung, murung dan emosi labil (mood
swing)
Tidak tertarik seks (libido menurun)
Jerawat berkala
Perut kembung
Sakit kepala atau sakit persendian
Sulit tidur
Sulit buang air besar (BAB)
Sebagian besar wanita yang menderita SPM hanya mengalami beberapa dari
gejala di atas. Ketika gejala SPM sangat parah, kondisinya disebut gangguan pra-
menstruasi disforik (pre-menstrual dysphoric disorder). Sekitar tujuh persen
wanita mengalaminya (sumber: MayoClinic).
Penyebab SPM tidak diketahui dengan pasti. Namun, ada teori tentang faktor-
faktor yang dapat menyebabkan sindrom. Gejala tampaknya berubah mengikuti
fluktuasi hormon, yang menunjukkan bahwa siklus perubahan hormon dapat
menjadi penyebab utamanya. Perubahan kadar serotonin, suatu neurotransmitter
yang terlibat dalam pengendalian mood, juga dapat menyebabkan SPM. Aspek-
aspek tertentu dari diet seperti rendahnya tingkat vitamin dan mineral juga dapat
bertanggung jawab atas beberapa gejala SPM. Makanan asin dapat menyebabkan
SPM dengan meningkatkan retensi air.
Tipe dan gejalanya Tipe PMS bermacam-macam. Dr. Guy E. Abraham, ahli
kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi PMS
menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Kadang-kadang seorang
wanita mengalami gejala gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan.
Berikut gejala-gejala yang timbul sesuai tipe PMS masing-masing:
1. PMS tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas,
sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita
mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat
haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen
dan progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan
dengan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron
kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa
peneliti mengatakan, pada penderita PMS bisa jadi kekurangan
vitamin B6 dan magnesium. Penderita PMS A sebaiknya banyak
mengonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi
minum kopi.
2. PMS tipe H (hyperhydration) memiliki gejala
edema(pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada,
pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum
haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe
PMS lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada
jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau
gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk
mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh
hanya mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya
gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula
pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.
3. PMS tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin
mengonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan
karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20
menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala
hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala
yang kadang-kadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena
pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin
menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi
garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak
esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.
4. PMS tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin
menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam
mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang
muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya
PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya
sekitar 3% dari selururh tipe PMS benar-benar murni tipe D. PMS
tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon
progesteron dan estrogen, di mana hormon progesteron dalam
siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon
estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine,
penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekurangan
magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi
makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat
membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi
bersamaan dengan PMS tipe A.
Untuk mengatasi PMS, biasanya dokter memberikan pengobatan diuretika untuk
mengatasi retensi cairan atau edema (pembengkakan) pada kaki dan tangan.
Pemberian hormon progesteron dosis kecil dapat dilakukan selama 8 – 10 hari
sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif estrogen. Pemberian hormon
testosteron dalam bentuk methiltestosteron sebagai tablet isap dapat pula
diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen.
3. Dismenore
4. Menoragia
5. Perdarahan Abnormal
a. Bila haid datang sebulan dua kali (<21 hari), yang disebut dengan
istilah polimenorea
b. Seorang perempuan mendapatkan haid terlalu jarang, di atas 35
hari sekali, yang disebut sebagai oligomenorea
c. Tidak mendapatkan haid 6 bulan atau lebih, yang disebut sebagai
amenorea
d. Seorang perempuan mendapatkan haid tidak teratur, bisa 2 atau 3,
4 bulan sekali
e. Mengalami perdarahan bercak (spotting) sebelum haid datang,
atau pada pertengahan siklus, ataupun setelah selesainya haid
f. Keluarnya darah haid terlalu banyak, ganti pembalut sampai 6-7
kali/hari, yang disebut sebagai hipermenorea
g. Keluarnya darah haid terlalu sedikit, ganti pembalut <2 kali/hari,
disebut dengan hipomenorea
h. Keluarnya darah haid lebih dari 6-7 hari, yang disebut sebagai
menoragia. Darah yang keluar dapat sedikit ataupun banyak
Berikut ini akan dijelaskan patofisiologi dari beberapa macam gangguan haid.
2. Disminorea
a. Disminorea Primer
Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami regresi dan hal
ini akan mengakibatkan penurunan kadar progresteron. Penurunan ini akan
menyebabkan labilisasi membrane lisosom, sehingga mudah pecah dan
melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase A2 ini akan menghidrolisis
senyawa fosfolipid yang ada di membrane sel endometrium dan menghasilkan
asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama dengan kerusakan
endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan
menghasilkan prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan
disminorea primer didapatkan adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di
dalam darahnya, yang akan merangsang miometrium dengan akibat terjadinya
pningkatan kontraksi dan disritmi uterus. Akibatnya akan terjadi penurunan aliran
darah ke uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan
endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang
rasa sakit pada ujung-ujung syaraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik
dan kimia.
b. Disminorea Sekunder
a. Hipermenorea (Menorraghia)
Siklus anovulasi pada umumnya terjadi 2 tahun pertama setelah menstruasi awal
yang disebabkan oleh HPO axis yang belum matang. Siklus anovulasi juga terjadi
pada beberapa kondisi patologis.
Pada siklus anovulasi, perkembangan folikel terjadi dengan adanya stimulasi dari
FSH, tetapi dengan berkurangnya LH, maka ovulasi tidak terjadi. Akibatnya tidak
ada korpus luteum yang terbentuk dan tidak ada progresteron yang disekresi.
Endometrium berproliferasi dengan cepat, ketika folikel tidak terbentuk produksi
estrogen menurun dan mengakibatkan perdarahan. Kebanyakan siklus anovulasi
berlangsung dengan perdarahan yang normal, namun ketidakstabilan poliferasi
endometrium yang berlangsung tidak mengakibatkan perdarahan hebat.
b. Amenorea
Tidak adanya uterus, baik itu sebagai kelainan atau sebagau bagian dari sindrom
hemaprodit seperti testicular feminization, adalah penyebab utama dari amenore
primer. Testicular feminization disebabkan oleh kelainan genetic. Pasien dengan
amenorea primer yang diakibatkan oleh hal ini menganggap dan menyampaikan
dirinya sebagai wanita yang normal, memiliki tubuh feminism. Vagina kadang-
kadang tidak ada atau mengalami kecacatan, tapi biasanya terdapat vagina.
Vagina tersebut berakhir sebagai kantong kosong dan tidak terdapat uterus.
Gonad, yang secara morfologi adalah testis berada di kanal inguinalis. Keadaan
seperti ini yang menyebabkan pasien mengalami amenorea yang permanen.
Amenorea primer juga dapat disebabkan karena kelainan pada aksis hipotalamus-
hipofisis-ovarium. Hypogonadotropik amenorrhoea menunjukkan keadaan dimana
terdapat sedikit sekali kadar FSH dan LH dalam serum. Akibatnya,
ketidakadekuatan hormone ini menyebabkan kegagalan stimulus terhadap
ovarium untuk melepaskan estrogen dan progresteron. Kegagalan pembentukan
estrogen dan progresteron akan menyebabkan tidak menebalnya endometrium
karena tidak ada yang merangsang. Terjadilah amenorea. Hal ini adalah tipe
keterlambatan pubertas karena disfungsi hipotalamus atau hipofisis anterior,
seperi adenoma pituitary.
1. Pemeriksaan umum
Biasanya didapatkan adanya aplasia vagina, keadaan klitoris, aplasia uteri, tumor
ovarium
3. Pemeriksaan Penunjang
Apabila pemeriksaan klinis tidak memberikan gambaran yang jelas dapat
dilakukan pemeriksaan :
2. Penatalaksanaan
a. Amenorea
b. Oligomenorea
c. Polimenorea
Terapi zat besi perlu diberikan untuk periode waktu tertentu untuk menggantikan
cadangan zat besi dalam tubuh. Selain itu, menorrhagia juga dapat diterapi dengan
pemberian hormon dari luar, terutama untuk menorrhagia yang disebabkan oleh
gangguan keseimbangan hormonal.
Terapi hormonal yang diberikan iasanya berupa obat kontrasepsi kombinasi atau
pill kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron. Menorrhagia yang terjadi
akibat adanya mioma dapat diterapi dengan melakukan terapi hormonal atau
dengan pengangkatan mioma dalam rahim baik dengan kuretase ataupun dengan
tindakan operasi.
e. Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang
dari biasa. Hipomenorrhea adalah suatu keadan dimana jumlah darah haid sangat
sedikit (<30cc). Hipomenorea disebabkan oleh karena kesuburan endometrium
kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan
hormonal(kekurangan estrogen maupun progesteron)
f. Metroragia
Suatu perdarahan vagina antara periode menstruasi teratur merupakan bentuk
disfungsi disfungsi menstruasi yang paling signifikan karena hal itu dapat
menunjukkan adanya kanker, tumor jinak uterus, dan masalah-masalah psikologi
lainnya. Kondisi ini menegakkan diagnosa dan pengobatan dini. Meskipun
pendarahan antara periode menstruasi pada wanita yang menggunakan
kontraseptif oral biasanya bukan masalah yang serius, namun perdarahan tak
teratur pada wanita yang mendapat terapi penggantian hormon harus dievaluasi
lebih lanjut.
g. Dismenorea
2. WOC
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KASUS
Nona J, 21 tahun datang ke rumah sakit dengan mengeluh lemas, letih, dan lesu
serta nyeri hebat pada bagian perut ketika haid, sampai tidak mampu melakukan
aktivitas karena nyeri abdomen akan bertambah. Pasien juga mengeluh mual,
muntah, dan pusing.Pada pemeriksaan TTV didapatkan TD = 90/60 mmHg, N =
80x/menit, S = 37oC, RR = 21x/menit.
3. Pengkajian
1. Identitas :
Nama : Nn. J
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Sidoarjo
Suku : Indonesia
2. Keluhan Utama :
Pasien merasakan nyeri ketika haid, badan lemas, mual, dan muntah
Tidak ada
Tidak ada
6. Riwayat Menstruasi :
7. Pemeriksaan Fisik :
Head To Toe :
Kepala, mata, kuping, hidung dan tenggorokan :
a. Kepala:
b. Mata:
c. Hidung:
f. Pernafasan
g. Sirkulasi jantung
h. Abdomen
Mengecil :-
Linea & Striae :-
Luka bekas operasi: -
Kontraksi :-
Lainnya sebutkan : Nyeri pada abdomen
i. Genitourinary
Perineum : Normal
Vesika urinaria : Oliguri
j. Ekstremitas ( Integumen/Muskuloskletal )
Pemeriksaan Abdomen
Abdomen lunak tanpa adanya rangsangan peritoneum atau suatu keadaan
patologik yang terlokalisir. Bising usus normal
Pemeriksaan Pelvis
Pada kasus dismenore primer, pemeriksaan pelvis adalah normal.
3. Analisa Data
Peningkatan produksi
prostaglandin
- Data subjektif :
Klien mengeluh nyeri pada bagian
perut. Kontraksi uterus
1` Nyeri
- Data objektif :
Keringat banyak, klien memegang Terjadi hipersensitivitas saraf
daerah yang sakit, menangis. nyeri uterus
Nyeri
Produksi prostaglandin berlebih
Menstruasi
- Data subjektif:
Klien mengeluh pusing, lemas, letih,
lesu. Klien mengatakan tidak mampu
Nyeri haid
3 melakukan aktivitas Intoleransi aktivita
- Data objektif:
Kelemahan
Klien terlihat lemas, pucat, konjungtiva
anemi
Intoleransi aktivitas
Menstruasi
Nyeri haid
- Data subjektif : Pucat
4 - Data objektif : Ansietas
Kurang pengetahuan
Klien tampak gelisah
Ansietas
3.4 Diagnosa Keperawatan
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharakan pasien menunjukkan
perbaikan nutrisi
Kriteria hasil: Mual muntah teratasi
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien dapat beraktivitas seperti semula
Kriteria hasil:
Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat dan memperringan
intoleransi aktivitas
Pasien mampu beraktivitas
DAFTAR PUSTAKA