Вы находитесь на странице: 1из 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Menstruasi

Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik


dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Sekarang diketahui
bahwa dalam proses ovulasi, yang memegang peranan penting adalah hubungan
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarium axis).
Menurut teori neurohumoral yang dianut sekarang, hipotalamus mengawasi
sekresi hormon gonadotropin oleh adenohipofisis melalui sekresi neurohormon
yang disalurkan ke sel-sel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus.
Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) karena dapat merangsang pelepasan
Lutenizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis.

2.2.1 Siklus Haid

1. Siklus ovarium terbagi menjadi 3 fase:

a. Fase Folikuler

Dimulai dari hari pertama sampai sesaat sebelum kadar LH meningkat dan terjadi
pelepasan sel telur (ovulasi). Dinamakan fase folikuler karena terjadi
pertumbuhan folikel di dalam ovarium. Pada pertengahan fase folikuler, kadar
FSH sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar 3 – 30 folikel
yang masing-masing mengandung 1 sel telur, tetapi hanya 1 folikel yang terus
tumbuh, yang lainnya hancur. Pada suatu siklus, sebagian endometrium
dilepaskan sebagai respon terhadap penurunan kadar hormon estrogen dan
progesteron. Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan paling atas dan lapisan
tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan
menghasilkan sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah
dilepaskan. Perdarahan menstruasi berlangsung selama 3 – 7 hari, rata-rata selama
5 hari. Darah yang hilang sebanyak 28 -283 gram. Darah menstruasi biasanya
tidak membeku kecuali jika perdarahannya sangat hebat.

b. Fase ovulasi
Fase ini dimulai ketika kadar LH meningkat dan pada fase ini dilepaskan sel telur.
Sel telur biasanya dilepaskan dalam waktu 16 – 32 jam setelah terjadi peningkatan
kadar LH. Folikel yang matang akan menonjol dari permukaan ovarium, akhirnya
pecah dan melepaskan sel telur. Pada saat ovulasi ini beberapa wanita merasakan
nyeri tumpul pada perut bagian bawahnya, nyeri ini dikenal sebagai
mittelschmerz, yang berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam.

c. Fase Luteal

Fase ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari. Setelah
melepaskan telurnya, folikel yang pecah kembali menutup dan membentuk korpus
luteum yang menghasilkan sebagian besar progesteron. Progesteron menyebabkan
suhu tubuh sedikit meningkat selama fase lutuel dan tetap tinggi sampai siklus
yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan
terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan hancur dan siklus yang
baru akan dimulai, kecuali jika terjadi pembuahan. Jika telur dibuahi, korpus
luteum mulai menghasilkan HCG (hormone chorionic gonadotropin). Hormon ini
memelihara korpus luteum yang menghasilkan progesterone sampai janin bisa
menghasilkan hormonnya sendiri. Tes kehamilan didasarkan kepada adanya
peningkatan kadar HCG.

2. Siklus menstruasi dapat dibedakan 4 fase, yaitu :

a. Fase Menstruasi atau dekuamasi

Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan,
hanya lapisan tipis yg disebut stratum basale yang tinggal selama empat hari.
Dengan haid keluar darah, potongan endometrium, dan lendir dari servik. Darah
ini tidak membeku karena ada fermen ( Biokatalisator ) yang mencegah
pembekuan darah dan mencairkan potongan mukosa, banyaknya perdarahan
selam haid kira-kira 50 cc.

b. Fase post haid atau fase regenerasi

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-angsur


sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel
endometrium. Pada masa ini tebal endometrium kira-kira 0,5 mm dan berlangsung
kurang lebih 4 hari.

c. Fase Proliferasi

Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm. kelenjar-kelenjar
tumbuh lebih cepat dari jaringan laen, berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-
14 dari siklus haid. Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

1. Fase proliferasi dini (early proliferation phase)


Berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenal dari epitel
permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar.

2. Fase proliferasi madya (mid proliferation phase)

Berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk
transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk torak dan tinggi.
Tampak adanya banyak mitosis dengan inti berbentuk telanjang (nake nukleus).

3. Fase proliferasi akhir (late proliferation)

Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal
dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel
kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stoma bertumbuh aktif dan padat.

d. Fase pra haid atau fase sekresi

Pada fase ini endometrium tebalnya tetap, bentuk kelenjar berubah menjadi
panjang, berliku-liku, dan mengeluarkan getah. Di dalam endometrium tertimbun
glikogen dan kapur yang diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi.
Pada endometrium sudah dapat dibedakan lapisan atas yang padat ( Stratum
kompaktum) yang hanya di tembus oleh saluran-saluran keluar dari kelenjar,
lapisan stratum spongeosum yang banyak lubang-lubangnya karena disini terdapat
rongga dari kelenjar dan lapisan bawah disebut stratum bassale. Fase ini dimulai
sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28, jika tidak terjadi
kehamilan maka endometrium dilepas dengan perdarahan dan berulang lagi siklus
menstruasi. Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu :

1. Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis


dari fase sebelumnya karena kehilangan cairan.
2. Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam
endometrium berkembang dan menjadi lebih berkelok-
kelok dan sekresi mulai mengeluarkan getah yang
mengandung glikogen dan lemak. Akhir masa ini, stroma
endometrium berubah kearah sel-sel; desidua, terutama
yang ada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan
ini memudahkan terjadinya nidasi (Hanafiah, 1997).

2.2.2 Normal Haid


Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif, menstruasi terjadi setiap 25-
35 hari dengan siklus haid 28 hari. Wanita dengan siklus ovulatorik, selang waktu
antara awal menstruasi hingga ovulasi – fase folikular – bervariasi lamanya.
Siklus yang diamati terjadi pada wanita yang mengalami ovulasi. Selang waktu
antara awal perdarahan menstruasi – fase luteal – relatif konstan dengan rata-rata
14 ± 2 hari pada kebanyakan wanita (Grenspan, 1998).

Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi. Pada umumnya lamanya 4


sampai 6 hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat dianggap normal.
Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari fragmen-fragmen kelupasan
endrometrium yang bercampur dengan darah yang banyaknya tidak tentu.
Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan aliran darahnya terlalu besar,
bekuan dengan berbagai ukuran sangat mungkin ditemukan. Rata-rata banyaknya
darah yang keluar pada wanita normal selama satu periode menstruasi menurut
beberapa kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl
dan kandungan besi Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29 mg
besi dan menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg
besi untuk setiap hari siklus tersebut. (Cunningham, 1995).

2.2.3 Gangguan Haid


Gangguan haid adalah perdarahan haid yang tidak normal dalam hal: panjang
siklus haid, lama haid, dan jumlah darah haid. Melibatkan hipotalamus, hipofisis,
ovarium dan endometrium fisiologi haid normal. (Dr. Asrul Sani)

Gangguan haid merupakan suatu permasalahan yang berhubungan dengan haid,


baik itu gangguan menurut ritme (siklus menstruasi), gangguan menurut
perdarahan (banyaknya dan lamanya) maupun gangguan yang terjadi diluar haid
dan pada saat haid. Gangguan yang terjadi saat haid dinilai masih normal jika
terjadi selama dua tahun pertama setelah haid kali pertama. Artinya, bila seorang
perempuan telah mendapatkan haid pertamanya saat berusia 11 tahun, maka
hingga usia 13 tahun haidnya masih tidak teratur. Tapi bila setelah usia 13 tahun
haidnya masih tidak teratur juga, dipastikan ia mengalami gangguan haid.

2.2 Definisi
Terjadinya menstruasi atau haid merupakan perpaduan antara kesehatan alat
genitalia dan rangsangan hormonal yang kompleks yang berasal dari mata rantai
aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium (Manuaba, 1998). Oleh karena itu, gangguan
haid dan gangguan siklus haid dapat terjadi dari kelainan kedua faktor tersebut.

Gangguan menstruasi merupakan kelainan pada keadaan menstruasi yang dapat


berupa kelainan atau kelainan dari jumlah darah yang dikeluarkan dan lamanya
perdarahan.Konsep disfungsi menstruasi secara umum adalah terjadinya gangguan
dari pola perdarahan menstruasi, seperti menorraghia (perdarahan banyak dan
lama), oligomenorrhea (menstruasi yang jarang, polymenorrhea (menstruasi yang
sering),amenorrhea (tidak haid sama sekali) (Eny K., 2011). Gangguan
perdarahan menstruasi dapat menimbulkan risiko patologis apabila dihubungkan
dengan banyaknya kehilangan darah, mengganggu aktivitas sehari-hari, adanya
indikasi inkopatibel ovarium pada saat kosepsi atau adanya tanda-tanda kanker.

2.3. Klasifikasi
Menurut Manuaba (1998 & 2004) terdapat beberapa bentuk kelainan haid dan
siklus haid masa reproduksi aktif sebagai berikut:
1. Kelainan tentang banyak dan lama perdarahan
a. Hipermenorea/ menoragia
Jadwal siklus haid tetap, tetapi kelainan terletak pada jumlah perdarahan lebih
bayak dan disertai gumpalan darah dan lamaya perdarahan lebih dari 8 hari
(Manuaba, 1998). Menurut Manuaba (2004), hipermenorea dapat disertai dengan
gangguan psikosomatik. Terjadinya hipermenorea berkaitan dengan kelainan pada
rahim, yaitu mioma uteri, polip endometrium dan gangguan pelepasan
endometrium.
b. Hipomenorea
Siklus menstruasi (haid) tetap, tetapi lama perdarahan memendek kurang dari 3
hari (Manuaba, 1998). Hipomenorea dapat disebabkan kesuburan endometrium
kurang karena keadaan gizi penderita yag rendah, penyakit menahun dan
gangguan hormonal.

2. Kelainan siklus haid


a. Polimenorea
Terdapat siklus menstruasi yang memendek dari biasa yaitu kurang dari 21 hari,
sedangkan jumlah perdarahan relatif tetap (Manuaba, 1998).
b. Oligomenorea
Siklus di atas 35 hari (Manuaba, 1998), namun perdarahannya biasanya kurang.
Penyebabnya adalah gangguan hormonal, ansietas dan stress, penyakit kronis,
obat-obatan tertentu, bahaya di tempat kerja dan lingkungan, status penyakit
nutrisi yang buruk, olahraga yang berat, penurunan berat badan yang signifikan.
c. Amenorea
Merupakan gejala atau keadaan klinis dengan ciri belum mendapatkan menstruasi
atau terlambat menstruasi selama tiga bulan berturut-turut (Manuaba, 1998).
Menurut Manuaba (2004), amenorea dapat bersifat:
1) Fisiologis:
Amenore bersifat fisiologis pada perempuan usia prapubertas, hamil
pascamenopause, di luar itu amenore menunjukkan adanya disfungsi atau
abnormalitas dari sistem reproduksi (Sylvia & Lorraine, 2006).
2) Bersifat patologis

a. Primer amenorea

Amenore primer adalah tidak terjadiya menstruasi sampai usia 17 tahun, dengan
atau tanpa tanda perkembangan seksual sekunder (Sylvia & Lorraine,
2006).Amenorea primer adalah tidak terdapatnya menstruasi pada pasien berusia
16 tahun dengan ciri-ciri seksual sekunder yang normal atau tidak terdapatya
menstruasi pada pasien berusia 14 tahun tanpa tanda-tanda pematagan seksual
(Linda J. & Danny J., 2008).
b. Sekunder amenorea

Amenorea sekunder adalah tidak terdapatnya tiga siklus menstruasi atau tidak
adaya perdarahan menstruasi selama 6 bulan (Linda J. & Danny J., 2008).
Amenore sekunder berarti tidak terjadinya menstruasi selama 3 bulan atau lebih
pada orang yang telah mengalami siklus menstruasi (Sylvia & Lorraine, 2006).

3. Perdarahan di luar haid


a. Metroragia
Merupakan kondisi dimana perdarahan terjadi terus menerus dan berkepanjangan
yang biasanya terjadi karena penyakit–penyakit organic misalnya fibroid dan
karsinoma.

4. Keadaan lain berkaitan dengan haid

a. Ketegangan pra-haid/Premenstrual tention


Merupakan keluhan yang menyertai menstruasi dan sering dijumpai pada masa
reproduksi aktif (Manuaba, 1998). Sindrom pramenstruasi (PMS/Premenstrual
syndrome) atau premenstrual tension (PMT) adalah gabungan dari gejala-gejala
fisik dan psikologis yang terjadi selama fase luteal siklus menstruasi dan
menghilang setelah menstruasi dimulai (Sylvia & Lorraine, 2006). Pada sekitar
10% perempuan gejala pramestruasi cukup berat hingga memerlukan perawatan
medis (Sylvia & Lorraine, 2006).

Faktor penyebabnya adalah kejiwaan yang labil dan angguan keseimbangan


estrogen-progesteron. Adapun gejala yang muncul berupa kelainan hubungan di
lingkungan keluarga dan terlalu peka terhadap perubahan hormonal. PMS dapat
menyebabkan retensi natrium dan air, payudara terasa bengkak dan sakit; dan
berat badan bertambahdisertai edema tungkai.

Penanganan PMS tidak memerlukan pengobatan, karena akan hilang setelah


menstruasi. Namun demikian, dapat diberikan obat penenang dan untuk
mengurangi gejala klinis dapat diberikan diuretik ringan dan testosteron sebaga
anti estrogen sebanyak 5 mgr selama 7 hari.

b. Mastodinia/ Mastalgia

Merupakan rasa berat dan bengkak pada payudara menjelang menstruasi


(Manuaba, 1998). Hal ini disebabkan oleh pengaruh estrogen yang menyebabkan
retensi natrium dan air pada payudara serta terjadi tekanan ujung saraf yang
menimbulkan rasa nyeri.

c. Perdarahan ovulasi/ Mittelschmer

Merupakan rasa nyeri yang terjadi saat ovulasi. Namun, hal ini jarang diasakan
oleh wanita (Manuaba, 1998).

d. Dismenorea

Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang disebabkan oleh kejang otot
uterus (Sylvia & Lorraine, 2006). Rasa nyeri sering digambarka sebagai nyeri
kram pada abdomen bagian bawah yang terjadi selama haid (William M., 2005).
Dismenore primer apabila tidak terdapat gangguan fisik yang menjadi peyebab
dan hanya terjadi selama siklus-siklus ovulatorik (Sylvia & Lorraine, 2006).
Penyebabnya adalah adanya jumlah prostaglandin F2α yang berlebihan pada darah
menstruasi, yang meragsang aktivitas uterus (Sylvia & Lorraine, 2006).

Gejala utama adalah nyeri, dimulai pada saat awitn menstruasi. Nyeri dapat tajam,
tumpul, siklik atau menetap; dapat berlangsung dalam beberapa jam sampai 1
hari, namun dapat melebihi 1 hari namun tidak sampai lebih dari 72 jam. Gejala-
gejala sistemik yang menyertai berupa mual, diare, sakit kepala dan perubahan
emosional. Dismenore sekunder timbul karena adanya masalah fisik seperti
endometriosis, polip uteri, leiomioma, stenosis serviks atau penyakit radang
panggul (PID) (Sylvia & Lorraine, 2006).

e. Various menstruasi

Merupakan perdarahan yang terjadi pada organ lainnya yang tidak ada hubungan
endometrium (Manuaba, 2004). Pada organ tersebut dapat terjadi perdarahan
sesuai dengan siklus menstruasi. Organ tersebut yaitu hidung meimbulkan
epistaksis dan lambung.

2.2 Etiologi
Penyebab gangguan haid dapat karena kelainan biologik (organik atau
disfungsional) atau dapat pula karena psikologik seperti keadaan – keadaan stress
dan gangguan emosi atau gangguan biologik dan psikologik. Siklus menstruasi
mempunyai hubungan tertentu terhadap keadaan fisik dan psikologik wanita.
Banyak penyebab gangguan haid , yaitu berdasarkan kelainan yang dijumpai
seperti:

1. fungsi hormon terganggu

haid terkait dengan system hormone yang diatur otak, tepatnya dikelenjar
hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim sinyal ke indung telur untuk
memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini terganggu, otomatis terjadi
gangguan pada menstruasi.

2. Kelainan sistemik

Tubuhnya sangat gemuk atau kurus dapat mempengaruhi siklus haid karena
sistem metabolism di dalam tubuhnya tak bekerja dengan baik, atau wanita yang
menderita penyakit diabetes, juga akan mempengaruhi sistem merabolisme
sehingga haid pun tidak teratur.

3. Stress

Stress akan mengganggu sistem metabolisme di dalam tubuh, karena stress,


wanita akan menjadi mudah lelah, berat badan menurun drastis, bahkan sakit-
sakitan, sehingga metabolisme terganggu. Jika metabolisme terganggu, haid pun
juga ikut terganggu.

4. Kelenjar gondok

Terganggunya fungsi kelenjar gondok/ tiroid juga bisa menyebabkan tidak


teraturnya haid. Gangguan bisa berupa produksi kelenjar gondok yang terlalu
tinggi (hipertiroid) maupun terlalu rendah (hipotiroid) yang dapat mengakibatkan
sistem hormonal tubuh ikut terganggu.

5. Hormon prolaktin berlebih


Hormon prolaktin dapat menyebabkan seorang wanita tidak haid, karena memang
hormon ini menekan tingkat kesuburan. Pada wanita yang tidak sedang menyusui
hormon prolaktin juga bisa tinggi, biasanya disebabkan kelainan pada kelenjar
hipofisis yang terletak di dalam kepala.

2. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda gangguan datang bulan (haid) : (David Werner, dkk 2010)

Bagi wanita-wanita tertentu, tidak teraturnya datang bulan merupakan keadaan


yang wajar, namun bagi wanita lainnya, keadaan ini dapat merupakan tanda bagi
penyakit menahun, kekurangan darah (anemia), gangguan gizi (malnutrisi), atau
mungkin adanya infeksi atau tumor dalam rahim (uterus)

Apabila datang bulan (haid) tidak terjadi pada saat yang seharusnya, hal ini
mungkin menunjukkan tanda kehamilan Akan tetapi masa datang bulan yang
tidak teratur atau tidak mendapatkan bulanan sering merupakan keadaan yang
wajar bagi banyak gadis yang baru saja mendapatkan bulanannya dan bagi wanita
yang berusia di atas 40 tahun. Kecemasan dan gangguan emosional dapat
menyebabkan seorang wanita tidak mendapatkan bulanannya.

Apabila perdarahan mulai terjadi selama kehamilan, hal ini hampir selalu menjadi
tanda permulaan suatu keguguran atau abortus (kematian bayi di dalam
kandungan). Apabila masa haid berlangsung lebih dari 6 hari, dan daerah yang
dikeluarkan banyak dan tidak seperti biasanya, atau datang haid lebih dari satu
kali dalam sebulan, maka pasien harus segera meminta nasihat dari dokter.

Menurut Dr. Salma dalam majalahkesehatan.com pada 14 Oktober 2010,


perempuan dapat memiliki berbagai masalah dengan menstruasi/haid
mereka. Masalah tersebut dapat berupa tidak mengalami menstruasi sama sekali
sampai menstruasi berat dan berkepanjangan.

Pola haid boleh saja tidak teratur, tetapi jika jarak antar menstruasi kurang dari 21
hari atau lebih dari 3 bulan, atau jika haid berlangsung lebih dari 10 hari maka
Anda harus mewaspadai adanya masalah ovulasi atau kondisi medis lainnya.

1. Amenore

Amenore adalah tidak ada menstruasi. Istilah ini digunakan untuk


perempuan yang belum mulai menstruasi setelah usia 15 tahun (amenore primer)
dan yang berhenti menstruasi selama 3 bulan, padahal sebelumnya pernah
menstruasi (amenore sekunder).

Amenore primer biasanya disebabkan oleh gangguan hormon atau


masalah pertumbuhan. Amenore sekunder dapat disebabkan oleh rendahnya
hormon pelepas gonadotropin (pengatur siklus haid), menyusui, stres, anoreksia,
penurunan berat badan yang ekstrem, gangguan tiroid, olahraga berat, pil KB,
kista ovarium dan masalah organ reproduksi lainnya.

Pada usia remaja dan tengah baya, amenore tidak selalu menunjukkan gangguan.
Menstruasi cenderung sangat tidak teratur pada beberapa tahun pertama
menstruasi dan dapat menjadi tidak teratur lagi saat seorang wanita mendekati
menopause.

2. Sindrom Pramenstruasi (SPM)

Sindrom pramenstruasi (SPM) adalah sekelompok gejala fisik, emosi, dan


perilaku yang umumnya terjadi pada minggu terakhir fase luteal (seminggu
sebelum haid). Gejala biasanya tidak dimulai sampai 13 hari sebelum siklus, dan
selesai dalam waktu 4 hari setelah perdarahan dimulai. SPM mempengaruhi
sebanyak 75% wanita.
Beberapa gejala SPM yang sering dirasakan:

 Kram perut
 Nyeri payudara
 Depresi, mudah tersinggung, murung dan emosi labil (mood
swing)
 Tidak tertarik seks (libido menurun)
 Jerawat berkala
 Perut kembung
 Sakit kepala atau sakit persendian
 Sulit tidur
 Sulit buang air besar (BAB)

Sebagian besar wanita yang menderita SPM hanya mengalami beberapa dari
gejala di atas. Ketika gejala SPM sangat parah, kondisinya disebut gangguan pra-
menstruasi disforik (pre-menstrual dysphoric disorder). Sekitar tujuh persen
wanita mengalaminya (sumber: MayoClinic).

Penyebab SPM tidak diketahui dengan pasti. Namun, ada teori tentang faktor-
faktor yang dapat menyebabkan sindrom. Gejala tampaknya berubah mengikuti
fluktuasi hormon, yang menunjukkan bahwa siklus perubahan hormon dapat
menjadi penyebab utamanya. Perubahan kadar serotonin, suatu neurotransmitter
yang terlibat dalam pengendalian mood, juga dapat menyebabkan SPM. Aspek-
aspek tertentu dari diet seperti rendahnya tingkat vitamin dan mineral juga dapat
bertanggung jawab atas beberapa gejala SPM. Makanan asin dapat menyebabkan
SPM dengan meningkatkan retensi air.

Tipe dan gejalanya Tipe PMS bermacam-macam. Dr. Guy E. Abraham, ahli
kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi PMS
menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Kadang-kadang seorang
wanita mengalami gejala gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan.
Berikut gejala-gejala yang timbul sesuai tipe PMS masing-masing:
1. PMS tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas,
sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita
mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat
haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen
dan progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan
dengan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron
kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa
peneliti mengatakan, pada penderita PMS bisa jadi kekurangan
vitamin B6 dan magnesium. Penderita PMS A sebaiknya banyak
mengonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi
minum kopi.
2. PMS tipe H (hyperhydration) memiliki gejala
edema(pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada,
pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum
haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe
PMS lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada
jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau
gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk
mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh
hanya mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya
gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula
pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.
3. PMS tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin
mengonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan
karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20
menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala
hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala
yang kadang-kadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena
pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin
menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi
garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak
esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.
4. PMS tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin
menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam
mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang
muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya
PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya
sekitar 3% dari selururh tipe PMS benar-benar murni tipe D. PMS
tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon
progesteron dan estrogen, di mana hormon progesteron dalam
siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon
estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine,
penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekurangan
magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi
makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat
membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi
bersamaan dengan PMS tipe A.
Untuk mengatasi PMS, biasanya dokter memberikan pengobatan diuretika untuk
mengatasi retensi cairan atau edema (pembengkakan) pada kaki dan tangan.
Pemberian hormon progesteron dosis kecil dapat dilakukan selama 8 – 10 hari
sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif estrogen. Pemberian hormon
testosteron dalam bentuk methiltestosteron sebagai tablet isap dapat pula
diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen.

3. Dismenore

Dismenore adalah menstruasi menyakitkan. Nyeri menstruasi terjadi di perut


bagian bawah tetapi dapat menyebar hingga ke punggung bawah dan paha. Nyeri
juga bisa disertai kram perut yang parah. Kram tersebut berasal dari kontraksi
dalam rahim, yang merupakan bagian normal proses menstruasi, dan biasanya
pertama dirasakan ketika mulai perdarahan dan terus berlangsung hingga 32 – 48
jam.

Dismenore yang dialami remaja umumnya bukan karena penyakit (dismenore


primer). Pada wanita lebih tua, dismenore dapat disebabkan oleh kondisi/penyakit
tertentu (dismenore sekunder), seperti fibroid uterus, radang panggul,
endometriosis atau kehamilan ektopik.

Dismenore primer dapat diperingan gejalanya dengan obat penghilang nyeri/anti-


inflamasi seperti ibuprofen, ketoprofen dan naproxen. Berolah raga, kompres
dengan botol air panas, dan mandi air hangat juga dapat mengurangi rasa
sakit. Bila nyeri menstruasi tidak hilang dengan obat pereda nyeri, maka
kemungkinan merupakan dismenore sekunder yang disebabkan penyakit/kondisi
tertentu.

4. Menoragia

Menoragia adalah istilah medis untuk perdarahan menstruasi yang berlebihan.


Dalam satu siklus menstruasi normal, perempuan rata-rata kehilangan sekitar 30
ml darah selama sekitar 7 hari haid. Bila perdarahan melampaui 7 hari atau terlalu
deras (melebihi 80 ml), maka dikategorikan menoragia.

Penyebab utama menoragia adalah ketidakseimbangan jumlah estrogen dan


progesteron dalam tubuh. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan
endometrium terus terbentuk. Ketika tubuh membuang endometrium melalui
menstruasi, perdarahan menjadi parah. Menoragia juga bisa disebabkan oleh
gangguan tiroid, penyakit darah, dan peradangan/infeksi pada vagina atau leher
rahim.

5. Perdarahan Abnormal

Perdarahan vagina abnormal (di luar menstruasi) antara lain:

 Pendarahan di antara periode menstruasi


 Pendarahan setelah berhubungan seks
 Perdarahan setelah menopause

Perdarahan abnormal disebabkan banyak hal. Dokter mungkin memulai dengan


memeriksa masalah yang paling umum dalam kelompok usia pasien. Masalah
serius seperti fibroid uterus, polip, atau bahkan kanker dapat menjadi sebab
perdarahan abnormal.

Menurut Prof. Dr.Med. Ali Baziad, SpOG(K) Divisi Imuno Endokronologi -


Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM Jakarta , Gangguan haid
adalah darah haid yang keluar tidak memenuhi syarat suatu haid yang normal, dan
darah yang keluar biasanya disebut sebagai perdarahan yang menyerupai haid.
Gangguan haid atau perdarahan dapat disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya
tumor jinak/ ganas pada rahim, mulut rahim atau pada indung telur, atau
disebabkan oleh infeksi pada alat kelamin perempuan. Perdarahan dapat juga
disebbakan oleh efek samping obat-obat tertentu yang kebetulan sedang
digunakan oleh seorang perempuan. Kelainan sistem hormonal pada seorang
perempuan dapat juga menyebabkan perdarahan.

Berbagai gangguan haid yaitu antara lain :

a. Bila haid datang sebulan dua kali (<21 hari), yang disebut dengan
istilah polimenorea
b. Seorang perempuan mendapatkan haid terlalu jarang, di atas 35
hari sekali, yang disebut sebagai oligomenorea
c. Tidak mendapatkan haid 6 bulan atau lebih, yang disebut sebagai
amenorea
d. Seorang perempuan mendapatkan haid tidak teratur, bisa 2 atau 3,
4 bulan sekali
e. Mengalami perdarahan bercak (spotting) sebelum haid datang,
atau pada pertengahan siklus, ataupun setelah selesainya haid
f. Keluarnya darah haid terlalu banyak, ganti pembalut sampai 6-7
kali/hari, yang disebut sebagai hipermenorea
g. Keluarnya darah haid terlalu sedikit, ganti pembalut <2 kali/hari,
disebut dengan hipomenorea
h. Keluarnya darah haid lebih dari 6-7 hari, yang disebut sebagai
menoragia. Darah yang keluar dapat sedikit ataupun banyak

2. Patofisiologi Gangguan Haid

Berikut ini akan dijelaskan patofisiologi dari beberapa macam gangguan haid.

1. Premenstrual Tension (Ketegangan Prahaid)

Meningkatnya kadar estrogen dan menurunnya kadar progresteron di dalam darah


akan menyebabkan gejala deprese dan khususnya gangguan mental. Kadar
estrogen yang meningkat akan mengganggu proses kimia tubuh termasuk vitamin
B6 (piridoksin) yang dikenal sebagai vitamin anti-depresi karena berfungsi
mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak dan syaraf, dan
kurangnya persediaan zat ini dapat mengakibatkan depresi.

Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala premenstruasi adalah


prolaktin. Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dan dapat mempengaruhi
jumlah estrogen dan progresteron yang dihasilkan pada setiap siklus. Jumlah
prolaktin yang terlalu banyak dapat mengganggu keseimbangan mekanisme tubuh
yang mengontrol produksi kedua hormone tersebut. Wanita yang mengalami
sindroma pre-menstruasi dapat memiliki kadar prolaktin yang tinggu atau normal.

Selanjutnya adalah karena gangguan metabolisme prostaglandin akibat kurangnya


gamma linolenic acid (GLA). Fungsi prostaglandin adalah untuk mengatur sistem
reproduksi (mengatur efek hormone estrogen dan progresteron), sistem saraf, dan
sebagai anti peradangan.

2. Disminorea

a. Disminorea Primer

Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami regresi dan hal
ini akan mengakibatkan penurunan kadar progresteron. Penurunan ini akan
menyebabkan labilisasi membrane lisosom, sehingga mudah pecah dan
melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase A2 ini akan menghidrolisis
senyawa fosfolipid yang ada di membrane sel endometrium dan menghasilkan
asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama dengan kerusakan
endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan
menghasilkan prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan
disminorea primer didapatkan adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di
dalam darahnya, yang akan merangsang miometrium dengan akibat terjadinya
pningkatan kontraksi dan disritmi uterus. Akibatnya akan terjadi penurunan aliran
darah ke uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan
endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang
rasa sakit pada ujung-ujung syaraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik
dan kimia.

b. Disminorea Sekunder

Adanya kelainan pelvis, misalnya : endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks,


malposisi uterus atau adanya IUD akan menyebabkan kram pada uterus sehingga
timbul rasa nyeri.

3. Perdarahan Uterus Abnormal

Perdarahan abnormal biasanya merupakan gejala dari penyakit lain. Banyak


penyebab perdarahan uterus abnormal, yang dapat dikelompokkan dalam empat
kategori utama, yaitu komplikasi kehamilan, lesi organic, penyakit konstitusional,
dan perdarahan uterus disfungsi sejati. Berikut ini adalah patofisiologi beberapa
kasus terkait perdarahan uterus abnormal yang paling sering terjadi :

a. Hipermenorea (Menorraghia)

Pada siklus ovulasi normal, hipotalamus mensekresi gonadotropin releasing


hormone (GnRH), yang menstimulasi pituitary agar melepaskan follicle
stimulating hormone (FSH). Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan folikel di
ovarium tumbuh dan matur pada pertengahan siklus, pelepasan leteinzing
hormone (LH) dan FSH menghasilkan ovulasi. Perkembangan folikel
menghasilkan estrogen yang berfungsi menstrimulasi endometrium agar
berproliferasi. Setelah ovum dilepaskan, kadah FSH dan LH rendah. Folikel yang
telah kehilangan ovum akan berkembang menjadi korpus luteum yang akan
mensekresi progresteron. Progresteron menyebabkan poliferasi endometrium
untuk berdeferensiasi dan stabilisasi. 14 hari setelah ovulasi terjadilah menstruasi.
Menstruasi berasal dari peluruhan endometrium sebagai akibat dari penurunan
kadar estrogen dan progresteron akibat involusi korpus luteum.

Siklus anovulasi pada umumnya terjadi 2 tahun pertama setelah menstruasi awal
yang disebabkan oleh HPO axis yang belum matang. Siklus anovulasi juga terjadi
pada beberapa kondisi patologis.

Pada siklus anovulasi, perkembangan folikel terjadi dengan adanya stimulasi dari
FSH, tetapi dengan berkurangnya LH, maka ovulasi tidak terjadi. Akibatnya tidak
ada korpus luteum yang terbentuk dan tidak ada progresteron yang disekresi.
Endometrium berproliferasi dengan cepat, ketika folikel tidak terbentuk produksi
estrogen menurun dan mengakibatkan perdarahan. Kebanyakan siklus anovulasi
berlangsung dengan perdarahan yang normal, namun ketidakstabilan poliferasi
endometrium yang berlangsung tidak mengakibatkan perdarahan hebat.

b. Amenorea

Tidak adanya uterus, baik itu sebagai kelainan atau sebagau bagian dari sindrom
hemaprodit seperti testicular feminization, adalah penyebab utama dari amenore
primer. Testicular feminization disebabkan oleh kelainan genetic. Pasien dengan
amenorea primer yang diakibatkan oleh hal ini menganggap dan menyampaikan
dirinya sebagai wanita yang normal, memiliki tubuh feminism. Vagina kadang-
kadang tidak ada atau mengalami kecacatan, tapi biasanya terdapat vagina.
Vagina tersebut berakhir sebagai kantong kosong dan tidak terdapat uterus.
Gonad, yang secara morfologi adalah testis berada di kanal inguinalis. Keadaan
seperti ini yang menyebabkan pasien mengalami amenorea yang permanen.

Amenorea primer juga dapat disebabkan karena kelainan pada aksis hipotalamus-
hipofisis-ovarium. Hypogonadotropik amenorrhoea menunjukkan keadaan dimana
terdapat sedikit sekali kadar FSH dan LH dalam serum. Akibatnya,
ketidakadekuatan hormone ini menyebabkan kegagalan stimulus terhadap
ovarium untuk melepaskan estrogen dan progresteron. Kegagalan pembentukan
estrogen dan progresteron akan menyebabkan tidak menebalnya endometrium
karena tidak ada yang merangsang. Terjadilah amenorea. Hal ini adalah tipe
keterlambatan pubertas karena disfungsi hipotalamus atau hipofisis anterior,
seperi adenoma pituitary.

Hypergonadotropik amenorrhoea merupakan salah satu penyebab amenorea


primer. Hypergonadotropik amenorrhoea adalah kondisi dimana terdapat kadar
FSH dan LH yang cukup untuk menstimulasi ovarium tetapi ovarium tidak
mampu menghasilkan estrogen dan progresteron. Hal ini menandakan bahwa
ovarium atau gonad tidak berespon terhadap rangsangan FSH dan LH dari
hipofisis anterior. Disgenesis gonad atau premature menopause adalah penyebab
yang mungkin. Pada tes kromosom seorang individu yang masih muda dapat
menunjukkan adanya hypergonadotropik amenorrhoea. Disgenesis gonad
menyebabkan seorang wanita tidak pernah mengalami menstruasi dan tidak
memiliki tanda seks sekunder. Hal ini dikarenakan gonad (ovarium) tidak
berkembang dan hanya berbentuk kumpulan jaringan pengikat.

Amenorea sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi hipotalamus-


hipofisis-ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium
dapat bekerja secara fungsional. Amenorea yang terjadi mungkin saja disebabkan
oleh adanya obstruksi terhadap aliran darah yang akan keluar uterus, atau bisa
juga karena adanya abnormalitas regulasi ovarium seperti kelebihan androgen
yang menyebabkan polycystic ovary syndrome.

2. Pemeriksaan gangguan haid

1. Pemeriksaan umum

a. Keadaan tubuh penderita tidak jarang memberi petunjuk, penderita


pendek atau tinggi, ciri kelamin sekunder, hirsutisme.
b. Pemeriksaan ginekologik

Biasanya didapatkan adanya aplasia vagina, keadaan klitoris, aplasia uteri, tumor
ovarium

2. Pemeriksaan Psikologi (distress/tidak)

3. Pemeriksaan Penunjang
Apabila pemeriksaan klinis tidak memberikan gambaran yang jelas dapat
dilakukan pemeriksaan :

1. Rontgen : thorax terhadap tuberkulosis serta sella tursika


2. Sitologi vagina
3. Tes toleransi glukosa
4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui tanda tumor hipofise
5. Kerokan uterus
6. Pemeriksaan metabolisme basal atau T3 dan T4 tiroid
7. Laparoskopi
8. Pemeriksaan kromatin seks
9. Pemeriksaan kadar hormon

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Diagnosa


dismenore didasari oleh ketidaknyamanan saat mengalami menstruasi. Perubahan
apapun pada kesehatan reproduksi, termasuk hubungan badan yang dirasa sakit
dan perubahan pada jumlah dan lamanya menstruasi, memerlukan pemeriksaan
ginekologis; perubahan-perubahan seperti itu dapat menandakan sebab dari
dismenore sekunder. Secara umum pemeriksaan untuk menentukan diagnosa
biasanya harus dilakukan anamnesis terlebih dahulu, pemeriksaan fisik, USG,
hysterosalpinogogram, laparoskopi, histeroskopi, dilatasi dan kuretasi. Untuk
pemeriksaan dismenore primer, pada pemeriksaan fisik biasanya normal, tidak
didapatkan massa pada bagian abdomen dan pelvis. Pemeriksaan rectovaginal
juga normal. Diluar dari pemeriksaan nyeri atau kram pelvis, biasanya didapatkan
nyeri sedang pada pergerakan dan tekanan dari uterus dan cerviks. Evaluasi
episode pertama nyeri, kemungkinan infeksi pelvis dan kehamilan pasien juga
harus dievaluasi (Gunawan, 2002).

2. Penatalaksanaan

a. Amenorea

Penatalaksanaan untuk kasus amenore tergantung kepada penyebabnya. Jika


penyebabnya adalah penurunan berat badan yang drastis atau obesitas, penderita
dianjurkan untuk menjalani diet yang tepat. Pengobatan di berikan bergantung
pada penyebab amenorea. Terapi hormonal dan konseling sebagai gangguan
konsep diri dapat diberikan kepada pasien Jika penyebabnya adalah olah raga
yang berlebihan, penderita dianjurkan untuk menguranginya. Jika seorang anak
perempuan yang belum pernah mengalami menstruasi (amenore primer ) dan
selama hasil pemeriksaan normal, maka dilakukan pemeriksaan setiap 3 – 6 bulan
untuk memantau perkembangan pubertasnya.

Untuk merangsang menstruasi bisa diberikan progesteron. Untuk merangsang


perubahan pubertas pada anak perempuan yang payudaranya belum membesar
atau rambut kemaluan dan ketiaknya belum tumbuh, bisa diberikan estrogen. Jika
penyebabnya adalah tumor, maka dilakukan pembedahan untuk mengangkat
tumor tesebut.

b. Oligomenorea

Penatalaksanaan yang diberikan kepada penderita oligomenorea akan disesuaikan


dengan penyebabnya. Oligomenorea yang terjadi pada tahun-tahun pertama
setelah haid pertama dan oligomenorea yang terjadi menjelang menopause tidak
memerlukan pengobatan yang khusus. Sementara oligomenorea yang terjadi pada
gangguan nutrisi dapat diatasi dengan terapi nutrisi dan akan didapatkan siklus
menstruasi yang reguler kembali.
Pada umumnya, disamping mengatasi faktor yang menjadi penyebab
timbulnya,penderita oligomenorea juga akan diterapi dengan menggunakan terapi
hormone.Jenis hormon yang diberikan akan disesuaikan dengan jenis hormon
yang mengalami penurunan dalam tubuh (yang tidak seimbang). Pasien yang
menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi diberikan,
dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.

c. Polimenorea

Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh dengan


sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika polimenorea
berlangsung terus menerus. Polimenorea yang berlangsung terus menerus dapat
menimbulkan gangguan hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus
menerus.Disamping itu, polimenorea dapat juga akan menimbulkan keluhan
berupa gangguan kesuburan karena gangguan hormonal pada polimenorea
mengakibatkan gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur). Wanita dengan
gangguan ovulasi seringkali mengalami kesulitan mendapatkan keturunan.

d. Menoragia atau Hipermenore

Pengobatan menorrhagia sangat tergantung kepada penyebabnya. Untuk


memastikan penyebabnya, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan seperti
pemeriksaan darah, tes pap smear, biopsi dinding rahim, pemeriksaan USG, dan
lain sebagainya. Jika menoragia diikuti oleh adanya anemia, maka zat besi perlu
diberikan untuk menormalkan jumlah hemoglobin darah.

Terapi zat besi perlu diberikan untuk periode waktu tertentu untuk menggantikan
cadangan zat besi dalam tubuh. Selain itu, menorrhagia juga dapat diterapi dengan
pemberian hormon dari luar, terutama untuk menorrhagia yang disebabkan oleh
gangguan keseimbangan hormonal.

Terapi hormonal yang diberikan iasanya berupa obat kontrasepsi kombinasi atau
pill kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron. Menorrhagia yang terjadi
akibat adanya mioma dapat diterapi dengan melakukan terapi hormonal atau
dengan pengangkatan mioma dalam rahim baik dengan kuretase ataupun dengan
tindakan operasi.

e. Hipomenorea

Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang
dari biasa. Hipomenorrhea adalah suatu keadan dimana jumlah darah haid sangat
sedikit (<30cc). Hipomenorea disebabkan oleh karena kesuburan endometrium
kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan
hormonal(kekurangan estrogen maupun progesteron)

f. Metroragia
Suatu perdarahan vagina antara periode menstruasi teratur merupakan bentuk
disfungsi disfungsi menstruasi yang paling signifikan karena hal itu dapat
menunjukkan adanya kanker, tumor jinak uterus, dan masalah-masalah psikologi
lainnya. Kondisi ini menegakkan diagnosa dan pengobatan dini. Meskipun
pendarahan antara periode menstruasi pada wanita yang menggunakan
kontraseptif oral biasanya bukan masalah yang serius, namun perdarahan tak
teratur pada wanita yang mendapat terapi penggantian hormon harus dievaluasi
lebih lanjut.

g. Dismenorea

Terapi medis untuk klien disminorea diantaranya :

1. Pemberian obat analgesik


2. Terapi hormonal
3. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
4. Dilatasi kanalis serviksalis (dapat memberikan keringanan karena
memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin di
dalamnya)
5. Komplikasi yang sering timbul adalah syok dan penurunan
kesadaran

h. PMS (Sindrom Premenstruasi)

1. Kurangi asupan makanan manis, garam, kopi, teh, cokelat,


minuman bersoda, lemak hewan, susu, keju, mentega, dan
utamakan istirahat
2. Untuk mengurangi retensi natrium dan cairan, maka selama 7-10
hari sebelum haid penggunaan garam di batasi dan minum sehari-
hari dikurangi
3. Tingkatkan asupan vitamin B dan sayur-sayuran hijau
4. Pemberian obat diuretik
5. Progesteron sintetik dapat diberikan selama 8-10hari sebelum haid
untuk mengimbangi kelebihan relatif dari estrogen
6. Pemberian testosteron dalam bentuk methiltestosteron dapat
diberikan dalam mengurangi kelebihan estrogen.

2. WOC
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 KASUS
Nona J, 21 tahun datang ke rumah sakit dengan mengeluh lemas, letih, dan lesu
serta nyeri hebat pada bagian perut ketika haid, sampai tidak mampu melakukan
aktivitas karena nyeri abdomen akan bertambah. Pasien juga mengeluh mual,
muntah, dan pusing.Pada pemeriksaan TTV didapatkan TD = 90/60 mmHg, N =
80x/menit, S = 37oC, RR = 21x/menit.

3. Pengkajian

1. Identitas :

Nama : Nn. J
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Sidoarjo
Suku : Indonesia
2. Keluhan Utama :

Pasien mengeluh nyeri hebat pada bagian perut

3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merasakan nyeri ketika haid, badan lemas, mual, dan muntah

4. Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada

5. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada

6. Riwayat Menstruasi :

Menarche : umur 13 tahun Siklus : teratur ( √ ) Banyaknya :1


hari 3x pembalut Lamanya : 7 hari
Keluhan : nyeri haid

7. Pemeriksaan Fisik :

Head To Toe :
Kepala, mata, kuping, hidung dan tenggorokan :

a. Kepala:

Bentuk : Normal, tidak ada pembengkakan


Keluhan : Tidak ada keluhan

b. Mata:

Kelopak mata : Kulit kelopak mata normal


Gerakan mata : Deviasi normal dan mistagmus
Konjungtiva : Normal
Sklera : Normal
Pupil : Reflek cahaya normal

c. Hidung:

Reaksi alergi : Tidak ada alergi


Sinus : Tidak ada nyeri tekan sinus

d. Mulut dan Tenggorokan:

Gigi geligi : Normal


Kesulitan menelan : Tidak ada

e. Dada dan Axilla

Mammae : Membesar ( ) ya ( √ ) tidak


Areolla mammae : Normal
Papila mammae : Normal
Colostrum :-

f. Pernafasan

Jalan nafas : Normal


Suara nafas : Normal
Menggunakan otot-otot bantu pernafasan: -

g. Sirkulasi jantung

Kecepatan denyut apical: Takikardi


Irama : normal teratur
Kelainan bunyi jantung: -

h. Abdomen

Mengecil :-
Linea & Striae :-
Luka bekas operasi: -
Kontraksi :-
Lainnya sebutkan : Nyeri pada abdomen

i. Genitourinary

Perineum : Normal
Vesika urinaria : Oliguri

j. Ekstremitas ( Integumen/Muskuloskletal )

Turgor kulit : Normal


Warna kulit : Normal
Kontraktur pada persendian ekstremitas: Tidak ada
Kesulitan dalam pergerakan: Tidak ada kesulitan

Pemeriksaan Abdomen
Abdomen lunak tanpa adanya rangsangan peritoneum atau suatu keadaan
patologik yang terlokalisir. Bising usus normal
Pemeriksaan Pelvis
Pada kasus dismenore primer, pemeriksaan pelvis adalah normal.
3. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah Kepe


Haid

Peningkatan produksi
prostaglandin
- Data subjektif :
Klien mengeluh nyeri pada bagian
perut. Kontraksi uterus
1` Nyeri
- Data objektif :
Keringat banyak, klien memegang Terjadi hipersensitivitas saraf
daerah yang sakit, menangis. nyeri uterus

Nyeri
Produksi prostaglandin berlebih

Respon inflamasi sistemik

Spasme otot uterus


- Data subjektif:
Gangguan gastrointestinal
Klien mengeluh mual dan muntah
Perubahan nutrisi
2 - Data objektif:
kebutuhan tubuh
Berat badan menurun, klien tampak
lemas
Mual, muntah

Nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh

Menstruasi
- Data subjektif:
Klien mengeluh pusing, lemas, letih,
lesu. Klien mengatakan tidak mampu
Nyeri haid
3 melakukan aktivitas Intoleransi aktivita
- Data objektif:
Kelemahan
Klien terlihat lemas, pucat, konjungtiva
anemi
Intoleransi aktivitas
Menstruasi

Nyeri haid
- Data subjektif : Pucat
4 - Data objektif : Ansietas
Kurang pengetahuan
Klien tampak gelisah

Ansietas
3.4 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan meningkatnya kontraktilitas uterus,


hipersensitivitas, dan saraf nyeri uterus
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
adanya mual dan muntah
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat nyeri abdomen
d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan penyebab nyeri
abdomen

3.5 Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa: Nyeri berhubungan dengan. Meningkatnya kontraktilitas


uterus, hipersensitivitas, dan saraf nyeri uterus

Tujuan:dalam waktu 1x24 jam nyeri dapat berkurang


Kriteria hasil: Skala nyeri 0-1, pasien tampak rileks

No. Intervensi Rasional


Mandiri
Pantau/catat karakteristik nyeri, kaji Untuk mendapatkan indikator dan
1
lokasi dan intensitas nyeri skala nyeri
Dapat menyebabkan terjadinya
2 Hangatkan bagian perut vasodilatasi dan mengurangi
kontraksi spasmodik uterus
Mengurangi nyeri karena adanya
3 Masase daerah perut yang terasa nyeri
stimulus sentuhan terapeutik
Dapat memperbaiki aliran darah ke
4 Lakukan latihan ringan
uterus dan tonus otot
Mengurangi tekanan untuk
5 Lakukan teknik relaksasi
mendapatkan rileks
Berikan diuresis natural (vitamin)
6 Mengurangi kongesti
tidur dan istirahat
Kolaborasi
Pemberian analgetik (aspirin, Diperlukan untuk mengurangi rasa
7
fenasetin, kafein) nyeri agar dapat istirahat
8 Terapi diometasin, ibuprofen, Biasanya digunakan untuk
naprosen menormalkan produksi prostaglandin

2. Diagnosa: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan adanya mual dan muntah

Tujuan: Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharakan pasien menunjukkan
perbaikan nutrisi
Kriteria hasil: Mual muntah teratasi

No. Intervensi Rasional


Agar dapat mengetahui perubahan
1 Timbang BB setiap hari
berat badan setiap harinya
Nutrisi yang adekuat dapat
2 Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat
meningkatkan berat badan.
3 Beri suasana menyenangkan saat makan Dapat meningkatkan nafsu makan
Mengurangi rasa mual dan muntah
4 Beri porsi kecil tapi sering
yang timbul saat makan
Beri makanan dengan protein dan kalori
5 Meningkatkan asupan energi
yang tinggi

3. Diagnosa: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan. Kelemahan akibat


nyeri abdomen

Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien dapat beraktivitas seperti semula
Kriteria hasil:
Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat dan memperringan
intoleransi aktivitas
Pasien mampu beraktivitas

No. Intervensi Rasional


Beri lingkungan yang tenang dan Menghemat energi untuk aktivitas
1 periode istirahat tanpa gangguan, dan regenerasi seluler/ penyembuhan
dorong istirahat sebelum makan jaringan
Tirah baring lama dapat menurunkan
2 Tingkatkan aktivitas secara bertahap
kemampuan
Menurunkan penggunaan energi dan
3 Berikan bantuan sesuai kebutuhan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen

4. Diagnosa: Ansietas berhubungan dengan. Kurang pengetahuan penyebab


nyeri abdomen
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien menunjukkan perasaan tenang
Kriteria hasil: Pasien menunjukkan relaksasi dan perilaku untuk mengatasi stress
No. Intervensi Rasional
Keterlibatan akan membantu pasien m
Libatkan pasien/ orang terdekat dalam rencana
1. berkurang,memungkinkan energi untuk dit
perawatan
penyembuhan
Memindahkan pasien dari stress luar m
2. Berikan lingkungan tenang dan istirahat
relaksasi; membantu menurunkan ansietas
Bantu pasien untuk mengidentifikasi/ Perilaku yang berhasil dapat dikua
3 memerlukan perilaku koping yang digunakan penerimaan masalah stress saat ini, mening
pada masa lalu control diri pasien
Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, Belajar cara baru untuk mengatasi ma
4
misalnya teknik mengatasi stress membantu dalam menurunkan stress dan an

DAFTAR PUSTAKA

Bedaiwy Mohamed A, Liu James. 2010. Pathophysiology, diagnosis, and surgical


management of endometriosis: A chronic disease. SRM e-journal Vol. 8, No. 3 ,
18 september 2014.
Benson R.C & Martin L.P.2009.Buku Saku Obstetri & ginekologi edisi 9.jakarta :
EGC. Hal.666.
Dr. Salma. 14 Oktober 2010. http://majalahkesehatan.com/5-jenis-gangguan-
menstruasi-haid/ diakses pada Sabtu, 13 September 2014 pukul 16.17 WIB.
Giudice Linda C. 2010. Endometriosis. N Engl J Med 2010;362:2389-98.
Heffner, Linda J. dan Danny J. Schust. 2008. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi
Kedua. Erlangga Medical Series: Jakarta.
Kursiman, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta:
Salemba Medika.
Manuaba, Ida B.G. 1998. Ilmu Kebidanan, Peyakit Kandungan & Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC: Jakarta.
Priyatna, Andi. 2009. Be A Smart Teenager! For Boys and Girls. Jakarta : Elex
Media Komputindo halaman 105
Prof. Dr.Med. Ali Baziad, SpOG(K) Divisi Imuno Endokronologi - Departemen
Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM Jakarta. 10 Mei 2012. Mengenal Berbagai
Gangguan Haid http://www.anakku.net/mengenal-berbagai-gangguan-haid.html
diakses pada Sabtu, 13 September 2014 pukul 17.37
Schwartz, William M. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. EGC: Jakarta.
Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri & Gynekologi. Jakarta : Widya
Medika
Spero, F Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility.
Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins.
Sylvia, Price A. dan Lorraine M. Wilson. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Vol. 2 Ed. 6. EGC: Jakarta.
Tambayong, Jan. 2012. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
VitaHealth. 2007. Endometriosis : Informasi Lengkap untuk Penderita dan
Keluarga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama halaman 19-21.
Werner, David, Carol Thuman, Jane Maxwell. 2010. Apa yang Anda kerjakan bila
tidak ada Dokter. Yogyakarta : Andi halaman 332.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/122/jtptunimus-gdl-itatrisian-6081-2-
babii.pdf ( diakses pada 16 september 2014 pukul 18.21 WIB)
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311124/BAB%20II.pdf
(diakses pada 16 september 2014 pukul 18.44 WIB)

Вам также может понравиться