Вы находитесь на странице: 1из 32

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PENINJAUAN LAPANGAN MINYAK DAN GAS PT PERTAMINA EP


ASSET I FIELD LIRIK DALAM ASPEK OPTIMASI PRODUKSI SUMUR,
PERMASALAHAN SUMUR & PERAWATAN SUMUR

OLEH

HARDI MAIFRA KURNIADI

14.420.4100.834

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

2017
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PENINJAUAN LAPANGAN MINYAK DAN GAS PT PERTAMINA EP


ASSET 1 FIELD LIRIK DALAM ASPEK OPTIMASI PRODUKSI SUMUR,
PERMASALAHAN SUMUR & WOWS

OLEH
HARDI MAIFRA KURNIADI (14.420.4100.834)

Telah disetujui dan disahkan sebagai laporan akhir Kerja Praktek yang
dilaksanakan di PT Pertamina EP Asset 1 field lirik
pada tanggal 1 maret sampai 1 april 2017

Dosen Pembimbing Kaprodi Teknik Perminyakan

........................... .................................

Pembimbing Lapangan Divisi HRD

ARDIANSYAH .................................

Manager of Production Engineering

.................................
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur bagi ALLAH SWT atas rahmat dan Kasih-Nya yang tiada
batas dan telah memberikan nikmat berupa pikiran, kesehatan lahirian dan
jasmaniah sehingga penulisan laporan kerja praktek ini dapat diselesaikan di
PT. PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD LIRIK pada tanggal 1 Maret 2017
sampai dengan 1 April 2017. Adapun kerja praktek ini berjudul “Peninjauan
Lapangan Minyak dan Gas PT Pertamina Ep Asset 1 Field Lirik dalam Aspek
Optimasi Produksi Sumur, Permasalahan Sumur & Perawatan Sumur” dibuat
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan nilai kerja praktek di Program Studi
Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Tidak ada
kata yang dapat penulis ungkapkan selain rasa syukur.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga


kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta di rumah terima kasih atas bantuan, dukungan

moril, dan kasih sayang selama ini.

2. Prof. DR. M. Dawam Rahardjo, SE., Selaku Rektor Universitas

Proklamasi 45 Yogyakarta

3. Ir. Bambang Irjanto, MBA., Selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas

Proklamasi 45 Yogyakarta.

4. Wirayuda Mandala,ST.MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Perminyakan

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.

5. Sri Haryono, S.T. M.Eng. Selaku Dosen Pembimbing.

6. Ardiansyah , selaku Pembimbing Lapangan

7. ....................... , selaku Manager Lirik Field PT Pertamina EP Asset

1 Lirik
8. Rekan–rekan angkatan 2013 (yang telah membantu serta memberikan

dukungan kepada penulis hingga proposal kerja praktek ini selesai.

Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya jika dalam
penulisan laporan kerja praktek ini masih banyak kekurangan dan kesalahannya.
Penulis sadar laporan kerja praktek ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga
penyelesaian laporan kerja praktek ini bukan semata-mata hanya sebagai
persyaratan mendapatkan nilai kerja praktek, tetapi dapat mempunyai arti dan
manfaat di kemudian hari.

Riau, 20 Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Batasan Masalah

1.3. Maksud dan Tujuan

1.4. Metode Pelaksanaan

1.5. Sistematika Penulisan

Dalam laporan Kerja Praktek ini, penulis menggunakan sistematika


penulisan sebagai berikut :

BAB I berisi tentang pendahuluan, latar belakang masalah,


maksud dan tujuan, batasan masalah, metode pelaksanaan,
sistematika penulisan.
BAB II berisi tentang Profil perusahaan dari kegiatan yang
dilakukan baik di kantor maupun lapangan.

BAB III berisi tentang teori dasar optimasi produksi, permasalahan


sumur, dan perawatan sumur
BAB IV berisi tentang pembahasan fasilitas peralatan pemboran
tentang sirkulasi.
BAB V kesimpulan
BAB II
TINJAUAN UMUM LAPANGAN
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Optimasi Produksi Sumur

Dalam memproduksi minyak dari suatu sumur dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu, dengan Metode Sembur Alam (Natural Flow) dan Metode
Pengangkatan Buatan (Artificial Lift). Metode Pengakatan Buatan (Artificial lift)
digunakan apabila tekanan reservoir sudah tidak mampu lagi untuk memproduksi
secara sembur alam. Salah satu metode pengangkatan adalah Electric Submersible
Pump (ESP).

ESP merupakan jenis dari Centrifugal Pump yang digunakan untuk


mengangkat fluida dari reservoir ke permukaan pada laju produksi tertentu. Suatu
sumur minyak yang diproduksi secara terus menerus dapat dipastikan akan
mengalami penurunan produksi yang diakibatkan oleh berkurangnya cadangan
fluida dalam sumur, turunnya tekanan pendorong dari dalam sumur dan turunnya
efisiensi pompa. Untuk menjaga rate produksi tetap stabil dan efisiensi pompa
yang tinggi perlu dilakukan evaluasi untuk menentukan apakah pompa yang
digunakan sesuai dengan kemampuan sumur. Untuk menentukan kapasitas
produksi sumur yang optimum digunakan perhitungan kurva IPR Vogel dimana
produksi optimum sebesar 80 % produksi maksimum yang didapat dari kurva IPR
vogel. Peninjauan ESP ini adalah menentukan parameter pompa (rate pompa dan
jumlah stage) dan parameter motor (Hp, Volt dan Ampere).

3.1.1. Inflow Performance Relationship (IPR)

Inflow Performantion Reletionship (IPR) adalah gambaran tentang


kemampuan suatu sumur untuk memproduksikan atau menghasilkan fluida yang
berperan penting dalam merencanakan fasilitas produksi pada suatu lapangan
minyak maupun lapangan gas. IPR merupakan PI yang digambarkan secara grafis.
Berdasarkan definisi PI yang secara matematis merupakan kemampuan produksi
pada keadaan tertentu dari suatu sumur, dimana tekanan statik reservoir (Ps) dan
PI dianggap konstan, maka variabelnya adalah laju produksi (Q) dan tekanan
aliran dasar sumur (Pwf)

IPR Satu Fasa


q
PI = (Ps−Pwf) (1)

Persamaan (1) ini dipakai untuk membuat grafik kinerja aliran fuida dari
formasi ke lubang sumur berdasarkan dari data uji produksi dan tekanan. Prosedur
perhitungannya adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan data uji tekanan (sonolog test) dan produksi, menentukan harga
dari Pwf/Ps .

2. Mensubstitusikan harga Pwf/Ps dari Langkah pertama dan harga laju produksi
(Q) dari data produksi ke dalam Persamaan (2), dan menghitung harga Qmax.

Qmax = (Pwf saat 0 Psi)

3. Membuat kurva IPR, mengasumsikan beberapa harga Pwf dan menghitung


harga Qo, yaitu:
Qo = PI (Ps − Pwf)

4. Berdasarkan Qmaks didapatkan nilai Q optimum, yaitu:


Qopt = 80% x Qmaks

5. Memplotkan harga Qo terhadap nilai Pwf pada grafik. Kurva yang diperoleh
adalah kurva kinerja aliran minyak dari formasi ke lubang sumur (Kurva IPR).

3.1.2. Pemilihan Ukuran Pompa Listrik Submersible

Pemilihan ukuran pompa listrik submersible harus sesuai dengan besarnya


laju produksi Q yang diharapkan pada head yang sesuai. Selain Q, ukuran casing
juga merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan ukuran pompa listrik
submersible yang efektif, biasanya dengan memilih seri yang tertinggi yang
mempunyai diameter terbesar selama ukuran casing yang memungkinkan.
Dalam memilih ukuran pompa listrik submersible yang akan digunakan,
selain harus disesuaikan dengan laju produksi yang diharapkan, juga laju produksi
tersebut harus dalam range optimum yang disarankan sehingga diperoleh efisiensi
seperti yang dianjurkan (recommended range).
Seandainya hasil pemilihan ukuran pompa listrik submersible berdasarkan
kapasitas dan ukuran casing-nya terdapat dua ukuran yang sama-sama memenuhi
syarat, maka pertimbangan dasar untuk ukuran adalah diambil ukuran yang
mempunyai selisih kapasitas yang terkecil yang paling mendekati. Masing-masing
ukuran pompa listrik submersible mempunyai pump performance curve untuk laju
produksi Q versus H (head), sehingga dengan mudah dapat diketahui efisiensi
yang tertinggi.

3.1.3. Jumlah Stage Pompa

Dasar perhitungan penentuan stage pompa adalah harga total dynamic


head (TDH), yaitu total pressure dimana pompa bekerja, yang dinyatakan sebagai
head atau ketinggian kolom cairan (ft).

SN = HSP/TDH

TDH = HD + HF + HT

Dimana :

SN = Jumlah stage pompa

TDH = Total Dynamic Head, ft

HSP = Head Per Stage Pump

HD = Vertical Lift, ft

HF = Jarak kehilangan tekanan akibat friction-loss dalam tubing, ft

HT = Jarak kehilangan tekanan di sepanjang tubing, ft


3.1.4. Pemilihan Motor

Pemilihan ukuran motor yaitu dengan menentukan horse power (HP) yang
dibutuhkan setiap tingkat pompa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :

a. Untuk sumur dengan water cut tinggi


Brake HP motor = Jumlah stage x HP/stage x Sgw
b. Untuk sumur dengan water cut rendah
Brake HP motor = Jumlah stage x HP/stage x Sgf

Horse power motor yang dibutuhkan

Total HP = Brake HP + HP Protector + HP Gas Separator

Dimana :

Sgw = Specific gravity air

Sgf = Specific gravity fluida campuran

HP/stage dapat dicari dari pembacaan pump performance curve daripada pompa
yang dipilih.

Dengan menggunakan Chart Fluid Velocity Passing Motor dapat diketahui


harga kecepatan fluida yang melewati housing motor dengan laju produksi yang
diketahui. Jika harga kecepatan fluida >1 ft/detik maka motor tidak memerlukan
shroud sebagai pendingin motor. Tetapi bila harga velocity fluida <1 ft/detik
maka disarankan menggunakan shroud sebagai pendingin motor.
Seiring penurunan produksi dari sumur minyak, diperlukan metode-
metode untuk meningkatkan perolehan minyak, diantaranya metode-metode
Enhance Oil Recovery dan metode-metode pengangkatan buatan.

Metode optimasi yang rencananya akan dilakukan adalah optimasi injeksi air,
injeksi polimer, dan optimasi pompa angguk.

Optimasi injeksi air dilakukan dengan studi sensitivitas lama waktu injeksi air dan
besarnya laju injeksi air terhadap laju produksi minyak. Selain itu, dicoba juga
optimasi dengan injeksi polimer. Alat yang digunakan untuk melakukan studi ini
adalah simulator reservoir yang dihubungkan langsung dengan simulator fasilitas
permukaan. Pompa angguk pada lapangan ini cenderung tidak bekerja
sebagaimana-mestinya, karena laju produksi yang kecil dan tidak sesuai dengan
data untuk setiap parameter pompa angguk yang ada. Oleh karena itu, perlu
diidentifikasi masalah yang terjadi pada pompa angguk dan dilakukan desain yang
benar untuk meningkatkan produksinya.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa laju produksi akan meningkat secara
signifikan bila dilakukan optimasi pompa angguk. Sehingga, optimasi ini
merupakan metode yang paling tepat untuk meningkatkan produksi di stasiun
pengumpul pada lapangan X.

Untuk mengetahui kinerja sumur minyak sebelum dilakukan optimasi


digunakan perhitungan Inflow Performance Relationships (IPR) dengan luaran
berupa kurva. Kurva IPR menjelaskan hubungan antara laju produksi sumur
terhadap tekanan alir dasar sumur. Metode perhitungan IPR didasarkan pada fasa
fluida yang mengalir yang umumnya terdiri lebih dari satu fasa. Utamanya pada
sumur tua dengan water cut tinggi, fasa aliran dapat merupakan dua fasa (gas &
cairan) atau tiga fasa (gas, air & minyak). Selain berdasarkan pada fasa yang
mengalir pemilihan perhitungan juga didasarkan pada batasan metode
perhitungan. Pada beberapa sumur tua dengan water cut tinggi digunakan metode
Vogel karena alasan praktis, yang berdasarkan batasannya tidak sesuai digunakan
pada sumur minyak tua dengan water cut tinggi. Dengan demikian ada
kemungkinan optimasi yang dilakukan menggunakan metode Vogel tidak
dilakukan dengan tepat. Untuk mengetahui seberapa besar margin kesalahan
perhitungan maka dilakukan evaluasi perhitungan IPR sumur minyak tua dengan
water cut tinggi. Dimulai dengan mengumpulkan data beberapa sumur pada
beberapa lapangan tua dengan karakteristik berbeda untuk kemudian dilakukan
perhitungan IPR dengan metode yang sesuai (metode Wiggins dan metode linear)
untuk kemudian dibandingkan dengan perhitungan IPR awal yang menggunakan
metode Vogel. Dari perbandingan antara perhitungan awal yang menggunakan
metode Vogel dengan metode Wiggins dan/atau Linear diperoleh hasil yang
berbeda dengan margin yang berbeda-beda. Hasil ini akan memberikan gambaran
lebih detail pada performa sumur tua tersebut.

3.2. Permasalahan Sumur

Permasalahan yang biasa terjadi pada sumur berupa emulsi, korosif, scale,
kepasiran.

3.2.1. Scale

Scale merupakan kristalisasi dan pengendapan mineral yang berasal dari


hasil reaksi ion-ion yang terkandung dalam air formasi. Pengendapan dapat terjadi
di dalam pori-pori batuan formasi, lubang sumur bahkan peralatan permukaan.

1. Penyebab terbentuknya endapan scale antara lain :


a) Bercampurnya dua Jenis Air Yang Berbeda
Dua jenis air yang sebenarnya tidak mempunyai kecenderungan
untuk membentuk scale, bila bercampur kemungkinan membentuk suatu
komponen yang tidak larut. Contoh yang umum adalah pencampuran
antara air injeksi dengan air formasi di bawah sumur, dimana yang satu
mempunyai kelarutan garam-garam barium yang tinggi, sedangkan yang
lainnya mengandung larutan sulfate.
Pencampuran ini akan mengakibatkan pembentukan endapan barium
sulfate (BaSO4) yang dapat menyumbat dan sulit untuk dibersihkan.
Endapan carbonate dan sulfate akan menjadi lebih keras dan makin
bertambah apabila larutan mineralnya dalam keadaan bersentuhan (kontak)
dengan permukaan dalam waktu yang lama.
b) Penurunan Tekanan
Pada saat air formasi mengalir dari reservoir menuju lubang sumur,
maka akan terjadi penurunan tekanan. Penurunan tekanan ini dapat pula
terjadi dari dasar sumur ke permukaan dari well head ke tanki pengumpul.
Penurunan tekanan ini akan menyebabkan terlepasnya CO2 dan ion
bikarbonat (HCO3-) dari larutan.
Dengan terbebaskannya gas CO2 , sehingga akan menyebabkan
berkurangnya kelarutan CaCO3. Hal ini berarti penurunan tekanan pada
suatu sistem akan menyebabkan meningkatnya kemungkinan terbentuknya
scale CaCO3.
c) Perubahan Temperatur
Pada saat terjadi perubahan (kenaikan) temperatur, maka akan terjadi
penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan, dan hal ini akan
mengakibatkan terjadinya pembentukan scale. Temperatur mempunyai
pengaruh pada pembentukan semua tipe scale, karena kelarutan suatu
senyawa kimia sangat tergantung pada temperatur. Misalnya kelarutan
CaCO3 akan berkurang dengan kenaikan temperatur dan kemungkinan
terbentuknya scale CaCO3 semakin besar.

2. Mekanisme Terbentuknya Scale


a) pH Cairan
Makin besar pH cairan, maka akan mempercepat terbentuknya scale.
Scale biasanya terbentuk pada kondisi basa (pH > 7).
b) Terjadinya agitasi (pengadukan)
Pengadukan atau goncangan akan mempercepat terbentuknya
endapan scale. Scale biasanya terbentuk pada tempat dimana faktor
turbulensi besar, seperti sambungan pipa, valve dan daerah-daerah
penyempitan aliran.
c) Kelarutan zat padat
Kelarutan zat padat yang dikandung oleh air sangat berperan dalam
pembentukan scale, sebab bila kelarutan zat padat rendah atau kecil, maka
kemungkinan untuk terbentuknya scale akan semakin besar.

3. Jenis-jenis scale yang terjadi antara lain :


a) Scale Calcium Sulfate (CaSO4)
b) Scale Barium Sulfate (BaSO4)
c) Scale Kalsium Karbonate (CaCO3)

4. Cara mencegah terbentuknya scale :


a) Menghindari tercampurnya air yang incompatible (tidak boleh campur)
b) Mengubah komposisi air dengan water dilution (pengencer air ) atau
mengontrol pH
c) Menghilangkan zat pembentuk scale
d) Penambahan scale control chemical

5. Cara mengatasi problem scale


a) Penambahan larutan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic)
b) Acidizing (Penambahan larutan HCl atau HCl:HF )

3.2.2. Emulsi

Emulsi adalah campuran dua macam cairan yang dalam keadaan biasa
tidak dapat bercampur (immiscible). Problem emulsi umumnya timbul pada saat
air mulai terproduksi bersama minyak. Air yang tidak dapat bercampur dengan
minyak dinamakan air bebas dan dengan mudah dipisahkan dengan cara
pengendapan. Namun disegi lain ada emulsi yang sulit berpisah, sehingga
diperlukan suatu usaha untuk pemecahannya. Terdapat tiga faktor penting yang
membentuk emulsi stabil, yaitu :

a) Adanya dua macam cairan yang immiscible.


b) Adanya pengadukan/agitasi yang cukup kuat untuk menyebarkan
cairan yang satu ke dalam cairan yang lainnya.
c) Adanya emulsifying agent yang dapat membuat emulsi menjadi stabil.

Di dalam emulsi cairan dalam bentuk butiran-butiran yang tersebar disebut


dispersed (internal) phase, dan cairan yang mengelilingi butiran-butiran itu
disebut continuous (external) pahase. Secara umum emulsi dapat diklasifikasikan
menjadi 2 (dua), yaitu :

a) Water in oil (W/O) emulsion


Yaitu, dimana air sebagai dispersed dan minyak sebagai continious
phase. Water in oil emulsi inilah yang sering dijumpai.
b) Oil in water (O/W) emulsion
Minyak sebagai dispersed phase dan air sebagai continious phase.

Ditinjau dari kestabilannya, emulsi juga dapat dibagi 2 (dua) macam, yaitu :

a) Emulsi yang stabil


Emulsi dimana minyak dan air tidak dapat memisahkan diri tanpa
bantuan dari luar.
b) Emulsi yang tidak stabil
Kebalikan dari emulsi yang stabil dimana minyak dan air dapat
memisahkan diri tanpa bantuan dari luar, cukup hanya diberikan settling
time saja.

Kestabilan emulsi tergantung beberapa faktor, yaitu :

a) Emulsifying agent
Pada emulsi minyak bumi yang stabil. Hal ini terdiri dari : asphalt,
resin, oil soluble organic acid dan material-material halus yang lebih larut
atau dapat berpencar dalam minyak daripada dalam air.
b) Viskositas
Jika viskositas minyak tinggi maka kecendrungan untuk mengikat
butiran air lebih besar dibanding minyak yang viskositasnya lebih rendah.
Minyak yang viskositasnya besar memerlukan waktu lebih lama untuk
memecahkan emulsinya.
c) Specific grafity
Bila perbedaannya besar maka akan mempercepat settling. Minyak
yang berat berkecendrungan untuk menahan butiran-butiran air dalam
bentuk suspensi lebih lama.
d) Prosentase air
Prosentase air yang tinggi akan membentuk emulsi yang kurang
stabil, sehingga mudah dipisahkan dari minyaknya.
e) Umur emulsi
Minyak yang mengandung emulsi bila dimasukkan ke dalam
tangki dan air yang tersisa terpisahkan serta tidak segera dilakukan
treatmen, maka emulsi tersebut menjadi sangat sulit untuk dipisahkan.

A. Pencegahan problem emulsi


Secara umum pencegahan problem emulsi dapat dibagi 2 (dua) yaitu :
a) Tidak memproduksikan minyak dengan air secara serentak.
b) Mencegah timbulnya agitasi yang dapat membentuk emulsi

Karena memisahkan air didalam wellbore bisanya sangat sulit, maka


pencegahan agitasilah yang dituju, yaitu dengan :

a) Mencegah aliran turbulensi akibat penggunaan surface choke yang


kurang tepat, dengan memberi tekanan separator lebih besar namun
dijaga perbedaan tekanannya masih mampu mengalirkan minyak ke
separator.
b) Pemakaiaan bottom hole choke, yang didasarkan atas :
- Perbedaan tekanan yang kecil antara up dan down-stream
- Temperatur didasar sumur jauh lebih tinggi dari temperatur permukaan
- Aliran yang lurus dengan jarak relatif panjang pada down-stream dari
choke.
- Pembukaan dan penutupan sumur secara terencana
- Pada sumur-sumur yang di gas lift, pembentukan emulsi bisa dicegah
dengan meningkatkan efisiensi gas lift di tubing (pada continious gas
lift) dan pemberian demusilfer pada ghatering systemnya.
- Pada sumur-sumur pompa, pembesaran efisiensi volumetris pompa
yang akan mengurangi terjadinya emulsi yaitu dengan pemasangan gas
anchor, clearance pompa yang kecil, spacing yang baik serta kecepatan
dan panjang stroke yang semestinya.
B. Penanggulangan problem emulsi

Terdapat beberapa macam cara untuk pemecahan emulsi, antara lain dengan :

a) Metode Settling Time (Pengendapan)


Dengan cara ini diharapkan air, emulsi dan minyak akan terpisah
secara gravitasi (karena perbedaan densitasnya). Peralatan yang dipakai
dapat berupa : gun barrrel atau wash tank, free water knock out, storage
tank, atau oil skimmer.
b) Metode Kimiawi (penggunaan demulsifer)
Dengan metode ini dapat merusak film dari emulsifying agent
yaitu dengan membuat kaku dan mengkerutkannya.
c) Metode pemanasan
Metode ini diterapkan dengan anggapan dispersed phase dalam
emulsi tetap dalam keadaan bergerak (seperti gerak Brown dalam larutan
koloid-koloid zig-zag). Panas akan mempercepat gerakan tersebut dan
menyebabkan partikel dispersed phase saling tubrukan lebih sering dengan
kekuatan lebih besar, sehingga menyebabkan lapisan film yang dibentuk
emulsifying agent menjadi pecah, dan viskositas cairan makin berkurang
yang menyebabkan air terpisah . Di lapangan metode ini diterapkan pada
alat-alat Heater Treater.
d) Metode elektrik (listrik)
Prinsip metode ini adalah merusak atau menetralkan film
penyelubung butiran-butiran air yang diinduksi oleh medan listrik statis,
sedangkan minyak sebagai continious phase diinduksikan sehingga
butiran-butiran air yang lebih besar akan cepat mengendap dibanding
butiran air yang kecil .
e) Metode kombinasi
Di lapangan, metode kombinasi inilah yang sering diterapkan yaitu
metode panas-kimiawi dan kimiawi-listrik. Selain itu terdapat metode
kombinasi dengan sistem mekanik, yaitu :
- Filtering, dimana emulsi dipaksa mengalir melalui filter (saringan)
sehingga film yang menyelubungi dispersed phase pecah, namun
demikian ternyata tidak semua terpecahkan.
- Centrifuging, dimana emulsi dipecah dengan gaya centrifugal

Seringkali metode pemecahan problem emulsi juga


dikombinasikan dengan pemecahkan problem korosi.

3.2.3. Parafin

Parafin atau asphaltin adalah unsur-unsur pokok yang banyak terkandung


dalam minyak mentah. Jenis kerusakan akibat endapan organik ini umumnya
disebabkan oleh perubahan komposisi hidrokarbon , kandungan wax (lilin) di
dalam crude oil , turunnya temperatur dan tekanan, sehingga minyak makin
mengental (pengendapan parafinik) dan menutup pori-pori batuan. Secara umum
rumus parafin adalah CnH2n+2.

Endapan parafin yang terbentuk merupakan suatu pesenyawaan


hidrokarbon dan hidrogen antara C18H38 hingga C38H78 yang bercampur dengan
material organik dan inorganik lain.

Kelarutan parafin dalam crude oil tergantung pada komposisi kimia


minyak dan temperatur. Pengendapan akan terjadi jika permukaan temperaturnya
lebih rendah daripada crude oil. Viskositas crude oil akan meningkat dengan
adanya kristal parafin dan jika temperatur terus turun crude oil akan menjadi
sangat kental. Temperatur terendah dimana minyak masih dapat mengalir disebut
titik tuang (pour point).
3.2.4. Kepasiran

Seperti diketahui, pasir yang terproduksi bersama fluida formasi antara


lain akan menyebabkan :

a) Abrasi atau pengikisan di atas permukaan (termasuk endapannya)


b) Dapat terjadi penurunan laju produksi, bahkan dapat mematikan sumur.

Usaha yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kepasiran tersebut


adalah dengan cara memproduksikan minyak pada laju optimum tanpa terjadi
kepasiran. Sand free flow rate merupakan besarnya laju produksi kritis, dimana
apabila sumur tersebut diproduksikan melebihi laju kritisnya, maka akan
menimbulkan masalah kepasiran.

Maksimum sand free flow rate atau laju produksi maksimum tanpa menimbulkan
kepasiran dapat ditentukan dnegan suatu anggapan bahwa gradien tekanan
maksimum di permukaan kelengkungan pasir, yaitu suatu laju produksi
maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan keuatan formasi. Dengan
kata lain jika produksi menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih besar dari
kekuatan formasi, maka butiran pasir formasi akan mulai ikut bergerak.

3.2.5. Korosi

Korosi adalah kerusakan logam akibat reaksi elektrokimia dengan


lingkungannya, demana besi (Fe) bereaksi membentuk senyawa hidroksida,
karbonat atau sulfida yang rapuh dan mudah tererosi oleh aliran. Sebagai
akibatnya adalah penipisan dinding pipa, alat-lat produksi, yang akhirnya dapat
menimbulkan kebocoran-kebocoran.

Penyebab korosi yang sering dijumpai di lapangan adalah CO2, H2S, asam-
asam organik, HCl dan oksigen yang terlarutkan di dalam air.
3.2.6. Coning

Water dan Gas coning merupakan permasalahan yang serius pada banyak
aplikasi dilapangan. Gejala ini ditandai oleh breakthtrough air atau gas yang
terlalu dini. Penyebab timbulnya gejala coning pada sumur-sumur minyak pada
dasarnya disebabkan oleh laju produksi yang berlebihan.

Water coning bisa terjadi bersama-sama dengan gas coning atau trjadi
sendiri-sendiri, tergantung pada reservoarnya. Jika reservoarnya memiliki lapisan
ga diatas lapisan minyak dan atau lapisan air dibawahnya, maka kemungkinan
terjadi gejala coning ada.

Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan


produksi minyak , tetapi juga dapat mengakibatkan sumur di tutup atau
ditinggalkan sebelum waktunya.

Berbeda dengan fingering, coning terjadi akibat aliran air dan atau gas yang
melintasi bidang batas dari arah vertikal. Sedangkan pada fingering air dan atau
gas mengalir melewati atau sepanjang bidang batas. Bidang batas yang dimaksud
adalah oil water contac atau gas oil contact yang berbeda dalam kondisi statis,
yaitu ketika belum terjadi aliran didalam reservoar.

3.3. Perawatan Sumur

Permasalahan yang terdapat pada sumur harus mempunyai solusi agar


sumur dapat tetap berproduksi dan menghasilkan crude oil yang bagus. Cara
melakukan perawatan pada sumur bisa melalui WOWS (Work Over & Well
Service).

3.3.1. Work Over

Work Over (Kerja Ulang)

a) Pindah lapisan, menutup lapisan yang lama, membuka yang baru


b) Perangsangan sumur (stimulasi), membuat sumur upaya lebih productive
dengan cara Acidizing atau Hydraulic Fracturing
c) Segala macam pekerjaan yang menyangkut treatment terhadap
reservoirnya

3.3.2. Well Service

Perawatan Sumur (Well Service)

a) Perawatan sumur dari kerusakan – kerusakan mekanikal peralatan sumur


b) Memasang baru peralatan articial lift
c) Mengganti peralatan artificial lift dalam rangka optimasasi produksi
BAB VI
PEMBAHASAN

Dari hasil perhitungan efisiensi dapat diketahui bahwa Sumur X memiliki


efisiensi pompa sebesar 42 %. Pompa pada sumur ini memiliki efisiensi yang
rendah dikarenakan pompa yang terpasang adalah pompa lama yang memiliki
penurunan efisiensi yang tinggi sehingga menyebabkan terjadinya penekanan
kebawah (down-thurts) pada laju rendah, maka pada X dilakukan optimasi agar
pompa bekerja pada daerah dekat efisiensi maksimal untuk antara lain untuk
mengurangi kerusakan pada bearing pompa akibat up-thrust ataupun down-thrust.
Menghitung optimasi dengan cara merubah pump setting depth, stages, dan type
pompa. Dengan dilakukannya perencanaan ulang terhadap pompa (ESP) pada
masing - masing sumur kajian, berdasarkan kurva IPR maka direkomendasikan
untuk Sumur BN-23 diganti dengan pompa ESP-IND 2000 119 stage, Sumur BN-
35 diganti dengan pompa ESP-IND 5200 119 stage, dan sumur BN-104 diganti
dengan pompa ESP-IND 1300 119 stage.
BAB VII
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Вам также может понравиться