Вы находитесь на странице: 1из 6

ADAPTASI PSIKOLOGIS IBU MASA NIFAS

Kesejahteraan emosional ibu selama periode pascanatal dipengaruhi oleh banyak


faktor, seperti kelelahan, pemberian makan yang sukses, puas dengan perannya sebagai ibu,
cemas dengan kesehatannya sendiri atau bayinya serta tingkat dukungan yang tersedia untuk
ibu.
Perubahan yang mendadak dan dramatis pada status hormonal menyebabkan ibu yang
berada dalam masa nifas menjadi sensitif terhadap faktor-faktor yang dalam keadaan normal
mampu diatasinya. Disamping perubahan hormonal, cadangan fisiknya sering sudah terkuras
oleh tuntunan kehamilan serta persalinan. Keadaan kurang tidur, lingkungan yang asing
baginya dan oleh kecemasan akan bayi, suami atau anak-anaknya yang lain. Tubuhnya
mungkin pula tidak memberikan respon yang baik terhadap obat-obat yang diberikan pada
persalinan.
Depresi ringan, yang dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah “4th day blues
(kemurungan hari ke empat)” sering terjadi dan banyak ibu yang baru pertama kali
mempunyai anak mendapatkan dirinya menangis, paling tidak satu kali, hanya karena
masalah yang sering sepele. Sebagian ibu merasa tidak berdaya dalam waktu yang singkat,
namun perasaan ini umumnya menghilang setelah kepercayaan paada diri mereka dan
bayinya tumbuh. Rubin melihat beberapa tahap fase aktifitas penting sebelum seseorang
menjadi ibu.
1) Taking On : Pada fase ini disebut meniru, pada taking in fantasi wanita tidak hanya meniru
tapi sudah membayangkan peran yang dilakukan pada tahap sebelumnya. Pengalaman yang
berhubungan dengan masa lalu dirinya (sebelum proses) yang menyenangkan, serta harapan
untuk masa yang akan datang. Pada tahap ini wanita akan meninggalkan perannya pada masa
lalu.
2) Taking In : Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan ibu baru pada umumnya pasif dan
tergantung, perhatiannya tertuju pada tubuhnya. Peningkatan nutrisi ibu mungkin dibutuhkan
karena selera makan ibu biasanya bertambah kurangnya nafsu makan menandakan tidak
berlangsung normal.
3) Taking Hold : Periode ini berlangsung pada hari 2-4 post partum ibu menjadi orang tua yang
sukses dengan tanggung jawab terhadap bayinya. Pada masa ini ibu agak sensitif dan merasa
tidak mahir melakukan hal-hal tersebut. Cenderung menerima nasihat bidan.
4) Letting Go : Periode yang biasanya terjadu setiap ibu pulang kerumah, pada ibu yang
bersalin diklinik dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh
keluarganya. Dan depresi post partum terjadi pada periode ini.

POSTPARTUM BLUES
Melahirkan merupakan salah satu hal yang paling penting dari peristiwa-peristiwa paling
bahagia dalam hidup bagi seorang wanita. Akan tetapi mengapa sebagian wanita merasa
sedih dengan kelahiran bayinya? Sebanyak 80% dari perempuan mengalami gangguan
suasana hati setelah kehamilan (“melahirkan”). Mereka merasa kecewa, sendirian, takut, atau
tidak mencintai bayi mereka,dan merasa bersalah karena perasaan ini.
Postpartum blues atau sering juga di sebut maternity blues atau sindrom ibu baru,
dimengerti sebagai suatu sindrom gangguan efek ringan pada minggu pertama
setelah persalinan dengnan ditandai gejala-gejala berikut ini
1. Reaksi depresi/sedih/disforia.
2. Sering menangis.
3. Mudah tersinggung .
4. Cemas.
5. Labilitas perasaan.
6. Cenderung menyalahkan diri sendiri.
7. Gangguan tidur dan gangguan nafsu makn.
8. Kelelahan.
9. Mudah sedih.
10. Cepat marah.
11. Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih, dan cepat pula menjadi gembira.
12. Perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangannya, serta bayinya.
13. Perasaan bersalah.
14. Pelupa.

Puncak dari postpartum blues ini 3-5 hari setelah melahirkan dan berlangsung dari
beberapa hari sampai 2 minggu. Oleh larena itu begitu umum; maka diharapkan tidak
dianggap sebagai penyakit. Postpartum blues tidak mengganggu kemampuan seorang wanita
untuk merawat bayinya sehingga ibu dengan postpartum blues masih bisa merawat bayinya.
Kecenderungan untuk mengembangkan postpartum blues tidak berhubungan dengan penyakit
mental sebelumnya dan tidak disebabkan oleh stress. Namun, stres dan sejarah depresi dapat
memengaruhi apakah postpartum blues terus menjadi depresi besar, oleh karena itu
postpartum blues harus segera ditindaklanjuti.

Faktor-faktor penyebab timbulnya postpartum blues adalah sebagai berikut.


1. Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesterone, prolaktin, serta estriol
yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara tajam setelah melahirkan dan ternyata
estrogen memiliki efek supresi aktivitas enzim non-adrenaalin maupun serotin yang berperan
dalam suasana hati dan kejadian depresi.
2. Ketidaknyamanan fisik yang dialami sehingga menimbulkan perasaan emosi pada wanita
pasca-melahirkan, misalnya: rasa sakit akibat luka jahit atau bengkak pada payudara.
3. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
4. Factor umur dan jumlah anak.
5. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinannya.
6. Latar belakang psikososial wanita tersebut misalnya: tingkat pendidikan, kehamilan yang
tidak diinginkan, status perkawinan, atau riwayat gangguan jiwa pada wanita tersebut.
7. Dukungan yang diberikan dari lingkungan, misalnya dari suami, orang tua, dan keluarga.
8. Stress yang dialami oleh wanita itu sendiri misalnya: karena belum bisa menyusui bayinya,
rasa bosan terhadap rutinitas barunya.
9. Kelelahan pasca-bersalin.
10. Ketidaksiapan terhadap perubahan peran yang terjadi pada wanita tersebut.
11. Rasa memiliki bayi yang terlalu dalam sehingga takut yang berlebihan akan kehilangan
bayinya.
12. Masalah kecemburuan dari anak yang terdahulunya.

Beberapa cara untuk mengatasi postpartum blues adalah sebagai berikut.


1. Persiapan diri yang baik selama kehamilan untuk menghadapi masa nifas.
2. Komunikasikan segala permasalahan atau hal yang ingin disampaikan.
3. Selalu membicarakan rasa cemas yang dialami.
4. Bersikap tulus serta ikhlas terhaddap apa yang telah dialami dan berusaha melakukan peran
barunya sebagai seorang ibu dengan baik.
5. Cukup istirahat .
6. Menghindari perubahan hidup yang drastic.
7. Berolahraga ringan.
8. Berikan dukungan dari semua keluarga,suami, atau saudara.
9. Konsultasikan pada tenaga kesehatan atau orang yang professional agar dapat memfasilitasi
factor risiko lainnya selama masa nifas dan membantu dalam melakukan upaya pengawasan.

BABY BLUES SYNDROME


Baby Blues syndrome atau sering disebut Postpartum Distress Syndrome adalah gangguan
psikologis berupa sedih, cemas dan emosi meningkat yang dialami sekitar 50- 80% wanita
setelah melahirkan khususnya bayi pertama . Biasanya terjadi pada 2 minggu pertama setelah
melahirkan . Namun terlihat lebih berat pada hari 3 dan hari 4 , apalagi si ibu dan bayi
kembali kerumah dan si ibu mulai merawat bayinya sendiri .
Sampai saat ini masih jelas terungkap penyebab gangguan tersebut. Tetapi beberapa ahli
menduga Baby blues syndrome terjadi karena tubuh si ibu sedang mengalami perubahan
secara fisik dan hormon-hormon dlm tubuh juga mengalami perubahan-perubahan yang besar
ditambah kelelahan yang baru dialami saat melahirkan sehingga membuat siibu tak tenang.
Perubahan fisik seperti payudara yang membengkak, rasa sakit di daerah lahir dan di rahim
ikut memicu terjadinya baby blues. Tetapi penyebabnya adalah rasa lelah yang dirasakan.
Jika baby blues dialami lebih dari 2 minggu itu berarti ibu sangat memerlukan perhatian
suami dan dukungan keluarga dan sudah perlu dikhawatirkan.

Tanda dan gejala BABY BLUES SYNDROME :


 The “baby blues” adalah sebuah gangguan psikologis berupa emosi tinggi yang terjadi pada
sekitar setengah dari wanita yang baru saja melahirkan.
 Gangguan ini mencapai puncak saat 3-5 hari setelah melahirkan dan berlangsung dari
beberapa hari sampai dua minggu.
 Seorang wanita dengan blues bisa menangis lebih mudah dari biasanya dan mungkin
mengalami kesulitan tidur atau merasa marah, sedih, dan “gelisah” emosional.
 Karena baby blues sangat umum, yang diharapkan, dan pergi tanpa pengobatan atau tanpa
mengganggu kemampuan ibu untuk berfungsi, mereka tidak dianggap sebagai penyakit.
 Postpartum blues tidak mengganggu kemampuan seorang wanita untuk merawat bayinya.
 Kecenderungan untuk mengembangkan postpartum blues tidak berhubungan dengan
penyakit mental sebelumnya dan bukan disebabkan oleh stres. Namun, stres dan riwayat
depresi dapat mempengaruhi apakah blues pergi untuk menjadi depresi berat.
 Rasa sedih dan depresi yg mengganggu perasahaan ibu dan menyebabkan ibu sering
menangis.
 Emosi tak menentu , mudah marah kerap tersinggung dan kerap kehilangan kesabaran
 Cepat lelah dan mengalami pusing kepala
 Tidak percaya diri
 Cemas berlebihan dan merasa bersalah dan tidak berharga
 Tidak peduli kepada si bayi
DEPRESI POSTPARTUM
Postpartum depression sering disebut depresi klinis yang terjadi segera setelah melahirkan.
Beberapa profesional kesehatan menyebutnya depresi postpartum nonpsychotic.
 Kondisi ini terjadi pada sekitar 10% -20% dari perempuan, biasanya dalam beberapa bulan
pengiriman.
 Faktor risiko untuk depresi postpartum termasuk depresi sebelumnya besar, stres psikososial,
dukungan sosial yang tidak memadai, dan gangguan dysphoric premenstrual sebelumnya
(lihat sindrom pramenstruasi untuk informasi lebih lanjut).
 Tanda dan Gejala: Gejala termasuk suasana hati tertekan, tearfulness, ketidakmampuan
untuk menikmati kegiatan yang menyenangkan, kesulitan tidur, kelelahan, masalah nafsu
makan, pikiran bunuh diri, perasaan tidak mampu sebagai orangtua, dan gangguan
konsentrasi. Suasana sedih, sering menangis, Kurangnya kesenangan atau minat dalam
kegiatan yang pernah memberikan kenikmatan, gangguan berat badan, Kehilangan energi,
Agitasi atau kecemasan, Perasaan tidak berharga atau bersalah, Sulit berkonsentrasi atau
membuat keputusan, Pikiran tentang kematian, bunuh diri atau pembunuhan bayi, Penurunan
minat pada seks, Perasaan penolakan. Gejala fisik seperti sering sakit kepala, nyeri dada,
denyut jantung cepat, mati rasa, kegoyahan atau pusing, dan sesak napas ringan menyarankan
kecemasan. Gangguan Postpartum kecemasan adalah gangguan yang terpisah dari depresi
postpartum, tetapi dua sering terjadi bersama-sama.
 Jika Anda mengalami depresi postpartum, Anda mungkin khawatir tentang kesehatan bayi
dan kesejahteraan. Anda mungkin memiliki pikiran negatif tentang bayi dan ketakutan
tentang merugikan bayi (meskipun wanita yang memiliki pikiran-pikiran ini jarang bertindak
pada mereka).
 Depresi postpartum mengganggu kemampuan seorang wanita untuk merawat bayinya.
 Ketika seorang wanita dengan depresi postpartum berat menjadi bunuh diri, ia dapat
mempertimbangkan membunuh anak-anak bayi dan muda, bukan karena marah, tetapi dari
keinginan untuk tidak meninggalkan mereka.

PSIKOSIS POSTPARTUM
Psikosis Postpartum adalah gangguan postpartum yang paling serius. Hal ini membutuhkan
perawatan segera.
 Kondisi ini jarang terjadi. Seorang wanita dengan kondisi ini mengalami gejala psikotik
dalam waktu tiga minggu melahirkan. Ini termasuk keyakinan salah (delusi), halusinasi
(melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada), atau keduanya.
 Kondisi ini terkait dengan gangguan mood seperti depresi, gangguan bipolar, atau psikosis.
 Gejalanya bisa berupa ketidakmampuan untuk tidur, agitasi, dan perubahan suasana hati.
 Seorang wanita mengalami psikosis dapat muncul dengan baik sementara, membodohi
profesional kesehatan dan pengasuh dengan berpikir bahwa dia telah pulih, tapi dia bisa terus
menjadi sangat tertekan dan sakit bahkan setelah periode singkat tampak baik.
 Wanita yang memiliki pikiran menyakiti bayi mereka lebih cenderung untuk bertindak pada
mereka jika mereka memiliki postpartum psikosis.
 Jika tidak diobati, depresi psikotik postpartum memiliki kemungkinan tinggi datang kembali
setelah masa postpartum dan juga setelah kelahiran anak-anak lain.
 Susah beristirahat dengan tenang dan sering merasa takut
 Peningkatan berat badan karena makan berlebihan atau penurunan berat Badan karena tidak
mau makan
Penyebab dan Faktor Risiko Sampai saat ini masih belum diketahui penyebab gangguan
tersebut. Tidak ada penyebab spesifik dari depresi postpartum telah ditemukan. Tetapi
beberapa faktor diduga sebagai faktor penyebab dan faktor resiko
1. Faktor risiko lain yang diketahui
2. Wanita yang mengalami depresi postpartum mungkin lebih sensitif terhadap
perubahan hormonal.
3. Tingkat hormon estrogen, progesteron, dan kortisol turun drastis dalam waktu 48 jam
setelah melahirkan.
4. Ketidakseimbangan hormon diduga berperan.
5. Penyakit mental sebelum kehamilan
6. Penyakit mental, termasuk depresi postpartum, dalam keluarga
7. Gangguan mental postpartum setelah kehamilan sebelumnya
8. Konflik dalam pernikahan, kehilangan pekerjaan, atau dukungan sosial yang buruk
dari teman dan keluarga
9. Keguguran seperti keguguran atau lahir mati . Risiko depresi berat setelah keguguran
tinggi untuk perempuan yang memiliki anak. Hal ini terjadi bahkan pada wanita yang
tidak bahagia tentang menjadi hamil. Risiko untuk mengembangkan depresi setelah
keguguran tertinggi dalam beberapa bulan pertama setelah kerugian.
10. Usia seorang ibu dan jumlah anak dia memiliki tidak berhubungan dengan
kemungkinan dia mendapatkan depresi postpartum.
11. Pria yang pasangannya menderita depresi postpartum telah ditemukan berada pada
risiko tinggi untuk mengembangkan kondisi serupa atau masalah kesehatan mental
lainnya pada waktu itu.

KESEDIHAN DAN DUKA CITA

Dalam bahasan kali ini, gunakan istilah “berduka”, yang diartikan sebagai respon psikologis
terhadap kehilangan. Proses berduka sangat bervariasi, tergantung dari apa yang hilang, serta
persepsi dan keterlibatan individu terhadap apa pun yang hilang. “kehilangan” dapat memiliki
makna, mulai dari pembatalan kegiatan (piknik, perjalanan atau pesta) sampai kematian
orang yang dicintai. Seberapa berat kehilangan tergantung dari persepsi individu yang
menderita kehilangan. Derajat kehilangan pada individu direfleksikan dalam respon terhadap
kehilangan. Contohnya, kematian dapat menimbulkan respon berduka yang ringan sampai
berat, bergantung pada hubungan dan keterlibatan individu dengan orang yang meninggal.
Kehilangan maternitas termasuk hal yang dialami oleh wanita yang mengalami infertilitas
(wanita yang tidak mampu hamil atau yang tidak mampu mempertahankan kehamilannya),
yang mendapatkan bayinya hidup, tapi kemudian kehilangan harapan (prematuritas atau
kecacatan congenital), dan kehilangan yang dibahas sebagai penyebab post partum blues
(kehilangan keintiman internal dengan bayinya dan hilangnya perhatian). Kehilangan lain
yang penting, tapi sering dilupakan adalah perubahan hubungan eksklusif antara suami dan
istri menjadi kelompok tiga orang, yaitu ayah, ibu, dan anak.
Dalam hal ini berduka dibagi menjadi 3 tahap, antara lain :
1. Tahap Syok
Tahap ini merupakan tahap awal dari kehilangan. Manifestasi perilaku meliputi
penyangkalan, ketidakpercayaan, marah, jengkel, ketakutan, kecemasan, rasa bersalah,
kekosongan, kesendirian, kesedihan, isolasi, mati rasa, menangis, introversi (memikirkan
dirinya sendiri), tidak rasional, bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan akut, kurang
inisiatif, bermusuhan, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi, dan kurang konsentrasi.
Manifestasi fisik meliputi gelombang distress somatic yang berlangsung selama 20-60 menit,
menghela nafas panjang, penurunan berat badan, anoreksia, tidur tidak tenang, keletihan,
penampilan kurus dan tampak lesu, rasa penuh ditenggorokan, tersedak, napas pendek,
mengeluh tersiksa karena nyeri didada, gemetaran internal, kelemahan umum, dan kelemahan
pada tungkai.
2. Tahap Penderitaan (fase realitas)
Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya penyesuaian terhadap realitas yang harus ia
lakukan terjadi selama periode ini. Contohnya, orang yang berduka akan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya tanpa kehadiran orang yang disayanginya. Dalam tahap ini, ia akan
selalu terkenang dengan orang yang dicintai sehingga kadang akan muncul perasaan marah,
rasa bersalah,dan takut.
Nyeri karena kehilangan akan dirasakan secara menyeluruh, dalam realitas yang memanjang
dan dalam ingatan setiap hari. Menangis adalah salah satu pelepasan emosi yang umum.
Selama masa ini, kehidupan orang yang berduka akan terus berlanjut. Saat individu terus
melanjutkan tugasnya untuk berduka, dominasi kehilangannya secara bertahap berubah
menjadi kecemasan terhadap masa depan.
3. Tahap resolusi (fase menentukan hubungan yang bermakna)
Selama periode ini, orang yang berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah komplit,
dan individu kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini berhasil karena adanya
penanaman kembali emosiseseorang pada hubungan lain yang lebih bermakna. Penanaman
kembali emosi tidak berarti bahwa posisi orang yang hilang telang tergantikan, tetapi berarti
bahwa individu lebih mampu dalam menanamkan dan membentuk hubungan lain yang lebih
bermakna dengan resolusi, serta perilaku orang tersebut telah kembali menjadi pilihan yang
bebas, mengingatkan selama menderita perilaku ditentukan oleh nilai-nilai sosial atau
kegelisahan internal.
Bidan dapat membantu orang tua untuk melalui proses berduka, sekaligus memfasilitasi
pelekatan mereka dan anak yang tidak sempurna dengan menyediakan lingkungan yang
aman, nyaman, mendengarkan, sabar, memfasilitasi ventilasi perasaan negatif mereka dan
permusuhan, serta penolakan mereka terhadap bayinya.
Saudara kandung dirumah juga harus diberitahu mengenai kehilangan sehingga mereka
mendapatkan penjelasan yang jujur terhadap perilaku dari orang tua. Jika tidak, mereka
mungkin akan membayangkan bahwa mereka lah penyebab masalah yang mengerikan dan
tidak diketahui tersebut. Saudara kandung perlu diyakinkan kembali bahwa apapun yang
terjadi bukan kesalahan mereka dan bahwa mereka tetap penting, dicintai, dan dirawat.

Вам также может понравиться