Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
POSTPARTUM BLUES
Melahirkan merupakan salah satu hal yang paling penting dari peristiwa-peristiwa paling
bahagia dalam hidup bagi seorang wanita. Akan tetapi mengapa sebagian wanita merasa
sedih dengan kelahiran bayinya? Sebanyak 80% dari perempuan mengalami gangguan
suasana hati setelah kehamilan (“melahirkan”). Mereka merasa kecewa, sendirian, takut, atau
tidak mencintai bayi mereka,dan merasa bersalah karena perasaan ini.
Postpartum blues atau sering juga di sebut maternity blues atau sindrom ibu baru,
dimengerti sebagai suatu sindrom gangguan efek ringan pada minggu pertama
setelah persalinan dengnan ditandai gejala-gejala berikut ini
1. Reaksi depresi/sedih/disforia.
2. Sering menangis.
3. Mudah tersinggung .
4. Cemas.
5. Labilitas perasaan.
6. Cenderung menyalahkan diri sendiri.
7. Gangguan tidur dan gangguan nafsu makn.
8. Kelelahan.
9. Mudah sedih.
10. Cepat marah.
11. Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih, dan cepat pula menjadi gembira.
12. Perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangannya, serta bayinya.
13. Perasaan bersalah.
14. Pelupa.
Puncak dari postpartum blues ini 3-5 hari setelah melahirkan dan berlangsung dari
beberapa hari sampai 2 minggu. Oleh larena itu begitu umum; maka diharapkan tidak
dianggap sebagai penyakit. Postpartum blues tidak mengganggu kemampuan seorang wanita
untuk merawat bayinya sehingga ibu dengan postpartum blues masih bisa merawat bayinya.
Kecenderungan untuk mengembangkan postpartum blues tidak berhubungan dengan penyakit
mental sebelumnya dan tidak disebabkan oleh stress. Namun, stres dan sejarah depresi dapat
memengaruhi apakah postpartum blues terus menjadi depresi besar, oleh karena itu
postpartum blues harus segera ditindaklanjuti.
PSIKOSIS POSTPARTUM
Psikosis Postpartum adalah gangguan postpartum yang paling serius. Hal ini membutuhkan
perawatan segera.
Kondisi ini jarang terjadi. Seorang wanita dengan kondisi ini mengalami gejala psikotik
dalam waktu tiga minggu melahirkan. Ini termasuk keyakinan salah (delusi), halusinasi
(melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada), atau keduanya.
Kondisi ini terkait dengan gangguan mood seperti depresi, gangguan bipolar, atau psikosis.
Gejalanya bisa berupa ketidakmampuan untuk tidur, agitasi, dan perubahan suasana hati.
Seorang wanita mengalami psikosis dapat muncul dengan baik sementara, membodohi
profesional kesehatan dan pengasuh dengan berpikir bahwa dia telah pulih, tapi dia bisa terus
menjadi sangat tertekan dan sakit bahkan setelah periode singkat tampak baik.
Wanita yang memiliki pikiran menyakiti bayi mereka lebih cenderung untuk bertindak pada
mereka jika mereka memiliki postpartum psikosis.
Jika tidak diobati, depresi psikotik postpartum memiliki kemungkinan tinggi datang kembali
setelah masa postpartum dan juga setelah kelahiran anak-anak lain.
Susah beristirahat dengan tenang dan sering merasa takut
Peningkatan berat badan karena makan berlebihan atau penurunan berat Badan karena tidak
mau makan
Penyebab dan Faktor Risiko Sampai saat ini masih belum diketahui penyebab gangguan
tersebut. Tidak ada penyebab spesifik dari depresi postpartum telah ditemukan. Tetapi
beberapa faktor diduga sebagai faktor penyebab dan faktor resiko
1. Faktor risiko lain yang diketahui
2. Wanita yang mengalami depresi postpartum mungkin lebih sensitif terhadap
perubahan hormonal.
3. Tingkat hormon estrogen, progesteron, dan kortisol turun drastis dalam waktu 48 jam
setelah melahirkan.
4. Ketidakseimbangan hormon diduga berperan.
5. Penyakit mental sebelum kehamilan
6. Penyakit mental, termasuk depresi postpartum, dalam keluarga
7. Gangguan mental postpartum setelah kehamilan sebelumnya
8. Konflik dalam pernikahan, kehilangan pekerjaan, atau dukungan sosial yang buruk
dari teman dan keluarga
9. Keguguran seperti keguguran atau lahir mati . Risiko depresi berat setelah keguguran
tinggi untuk perempuan yang memiliki anak. Hal ini terjadi bahkan pada wanita yang
tidak bahagia tentang menjadi hamil. Risiko untuk mengembangkan depresi setelah
keguguran tertinggi dalam beberapa bulan pertama setelah kerugian.
10. Usia seorang ibu dan jumlah anak dia memiliki tidak berhubungan dengan
kemungkinan dia mendapatkan depresi postpartum.
11. Pria yang pasangannya menderita depresi postpartum telah ditemukan berada pada
risiko tinggi untuk mengembangkan kondisi serupa atau masalah kesehatan mental
lainnya pada waktu itu.
Dalam bahasan kali ini, gunakan istilah “berduka”, yang diartikan sebagai respon psikologis
terhadap kehilangan. Proses berduka sangat bervariasi, tergantung dari apa yang hilang, serta
persepsi dan keterlibatan individu terhadap apa pun yang hilang. “kehilangan” dapat memiliki
makna, mulai dari pembatalan kegiatan (piknik, perjalanan atau pesta) sampai kematian
orang yang dicintai. Seberapa berat kehilangan tergantung dari persepsi individu yang
menderita kehilangan. Derajat kehilangan pada individu direfleksikan dalam respon terhadap
kehilangan. Contohnya, kematian dapat menimbulkan respon berduka yang ringan sampai
berat, bergantung pada hubungan dan keterlibatan individu dengan orang yang meninggal.
Kehilangan maternitas termasuk hal yang dialami oleh wanita yang mengalami infertilitas
(wanita yang tidak mampu hamil atau yang tidak mampu mempertahankan kehamilannya),
yang mendapatkan bayinya hidup, tapi kemudian kehilangan harapan (prematuritas atau
kecacatan congenital), dan kehilangan yang dibahas sebagai penyebab post partum blues
(kehilangan keintiman internal dengan bayinya dan hilangnya perhatian). Kehilangan lain
yang penting, tapi sering dilupakan adalah perubahan hubungan eksklusif antara suami dan
istri menjadi kelompok tiga orang, yaitu ayah, ibu, dan anak.
Dalam hal ini berduka dibagi menjadi 3 tahap, antara lain :
1. Tahap Syok
Tahap ini merupakan tahap awal dari kehilangan. Manifestasi perilaku meliputi
penyangkalan, ketidakpercayaan, marah, jengkel, ketakutan, kecemasan, rasa bersalah,
kekosongan, kesendirian, kesedihan, isolasi, mati rasa, menangis, introversi (memikirkan
dirinya sendiri), tidak rasional, bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan akut, kurang
inisiatif, bermusuhan, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi, dan kurang konsentrasi.
Manifestasi fisik meliputi gelombang distress somatic yang berlangsung selama 20-60 menit,
menghela nafas panjang, penurunan berat badan, anoreksia, tidur tidak tenang, keletihan,
penampilan kurus dan tampak lesu, rasa penuh ditenggorokan, tersedak, napas pendek,
mengeluh tersiksa karena nyeri didada, gemetaran internal, kelemahan umum, dan kelemahan
pada tungkai.
2. Tahap Penderitaan (fase realitas)
Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya penyesuaian terhadap realitas yang harus ia
lakukan terjadi selama periode ini. Contohnya, orang yang berduka akan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya tanpa kehadiran orang yang disayanginya. Dalam tahap ini, ia akan
selalu terkenang dengan orang yang dicintai sehingga kadang akan muncul perasaan marah,
rasa bersalah,dan takut.
Nyeri karena kehilangan akan dirasakan secara menyeluruh, dalam realitas yang memanjang
dan dalam ingatan setiap hari. Menangis adalah salah satu pelepasan emosi yang umum.
Selama masa ini, kehidupan orang yang berduka akan terus berlanjut. Saat individu terus
melanjutkan tugasnya untuk berduka, dominasi kehilangannya secara bertahap berubah
menjadi kecemasan terhadap masa depan.
3. Tahap resolusi (fase menentukan hubungan yang bermakna)
Selama periode ini, orang yang berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah komplit,
dan individu kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini berhasil karena adanya
penanaman kembali emosiseseorang pada hubungan lain yang lebih bermakna. Penanaman
kembali emosi tidak berarti bahwa posisi orang yang hilang telang tergantikan, tetapi berarti
bahwa individu lebih mampu dalam menanamkan dan membentuk hubungan lain yang lebih
bermakna dengan resolusi, serta perilaku orang tersebut telah kembali menjadi pilihan yang
bebas, mengingatkan selama menderita perilaku ditentukan oleh nilai-nilai sosial atau
kegelisahan internal.
Bidan dapat membantu orang tua untuk melalui proses berduka, sekaligus memfasilitasi
pelekatan mereka dan anak yang tidak sempurna dengan menyediakan lingkungan yang
aman, nyaman, mendengarkan, sabar, memfasilitasi ventilasi perasaan negatif mereka dan
permusuhan, serta penolakan mereka terhadap bayinya.
Saudara kandung dirumah juga harus diberitahu mengenai kehilangan sehingga mereka
mendapatkan penjelasan yang jujur terhadap perilaku dari orang tua. Jika tidak, mereka
mungkin akan membayangkan bahwa mereka lah penyebab masalah yang mengerikan dan
tidak diketahui tersebut. Saudara kandung perlu diyakinkan kembali bahwa apapun yang
terjadi bukan kesalahan mereka dan bahwa mereka tetap penting, dicintai, dan dirawat.