Вы находитесь на странице: 1из 16

PHARMACY, Vol.09 No.

02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DOSIS DAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN ASKES DAN
UMUM PENDERITA EPILEPSI DI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO

Siska Anggita Listiana, Didik Setiawan, Susanti

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Puwokerto, Jl. Raya Dukuhwaluh,


PO BOX 202, Purwokerto 53182

ABSTRAK

Epilepsi merupakan masalah kesehatan yang menonjol di masyarakat, karena


permasalahan tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan ekonomi yang menimpa
penderita maupun keluarganya. Pengobatan epilepsi banyak digunakan untuk mengatasi
kejang juga keluhan lain sehingga obat yang dibutuhkan banyak dan kemungkinan besar
ada permasalahan dosis dan interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi permasalahan dosis dan interaksi obat pada pasien Askes dan Umum
penderita Epilepsi di Rumah Sakit Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Jenis
penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional dan
metode pengambilan data secara retrospetif dari rekam medik pasien. Dari 88 sampel
pasien yang masuk dalam penelitian yaitu 44 pasien umum dan 44 pasien askes. Rata-
rata usia pasien epilepsi pada kelompok umum dan askes selama penelitian adalah
31,81 & 33,50 tahun. Jenis kelamin laki-laki pasien epilepsi dari kelompok umum dan
askes lebih banyak (47/53,3%). Pasien epilepsi kelompok umum yang mendapatkan
dosis kurang yaitu 4(9,1%) dan kelompok askes sebanyak 3(6,8%) kasus. Sedangkan
pasien yang mendapatkan dosis berlebih hanya terdapat pada kelompok umum yaitu
1(2,3%). Kejadian interaksi obat pada pasien umum sebesar 17(38,6%) dan pasien askes
15(34,1%) kasus. Dari hasil statistik menunjukan (p>0,05) bahwa permasalahan dosis
dan kejadian interaksi obat tidak ada perbedaan yang bermakna antara pasien umum
dan askes penderita epilepsi. Pasien yang mengalami permasalahan dosis kurang, dosis
lebih dan kejadian interaksi obat pada pasien askes dan umum tidak memiliki perbedaan
yang signifikan.

Kata kunci: epilepsi, dosis, interkasi obat, pasien umum dan askes

ABSTRACT

Epilepsy is one of common illness that occurs in society, not only in the matter of
medical side but also social and economy to the patients or family. Treatment of epilepsy
is used for long period to overcome catalepsy and other complains, therefore, and there
is possibility to encounter dosage problem and drug interaction. This research was done
to identify dosage problem and drug interaction to Health Insurance (Askes) and regular
patients in Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Public Hospital. The method of this
research was analytic observational through “Cross Sectional design” and retrospective
data memory from patient medical record. There were 88 patients as samples, 44
regular and 44 “Askes” patients. In average of patient ages of regular and Askes patients
were 31,81 & 33,50 years old. Male were more dominant in regular and Askes groups

58
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

(47/53.3%). Epilepsy patients experience the lack of dosage was 4(9.1%) in regular and
3(6.8%) in Askes patients. Patients received excessive dosage we of regular patient
1(2.3%). Drugs interaction on the other hand, genesis to regular patients was 17(38.6%)
and 15(34.1%) of Askes patients. Of statistically showed (p>0.05) that there was no
significant difference in interaction and dosage problem in regular and Askes epilepsy
patients. It can be concluded that there was no significant difference in the lack of
dosage, over dosage and interaction between regular and Askes patients.

Keyword: epilepsy, dosage, drugs interaction, regular patients and Askes patients.

Pendahuluan diperkirakan 0,3 - 0,4% di antaranya


Dalam kehidupan sehari-hari, menderita epilepsi (Baker et al.,1999).
Epilepsi merupakan salah satu masalah Peneliti dari Afrika telah banyak
kesehatan yang menonjol di masyarakat, melakukan penelitian epidemiologi
karena permasalahan tidak hanya dari epilepsi yang menunjukan berbagai
segi medik tetapi juga sosial dan tingkat prevalensi yaitu 2,1 - 58 per 1000
ekonomi yang menimpa penderita populasi. Prevalensi yang menduduki
maupun keluarganya. Epilepsi angka tertinggi telah dilaporkan di
merupakan salah satu penyakit saraf Kamerun, Liberia, Nigeria dan Ethiopia,
yang sering dijumpai, terdapat pada sedangkan tingkat yang terendah berada
semua bangsa, segala usia yaitu 1 - 3% di Afrika Utara dan di Afrika Selatan
dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari (Amadou et al., 2003).
wanita (Djoenaidi, 2000). Peneliti dari India yang bernama
Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki Sridharan dan Murthy bahwa pada tahun
maupun wanita, tanpa memandang 1999 jumlah penderita epilepsi
umur dan ras. Secara umum jumlah mengalami peningkatan menjadi 5,5 juta
penderita epilepsi meliputi 1 - 2% berdasarkan studi populasi. Sedangkan
populasi, puncak insiden terdapat pada jumlah kasus baru pada epilepsi
golongan anak dan lanjut usia. Para mendekati angka 0,5 juta, dikarenakan
peneliti umumnya mendapatkan 75% di India masyarakat hidup di
insidens 20 - 70 per 100.000 per tahun pedesaan. Tingkat prevalensi di daerah
dan prevalensi sekitar 0,5 - 2 per perkotaan dan pedesaan masing-masing
100.000 pada populasi umum. adalah 5,27 dan 5,38 per 1000 dari
Sedangkan pada populasi anak jumlah populasi. Di Indonesia penelitian
epidemiologik tentang epilepsi belum

59
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

pernah dilakukan, namun bila dipakai maupun dewasa, menunjukan bahwa


angka prevalensi yang dikemukakan, 64% menggunakan politerapi dengan
maka dapat diperkirakan bahwa bila dua jenis obat atau lebih obat anti
penduduk Indonesia saat ini sekitar 220 epilepsi, dan 35% pasien dewasa
juta akan ditemukan antara 1,1 sampai menderita gangguan SSP (sistem saraf
4,4 juta penderita penyandang epilepsi. pusat) terkait kondisi komorbiditas.
Pada penelitian sebelumnya pada tahun Sehingga dalam hal ini penggunaan
1998 di RS Hasan Sadikin, Bandung dari secara politerapi pada OAE memiliki
1.320 pasien epilepsi yang menunjukan resiko yang besar terjadinya interaksi
bahwa 42,6% mengalami keterkaitan obat yang dapat mengakibatkan
epilepsi lokal (Suryani, 2007). gangguan pada sistem saraf pusat
Pengobatan epilepsi banyak (Johannessen et al., 2007).
dilakukan dengan menggunakan obat Di dalam permasalahan dosis pada
antiepilepsi (OAE) yaitu seperti fenitoin, OAE, telah dilaporkan bahwa sebanyak
valproat, clobazam, dan carbamazepin. 20% pasien epilepsi khususnya pada
Dari penelitian yang dilakukkan dari 79 anak-anak mengalami hiperplasia
pasien didapat 54,43% pasien memiliki ginggiva yaitu pertumbuhan gigi yang
etiologi primer yaitu 40 pasien, 51% berlebih dengan ditandai gusi yang
mengalami kejang sekunder, 81% membesar dan terjadi pendarahan
mengalami kejang tonik-klonik umum, akibat penggunaan fenitoin dengan dosis
17,7% kejang parsial dan 1,3% kejang berlebih. Selain itu juga dari 79 pasien
mioklonik. Sehingga didapat persentase telah dilaporkan 15 kasus pasien
penggunaan obat seperti fenitoin mengalami muntah, 5 pasien mengalami
86,08%, asam valproat 30,38%, takikardia dan ada juga pasien yang
clobazam 26,58% dan carbamazepin mengalami kematian mendadak akibat
10,13% baik digunakan tunggal ataupun menggunakan asam valproat dengan
kombinasi (Manjula et al., 2002). dosis tinggi dalam jangka panjang
Berdasarkan studi populasi mengenai (Whyte et al., 2002).
pemanfaatan OAE menunjukan bahwa Sistem perlindungan sosial yang
19,24% pasien epilepsi menggunakan ada saat ini adalah sistem asuransi
politerapi dengan obat OAE. Dan dalam kesehatan yang salah satunya
studi terbaru pada pasien anak-anak diselenggarakan oleh PT Askes yang

60
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

tersebar di beberapa rumah sakit di Umum penderita Epilepsi di RSUD Prof.


Indonesia, dalam usaha meningkatkan Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
kualitas pengobatan. Penelitian Metode Penelitian
mengenai tingkat kepuasan pasien Askes Jenis dan Rancangan Penelitian
dan umum dengan biaya sendiri, dilihat Jenis penelitian ini adalah
dari 25 responden yang menggunakan observasional analitik yaitu, penelitian
fasilitas Askes ternyata prosentase diarahkan untuk menjelaskan suatu
terbesar mereka mengatakan bahwa keadaan atau situasi. Penelitian ini
pelayanan dalam pemberian obat kurang menggunakan pendekatan analitik
memuaskan (80%), sedangkan untuk dengan rancangan penelitian secara
mereka yang menggunakan pelayanan cross sectional mengenai permasalahan
pada pasien umum ternyata prosentase dosis dan interaksi obat pada penyakit
terbesar (60%). Kurang memuaskannya Epilepsi pasien Askes dan Umum.
pelayanan pengobatan dalam hal ini Penelitian ini untuk mempelajari faktor-
sering terjadi tidak tepatnya waktu faktor risiko dengan efek, dengan cara
pemberian obat kepada pasien dan obat pendekatan, observasi atau
yang diberikan rata-rata obat generik pengumpulan data sekaligus pada suatu
dengan jumlah obat seadanya dan saat (point time approach). Artinya, tiap
harganya cukup terjangkau, namun subjek penelitian hanya diobervasi sekali
masyarakat (pasien) cenderung ingin saja dan pengukuran dilakukan terhadap
sembuh dengan cepat (Yuniningsih, status karakter atau variabel subjek pada
2002). Untuk itu perlu dilakukan saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti
penelitian terkait permasalahan dosis bahwa semua subjek penelitian diamati
dan interaksi obat pada pasien Askes dan pada waktu yang sama (Notoatmodjo,
2002).

61
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Gambar 1. Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional

Variabel Penelitian 2. Rumah Sakit adalah tempat untuk


Variabel adalah sesuatu yang memperoleh data penelitian pada pasien
digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran Askes dan Umum di RSUD Prof. Dr.
yang dimiliki atau didapatkan oleh Margono Soekardjo.
satuan penelitian tentang sesuatu 3. Pasien askes adalah peserta wajib
konsep pengertian tertentu. Variabel- Askes atau keluarganya yang dijamin
variabel penelitian yang akan diteliti biaya perawatannya oleh PT Askes.
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 4. Pasien umum adalah pasien yang
1. Variabel bebas (independent variable): biaya perawatannya ditanggung sendiri
Sumber pembiayaan pada pasien Askes (biaya sendiri).
dan Umum 5. Permasalahan dosis adalah apabila
2. Variabel tergantung (dependent pasien tidak mendapatkan dosis yang
variable): Adanya permasalahan dosis sesuai, meliputi dosis berlebih dan dosis
dan interaksi obat kurang
Definisi Variabel Operasional 6. Dosis berlebih adalah dosis obat yang
1. Pasien adalah pasien askes dan umum terlalu besar atau frekuensi
pada penderita yang mengalami pemberiannya melebihi dosis standar
penyakit epilepsi yang manjalani rawat pada guidline epilepsi tahun 2010 dan
jalan di RSUD Prof. Dr. Margono jurnal berdasarkan FDA (Food and Drugs
Soekardjo Purwokerto. Assosiation).

62
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

7. Dosis kurang adalah dosis obat yang yang dirawat jalan pada pasien Askes
terlalu kecil atau frekuensi dan Umum di RSUD Prof. Dr. Margono
pemberiannya lebih kecil dari dosis Soekardjo.
standar guidline epilepsi tahun 2010 dan Data rekam medik pasien yang
jurnal berdasarkan FDA (Food and Drugs memenuhi kriteria inklusi:
Assosiation). 1. Pasien yang dirawat jalan
8. Interaksi obat adalah interaksi antara 2. Pasein yang didiagnosa epilepsi
obat satu dengan obat lain yang 3. Pasien epilepsi yang memiliki data
menimbulkan efek yang tidak pengobatan lengkap
diharapkan dengan mengambil data Data rekam medik yang
pengobatan pada rekam medik pasien memenuhi kriterian esklusi:
epilepsi kemudian diolah dengan melihat 1. Pasien peserta asuransi kesehatan lain
literatur pada buku Stockley’s Drug diluar dari PT Askes
Interaction dan www.drugs.com Besar sampel dihitung dengan
Bahan dan Alat menggunakan rumus besar sampel
Penelitian ini dilakukan pada untuk penelitian analitik kategorik tidak
pasien yang menderita penyakit epilepsi berpasangan (Sopiyudin, 2005).

63
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Berdasarkan penelitian berlebih) sebesar 8% (Patrik, 2002).


sebelumnya mengenai studi deskriptif Kesalahan tipe I sebesar 5% sehingga
dan intervensi farmakoterapi pada Zα=1,64. Kesalahan tipe II sebesar 20%
pasien epilepsi di Swedia Selatan sehingga Zβ=0,84 dengan perbedaan
mengenai Drug Related Problems (DRPs) rerata minimal yang dianggap bermakna
pada tingkat kejadian epilepsi yang sebesar 0,2. Maka didapat jumlah
mengalami permasalahan dosis (dosis sampel sebesar:

Dengan demikian, besar sampel minimal unit rekam medik dan poli saraf secara
masing-masing kelompok adalah 44 retrospektif untuk kasus Epilepsi.
pasien (kelompok interaksi obat dan Pengambilan data yang dilakukan
permasalahan dosis pasien Askes 44, mencakup nomor kasus, jenis kelamin,
pasien umum 44). Jadi total sampel yang umur, jenis obat yang diresepkan
diambil adalah 88 sampel. bersama regimen dosis, aturan pakai,
Cara Penelitian cara pemberian, status pasien pemeriksa
Peneliti mengajukan surat ijin dan hasil pemeriksaan dari pasien
permohonan untuk melaksanakan Epilepsi. Selanjutnya dilakukan
penelitian di Rumah Sakit, kepada Kepala pengolahan data dan menganalisa data
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo. untuk memperoleh informasi tentang
Peneliti mendapatkan ijin melakukan presentase jenis kelamin dan usia pasien
penelitian di RSUD Prof. Dr. Margono yang menderita Epilepsi serta
Soekardjo. Peneliti melakukan penelitian mengetahui persentase interaksi obat
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo. dan permasalahan dosis yang terjadi
Penelitian dimulai dengan observasi ke pada setiap jenisnya. Kemudian tahap

64
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

selanjutnya membahas hasil yang square tidak berpasangan (uji hipotesis


diperoleh dan menarik kesimpulan. komparatif variabel kategorik
Analisis Hasil berdistribusi normal dua kelompok tidak
Pada penelitian ini proses berpasangan) dengan SPSS. Nilai P alpha
penelitian data dilakukan dengan yang digunakan dalam penelitian ini
tahapan analisis Bivariat. Analisis bivariat adalah < 0,05 yang berarti secara
dilakukan dengan tujuan untuk melihat statistik bermakna (Sopiyudin, 2011).
keamanan dan besarnya hubungan
variabel independen dan variabel Hasil dan Pembahasan
dependen. Variabel independen pada Penelitian ini dilakukan di RSUD
penelitian ini adalah interaksi obat dan Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto
permasalahan dosis pada sumber melalui rekam medik secara retrospektif
pembiayaan pada pasien Askes dan terhadap pasien epilepsi yang menjalani
Umum, sedangkan yang merupakan rawat jalan. Berdasarkan penelitian
variabel dependennya (Sopiyudin, 2011). terdapat total kasus 88 pasien yang
Hipotesis pada penelitian ini mengalami epilepsi diantaranya 44
menggunakan komparatif independent, pasien umum atau biaya sendiri dan 44
yaitu dengan menguji kemampuan pasien asuransi kesehatan dari PT.
generalisasi rata-rata data dua sampel ASKES. Proses pengambilan data
yang tidak berkorelasi. Teknik statistik dilakukan dengan mengamati data pada
yang digunakan untuk untuk menguji dokumen rekam medik.
hipotesis komparatif menggunakan Gambaran Subjek Penelitian
teknik statistik Chi-square, yaitu teknik Pada penelitian ini subjek
statistik parametris yang digunakan penelitian adalah pasien askes dan
untuk menguji komparasi data kategorik umum penderita epilepsi yang menjalani
(persentase) . rawat jalan di RSUD Prof. Dr. Margono
Data yang dianalisis adalah data Soekardjo. Penderita epilepsi dapat
rekam medik yang mempunyai data dapat dikelompokan berdasarkan usia
cukup lengkap baik berupa dosis dan jenis kelamin. Pengelompokan ini
berlebih dan dosis kurang juga interaksi bertujuan untuk mengetahui banyaknya
obat, kemudian data diolah pasien askes dan umum yang menderita
menggunakan metode statistik uji Chi-

65
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

epilepsi untuk mengetahui


perbandigannya.

Tabel 1. Karakteristik pasien askes dan umum penderita epilepsi ditinjau dari jenis
kelamin dan usia di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo

Dari tabel 1 dapat diketahui ekonomi yang menyebabkan penderita


karakteristik penderita epilepsi yang epilepsi enggan untuk berobat (Sperber
ditinjau dari segi usia bahwa rata-rata et al., 1999).
usia penderita epilepsi kelompok umum Selain itu juga dilihat dari
yaitu berusia 31 tahun dan untuk karakteristik yang ditinjau dari jenis
kelompok askes rata-rata usia penderita kelamin. Untuk jenis kelamin laki-laki
epilepsi berusia 33 tahun. Dilihat pada pada pasien umum berjumlah 23 pasien
angka p value pada kedua kelompok (52,3%) dan untuk pasien askes
tersebut tidak ada perbedaan antara berjumlah 24 pasien (54,5%) menderita
pasien umum dan pasien askes (p>0,05), epilepsi. Sedangkan untuk jenis kelamin
sehingga dari aspek usia kelompok ini perempuan pada pasien umum
dapat diasumsikan sama. Data penelitian berjumlah 21 pasien (47,8%) dan untuk
menunjukan penderita epilepsi yang pasien askes berjumlah 20 pasien
dirawat jalan RS Prof. Dr. Margono (45,4%). Dari data tersebut dapat
Soekardjo didominasi oleh pasien disimpulkan bahwa pada jenis kelamin
dewasa dan geriatri. Hal ini dapat laki-laki menunjukan jumlah dan
diperkuat dengan adanya literatur yang persentase yang lebih besar
membuktikan bahwa angka kejadian dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
epilepsi meningkat pada kelompok onset sejalan dengan data epidemiologis dari
usia dewasa hingga geriatri dengan WHO, bahwa pria (60,6%) lebih banyak
rentang usia 31 – 65 tahun yang dibandingkan wanita (39,4%) (WHO,
disebabkan karena faktor-faktor sosial 2001).

66
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Identifikasi Permasalahan Dosis dan interaksi obat juga termasuk dalam


Interaksi Obat penelitian yaitu dengan melihat adanya
Dalam penelitian yang termasuk interaksi obat satu dengan obat lain yang
dalam permasalahan dosis yaitu dosis menimbulkan efek tidak diharapkan
kurang dan dosis lebih pada pasien askes pada pengobatan epilepsi.
dan umum penderita epilepsi. Kemudian

Tabel 2. Dosis kurang dan dosis berlebih pada pasien umum dan askes penderita epilepsi
di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo

Berdasarkan tabel 2. mengenai Dosis kurang yang dimaksudkan


permasalahan dosis yang ditinjau dari disini yaitu dosis obat yang terlalu kecil
dosis kurang dan dosis berlebih dapat atau frekuensi pemberiannya kurang.
dilihat bahwa dari total 88 pasien Fenobarbital, fenitoin dan asam valproat
penderita eplepsi di RS Prof. Dr. merupakan obat antiepilepsi (OAE) yang
Margono Soekardjo bahwa persentase termasuk dalam dosis kurang. Dosis yang
pasien yang menerima dosis kurang diberikan tidak sesuai standar karena
lebih banyak 7 pasien (7,9%) dari pada pertimbangan keadaan pasien atau bisa
pasien yang menerima dosis lebih. juga karena pertimbangan interaksi
Namun dari hubungan kelompok pada dengan obat lain. Selain itu juga pada
pasien umum dan askes secara statistik pemberian obat dengan dosis kurang
tidak bermakna (P>0,05) maksudnya dapat menyebabkan kegagalan dalam
bahwa dari kedua kelompok tersebut terapi. Pemberian dengan dosis kurang
pasien umum dan askes tidak memiliki juga dapat menyebabkan obat dalam
perbedaan yang signifikan. keadaan subterapetik sehingga obat
Dosis Kurang tidak dapat memberikan efek terapi.

67
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Tabel 3. Jumlah kasus dosis kurang pada pasien umum dan askes penderita epilepsi di
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo

Dari hasil analisis diketahui obat Dosis Lebih


yang paling banyak digunakan dengan Dosis berlebih disini maksudnya dosis
dosis kurang adalah fenobarbital obat yang terlalu besar atau frekuensi
sebanyak 4 kasus. Kemudian fenitoin 4 pemberiannya melebihi standar
kasus dan asam valproat 2 kasus, bahwa pengobatan epilepsi. Fenobarbital
pada 3 pasien yang mendapatkan 2 obat merupakan OAE yang termasuk dalam
dengan dosis kurang. Obat tersebut dosis lebih apabila pasien terus menerus
merupakan golongan OAE. Jika dosis diberikan terapi obat tersebut dengan
OAE digunakan dalam pengobatan dosis yang berlebih maka akan
dengan dosis yang tidak memenuhi menyebabkan peningkatan konsentrasi
standar akibatnya obat tidak dapat plasma dan mencapai dosis toksik.
memberikan efek terapi.

Tabel 4. Jumlah kasus dosis berlebih pada pasien umum dan askes penderita epilepsi di
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo

Pada pasien umum yang dikatakan tinggi karena sebagian dari


mengalami dosis berlebih. Yakni pasien pasien berkembang mengalami hipotensi
dewasa dengan usia 27 dan 40 tahun. (Somsak et al., 2007). Sehingga pada
Bahwa pasien yang memperoleh dosis tabel 4 pasien bisa diasumsikan
fenobarbital 195 mg/hari sudah

68
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

menerima dosis berlebih karena (ataksi) dan nistagmus yang merupakan


melebihi dosis standar. gangguan pada mata mengenai gerakan
Pada penelitian yang sudah mata kekanan dan kekiri secara cepat.
dilakukan oleh (Sulistyono & Soedomo Juga pada pasien geriatri dapat terjadi
1998) bahwa penggunaan fenobarbital agitasi (kegelisahan atau keresahan) dan
pada dosis tinggi dapat mengakibatkan convuse (kebingungan).
terjadinya gangguan koordinasi motorik

Tabel 5. Interaksi obat pada pasien askes dan umum penderita epilepsi ditinjau dari jenis
kelamin dan usia di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo

Pada tabel 5. persentase total ini disebabkan karena banyaknya jumlah


pada 88 pasien yang mengalami interaksi obat yang diberikan pada masing-masing
obat sebanyak 32 pasien (36,4%). Yaitu pasien dan juga penggunaan OAE yang
pasien umum diperoleh 17 pasien lebih dari satu macam obat. Menurut
(38,6%) dan 15 pasien (34,1%) pada Johannessen (2007) dalam studi terbaru
pasien askes. Selain itu berdasarkan pada pasien dewasa menunjukan bahwa
perbandingan 2 kelompok bahwa p value 64% menggunakan politerapi dengan
yang diperoleh menunjukan (P>0,05) dua atau lebih jenis OAE sehingga terjadi
yang berarti dari kedua kelompok interaksi obat dan 35% pasien menderita
tersebut tidak ada perbedaan yang gangguan SSP.
bermakna mengenai data interaksi obat. Interaksi Obat
Berdasarkan data yang diperoleh, Interaksi obat dapat didefinisikan
terjadinya interaksi obat pada pasien sebagai modifikasi efek satu obat akibat
umum dan askes penderita epilepsi obat lain yang diberikan pada awalnya
rawat jalan di RS Prof. Dr. Margono atau diberikan bersamaan atau bila dua
Soekardjo Purwokerto sangat besar. Hal atau lebih obat berinteraksi sedemikian

69
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

rupa sehingga keefektifan atau toksisitas berdasarkan sumber biaya. Interaksi ini
satu obat atau lebih berubah. Dua atau terjadi pada obat Risperidon yang
lebih obat yang diberikan pada waktu bekerja menghambat reseptor-D2 dan -
bersamaan dapat memberikan efek 5HT2, juga dari reseptor-α1,-α2, dan –
tanpa saling mempengaruhi, atas bisa H1. Blokade α1 dan α2 dapat
jadi saling berinteraksi. Interaksi menimbulkan hipotensi dan depresi
tersebut dapat berupa potensiasi atau sedangkan blokade H1 berkaitan dengan
antagonisme satu obat oleh obat sedasi. Dengan Haloperidol yang bekerja
lainnya, atau kadang efek yang lain memblok reseptor dopaminergik D1 dan
(Fradgley, 2003). D2 di postsinaptik mesolimbik otak dan
Interaksi obat yang terjadi pada apabila obat ini digunakan secara
penderita epilepsi dapat terjadi pada bersamaan dapat mengakibatkan efek
interaksi antara OAE dengan OAE aditif yang apabila dikombinasi antara

lainya, atau OAE dengan obat lainya kedua obat tersebut akan saling

yang digunakan dalam waktu mengkuatkan sehingga terjadi

bersamaan dalam kurun waktu 24 peningkatan resiko aritmia ventrikular

jam. Interaksi obat yang tergolong berat dengan hilangnya ritme jantung pada

pada tabel 6 diatas hanya ada 1 kasus bagian ventrikular dan mengakibatakan

akan tetapi memang memerlukan kematian mendadak (Baxter Karen,

perhatian khusus karena interaksi berat. 2006).

Hal ini dilihat dari segi tingkat keparahan Kasus terbanyak interaksi obat

interaksi pada penggunaan kedua obat adalah pada interaksi antara OAE dengan

sehingga mampu mengakibatkan hal OAE. Pada tabel 6. pasien umum yang

yang tidak diinginkan. Interaksi obat ini mengalami interaksi ini sebanyak 23

merupakan interaksi farmakodinamik kasus dan pada pasien askes sebanyak

karena sinergisme antara dua obat yang 12 kasus. Pengguanaan secara

bekerja pada sistem dan organ dengan bersamaan antara OAE dengan OAE

efek farmakologi yang sama seperti dapat mengakibakan induksi enzim

kombinasi dua antidepresan (Fradgley, sehingga dapat mengurangi

2003). Interaksi ini masuk pada metabolisme satu sama lain namun

kelompok askes yang memang memiliki interaksi ini masih masuk dalam kategori

perbedaan dengan pasien umum interaksi sedang (Lakeha, et al., 2002).

70
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Selain interaksi antara OAE dan metabolit hepatotoksik (Bray GP et al,


OAE, ada juga interaksi OAE dengan obat 1992).
lainya pada penderita epilepsi Pemberian bersamaan antara OAE
dikarenakan banyaknya obat yang dengan H2-Bloker dapat meningkatkan
diterima pasien dengan penyakit konsentrasi plasma seperti pada
penyerta. Interaksi ini juga termasuk penggunaan fenitoin, sehingga
pada interaksi pada kategori sedang. menyebabkan toksisitas. Fenitoin
Yaitu pada interaksi antara OAE dengan dengan ranitidine telah terbukti dapat
Antidepresan, OAE dengan parasetamol, menghambat CYP450. Sehingga pada
OAE dengan H2 Bloker, OAE dengan pasien lanjut usia memiliki resiko
Antikolinergik dan interaksi antara obat toksisitas (misalnya, disfungsi ginjal,
Antidepresan dengan Antikolinergik. hipoalbuminemia) (Ted Tse CS et
Interaksi yang terjadi antara OAE al,1993). OAE dengan Antikolinergik
dengan antidepresan yaitu OAE dapat seperti Triheksifenidil/THP memiliki
menurunkan konsentrasi serum pengaruh aditif pada sistem saraf pusat
butyrophenone yang berhubungan (SSP). Secara individual THP dapat
dengan induksi metabolisme CYP450 menyebabkan gangguan kognitif dan
dari butyrophenones yang berfungsi psikomotor, mengantuk, dan pusing.
sebagai efek sedatif. Kasus yang pernah Apabila digunakan bersamaan dapat
terjadi adalah hiperpireksia (peningkatan mengakibatkan efek yang lebih kuat.
suhu tubuh) akibat penggunaan obat Interaksi Antidepresan dengan
tersebut secara bersamaan (Jann MW et antikolinergik memiliki pengaruh yang
al, 2001). sama yaitu pada SSP seperti interaksi
Penggunaan OAE secara OAE dengan antikolinergik (Westlake RJ
bersamaan dengan parasetamol dapat & Rastegar A, 1973). Penggunaan secara
meningkatkan potensi hepatotoksisitas bersamaan antara golongan
dan mengurangi efek farmakologis pada benzodiazepin dan antidepresan
parasetamol. Mekanisme ini berpengaruh SSP dan pernapasan efek
berhubungan dengan induksi yang timbul berupa efek aditif yang
metabolisme parasetamol dengan mengakibatkan kondisi tubuh semakin
peningkatan konsekuensi dalam lemah pada pasien lanjut usia (Silverman
G & Braithwaite RA, 1973).

71
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Tabel 6. Jumlah kasus interaksi obat pada pasien askes dan umum penderita epilepsi
ditinjau dari jenis kelamin dan usia di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo

Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh pada Daftar Pustaka
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Amadou Gallo Diop., Hanneke M., De
Boer., Custodia Mandlhate.,
hasil dari identifikasi permasalahan dosis
Leonid Prilipko., Harry Meinardi.,
baik dosis kurang, dosis berlebih dan 2003, The global campaign
against epilepsy in Africa, Acta
interaksi obat pasien umum dan pasien
Tropica (87) : 149-159
askes penderita epilepsi rawat jalan di Baker G.A, Brooks J, Buck D, Jacoby A.
The Stigma of Epilepsy a
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo tidak
European Perspective. Epilepsia
ada perbedaan yang signifikan. 1999; 41(1): 98-104.

72
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Bray G.P, Harrison P.M, O’Grady J.G, Silverman G, Braithwaite R.A., 1973,
Tredger J.M, Williams JM, Benzodiazepines and tricyclic
Williams R, Long-term antidepressant plasma levels.
anticonvulsant therapy worens BMJ 3, 18-20.
outcome in paracetamol- Somsak Tiamkao M.D, Nattakarn
induced fulminant hepatic Mayurasakorn M.D, Panit Suko
failure. Hum Exp Taxicol (1992) M.D, Suthipun Jitpimolmard
11, 265-70. M.D., 2007, Very-high-dose
Djoenadi, Benyamin. Diagnosis of Seizure phenobarbital for refractory
and Epilepsy Syndromes. status epilepticus. J Med Assoc
Epilepsia. 2000, 5 (1): 1 - 17 Thai 90 (12): 2597-600
Fradgley, S., Aslam, M., Tan, C.K., Sopiyudin. Dahlan. 2005. Besaran
Prayitno, A., 2003, Interaksi Obat Sampel dalam Penelitian
dalam Farmasi Klinis Menuju Kedokteran dan Kesehatan.
Pengobatan Rasional dan Jakarta: Arkans
Penghargaan Pilihan Pasien, Sopiyudin. Dahlan. 2011. Statistik Untuk
Universitas Surabaya, Elex Media Kedokteran dan Kesehatan.
Komputindo, Jakarta, 120-130. Jakarta: Salemba Medika.
Jann M.W, Chang W.H, Lane H.Y., 2001, Sulistyono dan Soedomo, H.,
Differences in haloperidol Fenobarbital Sebagai Obat Abti
epidemiologic pharmacokinetic Epilepsi, Epilepsi, 1998; 3: 55
studies. J Clin Psychopharmacol. Suryani Gunadharma., 2007, The need
21, 628-30. for epilepsy surgery services in
Johannessen Landmark, C.; Rytter, E.; Indonesia, Neurology Asia 12
Johannessen, S.I., 2007, (Supplement 2) : 35 – 37
Clinicaluse of antiepileptic drugs Ted Tse C.S, Akinwande K.I, Biallowons
at a referral center for epilepsy. K., 1993, Phenytoin
Seizure 16, 356- 364. contrentation elevation
Baxter Karen. 2006. Stockley’s Drug subsequent to ranitidine
Interactions. Eigth edition. administration. Ann
Pharmaceutical Press. London. Pharmacoter 27, 1448-51.
Lakehal F, Wurden C.J, Kalhorn T.F, Levy Westlake R.J, Rastegar A., 1973,
R.H., 2002 Carbamazepine and Hyperpyrexia from drug
Oxarbazepine decrease pheytoin combination. JAMA 225, 1250
metabolism through inhibition of Whyte I.M, Buckley N.A, Dawson A.H.,
CYP2C19, Epilepsy Res 52, 79-83 2002, Data collection in clinical
Manjula D, David J, Kulkarni C., 2002, toxicology: are there too many
Prescribing pattern of anti- variables? J Toxicol Clin Toxicol
seizure medications (ASMs): An 40: 223–230.
evaluation of xanthine co- Yuniningsih, Tri. 2002. Studi Komparatif
medication. Pol J Tingkat Kepuasan Pelayanan
Pharmacol.;54:285–91 Publik antara Peserta Askes dan
Notoatmodjo, Soekidjo., 2002. Non Askes di RSUP. Dr. KARIADI
Metodologi Penelitian Semarang. Tesis Magister
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Administrasi Publik Universitas
Diponegoro Semarang.

73

Вам также может понравиться