Вы находитесь на странице: 1из 6

D.

GLOBALISASI PENYEBAB UTAMA LUNTURNYA ETIKA SOSIAL

DAN BUDAYA DAERAH DI INDONESIA

Perubahan dalam teknologi informasi telah merubah sebagian besar masyarakat dunia,
terutama yang tinggal diperkotaan khususnya kelakuan remaja Indonesia. Media berperan
besar dalam pembentukan budaya masyarakat dan proses peniruan gaya hidup dengan
adanya perubahan cepat dalam teknologi informasi menimbulkan pengaruh negatif,
meskipun pengaruh positifnya masih terasa. Kalau dapat diumpamakan remaja perkotaan
sudah tertular dengan gaya hidup barat. Hal ini terlihat pada remaja mengikuti
perkembangan mode dunia, mulai dari fashion, gaya rambut, casting HP yang berganti-
ganti, pakaian dan sebagainya. Remaja generasi saat ini menjadi tidak kritis terhadap
persoalan sosial yang terjadi dimasyarakat karena terbuau dengan perkembangan zaman.
Terjadinya perubahan gaya hidup tersebut pada hakikatnya tidak terlepas dari faktor
internal (keluarga) karena dari dalam keluargalah faktor utama yang dapat menghambat
atau setidaknya seorang anak dapat dikendalikan. Misalnya saja dengan bimbingan dan
arahan dari orang tua, seorang anak diberi nasihat-nasihat yang baik tidak hanya pada saat
berkumpul bersama saja, namun di sela-sela waktu yang ada hendaknya diberi arahan yang
baik. Seorang anak juga harusnya dikontrol tentang pergaulannya kapan waktunya untuk
main dan mengerjakan pekerjaan ataupun tugas-tugasnya yang lain. Serta membatasi
pergaulan remaja agar tidak terbawa teman-temannya yang mungkin penghuni pergaulan
bebas (negatif).
Beberapa faktor lain yang menyebabkan menurunnya moral dan etika generasi muda saat
ini adalah:
a. Salah pergaulan, apabila kita salah memilih pergaulan kita juga bisa ikut-ikutan untuk
melakukan hal yang tidak baik
b. Orang tua yang kurang perhatian, apabila orang tua kuran memperhatikan anaknya,
bisa-bisa anaknya merasa tidak nyaman berada di rumah dan selalu keluar rumah. Hal
ini bisa menyebabkan remaja terkena pergaulan bebas.
c. Ingin mengikuti trend, bisa saja awalmya para remaja merokok adalah ingin terlihat
keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalu sudah mencoba merokok dia
juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
d. Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian.
Adanya globalisasi pada budaya dan etika sosial yang sudah sangat memprihatinkan
menghasilkan generasi generasi yang memiliki etika yang kurang baik dan tidak mencintai
budaya daerah mereka sendiri. Kita sebagai generasi muda harus
mengantisipasi,memilah,dan mengurangi dampak negatif tersebut. Tentunya untuk
mengantisipasi, memilah, dan mengurangi dampak negatif tersebut harus dilaksanakan
pada banyak bidang tentunya yang terpenting adalah bidang pendidikan dimana pendidikan
merupakan bidang yang berperan sangat penting untuk membentuk karakter generasi.
Lewat pendidikan haruslah bisa merubah karakter generasi generasi di Indonesia memiliki
jiwa nasionalis,memiliki cita cita yang tinggi untuk Indonesia,memiliki kecintaan pada
budaya daerah,memiliki etika sosial yang baik,dan bersemangat tinggi dengan cara
merubah sistem pendidikan di Indonesia seperti mata pelajaran seni budaya ataupun bahasa
daerah yang dahulu menjadi jadwal pelajaran wajib sekarang sudah mulai pudar.Sehingga
sistem pendidikan di Indonesia haruslah diperbaiki sebaik mungkin untuk melahirkan
generasi generasi harapan bangsa.Dengan banyak potensi budaya daerah di Indonesia
seluruh lapisan generasi haruslah dapat melestarikan budaya tersebut agar tidak punah dan
pudar ditengah kemajuan zaman.Seluruh lapisan generasi tidak hanya harus melestarikan
budaya di Indonesia namun juga harus bisa memperkenalkan budaya Indonesia kepada
bangsa lain. Ketika seluruh lapisan generasi dapat melestarikan dan memperkenalkan
budaya daerah di Indonesia kepada bangsa lain maka begitu indahnya Indonesia.Sebuah
negara dengan keanekaragaman budaya daerahnya.

E. BAGAIMANA KONDISI ETIKA SOSIAL DAN BUDAYA


DAERAH DI INDONESIA DARI BERBAGAI GENERASI
SAAT INI.
Indonesia merupakan negara yang dapat dikatakan sebagai negara yang kaya akan budayanya,
dengan memiliki keragaman yang cukup bervariasi, dapat digunakan sebagai penambah
indahnya khasanah sebuah negara. Namun, Indonesia harus tetap mampu mempertahankan
eksistensi kebudayaannya. Apabila diulang kembali berbagai peristiwa yang terjadi, banyak
kebudayaan Indonesia yang telah dirampas oleh negara-negara lain. Hal ini dapat membuktikan
dengan jelas bahwa belum adanya kekuatan hukum yang kuat yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia tentang kebudayaannya. Sehingga akan menyebabkan kemudahan bagi bangsa lain
untuk mengambil dan mengakuinya.
Bukan hanya itu saja, kemajuan teknologi informasi pada masa sekarang ini telah cepatnya
merubah kebudayaan Indonesia menjadi kian merosot. Sehingga menimbulkan berbagai
opini yang tidak jelas, yang nantinya akan melahirkan sebuah kebingungan di tengah-
tengah berbagai perubahan yang berlangsung begitu rumitnya dan membuat pusing bagi
masyarakatnya sendiri.
Dan yang lebih memprihatinkan lagi, banyak kesenian dan bahasa Nusantara yang
dianggap sebagai ekspresi dari bangsa Indonesia akan terancam mati. Sejumlah warisan
budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang sendiri telah hilang entah kemana. Padahal
warisan budaya tersebut memiliki nilai tinggi dalam membantu keterpurukan bangsa
Indonesia pada jaman sekarang.
Sungguh ironis memang apabila ditelaah lebih jauh lagi. Akan tetapi, kita tidak hanya
mengeluh dan menonton saja. Sebagai warga negara yang baik, mesti mampu menerapkan
dan memberikan contoh kepada anak cucu nantinya, agar kebudayaan yang telah
diwariskan secara turun temurun akan tetap ada dan senantiasa menjadi salah satu harta
berharga milik bangsa Indonesia yang tidak akan pernah punah.
Globalisasi juga memberikan dampak bagi kebudayaan Indonesia, Arus globalisasi saat ini
telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia. Derasnya
arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang
mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T
(Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengakibatkan berkurangnya keinginan
untuk melestarikan budaya negeri sendiri.
Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan
budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Bahkan bila kita tinjau Tapanuli (Sumatera Utara)
misalnya, dua puluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat
untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam
acara ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang
meriah. Namun saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan
daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi
dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah
tersebut,bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang
menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi
lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya.
Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa Indonesia
yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sekarang ada kecenderungan
di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta
seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda
menggunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No
problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar
di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan
melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya
gaya hidup dan fashion. Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung
tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada
kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang
memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film
dan majalah-majalah luar negeri yang ditransformasikan ke dalam sinetron-sinetron
Indonesia.

Derasnya arus informasi yang juga ditandai dengan hadirnya internet turut serta
menyumbang bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah menjadi trend
di lingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat ialah
meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang di Barat merupakan
suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima
dengan baik. Pada sisi inilah globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan
budaya Timur (termasuk Indonesia) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi
dan nilai-nilai ketimuran.

Perkembangan keubudayaan Indonesia yang dari masa kerajaan sampai era globalisasi ini
memberikan beberapa dampak bagi masyarakat. Kebudayaan Indonesia adalah
serangkaian gagasan dan pengetahuan yang telah diterima oleh masyarakat-masyarakat
Indonesia (yang multietnis) itu sebagai pedoman bertingkah laku dan menghasilkan
produk-produk kebudayaan itu sendiri. Hanya persoalannya, ide-ide dan pengetahuan
masyarakat-masyarakat Indonesia juga mengalami perubahan-perubahan, baik karena
faktor internal maupun eksternal.
Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan
sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke
arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai
tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian
tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan
eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses
modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana
difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi
masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan
tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian
tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta
kini tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat
wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan
pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik,
menurut saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih
berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk
merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa
jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga
dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun
demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya
globalisasi.

Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami
perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri
dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja
kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat.
Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar
tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak
panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional
yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain ketoprak masih ada
kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu
wayang kulit. Beberapa dalang wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki
Anom Suroto tetap diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun
pertunjukan secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun
lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan besarnya minat
masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan Museum Nasional
pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit dengan
mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan
tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.

Вам также может понравиться