Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
CVA SAH
“Cerebrovascular Accident: Subarakhnoid Hemorrhage”
B. Etiologi
Dewanto et all (2009) menyebutkan bahwa etiologi perdarahan subarakhnoid
meliputi:
Ruptur aneurisma sakular (70-75%)
Malformasi arteriovena
Ruptur aneurisma fusiform
Ruptur aneurisma mikotik
Kelainan darah: diskrasia darah, penggunaan antikoagulan, dan
gangguan pembekuan darah
Infeksi
Neoplasma
Trauma
Trombosis : Bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher:
Arteriosklerosis serebral.
Embolisme serebral : Bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain: endokarditis, penyakit jantung
reumatik, infeksi polmonal.
Iskemia : Penurunan aliran darah ke area otak: Kontriksi ateroma
pada arteri.
Hemoragi Serebral : Pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak
C. Faktor Resiko
Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor-faktor yang tidak dapat
diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2007).
Faktor Resiko yang Dapat Faktor Resiko yang Tidak Dapat
dimodifikasi dimodifikasi
- Tekanan darah tinggi - Usia tua
- Merokok - Jenis kelamin (banyak terjadi
- Diabetes Mellitus
pada laki-laki)
- Aterosklerosis
- Herediter/genetik
- Atrial fibrilasi
- Riwayat stroke atau
- Penyakit jantung lain
- Transient ischemic attack serangan jantung
- Anemia bulan sabit
sebelumnya
- Kolesterol tinggi
- Obesitas
- Intake alkohol yang tinggi
- Penggunaan obat-obatan
illegal
D. Manifestasi Klinis
Gejala CVA sesuai dengan Area arteri yang terkena
hemiparesis dysphasia Perubahan Penurunan ataksia
visual level
kesadaran
Karotid v v v v
Cerebral v v v v
tengah
vertebrobasilar v v
Keterangan:
- Hemiparesis : paralisis/kelumpuhan otot pada salah satu sisi tubuh
- Dysphasia : kesulitan dalam mengucapkan atau menyusun kata-kata
- Perubahan visual : perubahan lapang pandang penderita. Contoh lapang
pandang penderita stroke tergantung pada area otak yang mengalami gangguan.
- Penurunan level kesadaran : penurunan Glasgow coma scale
- Ataksia : kegagalan otak untuk mengontrol pergerakan tubuh, sehingga
gerakan tubuh menjadi tidak terkendali
Menurut Hunt dan Hess (1968) dalam Dewanto G, et al. 2009, gejala CVA SAH dapat
dilihat dari derajat nya, yaitu:
Derajat GCS Gejala
1 15 Asimtomatik atau nyeri kepala minimal serta kaku
kuduk ringan.
2 15 Nyeri kepala moderat sampai berat, kaku kuduk, defisit
neurologis tidak ada (selain parese saraf otak).
3 13-14
Kesadaran menurun (drowsiness) atau defisit
neurologis fokal.
4 8-12 Stupor, hemiparesis moderate sampai berat,
permulaan desebrasi, gangguan vegetatif.
5 3-7 Koma berat, deserebrasi.
Pasien dengan perdarahan sub arachnoid didapatkan gejala klinis
Nyeri kepala mendadak,
Adanya tanda rangsang meningeal (mual, muntah, fotofobia/intoleransi
cahaya, kaku kuduk),
Penurunan kesadaran, serangan epileptik, defisit neurologis fokal (disfasia,
hemiparesis, hemihipestesia (berkurangnya ketajaman sensasi pada satu sisi
tubuh). Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi bila ada
perdarahan sub arachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri (Dewanto
et al., 2009).
Onset dari gejalanya biasanya tiba-tiba perjalanan penyakit perdarahan
subarochnoid yang khas dimulai dengan sakit kepala yang sangat hebat (berbeda
dengan sakit kepala biasa), onset biasanya 1-2 detik hingga 1 menit dan sakit
kepalanya sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas yang dilaksanakan oleh
penderita. Sakit kepala makin progresif, kemudian diikuti nyeri dan kekakuan pada
leher, mual muntah sering dijumpai perubahan kesadaran (50%) kesadaran hilang
umumnya 1-2 jam, kejang sering dijumpai pada fase akut (sekitar 10-15%)
perdarahan subarochnoid sering diakibatkan oleh arterivena malformasi. Umumnya
onset saat melakukan aktivitas 24-36 jam setelah onset dapat timbul febris yang
menetap selama beberapa hari.
Perbedaan tanda dan gejala stroke berdasarkan proses patologis :
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
- Permulaan Subakut Sangat Akut
- Waktu Bangun pagi Lagi Aktif
- Nyeri Kepala Tidak ada Ada
- Kejang Tidak ada ++
- Kesadaran Menurun Kadang-kadang +++ hebat sampai
(sedikit) koma
Gejala Objektif
Koma +/- ++
Kaku kuduk Tidak ada ++
Kernign sign Tidak ada +
Papil edema Tidak ada +
Perdarahan retina Tidak ada +
E. Patofisiologi
(terlampir)
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang
dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk
metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka
akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber
untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
Untuk mengetahui hiponatremia akibat salt wasting
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke
hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan
pencetus stroke hemoragik
G. Penatalaksanaan
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya:pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
H. Komplikasi
1. Hemiparesis dan hemiplegia: Kelemahan dan paralisis satu sisi tubuh terjadi
karena kerusakan area mata pada kortek atau pada saluran serat piramidal.
2. Apraksia adalah suatu kondisi dimana klien dapat menggerakan bagian yang
terkena tetapi tidak dapat digunakan untuk pergerakan dengan tujuan spesipik
(berjalan, bicara, pembersihan)
3. Apasia adalah kerusakan dalam menggunakan dan interpretasi simbol bahasa.
Apasia mungkin meliputi beberapa atau semua aspek dari penggunaan bahasa
seperti berbicara, membaca, menulis, dan mengerti pembicaraan. Katagori
apasia adalah :
a. Apasia sensorik (reseptive aphasia)
Disebut juga wernicke aphasia, dapat berbicara dengan artikulasi dan
gramatikal yang benar tetapi kurang mampu memahami isi/kata yang
dibicarakan