Вы находитесь на странице: 1из 162

ANALISIS PELAKSANAAN STRATEGI DOTS DALAM PROGRAM

PENANGGULANGAN TB (P2TB) DI PUSKESMAS ARAS KABU


KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH

HANA E. E. P.
NIM :131000560

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS PELAKSANAAN STRATEGI DOTS DALAM PROGRAM
PENANGGULANGAN TB (P2TB) DI PUSKESMAS ARAS KABU
KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

HANA E. E. P.
NIM :131000560

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ ANALISIS
PELAKSANAAN STRATEGI DOTS DALAM PROGRAM
PENANGGULANGAN TB (P2TB) DI PUSKESMAS ARAS KABU
KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2017
” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak
melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan
etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini
saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya
saya ini, atau klaim pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2018


Yang membuat pernyataan

Hana E. E. P.

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang di tingkat global dan nasional, penanggulangan TB di Indonesia sudah
dimulai sejak tahun 1995 dengan pengobatan dengan sistem DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse) yang dapat memutuskan rantai penularan TB.
Puskesmas Aras Kabu memiliki angka kesembuhan sebesar 6,98% dan angka
penemuan kasus sebesar 21,03 %. Data ini membuktikan bahwa angka
kesembuhan dan angka penemuan kasus di Puskesmas Aras Kabu belum
mencapai target yang ditetapkan yaitu 85% dan 70%. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang pelaksanaan Program
Penanggulangan TB (P2TB) dengan strategi DOTS di Puskesmas Aras Kabu
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan
data adalah wawancara mendalam dan observasi. Informan dalam penelitian ini
berjumlah 7 orang yang merupakan Staf Penanggulangan Masalah Kesehatan
Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, Kepala Puskesmas Aras Kabu,
Penanggungjawab P2TB, Petugas TB, Petugas Lab, PMO dan Pasien TB. Analisa
data dengan metode Miles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan dengan strategi DOTS di
Puskesmas Aras Kabu belum berjalan dengan maksimal. Hal ini dilihat dari
komitmen pemerintah daerah yang belum dilaksanakan, penjaringan suspek TB
Paru yang masih pasif, diagnosis TB dengan pemeriksaan secara mikroskopis
dengan sputum yang salah, dan PMO yang tidak rutin dilatih.
Bedasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten Deli Serdang lebih menguatkan komitmen dengan kerjasama lintas
sektoral, kepada Puskesmas Aras Kabu diharapkan untuk membentuk tim khusus
penjaringan suspek TB aktif dan memberikan edukasi rutin kepada PMO untuk
pemeriksaan mikroskopis yang akurat.

Kata kunci: Pelaksanaan Program,Tuberkulosis Paru, Strategi DOTS

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT

Pulmonary tuberculosis is one of public health problem in global and


national level.The Pulmonary tuberculosis’s tackling has been starting from 1995
by applying the medical treatment by DOTS strategy (Directly Observed
Treatment Shortcourse) which can break the chain of transmission of the illness.
Aras Kabu Puskesmas cure rate at is 6,98% and case detection rate is 21,03%.
These data mean that the cure rate and case detection rate at Aras Kabu
Puskesmas have not reach the target are at least 85% and 70%. This research
aimed to see clearly and deeply about the implementation of pulmonary
tuberculosis tackling program with DOTS strategy at Aras Kabu Puskesmas.
This research was a qualitative research and the method of data collection
was done by in-depth interviews and observation. Informants in this research
amounted to 7 people, consisting of the employee for Health Problem Tackling at
Health Departement of Deli Serdang Regency, the head of Aras Kabu
Puskesmas,the staff in charge of pulmonary tuberculosis tackling program, the
pulmonary tuberculosis officer, the laboratory officer, the PMO and the patient of
TB. Analysis of the data used Miles dan Huberman’s method.
The result of research indicated that the implementation DOTS strategy on
pulmonary tuberculosis tackling program Aras Kabu Puskesmas not yet did
maximally. It is seen from the political commitment that still not maximally done
by in region level, Passive TB Suspect case finding, TB Diagnose by microscopic
check with wrong sputum and uncontinious training for PMO.
Based on result of research, in order to perform better, the Health
Department of Deli Serdang Regency should strengthen the commitment to across
sectoral. Aras Kabu Puskesmas in order to make one special team for active case
finding and perform continioys training for the PMO about sputum collection for
accurate sputum inspection by microscopic check up.

Keywords: Tackling of Program,Pulmonary Tuberculosis, DOTS Strategy

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa,

atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan judul “ Analisis Pelaksanaan Strategi DOTS Dalam

Program Penanggulangan TB (P2TB) di Puskesmas Aras Kabu Kecamatan

Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017”. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi terhadap yang

terhormat:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr.Drs. Zulfendri, M. Kes. selaku Kepala Departemen AKK beserta staf

pengajar bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM USU.

4. dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku dosen pembimbing I (satu) dan dr. Fauzi,

S.K.M. selaku dosen pembimbing II (dua) yang telah banyak membimbing

penulis selama penulisan skripsi ini.

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. dr. Rahayu, M. Kes, Ph.D. selaku dosen penguji I (satu) dan Puteri Cinta

Citra Asyura Nasution selaku dosen penguji II (dua) yang telah

memberikan masukan dan kritikan untuk kesempurnaan skripsi saya.

6. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah banyak membantu dan

memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang yang telah memberikan

izin penelitian dalam penulisan skripsi ini.

8. dr. Henny Adrianne, selaku Kepala Puskesmas Aras Kabu yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dan

bersedia menjadi informan yang memberikan informasi data untuk

kelancaran skripsi ini.

9. Kedua orang tua, Henry S. Pasaribu dan Vivi Yanti yang terkasih dan

tersayang, dimana telah memberikan dukungan dan doa yang luar biasa

sejak lahir hingga sekarang. Sungguh bersyukur dan terberkati mendapat

dukungan kalian. Tuhan memberkati.

10. Laurine Pasaribu dan Marchell Pasaribu, dua saudara kandung terkasih

yang selalu memberikan doa, dukungan dan bantuan selama penulisan

skripsi ini.

11. Sahabat selama kuliah (Yenni, Rara, Annissa, Anggi, Arvin, Agung,

Kevin, Ayi dan Bang Hardy). Terima kasih selalu menjadi penyemangat

dan pendukung segala kegiatan dan proses penulisan skripsi saya selama

ini.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Keluarga Guru Sekolah Minggu GMII Anugerah terkhusus Kak Vio dan

Indah yang tidak pernah lelah menjadi pengingat dan penyemangat serta

bantuan selama penulisan skripsi dan selalu mendukung di dalam doa.

13. Keluarga besar XL Future Leaders, (Engel, Sarai, Rizal, Aldian, Arya,dan

Fandhi) yang selalu menjadi penyemangat yang memberikan dukungan

tanpa henti selama penulisan skripsi, Serta semua pihak yang tak dapat

saya sebutkan satu per satu yang telah membantu saya untuk

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan

yang bearti bagi semua pihak dan untuk kemajuan ilmu Kesehatan

Masyarakat.

Terima Kasih.

Medan, Januari 2018

Penulis

Hana E. E. P.

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................................. iii
ABSTRACT ................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 8


2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat ........................................................ 8
2.1.1 Pengertian Puskesmas ........................................................ 8
2.1.2 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas .................................. 8
2.1.3 Tugas dan Fungsi Puskesmas ............................................. 9
2.1.4 Wewenang Puskesmas Puskesmas ..................................... 9
2.1.5 Upaya Kesehatan Masyarakat .......................................... 11
2.2 Tuberkulosis ............................................................................... 11
2.2.1 Pengertian Tuberkulosis ................................................... 11
2.2.2 Penyebab Tuberkulosis .................................................... 12
2.2.3 Gejala Tuberkulosis.......................................................... 13
2.2.4 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Tuberkulosis ......... 13
2.2.5 Penularan Tuberkulosis .................................................... 17
2.2.6 Pencegahan Tuberkulosis ................................................. 18
2.2.7 Pengobatan Tuberkulosis ................................................. 20
2.3 Program Penanggulangan TB(P2TB) ........................................ 21
2.3.1 Program Nasional Penanggulangan TB Indonesia ........... 21
2.3.2 Tujuan Penanggulangan TB ............................................. 22
2.3.3 Kegiatan Penanggulangan TB .......................................... 24
2.3.4 Evaluasi Program Penanggulangan TB ............................ 26
2.4 Strategi DOTS ( Directly Observed Treatments Shortcourse) .. 27
2.5. Tata Pelaksanaan TB Paru ....................................................... 31
2.5.1 Penemuan Penderita TB Paru ........................................... 31
2.5.2 Diagnosa TB Paru ............................................................ 34
2.5.3 Pengawas Menelan Obat (PMO) ...................................... 35
2.5.4 Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Paru .................... 36

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5.5 Evaluasi Pengobatan ........................................................ 40
2.6.Kerangka Pikir ........................................................................... 42

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 45

3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 45


3.2 Lokasi danWaktu Penelitian ...................................................... 45
3.2.1 Lokasi Penelitian............................................................ 45
3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................ 45
3.3 Informan Penelitian .................................................................... 46
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 46
3.4.1 Data Primer ................................................................... 46
3.4.2 Data Sekunder ................................................................ 46
3.5 Triangulasi.................................................................................. 47
3.6 Metode Analisis Data ................................................................. 47
3.7 Instrumen Penelitian................................................................... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................. 48

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................... 48


4.1.1 Letak Geografis.............................................................. 48
4.1.2 Data Demografis ............................................................ 48
4.1.3 Sumber Daya Tenaga Kesehatan ................................... 49
4.2 Karateristik Informan ................................................................. 49
4.3 Wawancara Program Penanggulangan TB Paru dengan
Strategi
DOTS di Puskesmas Aras Kabu tahun 2017.............................. 50
4.3.1 Pernyataan Informan tentang komitmen politis
dalam Program Penanggulangan TB Paru. ...................... 51
4.3.2 Pernyataan Informan tentang Kerja Sama dalam
Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di
Puskesmas Aras Kabu. .................................................... 51
4.3.3 Pernyataan Informan tentang Pelatihan dan
Pengembangan Sumber Daya dalam Pelaksanaan
Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas
Aras Kabu........................................................................ 52
4.3.4 Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana
yang Diperlukan dalam Pelaksanaan Program
TB Paru di Puskesmas Aras Kabu. ................................. 54
4.3.5 Pernyataan Informan tentang Sumber Pendanaan
Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB
Paru di Puskesmas Aras Kabu. ....................................... 55
4.3.6 Pernyataan Informan tentang Diagnosa Penderita TB
dan Pemeriksaan Mikroskopis di Puskesmas
Aras Kabu........................................................................ 56
4.3.7 Pernyataan Informan tentang Penjaringan suspek

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TB Paru dengan Strategi DOTS di Puskesmas
Aras Kabu. ...................................................................... 57
4.3.8 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan OAT di
Puskesmas Aras Kabu. .................................................... 58
4.3.9 Pernyataan Informan tentang Pengobatan TB
Paru Dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang
Diawasi Oleh PMO di Puskesmas Aras Kabu ................ 59
4.3.10 Pernyataan Informan tentang Pencatatan dan
Pelaporan yang dilakukan dalam Pelaksanaan
Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas
Aras Kabu. ...................................................................... 59
4.3.11 Pernyataan Informan tentang Pemantauan dan
Evaluasi yang dilakukan dalam Pelaksanaan
Program Penanggulangan TB Paru Puskesmas
Aras Kabu. ...................................................................... 60
4.3.12 Pernyataan Informan tentang Pelatihan dan tugas
Pengawas Minum Obat dalam Pelaksanaan Program
Penanggulangan TB Paru di Puskesmas
Aras Kabu.. ..................................................................... 61
4.3.13 Pernyataan Informan tentang Pelayanan Puskesmas
dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan
TB Paru di Puskesmas Aras Kabu.. ................................. 62
4.3.14 Pernyataan Informan tentang Tantangan Internal
maupun Eksternal dalam Pelaksanaan Program
Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aras Kabu. ...... 62
4.3.15 Pernyataan Informan tentang Strategi dalam
Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di
Puskesmas Aras Kabu.. .................................................. 64

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................ 66

5.1 Masukan (Input) ......................................................................... 66


5.1.1 Komitmen Poilitis .......................................................... 66
5.1.2 Tenaga Kesehatan yang Berkompeten ........................... 68
5.1.3 Sarana dan Prasarana P2TB ........................................... 73
5.1.4 Pendanaan ...................................................................... 75
5.2 Proses ......................................................................................... 80
5.2.1 Penjaringan Suspek TB ................................................. 80
5.2.2 Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara
mikroskopis ................................................................... 82
5.2.3 Pengobatan TB dengan OAT yang diawasi PMO
yang terlatih.................................................................... 84
5.2.4 Penjaminan Ketersediaan OAT ................................... 85
5.2.5 Sistem Pencatatan dan Pelaporan dalam
Monitoring dan Evaluasi ................................................. 87
5.3 Keluaran (Output) ...................................................................... 89

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 92

6.1 Kesimpulan ................................................................................ 92


6.2 Saran........................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 97


LAMPIRAN

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pikir.............................................................. 42

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah
Kerja Puskesmas Aras Kabu Tahun 2016 ......................... 49
Tabel 4.2 Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Aras Kabu Tahun
2016 .................................................................................... 49
Tabel 4.3 Karateristik Informan ......................................................... 50

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hana E.E.P. yang dilahirkan pada tanggal 16 Maret 1995

di Medan dan beragama Kristen Protestan, dengan suku bangsa penulis adalah

Batak. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan

Ayahanda Henry Salomo Pasaribu dan Ibunda Vivi Yanti Sabrina, S.E.

Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Budi Murni 3 Medan dari

tahun 2001 sampai tahun 2007, SMP Budi Murni 3 Medan dari tahun 2007

sampai tahun 2010, dan SMA Methodist 2 Medan dari tahun 2010 sampai tahun

2013. Pada tahun 2013 sampai tahun 2018 penulis melanjutkan penelitian S1 di

Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat Departemen

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

yang penting di tingkat global, nasional, regional maupun lokal. TB masih

menjadi salah satu penyakit menular yang menyebabkan angka kesakitan dan

kematian yang tinggi dengan menjadi 10 penyakit mematikan di dunia tahun

2015. Laporan resmi WHO Global Tuberculosis tahun 2016 menyebutkan bahwa

Indonesia menempati posisi kedua dengan beban TB tertinggi di dunia. Terdapat

10,4juta orang di dunia sakit karena TB dan sebanyak 1,4 juta orang diantaranya

meninggal karena TB. Salah satu cara untuk menanggulangi TB adalah dengan

adanya kerja sama lintas sektor. Global Fund adalah sebuah kemitraan antara

pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta dan orang-orang yang terkena

penyakit ATM (AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria). Global Fund mengumpulkan

dan menginventasikan dana hampir $ 4 milliar US per tahun untuk mendukung

program penanggulangan penyakit ATM di negara dan masyarakat yang paling

membutuhkan. Sejak tahun 2004, Indonesia menjalin kerja sama dengan Global

Fund untuk mendukung pendanaan program penanggulangan TB (P2TB) di

Indonesia. (Global Fund

Berdasarkan Survei Pravelensi TB oleh Badan Litbangkes Kemenkes RI

Tahun 2013-2014, angka insidence (kasus baru) penyakit TB di Indonesia sebesar

403/100.000 penduduk, sedangkan angka prevalence (kasus baru dan lama)

660/100.000 penduduk. Setiap tahun ditemukan 1 juta lebih kasus TB baru

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

dengan perkiraan jumlah penduduk Indonesia 250 juta, mencapai angka kematian

sebesar 100.000 orang/tahun atau 273 orang per hari. Secara nasional, penyakit

TB dapat membunuh sekitar 67.000 orang setiap tahun, setiap hari 183 orang

meninggal akibat penyakit TB di Indonesia.Data ini menegaskan bahwa Indonesia

saat ini dalam kondisi darurat TB.( Kemenkes RI,2015)

Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2014-

2016) menjelaskan bahwa jumlah penderita TB paru yang terdata pada tahun 2013

yaitu sebanyak 21.954 kunjungan (120,5%). Kemudian pada tahun terjadi

penurunan jumlah penderita TB paru sehingga jumlah penderita TB menjadi

19.062 jiwa (111,5%). Data dari profil kesehatan provinsi Sumatera Utara (2016)

menjelaskan bahwa terjadi peningkatan jumlah penderita TB paru di Provinsi

Sumatera Utara yaitu sebanyak 23.002 (122%).

Pengendalian TB di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan

Belanda namum masih terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerd

ekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP-4).Pada

tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai menerapkan strategi

pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (Directly Observed

Treatment Short-course, DOTS) yang dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap.

Strategi DOTS adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek dengan

keharusan setiap pengelola program TB untuk memfokuskan perhatian dalam

usaha menemukan penderita, observasi langsung dalam proses pengobatan jangka

pendek pasien dan memberikan pelayanan yang tertata dalam sistem nasional.

Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasilitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

Pelayanan Kesehatan terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan

kesehatan dasar. (Depkes RI, 2010)

Ada lima komponen dalam strategi DOTS menurut Kemenkes (2011)

yaitu: (1) Komitmen politis dari pemerintah yang ditandai dengan adanya progam-

program nasional khusus TB dan dukungan pendanaan dalam hal sarana,

prasarana, peralatan serta tenaga kesehatan yang terlatih. (2) Diagnosis TB

melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis dengan adanya sarana dan

prasarana laboratorium, serta petugas laboratorium yang berkompeten. (3)

Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang diawasi

langsung oleh satu Pengawas Minum Obat (PMO) terlatih untuk tiap pasien

selama tahap pengobatan. (4) Kesinambungan persediaan OAT dengan adanya

persediaan obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu; dan (5) Pencatatan

dan pelaporan secara baku dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi program

penanggulangan TB dengan adanya kartu pengobatan pasien yang terperinci dari

pemeriksaan sputum , penggunaan obat sampai selesai.

Kesuksesan dalam penanggulangan TB adalah dengan menemukan penderita

dan mengobati penderita sampai sembuh. WHO menetapkan target global Case

Detection Rate (CDR) atau penemuan kasus TB sebesar 70%, Cure Rate (CR)

atau angka kesembuhan pengobatan penyakit TB sebesar 85% dan kesalahan

laboratorium maksimal 5%. (Kemenkes RI, 2011)

Hasil penelitian dari Hasri dkk (2013) menyatakan bahwa mutu pelayanan

DOTS di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Sulawesi Selatan dipengaruhi

oleh: (1) Kompetensi teknis petugas TB; (2) Sarana dan prasarana untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

pelaksaan strategi DOTS; dan (3) Hubungan antar manusia ( pasien-petugas TB).

Penelitian Suarni dkk (2013) menyatakan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi

proses pelaksanaan strategi DOTS di RS Muhammadiyah Palembang adalah : (1)

Penggunaan OAT pada pasien TB; (2) Sistem pencatatan laporan kartu

pengobatan; (3) Jumlah petugas TB; (5) Koordinasi petugas TB dan dokter

spesialis; (5) Ruang unit khusus. DOTS dan (6) Monitoring dan evaluasi intern.

Hasil dari penelitian Mansur dkk (2015) menyatakan bahwa pelaksanaan strategi

DOTS yang belum maksimal di Puskesmas Desa Lalang dapat dipengaruhi oleh

(1) kualitas petugas TB dalam upaya penemuan kasus; (2) tidak adanya pelatihan

kepada pasien TB dalam menampung dahak; (3) pengaturan jadwal pelaporan

hasil pemeriksaan laboratorium ke Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) yang

kurang cepat; (3) penjaringan suspek TB ke masyarakat yang kurang aktif; (4)

adanya fasilitas pelayanan kesehatan lain ; dan (5) angka penemuan kasus yang

rendah.

Berdasarkan data profil kesehatan yang dilaporkan oleh Dinkes Deli

Serdang (2014) jumlah kunjungan penderita TB paru di Kabupaten Deli Serdang

yang terdata adalah sebanyak 2.623 kunjungan (113,5%). Menurut Profil

Kesehatan Deli Serdang (2015) terjadi peningkatan kembali untuk jumlah seluruh

kunungan penderita TB sebesar 2.886 kunjungan (123,26%). Peningkatan kasus

sebesar 2.992 kasus (129,26%) kasus dengan angka kesembuhan 91,25%, dan

angka keberhasilan pengobatan 94,39% . (Dinkes Deli Serdang, 2016)

Kabupaten Deli Serdang memiliki 34 puskesmas yang tersebar di semua

22 kecamatan. Puskesmas Aras Kabu merupakan salah satu puskesmas yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

berada di desa Aras Kabu kecamatan Beringin kabupaten Deli Serdang.

Puskesmas Aras Kabu melayani 6 desa, yaitu Desa Aras Kabu, Desa Tumpatan,

Desa Serdang, Desa Pasar V Kebun Kelapa, Desa Sidourip, dan Desa Pasar VI

Kuala Namu. Dari 34 puskesmas yang tersebar di Kabupaten Deli Serdang, angka

kesembuhan penderita TB terendah terdapat di Puskesmas Araskabu.

Menurut data profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang (2016), dari 43

penderita TB BTA (+) yang diobati, jumlah penderita yang dinyatakan sembuh

hanya 3 penderita ( 6,98%) dengan angka penemuan kasus sebanyak 53 kasus

(21,03 %), dimana di puskesmas lainnya angka kesembuhan mencapai angka

kesembuhan >85% yang sesuai dengan target nasional bahkan ada beberapa

puskesmas yang mencapai angka kesembuhan 100%. Penurunan angka

kesembuhan yang tidak mencapai target nasional di puskesmas Aras Kabu sudah

terjadi sejak tahun 2013 denagn angka kesembuhan sebesar 50%, tahun 2014

sebesar 38,17% dan tahun 2015 sebesar 6,98%. Hal ini menunjukkan bahwa

pelaksanaan strategi DOTS di Puskesmas Aras Kabu belum maksimal.

Berdasarkan survei pendahuluan penulis pada tanggal 10 September 2017

di Puskesmas Aras Kabu dapat diketahui bahwa Puskesmas Aras Kabu sebagai

penyedia fasilitas kesehatan primer dengan kategori puskesmas induk dengan

sarana dan prasarana untuk pelaksanaan strategi DOTS sudah tersedia lengkap

dengan adanya 1 laboratorium dan 1 petugas analisa sputum (dahak). Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) selalu tersedia untuk pasien TB di puskesmas dan setiap

penderita memiliki kartu identitas penderita agar penderita tidak berpindah ke

fasilitas kesehatan yang lain. Petugas penyakit menular terutama untuk petugas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

bagian TB telah mendapatkan pelatihan penanggulangan TB dan telah

menerapkan program penanggulangan TB dengan strategi DOTS. Tetapi dengan

fasilitas yang sudah lengkap, angka penemuan suspek kasus TB masih kurang

dan angka kesembuhan yang dicapai masih tidak sesuai target strategi DOTS.

Menurut wawancara dengan petugas TB Puskesmas Aras Kabu, angka

kesembuhan yang rendah disebabkan oleh angka penemuan kasus yang juga

rendah dan hal ini disebabkan karena penjaringan suspek TB yang kurang aktif

karena kurangnya sarana pendukung dan Rumah Sakit swasta yang dijadikan

prioritas oleh para penderita TB untuk mendapatkan penanganan TB. Puskesmas

menjadi pilihan penderita TB untuk berobat setelah gagal sembuh dari pengobatan

yang diberikan rumah sakit swasta dan pembiayaan yang tidak ditanggung lagi

oleh asuransi kesehatan.

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, mendorong penulis

untuk melakukan penulisan dengan judul Analisis Pelaksanaan Strategi DOTS

dalam Program Penanggulangan TB di Puskesmas Aras Kabu kelurahan Beringin

kecamatan Deli Serdang Tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, penulis ingin

mengidentifikasi proses penggunaan komponen Strategi DOTS pada program

penanggulangan TB di Puskesmas Aras Kabu Kecamatan Deli Serdang Tahun

2017 yang meliputi:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

1. Bagaimana Komitmen Politis dalam penyediaan tenaga kesehatan yang

berkompeten, semua sarana dan prasana serta pendanaan dalam

pelaksanaan program penanggulangan kasus TB (P2TB) ?

2. Bagaimana mutu penjaringan suspek TB dan pelaksanaan diagnosis TB

dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis?

3. Bagaimana tata pelaksanaan pengawasan pengobatan pasien TB dengan

PMO yang terlatih?

4. Bagaimana jaminan ketersediaan OAT dalam penanggulangan TB?

5. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan untuk monitoring dan

evaluasi pelaksanaan P2TB?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses penggunaan

komponen strategi DOTS pada program penanggulangan TB di Puskesmas Aras

Kabu Kecamatan Beringin Tahun 2017 yang meliputi:

1. Komitmen Politis dalam penyediaan tenaga kesehatan yang berkompeten,

semua sarana dan prasana serta pendanaan dalam pelaksanaan program

penanggulangan kasus TB (P2TB).

2. Penjaringan suspek TB dan diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak

secara mikroskopis.

3. Pengawasan pengobatan pasien TB dengan PMO yang terlatih .

4. Penjaminan ketersediaan OAT yang bermutu dalam penanggulangan TB.

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku untuk monitoring dan

evaluasi P2TB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi kepada stakeholder dalam hal ini bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Deli Serdang mengenai penanggulangan penyakit TB.

2. Sebagai masukan dan informasi bagi Puskesmas Aras Kabu dalam

melaksanakan program P2TB dan mengingkatkan kualitas pelayanan

kesehatan kepada penderita TB.

3. Sebagai informasi dan pengembangan wawasan ilmu bagi peneliti lain,

khususnya mengenai penanggulangan TB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat

2.1.1 Pengertian Puskesmas

Sesuai dengan Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

2.1.2 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Prinsip penyelenggaraan puskesmas berdasarkan:

a. Paradigma Sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen

dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

b. Pertanggung jawaban wilayah

Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya.

c. Kemandirian masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat.

d. Pemerataan

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10

Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses

dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil

tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan

kepercayaan.

e. Teknologi tepat guna

Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan

memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan

pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi

lingkungan.

f. Keterpaduan dan kesinambungan

Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan

UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan

Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen

Puskesmas.(Permenkes RI No. 75 Tahun 2014)

2.1.3 Tugas dan Fungsi Puskesmas

Tugas Puskesmas yakni Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan

kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah

kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Sedangkan

dalam melaksanakan tugas, Puskesmas menyelenggarakan fungsi:

1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.(Permenkes RI

No. 75 Tahun 2014)

2.1.4 Wewenang Puskesmas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Upaya kesehatan masyarakat yang dilaksanakan oleh puskesmas menurut

Kemenkes RI (2014), adalah:

a) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan

masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan,

b) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan,

c) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan,

d) Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan

masalah kesehatan padasetiap tingkat perkembangan masyarakat yang

bekerjasama dengan sektor lain terkait,

e) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya

kesehatan berbasis masyarakat,

f) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas,

g) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan,

h) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,

dan cakupan Pelayanan Kesehatan,

i) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk

dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan

penyakit,

j) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu;

k) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya

promotif dan preventif;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

l) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,

keluarga, kelompokdan masyarakat,

m) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan

dan keselamatanpasien, petugas dan pengunjung,

n) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan

kerja sama inter danantar profesi,

o) Melaksanakan rekam medis,

p) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan

akses PelayananKesehatan,

q) Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan,

r) Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaanfasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertamadi wilayah kerjanya, dan

s) Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem

Rujukan.

2.1.5 Upaya Kesehatan Masyarakat

Upaya kesehatan masyarakat yang dilaksanakan oleh puskesmas menurut

Kemenkes RI ( 2014), adalah:

1. Pelayanan promosi kesehatan,

2. Pelayanan kesehatan lingkungan,

3. Pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana,

4. Pelayanan Gizi,

5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

2.2 Tuberkulosis ( TB)

2.2.1 Pengertian Tuberkulosis ( TB)

Menurut Kemenkes RI (2013) Tuberkulosis adalah penyakit menular

langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis).

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang bersifat kronis

(menahun) dan sudah lama menjadi permasalahan kesehatan di dunia.

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman

tuberkulosis yang dalam istilah Latin disebut Mycobacterium tuberculosis.

Kuman penyebab tuberkulosis ini ditemukan oleh ilmuan Jerman yang bernama

Robert Koch dan dipublikasikan kepada masyarakat ilmiah pada tanggal 24 Maret

1882. Penyakit tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan, akan tetapi kuman

tersebut ditularkan dari seseorang ke orang lain dan menyerang organ paru-paru

manusia. (Aditama, 2002)

2.2.2 Penyebab Tuberkulosis

Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kumanMycobacterium tuberculosis.

Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar

basil Mycobacteriumtuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone

infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer

dari Ghon. Pada stadium permulaan, setelah pembentukan fokus primer, akan

terjaddi beberaapa kemungkinan:

1. Penyebaran bronkogen,

2. Penyebaran limfogen, dan

3. Penyebaran hematogen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Keadaan ini hanya berlangsung beberapa saat. Penyebaran akan berhenti

bila jumlah kuman yang masuk sedikit dan telah terbentuk daya tahan tubuh yang

spesifik terhadap basil tuberkulosis. Tetapi bila jumlah basil tuberkulosis yang

masuk ke dalam tubuh lebih banyak maka tubuh akan terinfeksi tuberkulosis.

(Alsagaff dan Mukty, 2010)

2.2.3 Gejala Tuberkulosis

Gejala klinikuntuk Tuberkulosis sangat bervariasi dari suatu penyakit yang

tidak menunjukkan gejala penyakit yang sangat mencolok. Tuberkulosis paru

menahun sering ditemukan secara kebetulan misalnya pada suatu sigi atau

pemeriksaan rutin. Gejala yang dijumpai dapat akut, sub akut, tetapi lebih sering

menahun. Gejala klinik dapat berupa batuk, dahak, batuk darah, nyeri dada,

wheezing, dan dispneu( Alsagaff dan Mukty, 2010).

2.2.4 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Tuberkulosis

1. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis memerlukan

suatu definisi kasus yang memberikan batasan baku setiap klasifikasi dan tipe

penderita. Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan

untuk menetapkan panduan OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan

dimulai.

Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi-kasus,

yaitu:

1. Organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

2. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung: BTA positif atau

BTA negatif;

3. Riwayat pengobatan sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati, dan

4. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. ( Depkes RI, 2005)

Berdasarkan tempat/organ yang diserang oleh kuman, maka tuberkulosis

dibedakan menjadi Tuberkulosis Paru, Tuberkulosis Ekstra Paru.

A. Tuberkulosis paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenchym paru, tidak

termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru

dibagi dalam:

1. Tuberkulosis Paru BTA Positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif,

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

2. Tuberkulosis Paru BTA Negatif

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto

rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB Paru BTA

Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran

foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas

(misalnya proses "far advanced" atau millier), dan/atau keadaan umum

penderita buruk.

B. Tuberkulosis Ekstra Paru

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,

tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

1. TB Ekstra Paru Ringan Misalnya: TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2. TB Ekstra-Paru Berat Misalnya: meningitis, millier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB

saluran kencing dan alat kelamin.

Berdasarkan riwayat pengobatan penderita, dapat digolongkan atas tipe;

kasus baru, kambuh, pindahan, lalai, gagal dan kronis, yaitu sebagai berikut:

a) Kasus Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b) Kambuh (Relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh,

kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA

positif.

c) Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapat

pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke

kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan /

pindah (Form TB. 09).

d) Lalai (Pengobatan setelah default/drop-out) adalah penderita yang sudah

berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan

hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

e) Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir

pengobatan) atau lebih; atau penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen

positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.

f) Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif

setelah selesai pengobatan ulang kategori 2.

Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru bedasarkan pemeriksaan dahak

menurut Kemenkes RI (2014), dibagi dalam :

a. Tuberkulosis paru BTA positif

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA posiif.

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberculosis

3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman

Tuberkulosis positif.

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negative.

1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif.

2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

4) Ditentukan ( dipetimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2. Tipe Pasien Tuberkulosis Paru

Klasifikasi pasien Tuberkulosis Paru bedasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe yaitu:

a) Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan ( 4 minggu).

b) Kambuh (Relaps) adalah pasien Tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapatkan pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif ( apusan

atau kultur).

c) Pengobatan setelah putus berobat ( default ) adalah pasien yang telah

berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

d) Gagal ( Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap

positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan.

e) Pindahan ( Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang

memiliki register Tuberkulosis lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f) Lain-lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.

Kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan BTA positif setelah selesai pengobatan ulang.

2.2.5 Penularan Tuberkulosis

Sumber penularan penyakit adalah dari penderita TB Paru pada BTA (+).

Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh

karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc

dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Pasien

TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit

TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA

negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil

kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%. Infeksi akan terjadi apabila

orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius

tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak (droplet nucle).( Kemenkes , 2014)

Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan,

kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui

saluran peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran

langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita

ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi

derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut

(Depkes RI, 2007). Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh

tingkat penularan,lamanya pajanan/kontak dan daya tahan tubuh.(Kemenkes RI,

2013)

Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Daya

penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari paru-parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan

dahak, maka akan semakin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

dahak negatif (tidak telihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak

menular. (Kemenkes RI, 2014)

2.2.6 Pencegahan Tuberkulosis

Upaya pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilakukan dengan

pendekatan DOTS atau pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung oleh

Pengawas Menelan Obat (PMO). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita

dengan pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti

dengan paket pengobatan (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2013).

Tindakan mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan berbagai cara,

yang utama adalah memberikan obat anti tuberculosis yang benar dan cukup, serta

dipakai dengan patuh sesuai ketentuan penggunaan obat. Dalam program

pencegahan penyakit tuberkulosis paru dilakukan secara berjenjang, mulai dari

pencegahan primer, kemudian pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier,

sebagai berikut:

a) Pencegahan Primer

Konsep pencegahan primer penyakit tuberculosis paru adalah mencegah

orang sehat tidak sampai sakit. Upaya pencegahan primer sesuai dengan

rekomendasi WHO dengan pemberian vaksinasi Bacille Calmete-Guerin (

BCG) segera setelah bayi lahir.

b) Pencegahan Sekunder

Upaya pencegahan sekunder pada penyakit TB Paru perlu dilakukan

dengan skrining (screaning), yaitu pemeriksaan menggunakan system

skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring system didapat skor <5, kepada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

anak tersebut diberikan Isoniazid ( INH) dengan dosis 5 – 10 mg/kg

BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum mendapatka imunisasi

BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.

(Depkes 2006).

c) Pencegahan Tersier

Sasaran dari pencegahan tertier dilakukan pada penderita yang telah para,

misalnya penderita tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah

beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, yang terjadi karena daya

tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk.

Ciri khas dari tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas

dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

2.2.7 Pengobatan Tuberkulosis

Tujuan Pengobatan TB paru yaitu untuk menyembuhkan penderita,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis).

Jenis OAT terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol

(E) dan Streptomisin (S). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap

intensif dan lanjutan, Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap

hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat,

bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar

penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada

tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

waktu yang lebih lama, tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.( Kemenkes, 2011)

Panduan Pengobatan TB jika ditinjau daari segi penderita yaitu:

1. Kategori I yaitu TB Paru BTA+, TB Paru BTA- dengan lesi luas dan TB

ekstra paru yang berat dapat diberikan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6E.

2. Kategori II yaitu kasus gagal, kambuh, dan putus berobat dapat diberikan :

2RHZES/1RHZ/5RHE.

3. Kategori III TB Paru BTA- lesi minimal atau TB eksta paru lesi minimal

dapat diberikan : 2 RHZ/4RH

4. Kategori IV TB kronis sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau INH seumur

(Alsagaff dan Mukty, 2010)

2.3 Program Penanggulangan TB ( P2TB).

2.3.1 Program Nasional Penanggulangan TB Indonesia

Berdasarkan Kemenkes, RI (2014), strategi nasional dalam penanggulangan

TB Paru di Indonesia antara lain :

a. Visi

“Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan berkeadilan”

b. Misi

1) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan

masyarakat dan madani dalam pengendalian TB.

2) Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata, bermutu

dan berkeadilan.

3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya pengendalian TB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

4) Menciptakan tata kelola program TB yang baik.

c. Tujuan

Tujuan dalam pengendalian TB Paru adalah untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan

pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

d. Target

Merujuk pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) yang ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun. Pada RPJMN 2015-2019

maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB per 100.000 penduduk dari 297

menjadi 245, Persentase kasus baru TB paru BTA (+) yang ditemukan dari 73%

menjadi 90% dan Persentase kasus baru TB paru BTA (+) yang disembuhkan

dari 85% menjadi 88%. Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019

adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1 - 2% per

tahun menjadi 3 - 4% per tahun dan penurunan angka mortalitas > 4 - 5%

pertahun. Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target

penurunan insidens sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka

insidens tahun 2015.

2.3.2 Tujuan Penanggulangan TB

Adapun tujuan program penanggulangan TB Paru meliputi tujuan jangka

panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah menurunkan

angka kesakitan dan angka kematian yang diakibatkan penyakit TB paru dengan

cara memutuskan rantai penularan,sehingga penyakit TB paru tidak lagi

merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, sedangkan tujuan jangka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

pendek adalah (1) Tercapainya angka kesembuhan minimal 88% dari semua

penderita baru BTA positif yang ditemukan,dan (2) Tercapainya cakupan

penemuan penderita secara bertahap sehingga pada tahun 2015 dapat mencapai

90% dari perkiraan semua penderita baru BTA positif, serta target ini diharapkan

dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga dan

mencapai tujuan millenium development goal (MDG) pada tahun 2015. Kebijakan

penanggulangan Tuberkulosis Paru menurut Kemenkes (2011) mencakup :

1) Perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin

ketersediaan sumber daya (dana,tenaga sarana dan prasarana).

2) Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS

3) Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap

program penanggulangan TB

4) Strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan

mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan

sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB).

5) Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB

dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi

Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru

(RSP), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan

lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS).

6) Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja

sama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional

Penanggulangan TB (Gerdunas TB)

7) Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan

ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.

8) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan

kepada pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.

9) Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang

memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

10) Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan

kelompok rentan terhadap TB.

11) Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

12) Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millennium

Development Goals (MDGs).

Sedangkan strategi yang digunakan untuk mencapai keberhasilan program

P2 TB paru adalah melalui (1) Peningkatan komitmen politis yang

berkesinambungan untuk menjamin ketersediaan sumberdaya dan menjadikan

penanggulangan TB suatu prioritas, (2) Pelaksanaan dan pengembangan strategi

DOTS yang bermutu dilaksanakan secara bertahap dan sistematis, (3) Peningkatan

kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melalui kegiatan advokasi,

komunikasi dan mobilisasi sosial, (4) kerjasama dengan mitra internasional untuk

mendapatkan komitmen dan bantuan sumber daya, dan (5) Peningkatan kinerja

program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan dan evaluasi yang

berkesinambungan.( Kemenkes RI, 2014)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

2.3.3 Kegiatan Penanggulangan TB

Kegiatan pada program penanggulangan TB Paru yaitu kegiatan pokok

dan kegiatan pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan penemuan penderita

(case finding) pengamatan dan monitoring penemuan penderita didahului dengan

penemuan tersangka TB paru dengan gejala klinis adalah batuk-batuk terus

menerus selama tiga minggu atau lebih. Setiap orang yang datang ke unit

pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap suspek tuberculosis

atau tersangka TB Paru dengan passive promotive case finding (penemuan

penderita secara pasif dengan promosi yang aktif).

Pengobatan TB Paru dilakukan dalam dua tahap/ kriteria, yaitu tahap awal

(intensif, 2 bulan) dan tahap lanjutan. Lama pengobatan 6-8 bulan, tergantung

berat ringannya penyakit. Penderita harus minum obat secara lengkap dan teratur

sesuai jadwal berobat sampai dinyatakan sembuh. Dilakukan tiga kali

pemeriksaan ulang dahak untuk mengetahui perkembangan kemajuan pengobatan,

yaitu pada akhir pengobatan tahap awal, sebulan sebelum akhir pengobatan dan

pada akhir pengobatan.

Pengobatan TB Paru Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat

kontak, tidak menderita TB) dan II (Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak

menderita TB (gejala TB tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi

negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau Directly

Observed Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB jangka

pendek dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan strategi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat secara tepat. DOTS menekankan

pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar menelan obatnya secara

teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS memberikan

angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%. Strategi DOTS

direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB. Strategi

DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a) komitmen politis dari para pengambil

keputusan, termasuk dukungan dana, (b) diagnosa penyakit TB melalui

pemeriksaan dahak secara mikroskopis, (c), kesinambungan persediaan OAT

jangka pendek untuk penderita, dan (d) Pengobatan TB dengan paduan obat anti-

TB jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).

Pengobatan TB tanpa didukung oleh kualitas dan persediaan OAT yang

baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan Multi Drug Resistance yang

dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang tersedia saat ini harus

dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup banyak dan dapat

menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu banyak ahli berusaha untuk

mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination (FDC), yaitu kombinasi OAT

dalam jumlah tablet yang lebih sedikit dimana jumlah kandungan masing-masing

komponen sudah disesuaikan dengan dosis yang diperlukan. Diharapkan dengan

penggunaan OAT-FDC dapat menyederhanakan proses pengobatan,

meminimalkan kesalahan pemberian obat, dan mengurangi efek samping.

(Kemenkes RI,2013)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

2.3.4 Evaluasi Program Penanggulangan TB

Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk

menilai keberhasilan pelaksanaan program. Pemantaun dilaksanakan secara

berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam

pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan

perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih

lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai

sejauhmana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam

mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat

berguna untuk kepentingan perencanaan program. Masing-masing tingkat

pelaksana program (UPK, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat) bertanggung

jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnya masing-masing.

Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses,

maupun keluaran (output). (Kemenkes RI, 2014)

Cara pemantauan dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan

langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat

sasaran. Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem

pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar.

Evaluasi hasil kegiatan penanggulangan TB didasarkan pada indikator–indikator

program penanggulangan TB yang dilakukan pada tahap akhir program dilakukan.

Indikator merupakan alat yang paling efektif untuk melakukan evaluasi dan

merupakan variabel yang menunjukkan keadaan dan dapat digunakan untuk

mengukur terjadinya perubahan. Indikator yang baik harus memenuhi syarat –

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

syarat tertentu antara lain : valid, sensitif dan spesifik, dapat dimengerti, dapat

diukur dan dapat dicapai.(Kemenkes RI, 2014)

Indikator program Penanggulangan TB Paru dapat dianalisa dengan cara

(1) Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya

perbedaan, dan (2) Menganalisis kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu.

Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur

kemajuan’ (marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-

syarat tertentu seperti: Sahih (valid), Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific),

Dapat dipercaya (realiable), Dapat diukur (measureable), Dapat dicapai

(achievable).( Kemenkes RI, 2014)

2.4 Strategi DOTS ( Directly Observed Treatments Shortcourse)

Strategi DOTS adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek

dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis untuk memfokuskan

perhatian (direct attention) dalam usaha menemukan penderita dengan

pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus di observasi (observed)

dalam menelan obatnya, setiap obat yang ditelan pasien harus di depan seorang

pengawas. Pasien juga harus menerima pengobatan (treatment) yang tertata dalam

sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang cukup.Kemudian

setiap pasien harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan jangka pendek

(short course) standard yang telah terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya, harus

ada dukungan dari pemerintah yang membuat program penanggulangan

tuberkulosis mendapat prioritas yang tinggi dalam pelayanan kesehatan.

(Aditama, 2002).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas

diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai

penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat.

Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya

pencegahan penularan penyakit TB. (Kemenkes RI, 2014).

Strategi DOTS mempunyai lima komponen, yaitu :

1. Komitmen politis dari pemerintah untuk menjalankan program TB

Nasional.

Komitmen politik pemerintah dalam mendukung pengawasan

tuberkulosis adalah penting terhadap keempat unsur lainnya untuk

dijalankan dengan baik. Komitmen ini seyogyanya dimulai dengan

keputusan pemerintah untuk menjadikan tuberkulosis sebagai prioritas

utama dalam program kesehatan. Untuk mendapatkan dampak yang

memadai maka harus dibuat program nasional yang menyeluruh yang

diikuti dengan pembuatan buku petunjuk (guideline) yang menjelaskan

bagaimana strategi DOTS dapat di implementasikan di dalam sistem

kesehatan umum yang ada, dan diperlukan dukungan pendanaan dalam hal

sarana, prasarana dan peralatan serta tenaga pelaksana yang terlatih untuk

dapat mewujudkan program menjadi kegiatan nyata di masyarakat.

2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis sputum adalah metode yang paling

efektif untuk penyaringan terhadap tersangka tuberkulosis paru. WHO

merekomendasikan strategi pengawasan tuberkulosis, dilengkapi dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

laboratorium yang berfungsi baik untuk mendeteksi dari mulai awal,

tindak lanjutan dan menetapkan pengobatannya. Pemeriksaan mikroskopis

ini merupakan pendekatan penemuan kasus secara pasif yang merupakan

cara paling efektif dalam menemukan kasus tuberkulosis. Dalam hal ini,

pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks, dengan

kriteria-kriteria yang jelas yang dapat diterapkan di masyarakat.

3. Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang

diawasi langsung oleh Pengawas Minum Obat (PMO).

Pemberian obat yang diawasi secara langsung, atau dikenal dengan

istilah DOT (Directly Observed Therapy), pasien diawasi secara langsung

ketika menelan obatnya, dimana obat yang diberikan harus sesuai standar.

Dalam aturan pengobatan tuberkulosis jangka pendek yang berlangsung

selama 6 bulan dengan menggunakan kombinasi obat anti TB yang

adekuat. Pemberian obat harus berdasarkan apakah pasien diklasifikasikan

sebagai kasus baru atau kasus lanjutan/kambuh, dan seyogyanya diberikan

secara gratis kepada seluruh pasien tuberkulosis.Pengawasan pengobatan

secara langsung sangat penting selama tahap pengobatan intensif (2 bulan

pertama) untuk meyakinkan bahwa obat dimakan dengan kombinasi yang

benar dan jangka waktu yang tepat. Dengan pengawasan pengobatan

secara langsung, pasien tidak memikul sendiri tanggung jawab akan

kepatuhan penggunaan obat. Para petugas pelayanan kesehatan, petugas

kesehatan masyarakat, pemerintah dan masyarakat semua harus berbagi

tanggung jawab dan memberi banyak dukungan kepada pasien untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

melanjutkan dan menyelesaikan pengobatannya. Pengawas pengobatan

bisa jadi siapa saja yang berkeinginan, terlatih, bertanggung jawab, dapat

diterima oleh pasien dan bertanggung jawab terhadap pelayanan

pengawasan pengobatan tuberkulosis.

4. Kesinambungan persediaan OAT.

Jaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat

waktu, sangat diperlukan guna keteraturan pengobatan. Masalah utama

dalam hal ini adalah perencanaan dan pemeliharaan sediaan obat pada

berbagai tingkat daerah. Maka dari itu diperlukan pencatatan dan

pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti misalnya jumlah kasus pada

setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani pada waktu lalu (untuk

memperkirakan kebutuhan), data akurat sediaan di masing-masing gudang

yang ada, dan lain-lain.

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan

evaluasi program penanggulangan TB Paru.

Sistem pencatatan dan pelaporan digunakan untuk sistematika

evaluasi kemajuan pasien dan hasil pengobatan. Sistem ini terdiri dari

daftar laboratorium yang berisi catatan dari semua pasien yang diperiksa

sputumnya, kartu pengobatan pasien yang merinci penggunaan obat dan

pemeriksaan sputum lanjutan. Setiap pasien tuberkulosis yang diobati

harus mempunyai kartu identitas penderita yang telah tercatat di catatan

tuberkulosis yang ada di kabupaten. Kemanapun pasien ini pergi, dia harus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

menggunakan kartu yang sama sehingga dapat melanjutkan

pengobatannya dan tidak sampai tercatat dua kali (Kemenkes RI, 2014).

2.5 Tata Pelaksanaan TB Paru

2.5.1 Penemuan Penderita TB Paru

Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui

serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhahap terduga pasien TB,

pemeriksaan fisik dan laboratris,menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi

penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh

sehingga tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Kegiatan penemuan

pasien terdiri dari pejaringan terduga pasien, diagnosis, penentuan klasifikasi

penyakit dan tipe pasien.

Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan sadar akan

keluhan dan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga

kesehatan yang kompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap gejala dan

keluhan tersebut. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kejadian

pelaksaan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular secara bermakna

akan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB serta sekaligus

merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

Keikut sertaan pasien merupakan salah satu faktor penting dalam upaya

pengendalian TB. ( Kemenkes, 2011)

A. Strategi Penemuan Pasien TB

Strategi dalam menemukan penderia TB Paru menurut Kemenkes RI

(2014), antara lain:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

1. Penemuan pasien TB dilakukan intensif pada kelompok

populasiterdampak TB dan populasi rentan.

2. Upaya penemuan secara intensif harus didukung dengan kegiatan promosi

yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat ditemukan secara dini.

3. Penjaringan terduga pasien TB dilakukan di fasilitas kesehatan dengan

dukungan promosi secara aktif oleh petugas kesehatan bersama

masyarakat.

4. Melibatkan semua fasilitas kesehatan untuk mempercepat penemuan dan

mengurangi keterlambatan pengobatan.

5. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap:

a) Kelompok khusus yang rentan atau berisiko tinggi sakit TB seperti

pada pasien dengan HIV, DM dan malnutrisi

b) Kelompok yang rentan karena berada di lingkungan yang berisiko

tinggi terjadinya penularan TB, seperti lapas/rutan, tempat

penampungan pengungsi, daerah kumuh dan lain-lain

c) Anak dibawah umur lima tahun yang kontak dengan pasien TB

d) Kontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resisten obat

6. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi pasien dengan dan gejala

yang sama dengan gejala TB.

B. Pemeriksaan Dahak ( Sputum)

1. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan

dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan

3contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang

berurutan berupa dahak Sewaktu – Pagi - Sewaktu (SPS):

1) S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang

berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga

pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi

pada hari kedua.

2) P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada

petugas di fasyankes.

3) S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.

2. Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis

dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,

misal :

1) Pasien TB ekstra paru.

2) Pasien TB anak.

3) Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

BTA negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau

mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan

tes cepat yang direkomendasikan WHO makan untuk memastikan

diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.

3. Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi

kuman tuberkulosis terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil

pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan oleh laboratorium

yang telah tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu / Quality

Assurance (QA). Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan

dalam menetapkan jenis resistensi OAT dan pengambilan keputusan

paduan pengobatan pasien dengan resistan obat. Untuk memperluas akses

terhadap penemuan pasien TB dengan resistensi OAT, Kemenkes RI telah

menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan

(laboratorium dan RS) diseluruh provinsi. (Kemenkes RI, 2014)

2.5.2 Diagnosa TB Paru

A. Diagnosis TB Paru

1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu

pemeriksaan dahak sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB BTA. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai

penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada

TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

a) Diagnosis TB Ekstra Paru

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk

pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran

kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang

belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti

sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan

berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis

tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan

ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi

anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain. (Depkes RI, 2009)

2.5.3 Pengawasan Menelan Obat

Untuk menjamin keteraturan pengobatan maka diperlukan adanya

Pengawasan Minum Obat (PMO). PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan

dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita TB dalam meminum

obatnya secara teratur dan tuntas. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan,

misalnya bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru immunisasi, dan lain

lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya

atau anggota keluarga. (Kemenkes RI, 2014)

Persyaratan PMO menurut Kemenkes RI (2014) adalah :

1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas

kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh

pasien.

2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

4. Bersedia dilatih (tentang pengambilan dahak (sputum) dan tata

pelaksanaan pengumpulan dahak (SPS)) dan mendapat penyuluhan

mengenai TB bersama-sama dengan pasien.

Adapun tugas PMO menurut Kemenkes RI (2014) adalah :

1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan.

2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.

4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai

gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke sarana

pelayanan kesehatan.

2.5.4 Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Paru

A Pemantauan kemajuan pengobatan TB Paru

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Menurut Kemenkes RI (2014) pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan

pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara

mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan

dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju

Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan

karena tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan

pemeriksaan dua contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan

dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu

contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut

dinyatakan positif.

Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai tahap

pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif

merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan.

Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang

dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien

harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila

tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan

ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif,

pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan

pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.

Ringkasan tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang dahak untuk

memantau kemajuan hasil pengobatan :

1. Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

a) Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan dosis

pengobatan tahap lanjutan

b) Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada bulan

ke 5 dan Akhir Pengobatan)

2. Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif :

a) Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 ) :

1. Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila tidak

teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.

2. Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT

sisipan). Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah

pemberian OAT tahap lanjutan satu bulan. Apabila hasil pemeriksaan

dahak ulang tetap

3. Positif, lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat.

4. Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat,

lanjutkan

5. pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5

6. (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5).

b) Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan

paduan OAT kategori 2) :

1. Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur? Apabila tidak

teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.

2. Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR (Multi drug

resistan).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

3. Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat

Rujukan TB MDR.

4. Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau

dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, segera diberikan dosis OAT

tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan diperiksa ulang

dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT

bulan ke 5).

c) Pada bulan ke 5 atau lebih :

1. Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila

2. hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, lanjutkan

pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan.

3. Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan

dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB

MDR.

4. Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat

Rujukan TB MDR.

5. Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT

kategori 1), pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena suatu

sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke

RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan paduan OAT

kategori 2 dari awal.

6. Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan

dengan paduan OAT kategori 2), pengobatan dinyatakan gagal. Harus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

diupayakan semaksimal mungkin agar bisa dilakukan pemeriksaan uji

kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR. Apabila oleh

karena suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan

atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan penjelasan,

pengetahuan dan selalu dipantau kepatuhannya terhadap upaya

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

B Hasil Pengobatan TB

Menurut Kemenkes RI (2014), dalam hasil pengobatan pasien TB dibagi 6

kriteria, antara lain :

1. Sembuh, yaitu pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis

2. positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada

akhir pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan

sebelumnya.

3. Pengobatan lengkap, yaitu pasien TB yang telah menyelesaikan

pengobatan secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum

akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil

pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.

4. Gagal, yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan

atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil

laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT.

5. Meninggal, yaitu pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum

memulai atau sedang dalam pengobatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

6. Putus berobat (loss to follow-up), yaitu pasien TB yang tidak memulai

pengobatannya atau yang pengobatannya terputus selama 2 bulan terus

menerus atau lebih.

7. Tidak dievakuasi, yaitu pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir

pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah

(transfer out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya

tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan

2.5.5 Evaluasi Pengobatan

Menurut Aditama (2002), evaluasi penderita dalam melakukan pengobatan

meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, efek samping obat secara

klinik, serta evaluasi peraturan berobat.

1. Evaluasi klinik

a) Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan

selanjutnya setiap 1 bulan.

b) Evaluasi: respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta

ada tidaknya komplikasi penyakit.

c) Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.

2. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 bulan pengobatan)

a) Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.

b) Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik :

1. Sebelum pengobatan dimulai

2. Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

3. Pada akhir pengobatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

c) Bila ada fasilitas biakan maka dilakukan pemeriksaan biakan.

3. Evaluasi radiologik (0 - 2 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

a) Sebelum pengobatan

b) Setelah 2 bulan pengobatan

c) Pada akhir pengobatan

4. Evaluasi efek samping secara klinik

Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping

obat sesuai pedoman.

5. Evalusi keteraturan berobat

a) Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan

b) adalah keteraturan berobat, diminum / tidaknya obat tersebut.

c) Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah

resistensi.

2.6 Kerangka Pikir

Strategi DOTS yang menjadi pendukung program penanggulangan TB

memiliki lima komponen DOTS yang harus dilaksanakan secara cepat dan tepat

untuk mencapai keberhasilan , menanggulangi TB. Pelaksanaan strategi DOTS

dapat diukur melalui indicator masukan (input), proses (process), dan luaran

(output). Oleh karena itu, fokus penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Proses:
Input: 1. Penjaringan suspek TB
1. Komitmen 2. Diagnosis TB melalui
politis pemeriksaan dahak secara Output:
2. Tenaga mikroskopis Hasil
Kesehatan 3. Pengobatan TB dengan pelaksanaan
berkompeten OAT yang diawasi PMO program
3. Sarana dan yang terlatih penanggulangan
prasarana P2TB 4. Penjaminan TB paru
4. Pendanaan ketersediaan OAT
5. Sistem pencatatan dan
pelaporan dalam

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian

sebagai berikut:

1 Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam

penatalaksanaan program pengobatan tuberkulosis paru dengan strategi

DOTS agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Komitmen politis,

Tenaga Kesehatan yang berkompeten, Sarana dan prasarana P2TB, dan

Pendanaan.

a. Komitmen politis adalah keputusan pemerintah untuk menjadikan

tuberkulosis sebagai prioritas penting atau utama dalam program

kesehatannya, termasuk dukungan dana dan pelatihan tenaga kesehatan

TB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

b. Tenaga kesehatan adalah semua petugas kesehatan yang terlibat

penanggulangan TB Paru baik petugas TB, dokter puskesmas dan

petugas lab yang telah mendapatkan pelatihan dalam penanggulangan

tuberkulosis serta menerapkan strategi DOTS dalam penatalaksanaan

program pengobatan tuberkulosis paru meliputi petugas paru dan

petugas laboratorium.

c. Sarana dan prasarana P2TB termasuk didalamnya yaitu : tersedianya

OAT, peralatan dan fasilitas untuk penjaringan suspek TB yang aktif

serta pemeriksaan laboratorium (pot dahak, kaca sediaan, foto toraks,

dll), formulir pencatatan dan pelaporan untuk mendukung keberhasilan

pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS.

d. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan

untuk memenuhi semua kebutuhan pelaksanaan P2TB

2 Proses (process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk

pelaksanaan strategi DOTS yang maksimal, meliputi : Diagnosis TB

(penjaringan suspek penderita TB paru yang aktif, pemeriksaan pasien

BTA (+), klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB), pengobatan TB Paru

dengan PMO yang terlatih (pengambilan sputum/ dahak yang tepat, tata

pelaksanaan pemberian OAT), penjaminan untuk ketersediaan OAT, serta

system pencatatan dan pelaporan untuk pemantauan serta hasil pengobatan

pasien TB (monitoring dan evaluasi).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

3 Keluaran (output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan program

penanggulan TB Paru dengan strategi DOTS, diharapkan angka

kesembuhan TB (Cure Rate) mencapai target nasional yaitu > 85%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan kualitatif

yang digunakan untuk meneliti proses pelaksanaan dengan lima komponen

strategi DOTS dalam upaya penanggulangan TB d Puskesmas Aras Kabu Deli

Serdang. Menurut Moleong (2007), pendekatan kualitatif sebagai penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Aras Kabu Deli Serdang yang

menjadi salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan program

penanggulangan TB dengan pertimbangan yaitu puskesmas Aras Kabu memiliki

angkapenemuan kasus sebanyak 53 kasus dan memiliki angka kesembuhan TB

paru paling rendah dari 33 puskesmas lainnya yaitu sebesar 3 kasus ( 6,98 %) dan

belum mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu minimal 85%

(Dinkes Deli Serdang, 2015).

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini terhitung sejak bulan

September 2017 sampai November 2017

48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik

purposive, yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang bersedia

dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian, yang

terdiri dari :

1. Pegawai bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan

Kabupaten Deli Serdang;

2. Kepala Puskesmas Aras Kabu;

3. Penanggungjawab TB Paru Puskesmas Aras Kabu;

4. Petugas TB Paru Puskesmas Aras Kabu;

5. Petugas Laboratorium Puskesmas Aras Kabu;

6. Pengawas Minum Obat (PMO);

7. Penderita TB Paru;

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam

(indepth interview) kepada informan dibantu dengan pedoman wawancara yang

dijadikan patokan dalam alur dan direkam dengan menggunakan tape recorder.

Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan masalah lebih terbuka,

dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, peneliti perlu

mendengarkan secara teliti, mencatat, dan merekam apa yang ditemukan oleh

informan.(Sugiyono, 2010)

3.4.2 Data Sekunder

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Aras Kabu, dan referensi

buku-buku serta hasil penelitian yang berhubungan dengan penatalaksanaan

program penanggulangan tuberkulosis dengan strategi DOTS.

3.5 Triangulasi

Untuk menjaga kualitas dan keakuratan data dilakukan triangulasi.

Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu

dengan memilih informan yang dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan

pertanyaan yang diajukan.(Moleong, 2007)

3.6 Metode Analisis Data

Menurut Sugiyono (2010) yang mengutip metode Milles and Huberman,

analisa data kualitatif dengan dilakukan secara simultan dengan proses

pengumpulan data, interpretasi data dan dibuat matriks untuk mempermudah

dalam melihat data secara lebih sistematis. Data yang sudah terkumpul akan

dibahas secara mendalam dalam bentuk naratif atau menjabarkan unit-unit.

3.7 Instrumen Penelitian

Adapun instrumen penelitian ini adalah dengan menggunakan notes, voice

recorder, dan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara terhadap informan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Letak Geografis

Puskesmas Aras Kabu merupakan puskesmas perawatan (rawat inap) yang

terletak di Jalan Lubuk Pakam-Batang Kuis, Dusun Mesjid, Desa Aras Kabu

Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Bangunan Puskesmas Aras Kabu

dilengkapi dengan ruangan pelayanan kesehatan seperti ruang pendaftaran, ruang

tunggu pasien, ruang apotek, ruang anak dan gizi, ruang KB/KIA/bersalin, ruang

nifas, ruang UGD/Klinik umum, ruang pojok ASI, ruang klinik gigi, ruang

laboratorium, ruang konseling, ruang rawat inap dan mobil ambulans.

Puskesmas Aras Kabu melayani 37 dusun dan 6 desa yaitu Desa Aras

Kabu, Desa Tumpatan, Desa Serdang, Desa Pasar V Kebun Kelapa, Desa

Sidourip dan Desa Pasar VI Kuala Namu. Luas wilayah kerja Puskesmas Aras

Kabu adalah 2.310 km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah utara : Kecamatan Tanjung Morawa

b. Sebelah timur : Kabupaten Serdang Bedagai

c. Sebelah selatan : Kecamatan Lubuk Pakam

d. Sebelah Barat : Kecamatan Tanjung Morawa.

4.1.2 Data Demografis

Jumlah penduduk yang tercatat untuk periode tahun 2016 di wilayah kerja

Puskesmas Aras Kabu adalah 23.260 jiwa dengan jumlah Keluarga adalah 5.249

KK. Komposisi mata pencaharian penduduk yaitu pertanian, perdagangan,

51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52

buruh/karyawan, nelayan dan PNS/POLRI/TNI.

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja


Puskesmas Aras Kabu Tahun 2016
Jumlah Jumlah Penduduk Jumlah
No. Desa Dusun Laki-Laki Perempuan KK/RT
1. Aras Kabu 6 1.683 1.622 744
2. Tumpatan 8 3.780 3.679 1.659
3. Pasar V K. Kelapa 10 3.425 3.233 1.534
4. Serdang 6 1.390 1.397 612
5. Sidourip 4 1.303 1.291 597
6. Pasar VI Kuala Namu 3 231 226 103
Jumlah 37 11.812 11.448 5.249
Sumber: Profil Puskesmas Aras Kabu Tahun 2016

4.1.3 Sumber Daya Tenaga Kesehatan

Jumlah tenaga kesehatan Puskesmas Aras Kabu sebanyak 30 orang dengan

rincian sebagai berikut:

Tabel 4.2 Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Aras Kabu Tahun 2016
No. Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 4
2. Dokter Gigi 1
3. Sarjana Kesehatan Masyarakat 4
4. Perawat 3
5. Perawat Gigi 1
6. Bidan 2
7. SAA 1
8. Pelaksana Gizi 1
9. Analisa Kesehatan 1
10. Farmasi 2
11. Administrasi 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

12. Honor 3
Sumber : Profil Puskesmas Aras Kabu Tahun 2016

4.2 Karateristik Informan

Karateristik dari masing-masing informan pada penelitian ini dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Karateristik Informan


No. Informan Umur Jenis Pendidikan Jabatan
(Tahun) Kelamin
1. Durjani, 48 Laki-Laki S1 Staf Pengendalian
S.K.M. Masalah
Kesehatan Dinas
Kesehatan Kab.
Deli Serdang
2. dr. Henny A. 39 Perempuan S1 Kepala
Puskesmas Aras
Kabu
3. dr. Hermida 38 Perempuan S1 Penanggungjawab
TB Paru
4. Friska Dewi 39 Perempuan S1 Petugas TB
S. , AmKep
5. Emsanuli 42 Perempuan S1 Petugas
Tarigan S.Si Laboratorium
6. Nurma 27 SMA Pengawas Minum
Obat (PMO)
7. Rifa Anggara 24 SMK Pasien TB dalam
masa pengobatan
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa jumlah informan dalam penelitian ini

adalah 7 informan, yang terdiri dari 1 informan staf bidang pengendalian masalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang yang berusia 48 tahun

dengan pendidikan S1, 1 informan kepala Puskemas Aras Kabu yang berusia 39

tahun dengan pendidikan S1, 1 informan penanggung jawab program TB

Puskesmas Aras Kabu yang berusia 38 tahun dengan pendidikan S1, 1 informan

Petugas TB Puskesmas Aras Kabu yang berusia 39 tahun dengan pendidikan S1, I

informan petugas laboratorium Puskesmas Aras Kabu yang berusia 42 tahun

dengan pendidikan S1, 1 informan Pengawas Minum Obat yang berusia 27 tahun

dengan pendidikan SMA dari 1 informan pasien TB yang berusia 24 tahun yang

saya wawancari dengan pendidikan SMK.

4.3 Wawancara Program Penanggulangan TB Paru dengan Strategi DOTS


di Puskesmas Aras Kabu tahun 2017

4.3.1 Pernyataan Informan tentang komitmen politis dalam Program


Penanggulangan TB Paru.

Hasil wawancara mendalam tentang komitmen politis dalam program

penanggulangan TB Paru sebagai salah satu komponen DOTS diperoleh

informasi:

“Kalau masalah komitmen ya sudah pasti sampai sekarang masih


komitmen untuk menanggulangi penyakit TB. Dinkes kan wajib memantau
dan mengevaluasi penjaringan kasus di semua faskes. Apalagi untuki
P2TB kita punya target yang harus dicapai. Komitmen kita juga dengan
kerjasama eksternal dulunya kita sama Global Fund, sekarang kita sama
KNCV untuk program TB dan juga APBD. Jadi komitmen tetap ada
sampai sekarang.” (Informan 1)

“P2TB sudah mulai sejak tahun 2012, dan yah, Alhamdulilah sampai
sekarang untuk pelaksanaan P2TB masih berjalan karena juga pasien TB
termasuk banyak di wilayah kerja kita. Kita juga tetap memantau
pelaksanaan P2TB, mulai dari penemuan suspek sampai kesembuhan,
melakukan kerja sama dan kadang ada pelatihannya juga kok supaya
mereka tetap berkompeten.” (Informan 2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

Bedasarkan kutipan beberapa informan diatas dapat diketahui bahwa

komitmen pelaksanaan P2TB dari stakeholder masih berjalan hingga sekarang dan

tetap ada pemantauan dari penjaringan suspek, pengobatan dan penyembuhan agar

memastikan terlaksananya P2TB di puskesmas. Komitmen para stakeholder juga

dinyatakan dengan mengadakan kerja sama dengan instansi-instansi seperti

KNCV dan Global Fund , mengadakan pelatihan untuk para petugas serta tetap

memasukkan P2TB ke dalam ABPD untuk pendanaan selama pelaksanaan P2TB.

4.3.2 Pernyataan Informan tentang Kerja Sama dalam Pelaksanaan Program


Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aras Kabu

Hasil wawancara mendalam tentang kerja sama dalam pelaksanaan

program penaggulangan TB Paru diperoleh informasi:

“Seperti saya bilang tadi, sebagai salah satu bukti komitmen, dari Dinkes
sendiri mengadakan kerja sama dengan KNCV untuk sistem , program
dan pelatihan-pelatihan. Kita juga akan kerjasama dengan stakeholder
lain seperti tokoh masyarakat dan perangkat-perangkat desa untuk
membantu pelaksanaan P2TB.” (Informan 1)

“Untuk kerjasama sampai sekarang masih dengan Dinkes Kabupaten,


kalau yang lintas sektor ya paling dengan perangkat-perangkat desa,
kader, tokoh masyarakat mungkin. Karena kita kan ada penyuluhan, ada
acara-acara pemeriksaan juga sama sosialisasi, jadi pendekatan kita ya
dimulai dari perangkat desa.”( Informan 2)

Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa Dinas Kesehatan

kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Aras Kabu sudah melakukan kerjasama

lintas sektoral dengan perangkat desa, tokoh masyarakat, peran masyarakat

,kecamatan dan KNCV . Untuk kerjasama terstruktur yang sudah terjalin yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

dengan Dinas Kesehatan Provinsi dalam pelaskanaan program penanggulangan

TB Paru.

4.3.3 Pernyataan Informan tentang Pelatihan dan Pengembangan Sumber


Daya dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di
Puskesmas Aras Kabu

Hasil wawancara mendalam tentang pelatihan dan pengembangan sumber

daya dalam pelaksanan program penanggulangan TB Paru diperoleh informasi:

“Semua petugas puskesmas sudah pernah dapat pelatihan. Selalu ada itu
programnya tiap tahun. Kalau untuk pelatihan itu biasanya dari KNCV
sama Dinkes provinsi. Nanti mereka yang buat terus kita yang kirimkan
petugasnya, kadang bisa semua ikut kadang hanya perwakilan. Kalau dari
kitanya ya ngirim proposal pengajuan pelatihan ke dinkes provinsi. Kalau
dari Dinkes Kabupaten belum ada buat pelatihan karna APBD kita kan
juga terbatas.” (Informan 1)

“Kita ikuti pelatihan juga, seminar-seminar dari IDI buat yang dokter,
kalau untuk bidannya, perawatnya, petugasnya itu dari dinas langsung.
Tapi memang belum semua dapat pelatihan khusus karena kita juga
menunggu dari dinas.” (Informan 3)
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa setiap tenaga

kesehatan di 34 puskesmas kabupaten Deli Serdang sudah mendapatkan pelatihan

tiap tahunnya. Pelatihan dapat berasal dari kerjasama lintas sektoral dan kerjasama

struktural. Frekuensi pelatihan yang tersedia belum maksimal karena pelatihan

yang diadakan bersifat perwakilan. Sehingga tiap tenaga kesehatan harus

menunggu hingga giliran mereka menjadi perwakilan untuk mendapatkan

pelatihan.

“Disini kan pegawainya sedikit untuk P2TB, jadi memang kalau soal SDM
ya kerjaanya rangkap-rangkap. 1 petugas bisa kerjanya banyak. Jadi
belum bisa untuk pengembangan. Tetapi kalau ada panggilan pelatihan
dari kabupaten ya kita kirim petugas kita.” (Informan 2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

“Untuk pengembangan belum karena petugas TB cuman ibu. Mulai dari


buat tim penjaringan suspek TB, pengobatan pasien BTA(+), konseling
TB, buat laporan pengobatan, laporan TB per individunya. screening TB-
HIV dan TB-DM wajib untuk semua pasien TB, sangat banyak,nak. Kalau
ketemu pasien BTA(+) kita tanya lagi ada balitanya gak, kita cek lagi
balitanya untuk pemberian PPNH. Jadi SDM juga susah berkembang
karena sangat sedikit tenaganya. Pelatihan terakhir 2004 dan nanti
November ada katanya. Ya kita tunggu panggilan lah. Memang kurang
pelatihannya seperti untuk pelatihan kader cuman pernah sekali dari JKM
Cepat.” (Informan 4)
“Untuk pengembangan ya belum sih, karena petugas lab-nya saja cuman
saya sendiri, saya juga analisnya apa lagi kalau hari Senin karena semua
pemeriksaan di hari itu. Mulai dari AMC, Hepatitis, Sifilis, Golongan
Darah untuk ibu hamil. Nah, untuk pelatihan saya selalu dapat jadi
perwakilan baik hepatitis, TB dan itu tiap tahun ada pasti. Untuk
pelatihan dan seminar ada dari dinas, ada dari organisasi tenaga
laboratorium.” (Informan 5)
Untuk pengembangan sumber daya, puskesmas Aras Kabu memiliki

tenaga kesehatan yang terbatas sehingga memberikan beban kerja yang cukup

banyak kepada petugas yang ada walaupun dalam kinerjanya petugas TB juga

dibantu oleh petugas lain, sehingga belum bisa melaksanakan pengembangan

sumber daya. Tidak ada juga ditemukan pernyataan informan mengenai supervisi

untuk internal puskesmas.

4.3.4 Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana yang Diperlukan


dalam Pelaksanaan Program TB Paru di Puskesmas Aras Kabu

Hasil wawancara mendalam penyediaan sarana dan prasarana untuk

pelaksanaan program penanggulangan TB diperoleh informasi:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

“Untuk sarana dan prasarana mungkin bisa dari APBD dan APBN. Kalau
misalnya ada mau penambahan sarana/prasarana ya kita ajuin lagi ke
provinsi. Ya Kalau masi anggaran kecil masih bisa dari sini, kalau besar
ya kita ajuin proposal ke provinsi atau ke mitra-mitra kerja sama kita.”
(Informan 1)

“Kalau penggunaan sarana selalu bisa digunakan seperti mobil ambulans


dan penyediaan saran dan prasaran tetap ada pengajuannya kalau atau
yang perlu ditambah atau yang harus diperbaiki. Dan setiap ada acara
atau program kita siapkan semua logistiknya. Nantinya mau buat ruang
khusus infeksius juga.” (Informan 2)

“Yang paling dibutuhkan sekarang itu sarana transportasi, karena dulu


Global Fund ada sediakan untuk transport, tapi karena sudah tidak ada
lagi ya berhenti. GF juga cuman nyediain satelit untuk data laporan
online aja. Sedangkan disini tidak semua orang kan punya kendaraan dan
tidak ada honor, jadi tidak jalan lagi lah program-program itu. Kalau
untuk penyuluhan, penjaringan itu dari dana BOK. Penggunaan sarana
transport juga gabisa bebas, jadi pasien juga susah datang karena jarak
itu.” (Informan 4)

“Untuk sarana dan prasarana sejauh ini aman-aman aja kok, dek.buku
pasien, obat sama pas kami cek dahak itu lengkap kok. Yang kurang hanya
sarana transportasi aja. Karena disini tidak ada angkuran umum. Kalau
ada kereta ya naik kereta sendiri tapi kan gak masyarakat punya, dek.”
(Informan 6)

Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa penyediaan sarana

dan prasarana untuk pelaksanaan program penanggulangan TB sudah

dilaksanakan semaksimal mungkin. Penyediaan sarana dan prasarana juga berasal

dari kerjasama lintas sektoral atau kerjasama struktural dari puskesmas Aras

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

Kabu. Puskesmas Aras Kabu juga membuat perencanaan untuk pengembangan

sarana dan prasarana pelayanan kesehatan terutama pelaksanaan program

penanggulangan TB dengan pembuatan ruang ruangan khusus infeksius untuk

memberikan pelayanan TB yang lebih maksimal. Hambatan masalah transportasi

sudah ditanggulangi semaksimal Puskesmas Aras Kabu bisa berikan dan

diperlukan kerja sama lintas sektoral dengan pemerintah atau dengan instansi

Organisasi Angkutan Darat (ORGANDA).

4.3.5 Pernyataan Informan tentang Sumber Pendanaan dalam Pelaksanaan


Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aras Kabu

Hasil wawancara mendalam mengenai sistem pendanaan untuk

pelaksanaan program penanggulangan TB diperoleh informasi:

“Tadi ada saya singgung soal dana kalau donator terbesar kita sekarang
ya dari KNCV untuk pelatihan , fasilitas, program-progam dari mereka
paling banyak. Kalau dari Global Fund sudah tidak ada lagi bantuan
dana, hanya untuk sistem pelaporan. Dana BOK dan APBD tahun 2017
untuk TB juga minim kali karna hanya untuk obat aja APBD berikan. Jadi
kalau soal pendanaan ya sulit sebenarnya.” (Informan 1)

“Pendanaan obat dan potnya dari APBD pusat. Kalau BOK untuk
penjaringan dan penyuluhan itu pun hanya sekali setahun. Sejak 2015
tidak ada lagi dana dari Global Fund.” (Informan 4)
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa sumber dana

terbesar yaitu dari kerjsama lintas sektoral. Sebelumnya donatur terbesar yaitu

Global Fund tetapi untuk bantua dana sudah berhenti sejak tahun 2015 dan hanya

untuk sistem pelaporan online TB. Donatur terbesar sekarang adalah KNCV untuk

program dan pelatihan. Tetapi menurut informan petugas TB, bantuan dari KNCV

tidak sebanyak yang diberikan oleh Global Fund seperti untuk dana transportasi

dan fee tambahan untuk penjaringan suspek TB. Dana BOK hanya untuk

membantu pelaksanaan penyuluhan dalam waktu sekali dalam setahun. Dana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

APBD khusus hanya untuk menanggungi obat ,sarana dan prasarana yang

diajukan oleh tiap puskesmas.

4.3.6 Matriks Pernyataan Informan tentang Diagnosa Penderita TB dan


Pemeriksaan Mikroskopis di Puskesmas Aras Kabu

Hasil wawancara mendalam mengenai diagnosa TB dan pemeriksaan

mikroskopis diperoleh informasi:

“Sebenarnya kan sudah ada ketetapan untuk diagnosis penderita karna ini
juga bagian penting kalau kita penjaringan suspek TB. Mungkin untuk
diagnose bisa kita di sosialisasi sama penyuluhan untuk membantu kita
dalam proses penjaringan TB. Biar tau mereka gejala-gejala awal TB
supaya lebih cepat diatasi. Kalau dapat baru cek di labnya.” (Informan 1)
“Kita ada penyuluhan ke desa, disitu kita ada berikan penyuluhan tentang
gejala-gejala TB, disitu kita juga diagnosa TBnya. Kalau misalnya ketemu
ada BTA(+) kita cek lagi di keluarganya ada gak balita seperti yang ibu
bilang tadi. Dan kalau ada yang melapor sudah batuk lebih 2 minggu maka
akan kita tes sputumnya di lab.” (Informan 4)
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa pelaksanaan

diagnosis TB dengan pemeriksaan mikroskopis sudah dilaksanakan dengan

maksimal oleh para informan. Sebelum pemeriksaan mikroskopis, diagnosis TB

juga dilakukan ketika penjaringan suspek dan penyuluhan di masyarakat dan di

klinik umum. Petugas laboratorium sendiri juga telah melaksanakan diagnosis TB

dengan pemeriksaan mikroskopis sesuai prosedur yang sudah ditetapkan ,

pemeriksaan dahak SPS dan melaksanakan tupoksinya yang memiliki peran

penting dalam tahap pemeriksaan mikroskopis.

Satu hal yang menjadi kesulitan untuk pemeriksaan dahak adalah pasien

memberikan saliva bukan dahak sehingga pemeriksaan mikroskopis tidak akurat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Hal ini disebabkan akibat pemberian sputum yang tidak sesuai standar sputum

SPS yang akan diperiksa dengan mikroskopis. Hal ini didukung dengan

pernyataan informan yang menyatakan:

“Diagnosis TB di peran saya ya setelah hasil pemeriksaan sputumnya. Nah


terkadang yang buat sulit itu, untuk diagnosa TB dengan pemeriksaan
mikroskopis kita butuh dahak yang purulent, tapi yang dikasi sama pasien
itu saliva. Jadi pas buat zigzag gak bagus, membayang gitu, kuman yang
kita cari pun gak dapat. Kadang pasien juga gak jujur, dari diagnosa fisik
dan sudah gejala sudah mengarah ke TB, tetapi pas kita tanya sudah minum
obat jawabnya belum. Sebagai petugas lab ya kita tentukan dari hasil
pemeriksaan sputum itu. Sama ketika batuk dahaknya ada darah, kita suruh
jangan tampung dulu karna nanti kumannya gak nampak, ketutup dia, tapi
ya itu susah unutk diminta lagi sputumnya. Jadi diagnosanya gak bisa
maksimal.” (Informan 5)
4.3.7 Pernyataan Informan tentang Penjaringan suspek TB Paru dengan

Strategi DOTS di Puskesmas Aras Kabu

Hasil wawancara mendalam mengenai penjaringan suspek TB Paru dengan

strategi DOTS diperoleh informasi:

“Kita banyak tantangan untuk penjaringan suspek, soalnya masih banyak


kasus yang belum terlapor ke kita. Kalau dari puskesmas sudah semua
melapor, tetapi kalau dari Rumah Sakit sama klinik-klinik gak ada
pelaporan. Jadi kita pun susah capai target angka penemuan kasus. Kalau
untuk upaya penjaringan suspek, kita ada penyuluhan sama sosialisasi
langsung juga ke beberapa puskesmas dan desa.” (Informan 1)
“kalau penjaringan suspek sama screening kita ya paling sosialisasi ke
desa-desa pas wirid. Karena susah untuk ngumpulin warganya untuk
sosialisasi, mereka juga banyak kegiatan lain dan pekerjaan lain. Biasanya
kita penyuluhan dulu baru penjaringan suspek TB juga sekaligus
penjaringan HIV. Akan ada 6 tim penjaringan karena wilayah kerja kita
untuk 6 desa. Jadi kita penjaringannya umum.” (Informan 2)
“Pertama turun ke desa. Mulai dari ke pustu, ke klinik, ke poskesdes.
Kunjungan ke rumah-rumah tadi.Kedua penjaringan di poli umum kalau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

ada pasien batuk lebih dari 2 minggu sudah kita suspek-an untuk di cek.
Tetapi sekarang susah, karena kita sarana transportasi susah, lalu
masyarakat juga susah diberi penyuluhan.” (Informan 4)
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa untuk penjaringan

suspek TB sudah dilaksanakan tetapi belum maksimal karena masih ada

puskesmas yang belum mencapai target, termasuk puskesmas Aras Kabu Terdapat

masalah mengenai pelaporan penemuan suspek yang belum lengkap dari penyedia

pelayanan kesehatan yang lain seperti klinik dan rumah sakit. Selain itu terdapat

tantangan dalam penjaringan TB dimana kesulitan untuk melaksanakan

penyuluhan karena masyarakat yang susah terjangkau dan prilaku masyarakat

yang belum memprioritaskan untuk mengenal kesehatannya sendiri.

4.3.8 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan OAT di Puskesmas Aras

Kabu

Hasil wawancara mendalam mengenai penjaminan ketersediaan OAT

diperoleh informasi:

“Kalau untuk persediaan OAT kita selalu cek. Fatal kalau OAT kosong atau
habis stok karena berpengaruh sama pasien. Sejauh ini Alhamdulilah OAT
selalu tersedia dari APBD.” (Informan 1)

“Persediaan obat kita tidak pernah ada masalah karena selalu tersedia,
tidak pernah kosong.” (Informan 2)

“Kalau utuk obat selalu dibuat per 1 minggu, habis seminggu, ke puskesmas
lagi ambil obatnya sama Bu Friskanya. Sejauh ini belum pernah sih kurang
obat atau habis obatnya, selalu ada stoknya. Kan kalau misalnya gak ada
obat nanti pengobatannya balik lagi.” (Informan 6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa untuk ketersediaan

OAT selalu terjamin oleh para informan. Perencanaan ketersediaan Oat selalu

dijaga dan dijamin tidak pernah kehabisan stok karena semua informan

berkomitmen ketersediaan OAT sangat sensitif dan akan memberi dampak negatif

yang sangat besar kepada pasien. Petugas TB di Puskesmas Aras Kabu juga

memiliki sistem sendiri untuk menjaga agar OAT yang diberikan pasien tidak

tercecer sehingga pengambilan obat dijadwalkan seminggu sekali untuk semua

pasien. Obat boleh diambil oleh pasien atau PMO.

4.3.9 Pernyataan Informan tentang Pengobatan TB Paru Dengan Obat Anti


Tuberkulosis (OAT) yang Diawasi Oleh PMO di Puskesmas Aras Kabu

Hasil wawancara mendalam mengenai penjaminan ketersediaan OAT

diperoleh informasi:

“PMO punya peran penting kali lah untuk P2TB ini. Memang harus yang
benar-benar dipercaya yang jadi PMO, biasanya PMO diambil dari
keluarga atau kerabat terdekat supaya tetap pasien tetap terjaga proses
pengobatannya selama 6 bulan full.” (Informan 1)
“Kita ambil dari keluarga intinya langsung. Kalau suami yang sakit ya
istrinya atau anaknya, yang tinggal 1 rumah la sama mereka. Jadi
pemantauan pun lebih mudah dana lebih bisa dijamin dijaga teratur minum
obatnya.” (Informan 4)
“Membantu saya kali pun, dek. Karena kadang kayak saya la, saya kerja
kadang lupa-lupa juga uda minum obat atau belum, kayak dulu pas
pertama-tama pengobatan itu obatnya besar-besar dan banyak, benar-
benar buat bosan sama muak, untung istri saya selalu memantau saya jadi
pemgobatan saya gak bolong. Kalau gak ada PMO mungkin saya gak siap-
siap pengobatannya.” (Informan 7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa pelaksanaan

pengobatan TB dengan pengawasan PMO sudah dilaksanakan dengan maksimal.

Semua informan menyatakan bahwa PMO juga mempunyai peran penting untuk

mencapai keberhasilan strategi DOTS. PMO juga banyak membantu meringankan

tugas petugas TB untuk mengawasi selama pasien meminum obat.

4.3.10 Pernyataan Informan tentang Pencatatan dan Pelaporan yang


dilakukan dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di
Puskesmas Aras Kabu

Hasil wawancara mendalam mengenai pencatatan dan pelaporan untuk

program penanggulangan TB diperoleh informasi:

“Untuk pencatatan dan pelaporan kita sudah ada standarisasinya dan itu
sudah disosialisasikan ke petugas TB karena kita sistem online sekarang
dari Global Fund. Untuk jangka waktu pelaporannya itu triwulan sekali.
untuk format laporannya ada 13 format laporan yang sudah ditentukan
dan itu kita lengkapi semuanya dan sudah diaudiensi juga ke petugas di
semua puskemas wilayah kerja kita.” (Informan 1)
“Masing-masing tiap pasien ada bukunya dan buku itu dipegang oleh
PMO. Selain buku disini ada formnya. Disini ibu nanti ngisi form laporan
TB ya sesuai kunjungan dia ngambil obat seminggu sekali. Ada laporan
umum kayak jumlah suspek, berapa jumlah BTA(+) yang ditemukan, yang
diobati, yang sembuh sampai ke laporan TB-HIV sama TB-DMnya
juga.”(Informan 4)
“Setiap hari kita catat hasil di buku. Kalau TB kan namanya laporn
ETB12 nanti kita kiri ke RRI Lubuk Pakam per triwulan. Nanti dikirim
email dan slidenya juga dikirim hardcopy—nya.” (Informan 5)
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa untuk pencatatan

dan pelaporan untuk program penanggulangan TB sudah dilaksanakan secara

maksimal. Mulai dari pencatatan laporan khusus TB secara manual dan juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

untuk pelaporan online juga sudah dilaksanakan semaksimal mungkin. Format

laporan juga sudah ada ketenttuannya dan 13 format laporan tersebut sellau

dilengkapi dan dilaporkan ke pusat.

4.3.11 Pernyataan Informan tentang Pemantauan dan Evaluasi yang


dilakukan dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru
Puskesmas Aras Kabu

Hasil wawancara mendalam mengenai pemantauan dan evaluasi untuk

program penanggulangan TB diperoleh informasi:

“Kita selalu adakan supervisi ke beberapa puskesmas tiap 3 bulan sekali.


Disitu kita cek bagaimana perkembangan atau pelaksaan P2TB-nya, apa-
apa aja jadi hambatan kenapa gak capai target, keluhan dan rencana-
rencana membuat penyuluhan kita bahas juga disitu.” (Informan 1)

“Sebagai penanggungjawab P2TB kita biasanya ada inspeksi dari Dinas.


Nanti kita bahas kinerja selama ini dan apa-apa aja yang mau dilakukan
dibahas disitu. Sejauh ini untuk monev-nya terus berjalan sih. Kalau monev
ke PMO kita biasanya via handphone.” (Informan 3)

“Kalau ibu monitoring PMO via telefon dan selain telefon, juga ada
tanyakan ke PMO atau pasien ketika mereka mengambil obat. Jadi ibu buat
jadwal seminggu sekali ambil obat juga supaya ibu bisa lihat
perkembangan mereka. Kenapa saya buat jadwal seminggu sekali supaya
obatnya gak tercecer.” (Informan 4)

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa pemantauan dan

evaluasi dilakukan bersamaan dengan supervisi ke puskesmas. Dari Dinas

Kesehatan sendiri melakukan kunjungan berkala ke semua puskesmas untuk

memeriksa dan mengecek kinerja puskesmas setiap tiga bulan sekali. Dinas

Kesehatan juga berkoordinasi kepada petugas TB di tiap puskesmas jika laporan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

yang dikirim belum lengkap. Supervisi harusnya dilakukan di semua pihak

eksternal dan internal, tetapi di Aras Kabu hanya ada monitoring dan evalusi

berbentuk supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.

4.3.12 Pernyataan Informan tentang Pelatihan dan Tugas Pengawas Minum


Obat dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di
Puskesmas Aras Kabu.

Hasil wawancara mendalam mengenai pelatihan dan tugas pegawas

minum obat dalam pelaksanaan program penanggulangan TB Paru diperoleh

informasi:

“Untuk pelatihan khusus PMO memang belum ada, hanya ada edukasi
dan penyuluhan untuk menjadi PMO dari petugas TB.” (Informan 3)
“Pelatihan khusus memang gak ada, nak. Tetapi disini kita ada kasi
intruksi ke mereka, apa-apa aja tugas mereka, syarat-syarat dan aturan
juga dijelaskan.” (Informan 4)
“Sebagai PMO saya pernah dikasih arahan saya harus ngapain aja,
tugas-tugas saya ngapain aja. Edukasi gitu bu Friskanya, tetapi untuk
pelatihan khusus PMO belum pernah atau entah saya yang gak dapat gak
tau juga ya dek. Saya memang tegas sama suami saya, saya mau dia
sembuh, makanya saya gak mau teledor.” (Informan 6)
Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa PMO belum
mendapat pelatihan secara khusus. PMO hanya mendapatkan edukasi dan
pelatihan di awal untuk penjelasan tugas pokok dan fungsi sebagai PMO selama
masa pengobatan.
4.3.13 Pernyataan Informan tentang Pelayanan Puskesmas dalam
Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aras
Kabu.
Hasil wawancara mendalam mengenai pelayanan puskesmas dalam

pelaksanaan program penanggulangan TB paru diperoleh informasi:

“Pelayanan ya tetap sesuai standarisasi puskesmas dan ketentuan DOTS,


tapi memang kurang maksimal karena disini masih fokus ke KIA. Jadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

fokusnya masih ke KIA belum ke TB jadi ya masih belum maksimal


menurut saya tambah lagi masalah-masalah yang lain.” (Informan 4)
“Untuk pelayanannya sih bagus dek. Alurnya mulai dari pendaftaran,
pemeriksaan dan pengobatannya juga jelas dan gak ribet kok. Syarat-
syarat administrasinya juga gak susah. Pasien juga dipantau jadi menurut
saya pelayanannya bagus kok dek. Mungkin hanya kurang informasi aja
seperti gak semua orang tau kalo pengobatan TB itu gratis. Banyak yang
kira bayar jadi pada takut duluan untuk berobat atau ngecek.” (Informan
6)
Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa pelayanan

Puskesmas Aras Kabu sudah memenuhi syarat dan ketentuan pelaksanaan sesuai

strategi DOTS. Semua informan dari Dinas Kesehatan dan pun mengatakan

bahwa pelayanan yang mereka berikan juga sudah semaksimal yang mereka bisa

kerjakan walaupun ada tantangan yang menjadi penghambat. Dari informan PMO

dan pasieb TB juga mengatakan bahwa untuk alur pelayanan program

penanggulangan TB juga tidak susah atau dipersulit oleh pihak puskesmas.

4.3.14 Pernyataan Informan tentang Tantangan Internal maupun Eksternal


dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas
Aras Kabu

Hasil wawancara mendalam mengenai tantangan internal maupun

eksternal dalam pelaksanaan program penanggulangan TB Paru diperoleh

informasi:

“Kalau kendala ya pasti ada ya. Mulai dari target yang belum tercapai,
pelaporan yang belum lengkap, penjaringan suspek yang belum maksimal
.Itulah menurut saya yang paling berat, tapi ya pelan-pelan kita perbaiki
pelayanan kita supaya tidak nambah yang sakit TB sama cepat sembuh
lah yang sakit TB ini.” (Informan 1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

“Pasti segala sesuatu ada kendala, kalau di kitanya tidak ada kendala,
lebih ke pasien. Sifat pasiennya, kesadaran pasiennya yang masih kurang
dalam kepatuhan minum obat, kepeduliannya terhadap lingkungan, baik
lingkungan keluarganya karena kalau ada laporan kesini kita langsung
jumpai ke rumahnya.” . (Informan 3)
“Yang pertama itu untuk kesadaran masyarakatnya. Ada yang malu
karena mereka kena TB, tidak terima dengan keadaan mereka, merasa
sembuh dipertengahan pengobatan karena tidak merasqa sakit padahal
sudh ada peringatan untuk pantang berhenti sebelum 6 bulan. Untuk
monev-nya seperti yang saya bilang saya pantau dari telefon. Ada yang
gak mau jawab telefonnya. Kalau sampai 5 kali gak diangkat yauda saya
biarkan, ada batas kesabaran ibu, bukan hanya itu kerjaan ibu, nak.kalau
yang sudah parah ya kita rujuk ke RS Adam Malik ada yang sudah suspek
MDR dan sudah mau sekarat. “ (Informan 4)
“Tadi ada saya bilang tentang sputum yang dikasi saliva dan satu lagi
dulu GF kalau kita dapat pasien, ada fee-nya. Kalau sekarang tidak ada
lagi. Kerja disuruh tetapi untuk pudding petugasnya gak ada lagi. Dulu
orang berlomba-lomba nyari suspek. Sekarang kerja harus benar, laporan
harus akurat, puddingnya kurang. Jadi ya berat juga la kerja beratnya.”
(Informan 5)
Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa menurut Dinas

Kesehatan, yang menjadi tantangan adalah penjaringan suspek TB yang belum

maksimal dan mencapai target memiliki hubungan dengan tantangan yang

dipaparkan oleh informan petugas laboratorium penjaringan suspek menurun juga

karena kerja petugas yang sudah berat tidak diberikan fee tambahan untuk

kegiatan penjaringan TB yang lebih luas.

Menurut informan kepala puskesmas, penanggungjawab TB dan petugas

TB, yang menjadi tantangan adalah masyarakat, pasien dan sarana transportasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Masyarakat masih kurang memberi prioritas untuk mengikuti penyuluhan-

penyuluhan yang diberikan oleh puskesmas. Ada juga pasien TB yang masih

belum serius dalam pengobatannya dimana tidak mau menyelesaikan pengobatan

selama 6 bulan ketika sudah merasa enakan dan hambatan yang terakhir adalah

mengenai sarana transportasi, dimana tidak ada angkutan umum yang melewati

puskesmas Aras Kabu. Ada desa yang berada jauh dari puskesmas akan sulit

untuk menuju puskesmas.

4.3.15 Pernyataan Informan tentang Strategi dalam Pelaksanaan Program


Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aras Kabu.

Hasil wawancara mendalam strategi dalam pelaksanaan program

penanggulangan TB Paru diperoleh informasi:

“Untuk strategi ke depan ya pasti penguatan komitmen, SKPD dan


organisasi profesi supaya makin banyak orang atau instansi yang saling
bantu pasti lebih mudah kita laksanakan P2TB Misalnya seperti dengan
IDI, stakeholder yang lain.“(Informan 1)
“Yang pastinya tidak bosan-bosan untuk buat penyuluhan tentang TB, dan
penyakit lain seperti PHBS. Kami ada rencana juga untuk membuat
ruangan khusus untuk penyakit infeksius seperti hepatitis, TB, HIV bisa 1
tempat khusus. Biar mereka lebih nyaman juga komunikasi. Karena
mungkin selama ni mereka di tempat terbuka jadi merasa tidak nyaman.”
(Informan 2)
“Mungkin lebih ke penambahan kunjungan yang lebih sering dan juga
ada lebih banyak pelatihan-pelatihan khusus untuk masyarakat. karena
memang masalah beratnya kan di kurangnya kesadaran masyarakat untuk
kesehatan mereka dan untuk lebih peka dengan kesehatan keluarganya.
jadi itu sih menurut saya untuk kedepannya.” (Informan 3)
“Mau mengundang lintas sektoral puskesmas untuk rapat tingkat di
puskesmas. Jadi semua kepala desanya, perangkat desanya, camatnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

Karena pasien-pasien yang gagal berobat itu juga ga tau perangkat


desanya. Supaya jelas peran para perangkat desa dan kepala desanya
supaya lebih banyak orang yang berperan jadinya biar semakin mudah
penyelesaian masalah TB ini” (Informan 4)
”Pasien ini susah nurut makan obat uda enak dikit berhenti dan mungkin
sosialisasi dari dinas ya, karena kita kalau tegas nanti pasiennya gak mau
datang lagi. Lebih ke pembinaan karakter masyarakat supaya lebih
gampang diajak kerja sama. Kan yang mau sembuh kan masyarakatnya.”
(Informan 5)
Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa

ragam strategi yang dipaparkan oleh tiap informan untuk pelaksanaan program

Penanggulangan TB. Menurut Dinas Kesehatan dan petugas TB strategi yang

dapat dilaksanakan adalah penguatan komitmen dengan penambahan kerjasama

lintas sektoral dengan organisasi keprofesian seperti IDI, IDGI, dll dan ada

dibentuk rapat khusus di tingkat puskesmas untuk mengaktifkan peran kepala

desa, camat dan perangkat-perangkat desa untuk saling membantu pelaksanaan

program penanggungan TB dan mau peduli kepada masyarakatnya lebih dalam

lagi.

Menurut Kepala Puskesmas, strategi yang dapat dilaksanakan kedepan

adalah pembuatan ruang pelayanan kesehatan khusus penyakit infeksius agar

pasien lebih nyaman ketika berkonsultasi tentang penyakit infeksius. Menurut

penanggungjawab TB dan petugas laboratorium mengatakan bahwa perlunya

penyuluhan yang lebih banyak lagi untuk semakin cepat menyadarkan masyarakat

tentang pentingnya menjaga kesehatan dan mencegah penyakit mulai dari gaya

makan, pola hidup, dan cek kesehatan dini. Selain penyuluhan juga diperlukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

penegasan kepada pasien agar mau menyelsaikan pengobatan dengan lengkap

agar segera sembuh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Masukan ( Input )

Terdapat beberapa aspek yang dikategorikan sebagai masukan (input)

dalam program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS khususnya dalam

pelaksanaan program TB Paru yaitu komitmen politis, tenaga kesehatan yang

berkompeten, sarana dan prasarana P2TB dan pendanaan.

5.1.1 Komitmen Politis

Komitmen politis pemerintah dalam mendukung pengawasan tuberkulosis

adalah penting terhadap keempat unsur lainnya dalam strategi DOTS untuk

dijalankan dengan baik. Komitmen ini seyogyanya dimulai dengan keputusan

pemerintah untuk menjadikan tuberkulosis sebagai prioritas utama dalam program

kesehatan. Untuk mendapatkan dampak yang memadai maka harus dibuat suatu

program nasional yang menyeluruh yang diikuti dengan pembuatan buku

petunjuk yang menjelaskan bagaimana DOTS dapat diimplementasikan dalam

sistem kesehatan umum yang ada, dan diperlukan dukungan pendanaan dalam hal

sarana, prasarana dan peralatan serta tenaga pelaksana yang terlatih untuk dapat

mewujudkan program menjadi kegiatan nyata di masyarakat. (WHO, 1999)

Komitmen politis untuk menjamin keberlangsungan program pengendalian

TB adalah sangat penting bagi keempat komponen lainnya agar dapat

dilaksanakan secara terus menerus. Bentuk pelaksanaan komitmen politis harus

diterjemahkan menjadi aksi nyata seperti formulasi kebijakan-kebijakan

pengendalian TB sebagai dukungan untuk pelaksanaan P2TB secara nasional,

72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73

penyusunan buku pedoman pelaksanaan program TB agar pelaksanaan program

TB lebih sistematis dan terstruktur, menjalin kerja sama struktural maupun lintas

sektor, penyediaan obat TB, penyediaan tenaga kesehatan yang berkompeten serta

pendanaan. (Kemenkes RI, 2014)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa para stakeholder

di Kabupaten Deli Serdang menyatakan komitmen mereka dengan:

1. Melaksanakan kebijakan program TB Nasional (Stop TB, Strategi DOTS,

Strategi DOTS Plus) dan menerapkan kebijakan program TB di semua

puskesmas di wilayah kerja Kabupaten Deli Serdang,

2. Melaksanakan program P2TB sesuai dengan pedoman tuberkulosis yang

disusun oleh Kementerian Kesehatan Indonesia

3. Melakukan kerjsama Lintas sektor serta kerja sama struktural dan

kerjasama lintas sektor yang dilakukan seperti dengan stakeholder tingkat

kecamatan, perangkat desa dan donatur internasional (KNCV). Untuk

kerjasama terstruktur telah terlaksana dengan Dinas Kesehatan Provinsi

Sumatera Utara.

4. Adanya dukungan dana untuk melaksanakan program TB paru merupakan

salah satu komitmen politis yang sangat penting. Dukungan dana berasal

dari KNCV (Koninklijke Nederlandse Centrale Vereniging tot bestrijding

der Tuberculose) untuk dana pelatihan dan program seputar TB, dana

BOK untuk bantuan penyelenggara penyuluhan sekali dalam setahun, dan

APBD provinsi dan daerah untuk dana penyediaan OAT serta penyediaan

sarana dan prasarana dengan anggaran yang masih terbatas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Komitmen politis dalam menanggulangi masalah TB paru belum sepenuhnya

dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari anggaran dana dari

pemerintah yang hanya dibatasi untuk penyediaan Obat dan sarana/prasarana

P2TB. Hal lain yang menunjukkan bahwa komitmen politis belum maksimal

dimana stakeholder masih lebih mengandalkan dana internasional daripada dana

dari dalam negeri untuk pelaksanaan P2TB termasuk dalam penjaringan dan

penemuan penderita. Kurangnya komitmen politis dalam ketersediaan dana akan

berdampak pada terhambatnya pelaksanaan kegiatan penanggulangan TB paru.

Hal ini sejalan dengan penelitian Murti dkk (2010) menyatakan bahwa dukungan

pemerintah dalam pembiayaan program pengendalian TB paru masih rendah

sehingga berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan program

penanggulangan TB Paru. Adanya dukungan dana secara penuh, maka

pelaksanaan kegiatan yang dilakukan akan berjalan dengan baik.

5.1.2 Tenaga Kesehatan yang berkompeten

Salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan suatu program

adalah tersedianya sumber daya manusia yang cukup baik dari segi kuantitas

maupun kualitas, sumber daya manusia merupakan aset utama suatu organisasi

dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program. Tenaga kesehatan

merupakan sumber daya manusia dalam organisasi dan menjadi faktor yang

mempengaruhi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pengembangan SDM

merupakan kegiatan yang dapat menjaga kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan

yang berkompten dalam melaksanakan program kesehatan. Pengembangan SDM

dalam program TB bertujuan untuk menyediakan tenaga pelaksana program yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap (dengan kata lain kompetensi)

yang diperlukan untuk pelaksanaan program TB, dengan jumlah yang memadai

pada tempat yang sesuai dan pada waktu yang tepat sehingga mampu menunjang

tercapainya tujuan program TB nasional. ( Kemenkes RI, 2011)

Menurut Kemenkes RI (2011) ada 3 hal pokok yang sangat pentying

dalam pengembangan SDM yaitu:

1. Standar Ketenagaan Program

Ketenagaan dalam program penanggulangan TB memiliki standar-standar

yang menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk

terselenggaranya kegiatan program TB. Untuk fasilitas pelayanan

kesehatan tipe puskesmas pelaksana mandiri, kebutuhnan minimal tenaga

pelaksana terlatih terdiri dari: 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1

tenaga laboratorium.

2. Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan , sikap,

dan keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja

petugas. Konsep pelatihan dalam program TB terdiri dari:

a. Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training)

Dengan memasukkan materi program penanggulangan tuberkulosis

strategi DOTS dalam pembelajaran/kurikulum Institusi pendidikan

tenaga kesehatan. (Fakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan,

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Farmasi dan lain-lain)

b. Pelatihan dalam tugas (in service training)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

Dapat berupa aspek klinis maupun aspek manajemen program seperti

(1) Pelatihan dasar program-program TB (initial training in basic

DOTS implementation) seperti:

a) Pelatihan penuh, seluruh materi diberikan

b) Pelatihan ulangan (retraining), yaitu pelatihan formal yang

dilakukan terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan

sebelumnya tetapi masih ditemukan banyak masalah dalam

kinerjanya, dan tidak cukup hanya dilakukan melalui supervisi.

Materi yang diberikan disesuikan dengan inkompetensi yang

ditemukan, tidak seluruh materi diberikan seperti pada

pelatihan penuh.

c) Pelatihan penyegaran, yaitu pelatihan formal yang dilakukan

terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya

minimal 5 tahun atau ada up-date materi, seperti: pelatihan

manajemen OAT, pelatihan advokasi, pelatihan TB-HIV,

pelatihan DOTS plus, surveilans.

d) On the job training (pelatihan ditempat tugas/refresher): telah

mengikuti pelatihan sebelumnya tetapi masih ditemukan

masalah dalam kinerjanya, dan cukup diatasi hanya dengan

dilakukan supervisi.

c. Pelatihan lanjutan (continued training/advanced training): pelatihan

untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan program yang lebih

tinggi. Materi berbeda dengan pelatihan dasar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

3. Supervisi

Supervisi adalah kegiatan yang sistematis untuk meningkatkan

kinerja petugas dengan mempertahankan kompetensi dan motivasi petugas

yang dilakukan secara langsung. Kegiatan yang dilakukan selama

supervisi adalah: Observasi, diskusi, bantuan teknis, bersama-sama

mendiskusikan permasalahan yang ditemukan, mencari pemecahan

permasalahan bersama-sama, dan memberikan laporan berupa hasil

temuan serta memberikan rekomendasi dan saran perbaikan.

Supervisi harus dilaksanakan di semua tingkat dan disemua unit

pelaksana, karena dimanapun petugas bekerja akan tetap memerlukan

bantuan untuk mengatasi masalah dan kesulitan yang mereka temukan.

Suatu umpan balik tentang kinerja harus selalu diberikan untuk

memberikan dorongan semangat kerja.

Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa SDM di Puskesmas

Aras Kabu bahwa untuk standar ketenagaan program sudah memenuhi batas

minimal jumlah tenaga kesehatan di puskesmas tipe mandiri tetapi menurut hasil

wawancara dengan petugas TB, jumlah petugas di Puskesmas Aras Kabu dengan

beban kerja yang harus dikerjakan tidak seimbang. Beban kerja yang terlalu

banyak yang harus dikerjakan oleh 1 orang petugas TB terlalu banyak sehingga

petugas TB mengemukakan bahwa kinerjanya menjadi tidak maksimal. Hal ini

menimbulkan beban kerja yang berat terhadap petugas TB mulai dari penjaringan

suspek TB ke masyarakat, pemberian PPNH, pengobatan pasien TB BTA(+),

konseling untuk pasien TB, pemberian OAT, pemantauan pengobatan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

pencatatan laporan tiap pasien yang sedang dalam masa pengobatan melalui PMO.

Beban kerja sebanyak itu tentunya mempengaruhi pelaksanaan program

penanggulangan TB menjadi kurang maksimal.

Seharusnya tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanggulangan TB paru

di Puskesmas Aras Kabu bukan hanya tanggungjawab petugas TB paru saja,

melainkan adanya dukungan lain seperti tenaga kesehatan lain, kader TB dan

PMO yang ditunjuk oleh pihak puskesmas untuk terlibat dalam program

penanggulangan TB. Petugas TB paru tidak akan mampu menangani

permasalahan TB paru tanpa adanya kerjasama dengan tenaga kesehatan lain dan

kader TB dalam upaya penemuan kasus.

Supervisi yang dilakukan hanya dari unit Dinas Kesehatan Kabupaten Deli

Serdang ke puskesmas dalam jangka waktu sekali dalam tiga bulan. Supervisi

diharapkan untuk dilakukan di semua unit baik dari eksternal puskesmas dan

internal puskesmas. Tidak adanya supervisi untuk unit internal puskesmas

menyebabkan petugas internal tidak memiliki pengetahuan yang merata mengenai

perkembangan pelaksanaan program penanggulangan TB yang belum maksimal

sEhingga tidAk ada diskusi untuk pemecah masalah pelaksanaan P2TB di

Puskesmas Aras Kabu sendiri.

Pelatihan yang diberikan untuk tenaga kesehatan umumnya diselengarakan

oleh KNCV atau dari Dinas Kesehatan Provinsi. Menurut hasil wawancara,

pelatihan yang didapatkan petugas juga tidak banyak dan harus menunggu giliran

karena sistem pelatihannya adalah perwakilan dari beberapa puskesmas. Hal ini

menyebab bahwa pelatihan yang didapatkan oleh tenaga kesehatan juga tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

rutin. Pelatihan untuk kader TB dan PMO juga belum ada diberikan pelatihan

khusus sehingga program kader TB pun tidak berjalan dan masih ada PMO yang

belum melakukan tugasnya dengan benar.

Berdasarkan penelitian Juliani dkk (2012) pelatihan sangat penting untuk

meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan meningkatkan kinerja

pegawai. Pelatihan berjenjang dan berkelanjutan kepada tenaga kesehatan serta

masyarakat yang terkait dalam upaya penanggulangan TB paru merupakan bagian

dari pengembangan sumber daya manusia, dengan adanya pelatihan yang

berkelanjutan tersebut maka semua petugas TB di puskesmas diharapkan mampu

dalam meningkatkan angka penemuan penderita TB paru dan mencegah sedini

mungkin terhadap kemungkinan menularnya TB paru ke orang lain.

5.1.3 Sarana dan Prasarana P2TB

Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi hasil dari kegiatan program penanggulangan TB paru. Sarana

merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan

tertentu, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai

penunjang dalam melaksanakan suatu kegiatan. Fasilitas tersebut harus ada pada

setiap puskesmas dan dalam kondisi yang baik atau tidak rusak, lengkap,

berkualitas dan jumlahnya yang mencukupi sehingga dapat membantu petugas

dalam melaksanakan pekerjaannya dengan baik. ( Depkes RI, 2006)

Dalam manajemen Program Pengendalian TB, logistik dikelompokan

menjadi dua jenis yaitu:

1) Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

Sediaan OAT lini pertama ada dua macam yaitu Kombinasi Dosis

Tetap (KDT) dan Kombipak

a) OAT KDT terdiri dari kombinasi dua (HR) atau empat

jenis (HRZE) obat dalam satu tablet yang dosisnya

disesuaikan dengan berat badan pasien.

b) OAT Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari

Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan

Etambutol (E) yang dikemas dalam bentuk blister.

2) Logistik Non OAT

i. Alat Laboratorium : Mikroskop, Pot Dahak, Kaca sediaan,

Oli Emersi, Ether Alkohol, Tisu, lampu spiritus, ose, pipet,

kertas saring, dan lain-lain.

ii. Bahan diagnostik, antara lain: Reagensia ZN, PPD RT

(tuberkulin)

iii. Barang cetakan, antara lain buku pedoman, Formulir

Pencatatan dan Pelaporan, booklet, brosur, poster, lembar

balik, kertas, tinta printer, map, odner stiker dan lain-lain.

(Kemenkes RI, 2011)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pelaksanaan

program penanggulangan TB paru khususnya dalam penemuan kasus dan

pemeriksaan dahak tidak akan terlepas dari tersedianya sarana dan prasarana

untuk mendukung keberhasilan program tersebut. Puskesmas Aras Kabu telah

memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai. Logistik untuk pemeriksaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

mikroskopis seperti ruang laboratorium, pot penampungan dahak, kaca slide,

mikroskop dan logistik pembantu lain sudah tersedia dengan lengkap. Sarana

untuk proses pengobatan seperti persediaan OAT juga tidak pernah kehabisan

stok. Penyediaan sarana yang masih terbatas diberikan oleh Puskesmas Aras Kabu

yaitu transportasi dimana tidak adanya angkutan umum yang melewati

puskesmas. Tidak semua masyakat di 6 desa yang menjadi wilayah kerja

Puskesmas Aras Kabu memiliki kendaraan sendiri. Jarak yang jauh dan

keterbatasan transportasi menjadi hambatan untuk pasien datang ke puskesmas.

5.1.4 Pendanaan

Kondisi saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara dengan beban TB

yang tertinggi diantara 22 negara penyumbang kasus TB terbanyak. Oleh karena

itu diperlukan pembiayaan yang optimal untuk menurunkan permasalahan TB di

Indonesia. Pembiayaan program TB dapat diindentifikasi dari berbagai sumber

mulai dari anggaran pemerintah dan berbagai sumber lainnya, sehingga semua

potensi sumber dana dapat dimobilisasi. Mobilisasi alokasi sumber dana secara

tepat, baik di tingkat pusat maupun daerah harus dilaksanakan melalui komitmen

pembiayaan pemerintah pusat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) dan penerimaan dana hibah.( Kemenkes RI, 2014)

Pendanaan untuk Program TB dapat berasal dari:

1) APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)

Alokasi pembiayaan dari APBN digunakan untuk membiayai

pelaksanaan kegiatan program TB nasional, namun dalam upaya

meningkatkan kualitas program di daerah, Kementerian Kesehatan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

hal ini Sub Direktorat TB melimpahkan kewenangan untuk mengelola

dana APBN dengan melibatkan pemerintah daerah dengan mekanisme

sebagai berikut:

a. Dana dekosentrasi (dekon) yaitu dana dari pemerintah pusat

(APBN) yang diberikan kepada pemerintah daerah sebagai

instansi vertikal yang digunakan sesuai dengan tugas pokok dan

fungsi. Dana dekonsentrasi untuk program pengendalian TB

digunakan untuk memperkuat jejaring kemitraan di daerah

melalui lintas program dan lintas sektor, meningkatkan

monitoring dan evaluasi program pengendalian TB di

kabupaten/kota melalui pembinaan teknis, meningkatkan

kompetensi petugas TB melalui pelatihan tatalaksana program

TB.

b. Dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan adalah dana

perimbangan yang ditujukan untuk menciptakan keseimbangan

keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

dalam Pembangunan Kesehatan di Daerah. Dana ini diserahkan

kepada daerah melalui pemerintah daerah kabupaten/kota untuk

menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan seperti

alat dan bahan penunjang di laboratorium dalam rangka

diagnosis TB dan perbaikan infrastruktur di kabupaten/kota

termasuk gudang obat,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

c. Bantuan operasional kesehatan (BOK) diserahkan kepada

fasilitas pelayanan kesehatan untuk membiayai operasional

petugas, dan dapat digunakan sebagai transport petugas fasilitas

pelayanan kesehatan dalam rangka pelacakan kasus yang

mangkir TB, pencarian kontak TB.

2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Alokasi pembiayaan dari APBD digunakan untuk membiayai

pelaksanaan kegiatan program TB di tingkat provinsi maupun

kabupaten/kota, berdasarkan tugas, pokok dan fungsi dari pemerintah

daerah.

3) Dana Hibah

Kementerian Kesehatan dalam hal ini Sub Direktorat TB

merupakan salah satu program yang mendapat kepercayaan menerima

dana hibah dari luar negeri. Saat ini berbagai keberhasilan telah banyak

dicapai oleh program TB, namun sebagian besar pembiayaan masih

tergantung kepada donor (PHLN).

Hibah dari Global Fund merupakan bagian terpenting dari

keseluruhan dana untuk program TB, permasalahan yang terkait dengan

pendanaan donor (restriksi/suspend) akan berdampak secara langsung

terhadap kinerja program. Kondisi saat ini hampir 61% dana operasional

pengendalian TB terutama di provinsi dan kabupaten/kota dibiayai oleh

Global Fund, walaupun sudah ada kebijakan proporsi pemerintah (APBN)

dari 23% pada tahun 2009 menjadi 30% tahun 2011, dan menjadi 35%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

pada tahun 2014 (Strategi Pengendalian Nasional TB). Oleh karena itu

diperlukan mobilisasi sumber pendanaan yang ada (APBN/APBD dan

peran swasta) untuk kesinambungan keberlangsungan pengendalian TB.

4) Asuransi Kesehatan dan Swasta

Dalam upaya keberlanjutan pembiayaan Pengendalian TB, perlu

meningkatkan dana tambahan dari sumber daya lain seperti

asuransi kesehatan dan sector swasta melalui dukungan dari dana

pertanggung jawaban sosial perusahaan (Corporat Social

Responsibility Funds), karena pengendalian TB bukan hanya

menjadi tanggung jawab pemerintah pusat maupun daerah

(provinsi dan kabupaten/kota) namun juga merupakan tanggung

jawab sektor swasta dan masyarakat.

Pembiayaan program kesehatan termasuk pengendalian TB sangat

bergantung pada alokasi dari pemerintah pusat dan daerah di era desentralisasi

sekarang. Alokasi APBD untuk pengendalian TB secara umum rendah

dikarenakan tingginya pendanaan dari donor internasional dan banyaknya masalah

kesehatan masyarakat lainnya yang juga perlu didanai. Pembiayaan program TB

saat ini masih mengandalkan pendanaan dari donor internasional dan alokasi

pendanaan pemerintah pusat untuk pengadaan obat. Alokasi anggaran pengadaan

obat ini menurun dalam beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan stock-out.

Rendahnya komitmen politis untuk pengendalian TB merupakan ancaman bagi

kesinambungan program pengendalian TB. Program pengendalian TB nasional

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

semakin perlu penguatan kapasitas untuk melakukan advokasi dalam mening

katkan pembiayaan dari pusat maupun daerah. (Kemenkes. 2011).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa yang menjadi sumber pendanaan

untuk pelaksanaan P2TB di Puskesmas Aras Kabu adalah ABPD, BOK dan dana

hibah. APBD Kabupaten Deli Serdang terbatas dalam P2TB dan bantuan

pendanaan yang diberikan berupa penyediaan OAT untuk semua tipe pasien TB.

BOK memberikan bantuan dana untuk pelaksanaan penyuluhan kesehatan sekali

dalam setahun. Donatur dana hibah internasional adalah KNCV (Koninklijke

Nederlandse Centrale Vereniging tot bestrijding der Tuberculose) dan untuk

sumber dana nasional berasal dari BOK dan APBD daerah dan provinsi. Bantuan

KNCV berupa dana untuk pelaksanaan program-program TB dan pelatihan

berkala kepada tenaga kesehatan untuk tiap profesi. Program TB yang didanai

oleh KNCV mayoritas adalah program dari program KNCV sendiri sehingga

kemungkinan untuk mendapat sponsor program yang diajukan dari puskesmas.

Sejak tahun 2015, Global Fund tidak lagi memberikan bantuan dana apapun untuk

pelaksanaan P2TB di Kabupaten Deli Serdang dan hanya menyediaan sistem

pelaporan online. Jika dibandingkan bantuan dana KNCV dan Global Fund,

masih lebih besar dana yang diberikan oleh Global Fund karena ada dana

transportasi dan dana penjaringan suspek yang diberikan. Salah satu masalah

utama di Puskesmas Aras Kabu adalah transportasi yang terbatas. Tidak adanya

transportasi umum dari rumah warga menuju puskesmas membuat masyarakat

pun menjadi sulit untuk rutin ke puskesmas. Puskesmas juga terbatas untuk

memberikan bantuan dana untuk transportasi masyarakat. Selain masalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

transportasi, Global Fund juga memberikan bantuan dana untuk penjaringan

suspek berupa pelaksanaan penyuluhan dan dana untuk penemuan suspek TB.

Tiap ada penemuan suspek TB, petugas akan diberikan dana tambahan dari

Global Fund sehingga menambah motivasi petugas untuk penjaringan suspek TB,

tetapi semenjak dana Global Fund sudah selesai, tidak ada lagi dana bantuan

penjaringan suspek dan penemuan suspek TB. Dengan beban petugas yang

banyak di puskesmas, tentu hal ini akan mempengaruhi petugas untuk melakukan

tugas tambahan dengan penjaringan suspek TB langsung. Hal ini masih menjadi

masalah untuk pelaksanan P2TB di Puskesmas Aras Kabu.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Budiman (2012) yang mengatakan

bahwa pelaksanaan pengendalian tuberkulosis dari aspek pendanaan sudah

memadai, sumber dana yang paling banyak berasal dari Global Fund. Kontribusi

donor dana Global Fund sangat signifikan terhadap berjalannya kegiatan

pengendalian TB di kota Padang, sedangkan sumber dana dari pemerintah sangat

minim. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah kota Padang menganggap dana

untuk kegiatan program sudah cukup besar dalam upaya pengendalian

tuberkulosis di Kota Padang.

5.2 Proses

Aspek yang terdapat dalam proses program penanggulangan TB Paru

adalah penjaringan suspek TB, Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara

mikroskopis, pengobatan TB dengan OAT yang diawasi oleh PMO yang terlatih,

Penjaminan ketersediaan OAT dan sistem pencatatn dan pelaporan dalam

monitoring dan evaluasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

5.2.1 Penjaringan Suspek TB

Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui

serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien TB,

pemeriksaan fisik dan laboratoris, menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi

penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh

sehingga tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Kegiatan penemuan

pasien terdiri dari penjaringan terduga pasien, diagnosis, penentuan klasifikasi

penyakit dan tipe pasien. Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang

memahami dan sadar akan keluhan dan gejala TB, akses terhadap fasilitas

kesehatan dan adanya tenaga kesehatan yang kompeten untuk melakukan

pemeriksaan terhadap gejala dan keluhan tersebut. ( Kemenkes RI, 2014)

Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan tatalaksana

pasien TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB serta sekaligus merupakan

kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

Keikutsertaan pasien merupakan salah satu faktor penting dalam upaya

pengendalian TB.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa penemuan pasien / penjaringan

suspek TB yang dilakukan oleh Puskesmas Aras Kabu masih belum maksimal.

Ada 4 hal yang menjadi penyebab penjaringan suspek TB dikatakan belum

maksimal:

a. Angka Penemuan Kasus / Case Detection Rate (CDR) di Puskesmas Aras

Kabu tidak mencapai target 70%,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

b. Jumlah petugas TB hanya berjumlah 1 orang dengan beban kerja yang

banyak sehingga menyebabkan kinerja petugas TB yang kurang maksimal.

c. Keterbatasan dana untuk penanggulangan TB karena donatur dana tidak

sebanyak seperti Global Fund di tahun 2014 kebawah,

d. TB yang belum dijadikan prioritas oleh puskesmas karena yang menjadi

prioritas masalah di puskesmas adalah pelayanan KIA, ibu hamil dan ibu

nifas.

e. Rendahnya frekuensi pelaksanaan penyuluhan ke masyarakat khusus TB

untuk mengedukasi masyarakat tentang diagnosis TB dan pengobatan TB

yang gratis.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mansur dkk (2015) yang

mengatakan bahwa pelaksanaan strategi DOTS yang belum maksimal dapat

dipengaruhi oleh enam hal, tiga diantaranya yang mengenai penjaringan

suspek TB adalah kualitas petugas TB dalam upaya penemuan kasus,

penjaringan suspek TB ke masyarakat yang kurang aktif dan angka penemuan

kasus yang rendah.

5.2.2 Diagnosis TB melalui Pemeriksaan Dahak Secara Mikroskopis

Penatalaksanaan program TB paru dengan strategi DOTS dilakukan

dengan cara menemukan pasien TB paru, pemeriksaan dahak serta melakukan

diagnosa kepada penderita TB paru. Penatalaksanaan ini bertujuan untuk

mendapatkan pasien TB paru melalui serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan

terhadap terduga pasien TB, pemeriksaan fisik dan laboratorium, menentukan

diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

dilakukan pengobatan agar sembuh dan tidak sampai menularkan ke orang lain.

Kegiatan ini membutuhkan adanya kesadaran dan pemahaman pasien akan

keluhan dan gejala TB paru, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga

kesehatan harus yangberkompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap gejala

dan keluhan tersebut (Kemenkes RI, 2014)

Selama dekade terakhir telah terjadi peningkatan dalam kapasitas

diagnosis program pengendalian TB nasional. Meskipun demikian mutu

pelayanan diagnosis masih menjadi tantangan. Sistem jaminan mutu eksternal

masih terbatas oleh karena masih banyak laboratorium yang belum mengikuti

cross-check secara rutin akibat keterbatasan kapasitas BLK dalam melakukan

supervisi, umpan balik yang tidak tepat waktu dan belum tersedianya laboratorium

rujukan di tujuh provinsi baru. Rencana penguatan laboratorium telah disusun

sebagai arahan bagi subdit TB dan BPPM. Laboratorium rujukan nasional dan

provinsi harus segera ditetapkan secara formal dengan garis wewenang yang jelas.

Pengurangan kesenjangan (kuantitas dan kualitas) dalam SDM laboratorium perlu

diupayakan secara terus menerus ( Kemenkes RI, 2014)

Pemeriksaan mikroskopis sputum adalah metode yang paling efektif untuk

penjaringan terhadap tersangka tuberkulosis paru. WHO merekomendasikan

strategi pengawasan tuberkulosis, dilengkapi dengan laboratorium yang berfungsi

baik untuk mendeteksi dari mulai awal, tindak lanjutan dan menetapkan

pengobatannya. Pemeriksaan mikroskopis ini merupakan pendekatan penemuan

kasus secara pasif yang merupakan cara paling efektif dalam menemukan kasus

tuberkulosis. Dalam hal ini, pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

foto toraks, dengan kriteria-kriteria yang jelas yang dapat diterapkan di

masyarakat (WHO, 2010)

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa untuk penyediaan fasilitas untuk

pelaksanaan diagnosis TB dengan pemeriksaan mikroskopis sudah berjalan

dengan lancar dan ketersediaan alat selau dipenuhi tetapi, ada ditemukan masalah

yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan diagnosis TB dengan pemeriksaan

mikroskopis yang dilaksanakan oleh seorang petugas laboratorium. Hambatan

pertama yang ditemukan adalah kesalahan pasien dalam pengumpulan sputum.

Agar hasil pemeriksaan diagnosa TB akurat dan maksimal, pasien diminta untuk

mengumpulkan dahak / sputum SPS yang dibantu oleh PMO. Pengumpulan dahak

ini berlaku untuk para pasien TB yang sedang menjalani proses pengobatan dan

pasien suspek TB, tetapi yang diberikan oleh pasien bukanlah sputum/dahak

melainkan air liur (saliva) dan purum yang bercampur dengan darah. Agar dapat

menemukan bakteri mycobacterium tuberculosis, diperlukan sputum yang tepat.

Jika yang diberikan adalah sputum yang bercampur dengan darah, penemuan

baketri akan semakin sulit dan susah akibat tercampur dengan darah pasien

sehingga pasien dihimbau untuk tidak mengambil dahak ketika sedang atauk

berdarah. Hal yang sama juga terjadi ketika yang diberikan pasien adalah saliva

karena bakteri jarang ditemukan di saliva. Petugas laboratorium berusaha untuk

meminta pasien untuk kembali kepada pasien untuk pengambilan ulang

sputumnya tetapi tidak dilaksanakan oleh pasien sehingga petugas TB

melanjutkan pemeriksaan dengan sputum yang salah. Hal ini tentunya

memberikan kesulitan kepada petugas TB untuk menghasilkan pemeriksaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

mikroskopis yang akurat dan berpengaruh dengan penemuan pendetita TB BTA

(+) dan pencapaian angka penemuan kasus.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Soetedjo (2005) yang mengatakan

bahwa hasil dahak didapatkan negatif dimungkinkan masih sensitif bakteri

Mycobacteium tuberculosis terhadap OAT sehingga sebagian besar bakteri mati

atau sampel dahak yang didapat masih banyak tercampur saliva. Sulit untuk

mendapatkan sampel dahak yang benar-benar berasal dari sekret trakea atau

bronkus . Didapati juga bahwa mayoritas responden sebanyak 34 orang (97,1%)

hasil pemeriksaan dahak pada akhir terapi fase intensif didapatkan BTA negatif.

5.2.3 Pengobatan TB dengan OAT yang diawasi PMO yang terlatih

Kesembuhan penyakit TB yaitu suatu kondisi dimana individu telah

menunjukan peningkatan kesehatan dan memiliki salah satu indikator

kesembuhan penyakit TB, diantaranya: menyelesaikan pengobatan secara lengkap

dan pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan minimal

satu pemeriksaan follow up sebelumnya negatif ( Depkes RI, 2010).

Dalam mencapai kesembuhan, penderita TB sangat membutuhkan

dukungan dari berbagai pihak terkait. Diantaranya adalah dukungan dari pihak

keluarga untuk mengingatkan dan mengawasi penderita dalam meminum obat

atau yang lebih dikenal dengan Pengawas Minum Obat (PMO). Pengobatan

dengan paduan OAT jangka pendek melalui pengawasan langsung oleh PMO

untuk menjamin keteraturan meminum obat merupakan salah satu komponen

DOTS yang sangat penting.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

Prinsip pengobatan TB paru yaitu dengan menggunakan pengobatan sesuai

panduan OAT yang tepat dengan pemberian minimal 4 macam obat untuk

mencegah resistensi dan ditelan secara teratur dan diawasi langsung oleh PMO

sampai pengobatan selesai selama 6 sampai 9 bulan. Menurut Kemenkes RI

(2014) sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan seperti bidan di desa, perawat,

pekarya, sanitarian, juru imunisasi dan lain lain. Namun bila tidak ada petugas

kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,

anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa puskesmas Aras Kabu sudah

melaksanakan pengobatan pasien TB didampingi oleh PMO. Puskesmas Aras

Kabu memilih PMO dari anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan pasien

dan masih yang masih berusia dibawah 40 tahun. PMO yang mendampingi pasien

TB selama masa pengobatan diharuskan PMO yang sudah terlatih dalam hal

komitmen, pengumpulan dahak SPS, waktu minum obat, kombinasi obat yang

harus diminum, pencatatan di buku pasien dan pelaporan ke petugas TB.Menurut

informan penelitian diketahui bahwa masih ada ditemukan PMO yang tidak

melaksanakan komitmentnya dengan baik karena ditemukannya pasien TB yang

berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai, PMO yang tidak bisa

dihubungi untuk mengetahui perkembangan pasien dan PMO yang salah dalam

memberikan sputum yang akan diperiksa mikroskopis. Hal ini tentunya

memberikan pengaruh besar dalam pelaksanaan P2TB di Puskemas Aras Kabu.

Dari hasil wawancara dengan PMO ditemukan bahwa PMO tidak pernah

mendapatkan pelatihan khusus sebagai PMO selama menjadi PMO. PMO hanya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

diberikan audiensi dan arahan ketika memulai masa pengobatan. Pihak Pusksmas

juga mengatakan bahwa tidak ada diberikan pelatihan khusus untuk PMO akibat

keterbatasan dana.Hal ini sangat menarik perhatian karena PMO memiliki peran

yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan program penanggulangan TB

sehingga kualitas dan integritas PMO harus dijaga. Jika PMO tidak bisa menjaga

proses pengobatan dan pengambilan sputum yang sesuai, maka akan

mengakibatkan pelaksanaan program penanggulangan TB paru yang tdai

maskimal. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Puri (2010) mengatakan bahwa

terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara kinerja PMO dengan

kesembuhan TB paru kasus baru strategi DOTS.

5.2.4 Penjaminan Ketersediaan OAT

Pengadaan OAT menjadi tanggungjawab pusat mengingat OAT

merupakan obat yang sangat-sangat esensial (SSE). Kabupaten/kota maupun

provinsi yang akan mengadakan OAT perlu berkoordinasi dengan pusat Dirjen PP

& PL Depkes RI sesuai dengan peraturan yang berlaku. Obat yang telah diadakan,

dikirim langsung oleh pusat sesuai dengan rencana kebutuhan masing-masing

daerah, OAT disimpan di Instalasi Gudang Farmasi maupun Gudang Obat

Provinsi sesuai persyaratan penyimpanan obat. Penyimpanan obat harus disusun

berdasarkan FEFO (First Expired First Out), artinya obat yang kadaluarsanya

lebih awal harus diletakkan didepan agar dapat didistribusikan lebih dulu. Jaminan

tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu, sangat diperlukan

guna keteraturan pengobatan. Jenis-jenis logistik OAT yang digunakan Program

Pengendalian TB (P2TB di Indonesia adalah seluruh jenis OAT ditetapkan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

Kementerian Kesehatan R.I. berdasarkan rekomendasi dari Komite Ahli (KOMLI)

dengan memperhatikan beberapa paduan OAT yang direkomendasikan oleh

WHO. ( Depkes RI, 2010)

Masalah utama dalam hal ini adalah perencanaan dan pemeliharaan

sediaan obat pada berbagai tingkat daerah. Maka dari itu diperlukan pencatatan

dan pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti misalnya jumlah kasus pada

setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani pada waktu lalu (untuk

memperkirakan kebutuhan), data akurat sediaan di masing-masing gudang yang

ada, dan lain-lain (WHO. 1999).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

Puskesmas Aras Kabu sudah memiliki persediaan obat yang cukup. Puskesmas

Aras Kabu selalu merencakan penyediaan obat dengan baik sehingga belum

pernah kehabisan stok obat untuk pasien. Perencanaan obat selalu dibuat dan

diajukan ke provinsi untuk penyediaanya dan dana penyediaan obat berasal dari

APBD. Untuk sistem pemberian obat kepada pasien TB, Puskesmas Aras Kabu

membuat sistem jemput obat tiap seminggu sekali. Pasien TB dibatasi mengambil

obat hanya untuk jangka waktu seminggu dan tidak diberikan langsung dalam

jumlah banyak dengan tujuan agar lebih mudah memantau perkembangan pasien

selama masa pengobatan. Penderita maupun PMO yang berobat di Puskesmas

Aras Kabu juga merasa tidak ada masalah dalam memperoleh obat TB paru di

puskesmas, mereka hanya menunjukkan kartu berobat TB paru, kemudian di

timbang dan langsung diberikan obat TB paru kepada pasien atau PMO setiap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

seminggu sekali agar tidak ada obat yang tercecer dan petugas TB lebih mudah

melihat perkembangan pasien selama masa pengobatan.

5.2.5 Sistem Pencatatan dan Pelaporan Monitoring dan Evaluasi

Monev program TB merupakan salah satu fungsi manajemen untuk

menilai keberhasilan pelaksanaan program TB. Monitoring dilakukan secara

berkala sebagai deteksi awal masalah dalam pelaksanaan kegiatan program

sehingga dapat segera dilakukan tindakan perbaikan. Evaluasi dilakukan untuk

menilai sejauh mana pencapaian tujuan, indikator, dan target yang telah

ditetapkan. Evaluasi dilakukan dalam rentang waktu lebih lama, biasanya setiap 6

bulan s/d 1 tahun. Pelaksanaan Monev merupakan tanggung jawab masing-masing

tingkat pelaksana program, mulai dari Fasilitas kesehatan, Kabupaten/Kota,

Provinsi hingga Pusat. Seluruh kegiatan program harus dimonitor dan dievaluasi

dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran (output) dengan cara

menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara ke petugas kesehatan

maupun masyarakat sasaran. Salah satu komponen utama untuk melakukan

monev adalah pencatatan dan pelaporan ( Kemenkes RI, 2011).

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan pengendalian TB digunakan

beberapa indikator. Indikator pengendalian TB secara Nasional ada 2 yaitu: •

Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan

• Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR). Disamping itu ada

beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional tersebut di atas,

yaitu:

a. Angka Penjaringan Suspek,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

b. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa

dahaknya,

c. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru,

d. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien,

e. Angka Notifikasi Kasus (CNR),

f. Angka Konversi,

g. Angka Kesembuhan,

h. Angka Kesalahan Laboratorium ( Kemenkes RI, 2011)

Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa Puskesmas Aras Kabu telah

melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan sesuai dengan 15 format ( TB 0.1

sampai TB 15) yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang

dan juga pelaporan sistem online yaitu ETB-12 yang dilaporkan per triwulan.

Baik laporan offline dan online semuanya dilaporkan dan dikirim ke Dinas

Kesehatan Kabupaten Deli Serdang. Untuk memonitoring dan mengevaluasi

kinerja puskesmas dalam pelaksanaan program penanggulangan TB, pihak Dinas

Kesehatan melakukan supervisi dengan langsung turun ke puskesmas untuk

mengecek langsung kinerja puskesmas dan mengadakan rapat evaluasi dengan

pihak puskesmas dan petugas TBnya yang dilaksananakan tiap tiga bulan sekali.

Salah satu tujuan dari supervisi yaitu memantau indikator-indikator menuju

keberhasilan pelaksanaan program penanggulangan TB, seperti angka penemuan

kasus dan angka kesembuhan kasus di Puskesmas Aras Kabu yang tidak mencapai

target dalam kurun waktu 3 tahun berturut-turut dan menjadi masalah utama

dalam pelaksanaan P2TB, tetapi supervisi yang selama ini dilaksanakan tetap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

belum bisa mencari solusi agar angka penemuan kasus dan angka kesembuhan

mencapai target di tahun berikutnya. Menurut wawancara dengan informan, hal

yang menyebabkan walaupun ada dilaksanakan supervisi tetapi belum dapat

menyelesaikan masalah angka yang belum mencapai target adalah pendanaan

yang masih sangat terbatas. Walapun ketika pelaksanaan supervisi menemukan

solusi, tetapi tetap tidak bisa direalisasikan karena solusi tersebut membutuhkan

dana yang besar seperti penjaringan suspek ke tiap desa per bulan, penjemputan

pasien dan penyuluhan khusus TB dengan mengaktifkan kader TB di tiap desa

wilayah kerja Puskesmas Aras Kabu.

5.3 Keluaran (Output)

Hasil akhir dari program penanggulangan TB paru dengan strategi DOTS

adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian yang disebabkan

oleh penyakit TB paru. Upaya untuk menurunkan angka tersebut dapat dilakukan

dengan meningkatkan angka penemuan kasus TB paru sehingga mencegah

penularan akibat TB paru dan pengobatan TB paru selama 6-9 bulan

secara teratur, serta adanya komitmen politis dalam pembuatan kebijakan serta

pengadaan dana pelaksanaan program TB paru yang bekerjasama dengan lintas

sektor dan lintas program yang terkait dalam upaya penanggulangan masalah TB

paru.

Penemuan kasus TB paru di Puskesmas Aras Kabu belum mencapai target

yang telah ditentukan oleh WHO. Angka penemuan kasus TB paru pada tahun

2015 yaitu 6,98% atau sekitar 3 orang dari 53 kasus BTA (+). Hal ini

menunjukkan bahwa pelaksanaan program penanggulan TB Paru belum maksimal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

akibat: komitmen pemerintah daerah yang belum dilaksanakan, penjaringan

suspek TB Paru yang masih pasif, diagnosis TB dengan pemeriksaan secara

mikroskopis dengan sputum yang salah, dan PMO yang tidak rutin dilatih.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahab (2002) mengatakan

bahwa untuk mendapatkan hasil yang efektif dalam penanggulangan TB paru

maka seluruh komponen strategi DOTS harus dilaksanakan bersama-sama.

Peneliti percaya bahwa hal ini juga berlaku pada pelaksanaan program

penanggulangan TB di Puskesmas Aras Kabu karena setiap komponen yang ada

harus dilaksanakan secara terpadu, berkelanjutan dan semaksimal mungkin untuk

meningkatkan kualitas upaya pelaksanaan program penanggulangan TB dengan

strategi DOTS dan menghasilkan angka penemuan kasus dan angka kesembuhan

yang mencapai target yang telah ditentukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian mengenai analisis penatalaksanaan program

penanggulangan TB paru dengan Strategi DOTS di Puskesmas Aras Kabu

Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dapat disimpulkan bahwa:

6.1 Kesimpulan

Program penanggulangan TB paru dengan 5 komponen strategi DOTS di

Puskesmas Aras Kabu belum maksimal, dalam penatalaksanaannya masih belum

sesuai dengan strategi DOTS, hal ini dilihat dari :

(1) Komitmen Politis yang belum dijalankan oleh pemerintah daerah

Komitmen politis memegang peran penting untuk berjalannya suatu

program. Dalam pelaksanaan program P2TB, pemerintah masih lebih

mengandalkan donatur internasional untuk pendanaan program-

program P2TB. Donatur terbanyak yaitu Global Fund sudah tidak

memberikan bantuan dana dan dana yang diberikan KNCV tidak

sebanyak dari Global Fund. Belum dijalankannya komitmen politis

oleh semua stakeholder mempengaruhi pelaksanaan penjaringan

suspek TB di Puskesmas Aras Kabu dimana keterbatasan untuk

transportasi penjaringan suspek, dana penemuan suspek TB dan

pelaksanaan pelatihan PMO.

(2) Penjaringan suspek TB yang pasif.

Penjaringan suspek TB adalah langkah pertama dalam pelaksanaan

P2TB. Jika tidak ada penjaringan aktif maka penemuan kasus TB akan

rendah. Tidak adanya tim khusus untuk pejaringan suspek TB , tidak

99
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
100

adanya dana khusus pelaksanaan penjaringan suspek TB secara aktif

dan tidak adanya penyuluhan khusus TB untuk menginformasikan

kepada masyarakat tentang kenali gejala TB, diagnosis TB dan

pengobatan TB yang gratis selama 6 bulan membuat penjaringan

suspek TB belum dilaksanakan secara bekesinambungan di

Puskesmas Aras Kabu

(3) Diagnosis TB dengan pemeriksaan mikroskopis dengan sputum yang

salah

Pengumpulan sputum yang tidak sesuai dengan ketentuan

pemeriksaan mikroskopis mengakibatkan hasil yang tidak akurat

sehingga berpengaruh kepada penjaringan suspek TB yang tidak

mencapai target akibat hasil pemeriksaan BTA (+) yang negatif.

Kurangnya kerajsama petugas TB dengan pasien untuk bekerja sama

dengan baik dalam pengambilan ulang sputum yang benar membuat

petugas laboratorium melanjutkan pemeriksaan dengan sputum yang

salah dan menghasilkan hasil pemeriksaan mikroskopis yang tidak

akurat. Hal ini mempengaruhi pelaksanaan P2TB di Puskemas Aras

Kabu.

(4) PMO yang tidak dilatih rutin oleh Petugas TB

PMO harus memiliki kualitas dan integritas yang tinggi karena PMO

memegang peran penting dalam pemantauan proses pengobatan

selama 6 bulan untuk mencapai keberhasilan pengobatan. Puskesmas

Aras Kabu mendapatkan kasus dimana beberapa pasien tidak taat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

selama masa pengobatan dan PMO yang kurang bertanggung jawab

sehingga Puskesmas Aras Kabu tidak dapat mencapai target angka

kesembuhan >85%. PMO yang tidak dapat berkomitmen, kurang

dapat bekerja sama dengan petugas TB dan kurang mendapat edukasi

untuk pengambilan dahak, aturan meminum obat dan pengawasan

obat pasien akan langsung mempengaruhi proses pengobatan pasien

TB dan pelaksanaan P2TB di Puskemas Aras Kabu.

6.2 Saran

A. Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang

Diharapkan kepada Pemda Kota Medan agar:

1. Meningkatkan dan penguatan komitmen melalui kerjasama dengan

pihak-pihak terkait (Instansi kesehatan, Pihak swasta, Lembaga

Swadaya Masyarakat, dan Organisasi keprofesian) dalam mencapai

keberhasilan program penanggulangan TB paru dengan strategi

DOTS.

B. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang agar:

1. Meningkatkan pengawasan dan pemantauan terhadap

pelaksanaan program penanggulangan TB paru dengan strategi

DOTS di wilayah puskesmas secara khusus dan berkelanjutan.

2. Meningkatkan kinerja tenaga kesehatan di Puskesmas Aras

Kabu dengan memberikan pelatihan secara rutin dan merata

terhadap petugas TB Paru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

3. meningkatkan fungsi supervisi untuk semaksimal mungkin

memantau, mengevaluasi dan menyelesaikan hambatan serta

masalah dalam pelaksanaan P2TB di Puskesmas Aras Kabu.

C. Puskesmas Aras Kabu

Diharapkan kepada Puskesmas Aras Kabu agar:

1. Meningkatkan koordinasi dan lobbying lintas sektor dan lintas

program dengan baik untuk mendukung pelaksanaan program

penanggulangan TB paru di wilayah kerja Puskesmas Aras

Kabu.

2. Melaksanakan pertemuan tingkat puskesmas untuk

mengaktifkan peran kepala desa, perangkat desa, dan kader TB

untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program

penanggulangan TB paru.

3. Membentuk satu tim khusus untuk pelaksanaan penjaringan

suspek TB secara aktif / secara langsung di semua wilayah

kerja Puskesmas Aras Kabu

D. Petugas TB

1. Menyesuaikan sistem pengambilan obat sesuai kemampuan

pasien dan tidak menggeneralisasikan sistem pegambilan obat

seminggu sekali untuk semua pasien karena tiap pasien

memiliki keterbatasan transportasi

2. Memberikan edukasi rutin untuk pengambilan dahak yang

benar kepada PMO atau pasien TB melalui komunikasi via

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

telefon atau ketika kunjungan PMO atau pasien TB untuk

pengambilan obat agar pemeriksaan sputum memberikan hasil

yang akurat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. 2002. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi, dan Masalahnya. Edisi


ke-4. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia: 131.

Alsagaff, H. dan H. A. Mukty. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan


ke-7. Surabaya: Airlangga University Press : 73.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional 2015 - 2019. Jakarta.

Budiman, H.. 2012. Analisis Pelaksanaan Advokasi, Komunikasi dan


Mobilisasi Sosial dalam Pengendalian Tuberkulosis di Dinas
Kesehatan Kota Padang Tahun 2011. Skripsi. Prodi IKM Pascsarjana
Universitas Andalas. Padang

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis.


Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan.Jakarta

. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

. 2010. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten


Deli Serdang Tahun 2013.Lubuk Pakam.

. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. Lubuk


Pakam.

. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. Lubuk


Pakam.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2014. Profil Kesehatan Provinsi


Sumatera Utara Tahun 2013. Medan.

. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014. Medan.

. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015. Medan.

NN. 2017. The Global Fund Portofolio for Tuberculosis (TB) in Indonesia.
https://www.theglobalfund.org/en/portofolio/country/?k=d0e17d32-68e3-

104
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
105

481a-9ca5-bac4e685c119&loc=IDN. Diakses pada hari Rabu, tangga 18


Oktober 2017.

Hasri, F.A., Darmawansyah, Indar. 2013. Studi Mutu Pelayanan Sentra DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course) di Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat Sulawesi Selatan Tahun
2013.Skripsi.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Juliani, A., Ansar, dan Jumriani. 2012. Evaluasi Program Imunisasi Puskesmas
di Kota Makassar Tahun 2012. Skripsi. FKM Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesia 2010-


2014. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan .Jakarta.

.2013.Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana


TB.Jakarta.

.2014.Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat


Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.Jakarta.

.2015. Survei Prevalensi Tuberkulosis. Badan Penelitian dan


Pengembangan .Jakarta.

Mansur, M., Khadijah, S., dan Rusmalawaty. 2015. Analisis Penatalaksanaan


Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru Dengan Strategi Dots Di
Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Moleong, L. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosdakarya. Bandung.

Murti, B., Santoso, Sumardiyono, dkk. 2010. Evaluasi Program Pengendalian


Tuberkulosis Dengan Strategi DOTS Di Eks Karesidenan Surakarta.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Permenkes RI .2014. Kepmenkes RI No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat


Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Puri, N. A. 2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan


Kesembuhan Pasien TB paru Kasus Baru Strategi DOTS. Tesis.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Soetedjo, F.A.2005. Perbandingan kepekaan pemeriksaan kuman BTA dari


dahak spontan dengan dahak induksi salin 0,9% pada akhir terapi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

fase intensif DOTS.Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas


Wijaya Kusuma Surabaya. Diperoleh tanggal 23 Desember 2017

Suarni, E., Rosita Y., Irawanda V.2013. Implementasi Terapi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course) pada TB Paru di RS
Muhammadiyah Palembang. Syifa’MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Vol.3, Juli 2013, No.2

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung

Wahab, I.2002. Penggunaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru


di Puskesmas Padang Bulan Selayang Tahun 2002. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan

WHO.1999.World Disease Tuberculosis (TB) Control: The Five Elements of


DOTS. http://www.who.int/tb/dots/whatisdots/en/. WHO Press. Diakses
tanggal 20 Desember 2017

. 2010.Global Tuberculosis Control. WHO Press.

. 2016. Global Tuberculosis Report. WHO Press.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH INTERVIEW)

ANALISIS PELAKSANAAN STRATEGI DOTS DALAM PROGRAM

PENANGGULANGAN TB (P2TB) DI PUSKESMAS ARAS KABU

KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2017

I. Daftar pertanyaan untuk Informan Staf bidang Pengendalian

Masalah Kesehatan ( PMK) Dinas Kesehatan Kabupaten Deli

Serdang

a. Identitas Informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

b. Pertanyaan

1. Apakah ada program-program nasional khusus TB yang

diprogramkan oleh Dinas Kesehatan?

2. Bagaimana kerjasama Dinas Kesehatan dengan Puskesmas Aras

Kabu terkait P2TB?

3. Bagaimana penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia

terkait P2TB?

4. Apakah ada pelatihan yang diberikan kepada semua tenaga

kesehatan yang bekerja dalam pelaksanaan P2TB?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Bagaimana menjamin tenaga kesehatan yang tersebar di Puskesmas

tetap berkompeten?

6. Bagaimana penyediaan semua sarana dan prasarana terkait

pelaksanaan P2TB?

7. Bagaimana sumber pendanaan terkait segala keperluan

pelaksanaan P2TB?

8. Bagaimana penjaringan suspek TB yang dilaksanakan untuk

P2TB?

9. Bagimana diagnosis TB dan pemeriksaan mikroskopis?

10. Bagaimana dengan pengobatan dengan OAT yang diawasi oleh

PMO?

11. Bagaimana penyediaan dan ketersediaan OAT dalam pelaksanaan

P2TB?

12. Bagaimana proses monitoring dan evaluasi dari Dinas Kesehatan

terkait dengan pelaksanaan P2TB?

13. Bagaimana keberhasilan yang telah didapat? Apakah ada

tantangan, atau kendala selama pelaksanaan P2TB?

14. Apa langkah yang dilakukan dalam mengatasi tantangan dan

kendala tersebut?

II. Daftar pertanyaan untuk Informan Kepala Puskesmas Aras Kabu

Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

a. Identitas Informan

1. Nama :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

b. Pertanyaan

1. Sejak kapan Puskesmas Aras ini melaksanakan P2TB?

2. Bagaimana kerjasama lintas sektor yang dilakukan oleh puskesmas

terkait pelaksanaan P2TB?

3. Apakah ada kegiatan khusus yang dibuat oleh puskesmas terkait

dengan TB?

4. Bagaimana pengembangan sumber daya manusia dalam

pelaksanaan P2TB?

5. Apakah ada pelatihan untuk semua tenaga kesehatan dalam

pelaksanaan P2TB?

6. Bagaimana penyediaan dan penggunaan semua sarana dan

prasarana untuk pelaksanaan P2TB?

7. Bagaimana pendanaan untuk pelaksanaan program P2TB?

8. Bagaimana penjaringan suspek TB yang dilaksanakan untuk

P2TB?

9. Bagimana diagnosis TB dan pemeriksaan mikroskopis?

10. Bagaimana dengan pengobatan dengan OAT yang diawasi oleh

PMO?

11. Bagaimana penyediaan dan ketersediaan OAT untuk pasien TB?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan dan Monev selama

P2TB?

13. Bagaimana keberhasilan yang telah didapat? Apakah ada

tantangan, atau kendala selama pelaksanaan P2TB?

14. Apa langkah yang dilakukan dalam mengatasi tantangan dan

kendala tersebut?

III. Daftar pertanyaan untuk Informan Penanggung jawab program/

petugas TB Puskesmas Aras Kabu Kecamatan Beringin Kabupaten

Deli Serdang

a. Identitas Informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

b. Pertanyaan

1. Apakah tupoksi anda dalam pelaksanaan P2TB?

2. Bagaimana jumlah dan pekerjaan ada sebagai petugas TB Paru?

3. Apakah ada pelatihan yang diberikan kepada anda?

4. Bagaimana kerja sama yang dilakukan puskesmas dalam

pelaksanaan P2TB?

5. Bagaimana pengembangan sumber daya manusia dalam

pelaksanaan P2TB?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Bagaimana penyediaan dan penggunaan semua sarana dan

prasarana untuk pelaksanaan P2TB?

7. Bagaimana pendanaan untuk pelaksanaan program P2TB?

8. Bagaimana penjaringan suspek TB yang dilaksanakan untuk

P2TB?

9. Bagimana diagnosis TB dan pemeriksaan mikroskopis?

10. Bagaimana penyediaan dan ketersediaan OAT untuk pasien TB?

11. Bagaimana dengan pengobatan dengan OAT yang diawasi oleh

PMO?

12. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan dan Monev selama

P2TB?

13. Bagaimana keberhasilan yang telah didapat? Apakah ada

tantangan, atau kendala selama pelaksanaan P2TB?

14. Apa langkah yang dilakukan dalam mengatasi tantangan dan

kendala tersebut?

IV. Daftar pertanyaan untuk Informan Petugas TB Puskesmas Aras

Kabu Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

a. Identitas Informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Pertanyaan

15. Bagaimana jumlah dan pekerjaan ada sebagai petugas TB Paru?

16. Bagaimana kerja sama yang dilakukan puskesmas dalam

pelaksanaan P2TB?

17. Bagaimana pengembangan sumber daya manusia dalam

pelaksanaan P2TB?

18. Bagaimana penyediaan dan penggunaan semua sarana dan

prasarana untuk pelaksanaan P2TB?

19. Bagaimana pendanaan untuk pelaksanaan program P2TB?

20. Bagaimana penjaringan suspek TB yang dilaksanakan untuk

P2TB?

21. Bagimana diagnosis TB dan pemeriksaan mikroskopis?

22. Bagaimana penyediaan dan ketersediaan OAT untuk pasien TB?

23. Bagaimana dengan pengobatan dengan OAT yang diawasi oleh

PMO?

24. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan dan Monev selama

P2TB?

25. Bagaimana keberhasilan yang telah didapat? Apakah ada

tantangan, atau kendala selama pelaksanaan P2TB?

26. Apa langkah yang dilakukan dalam mengatasi tantangan dan

kendala tersebut?

V. Daftar pertanyaan untuk Informan Petugas Laboratorium Puskesmas

Aras Kabu Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Identitas Informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

b. Pertanyaan

1. Apakah tupoksi anda dalam pelaksanaan P2TB?

2. Bagaimana jumlah dan pekerjaan ada sebagai petugas

laboratorium?

3. Apakah ada pelatihan yang diberikan kepada anda?

4. Bagimana diagnosis TB dan pemeriksaan mikroskopis?

5. Bagaimana penyediaan dan penggunaan semua sarana dan

prasarana laboratorium untuk pelaksanaan pemeriksaan dahak

secara mikroskopis?

6. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan

laboratorium?

7. Bagaimana keberhasilan yang telah didapat? Apakah ada

tantangan, atau kendala selama pemeriksaan laboratorium?

8. Apa langkah yang dilakukan dalam mengatasi tantangan dan

kendala tersebut?

VI. Daftar pertanyaan untuk Informan Pengawas Minum Obat (PMO)

a. Identitas Informan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

b. Pertanyaan

1. Apakah Bapak/Ibu mendapatkan penjelasan tentang tupoksi PMO?

2. Apakah Bapak/Ibu selalu mendapatkan penyuluhan tentang P2TB?

3. Apakah Bapak/Ibu mendapatkan pelatihan pengambilan dhak SPS

pasien TB?

4. Berapa kali Bapak/Ibu mengambil obat ke puskesmas? Apakah

pasien ikut?

5. Bapak Bapak/Ibu melihat langsung pasien meminum obat?

6. Bagaimana proses pemeriksaan dahak pasien TB?

7. Bagaimana ketersediaan OAT untuk pasien TB?

8. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan selama pengobatan

pasien TB?

9. Bagaimana pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan di

puskesmas ini?

10. Bagaimana sarana dan prasana yang disediakan untuk anda sebagai

PMO?

11. Apakah kendala Bapak/Ibu dalam menghadapi pasien TB?

VII. Daftar pertanyaan untuk Informan Pasien TB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Identitas Informan

1. Nama :

2. Umur :

3.Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

b. Pertanyaan

1. Bagaimana awal mula Bapak/Ibu menderita TB?

2. Bagaimana proses pemeriksaan dahak yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan di puskesmas ini?

3. Bagaimana pelayanan TB di puskesmas ini?

4. Apakah anda mendapatkan penjelasan yang jelas mengenai proses

pengobatan TB?

5. Apakah anda mendapatkan penyuluhan mengenai TB?

6. Bagaimana petugas TB puskesmas memantau Bapak/Ibu selama

pengobatan?

7. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang sarana dan prasarana di

puskesmas ini?

8. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang ketersediaan dan

penyediaan OAT di puskesmas ini?

9. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan selama masa

pengobatan Bapak/Ibu?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10. Apakah kendala yang Bapak/Ibu alami selama menjalankan

pengobatan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2

HASIL WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH INTERVIEW)


ANALISIS PELAKSANAAN STRATEGI DOTS DALAM PROGRAM
PENANGGULANGAN TB (P2TB) DI PUSKESMAS ARAS KABU
KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2017
1.1 Wawancara Program Penanggulangan TB Paru dengan Strategi DOTS
di Puskesmas Aras Kabu tahun 2017

1.1.1 Pernyataan Informan tentang komitmen politis dalam Program


Penanggulangan TB Paru.

Matriks 1 Pernyataan Informan tentang Komitmen Politis dalam Program


Penanggulangan TB Paru
Informan Pernyataan

Staff PMK Dinkes Kalau masalah komitmen ya sudah


pasti sampai sekarang masih komitmen
untuk menanggulangi penyakit TB.
Dinkes kan wajib memantau dan
mengevaluasi penjaringan kasus di
smua faskes. Apalagi untuki P2TB kita
punya target yang harus dicapai.
Komitmen kita juga dengan kerjasama
eksternal dulunya kita sama Global
Fund, sekarang kita sama KNCV untuk
program TB dan juga APBD. Jadi
komitmen tetap ada sampai sekarang.
Kepala Puskesmas Aras Kabu P2TB sudah mulai sejak tahun 2012,
dan yah, Alhamdulilah sampai sekarang
untuk pelaksanaan P2TB masih
berjalan karena juga pasien TB
termasuk banyak di wilayah kerja kita.
Kita juga tetap memantau pelaksanaan
P2TB, mulai dari penemuan suspek
sampai kesembuhan, melakukan kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sama dan kadang ada pelatihannya juga
kok supaya mereka tetap berkompeten.

1.1.2 Pernyataan Informan tentang Kerja Sama dalam Pelaksanaan Program


Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aras Kabu

Matriks 2 Pernyataan Informan tentang Kerja Sama dalam Program


Penanggulangan TB Paru
Informan Pernyataan

Staff PMK Dinkes Seperti saya bilang tadi, sebagai salah


satu bukti komitmen, dari Dinkes
sendiri mengadakan kerja sama dengan
KNCV untuk sistem , program dan
pelatihan-pelatihan. Kita juga adkan
kerjasama dengan stakeholder lain
seperti tokoh masyarakat dan
perangkat-perangkat desa untuk
membantu pelaksanaan P2TB.
Kepala Puskesmas Aras Kabu Untuk kerjasama sampai sekarang
masih dengan Dinkes Kabupaten, kalau
yang lintas sektor ya paling dengan
perangkat-perangkat desa, kader, tokoh
masyarakat mungkin. Karena kita kan
ada penyuluhan, ada acara-acara
pemeriksaan juga sama sosialisasi, jadi
pendekatan kita dari perangkat desa.

1.1.3 Pernyataan Informan tentang Pelatihan dan Pengembangan Sumber


Daya dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di
Puskesmas Aras Kabu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Matriks 3 Pernyataan Informan tentang Pelatihan dan Pengembangan
Sumber Daya dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB
Paru
Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes Semua petugas puskesmas sudah


pernah dapat pelatihan. Selalu ada itu
programnya tiap tahun. Kalau untuk
pelatihan itu biasanya dari KNCV sama
Dinkes provinsi. Nanti mereka yang
buat terus kita yang kirimkan
petugasnya, kadang bisa semua ikut
kadang hanya perwakilan. Kalau dari
kitanya ya ngirim proposal pengajuan
pelatihan ke dinkes provinsi. Kalau dari
Dinkes Kabupaten belum ada buat
pelatihan karna APBD kita kan juga
terbatas.
Kepala Puskesmas Aras Kabu Disini kan pegawainya sedikit untuk
P2TB, jadi memang kalau soal SDM ya
kerjaanya rangkap-rangkap. 1 petugas
bisa kerjanya banyak. Jadi belum bisa
untuk pengembangan. Tetapi kalau ada
panggilan pelatihan dari kabupaten ya
kita kirim petugas kita.
Penanggungjawab TB Kita ikuti pelatihan juga, seminar-
seminar dari IDI buat yang dokter,
kalau untuk bidannya, perawatnya,
petugasnya itu dari dinas langsung.
Tapi memang belum semua dapat
pelatihan khusus karena kita juga
menunggu dari dinas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Petugas TB Untuk pengembangan belum karena
petuags TB cuman ibu. Mulai dari buat
tim penjaringan suspek TB, pengobatan
pasien BTA(+), konseling TB, buat
laporan pengobatan, laporan TB per
individunya. screening TB-HIV dan
TB-DM wajib untuk semua pasien TB,
sangat banyak,nak. Kalau ketemu
pasien BTA(+) kita tanya lagi ada
balitanya gak, kita cek lagi balitanya
untuk pemberian PPNH. Jadi SDM juga
susah berkembang karena sangat sedikit
tenaganya. Pelatihan terakhir 2004 dan
nanti November ada katanya. Ya kita
tunggu panggilan lah. Memang kurang
pelatihannya sperti untuk pelatihan
kader cuman pernah sekali dari JKM
Cepat.
Petugas Laboratorium Untuk pengembangan ya belum sih,
karena petugas lab-nya saja cuman saya
sendiri, saya juga analisnya apa lagi
kalau hari Senin karena semua
pemeriksaan di hari itu. Mulai dari
AMC, Hepatitis, Sifilis, Golongan
Darah untuk ibu hamil. Nah, untuk
pelatihan saya selalu dapat jadi
perwakilan baik hepatitis, TB dan itu
tiap tahun ada pasti. Untuk pelatihan
dan seminar ada dari dinas, ada dari
organisasi tenaga laboratorium.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.1.4 Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana yang Diperlukan
dalam Pelaksanaan Program TB Paru di Puskesmas Aras Kabu

Matriks 4 Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana yang


Diperlukan dalam Pelaksanaan Program TB Paru
Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes Untuk sarana dan prasarana mungkin


bisa dari APBD dan APBN. Kalau
misalnya ada mau penambahan
sarana/prasarana ya kita ajuin lagi ke
provinsi. Ya Kalau masi anggaran kecil
masih bisa dari sini, kalau besar ya kita
ajuin proposal ke provinsi atau ke
mitra-mitra kerja sama kita.
Kepala Puskesmas Aras Kabu Kalau penggunaan sarana selalu bisa
digunakan seperti mobil ambulans dan
penyediaan saran dan prasaran tetap ada
pengajuannya kalau atau yang perlu
ditambah atau yang harus diperbaiki.
Dan setiap ada acara atau program kita
siapkan semua logistiknya.
Penanggungjawab TB Sarana kita untuk di desa hanya untuk
penjaringan, tetapi kalau untuk
pengobatan kita minta pasien yang
datang ke puskesmas. Kita belum ada
sarana untuk transportasi mereka kesini
kecuali hal urgensi. Kalau untuk
kegiatan yang lain selalu difasilitasi
kok
Petugas TB Yang paling dibutuhkan sekarang itu
sarama transportasi, karena dulu Global
Fund ada sediakan untuk transport,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tapi karena sudah tidak ada lagi ya
berhenti. GF juga cuman nyediain
satelit untuk data laporan online aja.
Sedangkan disinitidak semua orang kan
punya kendaraan dan tidak ada honor,
jadi tidak jalan lagi la program-program
itu. Kalau untuk penyuluhan,
penjaringan itu dari dana BOK.
penggunaan sarana transport juga
gabisa bebas, jadi pasien juga susah
datang karena jarak itu.
Petugas Laboratorium Untuk sarana dan prasarana masih
lancar. Apa yang dibutuhkan selalu
dipenuhi dan lengkap sih untuk fasilitas
lab. Karena juga kita ajuin ke dinas
stoknya berlebih karena kan kita tidak
bisa pastikan habis gak 1 kotak atau 1
box. Jangan sampai akhir tahun sudah
habis
Pengawas Menelan Obat Untuk sarana dan prasarana sejauh ini
aman-aman aja kok, dek.buku pasien,
obat sama pas kami cek dahak itu
lengkap kok. Yang kurang hanya sarana
transportasi aja. Karena disini tidak ada
angkuran umum. Kalau ada kereta ya
naik kereta sendiri tapi kan gak
masyarakat punya, dek.
Pasien TB Saya gatau untuk keseluruhan tetapi
untuk pasien TB seperti saya ,selama
saya berobat dan cek dahak sih selalu
disediakan seperti tabung dahak untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


SPS itu.

1.1.5 Pernyataan Informan tentang Sumber Pendanaan dalam Pelaksanaan

Program Penanggulangan TB Paru d i Puskesmas Aras Kabu

Matriks 5 Pernyataan Informan tentang Sumber Pendanaan dalam


Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru
Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes Tadi ada saya singgung soal dana kalau
donator terbesar kita sekarang ya dari
KNCV untuk pelatihan , fasilitas,
program-progam dari mereka paling
banyak. Kalau dari Global Fund sudah
tidak ada lagi bantuan dana, hanya
untuk sistem pelaporan. Dana BOK dan
APBD tahun 2017 untuk TB juga
minim kali karna hanya untuk obat aja
APBD berikan. Jadi kalau soal
pendanaan ya sulit sebenarnya.
Kepala Puskesmas Aras Kabu Yang saya tau dana dari B.O.K semua.

Penanggungjawab TB Pendanaannya dari BOK ada yang saya


tahu.
Petugas TB Pendanaan obat dan potnya dari APBD
pusat. Kalau BOK untuk penjaringan
dan penyuluhan itu pun hanya sekali
setahun. Sejak 2015 tidak ada lagi dana
dari Global Fund.

1.1.6 Matriks Pernyataan Informan tentang Diagnosa Penderita TB dan

Pemeriksaan Mikroskopis di Puskesmas Aras Kabu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Matriks 6 Pernyataan Informan tentang Diagnosa Penderita TB Paru dan
Pemeriksaan Mikroskopis
Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes Sebenarnya kan sudah ada ketetapan


untuk diagnosis penderita karna ini juga
bagian penting kalau kita penjaringan
suspek TB. Mungkin untuk diagnosa
bisa kita di sosialisasi sama penyuluhan
untuk membantu kita dalam proses
penjaringan TB. Biar tau mereka
gejala-gejala awal TB supaya lebih
cepat diatasi. Kalau dapat baru cek di
labnya.
Kepala Puskesmas Aras Kabu Kita ada edukasi juga tentang gejala-
gejala untuk diagnosa TB di
penyuluhan didesa-desa supaya
masyarakat juga bisa kenali gejala lebih
dini. Kalau merasa ada gejala nanti
akan langsung di cek sputumnya oleh
petugas
Penanggungjawab TB Dari penjaringan yang masuk suspek
TB BTA(+) dan langsung dibawa untuk
pemeriksaan sputumnya, nanti dibawa
ke lab kita. Kalau misalnya terbukti
BTA(+) kita mulai memberikan
pengobatan ke pasien. Di penjaringan
diagnosanya.
Petugas TB Kita ada penyuluhan ke desa, disitu kita
ada berikan penyuluhan tentang gejala-
gejala TB, disitu kita juga diagnosa
TBnya. Kalau misalnya ketemu ada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BTA(+) kita cek lagi di keluarganya
ada gak balita seperti yang ibu bilang
tadi. Dan kalau ada yang melapor sudah
batuk lebih 2 minggu maka akan kita
tes sputumnya di lab.
Petugas Laboratorium Diagnosis TB di peran saya ya setelah
hasil pemeriksaan sputumnya. Nah
terkadang yang buat sulit itu, untuk
diagnosa TB dengan pemeriksaan
mikroskopis kita butuh dahak yang
purulent, tapi yang dikasi sama pasien
itu saliva. Jadi pas buat zigzag gak
bagus, membayang doing, kuman yang
kita cari pun gak dapat. Kadang pasien
juga gak jujur, dari diagnosa fisik dan
sudah gejala sudah mengarah ke TB,
tetapi pas kita tanya sudah minum obat
jawabna belum. Sebagai petugas lab ya
kita tentukan dari hasil pemeriksaan
sputum itu. Sama ketika batuk
dahaknya ada darah, kita suruh jangan
tampung dulu karna nanti kumannya
gak nampak, ketutup dia, tapi ya itu
susah unutk diminta lagi sputumnya.
Jadi diagnosanya gak bisa maksimal.

1.1.7 Pernyataan Informan tentang Penjaringan suspek TB Paru dengan

Strategi DOTS di Puskesmas Aras Kabu

Matriks 7 Pernyataan Informan tentang Penjaringan Suspek TB Paru


dengan Strategi DOTS.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes Kita banyak tantangan untuk


penjaringan suspek, soalnya masih
banyak kasus yang belum terlapor ke
kita. Kalau dari puskesmas sudah
semua melapor, tetapi kalau dari
Rumah Sakit sama klinik-klinik gak
ada pelaporan. Jadi kita pun susah capai
target angka penemuan kasus. Kalau
untuk upaya penjaringan suspek, kita
ada penyuluhan sama sosialisasi
langsung juga ke beberapa puskesmas
dan desa.
Kepala Puskesmas Aras Kabu kalau penjaringan suspek sama
screening kita ya paling sosialisasi ke
desa-desa pas wirid. Karena susah
untuk ngumpulin warganya untuk
sosialisasi, mereka juga banyak
kegiatan lain dan pekerjaan lain.
Biasanya kita penyuluhan dulu baru
penjaringan suspek TB juga sekaligus
penjaringan HIV. Akan ada 6 tim
penjaringan karena wilayah kerja kita
untuk 6 desa. Jadi kita penjaringannya
umum.
Penanggungjawab TB Kita ada jalani program ketuk pintu dan
penjaringan langsung ke rumah-rumah
masyarakat. Kalau ada yang berpotensi
dan mengarah ke TB kita akan
wawancara gejala-gejala yang mereka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rasakan. Penjaringan dari pasien juga
bisa kita terima.
Petugas TB Pertama turun ke desa. Mulai dari ke
pustu, ke klinik, ke poskesdes.
Kunjungan ke rumah-rumah tadi.Kedua
penjaringan di poli umum kalau ada
pasien batuk lebih dari 2 minggu sudah
kita suspek-an untuk di cek. Tetapi
sekarang susah, karena kita sarana
transportasi susah, lalu masyarakat juga
susah diberi penyuluhan.
1.1.8 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan OAT di Puskesmas Aras

Kabu

Matriks 8 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan OAT


Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes Kalau untuk persediaan OAT kita


selalu cek. Fatal kalau OAT kosong
atau habis stok karena berpengaruh
sama pasien. Sejauh ini Alhamdulilah
OAT selalu tersedia dari APBD.
Kepala Puskesmas Aras Kabu Persediaan obat kita tidak pernah ada
masalah karena selalu tersedia, tidak
pernah kosong.
Penanggungjawab TB Selama ini sih selalu tersedia, belum
pernah kekurangan atau kehabisan
OAT. Selalu lengkap dan tersedia kok.
Petugas TB Oat selalu tersedia karena itu palng
penting. Fatal kalau tidak ada obat. Jadi
stok obat selalu saya pantau.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengawas Menelan Obat Kalau utuk obat selalu dibuat per 1
minggu, habis seminggu, ke puskesmas
lagi ambil obatnya sama Bu Friskanya.
Sejauh ini belum pernah sih kurang
obat atau habis obatnya, selalu ada
stoknya. Kan kalau misalnya gak ada
obat nanti pengobatannya balik lagi.
Pasien TB Kalau untuk obatnya sih selalu ada.
Terus ambilnya seminggu sekali tiap
hari Senin. Memang saya jadi bolak
balik tapi aman untuk pengobatan saya,
jadi gak ada obat yang keteter.
1.1.9 Pernyataan Informan tentang Pengobatan TB Paru Dengan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) yang Diawasi Oleh PMO di Puskesmas Aras Kabu

Matriks 9 Pernyataan Informan tentang Pengobatan TB Paru Dengan Obat


Anti Tuberkulosis (OAT) yang Diawasi Oleh PMO
Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes PMO punya peran penting kali lah


untuk P2TB ini. Memang harus yang
benar-benar dipercaya yang jadi PMO,
biasanya PMO diambil dari keluarga
atau kerabat terdekat supaya tetap
pasien tetap terjaga proses
pengobatannya selama 6 bulan full.
Kepala Puskesmas Aras Kabu PMO biasanya diambil yang tinggal 1
rumah dengan pasien, bisa orangtua,
suami istri. Jadi lebih terpercaya untuk
obatnya.
Penanggungjawab TB PMO yang nentuin petugas TBnya, dan
pasti yang dipilih yang masih
keluarganya jadi pengobatan lebih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terjamin diminum teratur obatnya.
Petugas TB PMO kita ambil dari keluarga intinya
langsung. Kalau suami yang sakit ya
istrinya atau anaknya, yang tinggal 1
rumah la sama mereka. Jadi
pemantauan pun lebih mudah dana
lebih bisa dijamin dijaga teratur minum
obatnya.
Pengawas Menelan Obat Ya bagus sih ada peraturan untuk ada
PMO dek, jadi orang yang sakit benar-
benar kita jaga sampai sembuh, kan gak
mungkin petugas TB-nya yang tiap hari
cek apakah pasiennya minum obat atau
tidak. Jadi menurut saya bagus ada
PMO.
Pasien TB Membantu saya kali pun, dek. Karena
kadang kayak saya la, saya kerja
kadang lupa-lupa juga uda minum obat
atau belum, kayak dulu pas pertama-
tama pengobatan itu obatnya besar-
besar dan banyak, benar-benar buat
bosan sama muak, untung istri saya
selalu memamntau saya jadi
pemgobatan saya gak bolong. Kalau
gak ada PMO mungkin saya gak siap-
siap pengobatannya.
1.1.10 Pernyataan Informan tentang Pencatatan dan Pelaporan yang
dilakukan dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di
Puskesmas Aras Kabu

Matriks 10 Pernyataan Informan tentang Pencatatan dan Pelaporan yang


dilakukan dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB
Paru

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes Untuk pencatatan dan pelaporan kita


sudah ada standarisasinya dan itu sudah
disosialisasikan ke petugas TB karena
kita sistem online sekarang dari Global
Fund. Untuk jangka waktu
pelaporannya itu triwulan sekali. untuk
format laporannya ada 13 format
laporan yang sudah ditentukan dan itu
kita lengkapi semuanya dan sudah
diaudiensi juga ke petugas di semua
puskemas wilayah kerja kita.
Penanggungjawab TB Masih lancar-lancar aja kok soal
laporan, tidak pernah ada masalah.
Tetap kita antar laporannya ke dinas
untuk SP2TB-nya.
Petugas TB Masing-masing tiap pasien ada
bukunya dan buku itu dipegang oleh
PMO. Selain buku disini ada formnya.
Disini ibu nanti ngisi form laporan TB
ya sesuai kunjungan dia ngambil obat
seminggu sekali. Ada laporan umum
kayak jumlah suspek, berapa jumlah
BTA(+) yang ditemukan, yang diobati,
yang sembuh sampai ke laporan TB-
HIV sama TB-DMnya juga. Kalau
pasien ketemu itu dicatat di TB 06
(daftar suspek), setelah dia di bilang
sebagai suspek, diberikan TB 05
(pengantar lab), kemudian pergi dia ke

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lab.puskesmas atau PRM, hasilnya
ditulis di TB 04 dan analis melengkapi
TB 05, dan dibawa kembali ke
poliklinik atau PS, jadi dokter atau
perawatnya tau hasil laboratorium.
Apabila ditemukan BTA (+) dia
langsung diobatin dan dicatat di TB 01
(informasi pasien), kemudian pasien
dikasih obat selama 1 minggu dan
untuk kontrol diberikan TB 02 (kartu
kontrol pasien) yang dibawa setiap kali
berobat. Berkala tiap 3 bulan sekali
dilaporkan ke dinkes melalui TB 03
(rekapitulasi pasien selama 3 bulan),
dibagi menjadi 4 triwulan, dalam TB 03
untuk pasien yang triwulan 1 yang dari
januari-maret dilaporkan ke kami di
awal tribulan 2 jadi dibulan 4. Untuk
TB 01-06 itu ada dipuskesmas, TB 07-
08 itu di dinas, kalo TB 09-10 itu juga
ada dipuskesmas, TB 11 ini laporan
konversi, TB 12 untuk uji silang, TB 13
untuk penerimaan dan pemakaian obat.
Petugas Laboratorium Setiap hari kita catat hasil di buku. Kalu
TB kan namanya laporn ETB12 nanti
kita kiri ke RRI Lubuk Pakam per
triwulan. Nanti dikirim emal dan
slidenya juga dikirim hardcopy—nya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.1.11 Pernyataan Informan tentang Pemantauan dan Evaluasi yang
dilakukan dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru
Puskesmas Aras Kabu

Matriks 11 Pernyataan Informan tentang Pemantauan dan Evaluasi yang


dilakukan dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB
Paru.

Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes Kita selalu adakan inspeksi ke beberapa


puskesmas tiap 3 bulan sekali. Disitu
kita cek bagaimana perkembangan atau
pelaksaan P2TB-nya, apa-apa aja jadi
hambatan kenapa gak capai target,
keluhan dan rencana-rencana membuat
penyuluhan kita bahas juga disitu.
Selain itu ada juga pertemuan di
kabupaten jadi semua perwakilan
kumpul disitu untuk membahas
pelaksanaan P2TB. Kalau ada yang
belum ngasi lapran, kita hubungi
mereka.
Kepala Puskesmas Aras Kabu Setiap program sudah ada
penanggungjawabnya jadi kalau mau
spesifik ke penanggung jawab P2TB,
karena orang Dinkes mau datang kesini
untuk inspeksi jadi disitu pelaporan
kinerja juga.
Penanggungjawab TB Sebagai penanggungjawab P2TB kita
biasanya ada inspeksi dari Dinas. Nanti
kita bahas kinerja selama ini dan apa-
apa aja yang mau dilakukan dibahas
disitu. Sejauh ini untuk monev-nya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terus berjalan sih. Kalau monev ke
PMO kita biasanya via handphone.
Petugas TB Kalau ibu monitoring PMO via telefon
dan selain telefon, juga ada tanyakan ke
PMO atau pasien ketika mereka
mengambil obat. Jadi ibu buat jadwal
seminggu sekali ambil obat juga supaya
ibu bisa lihat perkembangan mereka.
Kenapa saya buat jadwal seminggu
sekali supaya obatnya gak tercecer.

1.1.12 Pernyataan Informan tentang Pelatihan dan Tugas Pengawas Minum


Obat dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas
Aras Kabu.
Matriks 12 Pernyataan Informan tentang Pelatihan dan Tugas Pengawas
Minum Obat dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB
Paru
Informan Pernyataan

Penanggungjawab TB Untuk pelatihan khusus PMO memnag


belum ada, hanya ada edukasi dan
penyuluhan untuk menjadi PMO dari
petugas TB.
Petugas TB Pelatihan khusus memang gak ada, nak.
Tetapi disini kita ada kasi intruksi ke
mereka, apa-apa aja tugas mereka,
syarat-syarat dan aturan juga dijelaskan
Pengawas Menelan Obat Sebagai PMO saya pernah dikasih
arahan saya harus ngapain aja, tugas-
tugas saya ngapain aja. Edukasi gitu bu
Friskanya, tetapi untuk pelatihan
khusus PMO belum pernah atau entah
saya yang gak dapat gak tau juga ya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dek. Saya memang tegas sama suami
saya, saya mau dia sembuh, makanya
saya gak mau teledor.

1.1.13 Pernyataan Informan tentang Pelayanan Puskesmas dalam


Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aras Kabu.

Matriks 13 Pernyataan Informan tentang Pelayanan Puskesmas dalam


Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru.
Informan Pernyataan

Kepala Puskesmas Aras Kabu kalau untuk pelayanan, tentunya mulai


dari penjaringan suspek, penyuluhan,
pemeriksaan lab, terus diagnosa terus
pengobatan sampai si pasien sembuh.
Penanggungjawab TB Kita tetap ada pelayanan dari screening
suspek TB BTA(+), di cek lalu diobati,
dipantau juga minum obatnya, ya gitu.
Petugas TB Pelayanan ya tetap sesuai standarisasi
puskesmas dn ketentuan DOTS, tapi
memang kurang maksimal karena disini
masih fokus ke KIA. Jadi fokusnya
masih ke KIA belum ke TB jadi ya
masih belum maksimal menurut saya
tambah lagi masalah-masalah yang lain.
Petugas Laboratorium Sebagai petugas lab ya pelayanan saya
dibagian pemeriksaan lab seperti dahak,
darah, dll dan menganalisis hasilnya
dan semua pekerjaan yang saya lakukan
walaupun cuman sendiiri, tetap saya
kerjakan semaksimal saya dan tidak ada
yang saya lewatkan pekerjaannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


karena kan ini menyangkut hidup orang
lain juga. Jadi saya selalu berikan
pelayanan saya yang terbaik.
Pengawas Menelan Obat Untuk pelayanannya sih bagus . alurnya
mulai dari pendaftaran, pemeriksaan
dan pengobatannya juga jelas dan gak
ribet kok. Syarat-syarat administrasinya
juga gak susah. Pasien juga dipantau
jadi menurut saya pelayanannya bagus
kok dek. Mungkin hanya kurang
informasi aja seperti gak semua orang
tau kalo pengobatan TB itu grati.
Banyak yang kira bayar jadi pada takut
duluan untuk berobat atau ngecek.
Pasien TB Pelayanannya bagus kok, jelas alurnya
saya harus ngapain pertama sampai
saya di cek lalu dikasi obat. Mudah kok

1.1.14 Pernyataan Informan tentang Tantangan Internal maupun Eksternal


dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas
Aras Kabu

Matriks 14 Pernyataan Informan tentang Tantangan Internal maupun


Eksternal dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB
Paru.
Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes Kalau kendala ya pasti ada ya. Mulai


dari target yang belum tercapai,
pelaporan yang belum lengkap,
penjaringan suspek yang belum
maksimal . itulah menurut saya yang
paling berat, tapi ya pelan-pelan kita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perbaiki pelayanan kita supaya tidak
nambah yang sakit TB sama cepat
sembuh lah yang sakit TB ini.
Kepala Puskesmas Aras Kabu Halangan atau tantangan lebih ke
pasien-pasien karena ada mereka yang
tidak mau diperiksa. Mereka mungkin
merasa sehat, kedua mereka bilang
transport tidak ada, jauh ke puskesmas
dan tidak ada kendaraan umum. Kita
ada kasi undangan kalau ada acara
pemeriksaan disini, tetapi ya
masyarakat yang tidak bisa hadir
karena masalah-masalah tadi.
Penanggungjawab TB Pasti segala sesuatu ada kendala, kalau
di kitanya tidak ada kendala, lebih ke
pasien. Sifat pasiennya, kesadaran
pasiennya yang masih kurang dalam
kepatuhan minum obat, kepeduliannya
terhadap lingkungan, baik lingkungan
keluarganya karena kalau ada laporan
kesini kita langsung jumpai ke
rumahnya.
Petugas TB Yang pertama itu untuk kesadaran
masyarakatnya. Ada yang malu karena
mereka kena TB, tidak terima dengan
keadaan mereka, merasa sembuh
dipertengahan pengobatan karena tidak
merasa sakit padahal sudah ada
peringatan untuk pantang berhenti
sebelum 6 bulan. Untuk monev-nya
seperti yang saya bilang saya pantau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dari telefon. Ada yang gak mau jawab
telefonnya. Kalau sampai 5 kali gak
diangkat yauda saya biarkan, ada batas
kesabaran ibu, bukan hanya itu kerjaan
ibu, nak.kalau yang sudah parah ya kita
rujuk ke RS Adam Malik ada yang
sudah suspek MDR dan sudah mau
sekarat.
Petugas Laboratorium Tadi ada saya bilang tentang sputum
yang dikasi saliva dan satu lagi dulu GF
kalau kita dapat pasien, ada fee-nya.
Kalau sekarang tidak ada lagi. Kerja
disuruh tetapi untuk pudding
petugasnya gak ada lagi. Dulu orang
berlomba-lomba nyari suspek.
Sekarang kerja harus benar, laporan
harus akurat, puddingnya kurang. Jadi
ya berat juga la kerja beratnya.

1.1.15 Pernyataan Informan tentang Strategi dalam Pelaksanaan Program


Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aras Kabu.
Matriks 15 Pernyataan Informan tentang Strategi dalam Program
Pelaksanaan Penanggulangan TB Paru
Informan Pernyataan

Staf PMK Dinkes Untuk strategi kedepan ya pasti


penguatan komitmen, SKPD dan
organisasi profesi supaya makin banyak
orang atau instansi yang saling bantu
pasti lebih mudah kita laksanakan
P2TB Misalnya seperti dengan IDI,
stakeholder yang lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kepala Puskesmas Aras Kabu Yang pastinya tidak bosan-bosan untuk
buat penyuluhan tentang TB, dan
penyakit lain seperti PHBS. Kami ada
rencana juga untuk membuat ruangan
khusus untuk penyakit infeksius seperti
hepatitis, TB, HIV bisa 1 tempat
khusus. Biar mereka lebih nyaman juga
komunikasi. Karena mungkin selama ni
mereka di tempat terbuka jadi merasa
tidak nyaman.
Penanggungjawab TB Mungkin lebih ke penambahan
kunjungan yang lebih sering dan juga
ada lebih banyak pelatihan-pelatihan
khusus untuk masyarakat. karena
memang masalah beratnya kan di
kurangnya kesadaran masyarakat untuk
kesehatan mereka dan untuk lebih peka
dengan kesehatan keluarganya. jadi itu
sih menurut saya untuk kedepannya.
Petugas TB Rencananya tahun 2018 mau
mengundang lintas sektoral puskesmas
untuk rapat tingkat di puskesmas. Jadi
semua kepala desanya, perangkat
desanya, camatnya. Karena pasien-
pasien yang gagal berobat itu juga ga
tau perangkat desanya. Supaya jelas
peran para perangkat desa dan kepala
desanya supaya lebih banyak orang
yang berperan jadinya biar semakin
mudah penyelesaian masalah TB ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Petugas Laboratorium Karena gini satu, pasien ini susah nurut
makan obat uda enak dikit berhenti dan
mungkin sosialisasi dari dinas ya,
karena kita kalau tegas nanti pasiennya
gak mau datang lagi. Lebih ke
pembinaan karakter masyarakat supaya
lebih gampang diajak kerja sama. Kan
yang mau sembuh kan masyrakatnya.

1.1.16 Rangkuman Hasil Wawancara Informan Tentang Penatalaksanaan


Program Penanggulangan TB Paru dengan Strategi DOTS

Matriks 16 Rangkuman Hasil Wawancara Informan Tentang Penatalaksanaan


Program Penanggulangan TB Paru dengan Strategi DOTS
Informan Pernyataan

Komitmen Politis Program penanggulangan TB dengan


strategi DOTS sudah diterapkan
disetiap fasyankes di Kota Medan
Kerjasama Program TB Kerjasama lintas sektor dan lintas
program dalam penanggulangan TB
Paru sudah dilakukan baik oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
maupun Puskesmas Aras Kabu.
Pelatihan dan Pengembangan SDM Pelatihan SDM sudah berjalan dengan
baik dan dilaksanakan tiap tahunnya
yang diselenggarakan oleh beberapa
instansi. Pengembangan SDM belum
dapat dilaksanakan akibat keterbatasan
sumberdaya manusia yang tersedia.
Penyediaan Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana Puskesmas Aras
Kabu sudah memadai dan lengkap
untuk pelayanan TB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sumber Pendanaan Sumber pendanaan berasal dari dana
APBD kota dan provinsi yang
digunakan untuk pertemuan PPM,
peningkatan diagnosa, dan supervisi,
serta adanya donor dana dari KNCV
dan dana BOK yang digunakan untuk
penyuluhan.
Diagnosis TB dan Pemeriksaan Diagnosis TB sudah dilakukan ketika
penjaringan suspek TB baik ketika
Mikroskopis
penyuluhan di desa dan penjaringan di
klinik umum. Jika tubuh pasien sudah
menunjukkan gejala-gejala menuju TB,
maka akan segera dilakukan
pemeriksaan mikroskopis untuk
pemeriksaan dahak (sputum)
Penjaringan Suspek TB Penjaringan Suspek TB masi belum
maksimal akibat masih rendah
frekuensi penyuluhan yang diberikan,
belum maksimalnya program
penjaringan suspek TB akibat
keterbatasan SDM dan dana
Ketersediaan OAT Penyediaan OAT di puskesmas di Aras
Kabu dijamin selalu ada dan terjaga

persediaannya, karena jika obat habis


maka akan memberikan dampak fatal
terhadap pasien selama masa
pengobatan.
Pengobatan dengan Pengawasan PMO dipilih dari keluarga inti si pasien
sehingga pemantauan pasien meminum
PMO
obat lebih terjamin dan petugas TB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lebih mudah mengetahui perkembangan
pasien melalui PMO.
Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas Aras Kabu sudah
melakukan pencatatan terhadap
penyakit TB paru dan pelaporan yang
dilakukan tepat waktu.
Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi program
penanggulangan TB oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
dilakukan bersamaan dengan supervisi
ke puskesmas sekali dalam tiga bulan.
Pelatihan dan Tugas PMO Tugas PMO sudah diedukasi ketika
awal pengobatan tetapi belum ada
pelatihan khusus yang diberikan kepada
PMO karena keterbatasan dana
Pelayanan Puskesmas Pelayanan yang diberikan oleh petugas
kepada pasien yang berobat di
Puskesmas Aras Kabu sudah bagus dan
tidak ada keluhan, baik dilihat dalam
segi pengobatan maupun petugas
kesehatannya
Tantangan Eksternal dan Internal Tantangan Internal menurut para
informan adalah untuk penjaringan
suspek TB dan dana yang minim untuk
pelaskanaan penjaringan suspek TB
untuk P2TB yang belum maksimal.
Tantangan Eksternal menurut para
informan adalah prilaku dan pola piker
masyarakat yang masih belum peduli
dengan kesehatan dan pasien yang
belum berkomitment penuh untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyelesaikan masa pengobatan
selama 6 bulan penuh.
Strategi P2TB Strategi untu P2TB menurut para
informan adalah memperluas kerjasama
linter sektoral dengan organisasi
profesi, pembuatan ruang khusus
penyakit infeksius, penambahan
penyuluhan, pertemuan stakeholder dan
perangkat desa tingkat puskesmas dan
pembinaan karakter masyarakat tentang
kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Dinkes Kab. Deli Serdang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 5 Surat Selesai Penelitan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Вам также может понравиться