Вы находитесь на странице: 1из 36

BAB II

PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN MODAL VENTURA DAN


PERUSAHAAN PASANGAN USAHA

A. Pengertian Perjanjian

Berbicara mengenai perjanjian tidak dapat terlepas dari perikatan maka

sebelum sampai pada pengertian perjanjian, ada baiknya dibahas mengenai

pengertian perikatan.

KUH Perdata di dalam Buku III memakai istilah perikatan yang berasal dari

bahasa Belanda verbintenis. R. Subekti memberi rumusan perikatan sebagai

hubungan antara 2 (dua) orang atau 2 (dua) pihak berdasarkan mana pihak yang satu

berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain yang berkewajiban memenuhi tuntutan

itu.37

Istilah perikatan dipergunakan untuk menggambarkan suatu hubungan hukum

antara 2 (dua) pihak atau lebih yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk

menuntut sesuatu yang disebabkan suatu kewajiban untuk memenuhi tuntutan

tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perikatan lahir dari

suatu peristiwa di mana 2 (dua) orang atau lebih saling menjanjikan sesuatu.

Peristiwa ini tepatnya dinamakan perjanjian yaitu suatu peristiwa yang berupa suatu

rangkaian janji-janji. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian

adalah bahwa perjanjian menerbitkan perikatan.

Dalam Pasal 1233 KUH Perdata dirumuskan bahwa tiap-tiap perikatan

dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Sedang dalam Pasal

37
R. Subekti (R. Subekti I), Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1983, hal. 22.

Universitas Sumatera Utara


1313 KUH Perdata disebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih.

R. Subekti berpendapat bahwa istilah perjanjian dinamakan persetujuan

karena kedua belah pihak bersetuju untuk melakukan sesuatu.38

Abdul Kadir Muhammad mengatakan bahwa Pasal 1313 kurang begitu

memuaskan memberikan perumusan tentang perjanjian disebabkan perumusan pasal

tersebut mengandung kelemahan-kelemahan antara lain: 39

1. Hanya menyangkut sepihak saja.

2. Kata perbuatan tidak mencakup konsensus.

3. Kata perjanjian terlalu luas.

4. Tanpa menyebut tujuan.

Dengan demikian Abdul Kadir Muhammad berpendapat bahwa perjanjian

adalah suatu persetujuan dengan mana 2 (dua) orang atau lebih saling mengikat diri

untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.40

Perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam perjanjian, kreditur

berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak mendapat prestasi tadi dilindungi

oleh hukum berupa sanksi. Hal ini berarti kreditur diberi kemampuan oleh hukum

untuk memaksa debitur dapat menyelesaikan pelaksanaan kewajiban/prestasi yang

mereka perjanjikan. Sanksi dalam hal ini berupa eksekusi, ganti rugi atau uang paksa.

38
R. Subekti I, op.cit, hal. 20.
39
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 8.
40
Ibid, hal. 9.

Universitas Sumatera Utara


Untuk melihat pengertian perjanjian dimaksud, dikemukakan beberapa

pendapat yang dapat dilihat di bawah ini.

M. Yahya Harahap merumuskan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan

hukum kekayaan atau harta benda antara 2 (dua) orang atau lebih yang memberikan

kekuatan hukum pada satu pihak untuk memperoleh potensi sekaligus mewajibkan

para pihak lain untuk menunaikan prestasi.41

Wirjono Prodjodikoro merumuskan perjanjian sebagai suatu perhubungan

hukum mengenai benda antara 2 (dua) pihak dalam mana salah satu pihak berjanji

untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain

berhak menuntut pelaksanaan janji itu.42

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-

unsur dalam Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil adalah sebagai berikut:

1. Lahir dari adanya kesepakatan

2. Mengikat PMV dan PPU

3. Menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak

B. Syarat-syarat Sah Perjanjian

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata diperlukan 4 (empat) syarat untuk sahnya

suatu perjanjian, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

41
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6
42
Wirjono Prodjodikoro (Wirjono Prodjodikoro I), Pokok-pokok Hukum Perdata tentang
Perjanjian Tertentu, Sumur, Bandung, 1981, hal. 11.

Universitas Sumatera Utara


3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, keempat unsur tersebut

digolongkan ke dalam:43

Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian

(unsur subyektif), dan

Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian

(unsur obyektif).

Syarat yang pertama dan yang kedua disebut dengan syarat subyektif, karena

langsung menyangkut orang atau subyek pembuat perjanjian. apabila salah satu syarat

tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya, artinya

salah satu pihak dapat memintakan supaya perjanjian dibatalkan.

Syarat yang ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif, karena

apabila salah satu syarat obyektif ini tidak dipenuhi maka perjanjian itu dengan

sendirinya batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah suatu perjanjian dan

tidak pernah ada suatu perikatan.

Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat adalah bahwa kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu

harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang diadakan.

Menurut Pasal 1321 KUH Perdata, sepakat yang telah diberikan menjadi tidak

sah apabila kata sepakat tersebut diberikan karena:

a. Salah pengertian atau kekhilafan

43
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op cit, hal. 93.

Universitas Sumatera Utara


b. Paksaan

c. Penipuan

Sepakat karena salah pengertian (kekhilafan), paksaan atau penipuan menjadi

tidak sah oleh karena persetujuan diberikan dengan cacat kehendak. Salah pengertian

mengenai orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat batal. Salah pengertian

terhadap obyeklah yang dapat menyebabkan perjanjian batal. Hal ini dapat dilihat

dari Pasal 1322 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa kekhilafan tidak

mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi

mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian. Kekhilafan itu hanya

terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu

perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya

orang tersebut.

Paksaan terjadi apabila orang yang dipaksa itu tidak mempunyai pilihan lain

kecuali harus menyetujui perjanjian tersebut. Sejalan dengan itu, Mariam Darus

Badrulzaman berpendapat bahwa

“Yang dimaksud dengan paksaan ialah kekerasan jasmani atau ancaman (akan
membuka rahasia) dengan sesuatu yang dibolehkan hukum yang menimbulkan
ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Disini paksaan itu
harus benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima
paksaan.”44

Penipuan adalah segala tipu muslihat ataupun memperdayakan dengan terang

dan nyata, sehingga pihak lain tidak akan membuat perikatan seandainya tipu

44
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan,
Alumni, Bandung, 1993, hal. 101.

Universitas Sumatera Utara


muslihat itu akan dilakukan (Pasal 1328 KUH Perdata). Dalam pasal tersebut

dinyatakan bahwa penipuan tidak boleh dipersangkakan akan tetapi dapat dibuktikan.

Tentang penipuan ini, Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa satu macam

pembohongan saja tidaklah cukup untuk adanya penipuan melainkan harus ada suatu

rangkaian pembohongan yang di dalamnya hubungan satu dengan lain merupakan

satu tipu muslihat.45

Penipuan haruslah merupakan pernyataan yang tidak benar tentang sesuatu

kenyataan (bukan pendapat) yang ada pada waktu pernyataan dibuat. Suatu maksud

atau kehendak dari seseorang adalah merupakan suatu kenyataan.46

Ad. 2. Cakap membuat perjanjian

Suatu perjanjian harus dibuat oleh orang yang benar-benar mempunyai

kewenangan untuk membuat perjanjian. Dengan kata lain pihak yang bersangkutan

yang melakukan perbuatan harus dapat menginsyafi tanggung jawab yang akan

dipikul sebagai akibat dari perjanjian yang dibuat. Pada asasnya, setiap orang yang

sudah dewasa atau akil baligh dan sehat pikiran adalah cakap menurut hukum. Dalam

Pasal 1330 KUH Perdata disebut orang-orang yang tidak cakap membuat suatu

perjanjian yaitu

a. Orang-orang yang belum dewasa

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

45
Wirjono Prodjodikoro (Wirjono Prodjodikoro II), Azas-azas Hukum Perjanjian, Sumur,
Bandung, 1981, hal. 31.
46
Harjan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1993, hal. 72.

Universitas Sumatera Utara


c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang

dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat

perjanjian-perjanjian tertentu.

Pasal 330 KUH Perdata menyatakan orang dewasa adalah orang yang telah

berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin. Jadi jika seseorang yang belum

berumur 21 (dua puluh satu) tahun namun telah kawin mengadakan perjanjian, dia

dianggap sudah dewasa.

Terhadap mereka yang ditaruh di bawah pengampuan Pasal 433 KUH Perdata

menyatakan bahwa setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu,

sakit otak, atau mata gelap, termasuk orang yang kadang-kadang cakap menggunakan

pikirannya juga orang yang ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.

Dalam hal ini undang-undang menganggap bahwa mereka tidak mampu

menginsyafi tanggung jawab dan karena itu mereka tidak dapat bertindak melakukan

perjanjian, dan untuk mewakilinya ditunjuk orang tua dan wali pengampunya

(kurator).

Mengenai perempuan yang telah bersuami KUH Perdata memandang mereka

tidak cakap untuk melakukan perjanjian (Pasal 108 KUH Perdata). Dalam melakukan

perjanjian mereka harus didampingi oleh suaminya. Tetapi sejak tahun 1963 dengan

SEMA RI Nomor 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan

Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia, maka kedudukan seorang perempuan

yang telah bersuami itu dianggap derajatnya sama dengan laki-laki, sehingga untuk

mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di depan pengadilan ia tidak

Universitas Sumatera Utara


memerlukan bantuan dari suaminya lagi, dan Pasal 108 dan 110 KUH Perdata

dinyatakan tidak berlaku lagi.

Hal ini semakin dipertegas oleh UU No. 1 Tahun 1974 dalam Pasal 31 ayat 1

bahwa kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam

kehidupan berumah tangga dan pergaulan di masyarakat serta keduanya sama-sama

berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Ad. 3. Suatu hal tertentu

Suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu mempunyai arti bahwa

obyek yang diperjanjikan harus jelas bedanya, jenisnya dan dapat diperdagangkan

(Pasal 1332 KUH Perdata). Dengan demikian barang-barang di luar ketentuan Pasal

1332 KUH Perdata ini tidak dapat menjadi obyek perjanjian, misalnya barang-barang

yang dipergunakan untuk keperluan orang banyak seperti jalan umum, benda-benda

terlarang seperti narkotika dan sejenisnya.

Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa barang yang dijadikan obyek

perjanjian harus dapat ditentukan jenisnya, apakah sebagai benda yang tidak

berwujud. Obyek perjanjian dapat pula barang-barang yang baru diharapkan akan ada

di kemudian hari. Dengan kata lain, barang tersebut belum ada pada waktu perjanjian

dibuat. Perjanjian yang tidak menyatakan secara tegas apa yang menjadi obyeknya

adalah batal demi hukum.

Universitas Sumatera Utara


Ad. 4. Sebab yang halal

Dalam Pasal 1335 KUH Perdata dinyatakan bahwa suatu persetujuan tanpa

sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak

mempunyai kekuatan.

Perjanjian dikatakan dibuat tanpa sebab jika tujuan yang dimaksud oleh para

pihak pada waktu perjanjian dibuat tidak akan tercapai, misalnya suatu perjanjian

tentang tempat pelaksanaan perjanjian yang sebenarnya tidak pernah ada. Perjanjian

juga dikatakan dibuat dengan sebab yang palsu jika sebab yang dibuat oleh para pihak

adalah untuk menutupi sebab yang sebenarnya dari perjanjian itu, misalnya apabila

para pihak membuat perjanjian jual beli morfin dengan alasan untuk kepentingan

pengobatan tetapi ternyata dalam praktiknya disebarluaskan untuk keuntungan

pribadi.

Dalam Pasal 1336 KUH Perdata ditegaskan bahwa jika tidak dinyatakan suatu

sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada sesuatu sebab yang lain,

daripada yang dinyatakan, persetujuannya namun demikian adalah sah.

Selain itu, ditambahkan juga dalam Pasal 1337 KUH Perdata bahwa suatu

sebab adalah terlarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan

kesusilaan baik atau ketertiban umum.

R. Subekti menyatakan

“Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah isi perjanjian, dengan
menghilangkan suatu sangkaan bahwa sebab itu adalah sesuatu yang
menyebabkan seseorang membuat perjanjian. Yang diperhatikan adalah
tindakan yang menjadi kelanjutan dari perjanjian tersebut.47

47
R. Subekti II, op.cit, hal. 19.

Universitas Sumatera Utara


Beberapa hal yang termasuk sebab tak halal menurut Abdul Kadir

Muhammad dinyatakan sebagai berikut

“Perjanjian yang berkausa tidak halal (dilarang oleh undang-undang),


misalnya jual beli ganja, perjanjian membunuh orang. Perjanjian tidak halal
(yang bertentangan dengan kepentingan umum), misalnya jual beli manusia
sebagai budak, mengacaukan ajaran tertentu. Perjanjian yang berkausa tidak
halal (bertentangan dengan kesusilaan), misalnya membocorkan rahasia
perusahaan.48

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa yang menjadi dasar dari suatu sebab

yang halal adalah isi atau maksud dari perjanjian yang dibuat itu, apakah

bertentangan atau tidak dengan undang-undang. Akibat hukum yang timbul jika

perjanjian itu dilakukan atas dasar sebab yang halal adalah perbuatan itu batal demi

hukum atau dianggap tidak pernah ada. Jadi sekalipun kepada para pihak diberi

kebebasan untuk membuat perjanjian dalam bentuk apapun, kebebasan itu harus tetap

didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Dengan perkatan lain, perjanjian yang

dibuat harus memenuhi keempat unsur penentu suatu perjanjian agar dapat dianggap

sah menurut hukum.

Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil telah sah menurut hukum

karena telah memenuhi syarat sah perjanjian yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu:

1. Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil merupakan hasil dari adanya

kesepakatan antara PMV dan PPU yang dituangkan dalam bentuk akta notaril

dan dibuktikan dengan adanya tanda tangan para pihak.

2. Para pihak di dalam perjanjian tersebut merupakan pihak yang cakap yaitu

pihak yang berwenang untuk mewakili dan telah dewasa (berumur 21 (dua

48
Abdul Kadir Muhammad, op.cit, hal. 15.

Universitas Sumatera Utara


puluh satu) tahun atau telah menikah di dalam Pasal 330 KUH Perdata atau

berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah di dalam Pasal 39 ayat 1

UU No. 30 Tahun 2004). PMV yang berbentuk perseroan terbatas diwakili

oleh direktur, dan PPU yang merupakan usaha kecil diwakili oleh pemilik

usaha.

3. Obyek perjanjian telah jelas yaitu untuk pemberian fasilitas dana investasi

dari PMV kepada PPU.

4. Perjanjian dibuat dengan sebab yang halal atau tidak melanggar peraturan

perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum mengingat perjanjian

dibuat berdasarkan Perpres No. 9 Tahun 2009, Kepmenkeu No.

468/KMK.017/1995, Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995, UU No. 20 Tahun

2008 dan UU No. 30 Tahun 2004.

C. Perjanjian Modal Ventura

Perjanjian modal ventura merupakan suatu perjanjian antara PMV dan PPU

yang menjadi dasar pengikatan dalam pelaksanaan investasi dari PMV ke dalam PPU.

Di Indonesia, kegiatan modal ventura secara yuridis telah di back up oleh 3

(tiga) kelompok besar yaitu49

1. Prinsip kebebasan berkontrak

2. Dasar hukum perseroan

3. Hukum administratif

49
Munir Fuady II, op.cit, hal. 133.

Universitas Sumatera Utara


Ad. 1 Prinsip Kebebasan Berkontrak

Seperti lembaga finansial lainnya, maka modal ventura juga mempunyai dasar

berupa prinsip kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUH Perdata) vide Pasal

1320 KUH Perdata, sebab dalam pengucuran dana lewat modal ventura ini

juga dimulai dari tahap penandatanganan kontrak terlebih dahulu yang

merupakan hasil kesepakatan dari para pihak.

Ad. 2. Dasar Hukum Perseroan

Modal ventura mempunyai dasar hukum perseroan mengingat lembaga modal

ventura selaku penyerta modal sangat terkait dengan hukum perseroan sebagai

dasar dari bentuk usahanya. Hukum perseroan bersumber dari Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan berbagai peraturan

lainnya, praktik perseroan maupun yurisprudensi yang relevan.

Ad. 3. Dasar hukum administratif

Seperti terhadap lembaga finansial lainnya, lembaga modal ventura juga

diatur oleh berbagai peraturan yang administratif, antara lain

a. PP No. 18 tahun 1973 tentang Penyertaan Modal Negara Republik

Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan dalam Bidang

Pengembangan Usaha Swasta Nasional, yang menjadi dasar berdirinya

PMV pertama di Indonesia yaitu PT. (Persero) Bahana Pembinaan Usaha

Indonesia yang sahamnya dipegang oleh Departemen Keuangan (sekarang

Kementerian Keuangan) dan Bank Indonesia.

b. Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan yang

menggantikan Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan

Universitas Sumatera Utara


yang menjadi dasar diakuinya modal ventura sebagai salah satu lembaga

pembiayaan.

c. Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang diubah dengan Kepmenkeu No.

468/KMK.017/1995 tentang Perubahan Kepmenkeu No.

1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan Sebagaimana Telah Diubah

dengan Kepmenkeu No. 1256/KMK.00/1989 Tanggal 18 November 1989.

d. Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995 tentang Pendirian dan Pembinaan

Usaha Modal Ventura.

e. UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Isi dari perjanjian modal ventura tergantung dari jenis penyertaan yang

disepakati oleh para pihak. Di dalam praktik pelaksanaan pemberian modal ventura

dikenal 2 (dua) bentuk penyertaan modal, yaitu penyertaan langsung dan penyertaan

tidak langsung. Di bawah ini akan dibahas mengenai kedua bentuk penyertaan

tersebut.

1. Penyertaan Secara Langsung

Penyertaan langsung (direct invesment) adalah penyertaan perusahaan modal

ventura ke dalam PPU secara langsung dalam bentuk penyertaan modal saham (equity

investment).50 Penyertaan langsung ini dilakukan dengan cara mengambil jumlah

saham tertentu dari PPU. Saham yang diambil PMV pada umumnya berasal dari

50
Sunaryo, op.cit, hal. 32

Universitas Sumatera Utara


saham-saham dalam portepel (porto folio), artinya saham-saham tersebut masih

belum diambil bagian dan disetor oleh pemegang saham lainnya.

Pembiayaan dengan cara penyertaan secara langsung ini dilakukan dalam hal

badan usaha PPU telah atau akan berbentuk perseroan terbatas. Dengan demikian,

dalam penyertaan secara langsung dalam bentuk saham ini dapat dilakukan dengan

cara mendirikan suatu usaha bersama dalam bentuk perseoran terbatas, dan

penyertaan/pengambilan sejumlah saham dalam simpanan (porto folio) pada PPU.

Penyertaan secara langsung ini dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu

dengan mendirikan suatu usaha bersama dalam bentuk perseroan terbatas dan

Penyertaan/Pengambilan Sejumlah Saham dalam Simpanan (Porto Folio) pada PPU.51

a. Mendirikan Suatu Usaha Bersama dalam Bentuk Perseroan Terbatas

Penyertaan modal yang dilakukan dengan cara mendirikan usaha bersama

dalam bentuk perseroan terbatas ini biasanya dilakukan apabila calon PPU yang akan

dibiayai bentuk usahanya berbentuk persekutuan komanditer (CV), firma, atau

perusahaan perseorangan. Meskipun cara ini memerlukan waktu yang lebih lama,

namun karena pada umumnya PMV lebih senang jika PPU berbentuk perseroan

terbatas, maka alternatif pembentukan perseroan terbatas baru merupakan cara yang

paling tepat bagi PMV dalam upaya memperkecil resiko atas investasinya.52

Pendirian usaha bersama ini dilakukan dengan harus berpedoman pada

ketentuan hukum perjanjian, khususnya ketentuan tentang kebebasan berkontrak

51
Ibid., hal. 32-33.
52
Ibid., hal. 32.

Universitas Sumatera Utara


(Pasal 1338 KUH Perdata) dan ketentuan syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUH

Perdata). Di samping itu, harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam UU No. 40

Tahun 2007 dan peraturan pelaksananya. Peraturan lain yang juga harus diperhatikan

dalam rangka pendirian usaha bersama ini adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur

tentang usaha modal ventura, yaitu Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga

Pembiayaan, Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan yang kemudian diubah dengan Kepmenkeu No.

468/KMK.017/1995 Perubahan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20

Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan

Sebagaimana Telah Diubah dengan Kepmenkeu No. 1256/KMK.00/1989 Tanggal 18

November 1989, dan Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995 tentang Pendirian dan

Pembinaan Usaha Modal Ventura.

b. Penyertaan/Pengambilan Sejumlah Saham dalam Simpanan (Porto

Folio) pada PPU

Pembiayaan dengan cara ini dapat dilakukan apabila PPU telah berbentuk

badan hukum perseroan terbatas, dalam arti anggaran dasarnya telah memperoleh

pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Untuk

melakukan penyertaan dalam bentuk ini yang perlu diperhatikan adalah ketentuan

yang ada dalam anggaran dasar dalam PPU, keputusan rapat umum pemegang saham,

rapat direksi dan dewan komisaris, serta ketentuan dalam UU No. 40 Tahun 2007.

Proses penyertaan dengan cara ini dinilai lebih praktis karena cukup dilakukan

dengan mengubah akta pendirian PPU. Penyertaan modal oleh PMV dilakukan

Universitas Sumatera Utara


dengan cara pembelian sebagian saham PPU, dan diikuti dengan peralihan hak atas

saham tersebut. Pembelian saham oleh PMV akan berdampak pada komposisi

kepemilikan saham, yang akan berpengaruh pada susunan kepengurusan pada PPU

karena PMV dimungkinkan untuk menempatkan pegawainya di dalam susunan

pengurus PPU yang bersangkutan.53

2. Penyertaan secara Tidak Langsung

Bentuk-bentuk penyertaan secara langsung di atas merupakan cara yang ideal

sekaligus diminati oleh PMV dalam melakukan pembiayaan pada PPU. Meskipun

demikian, mengingat tingkat perkembangan dan kemampuan calon PPU sangat

beragam, maka dalam rangka melakukan pembiayaan pada PPU di samping dapat

dilakukan dengan cara penyertaan secara langsung, juga dapat dilakukan dengan cara

penyertaan secara tidak langsung.

Penyertaan secara tidak langsung (indirect investment) adalah penyertaan

modal oleh PMV pada PPU tidak dalam bentuk modal saham (equity), tapi dalam

bentuk obligasi konversi (convertible bond) atau partisipasi terbatas/bagi hasil (profit

sharing). Kedua bentuk penyertaan secara tidak langsung ini sudah tentu dalam

operasionalnya akan mempunyai konsekuensi yang berbeda satu sama lainnya, begitu

pula dengan bentuk dari penyertaan secara langsung.

53
Ibid., hal. 33.

Universitas Sumatera Utara


a. Obligasi Konversi (Convertible Bond)

Obligasi merupakan salah satu jenis surat berharga alternatif yang dapat

dipilih para investor untuk melakukan investasi. Para investor ini tertarik untuk

membeli obligasi karena nilai bunga yang diberikan pada umumnya lebih tinggi dari

bunga deposito, atau jika bunganya rendah, mungkin tertarik karena kelebihan

lainnya, seperti dapat ditukarkan dengan saham (convertible) sehingga ada jenis

obligasi yang disebut obligasi konversi (convertible bond).54

Menurut Munir Fuady obligasi konversi merupakan

“Obligasi di mana pihak pemegang obligasi tersebut mempunyai hak atau


kewajiban untuk menukarkan obligasi tersebut dengan saham dari perusahaan
penerbit pada waktu yang ditentukan. Dalam kaitannya dengan modal ventura,
penyertaan dalam bentuk obligasi konversi merupakan suatu pola pembiayaan
PMV pada PPU yang awalnya dilakukan dalam bentuk utang piutang yang
nantinya akan dikonversi menjadi saham. Untuk itu hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam bentuk ini antara lain anggaran dasar PPU, ketentuan
tentang pengeluaran saham, kewenangan direksi dan dewan komisaris serta
keputusan rapat umum pemegang saham.55

Obligasi konversi dapat dilakukan baik terhadap PPU yang telah berbadan

hukum maupun pada perusahaan dalam proses pendirian perseroan terbatas. Suatu hal

yang perlu diperhatikan dalam bentuk ini adalah harus tersedia saham porto folio

dalam jumlah yang cukup apabila obligasi konversi tersebut akan dikonversi menjadi

saham. Dalam bentuk ini apabila ada jaminan, maka sejak konversi dilakukan semua

jaminan atau beban yang melekat pada barang jaminan, seketika itu juga berakhir.

Setelah konversi dilakukan, kedudukan PMV dan para pesero PPU adalah sama

54
Ibid., hal. 34.
55
Munir Fuady II, op.cit, hal. 80.

Universitas Sumatera Utara


dalam arti selaku pemegang saham yang terikat pada ketentuan yang berlaku pada

anggaran dasar dan ketentuan lain mengenai perseroan terbatas.

b. Partisipasi Terbatas/Bagi Hasil

Penyertaan modal dalam bentuk partisipasi terbatas atau bagi hasil digunakan

apabila dalam hasil pemeriksaan awal yang dilakukan oleh PMV terhadap PPU, baik

dari segi finansial, manajemen, maupun dari segi hukum dianggap tidak tepat jika

dilakukan dengan cara penyertaan langsung atau obligasi konversi.56

Penyertaan modal dengan pola bagi hasil (profit sharing) merupakan bentuk

penyertaan oleh PMV yang didasarkan pada prinsip-prinsip bagi hasil dalam suatu

usaha bersama antara PMV dan PPU.57 Prinsip bagi hasil di dalam perjanjian modal

ventura merupakan prinsip pembagian dengan berdasarkan atas perhitungan dari

keuntungan (laba) yang diperoleh PPU sebelum atau sesudah pemberian dana yang

dilihat dari laporan keuangan PPU tersebut.58

Bentuk penyertaan modal dengan partisipasi terbatas/bagi hasil tersebut

adalah bentuk penyertaan yang paling sering dipakai dalam pelaksanaan modal

ventura. Dipilihnya bentuk pembiayaan dengan pola bagi hasil ini disebabkan oleh

latar belakang kondisi PPU yang umumnya merupakan merupakan usaha kecil dan

bentuk usahanya sebagian besar usaha perseorangan dan yang tidak berbadan hukum,

dan faktor keterbatasan dari PMV, baik dari segi kemampuan dana maupun dari segi

56
Sunaryo, op.cit, hal. 34.
57
Ibid., hal. 35.
58
Wawancara dengan Ibu Jumaliati, Kepala Bagian Legal dan SDM PT. Sarana Sumut
Ventura, di Medan, tanggal 16 Februari 2011, pukul 11.00 WIB.

Universitas Sumatera Utara


sumber daya manusianya, yang akan ditempatkan pada manajemen PPU. Selain itu,

bentuk penyertaan tersebut dinilai lebih memberikan banyak keuntungan kepada

PMV.59

Bentuk penyertaan dengan pola bagi hasil tersebut merupakan bentuk

penyertaan modal yang dibahas di dalam penelitian ini, sehingga perjanjian yang

dibahas kemudian di dalam penelitian ini adalah Perjanjian Pembiayaan dengan Pola

Bagi Hasil sebagai akibat dari dipilihnya bentuk penyertaan dengan pola bagi hasil

sebagai bentuk pelaksanaan investasi modal yang disepakati dari PMV kepada PPU.

Pasal 13 ayat 1 Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 menentukan bahwa

untuk memperoleh izin usaha, diajukan permohonan kepada menteri dengan

melampirkan contoh perjanjian pembiayaan yang diperlukan. Hal inilah yang

mendasari Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil harus dibuat dalam bentuk

tertulis, dan agar dapat menjadi bukti yang sah dan mempunyai kekuatan hukum

dibuat dengan akta notaril.

Perjanjian dilakukan dengan melaksanakan isi dari perjanjian yang telah

disepakati oleh para pihak. Isi perjanjian merupakan ketentuan-ketentuan dan syarat-

syarat yang berisi hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Dalam hal ini dicerminkan

asas kebebasan berkontrak, yakni seberapa jauh pihak-pihak dapat mengadakan

perjanjian, hubungan apa yang terjadi di antara mereka dan sampai sejauh mana

hukum yang mengatur hubungan antara mereka.60

59
Ibid.
60
Anggo Doyoharjo, Perusahaan Modal Ventura sebagai Mitra untuk Pengembangan Usaha
Kecil, http://unisri.ac.id/anggo/?p=5.html, diakses tanggal 2 Januari 2011.

Universitas Sumatera Utara


Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil dibuat di hadapan notaris

(notaril) maka bagian-bagian dalam perjanjian tersebut mengikuti bagian di dalam

UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris khususnya dalam Pasal 38 ayat 1

yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu awal akta, badan akta, dan akhir atau penutup

akta.

Dalam Pasal 38 ayat 2 UU No. 30 Tahun 2004 disebutkan bahwa awal akta

memuat:

a. Judul akta

b. Nomor akta

c. Jam, hari, tanggal, bulan dan tahun

d. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris

Awal akta di dalam Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil juga memuat

bagian-bagian yang disebut di dalam pasal tersebut di atas (lihat Lampiran).

Setelah bagian awal akta kemudian Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi

Hasil masuk ke dalam badan akta yang seperti disebut dalam Pasal 38 ayat 3 UU No.

30 Tahun 2004 memuat:

a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,

jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang

mereka wakili.

b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap.

c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang

berkepentingan.

Universitas Sumatera Utara


d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan,

dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

Di bagian badan akta Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil antara

PT. Sarana Sumut Ventura dengan PPU pertama-tama termuat tentang identitas

lengkap penghadap seperti yang tercantum di dalam pasal tersebut di atas (lihat

Lampiran). Namun perlu diperhatikan bahwa penghadap harus memenuhi syarat yaitu

paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah, dan cakap

melakukan perbuatan hukum (Pasal 39 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2004).

Mengenai keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap, M. U.

Sembiring di dalam bukunya menyebutkan bahwa seseorang yang menghadap notaris

guna pembuatan akta dapat bertindak dalam beberapa kualitas yakni menghadap atau

bertindak untuk dirinya sendiri, untuk dan atas nama orang lain melalui lembaga

kuasa, dalam kedudukan, atau dalam jabatan selaku organ (alat perlengkapan) suatu

badan hukum.61

Isi akta Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil antara PT. Sarana

Sumut Ventura dengan PPU terdiri dari:

a. Bentuk pembiayaan

Bentuk pembiayaan yang dimaksud di dalam perjanjian ini adalah bentuk

pembiayaan yang dipilih oleh para pihak untuk melaksanakan pemberian

investasi. Pemilihan bentuk pembiayaan didasari oleh bentuk pembiayaan

yang dibutuhkan oleh PPU, bentuk usaha PPU dan aspek usaha PPU.

61
M.U. Sembiring, Teknik Pembuatan Akta, Program Pascasarjana Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1997, hal. 30-34.

Universitas Sumatera Utara


Mengingat judul perjanjian yang dibahas adalah Perjanjian Pembiayaan

dengan Pola Bagi Hasil maka bentuk pembiayaan yang dipilih oleh para pihak

adalah pembiayaan dengan pola bagi hasil.

b. Jumlah dan tujuan penggunaan fasilitas dana

Jumlah dan tujuan dari penggunaan fasilitas dana yang diberikan oleh PMV

kepada PPU tergantung dari

1) aspek hukum, meliputi bentuk usaha, perizinan usaha dan lain-lain.

2) aspek keuangan

3) aspek usaha dan

4) kelayakan semua aspek yang berkaitan dengan PPU.

Jumlah dana yang diberikan oleh PMV kepada PPU diuraikan di dalam daftar

yang dibuat di bawah tangan yang bermaterai cukup yang ditandatangani oleh

PMV dan PPU, yang dilekatkan pada minuta akta Perjanjian Pembiayaan

dengan Pola Bagi Hasil dan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan dari akta perjanjian tersebut.

Perlu diingat bahwa penggunaan fasilitas dana ini harus sesuai dengan yang

disetujui antara PMV dan PPU di dalam perjanjian. Apabila PPU

menggunakan dana yang diberikan oleh PMV tidak sesuai dengan yang

diperjanjikan, maka PPU dinilai telah melakukan kelalaian dan dapat

dikategorikan telah melakukan wanprestasi.

c. Jangka waktu pembiayaan

Jangka waktu pembiayaan dalam perjanjian ini juga tergantung dari

kesepakatan para pihak, namun di dalam Pasal 4 ayat 2 Keppres No.

Universitas Sumatera Utara


1251/KMK.013/1988 disebutkan bahwa penyertaan modal dalam setiap PPU

bersifat sementara dan tidak boleh melebihi jangka waktu 10 (sepuluh) tahun,

sehingga di dalam praktik pembiayaan ini umumnya hanya berlangsung

kurang dari 10 (sepuluh) tahun. PT. Sarana Sumut Ventura sendiri

menetapkan jangka waktu pembiayaan dilaksanakan mulai 1 (satu) sampai

dengan 5 (lima) tahun.62

d. Imbalan jasa bagi hasil, biaya administrasi

Imbalan jasa bagi hasil di dalam perjanjian pembiayaan ini ditetapkan oleh

PMV berdasarkan laba yang diperoleh oleh PPU dari aktivitas usahanya

sebelum atau sesudah pembiayaan. Laba tersebut dihitung dari laporan

keuangan PPU sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi Indonesia secara

umum dan sesuai dengan standar yang dianut oleh PMV.

Imbalan jasa yang dipergunakan di dalam perjanjian ini sebesar 18,19 %

(delapan belas koma satu sembilan persen). Besar imbalan jasa ini lebih tinggi

daripada bunga yang diberikan oleh bank yang sebesar 12-18 % (dua belas

sampai delapan belas persen). Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari adanya

peminjaman dana dari berbagai sumber oleh PT. Sarana Sumut Ventura yang

bertujuan agar PT. Sarana Sumut Ventura sebagai perusahaan pembiayaan

tetap dapat melaksanakan kegiatan usahanya.63

Imbalan jasa bagi hasil ini pada umumnya dibayar setiap bulan pada setiap

tanggal pencairan fasilitas pembiayaan. Dengan demikian laporan keuangan

62
Wawancara dengan Ibu Jumaliati, op.cit.
63
Wawancara dengan Bapak Julfizar, Direktur PT. Sarana Sumut Ventura, di Medan, tanggal
4 April 2011, pukul 15.00 WIB.

Universitas Sumatera Utara


PPU sangat penting untuk diserahkan kepada PMV agar dapat dilakukan

penetapan perhitungan imbalan jasa bagi hasil yang harus dibayar oleh PPU.

Akan tetapi apabila laporan keuangan tidak dapat diserahkan maupun

terlambat diserahkan oleh PPU umumnya PMV dan PPU menetapkan untuk

memakai persentase yang tercantum di dalam perjanjian (misalnya 19 %

(sembilan belas persen)).

Di samping pembayaran imbalan jasa, PPU juga dibebankan dengan biaya

administrasi setiap pancairan dana dilakukan. Jumlah biaya administrasi

tersebut dihitung dari jumlah fasilitas pembiayaan yang dibayar pada saat

pencairan dana dilakukan (misalnya 1,5 % (satu koma lima persen).

Pembayaran imbalan jasa bagi hasil dan biaya administrasi dilakukan oleh

PPU melalui rekening yang telah disetujui antara PMV dan PPU.

e. Fasilitas dana

PPU wajib mengembalikan seluruh jumlah fasilitas dana dengan sempurna

dengan cara mengembalikan dana setiap bulan yang dilakukan untuk pertama

kalinya pada bulan pertama sejak pencairan fasilitas pembiayaan pertama kali

sampai jumlah fasilitas dana yang diberikan oleh PMV lunas. Pengembalian

dana tersebut dilakukan selambat-lambatnya setiap akhir bulan dari tanggal

pencairan pembayaran pertama kali dilakukan. Apabila PPU lalai

melaksanakan pembayaran pengembalian dana tersebut, maka untuk setiap

hari keterlambatan PPU dikenakan denda keterlambatan sebesar 1 0/00 (satu

permil) per hari.

Universitas Sumatera Utara


PPU dapat membayar lebih dahulu seluruh atau sebagian dari jumlah fasilitas

dana walaupun jangka waktu yang telah diperjanjikan belum berakhir. Hal ini

diawali dengan mengajukan surat permohonan tertulis mengenai pembayaran

kembali lebih dahulu sedikitnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum

pembayaran. Pembayaran tersebut hanya dapat dilakukan setelah 1 (satu)

tahun berlangsungnya perjanjian. Apabila pembayaran tersebut dilakukan

sebelum 1 (satu) tahun maka PPU akan dikenakan denda administrasi sebesar

2 % (dua persen) dari sisa jumlah pembiayaan.

f. Syarat-syarat penarikan dana

Apabila PPU ingin menerima fasilitas dana dari PMV, PPU harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut yaitu

1) PPU menyampaikan surat permohonan secara resmi pada alamat PMV

yang telah ditentukan.

2) PMV telah menerima surat-surat, izin-izin, persetujuan-persetujuan dari

yang berwenang serta dokumen-dokumen yang diperlukan termasuk

dokumen-dokumen jaminan yang telah ditandatangani secara sah.

3) PMV telah menerima hasil yang memuaskan menurut pertimbangan PMV

atas pemeriksaan PPU yang dilakukan berdasarkan prosedur sebagaimana

yang berlaku pada PMV.

4) PPU telah memenuhi semua jaminan, janji, pernyataan-pernyataan serta

kesanggupan-kesanggupan yang ditetapkan dalam perjanjian.

5) PMV telah memperoleh jaminan yang cukup menurut pertimbangan PMV.

Universitas Sumatera Utara


6) Tidak terdapat hal-hal atau kejadian-kejadian yang menurut pertimbangan

PMV dapat mempunyai pengaruh buruk atau merugikan terhadap fasilitas

dana yang akan diberikan oleh PMV kepada PPU.

g. Sistem pembukuan

PPU harus mengadakan sistem pembukuan sehingga memungkinkan adanya

pengendalian yang memudahkan pelaksanaan audit dan merupakan alat yang

baik bagi manajemen untuk pengawasan maupun untuk perencanaannya. Pada

setiap akhir tahun buku juga harus dibuat neraca dan perhitungan laba/rugi

berikut laporan keuangan lainnya sesuai syarat-syarat yang dapat diterima

oleh PMV, yang harus diserahkan kepada PMV selambat-lambatnya 6 (enam)

bulan setelah berakhirnya tahun buku berjalan.

h. Pendampingan dan pengawasan

Selama perjanjian ini berlangsung, PMV ataupun penerima kuasanya secara

sah yang telah diberi kuasa oleh PPU dapat mengadakan pengawasan,

pembinaan dan pendampingan. Hal ini dilakukan apabila dianggap perlu oleh

PMV dan telah disepakati oleh PMV dan PPU. Pengawasan, pembinaan dan

pendampingan yang dimaksud di atas meliputi segi keuangan, manajemen,

perizinan, pengelolaan sumber daya manusia, proyeksi serta resiko lain yang

disepakati kedua belah pihak. Namun hal ini tidak terbatas pada bidang-

bidang yang telah disebut di atas, sepanjang disepakati dan diperjanjikan oleh

kedua belah pihak pengawasan, pembinaan dan pendampingan di luar hal-hal

tersebut diperbolehkan.

Universitas Sumatera Utara


Pengawasan, pembinaan dan pendampingan dilaksanakan oleh PMV dengan

cara menetapkan 1 (satu) orang atau lebih karyawan dalam PPU di bagian

keuangan atau bidang-bidang lain yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.

Dalam hal ini PPU harus memberi fasilitas sepenuhnya kepada PMV atau

penerima kuasanya termasuk pemberian informasi-informasi yang benar, baik

mengenai PPU sendiri maupun para krediturnya (apabila ada).

i. Pelaporan

PPU wajib menyerahkan laporan keuangan, aliran kas (cash flow) dan laporan

produksi/penjualan kepada PMV. Laporan-laporan tersebut merupakan dasar

perhitungan imbalan jasa bagi hasil untuk PMV. Pelaporan tersebut wajib

diserahkan kepada PMV secara berkala sedikitnya setiap 1 (satu) bulan sekali

selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak berakhirnya bulan berjalan

kecuali dipandang perlu dapat dilaporkan kurang dari waktu tersebut.

j. Jaminan

Guna menjamin pembayaran kembali seluruh jumlah fasilitas dana yang telah

diberikan oleh PMV, PPU memberikan jaminan kepada PMV. Jaminan yang

diberikan kepada PMV ini disesuaikan dengan bentuk usaha PPU dan juga

merupakan bentuk jaminan yang diperbolehkan menurut ketentuan

perundang-undangan dan menurut PMV, misalnya hak tanggungan, fidusia,

jaminan perorangan dan lain-lain.

k. Kesanggupan

Bagian ini berisi mengenai kesanggupan-kesanggupan yang dapat diberikan

oleh PPU kepada PMV selama pelaksanaan perjanjian, antara lain

Universitas Sumatera Utara


1) PPU berjanji dan mengikatkan diri untuk melaksanakan penatausahaan

semua administrasi dan penyediaan tenaga staf yang diperlukan

sehubungan dengan pengembangan PPU, termasuk tenaga pembukuan

yang cakap.

2) PPU sanggup menanggung semua biaya termasuk pajak-pajak yang

terhitung dan yang timbul serta wajib dibayar oleh PPU selama

berlangsungnya perjanjian, termasuk juga semua biaya-biaya serta pajak-

pajak yang terutang sehubungan dengan penatausahaan administrasi dan

penyediaan staf dalam rangka pengembangan usaha PPU.

3) PPU sanggup dan bertanggung jawab sepenuhnya untuk mengembalikan

dan membayar semua kewajibannya yang timbul berdasarkan perjanjian.

4) PPU sanggup dan karenanya mengikat diri untuk mengurus perolehan

semua izin-izin yang diperlukan dari instansi yang terkait guna

terselenggaranya usaha dengan baik.

5) PPU sanggup dan karenanya mengikat diri untuk tunduk dan

melaksanakan semua ketentuan, syarat-syarat dan kebiasaan-kebiasaan

yang berlaku pada PMV mengenai pemberian fasilitas dana baik yang saat

ini telah ada maupun yang kemudian hari dinyatakan berlaku, sejauh

ketentuan-ketentuan, syarat-syarat dan kebiasaan-kebiasaan tersebut tidak

bertentangan dengan suatu ketentuan perundang-undangan yang bersifat

mengikat ataupun sesuatu prinsip hukum yang berlaku di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


l. Pernyataan-pernyataan

Bagian di dalam perjanjian ini mencantumkan pernyataan-pernyataan dari

PPU mengenai benar dan sahnya setiap hal yang berkaitan dengan proses dan

pelaksanaan pembiayaan ini. Selain itu, PPU juga memberikan pernyataan

bahwa apabila terdapat hal, jaminan, ataupun keterangan serta dokumen yang

tidak benar diberikan oleh PPU dalam perjanjian dan juga apabila terdapat

gugatan atau tuntutan dari pihak manapun sehubungan dengan dibuat, ditanda

tangani serta dilaksanakannya perjanjian, maka PPU berjanji untuk:

1) Melepaskan atau membebaskan PMV dari gugatan atau tuntutan tersebut.

2) Akan menanggung sendiri gugatan atau tuntutan tersebut.

3) Atas permintaan tertulis dari PPU membayar kepada PMV segala kerugian

yang diderita oleh PMV sebagai akibat gugatan atau tuntutan tersebut.

m. Pembatasan-pembatasan

Bagian pembatasan merupakan bagian di dalam perjanjian mengenai hal-hal

apa yang tidak boleh dilakukan oleh PPU tanpa sepengetahuan dan seizin

PMV yaitu misalnya

1) Melakukan likuidasi atau pembubaran atau tindakan-tindakan yang

menjurus kepada kepailitan.

2) Mendapatkan fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari suatu

lembaga atau institusi apapun yang menimbulkan kewajiban dan atau

menjadikan dijaminkannya sebagian atau seluruh harta kekayaan PPU.

Universitas Sumatera Utara


3) Melakukan pembayaran atau pemenuhan kepada pihak ketiga yang

menimbulkan gangguan terhadap jadwal pengembalian kewajiban kepada

PMV.

4) Menjaminkan, menggadaikan, menjual, menyewakan atau dengan cara

lain mempertanggungkan harta kekayaannya pada pihak ketiga.

5) Membagikan keuntungan usaha baik sementara ataupun final.

n. Kelalaian

Kelalaian yang dimaksud di dalam perjanjian adalah penyimpangan dari

ketentuan-ketentuan yang ditetapkan di dalam perjanjian tersebut antara lain

meliputi:

1) Pihak kedua lalai untuk membayar sesuatu jumlah uang yang wajib

dibayarnya menurut ketentuan dalam perjanjian ini.

2) Pihak pertama menerima pernyataan, surat keterangan atau dokumen-

dokumen lainnya yang diberikan oleh pihak kedua, pemberi jaminan atau

penjamin kepada pihak pertama sehubungan dengan perjanjian ini ternyata

tidak mempunyai kebenaran dalam arti materil.

3) Pihak kedua pemberi jaminan atau penjamin mengajukan ketetapan atau

memperoleh ketetapan sebagai yang dinyatakan dalam keadaan pailit, atau

ditaruh di bawah pengampuan (onder curatele gesteld) atau memperoleh

penundaan pembayaran dari pengadilan, baik bersifat sementara maupun

pasti atau tetap (surseance van betaling), atau karena alasan apapun juga

tidak lagi berhak mengurus dan menguasai harta kekayaaannya.

Universitas Sumatera Utara


4) Surat izin lisensi atau persetujuan yang dikeluarkan/diberikan oleh

instansi/pihak yang berwenang kepada pihak kedua, pemberi jaminan atau

penjamin untuk menjalankan usahanya dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku sehingga pihak kedua, pemberi jaminan atau penjamin sudah tidak

dapat lagi menjalankan sahnya secara sah.

5) Harta benda pihak kedua, pemberi jaminan atau penjamin disita baik

sebahagian maupun seluruhnya oleh pengadilan atau pihak manapun juga.

6) Pihak kedua tidak memenuhi salah satu saja dari ketentuan atau syarat-

syarat dari perjanjian ini.

Apabila PPU dinilai telah melakukan bentuk-bentuk kelalaian di atas, maka

PPU melepaskan keuntungan yang didapat dari persyaratan mengenai surat

teguran juru sita atau surat-surat lainnya yang sama dengan itu dan ketentuan-

ketentuan dalam Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata yang menyebutkan

bahwa pembatalan persetujuan harus dimintakan kepada pengadilan dan PMV

dapat memaksa PPU untuk memenuhi persetujuan atau menuntut pembatalan

persetujuan disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga, sehingga

keputusan, ketetapan, izin atau kuasa dari pengadilan tidaklah diperlukan lagi

di dalam terjadinya perbuatan-perbuatan yang disebut di atas. Pada intinya

penyelesaian untuk kelalaian tersebut dikembalikan kewenangannya kepada

PMV.

o. Hak untuk meninjau kembali

Hak untuk meninjau kembali adalah hak yang dimiliki oleh PMV untuk

meninjau kembali secara berkala atau menarik kembali atau untuk

Universitas Sumatera Utara


membatalkan fasilitas dana yang akan atau telah diserahkan berdasarkan

perjanjian, misalnya perubahan jumlah dana yang disediakan PMV untuk

fasilitas pendanaan bagi usaha PPU ataupun apabila di kemudian hari terdapat

hal-hal yang menurut pertimbangan PMV dapat membahayakan pokok jumlah

fasilitas dana tersebut.

p. Ketentuan lain

Di dalam bagian ini diatur mengenai

1) Hal-hal yang belum diatur atau tidak cukup diatur dalam perjanjian akan

diatur lebih lanjut oleh kedua belah pihak secara musyawarah untuk

mencapai mufakat dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari dan hasilnya

akan dituangkan secara tertulis yang merupakan adendum dari perjanjian.

2) Apabila satu atau lebih ketentuan yang dimuat dalam perjanjian tidak

berlaku, tidak sah atau tidak dapat dilaksanakan dalam hal apapun

berdasarkan hukum yang berlaku maka ketentuan-ketentuan lain dalam

perjanjian tetap berlaku sah dan dapat dilaksanakan.

3) Setiap surat dan/atau pemberitahuan yang berhubungan dengan perjanjian

wajib dilakukan secara tertulis dan dikirimkan pada pihak lain melalui

faksimili, kurir atau dengan surat tercatat atau disampaikan secara

langsung kepada pihak yang bersangkutan dengan mendapatkan tanda

penerimaan yang selayaknya kepada alamat yang telah disepakati

sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


q. Domisili hukum

Domisili hukum merupakan tempat yang telah disepakati oleh kedua belah

pihak yang menjadi tempat kedudukan para pihak dan sekaligus tempat untuk

tempat penyelesaian masalah hukum antara para pihak.

Akhir atau penutup akta memuat (Pasal 38 ayat 4 UU No. 30 Tahun 2004)

a. Uraian tentang pembacaan akta

b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau

penerjemahan akta apabila ada

c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan

tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta

d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta

atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan,

pencoretan, atau penggantian

Setelah minuta akta selesai dibuat, notaris wajib membacakan isi dari minuta

akta tersebut. Hal ini bertujuan agar para pihak (para penghadap dan saksi-saksi)

mengerti akan isi akta. Selain itu pembacaan ini juga bertujuan agar minuta akta

tersebut mempunyai kekuatan sebagai akta otentik (Pasal 41 UU No. 30 Tahun 2004).

Kemudian minuta akta tersebut ditandatangani oleh para penghadap, saksi-saksi dan

notaris. Dengan ditandatanganinya akta tersebut, para pihak (para penghadap dan

saksi-saksi) dianggap telah menyetujui akta tersebut. Apabila ada kesalahan di dalam

pembuatan akta, notaris akan mencantumkan berapa perubahan (penambahan,

pencoretan, atau penggantian) yang terdapat di dalam akta tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan pemaparan di atas, ditarik kesimpulan bahwa Perjanjian

Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil merupakan suatu perjanjian standar (baku) yang

dibuat dengan akta notaril. Perjanjian ini memiliki klausul-klausul yang telah

ditetapkan atau telah dibakukan sebelumnya oleh PT. Sarana Sumut Ventura,

sehingga PT. Sarana Sumut Ventura berperan sebagai pihak yang lebih kuat.

Di satu sisi, bentuk perjanjian ini sangat menguntungkan, jiika dilihat dari
berapa banyak waktu, tenaga dan biaya yang dapat dihemat. Akan tetapi di
sisi yang lain bentuk perjanjian seperti ini tentu saja menempatkan pihak yang
tidak ikut membuat klausul-klausul di dalam perjanjian itu sebagai pihak baik
langsung maupun tidak sebagai pihak yang dirugikan, yakni di satu sisi ia
sebagai salah satu pihak dalam perjanjian itu memiliki hak untuk memperoleh
kedudukan seimbang dalam menjalankan perjanjian tersebut, di sisi yang lain
ia harus menurut terhadap isi perjanjian yang disodorkan kepadanya.64

Senada dengan pendapat di atas, berdasarkan wawancara dengan responden,

ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya pembakuan klausul-klausul di dalam

Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil, PT. Sarana Sumut Ventura telah

memaksakan PPU untuk menyetujui dan menaati isi perjanjian tersebut. Apabila PPU

tidak setuju dengan isi perjanjian maka perjanjian tidak akan terjadi. Hal inilah yang

merupakan karakteristik perjanjian standar (baku) dengan adanya sifat take it or leave

it.65

Di dalam perjanjian juga terdapat pengenaan imbalan jasa sebesar 18,19 %

(delapan belas koma sembilan belas persen) per bulan. Jumlah modal dasar yang

dimiliki oleh PT. Sarana Sumut Ventura sendiri adalah sebesar Rp. 8.650.241.000,-

64
Sriwati, Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Yustika, Volume
III No. 2 Desember 2000, hal. 176, dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan
Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 139.
65
Wawancara dengan PPU, di Medan, tanggal 20 April 2011, pukul 10.00 WIB.

Universitas Sumatera Utara


(delapan milyar enam ratus lima puluh juta dua ratus empat puluh satu ribu). Jumlah

tersebut tidak sesuai untuk mengakomodasi kebutuhan pemberian bantuan modal

kepada PPU untuk mendapatkan keuntungan sehingga untuk melaksanakan kegiatan

usahanya perusahaan tersebut memerlukan sumber dana yang diperoleh dari pihak

lain yaitu investor perseorangan, investor institusi, perusahaan asuransi dan

perbankan yang akan dibahas pada bab berikutnya. Selain itu berbeda dengan bank

yang menerima simpanan masyarakat sehingga bank dapat mengalihkan dana

simpanan tersebut untuk memberikan bantuan modal kepada masyarakat tanpa

merugikan masyarakat tersebut. Faktor inilah yang mempengaruhi PT. Sarana Sumut

Ventura mengenakan imbalan jasa setinggi itu.

Ditinjau dari sudut pandang perjanjian dan asas kebebasan berkontrak,

pengenaan imbalan jasa tersebut dibenarkan karena telah melewati persetujuan para

pihak dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut secara sadar oleh para pihak,

sehingga perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang yang harus dipatuhi oleh

para pihak (Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata). PPU pun menyadari hal

tersebut, dengan menandatangani kontrak PPU berkewajiban untuk melaksanakan

segala kewajiban yang tercantum di dalam perjanjian agar PPU tersebut dapat

menuntut haknya kepada PT. Sarana Sumut Ventura.66

Pengenaan imbalan jasa yang telah disebutkan sebelumnya bertentangan

dengan tujuan PT. Sarana Sumut Ventura yang bertujuan untuk membantu PPU yang

dalam hal ini adalah usaha mikro, kecil dan menengah. Akan tetapi yang tidak boleh

dikesampingkan adalah bahwa PT. Sarana Sumut Ventura juga adalah perusahaan

66
Wawancara dengan PPU, op.cit.

Universitas Sumatera Utara


yang menjalankan kegiatan usahanya untuk mendapatkan keuntungan, sehingga

perusahaan tersebut memerlukan imbalan jasa yang nantinya akan menjadi fasilitas

dana kepada PPU yang lain. Jadi sebenarnya secara ekonomis imbalan jasa tersebut

membantu perusahaan tersebut dan membantu PPU lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Вам также может понравиться