Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh
1. Berikan 4 contoh kelainan dengan lesi berupa ulser di rongga mulut (tulis diagnosis
lengkapnya)!
2. Kasus 1
Pasien laki-laki umur 13 tahun datang diantar orang tuanya ke klinik oral
medicine dengan keluhan sariawan pada seluruh rongga mulutnya sejak 2 hari yang
lalu. Sebelumnya pasien mengeluh 2 hari demam, nyeri pada seluruh tubuh, tidak
enak makan dan tidak bisa tidur nyenyak. Pasien tidak pernah menderita sariawan
sebelumnya. Sampai sekarang rongga mulutnya masih terasa nyeri.
a) Apa diagnosis klinik pada kasus tersebut?
b) Tuliskan deskripsi lesi yang ada pada kelainan tersebut!
c) Apa etiologi pada kasus tersebut?
d) Jelaskan rencana perawatannya!
e) Tuliskan resepnya!
3. Kasus 2
Pasien datang ke lab. Oral Medicine dengan keluhan rasa nyeri pada
lidahnya yang timbul berulang-ulang. Keadaan tersebut diketahui penderita sejak 2
hari yang lalu. Belum pernah diobati dan sekarang masih sakit.
a) Apa diagnosis klinik pada kasus tersebut?
b) Tuliskan deskripsi lesi yang ada pada kelainan tersebut!
c) Apa etiologi pada kasus tersebut?
d) Jelaskan rencana perawatannya!
e) Tuliskan resepnya!
1
PEMBAHASAN
2
merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur di semua
jaringan ikat sehingga berperan dalam penyembuhan luka. Selain itu, mencegah
infeksi karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, dan
meningkatkan absorpsi serta metabolisme Fe. Vitamin C pada umumnya terdapat
dalam sayur dan buah-buahan (Thantawi dkk., 2014).
b) Behcet’s Disease
Behçet’s Disease (BD) merupakan suatu peradangan multisistem kronis
yang ditandai oleh ulserasi yang hilang timbul pada rongga mulut, alat kelamin,
mata dan umumnya melibatkan sendi, kulit, sistem saraf pusat dan saluran
pencernaan. Behçet’s disease (BD) atau behçet’s syndrome tergolong penyakit
vaskulitis sistemik, karena terjadi keterlibatan pembuluh arteri dan vena di berbagai
organ tubuh. Manifestasi BD dapat terjadi pula pada berbagai sistem organ di
antaranya trombosis, gangguan neurologis (keterlibatan sistem saraf pusat parenkim
dan hipertensi intrakranial), gangguan kardiovaskular (aneurisma arteri dan
vaskulitis pembuluh darah kecil), ulserasi intestinal serta polikondritis. Hingga kini
Etiopatogenesis BD belum jelas dan masih dilakukan penelitian untuk mengetahui
hal ini, namun agen infeksius (infeksi virus dan bakteri), mekanisme imun (proses
autoimun) dan faktor genetik (HLAB*51) dianggap memiliki peran penting dalam
patogenesis BD. Perawatan BD meliputi perawatan lokal, sistemik atau tindakan
bedah. Obat yang diberikan diantaranya kortikosteroid, tetrasiklin, Anti Inflamasi
Non Steroid (AINS), kolkisin, siklosporin A, siklofosfamid, interferon alfa-2a,
metotreksat, antibiotika, talidomid, dapson, levamisol dan pentoxifyline. Tindakan
bedah dilakukan jika timbul aneurisma arteri (Sari dkk, 2008).
c) Traumatic Ulseratif
Ulkus traumatikus didefinisikan sebagai suatu kelainan yang berbentuk
ulkus pada mukosa rongga mulut yang disebabkan oleh paparan trauma. Ulkus
traumatikus merupakan lesi sekunder yang berbentuk ulkus, yaitu hilangnya lapisan
epitelium hingga melebihi membrana basalis dan mengenai lamina propria oleh
karena trauma. Trauma merupakan penyebab tersering terjadinya ulkus pada
membran mukosa. Biasanya pasien dapat memperkirakan kejadian yang
3
menimbulkan ulkus. Pada umumnya ulkus terjadi setelah beberapa kali paparan
trauma (Greenberg, 2008).
Ulkus traumatikus dapat terjadi pada mukosa rongga mulut, antara lain:
pada lidah, bibir, lipatan mukosa bukal (buccal fold), gingiva, palatum, mukosa
labial, mukosa bukal dan dasar mulut, ulkus traumatikus sering terjadi pada mukosa
labial dan bukal karena terletak berdekatan dengan daerah kontak oklusi geligi
sehingga lebih mudah mengalami gigitan pada waktu gerakan pengunyahan. Ulkus
traumatikus tersebut dapat berupa ulkus yang tunggal atau multipel, berbentuk
simetris atau asimetris, ukurannya tergantung dari trauma yang menjadi penyebab,
dan biasanya nyeri. Kebanyakan merupakan keadaan akut, sedangkan lainnya
adalah kronis. Ulkus traumatikus akut memiliki karakter adanya kerusakan pada
mukosa dengan batas tepi eritema dan di tengahnya berwarna putih kekuningan,
serta menimbulkan rasa nyeri. Sedangkan ulkus traumatikus kronis bisa tanpa
disertai rasa nyeri dengan dasar induratif dan tepi yang meninggi. (Sonis dkk.,
2005).
Menurut sumber, penggunaan topikal kortikosteroid dianjurkan untuk
pengobatan terhadap ulserasi pada mukosa mulut. Topikal kortikosteroid berfungsi
sebagai agen anti-inflamasi. Topikal kortikosteroid dapat berupa triamcinolone
acetonide 0,1%, kenalog in orabase, salep hydrocortisone acetate 1% dan salep
bethamethasone dipropionate 0,05% (Regezi dan Sciuba, 2008).
d) Herpes Zooster
Virus herpes simpleks termasuk jenis patogen yang dapat menyesuaikan diri
dengan tubuh host. Ada dua jenis yaitu virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan
tipe 2 (HSV-2). Keduanya berkaitan erat tetapi berbeda dalam gambaran
epidemiologinya. HSV-1 dikaitkan dengan penyakit orofacial, sedangkan HSV-2
dikaitkan dengan penyakit genital, namun lokasi lesi tidak selalu menunjukkan
virus type. Sekitar 80% dari infeksi herpes simpleks tidak menunjukkan gejala.
Gejala infeksi dapat dicirikan dengan rekurensi yang sering terjadi dimana pada
host yang immunocompromised, infeksi dapat menyebabkan komplikasi yang
mengancam jiwa (Kusumastuti, 2016).
4
Herpes simpleks virus (HSV) adalah virus DNA yang patogen pada
manusia yang secara intermitten dapat teraktivasi kembali. Setelah replikasi di kulit
atau mukosa, virus menginfeksi ujung saraf lokal dan menuju ke ganglion yang
kemudian menjadi laten hingga teraktivasi kembali. Prevalensi infeksi HSV di
seluruh dunia telah meningkat selama beberapa dekade terakhir, membuatnya
menjadi permasalahan kesehatan masyarakat. Sehingga deteksi dini infeksi herpes
simpleks dan inisiasi awal dari terapi adalah sangat penting dalam pengelolaan
penyakit ini (Kusumastuti, 2016).
5
perkembangbiakan herpes virus terhambat. Obat topikal berupa salep/ krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat
asiklovir (zovirax) dapat digunakan pada lesi dini. Pengobatan oral dapat menggunakan
preparat asiklovir yang efektif menyembuhkan penyakit akibat HSV. Parenteral
acyclovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dapat diberikan pada penderita
penyakit yang lebih berat atau apabila terjadi komplikasi pada organ dalam. Pencegahan
kekambuhanbisa dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi faktor pencetus
dengan memberikan pengarahan sertapengobataninfeksidan meningkatkan daya tahan
tubuh penderita dengan perbaikan kondisi tubuh (Kusumastuti, 2016).
Gambar 2.1 : (a) ulser pada bagian atas, (b) ulser pada bagian bawah (Kusumastuti, 2016).
6
sudah baik dan obat sudah habis. Selama terapi pasien mematuhi pengobatan dan
edukasi dengan baik dan pasien sembuh pada hari ke-14 (Kusumastuti, 2016).
7
remisi dari kelainan ini, maka hasil dari penelitian, prevalensi geographic tongue
sebesar 4,3% diduga dapat berubah karena pada saat penelitian penderita sedang dalam
masa remisi. Selain itu didukung oleh ketidaktahuan penderita terhadap kelainan yang
muncul pada lidahnya sehingga membuat lesi tidak terlihat pada saat dilakukan
penelitian. Hal tersebut mungkin terjadi karena geographic tongue merupakan suatu
kelainan yang bersifat asimptomatik dan jarang menimbulkan keluhan atau simptom.
Geographic tongue lebih sering muncul atau terjadi pada perempuan dibandingkan laki-
laki (Jainkittivong dan Langlais, 2005).
Pasien dengan lidah geografik biasanya tidak membutuhkan pengobatan, namun
mebutuhkan kepastian diagnosis karena banyak pasien yang menaktukan kanker pada
lidahnya. Beberapa pengobatan simptomatik sudah dicoba termasuk acetaminofen, obat
kumur dengan anestesi topikal, antihistamin, anxiolitik, dan steroid. Helfman
mengatakan adanya hasil memuaskan setelah mengobati tiga pasien dengan tretinoin
topikal. Terapi vitamin A menghasilkan perbaikan parsial pada beberapa pasien. Faktor
topikal yang eksaserbasi gejala pasien seperti makanan panas, pedas, dan asam perlu
dihindari. Abe et al. mengatakan adanya perbaikan juga pada pasien wanita 54 tahun
dengan lidah geografik yang sakit dengan pemberian sistemik siklosporin selama 5
tahun. Pengobatan sistemik dari mikroemulsi siklosporin pre-konsentrat sebanyak 3
mg/kg/hari menghasilkan perbaikan yang memuaskan. Dua bulan kemudian, pasien
dberikan terapi pemeliharaan berupa obat yang sama dengan dosis 1,5 mg/kg/hari
(Assimakopoulos dkk, 2002). Apabila pasien merasakan rasa sakit dan tidak nyaman,
dokter gigi lebih baik memberikan resep pereda rasa nyeri topikal, anti-inflamasi, obat
kumur dengan anestetikum, kortikosteroid topikal, suplemen zinc. Dokter gigi juga
perlu membatasi beberapa makanan atau konsumsi seperti tembakau dan pasta gigi
dengan aditif, pasta pemutih, atau rasa yang terlalu kuat (Goregen dkk, 2010).
8
DAFTAR PUSTAKA
Burket, Greenberg, Glick, dan Ship. 2008. Burket’s Oral Medicine Elevent Edition.
Canada: BC Decker Inc.
Greenberg, M.S., Glick, M., Ship, J.A., 2008, Burket’s Oral Medicine, 11th Edition, BC
Decker Inc., Hamilton.
Jurge S, Kuffer R, Scully C, Porter SR. Recurrent Aphthous Stomatitis. Oral Dis 2006;
12: 1-21.
Regezi, J. dan Sciubba,J., 2008, Oral Pathology: Clinical Pathology Correlations, WB.
Saunders, USA
Sonis,S.T., Fazio, R.C. dan Fang, 2005, Principle and Practice of Oral Medicine, 2nd
Edition, W.B.Saunders, Philadelphia
Thantawi, Amelia., Khairiati., Nova, Mela Meri., Marlisa, Sri., dan Bakar, Abu. 2014.
Stomatitis Apthosa Rekurenn (SAR) Minor Multiple PreMenstruasi. Odonto
Denta Journal. vol 1 (2).