Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
II. PATOGENESIS
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti terjadinya batu saluran kencing. Diduga akibat interaksi
antara faktor genetik dengan beberapa faktor biologik, serta faktor lain.
Faktor genetik yang diduga berpengaruh adalah :
- septiuria,
- hiperkalsiuria primer,
- dan hiperoksaliuria primer.
Adapun faktor biologiknya adalah :
- supersaturasi urin,
- kekurangan faktor proteksi,
- perubahan pH urin
- nucleasi serta faktor yang dapat melekatkan kristal tubulus renalis.
Sedangkan faktor lain yang menunjang terjadinya batu adalah :
- jenis kelamin : pria : wanita = 3:1
- ras : lebih sering ditemukan di Asia dan Afrika,
- faktor keturunan
- kebiasaan minum: banyak minum meningkatkan diuresis mencegah terjadinya batu
- mobilitas: orang yang banyak bergerak mempunyai resiko lebih kecil dibanding orang yang kurang
bergerak (banyak duduk)
- sosial ekonomi: batu saluran kencing bagian atas lebih banyak diderita oleh masyarakat dengan
sosial ekonomi tinggi (lebih banyak mengkonsumsi protein hewani dan karbohidrat), dan sebaliknya
penderita dari tingkat sosial ekonomi rendah (vegetarian) lebih banyak menderita batu saluran
kencing bagian bawah.
- Geografis : penduduk di daerah dengan suhu panas (tropika) diduga kuat mempunyai resiko lebih
tinggi, karena produksi keringat yang lebih banyak sehingga mengurangi produksi urin.
- Infeksi: belum jelas apakah infeksi menyebabkan terjadinya batu atau sebaliknya.
Supersaturasi merupakan penyebab terpenting dalam proses terjadinya batu saluran kencing.
Supersaturasi adalah terdapatnya bahan tertentu di dalam urin yang melebihi batas kemampuan cairan
urin untuk melarutkannya.
Bahan-bahan tersebut adalah garam-garam dari oksalat, asam urat, sistein dan xantin. Garam tersebut
apabila dalam konsentrasi yang tinggi disertai dengan pengurangan volume urin akan mengakibatkan
terjadinya kristalisasi.
Faktor biologis lain yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya batu saluran kencing adalah :
1. Faktor Proteksi :
Di dalam urin normal terdapat faktor proteksi seperti : magnesium, sitrat, pirofosfat dan berbagai
protein enzim seperti glikopeptida zinc, ribonuceleid acid dan khondroitin sulfat, neprocalcim A,
uropontin dan glicosanminoglycan.
Ketiga yang terakhir merupakan proteksi batu kalsium. Bahan ini dapat menghambat pembentukan
batu dengan berbagai cara, seperti: memecah kristal yang sudah terbentuk, membungkus kristal
sehimgga tidak melekat dan memebuat garam-garam urin guna menghambat pembentukan kristal.
Pada orang yang cenderung menderita batu saluran kencing, kadar zat proteksi di atas rendah,
sementara infeksi akan mengurangi kadar dan aktivitas bahan proteksi dalam urin.
2. PH Urin :
PH urin dalam sehari kadarnya bervariasi, tetapi pH rata-rata batas toleransi adalah antara 5,6 – 6,5.
Perubahan pH urin ke arah lebih asam atau lebih basa akan mendorong terbentuknya kristal garam.
Urin dengan pH asam memudahkan terbentuknya batu asam urat, sedangkan urin dengan pH basa
akan memudahkan terbentuknya batu kalsium dan batu struvit.
3. Nucleasi
Adanya partikel debris, ireguler di dinding saluran kencing. Kristal yang terbentuk dapat merupakan
inti kristal untuk terbentuknya batu.
Debris sendiri terjadi karena adanya benda asing, stagnasi aliran urin, obstruksi, kelainan congenital
ginjal (ginjal kistik, divertikel kolitis, medulla sponge kidney) dan infeksi.
1. Batu Kalsium
Penyebab adanya batu kalsium tidak diketahui dengan pasti, sehingga adanya batu ini di saluran
kencing disebut Nephrolithiasis Idiopatic.
Diduga terjadinya batu ini karena adanya ketidakseimbangan antara faktor pemicu dan penghambat
pembentuk batu berupa hiperkalsiuri, hiperkalsemi, hiperoksaloria dan rendahnya kadar sitrat.
Faktor genetik diperkirakan berperan kurang lebih 45 % dari batu kalsium ini.
Terjadi bila ada pemecahan di dalam tulang yang mengakibatkan lepasnya ion kalsium ke dalam
darah, hal ini terjadi pada keadaan :
a. Hiperparatiroidisme, + 5 % kasus batu kalsium.
b. Renal tubuler asidosis, hal ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa, keadaan
ini tidak hanya mengakibatkan kadar kalsium di dalam darah meningkat, tetapi juga dapat mengurangi
kadar sitrat dalam urin.
Oksalat biasanya disebut sebagai asam oksalat yang berkombinasi dengan kalsium membentuk batu
kalsium oksalat, yang merupakan batu komposisi terbanyak.
Hiperoksaloria terjadi pada 30% batu kalsium, dan merupakan penyebab tersering dibanding dngan
hiperkalsiuri. Namun demikian banyak batu oksalat tidak selalu mengeluarkan oksalat lebih banyak di
urin dibanding pada orang normal.
Tubuh manusia tidak dapat memetabolisme oksalat, olah karenanya ekskresi melalui ginjal
merupakan satu cara untuk mengeliminasi. Apa bila terjadi gagal ginjal maka akan terjadi deposit
oksalat pada organ tubuh, seperti: system konduksi jantung, parenchim ginjal, ruang sendi, dinding
pembuluh darah, tulang dsb. Pada hiperoksaloria dapat berakibat batu kalsium oksalat berulang dan
gagal ginjal.
Walaupun penyebab rendahnya kadar sitrat belum diketahui dengan pasti, beberapa factor diduga
sebagai pencetusnya yaitu : Renal tubulus asidosis, defisiensi potassium, atau magnesium, ISK dan
diare kronik.
Terjadi karena konsentrasi kristal asam urat yang sangat tinggi di urin, alaupun tanpa hiperurikemi
dan tanpa hiperurikosuri.
Kristal tersebut berasal dari purin, sebuah hasil akhir metabolisme protein.
Pembentukan batu tidak selalu berhubungan dengan keasaman urin, walaupun pada sebagian besar
batu asam urat terjadi pada keasaman urin persisten (80-90%), tetapi dapat pula terjadi pada urin
normal atau basa.
Hiperurikosuri juga memegang peranan dalam pembentukan dalam pembentukan batu kalsium
oksalat, dalam hal ini urat berperan sebagai inti (nidus) dari batu, kemudian diselaputi oleh kristal
oksalat.
3. Batu Infeksi
Terjadi akibat infeksi saluran kencing oleh kuman Proteus dan beberapa strain E.Coli yang dapat
merubah urea menjadi amonia dan CO2.
Batu infeksi mengandung magnesium ammonium fosfat dengan kombinasi yang bervariasi dengan
kalsium fosfat.
Batu jenis ini di ginjal biasanya tumbuh menjadi besar yang memenuhi pelvis ginjal (stag horn
calculi) yang lama kelamaan bisa merusak ginjal.
Batu jenis ini biasanya didapatkan pada penderita yang sebelumnya mengalami penyempitan akibat
kelainan congenital, prostate hipertrofi dan penyempitan ureter.
III. GEJALA KLINIK
1. Anamnesa
Abdominal pain atau nyeri perut, spesikasi keluhan berdasarkan letak batu.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Nyeri ketuk pinggang atas.
b. Pada hidronephrosis atau ginjal polikistik, teraba masa kistik
c. Pada obstruksi saluran kemih bawah teraba kandung kemih
d. Obstruksi akut sering menyebabkan kenaikan tekanan darah (karena gangguan ekskresi Natrium,
retensi air dan aktivitas sistem renin angiotensin).
e. Hipotensi dapat terjadi pada keadaan obstruksi partial dengan poliuri.
3. Laboratorium
a. Analisa:
- hematuria
- piuria
- bakteriuri
- deposit kristal
- proteinuria ringan
b. Pemeriksaan Darah :
- polisitemia
- ureum creatinin meningkat
- asidosis hipocloramik
IV. DIAGNOSA
1. Keluhan / Gejala
Nyeri abdominal / colic pinggang menyebar ke daerah selangka dan gonad, mual, muntah atau tak
bergejala.
2. Laboratorium :
a. Urin lengkap : hematuria, piuria, kristaluria
b. Darah lengkap : polisitemia, kenaikan ureum – creatinin
c. Analisa batu : batu jenis kalsium, kalsium oksalat, asam urat, sistein, xantin atau batu infeksi.
3. Pemeriksaan Penunjang :
a. USG : untuk batu kecil sulit dilihat, begitu pula bila produksi urin berkurang sulit untuk melihat
adanya sumbatan.
b. Rongent foto polos abdomen : terutama untuk batu radio opak (dapat dilihat ukuran, bentuk dan
lokasinya)
c. IVP (Pyelografi intravena) : tidak dianjurkan pada ginjal yang sudah mengalami penurunan fungsi.
d. CT Scan tanpa kontras dan MRI : cepat, akurat, dapat mengenali semua tipe batu di berbagai lokasi,
jenis batu dengan densitasnya, dan dapat menyingkirkan nyeri abdomen yang bukan batu saluran
kencing seperti : aneurisma aorta, cholelithiasis.
V. DIAGNOSA BANDING
1. Faktor Intrinsik
a. Intraluminal berupa :
- deposit kristal intra tubuler (obat-obatan, asam jengkol)
- bekuan darah karena trauma ginjal, jaringan nekrose (papila, kista atau tumor ginjal)
b. Intramural berupa :
- fungsional: disfungsi ureteropelvik, vesico-uretero junction.
- Autonom : tumor, granuloma, infeksi.
2. Faktor Ekstrinsik
1. Mengeluarkan batu
b. Konservatif
Dikerjakan bila tidak memenuhi kriteria tindakan.
2. Mencegah kekambuhan.