Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia yang dikenal luas sebagai negara kepulauan terdiri dari pulau-
pulau yang dikelilingi lautan luas, sekitar 5,8 juta kilometer persegi atau 75% dari
total wilayah Indonesia. Kondisi perairan di Indonesia didukung dengan letak
astronomis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa, yaitu antara 60 LU – 110
LS dan 950 BT – 1410 BT tersebut membuat Indonesia mendapat curahan panas
matahari yang cukup tinggi. Hal itu memungkingkan segala jenis tumbuhan dapat
tumbuh dengan baik di Indonesia, khususnya tumbuhan bakau atau lebih dikenal
dengan nama mangrove ( Rhizopora spp.).
Penyebaran hutan mangrove di Indonesia cukup luas. Bahkan, Indonesia
adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia
dengan luas sekitar 3,8 juta hektar, diikuti Brazil, Australia, Nigeria, dan Mexico.
Indonesia memiliki sekitar 40% dari total hutan mangrove di dunia.
Namun, Lebih kurang 70 persen dari 9,4 juta hektare luas potensial
mangrove (hutan bakau) di seluruh Indonesia rusak akibat masih banyaknya
masyarakat yang belum paham tentang pentingnya ekosistem. Selama ini manusia
masih belum begitu memahami manfaat mangrove terhadap keutuhan lingkungan,
terutama di daerah pesisir. Sehingga mereka seringkali melakukan perusakan
terhadap hutan mangrove demi memperoleh keuntungan semata. Padahal,
mangrove dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tanpa
perlu merusak ekosistemnya, asal dilakukan dengan baik dan benar.
Hutan Mangrove di Indonesia tersebar di berbagai daerah, salah satunya di
Banyuwangi. Letak Banyuwangi yang berada di sekitar pesisir dan dikelingi laut
membuat banyak jenis mangrove tumbuh di sana. Kebanyakan Mangrove di
Banyuwangi tersebar di daerah pesisir Banyuwangi Selatan sampai Alas Purwo.
Memiliki kawasan hutan bakau yang cukup luas merupakan keuntungan
tersendiri bagi lingkungan sekitar dan juga masyarakatnya. Bakau mempunyai
berbagai macam manfaat dalam berbagai bidang kehidupan manusia, baik untuk
keutuhan lingkungan maupun manfaat bagi masyarakat secara langsung. Dengan

1
pengelolaan yang baik dan benar, bakau atau mangrove dapat meningkatkan taraf
hidup manusia tanpa perlu merusaknya.
Hal itulah yang menyebabkan pengelolaan hutan bakau saat ini kurang
diperhatikan dengan baik. Dapat dilihat, banyak kawasan hutan bakau yang rusak.
Salah satu penyebabnya adalah ulah manusia. Padahal, perusakan itu dapat
merugikan masyarakat dan juga lingkungan sekitar. Dengan kata lain, jika
manusia mengetahui manfaat dan cara melestarikan bakau dengan baik dan benar,
maka masyarakat dapat merasakan keuntungan yang besar bagi kehidupannya.
Berdasarkan pemikiran di atas, penulis membahas masalah tersebut dalam
karya ilmiah ini, yang berjudul ”Pelestarian Hutan Mangrove serta Pemaksimalan
Peranannya Terhadap Lingkungan dan Masyakat Khususnya di Pesisir
Banyuwangi Selatan”.

Gambar 1. Kondisi mangrove yang rusak karena kurangnya rehabilitasi

I.2 Rumusan Masalah


Dalam penelitian ini, perlu dirumuskan masalah seperti di bawah.
 Bagaimana kondisi umum hutan mangrove saat ini, khususnya di daerah
Pesisir Banyuwangi Selatan?
 Apa saja manfaat mangrove terhadap lingkungan dan masyarakat di wilayah
sekitar pesisir Indonesia?
 Bagaimana cara memanfaatkan mangrove bagi masyarakat tanpa merusak
ekosistemnya?

2
 Bagaimana cara untuk memelihara kelestarian dan keutuhan hutan
mangrove?

I.3 Tujuan
Dengan penelitian ini, penulis bertujuan:
 mengetahui kondisi umum hutan mangrove saat ini, khususnya di daerah
Pesisir Banyuwangi Selatan
 mengetahui manfaat mangrove terhadap lingkungan dan masyarakat di
wilayah sekitar pesisir di Indonesia.
 mencari cara memanfaatkan mangrove bagi masyarakat dengan benar, tanpa
merusak ekosistemnya
 mencari cara untuk memelihara kelestarian dan keutuhan hutan mangrove.

I.4 Manfaat
 Dengan tulisan ini diharapkan masyarakat dapat memahami tentang kondisi
hutan mangrove saat ini sehingga dapat menjaga keutuhan hutan mangrove
utamanya di kawasan pesisir daerah Banyuwangi Selatan
 Dengan mengetahui manfaat mangrove bagi lingkungan, diharapkan
masyarakat dapat menjaga kelestarian hutan mangrove
 Masyarakat sekitar kawasan hutan magrove dapat memanfaatkan hutan
mangrove untuk meningkatkan perekonomian tanpa tanpa perlu merusaknya.
 Mengantisipasi kerusakan yang terjadi di kawasan hutan mangrove, sehingga
kelestariannya dapat tetap terjaga.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Mangrove


Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) yang berarti
tumbuhan dan grove (English) yang berarti belukar atau hutan kecil. Pengertian
mangrove menurut beberapa ahli, adalah sebagai berikut.
1. Menurut Steenis (1978), mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh
diantara garis pasang surut.
2. Menurut Nybakken (1988), mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropic yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.
3. Menurut Soerianegara (1990), mangrove adalah tanaman yang tumbuh
di daerah pantai, biasanya terdapat di daearah teluk dan di muara sungai yang
dicirikan oleh:
 tidak terpengaruh iklim;
 dipengaruhi pasang surut;
 tanah tergenang air laut;
 tanah rendah pantai;
 hutan tidak mempunyai struktur tajuk;
 jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri dari api-api (Avicenia sp.), pedada
(Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera sp.), nyirih
(Xylocarpus sp.), nipah (Nypa sp.) dll.
4. Menurut Mac Nae (1968), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis
pohon – pohon atau semak – semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi
saat air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata – rata permukaan
laut.
5. Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah suatu kelompok jenis
tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropika dan
subtropika yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan
tipe tanah anaerob.

4
6. Menurut Baehaqie dan Indrawan (1993), hutan mangrove merupakan hutan
dengan vegetasi yang hidup muara sungai, daerah pasang surut, dan tepi laut.
7. Menurut Longman dan Jenik; Monkhouse dan Small (1978); Moore (1977),
hutan mangrove merupakan masyarakat hutan halofil yang menempati bagian
zone intertidal tropika dan subtropika, berupa rawa atau hamparan lumpur
yang terbasahi oleh pasang surut.
8. Kostermans (1982), menyebut mangrove sebagai vegetasi berjalan yang
cenderung mendorong terbentuknya tanah timbul melalui suksesi alami atau
buatan dengan terbentuknya vegetasi baru pada tanah timbul tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
mangrove adalah formasi hutan khas daerah tropika dan sedikit subtropika,
terdapat di pantai rendah dan tenang, berlumpur, sedikit berpasir, serta mendapat
pengaruh pasamg surut air laut.
Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai dan hutan rawa. Hutan
pantai yaitu hutan yang tumbuh disepanjang pantai, tanahnya kering, tidak pernah
mengalami genangan air laut ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat
terdapat disepanjang pantai yang curam di atas garis pasang air laut. Kawasan
ekosistem hutan pantai ini tanahnya berpasir dan mungkin berbatu-batu.
Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dalam kawasan yang selalu
tergenang air tawar.

Gambar 2. Hutan mangrove yang masih terjaga kelestariannya

5
II.2 Jenis – jenis Mangrove
Hutan mangrove di Indonesia sering juga disebut hutan bakau. Tetapi istilah
ini sebenarnya kurang tepat karena bakau (rhizophora) adalah salah satu family
tumbuhan yang sering ditemukan dalam ekosistem hutan mangrove.
Tumbuhan yang hidup di ekosistem mangrove adalah tumbuhan yang
bersifat halophyte, atau mempunyai toleransi yang tinggi terhadap tingkat
keasinan (salinity) air laut dan pada umumnya bersifat alkalin.
Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang
kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di
atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba)
tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api
hitam (Avicenniaceae alba) di zona terluar atau zona pionir ini

II. 3 Bagian-bagian Pohon Mangrove


Secara umum, populasi hutan mangrove di dominasi oleh jenis tanaman dari
family Rhizophora spp. Berikut adalah sosok dari tanaman tersebut.
1) Perakaran
sifat jangkauan perakaran berkembang dengan baik, ukuran jangkauan
perakaran sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pada lokasi
pohon tersebut.

Gambar 3. Akar pohon mangrove

2) Pohon
Pada saat tanaman ini masih muda, kulit pohonnya kelabu, lentisel pada
batangnya berwarna terang.
3) Daun

6
Bentuk daun jenis Rhyzophora mucronata adalah paling lebar dibandingkan
dengan jenis Rhyzophora lainnya. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau
tua sampai hijau kekuning-kuningan. Panjang daun 13-23 cm dan lebarnya 8-
12 cm berbentuk elips atau oval telur.
4) Bunga
Bunga dalam satu malai banyaknya 4-16 biji, calix panjangnya 14-16 mm
dengan lebar 7-9 mm, berwarna hijau kekuning-kuningan pada saat masih
muda. daun bunganya terdiri dari 4 helai. Benang sarinya pendek yaitu 1-2
mm dan indung telurnya 3-4 mm pada kepala putik.
5) Buah
Ukuran buah Rhyzophora mucronata panjangnya 6-8 cm dan lebarnya 2-3 cm,
panjang benih rata-rata 90 cm, meruncing ke bagian ujung. Benih ini
berbentuk batang setelah menancap di lahan pertumbuhannya.

II. 4 Ciri-ciri Mangrove


Soemodihardjo et al, 1993 menyebutkan ciri-ciri terpenting dari penampakan
hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah:
 memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
 memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar
melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang
mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api
Avicennia spp.;
 memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di
pohonnya, khususnya pada Rhizophora;
 memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

II.5 Habitat Mangrove


Menurut Soemodihardjo et al, 1993, tempat hidup hutan mangrove
merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah:
 tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya
tergenang pada saat pasang pertama;
 tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;

7
 daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
 airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.

BAB III

8
METODOLOGI PENELITIAN

Suatu penelitian memerlukan suatu metode penulisan yang dipergunakan


sebagai cara menemukan, menguji kebenaran dan menjalankan prosedur dengan
benar, sehingga dapat dipertahankan secara ilmiah dengan tingkat kebenaran yang
optimal. Adapun metode yang dipergunakan sebagai berikut :
3.1. Sumber Data
Sumber Data yang digunakan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini
adalah:
1. Sumber Data Primer
Sumber data yang diperoleh secara langsung dengan melakukan wawancara di
Dinas Perhutani
2. Sumber Data Sekunder
Disamping menggunakan sumber data primer, juga menggunakan sumber data
sekunder, yaitu sumber data yang tertulis dan merupakan sumber data yang
diperoleh melalui kepustakaan, yaitu dari berbagai buku literature dari
perpustakaan umum dan berbagai informasi dari internet.

3.2. Metode Pengumpulan Sumber Data


1. Studi Pustaka
Metode Studi Pustaka dilakukan dengan mencari sumber melalui buku-
buku yang membahas tentang mangrove. Selain itu, juga dilakukan
pencarian referensi yang di dapat dari internet.
2. Wawancara
Metode wawancara dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara
langsung dengan Dinas Perhutani Bagian Selatan dengan narasumber
bapak Panca dan bapak Suprapto agar mendapatkan informasi yang nyata .

BAB IV

9
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Kondisi Umum Hutan Mangrove Saat ini


IV.1.i Kondisi Mangrove di Indonesia
Indonesia adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove
terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta hektar, diikuti Australia, Brazil,
Nigeria, dan Mexico. Mangrove di Indonesia kebanyakan tersebar di daerah
Irian Jaya (35%), Kalimantan Timur (20,6%), Sumatra Selatan (9,6%), dan
propinsi lainnya kurang dari 6%.
Tekanan yang berlebihan terhadap kawasan hutan mangrove untuk
berbagai kepentingan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam
telah mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup
drastis. Berdasarkan data tahun 1984, Indonesia memiliki mangrove dalam
kawasan hutan seluas 4,25 juta ha, kemudian berdasar hasil interpretasi citra
landsat (1992) luasnya tersisa 3,812 juta ha (Ditjen INTAG dalam
Martodiwirjo,1994); dan berdasarkan data Ditjen RRL (1999), luas hutan
mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan
5,5 juta hadi luar kawasan). Namun demikian, lebih dari setengah hutan
mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam kondisi rusak parah, di antaranya
1,6 juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta ha di luar kawasan hutan.
Kecepatan kerusakan mangrove mencapai 530.000 ha/th.Upaya
merehabilitasi daerah pesisir pantai dengan penanaman jenis mangrove
sebenarnya sudah dimulai sejak tahun sembilan-puluhan. Data penanaman
mangrove oleh Departemen Kehutanan selama tahun 1999 hingga 2003 baru
terealisasi seluas 7.890 ha (Departemen Kehutanan, 2004), namun tingkat
keberhasilannya masih sangat rendah. Data ini menunjukkan laju rehabilitasi
hutan mangrove hanya sekitar 1.973 ha/tahun. Di samping itu, masyarakat
juga tidak sepenuhnya terlibat dalam upaya rehabilitasi mangrove, dan bahkan
dilaporkan adanya kecenderungan gangguan terhadap tanaman mengingat
perbedaan kepentingan.

10
Gambar 4. Penyebaran mangrove di dunia

IV.1.ii Kondisi Mangrove di Banyuwangi Selatan


Dari hasil penelitian yang kami lakukan kondisi hutan mangrove di
Banyuwangi selatan masih sangat baik. Luas keseluruhan kawasan hutan
mangrove adalah 48.565,2 ha. Dari sekian hektar hutan yang ada hanya sekitar
5% saja yang mengalami kerusakan. Hutan mangrove di Banyuwangi yang
khusus ditangani oleh perhutani berada di daerah Banyuwangi Selatan .
Daerah tersebut mencakup kawasan Bangorejo, Purwoharjo (Grajagan), dan
Tegaldelimo atau Alas Purwo (tidak termasuk kawasan Taman Nasional)
dengan luas total kurang lebih 12.675 ha. Berbeda dengan daerah lain di
Indonesia, hutan mangrove yang ada di Banyuwangi belum banyak di sentuh
masyarakat.
Hutan Mangrove memiliki banyak sekali manfaat baik untuk lingkungan
maupun masyarakat di sekitar pesisir. Namun selama ini banyak masyarakat
pesisir pantai Banyuwangi Selatan yang tidak mengenal fungsi hutan
mangrove secara keseluruhan. Padahal jika dimanfaatkan dengan baik, hutan
mangrove sangat membantu perekonomian masyarakat sekitar. Dinas
Perhutani Banyuwangi mengatakan bahwa masyarakat sekitar pantai pesisir
selatan Banyuwangi masih pasif dan tidak terlalu berminat untuk menggarap
hutan mangrove yang ada. Mereka hanya tertarik untuk bekerja sebagai petani
dan nelayan saja, tanpa mempedulikan potensi hutan mangrove di sekitar
tempat tinggal mereka. Nelayan sekitar hanya memanfaatkan ekosistem hutan

11
mangrove sebagai tempat mencari ikan. Karena daerah di bawah hutan
mangrove merupakan habitat bagi berjuta-juta fitoplankton yang merupakan
makanan utama bagi para ikan.
Padahal selain untuk mencari ikan, hutan mangrove memiliki banyak
fungsi lain yang dapat dimanfaatkan. Untuk itu, kelestarian hutan mangrove
juga perlu dijaga.

IV.2 Manfaat Umum Hutan Mangrove Terhadap Lingkungan dan Masyarakat


di Wilayah Sekitar Pesisir Indonesia
Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak
langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan
manusia (economic vallues).
IV.2.i Manfaat Mangrove Terhadap Lingkungan
Beberapa manfaat terhadap lingkungan di sekitar pesisir, dan manfaatnya
terhadap ekonomi manusia secara tidak langsung antara lain adalah:
1. Pelindung terhadap bencana alam di lingkungan sekitar pesisir.

Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau


vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam
melalui proses filtrasi. Mangrove berfungsi utama sebagai penahan abrasi air
laut dan pengikisan pantai oleh air laut. Akar-akar mangrove yang unik dan
menarik (ada yang berbentuk cakar ayam, pensil, dan lain-lain), mampu
menjebak sedimen, sehingga membentuk dataran baru. Fungsi lain yang tak
kalah pentingnya adalah sebagai peredam gelombang tsunami. Fakta di NAD
membuktikan bahwa perumahan penduduk yang terlindung oleh mangrove
tidak banyak mengalami kerusakan, apabila dibandingkan dengan perumahan
yang tak terlindung. Hal ini karena gelombang tsunami mampu diredam
hingga sekian persen (oleh mangrove), sehingga kekuatannya saat menerpa
perumahan bisa tereduksi dan tak terlalu besar lagi.
2. Menumbuhkan pulau dan menstabilkan pantai.
Salah satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya
sistem perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat

12
memerangkap sisa-sia bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari
bagian daratan. Proses ini menyebabkan air laut terjaga kebersihannya dan
dengan demikian memelihara kehidupan padang lamun (seagrass) dan
terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove seringkali dikatakan
pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya
menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan
kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah
daratan. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas
menjadi pulau sendiri.
3. Menjernihkan air.
Akar pernafasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya berfungsi
untuk pernafasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap
endapan dan bisa membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang
datang dari daratan dan mengalir ke laut. Air sungai yang mengalir dari
daratan seringkali membawa zat-zat kimia atau polutan. Bila air sungai
melewati akar-akar pasak pohon api-api, zat-zat kimia tersebut dapat
dilepaskan dan air yang terus mengalir ke laut menjadi bersih. Banyak
penduduk melihat daerah ini sebagai lahan marginal yang tidak berguna
sehingga menimbunnya dengan tanah agar lebih produktif. Hal ini sangat
merugikan karena dapat menutup akar pernafasan dan menyebabkan pohon
mati.
4. Melindungi dan memberi nutrisi bagi fauna sekitar
Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah
nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan
udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa
memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di
daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah
bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
5. Mengawali rantai makanan.
Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air. Setelah mencapai dasar
teruraikan oleh mikro organisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini

13
merupakan makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya
menjadi mangsa hewan yang lebih besar serta hewan darat yang bermukim
atau berkunjung di habitat mangrove.

Gambar 5. Rantai makanan pada ekosistem mangrove

6. Habitat satwa langka.


Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis
burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan
bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran,
termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).
7. Pengendapan lumpur.
Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur.
Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur
hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur.
Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
8. Penambah unsur hara.
Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi
pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang
berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
9. Penambat racun.

14
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada
permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air.
Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses
penambatan racun secara aktif.
10. Sumber alam dalam kawasan ( In – Situ ) dan luar kawasan ( Ek – Situ ).
Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau
mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan.
Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan
mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan
oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme
lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena
pemindahan pasir dan lumpur.
11. Transportasi.
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang
paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
12. Sumber plasma nuftah.
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi
perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi
kehidupan liar itu sendiri.
13. Memelihara proses – proses dan sistem alami.
Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya
proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
14. Penyerapan karbon.
Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C0 2) menjadi karbon
organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan
ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02).
Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik
yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai
penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
15. Memelihara iklim mikro.
Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan
kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

15
16. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam.
Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan
menghalangi berkembangnya kondisi alam.
17. Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi
plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan.
18. Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan
udang.
IV.2.ii Manfaat Mangrove bagi Manusia
Beberapa manfaat langsung ( fungsi ekonomis ) sebagai konsumsi manusia
antara lain :
1. Tempat menambat kapal.
2. Penghasil bahan makanan.
3. Dapat digunakan sebagai bahan pengawet.
4. Bahan pembuat obat – obatan.
5. Penghasil kayu : bakar, arang, bahan bangunan.
6. Penghasil bahan baku industri : pulp, tanin, kertas, tekstil, kosmetik, dll
7. Mangrove bisa dibudidayakan menjadi bibit-bibit mangrove yang siap jual.
8. Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng melalui pola tambak
silvofishery.
9. Tempat wisata, penelitian & pendidikan.

IV.3 Cara Memanfaatkan Mangrove bagi Masyarakat dengan Benar, Tanpa


Merusak Ekosistemnya
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai kawasan hutan,
mangrove memiliki manfaat yang nyata bagi masyarakat dan pembangunan
Indonesia. Sehingga tidak berbeda jauh dengan nasib hutan di Indonesia pada
umumnya, banyak oknum manusia yang melakukan kegiatan tidak
bertanggungjawab dengan melakukan perusakan pada kawasan hutan mangrove
untuk keuntungan pribadi. Potensi mangrove yang sangat bermanfaat juga
“menggoda” sebagian orang untuk mencari keuntungan tanpa memelihara
keutuhan hutan mangrove.

16
Padahal, mangrove memiliki peran yang sangat vital dalam menjaga
kelestarian lingkungan sehingga harus dijaga keutuhannya. Sehingga, banyak
hutan mangrove yang saat ini dijadikan hutan lindung.
Dengan melihat manfaat mangrove yang sangat banyak, masyarakat sudah
seharusnya sadar untuk dapat memaksimalkan potensi mangrove bagi
perekonomiannya dengan dibarengi kesadaran dalam melestarikan hutan
mangrove agar tidak punah nantinya
Berikut ini akan dijabarkan cara-cara dalam memaksimalkan pemanfaatan
hutan mangrove bagi kehidupan manusia dengan tetap menjaga kelestariannya.
Sehingga masyarakat di daerah Banyuwangi Selatan dapat lebih bisa merasakan
manfaat hutan mangrove secara utuh.
a. Hutan Pendidikan
Potensi hutan mangrove yang telah tercipta menjadi suatu ekosistem
pantai, dapat dimanfaatkan menjadi sarana pendidikan sebagai pusat
informasi dan penelitian tehadap fauna yang hidup di kawasan ini. Sehingga
diharapkan dengan pengelolaan yang profesional dapat memacu
keikutsertaan masyarakat dalam usaha pelestarian lingkungan khususnya
dipesisir pantai.
b. Penjualan bibit mangrove
Mangrove bisa dibudidayakan menjadi bibit-bibit mangrove yang siap
jual. Masyarakat sekitar pesisir Banyuwangi selatan dapat membudidayakan
bibit mangrove. Kemudian, mereka dapat menjualnya kepada berbagai
pihak/instansi yang memerlukan, terutama di daerah yang tidak memiliki
hutan mangrove. Bibit-bibit mangrove tersebut digunakan sebagai green belt
untuk merehabilitasi pantai/pesisir yang rusak karena abrasi.
c. Pembuatan tambak udang dan ikan
Biasanya masyarakat membuat empang parit, yakni tambak udang atau ikan
yang dapat dikelola oleh masyarakat sekitar. Mangrove merupakan penghasil
sejumlah besar detritus bagi plankton yang merupakan sumber makanan
utama biota laut. Sehingga hutan mangrove menjadi tempat yang tepat untuk
mengembangbiakkan fauna lautan seperti ikan, kepiting bakau, kerang,

17
lobster pemakan plankton, dan udang. Pembuatan empang parit tersebut juga
sebagai salah satu usaha untuk mereboisasi hutan mangrove.

Gambar 6. Manfaat mangrove terhadap pembangunan perikanan

d. Pembuatan obyek wisata


Hutan mangrove yang terletak di pesisir pantai selatan Banyuwangi
memiliki pemandangan alam yang sangat indah. Pemandangan laut lepas
yang mengarah ke samudra Hindia menjadikan daerah ini sangat potensial.
Banyak hewan yang menjadikan kawasan hutan mangrove sebagai habitat
tempat tinggal mereka. Keindahan itu dapat dimanfaatkan dengan membuka
tempat wisata bagi para wisatawan. Bahkan, saat ini di Dusun Bloksolo,
Desa Sumberasri, Kecamatan Purwoharjo akan dibuat desa wisata mangrove
yang sangat potensial bagi pariwisata Banyuwangi.

18
Gambar 7. Persiapan pembangunan desa mangrove wisata di Purwoharjo,
Banyuwangi

e. Bahan Pembuat Makanan


Bagian-bagian kecil dari mangrove dapat dimanfaatkan menjadi bahan
makanan. Pemanfaatan ini tidak akan merusak ekosistem mangrove, karena
hanya sebagian kecil saja yang digunakan Daunnya banyak mengandung
protein. Daun muda pohon mangrove jenis api-api dapat dimakan sebagai
sayur atau lalapan. Bunga mangrove api-api mengandung banyak nectar atau
cairan yang oleh tawon dapat dikonversi menjadi madu yang berkualitas
tinggi.
Selain itu, buah mangrove jenis Sonneratia alba atau Pedada (yang
berbentuk seperti buah jambu klutuk dengan warna kulit kehijauan) ternyata
dapat diolah menjadi selai dan dodol mangrove. Karena makanan yang
berasal dari mangrove belum populer di masyarakat, maka masyarakat dapat
menarik minat pembeli dengan menjual jajanan yang tidak biasa ini.
Berikut adalah cara membuat dodol mangrove agar dapat dipraktekkan
sendiri oleh masyarakat sekitar pesisir.

 Resep Dodol Mangrove


Bahan:
8 buah mangrove jenis pedada (Sonneratia alba)
¼ kg tepung ketan
1 bungkus tepung beras
1 ½ kg gula merah

19
2 butir kelapa
Cara membuat:
1. Blender buah pedada, lalu saring dan ambil airnya saja.
2. Campur tepung beras dan ketan, lalu aduk dengan air santan hingga
rata, masukkan gula merah yang sudah dicairkan lalu masak adonan
hingga mengental.
3. Bisa dibentuk cetakan sesuai selera. Setelah dingin, siap
dihidangkan.

Gambar 8. Buah mangrove yang dapat dijadikan dodol dan selai

f. Bahan Pengawet
Buah pohon bakau jenis tancang dapat dijadikan bahan pewarna dan
pengawet kain dan jaring dengan merendam dalam air rebusan buah bakau
tersebut. Selain mengawetkan hasilnya juga pewarnaan menjadi coklat-
merah sampai coklat tua, tergantung pekat dan lamanya merendam bahan.
Pewarnaan ini banyak dipakai untuk produksi batik, untuk memperoleh
pewarnaan jingga-coklat.
Air rebusan kulit pohon mangrove dipakai untuk mengawetkan bahan
jaring payang oleh nelayan di daerah Labuhan, Banten. Hal tersebut juga
dapat dilakukan oleh masyarakat sekitar pesisir pantai selatan Banyuwangi.

Selain manfaat-manfaat tersebut, sebenarnya masih banyak manfaat


mangrove lainnya. Karena semua bagian dari pohon mangrove memang sangat
potensial. Namun, masyarakat juga harus menjaga keutuhan hutan mangrove.
Sehingga pemanfaatan yang dapat dilakukan hanya beberapa saja.

20
IV.4 Cara Menjaga Kelestarian dan Keutuhan Hutan Mangrove
Hutan mangrove mempunyai berbagai manfaat penting bagi manusia
maupun lingkungan sekitarnya. Namun masih banyak manusia yang kurang
memahami pentingnya keberadaan mangrove tersebut. Hal itu dapat dilihat
dengan banyaknya hutan mangrove yang rusak. Sumber-sumber pengrusakan
hutan mangrove antara lain.
 usaha tambak udang
 penebangan kayu dan ilegal logging
 penambangan minyak lepas pantai
 pencemaran bibir pantai
 tourism
 urbanisasi dan perluasan wilayah
 pembangunan jalan dan infrastruktur

Jika hal tersebut berlanjut terus menerus, maka akan mengakibatkan


berbagai masalah serius yang akan dihadapi oleh manusia maupun lingkungan
sekitarnya. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari kerusakan hutan
mangrove adalah :

1. Instrusi air laut


Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut kearah daratan
sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan
menjadi payau atau asin (Harianto, 1999). Dampak instrusi air laut ini sangat
penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan
keracunan bila diminum dan dapat merusak akar tanaman. Instrusi air laut
telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu. Dibeberapa
tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.
2. Turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organik, minyak bumi
dll.
3. Penurunan keanekaragamanhayati di wilayah pesisir.
4. Peningkatan abrasi pantai

21
5. Turunnya sumber makanan, tempat pemijah & bertelur biota laut. Akibatnya
produksi tangkapan ikan menurun.
6. Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang air
laut dlll.
7. Peningkatan pencemaran pantai.
8. Dapat mengakibatkan banjir.
9. Sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang.

Dengan melihat begitu banyaknya masalah serius yang dapat ditimbulkan


dengan adanya kerusakan hutan mangrove, maka diperlukan adanya pelestarian
hutan mangrove. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi masalah – masalah yang
dapat ditimbulkan dari kerusakan hutan mangrove sendiri. Upaya-upaya yang
dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara
lain :
 Rehabilitasi/Reboisasi Mangrove
Rehabilitasi/reboisasi mangrove terutama ditujukan untuk kawasan-
kawasan perlindungan dan budidaya perikanan.. Hal ini sesuai dengan
fungsi dari mangrove itu sendiri. Jenis mangrove yang ditanam disesuaikan
dengan kondisi alam wilayahnya.
 Penanaman kembali mangrove
Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat
masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta
pemanfaatan hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan
keuntungan kepada masyarakat antara lain terbukanya peluang kerja
sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.
 Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan
memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab
 Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir secara terpadu
Dalam hal ini ditentukan dan ditetapkan zonasi-zonasi tertentu di wilayah
pesisir sebagaimana fungsi wilayahnya, antara lain zona preservasi, zona
konservasi dan zona pemanfaatan intensif.
 Pengendalian pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir

22
Program ini bertujuan untuk mengantisipasi, mencegah serta mengendalikan
potensi pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir dan laut. Perkembangan
industri, perikanan, perdagangan dan pemukiman di pantai utara serta
pertumbuhan wisata dan perikanan di selatan berpotensi menimbulkan
pencemaran dan kerusakan lingkungan. Abrasi yang terjadi di wilayah
pesisir utara pada umumnya terjadi akibat perubahan peruntukan lahan di
kawasan tersebut dimana hanya sedikit kawasan pesisir utara yang stabil
yaitu 13 % di pulau Jawa dan 22 % di pulau Sumatera. Oleh sebab itu
penanganan abrasi di pesisir utara lebih diarahkan kepada pengendalian
perubahan fungsi lahan.
 Penataan dan pengendalian kegiatan pertambangan di wilayah pesisir;
Kegiatan pertambangan yang marak di era otonomi daerah untuk
meningkatkan pendapatan daerah telah menyebabkan terjadinya potensi
permasalahan lingkungan hidup yang semakin meningkat.
 Penataan dan perlindungan daerah tangkapan ikan nelayan lokal;
Program ini dimaksudkan agar tangkapan dari para nelayan berupa ikan
atau biota laut dapat meningkat dan berkesinambungan sehingga taraf hidup
dan kesejahteraan nelayan meningkat.
 Pengembangan pendidikan lingkungan berbasis masyarakat dan penguatan
peran kelembagaan lokal dalam meningkatkan kemampuan partisipasi
masyarakat
 Penguatan instrumen penegakan hukum sebagai upaya legal pengelolaan
pesisir dan laut.
 Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan lokal tentang pelestarian
hutan mangrove.

23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1 Kesimpulan
1. Hutan Mangrove memiliki manfaat yang sangat banyak dalam menjaga keutuhan
lingkungan daerah pesisir, terutama dalam mencegah erosi, menumbuhkan pulau,
menstabilkan pantai, menjernihkan air dan menyediakan makanan bagi fauna-
fauna sekitar.
2. Mangrove juga dapat meningkatkan perekonomian warga jika dimanfaatkan
dengan benar. Pemanfaatan mangrove tanpa merusaknya adalah dengan
pembuatan tambak udang dan ikan, menjadikannya obyek wisata, memanfaatkan
bagian-bagian kecil mangrove menjadi bahan makanan, menjadikannya bahan
pengawet, dan membudidayakan bibit mangrove untuk dijual kembali.
3. Sudah saatnya masyarakat mulai menyadari dan mengetahui potensi-potensi
mangrove sehingga dapat lebih peduli pada kelestariannya. Pemerintah dan
masyarakat harus berperan aktif dalam rehabilitasi hutan mangrove di Indonesia
dan Banyuwangi.
4. Pemanfaatan hutan mangrove secara berlebih dapat mengurangi fungsinya secara
utuh. Cara terbaik untuk tetap menjaga keutuhannya adalah dengan memanfaatkan
jasa dari hutan ini.
5. Dalam menjaga keutuhan hutan mangrove maka perlu dilakukan pelestarian,
misalnya seperti rehabilitasi/reboisasi mangrove, pengendalian kegiatan
pertambangan di wilayah pesisir, dan penanaman kembali mangrove

V. 2 Saran

1. Sebagai hutan lindung diharapkan kepada masyarakat untuk membantu


menjaga kelestarian hutan mangrove agar fungsinya tetap terjaga utuh.
2. Sosialisasi kepada masyarakat melalui pihak terkait seperti Dinas Kehutanan
dapat menberikan pandangan kepada masyarakat untuk menciptakan suatu
lapangan pekerjaan yang baru tanpa merusaknya.

24
3. Pihak Perhutani dan masyarakat hendaknya melakukan pembibitan guna
mengantisipasi jikalau kawasan hutan mangrove mengalani kerusakan,
sehingga reboisasi bisa cepat dilakukan.
4. Melihat potensi yang ada pada hutan mangrove, sudah seharusnya masyarakat
sekitar lebih memanfaatkan mangrove. Namun, kegiatan pemanfaatan hutan
mangrove harus dibarengi dengan menjaga kelestariannya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arief,A.2003.Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius: Yogyakarta.


Baehaqie, A. dan Indrawan.1993.”Hutan Mangrove, Lahan Basah yang Kaya Raya.”
dalam: Warta Konservasi Lahan Basah. 2 (1).
Koestermans, A.Y.1982.”Different Kind of Mangrove with Different Economic
Application Possibilities. Mangrove Forest Ecosystem Productivity in South
East Asia.”dalam: Proceedings of the Symposium on Mangrove. BIOTROP,
Bogor.hlm.203-206.
Longman, K.A. dan J. Jenik.1974.Tropical Forest and Its Environment.Longman
Group Limited, London.196 h.
Mac Nae, W.1968.”A General Account of Fauna and Flora of Mangrove Swamps and
Forest in The Indowest-Pasific Region.”dalam:Adv. Mar. Biol. 6:73-270.
Monkhouse, F.J. dan J. Small.1978.A Dictionary of the Natural Environment.Edward
Arnold.London.320 h.
Moore, W.G.1977.A Dictionary of Geography.Penguin Book, Hardmondsworth.246
h.
Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
Nybakhen, J.W.1986.Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.PT Gramedia, Jakarta.
Snedaker,S.C.1978.Mangrove Their Values and Perpetuation.Nat. Res. 14:6-13.
Steenis, C.G.G.J.1978.Flora.Pradnya Paramita, Jakarta.
Susilo, E.1995.”Manusia dan Hutan Mangrove.”dalam: Pelestarian dan
Pengembangan Ekosistem Hutan Bakau Secara Terpadu dan
Berkelanjutan.hlm.8.

26
LAMPIRAN

Hasil wawancara dengan pihak Perhutani Banyuwangi tentang kondisi hutan


mangrove di wilayah Banyuwangi selatan.
 Tempat: Kantor Perhutani Banyuwangi
Jalan Jaksa Agung Suprapto no. 34
 Tanggal : 25 Maret 2009
 Waktu : 13.00
 Narasumber :
1) Bapak Panca Sihite
2) Bapak Suprapto

1. Tanya (T) : “Berapakah luas keseluruhan area hutan mangrove di wilayah


Banyuwangi Selatan ?”
Jawab (J) : “Secara keseluruhan luas hutan mangrove yang ada di Banyuwangi
seluas 48.565,2 ha. Namun pihak Perhutani khusus menangani daerah hutan
mangrove di wilayah pesisir pantai selatan, yakni kawasan Bangerejo, Purwoharjo
(Grajagan), dan Tegaldelimo atau Alas Purwo (tidak termasuk kawasan Taman
Nasional) dan totalnya kurang lebih 12.675 ha.”
2. T : “Dari semua wilayah tersebut, apakah semuanya berada dekat dengan
pemukiman penduduk ?”
J : “Ya, kebanyakan kawasan hutan mangrove di wilayah banyuwangi selatan
tersebut dekat dengan perkampungan nelayan.”
3. T : “Bagaimana kondisi hutan mangrove yang dekat dengan perkampungan
nelayan tersebut ?”
J : “Kondisinya sampai saat ini masih sangat baik. Berbeda dengan kondisi
hutan mangrove yang ada di daerah lain contohnya di pesisir pantai di Jawa Barat
yang telah mengubah fungsi hutan lindung sebagai hutan produksi, hutan
mangrove yang ada di wilayah Banyuwangi selatan jarang sekali terjamah oleh
manusia. Hal ini yang membuat kondisinya masih utuh. Masyarakat sekitar lebih
tertarik untuk menggarap lahan persawahan untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Paling-paling mereka hanya mencari ikan di kawasan hutan ini.”
4. T : “Apakah kondisi ini akan bertahan lama ?”

27
J : “Kondisi yang ada saat ini bisa saja berubah. Berbeda dengan era presiden
Soeharto yang menerapkan program KB, saat ini di Indonesia sebuah keluarga
boleh memiliki lebih dari 2 anak. Apabila kondisi perekonomian masyarakat
sangat mendesak untuk mencari pekerjaan baru yang belum sempat dikelola,
masyarakat bisa saja mulai melirik potensi besar yang ada pada hutan mangrove.
Sebagai contoh kita lihat kondisi hutan mangrove yang ada di pantai Pangandaran.
Di sana kayu dari tanaman ini telah banyak dimanfaatkan warga sebagai kayu
bangunan, kayu bakar, ataupun sabagai bahan baku pembuatan arang. Nah hal
inilah yang mungkin saja terjadi di hutan mangrove milik Banyuwangi. Di Jawa
Barat yang penduduknya sudah padat sehingga kebutuhan hidup warganyapun
sangat tinggi, inilah factor social yang mwndorong mereka untuk mengelola
tanaman mangrove dengan sebaik-baiknya.”
5. T : “Jikalau saja hal ini terjadi di Kawasan hutan mangrove Banyuwangi, apakah
pihak Perhutani memberikan ijin kepada masyarakat untuk melakukan hal yang
sama seperti apa yang masyarakat Jawa Barat lakukan ?”
J : “Tidak boleh. Luasnya yang terbatas memberikan manfaat yang besar. Hutan
mangrove yang ada di Banyuwangi selatan tumbuh sacara alami (tidak ditanam).
Fungsi utamanya adalah sebagai penangkal abrasi mengingat wilayah pantai
selatan Banyuwangi berhadapan langsung dengan samudra Hindia. Dan
karakteristik samudra pada umumnya adalah memiliki ombak yang sangat besar.
Maka jika tidak ada perlindungan terhadap wilayah pesisir selatan Banyuwangi,
bisa-bisa luas pantainya akan semakin menyempit terkena abrasi yang sangat
sering terjadi.”
6. T : “Lalu dengan begitu hutan mangrove yang ada di Banyuwangi tidak boleh
dimanfaatkan masyarakat ?”
J : “Boleh saja. Hutan mangrove yang ada di Banyuwangi Selatan sudah masuk
ke dalam kelompok hutan lindung, itu artinya penebangan tidak boleh dilakukan
sama sekali. Namun masih ada manfaat jasa yang bisa dimanfaatkan. Sebagai
objek wisata salah satunya, atau sebagai huan pendidikan yang dapat digunakan
sebagai suatu tempat yang memberikan informasi kepada masyarakat tentang
berbagai hal yang ada hubungannya dengan lingkungan.”

28
7. T : “Sudahkah Perhutani melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang hal
ina ?”
J : “Ya tentu saja. Beberapa hari yang lalu kita melakukan reboisasi di kawasan
hutan mangrove di wilayah pantai Sukomade kecamatan Pesangaran. Dengan
bantuan masyarakat nelayan sekitar, 21 ha hutan mangrove telah dimanfaatkan
menjadi tambak udang. Tentu saja hal ini memberikan gambaran kepada
masyarakat apabila hutan yang ada saat ini terjaga dengan baik, maka kita akan
mendapat keuntungan baik sevara langsung maupun tak langsung. Dan
Alhamdulillah respon warga begitu baik untuk turut mendukung menjaga
keutuhan yang masih terjaga hingga saat ini.“
8. T : “Dan yang terakhir, apakah pesan dan saran yang dapat anda berikan kepada
masyarakat untuk kelestarian hutan mangrove yang ada di Banyuwangi selatan ?
J : “Kami menghimbau kepada masyarakat hendaklah berlaku bijak dalam
mengelola hutan yang ada saat ini. Dengan keutuhan yang ada, hutan mangrove
akan lebih maksimal dalam memberikan manfaatnya terhadap masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Dan jangan lupa akan satu hal bahwa hutan mangrove
yang ada di wilayah Banyuwangi selatan tidak untuk ditebang dan hanya boleh
diambil manfaat jasanya.”

29
Resep Dodol Mangrove

 Bahan:
8 buah mangrove jenis pedada (Sonneratia alba)
¼ kg tepung ketan
1 bungkus tepung beras
1 ½ kg gula merah
2 butir kelapa
 Cara membuat:
1. Blender buah pedada, lalu saring dan ambil airnya saja.
2. Campur tepung beras dan ketan, lalu aduk dengan air santan hingga
rata, masukkan gula merah yang sudah dicairkan lalu masak
adonan hingga mengental.
3. Bisa dibentuk cetakan sesuai selera. Setelah dingin, siap
dihidangkan.

Gambar 9. Buah pedada untuk membuat dodol mangrove

30
BIODATA PENULIS

Nama : Entri Yhonita


TTL : Banyuwangi, 24 januari 1992
Alamat : Perum PJKA No.12 Ketapang
Sekolah : SMAN 1 Glagah Banyuwangi
Kelas : XI IA 4
NIS : 8335

Nama : Sarastiti Alifaningdyah


TTL : Bengkulu, 08 Oktober 1992
Alamat : Jl. Letkol Istiqlah 67 Banyuwangi
Sekolah : SMAN 1 Glagah Banyuwangi
Kelas : XI IA 4
NIS : 8488

Nama : Tabita Wahyu Triutami


TTL : Banyuwangi, 05 Mei 1992
Alamat : Jln. Mendut X no. 23
Sekolah : SMAN 1 Glagah Banyuwangi
Kelas : XI IA 4
NIS : 8498

31

Вам также может понравиться