Вы находитесь на странице: 1из 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permintaan akan kebutuhan pangan dunia memiliki kecendurungan

yang meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut ditengarai akibat terus

bertambahnya populasi manusia di dunia dari tahun ke tahun sehingga

jagung dan daging sapi adalah komoditi yang terus mendapatkan

permintaan dalam rangka pemenuhan permintaan pangan dunia. Jagung

adalah salah satu komoditi utama, baik untuk konsumsi manusia maupun

untuk kebutuhan bahan baku industri dan pakan ternak. Selain jagung,

permintaan daging sapi juga terus meningkat seiring kebutuhan untuk

pemenuhan asupan protein hewani masyarakat.

Jagung (Zea Mays L.) adalah tanaman jenis serelia yang dapat

ditemukan tumbuh hampir diseluruh belahan dunia.Tanaman musiman ini

tergolong tanaman yang cukup mampu tumbuh dan bertahan di berbagai

topografi dan iklim, dengan 1 siklus penanaman sekitar 80–150 hari.

Paruh pertama merupakan masa pertumbuhan vegetative dan paruh

kedua merupakan pertumbuhan generative. Di Indonesia kebutuhan akan

jagung terus meningkat seiring meningkatnya kebutuhan pangan dan juga

berkembangnya industri pakan ternak yang membutuhkan jagung sebagai

sumber bahan baku utamanya. Diluar impor, pada tahun 2015 Indonesia

1
memproduksi jagung sebanyak 19,61juta ton pipilan kering dari total luas

panen 3,78 juta Ha (BPS, 2015).

Komoditi jagung saat ini adalah salah satu komoditi yang sangat

strategis, walaupun tidak menjadi makanan pokok sebagian besar

masyarakat akan tetapi tetap saja permintaan akan komoditi jagung terus

meningkat, karena selain untuk konsumsi, jagung juga dimanfaatkan

sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Peranan jagung sebagai

bahan baku utama industri pakan ternak hingga saat ini belum

tergantikan. Upaya untuk mensubtitusi jagung dengan biji-bijian lain belum

berhasil, sehingga jagung masih tetap menjadi bahan baku yang sangat

dibutuhkan. Penggunaan jagung yang relatif tinggi disebabkan oleh harga

yang relative murah, memiliki kalori yang tinggi, protein dan asam amino

esensial yang lengkap, mudah diproduksi dan disenangi oleh ternak.

Masalah lingkungan dari pertanian jagung adalah bahwa limbah

yang dihasilkan setelah panen tergolong besar, bahkan hampir sama

dengan jumlah kuantitas hasil buah jagung yang diperoleh pada saat

panen. Hal ini menyebabkan limbah jagung menjadi pencemar dan sangat

berpotensial merusak lingkungan karena setelah petani memanen jagung,

limbahnya kemudian tidak termanfaatkan dan terbuang bahkan dibakar.

Padahal limbah jagung dapat dimanfaatkan oleh petani untuk dijadikan

pakan ternak alternative maupun pupuk organik, selain ekonomis tentu

juga memiliki keuntungan ekologis.

2
Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang

menjadi sentra penghasil jagung terbesar setelah Jawa Timur dan Jawa

Tengah. Produksi jagung di Sulawesi Selatan pada tahun 2015 sekitar

1.528 juta ton pipilan kering dari luas panen sekitar 295 ribu ha. (BPS,

2015).

Produksi jagung di Sulawesi Selatan tersebar di berbagai daerah

sentra penghasil jagung, seperti Kabupaten Bone, Kabupaten Gowa,

Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Wajo dan daerah-daerah lainnya.

Produksi jagung di Sulawesi Selatan tergolong tinggi, dengan rata-rata

produksi pipilan kering mencapai 7,5 ton per hektar. Kabupaten Gowa

sendiri menghasilkan produksi jagung sebesar 240.927 ton pipilan kering

pada tahun 2015.dengan produksi sebanyak itu limbah yang dihasilkan

sebanyak 163.589 ton yang terdiri dari limbah jerami, klobot dan tongkol

(BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2015)

Sapi juga adalah salah satu komoditi yang terus dikembangkan

beberapa negara di dunia, termasuk di Indonesia. Sapi adalah salah satu

jenis hewan mamalia dengan sistem pencernaan ruminansia atau hewan

yang memamah biak. Sapi digolongkan sebagai ternak besar yang dapat

dimanfaatkan daging, susu, dan tidak sedikit yang memanfaatkan

tenaganya. Beternak sapi potong dari bibit atau anakan kira-kira umur 2,5

tahun dan dengan manajemen yang tepat dibutuhkan sekitar 3-5 bulan

masa penggemukan untuk sampai pada bobot ideal yang diinginkan.

Usaha peternakan sapi potong merupakan salah satu jenis usaha

3
peternakan sapi yang banyak digeluti masyarakat Indonesia termasuk di

Kabupaten Gowa.

Menurut data Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan (2015)

Sulawesi Selatan adalah Provinsi dengan populasi sapi terbesar ke-3

setelah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Populasi ternak sapi

potong di Provinsi Sulawesi Selatan yakni sebanyak ………….Ekor.

Kabupaten Gowa sendiri pada tahun 2015 mencatat populasi ternak sapi

potong sebanyak ……..Ekor.

Kedua komoditi di atas adalah salah satu sumber pendapatan bagi

Kabupaten Gowa. Tentu sangat penting untuk terus dikembangkan

sehingga terus bisa memajukan daerah. Akan tetapi perlu diingat bahwa

komoditi tersebut juga menghasilkan sisa limbah hasil produksi yang pada

gilirannya akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung

terhadap kelangsungan usaha komoditi tersebut. Selain itu dampak yang

paling penting untuk diperhatikan adalah dampak ekologis yang akan

ditimbulkannya.

Berdasarkan PP No. 18/1999 Jo.PP 85/1999, limbah didefinisikan

sebagai sisa/buangan dari suatu usaha dan kegiatan manusia. Hampir

semua kegiatan manusia menghasilkan limbah, tidak terkecuali pertanian

jagung dan usaha peternakan sapi potong. Limbah seringkali dibuang ke

lingkungan, sementara jumlah limbah yang dihasilkan terus meningkat

seiring dengan bertambahnya penduduk dan berkembangnya jenis usaha

tersebut. Ketika telah mencapai konsentrasi tertentu limbah yang dibuang

4
ke lingkungan tersebut pasti akan menimbulkan dampak negatif bagi

lingkungan. Kondisi ini yang kemudian mestinya dapat kita pahami dan

cermati bahwa limbah hasil pertanian jagung dan peternakan sapi

memberikan efek yang besar bagi kerusakan lingkungan, empirik kita

rasakan secara langsung maupun tidak.

Bukan hal yang baru bahwa limbah jagung dan sapi sebenarnya

dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mendapatkan keuntungan baik

dari sisi ekonomi maupun dari sisi ekologis. Saat ini telah gencar ide

tentang pertanian berkelanjutan. Ide yang melandaskan pergerakannya

pada prinsip-prinsip ekologis, dengan sistem terintegrasi antara praktik

produksi tanaman dan hewan (ternak) dalam satu lingkaran siklus yang

saling mendukung satu sama lain. Fungsi dari ide berkelanjutan ini

adalah; a) pemenuhan kebutuhan pangan dan serta manusia, b)

meningkatkan kualitas lingkungan sumber daya alam, c) menggunakan

sumber daya alam yang tidak terbarukan secara efisien, d) menggunakan

sumber daya alam yang tersedia di lingkungan secara terintegrasi, dan

memanfaatkan pengendalian dan siklus biologi jika memungkinkan

meningkatkan kualitas hidup petani/peternak dan masyarakat secara

keseluruhan.

Siklus simbiosis mutualisme yang diterapkan di pertanian jagung

dan peternakan sapi diharapakan dapat meminimalisir bahkan

menghilangkan hasil limbah yang merugikan lingkungan. Produksi jagung

5
dan sapi dapat berjalan dan berkembang tanpa menghasilkan cemaran

sama sekali bagi lingkungan yaitu mengarah pada zero waste.

Zero Waste adalah kondisi dimana proses produksi suatu kegiatan

atau usaha termasuk pertanian jagung dan peternakan sapi tidak

menghasilkan cemaran sama sekali, karena limbah hasil produksi

digunakan kembali untuk dimanfaatkan secara integratif antara pertanian

jagung dan peternakan sapi. Limbah pertanian jagung berupa jerami,

klobot dan tongkol dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pakan sapi.

Sedangkan limbah atau kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk

organik di lahan pertanian jagung. Sistem inilah yang kita sebut sebagai

“sistem integrasi limbah jagung dan sapi berbasis zero waste”.

Situasi inilah yang kemudian melatar belakangi penulis untuk

mencoba menemukan fakta di lapangan sejauh mana Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa dengan segala potensinya mampu

mereduksi dan menerapkan ide tentang sistem integrasi limbah jagung

dan sapi berbasis zero waste ini. Penulis akan mencoba merumuskan

strategi pengembangan sistem integrasi limbah jagung dan sapi berbasis

zero waste dengan menggunakan perangkat analisis SWOT kemudian

dianalisis menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE

(Eksternal Factor Evaluation) dan SPACE.

6
Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana potensi limbah jagung dan sapi di Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa ?

2. Bagaimana Penanganan limbah jagung dan sapi di Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa ?

3. Bagaimana strategi pengembangan sistem integrasi limbah jagung

dan dan sapi yang berbasi zero waste di Kecamatan Bontonompo,

Kabupaten Gowa ?

B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui potensi limbah jagung dan sapi di Kecamatan

BontonompoKabupaten Gowa.
2. Mengetahui model penanganan limbah jagung dan sapi di

Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.


3. Menemukan formula strategi pengembangan sistem integrasi

limbah jagung dan sapi berbasis zero waste di Kecamatan

Bontonompo, Kabupaten Gowa.

C. Kegunaan Penelitian

7
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah

satu bahan masukan bagi semua pihak mengenai strategi pengembangan

sistem integrasi limbah jagung dan sapi berbasis zero waste agar

mengeliminasi pencemaran lingkungan. Strategi pengembangan sistem

integrasi limbah juga dapat dijadikan acuan dan memotivasi bagi semua

pihak agar pemanfaatan limbah jagung dan sapi dalam satu sistem yang

bersinergi dan saling mendukung sehingga mendapatkan keuntungan

ekonomi dan ekologis.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini antara lain:

1. Penelitian dilakukan di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa.


2. Jenis limbah pertanian yang jadi objek penelitian adalah tanaman

jagung.
3. Jenis limbah peternakan yang jadi objek penelitian adalah jenis

ternak sapi potong.


4. Penelitian dibatasi pada analisis potensi dan prediksi pengendalian

cemaran limbah melalui penerapan sistem integrasi limbah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

8
A. Limbah Pertanian Jagung

Seiring dengan kebutuhan akan jagung yang cukup tinggi, maka

bertambah pula limbah yang dihasilkan dari industri pangan dan pakan

berbahan baku jagung. Salah satu contoh sampah organik adalah jerami

jagung yang merupakan limbah sektor pertanian. Limbah jerami jagung

yang sudah tak terpakai ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif

ternak sapi sehingga limbah jerami jagung ini tidak menjadi sampah yang

mencemari lingkungan. Namun pada dasarnya limbah jagung berupa kulit

jagung atau klobot jagung sampai saat ini pemanfaatannya kurang

maksimal, padahal jumlahnya sangat melimpah ruah yang jika dibakar

menimbulkan pencemaran udara, jika dibuang ke sungai menyebabkan

banjir, tumpukannya bisa menyebabkan sarang penyakit. (Ummiyasih dan

Wina, 2008).

Limbah jagung yang dihasilkan diantaranya adalah jerami, klobot,

dan tongkol jagung yang biasanya tidak dipergunakan lagi ataupun nilai

ekonominya sangat rendah. Berikut merupakan pengertian jerami, klobot,

dan tongkol jagung :

a. Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung

yang telah dibiarkan mengering di ladang dan dipanen ketika

tongkol jagung dipetik. Jerami jagung seperti ini banyak diperoleh di

daerah sentra tanaman jagung yang ditujukan untuk menghasilkan

jagung bibit atau jagung untuk keperluan industri pakan; bukan

9
untuk dikonsumsi sebagai sayur (Mariyono et al., 2004).
b. Kulit buah jagung/klobot adalah kulit luar buah jagung yang

biasanya dibuang. Kulit jagung manis sangat potensial untuk

dijadikan silase karena kadar gulanya cukup tinggi (Anggraeny et

al., 2006).
c. Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang diperoleh ketika biji

jagung dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan

sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau

janggel (Rohaeni et al., 2006).

1. Limbah Pertanian Jagung Untuk Pakan

Limbah pertanian dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Namun

pemanfaatan ini masih tergolong rendah. Contoh lain adalah limbah

pertanian jerami padi/jagung/ubi jalar. Pada dasarnya limbah ini dapat

digunakan sebagai pupuk organik, akan tetapi petani lebih sering

membakarnya setelah panen. Sesuai dengan hasil penelitian Baba et al.

(2014), bahwa ada 3 cara penanganan limbah jagung di daerah Maros,

Gowa dan Takalar, yaitu semuanya dijadikan pakan, semuanya dibakar

atau sebagian di bakar dan sebagian lagi dijadikan pakan ternak.

Jenis jagung
Pemanfaatan jerami Maros Takalar Gowa
(pulut) (manis) (kuning)
Semuanya untuk pakan ternak 15 4 3
Semuanya dibakar 1 3 15
Sebagian pakan dan sebagian dibakar 8 30 12
Total 24 27 30
Tabel 1. Pemanfaatan Jerami Jagung Sebagai Pakan Ternak di
Kabupaten Maros, Gowa dan Talakar (Baba et al., 2014)

10
**Asymp. Sig. 0,000 & Coefficient Contingency 0,579

Terdapat perbedaan yang sangat signifikan (α < 0,01) dalam

pemanfaatan jerami jagung di ketiga kabupaten. Proporsi terbesar limbah

jerami jagung yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah di

kabupaten Maros. Terdapat 62,5% petani yang telah memanfaatkan

semua limbah jerami jagungnya sebagai pakan ternak. Ada dua metode

yang digunakan petani agar semua jerami jagungnya dapat dimanfaatkan

sebagai pakan ternak. Metode pertama yaitu petani menanam jagung

dengan waktu tanam berselang 2 (dua) minggu sehingga ketika memanen

jagung juga berselang dua minggu. Tujuan perbedaan waktu tanam

adalah selain untuk memenuhi kebutuhan ternak akan pakan juga untuk

memudahkan pemasaran jagung. Metode kedua yaitu dengan berbagi

dengan petani lainnya yang memiliki waktu tanam yang berbeda untuk

pemanfaatan jerami jagung sebagai pakan. Di kabupaten Takalar (Jagung

Manis), pemanfaatan jerami jagung sebagai pakan ternak juga sudah

cukup tinggi meskipun sebagiannya masih dibakar (81,08%). Produksi

jerami jagung manis yang sangat banyak, waktu panen yang hampir

bersamaan dan skala kepemilikan ternak hanya rata-rata 3 ekor

menyebabkan jerami belum dapat dimanfaatkan semuanya. Demikian

pula di Kabupaten Gowa, produksi jerami jagung kuning yang tinggi, umur

panen jagung yang sudah tua dan skala usaha yang kecil (2,4 ekor)

menyebabkan jerami jagung belum dimanfaatkan dengan optimal (Baba

et al., 2014).

11
Menurut Carlsson, et al., (2007), sebuah teknologi yang

diadaptasikan dengan sistem sosial petani akan diadopsi dengan baik

oleh petani. Petani di Maros berusaha menemukan pola yang sesuai

dengan komoditi yang ditanam yaitu jagung pulut dengan serapan pasar

serta berkontribusi pada pemanfaatan limbah jagung sebagai pakan

ternak dengan sistem sosial yang dimiliki bersama dengan petani lainnya

(Schneider et al., 2010).

B. Limbah Peternakan Sapi

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha

peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan,

pengolahan produk ternak, dan lain sebagainya.Limbah tersebut meliputi

limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio,

kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-

lain. Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan

semakin meningkat (Sihombing, 2000).

Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari spesies

ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang

terdiri dari feses dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak

dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia

seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram

susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat

(feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses

(Sihombing, 2000).

12
Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua

kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa

limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat

merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat

(kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak).

Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase

cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah

gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas.

Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi

lingkungan sekitar.

Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak

ruminansia. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab

terhadap pemanasan globaldan perusakan ozon, dengan laju 1 % per

tahun dan terus meningkat. Apalagi di Indonesia, emisi metan per unit

pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan

yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas

rendah, semakin tinggi produksi metan (Suryahadi et al., 2002).

Ada tiga bentuk penanganan feces ternak oleh petani di lokasi

penelitian yaitu semuanya dibuang atau dibiarkan, dipakai tanpa diolah

dan diolah kemudian dipakai (Baba et al., 2014).

Tabel 2. Pemanfaatan Feces Ternak Sebagai Pupuk Organik Pada Lahan


Sawah (Baba et al., 2014)

Perlakuan
Pemanfaatan feces
A B C
Dibuang 5 23 27

13
Dipakai tanpa diolah 10 11 2
Diolah 9 3 1
Total 24 37 30
**Asymp. Sig. 0,000 & Coefficient Contingency 0,499

Sebagian besar petani di kabupaten Maros (79,17%) telah

memanfaatkan feces di lahan sawah utamanya pada saat awal musim

tanam. Petani menyebar pupuk organik ke sawah sebelum dilakukan

pengolahan lahan. Alasan petani memanfaatkan feces di lahan sawah

sebagai pupuk karena kesadaran petani akan semakin menurunnya

tingkat kesuburan lahan yang ditandai oleh semakin menurunnya produksi

padi (Baba et al., 2014).

Di kabupaten Takalar dan Gowa, pemanfaatan feces sebagai pupuk

organik masih rendah yaitu masing-masing 37,8% dan 10%. Sebagian

besar petani membiarkan feces ternaknya di belakang kandang atau

bahkan dibuang ke sungai terdekat. Padahal, pemanfaatan pupuk organik

dari feces ternak mampu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan

produktivitas dan mengefisienkan biaya (Kusnadi, 2008).

Pemanfaatan limbah usaha peternakan terutama kotoran ternak

sebagai pupuk organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan kotoran

tersebut sebagai pupuk organik. Penggunaan kotoron ternak sebagai

pupuk sangat mendukung usaha pertanian karena kotoran ternak sebagai

pupuk organik, menggandung beberapa unsur hara yang sangat

dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan, sekaligus dapat menghemat

penggunaan pupuk anorganik (De Lima, 2012).

14
C. Pengaruh Limbah Pertanian dan Peternakan Terhadap

Lingkungan
1. Limbah Peternakan dan Pencemaran Lingkugan

Walaupun pencemaran lingkungan diketahui sudah terjadi sejak

beberapa abad yang lalu, namun perhatian yang serius baru tampak

setelah pencemaran tersebut dirasakan menimbulkan berbagai jenis

kerugian, baik material maupun non-material. Hal ini terjadi karena limbah

yang dihasilkan sudah melebihi ambang batas daya dukung lingkungan

secara alami yang tidak disertai dengan upaya pengelolaannya. Di

Indonesia, khusus di bidang peternakan, limbah peternakan baru

mendapat perhatian sejak dekade tahun 1980-an. Berkembangnya

perhatian tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: Pertama,

pertambahan jumlah penduduk, yang tumbuh pesat sejak perang dunia

ke-2, Kedua, pertumbuhan dan perkembangan teknologi perindustrian

yang mampu memperbaiki kehidupan manusia lebih baik. Kedua faktor ini

terhadap berakibat meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan dan

sangat berpengaruh terhadap tingkat pencemaran lingkungan. Ketiga,

perkembangan kesadaran masyarakat untuk melakukan perlindungan

terhadap kondisi lingkungan agar kualitasnya tetap terjaga, terutama

untuk memenuhi kebutuhan udara segar dan air bersih. Faktor ini

berpengaruh terhadap meningkatnya pelayanan publik dan produksi

limbah sehingga tingkat pencemaranpun ikut bertambah (Sudiarto, 2008).

Sebagai bentuk pelayanan publik dalam memenuhi kebutuhan

komoditi hasil ternak, sektor peternakan secara terus menerus berupaya

15
meningkatkan produksi peternakan, baik kuantitas maupun kualitasnya.

Salah satu cara adalah meningkatkan skala usaha bagi setiap peternak.

Selama periode waktu itu, peternak mulai meningkatkan sistem

pemeliharaan yang intensif dengan membangun kandang secara tertutup

yang mampu menampung populasi ternak lebih banyak dan

mempermudah perawatan. Mekanisasi dan potensi genetik ternak juga

dikembangkan dengan pengawasan lingkungan yang ketat. Faktor ini

mengakibatkan populasi ternak di suatu tempat sangat tinggi, sehingga

menghasilkan limbah ternak yang tinggi pula di lokasi tersebut. Dalam

banyak kasus, air larian (air permukaan) yang berasal dari kandang atau

hasil penyiramannya membanjiri lahan sekitarnya dan mengakibatkan

pencemaran terhadap badan air. Selain itu juga mengakibatkan

pencemaran udara karena hasil penguraian bahan organik limbah ternak

yang dibuang dengan cara hanya ditumpuk dan menggunung disuatu

tempat tanpa penanganan yang benar dapat menghasilkan gas yang

berbau dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karena itulah,

muncul pemikiran dan upaya masyarakat untuk mengatasi masalah agar

kerugian yang timbul akibat pencemaran limbah peternakan dapat

dihindari (Sudiarto, 2008).

Pada prinsipnya, tujuan utama para produsen adalah diperolehnya

keuntungan usaha dan pada saat yang sama kualitas lingkungan dapat

mendukung kegiatan usaha tersebut. Hal ini diperlukan keseimbangan

yang harmonis antara produksi, keuntungan dan kualitas lingkungan,

16
walaupun pada banyak kasus ada konflik antara ketiga hal tersebut

(Gambar 1) (Sudiarto, 2008).

Gambar 1. Hubungan Antara Produksi, Keuntungan dan Kualitas


Lingkungan

2. Limbah Pertanian dan Pencemaran Lingkugan

Limbah pertanian yang umumnya menjadi masalah adalah akibat

pengunaan pupuk baik pupuk oerganik maupun anorganik, termasuk

aplikasi obat hama atau pestisida. Berdasarkan hasil pengamatan, pupuk

fosfat yang dapat langsung diserap oleh tanaman hanya 15% dari aplikasi,

sisanya akan terikat oleh tanah. Pada saat hujan pupuk tersebut akan

larut dan terbawa bersamaan dengan partikel tanah. Keadaan ini akan

diperparah lagi pada daerah pertanian dengan tinkat kelerengan yang

lebih dari 8% (Salim, 2002).

D. Integrasi Limbah Jagung dan Sapi

Peningkatan populasi ternak sapi secara nasional dan regional

akan meningkatkan limbah yang dihasilkan. Apabila limbah tersebut tidak

dikelola dengan bijak sangat berpotensi menyebabkan pencemaran

lingkungan terutama dari limbah kotoran yang dihasilkan ternak setiap

17
hari. Pembuangan kotoran ternak sembarangan dapat menyebabkan

pencemaran pada air, tanah dan udara (bau), berdampak pada penurunan

kualitas lingkungan, kualitas hidup peternak dan ternaknya serta dapat

memicu konflik sosial (Kaharuddin dan Sukmawati, 2010).

Pengelolaan limbah yang dilakukan dengan baik selain dapat

mencegah terjadinya pencemaran lingkungan juga memberikan nilai

tambah terhadap usaha ternak. Pemanfaatan limbah kotoran ternak

sebagai pupuk kompos dapat menyehatkan dan menyuburkan lahan

pertanian (Kaharuddin dan Sukmawati, 2010).

Masalah pokok yang umum dijumpai dalam pembangunan

pertanian adalah pemanfaatan potensi sumber daya yang tersedia dilokasi

di antaranya lahan dan ternak yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Sebagai contoh ternak sapi selain sebagai ternak kerja, dapat juga

merupakan sumber pupuk organik, yang saat ini belum banyak dikelola

secara optimal. Oleh karena itu dalam upaya peningkatan efisiensi dan

mutu produk pertanian, pemanfaatan sumber daya lahan dan sumberdaya

lainnya harus dilakukan menurut potensi daya dukungnya. Usaha

pengembangan tanaman memerlukan pupuk organik yang berasal dari

limbah kotoran ternak dan sering pengadaan pupuk kandang ini menjadi

kendala pada saat-saat awal musim tanam karena selain mahal sering

sulit juga didapatkan. Mengintegrasikan kegiatan pemeliharaan ternak

dengan kegiatan usahatani akan sangat menguntungkan petani dengan

jalan pengurangan biaya produksi dan peningkatan penghasilan

18
(Kaharuddin dan Sukmawati, 2010).

1. Pengertian SIstem Integrasi Tanaman Ternak

Pengelolaan Tanaman Terpadu merupakan upaya untuk

mempertahankan atau meningkatkan produksi pangan secara

berkelanjutan dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia serta

kemauan dan kemampuan petani. Sistem integrasi tanaman ternak adalah

intensifikasi sistem usahatani melalui pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan secara terpadu dengan komponen ternak sebagai bagian

kegiatan usaha.Tujuan pengembangan sistem integrasi tanaman ternak

adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat

untuk mewujudkan suksesnya revitalisasi pembangunan pertanian.

Komponen usahatani sistem integrasi tanaman ternak meliputi usaha

ternak sapi potong, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan

perikanan. Limbah ternak diproses menjadi kompos dan pupuk organik

granuler serta biogas ; limbah pertanian diproses menjadi pakan. Gas-bio

dimanfaatkan untuk keperluan memasak, sedangkan limbah biogas yang

berupa padatan dimanfaatkan menjadi kompos dan bahan campuran

pakan sapi & ikan, dan yang berupa cairan dimanfaatkan menjadi pupuk

cair untuk tanaman sayuran dan ikan (Hardianto, 2008).

2. Konsep dan Keunggulan Sistem Integrasi Tanaman Ternak

Menurut Reijntjes (1999), ciri utama integrasi tanaman ternak

adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan

antara tanaman dan ternak. Petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai

19
pupuk organik untuk tanamannya, kemudian memanfaatkan limbah

pertanian sebagai pakan ternak. Pada model integrasi tanaman ternak,

petani mengatasi permasalahan ketersediaan pakan dengan

memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi, jerami jagung, limbah

kacang-kacang, dan limbah pertanian lainnya. Kelebihan dari adanya

pemanfaatan limbah adalah disamping mampu meningkatkan “ketahanan

pakan” khususnya pada musim kemarau, juga mampu menghemat tenaga

kerja dalam kegiatan mencari rumput, sehingga memberi peluang bagi

petani untuk meningkatkan jumlah skala pemeliharaan ternak.

Menurut Adnyana (2003), pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk

organik disamping mampu menghemat penggunaan pupuk anorganik,

juga sekaligus mampu memperbaiki struktur dan ketersediaan unsur hara

tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya produktivitas lahan.

E. Integrasi Limbah Berbasis Zero Waste (Zero Farming System)

Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan

sistem dan teknologi pengelolaan limbah (sampah) skala kawasan secara

terpadu dengan sasaran untuk mengurangi limbah sesedikit mungkin.

Sistem zero waste sendiri adalah implikasi logis dari berjalannya sistem

integrasi limbah antara pertanian dan peternakan, limbah yang dihasilkan

dari sector pertanian dan peternakan masuk kedalam siklus yang saling

membutuhkan satu sama lain sebagai masukannya. Sehingga sisa hasil

20
produksi (limbah) yang dihasilkan terus menjadi salah satu mata rantai

dalam proses produksi, dimana limbah (sampah) tidak menjadi cemaran

yang berdampak buruk bagi lingkungan (zero waste) (Diwyanto dan

Priyanti, 2013).

Menurut Sabiham (2008), pertanian berkelanjutan adalah

pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan kebutuhan pokok

manusia, yaitu sandang, pangan dan papan, sekaligus untuk

mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan dan

melestarikannya. Sistem pertanian/peternakan berbasis zero waste

merupakan model yang telah lama dilakukan oleh masyarakat. Model ini

berorientasi pada siklus penguraian makhluk hidup yaitu memanfaatkan

limbah pertanian menjadi pupuk hijau, pestisida organic atau pakan ternak

serta mengurangi penggunaan senyawa kimia dalam mengolah lahan

pertanian.limbah pertanian sebagain beasar mengandung selulosa, pati,

dan senyawa antara seperti protein, lemak, vitamin dan mineral yang

dapat digunakan sebagai ransum pakan ternak seperti sapi, kambing, dan

itik. Disisi lain, hewan ternak menghasilkan kotoran yang dapat dikelola

menjadi pupuk organik yang dapat menyuburkan tanaman.

F. Analisis SWOT dan Matriks EFE-IFE dan SPACE

Strategi merupakan respon terus menerus maupun adaptif

terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan

internal yang dapat mempengaruhi organisasi.Beraneka ragam faktor

harus diperhitungkan dalam analisis yang bersifat strategis, sehingga

21
terpilih suatu alternatif tertentu yang diyakini merupakan keputusan yang

paling tepat.Instrumen untuk menilai berbagai faktor yang layak

diperhitungkan, yakni analisis SWOT dan pendekatan matriks (Rangkuti,

2000).

Menurut Rangkuti (2000), SWOT adalah identifikasi berbagai faktor

secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini

didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths)

dan peluang (opportunities). Namun secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).Analisis

SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman

dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan sehingga dari analisis

tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi. Adapun contoh

pembuatan matrik SWOT Dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 3.

Kuadran 1 : Merupakan situasi sangat menguntungkan karena


daerah memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus
diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung
kebijakan pertumbuhan agresif (growth oriented
strategy)
Kudran 2 : Meskipun menghadapi ancaman tetapi masih memiliki
kekuatan Berbagai
dari segiPeluang
internal. Strategi yang harus
(O)
diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara
3. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi
strategi diversifikasi (produk/pasar) agresif/ growth
turn-arround

Kelemahan Internal Kekuatan Internal


(W) (S)

4. Mendukung strategi 2. Mendukung strategi


defensive/ survival diversifikasi
22
Berbagai Ancaman
(T)
Gambar 1. Diagram analisis SWOT (Rangkuti, 2000)

Kudran 3 : Meskipun rencana pengembangan ekowisata


mempunyai peluang yang sangat besar tetapi di pihak
lain, rencana tersebut menghadapi beberapa
kendala/kelemahan internal. Fokus strategi yang harus
dilakukan adalah meninjau ulang (turn arround)
masalah-masalah internal sehingga permasalahan
tersebut dapat diminimalkan
Kuadran 4 : Merupakan situasi yang tidak menguntungkan. Rencana
pengembangan ekowisata tersebut menghadapi
berbagai ancaman dan kelemahan internl. Strategi yang
dilakukan adalah defensif (bertahan)

Dalam analisis SWOT, Rangkuti (2000) menggunakan matriks yang

akan menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif dari suatu

strategi, yaitu :

a. Strategi SO : Strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh

kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang sebesar-

besarnya

b. Strategi ST : Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki

untuk mengatasi ancaman yang mungkin timbul.

c. Strategi WO : Strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan

peluang yang ada dengan cara meminialkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT : strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat

23
défensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta

menghindari ancaman.

G. Kerangka Pikir Penelitian

Sebagaimana diuraikan dilatar belakang bahwa atas permintaan

akan komoditi jagung dan sapi terus meningkat seiring terus

bertambahnya jumlah penduduk, menyebabkan limbah yang dihasilkan

dari hasil produksi kedua komoditi tersebut juga meningkat. Hal tersebut

menjadikan problematika tersendiri bagi ancaman kerusakan lingkungan

yang akan ditimbulkan seperti polusi air, tanah dan udara. Limbah tersebut

akan berubah dari bahan pencemar menjadi potensi alam yang dapat

mendatangkan keuntungan baik dari segi ekonomi maupun ekologis bagi

petani/peternak maupun masyarakat umum jika kita mampu

memposisikan limbah tersebut sebagai bagian yang dapat dimanfaatkan

dalam usaha pertanian jagung dan peternakan sapi.

Sistem integrasi limbah adalah konsep yang menjadi salah satu

terobosan dalam ranah praksis yang mengefisiensikan sisa hasil produksi

menjadi sesuatu yang bernilai dan bermanfaat. Penggunaan limbah

jagung yang diintegrasikan kedalam sistem produksi ternak sapi dan

seterusnya limbah ternak sapi diintegrasikan ke dalam sistem produksi

jagung.Hal ini memposisikan limbah jagung dan sapi masuk dalam

kerangka simbiosis mutualisme yang dapat saling mendukung sehingga

limbah yang menjadi cemaran dapat diminimalisir bahkan dihilangkan

(zero waste).

24
Eliminasi cemaran limbah jagung dan sapi tentu menjadi hal yang

positif bagi lingkungan, baik dalam skala kecil hingga ke skala ynag lebih

besar. Hal ini akan menjadi satu gerakan lain dalam upaya penyelamatan

lingkungan saat ini, pertanian dan peterrnakan konvensional yang terus

diintensifikasi menjadi kerugian tersendiri bagi lingkungan akibat

ketidakmampuan alam memperbaharui dirinya ditengah cepatnya

kerusakan yang ditimbulkan akibat proses hulu hingga hilir proses

produksi jagung dan sapi. Sudah saatnya kita beranjak dari penggunaan

bahan-bahan anorganik yang tidak bersahabat dengan alam, beralih

kepada pemanfaatan dan optimalisasi potensi alam untuk pertanian dan

peternakan yang berkelanjutan. Maka dari itu, perlu untuk kemudian

dirumuskan bagaimana strategi pengembangan sistem integrasi ini dapat

dijalankan sesuai dengan sumber daya yang ada di Kecamatan

Bontonompo sebagai salah satu daerah potensial limbah jagung dan sapi

di Kabupaten Gowa.

25
Gambar 2. Kerangka pikir penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah penelitian yang mendeskripsikan/ melukiskan keadaan obyek atau

persoalan-persoalan dan tidak dimaksudkan untuk menarik atau

mengambil kesimpulan yang berlaku umum untuk mendapatkan strategi

26
pengembangan. Penelitian ini digunakan untuk menganalisa aspek-aspek

yang berpengaruh atau yang membentuk karakteristik suatu wilayah

sehingga dapat diketahui potensi dan permasalahan pada wilayah studi

melalui uraian/ penjelasan dan pengertian tehadap aspek-aspek tersebut

(Umar, 2005).

Jenis variable yang digambarkan dalam penelitian ini adalah

pengembangan tentang sistem integrasi limbah jagung dan sapi berbasis

zero waste di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian yang dilakukan berlokasi di Kecamatan Bontonompo,

Kabupaten Gowa yang akan dilaksanakan pada bulan September –

Oktober 2016. Lokasi penelitian diperlihatkan pada Gambar 1.

27
Gambar 3. Peta Adminstrasi Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan sebagai data awal adalah survey lokasi untuk

melihat karakteristik limbah pertanian jagung dan peternakan sapi yang

ada untuk pengembangan di wilayah lokasi penelitian. Selanjutnya data

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.

Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data

pertama dari lokasi penelitian baik berupa hasil observasi maupun dengan

memberikan dafar pertanyaan berupa kuesioner dan wawancara

mendalam dengan aparat pemerintah, kelompok petani, petani dan

peternak serta tokoh masyarakat di sekitar lokasi penelitian

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh bukan dari sumber

langsung tetapi data yang telah dikumpulkan oleh orang atau instansi lain.

Instansi yang dimaksud adalah Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten

Gowa, Dinas Peternakan Kabupaten Gowa, Dinas Pertanian Kabupaten

Gowa, Kantor Camat Bontonompo, dan lembaga-lembaga lain yang ada

28
kaitannya dengan penelitian ini. Adapun data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah data yang berkaitan dengan (1) Limbah peternakan

sapi, yakni limbah dari hasil usaha peternakan sapi yang berupa feses

dan/atau urine. (2) Limbah pertanian jagung, yakni limbah dari hasil usaha

pertanian jagung yang dapat berupa jerami, tongkol dan brangkas. (3)

Kondisi wilayah penelitian dapat berupa, jumlah penduduk, karakteristik,

luas wilayah, mata pencaharian penduduknya. (4) Kebijakan pemerintah

berupa perundang-undangan tentang limbah peternakan dan pertanian

pada lokasi penelitian ini yang berkaitan dengan pemanfaatannya, dan

organisasi yang berkaitan dengan usaha peternakan sapi dan pertanian

jagung di lokasi penelitian ini.

D. Populasi dan Sample

Populasi dalam penelitian ini adalah pakar, peternak, dan petani

yang ada di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa sedangkan

sampel penelitian merupakan responden yang ditentukan dengan

menggunakan rumus Slovin (Umar, 2007) :

N
n= ....................................................................................(1)
1+ Ne2
Dimana :
n = jumlah minimal responden
N = jumlah populasi
e = derajat kesesuaian

derajat kesesuaian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 10%

dengan tingkat kecermatan 90%.

29
Dari rumus diatas maka jumlah samplenya adalah :

Jumlah KK……… dan jumlah samplenya…….. KK, untuk menggali

informasi lain secara mendalam maka dilakukan FGD (focus group

discussion) dan atau indepth interview.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan, akurat dan mampu

menjawab permasalahan secara objektif, maka digunakan beberapa

teknik yang sesuai dengan sifat dan jenis data yang ada. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung,

wawancara mendalam (interview), dan dokumentasi.

1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan atau peninjauan langsung

ke lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran yang jelas

tentang potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Bontonompo. Untuk

mengetahui secara langsung mengenai lingkungan internal yang

menguraikan tentang kekuatan dan kelemahan serta lingkungan

eksternal yang berupa peluang dan ancaman dari komponen “4A”

yang dimaksud. Dalam penelitian ini menggunakan pengamatan

langsung yaitu mengumpulkan data dengan berpedoman pada

panduan observasi yang disediakan dan secara langsung melihat

lingkungan subjek secara sistematis sehingga akan tercipta suatu

interaksi sosial antara peneliti dengan masyarakat Kecamatan

Bontonompo yang sedang melaksanakan aktifitasnya sehari-hari

dengan menggunakan alat bantu berupa camera dan perekam

30
suara.
2. Wawancara mendalam (depth interview), yaitu memperoleh

keterangan dengan melakukan Tanya jawab secara bertatap muka

dengan informan yang mengetahui betul pengembangan

Kecamatan Bontonompo. Wawancara yang dilakukan yaitu dengan

wawancara mendalam dan berstruktur dengan menggunakan

daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebagai instrumen.

Kemudian dari hasil wawancara itu dikembangkan pertanyaan-

pertanyaan lain untuk menggali informasi yang sedalam-dalamnya

sehingga data atau informasi yang diperoleh lengkap serta tingkat

validitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Teknik ini sangat

penting untuk mendukung data yang didapat dari observasi, karena

tidak semua data yang berkaitan dengan komponen “4A” sebagai

factor yang dikategorikan sebagai factor penghambat

pengembagan integrasi limbah pertanian jagung dan peternakan

sapi di Kecamatan Bontonompo dapat diperoleh dari pengamatan.

Dalam wawancara dengan responden berjumlah 30 orang, dengan

ketentuan 15 orang secara sengaja dipilih sebagai informan kunci

yang mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

Kecamatan Bontonompo di Kabupaten Gowa seperti aparat Desa,

aparat pemerintah, pelaku usaha pertanian dan peternakan, tokoh-

tokoh masyarakat dan 15 orang lagi masyarakat sekitar wilayah

penelitian yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung

sehingga didapat jawaban untuk menentukan strategi umum dan

31
unsur-unsur SWOT sehingga dapat dirumuskan strategi alternative

berserta program-programnya dalam pengembangan integrasi

limbah pertanian dan peternakan sebagai daerah ramah

lingkungan.
3. Dokumentasi dengan mengambil gambar/foto-foto mengenai

kondisi pertanian jagung dan peternakan sapi serta lingkungan

sekitar Kecamatan Bontonompo.

F. Variabel dan Indikator

Untuk memudahkan pengambilan data dan analisis data maka

perlu diketahui variable dan indicator dalam kegiatan ini. Variable ini akan

disesuaikan dengan hasil wawancara dan kuisoner. Untuk lebih jelasnya,

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 4. Indikator faktor eksternal dan faktor internal yang mempengaruhi


dalam penentuan strategi

Variabel Sub Variable Indikator


No
Peluang dan
Tantangan
1 Eksternal & Internal
Kekuatan dan
Kelemahan
SO Program

2 Strategi ST Program
WO Program
WT Program

32
G. Analisis Data

Analisis SWOT (David, 2002) dilakukan terhadap hasil data primer

yang telah dikumpulkan dan diolah terlebih dahulu untuk

menyederhanakan seluruh data hasil pengisian kuisoner oleh

responden.Pengolahan data diperlukan untuk menerjemahkan angka-

angka yang didapat dari hasil penelitian melalui 3 tahap analisis matriks

yaitu input (input stage), tahap pemaduan/pencocokan (matching stage),

dan tahap keputusan (decision stage) di bawah ini :

1. Analisis Matriks evaluasi factor internal dan eksternal (IFE-EFE)

Proses evaluasi internal (IFE) matriks adalah alat manajemen

strategis untuk mengevaluasi data primer berupa kekuatan dan

kelemahan dalam pengembangan sistem integrasi limbah jagung dan sapi

berbasis zero waste. Penilaian bobot factor internal dianalisis dengan

menggunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) yang akan

meringkas dan mengevaluasi factor internal (lampiran 2) sedangkan

Eksternal Faktor Evaluation (EFE) matriks adalah alat untuk

mengembangkan dan memprioritaskan peluang dalam pengembangan

sistem integrasi limbah jagung dan sapi berbasis zero waste dan ancaman

yang harus dihindari, sehingga penilaian bobot factor eksternal dianalisis

dengan menggunakan matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)

(Lampiran 2). Pada prosesnya matriks ini dilakukan untuk pemberian

bobot pada setiap sukses kritis eksternal dan internal.

33
2. Matriks IE (Internal-Eksternal)

Internal-Eksternal (IE) matriks merupakan alat manajemen strategis

yang digunakan untuk menganalisis kondisi dan posisi strategis dalam

pengembangan sistem integrasi limbah jagung dan sapi berbasis zero

waste. Matriks internal dan eksternal yang digabungkan menjadi satu

model sugestif.Matriks IE merupakan kelanjutan dari matriks EFE dan

matriks IFE. Matriks IE ini akan terbagi menjadi sembilan bagian yang

memiliki implikasi strategis (Lampiran 3).

3. Matriks SPACE (Strategi Position and Action Evaluation)

Matriks SPACE untuk mempertajam analisis dengan tujuan agar

kita dapat mengetahui kondisi usaha dan arah pengembangannya.Nilai

rating yang diperoleh pada matriks IE dimasukkan kedalam matriks

SPACE.Pemberian nilai positif pada rating peluang dan kekuatan

sedangakan untuk nilai rating kelemahan dan ancaman diberi nilai

negative. Selanjutnya total bobot internal diperoleh dari penjumlahan skor

bobot kekuatan dan kelemahan, sedangkan nilai total skor eksternal

diperoleh dari penjumlahan nilai skor bobot peluang dan ancaman.

Selanjutnya nilai dimasukkan kedalam matriks SPACE.(Lampiran 4).

4. Matriks SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities, and Threats)

Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana

peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini memiliki empat set

kemungkinan alternative strategi (SO, WO, ST dan WT) (Lampiran 5).

34
1. Strategi SO (Strengths Opportunities)

Strategi SO merupakan strategi yang dibuat berdasarkan jalan

pemikiran objek, yaitu dengan menggunakan seluruh kekuatan

untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi ST (Strengths Threats)

Strategi ST merupakan strategi yang menggunakan kekuatan

yang dimiliki objek untuk mengatasi ancaman.

3. Strategi WO (Weaknesses Opportunities)

Strategi WO ini ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang

yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT (Weaknesses Threats)

Strategi WT didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive

dan berusaha meminimalkan kelemahan-kelemahan yang ada

serta menghindari ancaman.

Menurut Marimin (2004), bahwa proses yang dilakukan dalam

analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui

beberapa tahapan sebagai berikut :

a. Tahapan pengambilan data yaitu faktor eksternal dan faktor

internal;

b. Tahapan analisis data yaitu pembuatan matriks internal, eksternal

dan matriks SWOT;

c. Tahapan pengambilan keputusan.

35
Tabel 5. Matriks SWOT

Internal Kekuatan (strengths) Kelemahan (weakness)


Eksternal
Peluang (opportunities) SO, Strategi kekuatan- WO, Strategi kelemahan-
peluang, yaitu peluang, yaitu
menciptakan strategi menciptakan strategi
yang menggunakan yang meminimlakan
kekuatan untuk kelemahan untuk
memanfaatkan peluang memanfaatkan peluang

Ancaman (threats) ST, Strategi kekuatan- WT, Strategi kelemahan-


ancaman yaitu ancaman yaitu
menciptakan strategi menciptakan strategi
yang menggunakan untuk meminimalkan
kekuatan untuk kelemahan dan
mengatasi ancaman menghindari ancman

H. Penyajian Analisis Data

Penyajian analisis data dilakukan secara informal (dalam bentuk

naratif) dan formal (dalam bentuk tabel). Penyajian data dalam bentuk

naratif untuk menjabarkan ketersediaan sarana dan prasarana

pengelolaan dan pemanfaatan limbah serta potensi yang ada sehingga di

peroleh suatu gambaran lengkap dari permasalahan yang

dibahas.Penyajian formal dilakukan untuk mendeskripsikan strategi

36
integrasi limbah pertanian jagung dan peternakan sapi di Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa. Dalam penelitian ini akan menggunakan

analisis berupa analisis SWOT dengan menggunakan diagram dan

strategi alternative akan diperoleh berdasarkan matrik SWOT.

I. Diagram Alir Penelitian

Strategi Pengembangan Sistem


Integrasi Limbah Jagung dan Sapi
Berbasis Zero Waste

Pengumpulan Data

Data Primer : Data Sekunder :


1. Kuisoner 1. Data BPS
2. Wawancara 2. Data Dinas
3. FGD Peternakan dan
Pertanian Kab. Gowa
3. Literatur

Identifikasi Lingkungan Internal dan


Eksternal

Faktor Internal : Faktor Eksternal :


1. Kekuatan 1. Peluang
2. Kelemahan 2. Tantangan

Analisis Matriks

37
Alternatif Strategi

Strategi Pengembangan Sistem


Integrasi Limbah Jagung dan Sapi
Berbasis Zero Waste

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian.

38
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.O., Kariyasa, K, 2003. Dampak dan Persepsi Petani


Terhadap Penerapan Sistem Pengelolan Tanaman Terpadu Padi
Sawah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Volume 25 No.1
tahun 2006.

Anggraeny, Y.N., U. Umiyasih dan N.H. Krishna. 2006. Potensi limbah


jagung siap rilis sebagai sumber hijauan sapi potong. Pros.
Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi
Jagung - Sapi. Pontianak, 9 - 10 Agustus 2006. Puslitbang
Peternakan, Bogor. hlm. 149 - 153.

Baba, S.,Sirajuddin, S.N., Abdullah. A., and Aminawar. M., 2014.


Hambatan Adopsi Integrasi Jagung dan Ternak Sapi di Kabupaten
Maros, Gowa dan Takalar. Jurnal Sosial Ekonomi Peternakan
Fakultas Petrnakan Universitas Hasanuddin. Vol. 3 No. 3 :116-117.

Badan Pusat Statistik, 2015. Produksi Jagung di Indonesia. Badan Pusat


Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2015. Sulawesi Selatan dalam Angka 2011. Badan
Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.

Carlsson, F., P. Khanh Nam, M. Linde-Rahr, and P. Martinsson. 2007. Are


Vietnamese farmers concerned with their relative position in society?
The Journal of Development Studies, 43(7): 1177- 1188.

David, Fred R. 2004. Manajemen Strategi. Buku 1, Edisi kesepuluh.


Jakarta : Salemba Empat. Dinas Peternakan Kabupaten Gowa
(2015)

De Lima D. 2012. Produksi Limbah Pertanian dan Limbah Peternakan


Serta Pemanfaatannya di Kecamatan Huamual Belakang dan
Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat. Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Pattimura – Ambon. Jurnal
Agroforestry VII Nomor 1 Maret 2012.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan,


2015.Statististik Peternakan Sapi. Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.
Diwyanto. K dan Priyanti. A. 2013. Prospek Pengembangan Ternak Pola
Integrasi Berbasis Sumberdaya Lokal. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan IPB, Bogor.

Hardianto, Rully. 2008. Pengembangan Teknologi Sistem Integrasi


Tanaman Ternak Model Zero Waste (Online).
(http://protani.wordpress.com. Diakses tanggal 1 Oktober 2016)

Kusnadi, U. 2008. Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi


tanaman-ternak untuk menunjang swasembada daging sapi.
Pengembangan Inovasi Pertanian I(3):189-205.

Kaharuddin dan Sukmawati, F. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Umum


Limbah Ternak Untuk Kompos Dan Biogas. Kementerian Pertanian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. 2010. hlm. 1.

Marimin, 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria


Majemuk. Grasindo, Jakarta.

Mariyono, U. Umiyasih, Y. Anggraeny dan M. Zulbardi. 2004. Pengaruh


substitusi konsentrat komersial dengan tumpi jagung terhadap
performans sapi PO bunting muda. Pros. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner.Bogor, 4 – 5 Agustus 2004.
Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 97 – 101.

Peraturan Pemerintah No. 18/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan


Berbahaya dan Beracun, Jakarta.

Rangkuti, Freddy.2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.


Jakarta: Gramedia Pustaka.

Reijntjes, Coen dkk. 1999. Pertanian Masa Depan, Pengantar Untuk


Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah (Edisi
Indonesia). Kanisius, Yogyakarta.

Rohaeni, E.S., A. Subhan dan A. Darmawan. 2006. Kajian penggunaan


pakan lengkap dengan memanfaatkan janggel jagung terhadap
pertumbuhan sapi.Pros. Lokakarya Nasional Jejaring
Pengembangan Sistem Integrasi Jagung- Sapi.Pontianak, 9 - 10
Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 185 - 192.

Sabiham, S .2008. Manajemen Sumberdaya Lahan dan Usaha Pertanian


Berkelanjutan, dalam Arsyad,S dan E. Rustiadi (Ed), Penyelamatan
tanah, Air dan Lingkungan. Crestpent Press. Yayasan Obor
Indonesia .p.3-16

Salim H. 2002. Beban Pencemaran Limbah Domestik Dan Pertanian Di


DAS Citarum Hulu. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3, No. 2, Mei
2002 : 107-111.

Schneider, F., T. Ledermann, P. Fry and S. Rist. 2010. Soil conservation in


Swiss Agriculture-Approaching abstract and symbolic meanings in
farmers’ life- worlds. Land Use Policy 27:332-339.

Sihombing, T. 2000. Pinang Budi Daya dan Prospek Bisnis. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Soehadji, 1992.Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan


Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian. Jakarta.

Sudiarto B. 2008. Pengelolaan Limbah Peternakan Terpadu Dan


Agribsinis Yang Berwawasan Lingkungan. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2008. hlm. 53 – 56.

Suryahadi, Nugraha A. R., Bey A., dan Boer R. 2002. Laju Konversimetan
dan Faktor Emisi Metan pada Kerbau Yang Diberi Ragi Tape Lokal
yang Berbeda Kadarnya yang Mengandung Saccharomhyces
cereviseae.Ringkasan Seminar Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Umar, Husein. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT


Gramedia Pustaka Utama dengan Jakarta Business Research
Centre,Jakarta

Umar, Husein. 2007. Strategic management in action. Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Ummiyasih U. dan Wina E. 2008. Pengolahan dan Nilai Nutrisi Limbah


Tanaman Jagung Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Loka
Penelitian Sapi Potong, Balai Penelitian Termak, Bogor. 25
September 2016. hlm. 128.

Вам также может понравиться