Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara mengenai kapan dan siapa yang membawa islam di Sumatra selatan, bisa
dikatakan sebuah pertanyaan yang di anggap sacral. Why? Penulis berasumsi bahwasanya,
sampai detik ini belum ada bukti yang otentik akan masuknya islam di nusantara terkhusus
di Sumatra-selatan. Penulis berasumsi bahwa bukti-bukti dari sejarawan semisal, Hamka,
Snowk, dan lain-lain hanya meneliti berdasarkan bukti peninggalan saja dan kemudian di
musawarohkan atau diseminarkan oleh berbagai tokoh-tokoh sejarawan, semisal di medan
pada tahun 1963 yang kemudian dari berbagai hasil seminar dipergunakan sebagai
documenter hasil penelitian.
Apakah para sejarawan itu salah dalam meneliti? Saya kira tidak. Sebab, masuk dan
berkembang islam di bumi nusantara ini tidak meninggalkan kitab, atau manuskrip-
manuskrip dan hanya meninggalkan Nisan, dan sebuah cultur. Sudah sangat bisa dipastikan
bahwasanya. Sejarawan pun lumayan kesulitan untuk menafsirkan atau meneliti secara
otentik. Bagitu pula dengan sebuah nisan, bagi penulis, Nisan pun perlu sekiranya
mendapat perhatian secara khusus. Alat yang mampu digunakan untuk meneliti barang kali
di antaranya metode dealektika dengan orang-orang terdahulu.

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah masuknya islam di bumi Sumatra?
2. Bagaimana keadaan masyarakat sumatra sebelum masuknya islam?
3. Sebutkan Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera?
4. Sebutkan Kerajaan-kerjaan Islam di Jawa ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam di Sumatera


Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan sampai
dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah bangunan-bangunan
masjid, makam, ataupun lainnya.
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1—4 H merupakan fase pertama proses
kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para
pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal ini dapat
diketahui berdasarkan sumber-sumber asing.
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar
ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke– 7 M. Sehingga, kita dapat berasumsi,
mungkin dalam kurun waktu abad 1—4 H terdapat hubungan pernikahan anatara para
pedagang atau masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat sehingga menjadikan
mereka masuk Islam baik sebagai istri ataupun keluarganya.
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya Sumatera,
baru ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang wanita
bernama Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di
Meunahasah Beringin kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M.

B. Keadaan Masyarakat Sumatra Sebelum Masuknya Islam


Sumatera Utara memiiki letak geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara
menjadi pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim
Arab dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut
agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik
As-Shaleh, Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya
diIslamkan oleh Syekh Ismael.
Sama halnya dengan Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis yang
strategis. Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai dan
menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak
saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini.
Sebelum masuknya Islam, Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya yang bercorak
Buddha. Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Karena kerajaannya
bercorak Buddha, maka secara tidak langsung sebagian besar masyarakatnya menganut
Agama Buddha.
Letak yang strategis menyebabkan interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau
harus dihadapi. Hal ini membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang masuk
ke Sriwijaya dan mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya.
Termasuk masuknya Islam.
Bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang terkenal akan sikap tidak menutup diri,
dan sangat menghormati perbedaan keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan
besar ajaran agama yang berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang membuat

2
Islam dapat masuk dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan khususnya dan Pulau
Sumatera umumnya.

C. Masuk dan Berkembangnya Islam Di Sumatera Selatan


Palembang adalah kota yang memiliki letak geografis yang sangat strategis. Sejak masa
kuno, Palembang menjadi tempat singgah para pedagang yang berlayar di selat Malaka,
baik yang akan pergi ke negeri Cina dan daerah Asia Timur lainnya maupun yang akan
melewati jalur barat ke India dan negeri Arab serta terus melewati jalur barat ke India dan
negeri Arab serta terus ke Eropa. Dan selain pedagang, para peziarah pun banyak
menggunakan jalur ini. Persinggahan ini yang memungkinkan terjadinya agama Islam mulai
masuk ke Palembang (Sriwijaya pada waktu itu) atau ke Sumatera Selatan.
Ada sebuah catatan sejarah Cina yang ditulis oleh It’sing, ketika ia berlayar ke India dan
akan kembali ke negeri Cina dan tertahan di Palembang. Kemudian ia membuat catatan
tentang kota dan penduduknya. Ada dua tempat di tepi selat Malaka pada permulaan abad
ke– 7 M yang menjadi tempat singgah para musafir yang beragama Islam dan diterima
dengan baik oleh penguasa setempat yang belum beragama Islam yaitu Palembang dan
Keddah. Dengan demikian dapat disimpulkan, pada permulaan abad ke- 7 M di Palembang
sudah ada masyarakat Islam yang oleh penguasa setempat (pada waktu itu Raja Sriwijaya)
telah diterima dengan baik dan dapat menjalankan ibadah menurut agama Islam.
Selain itu, ada sumber yang menyebutkan bahwa telah ada hubungan yang erat antara
perdagangan yang diselenggarakan oleh kekhalifahan di Timur Tengah dengan Sriwijaya.
Yaitu dengan mempertimbangkan sejarah T’ang yang memberitakan adanya utusan raja Ta-
che (sebutan untuk Arab) ke Kalingga pada 674 M, dapatlah dipastikan bahwa di Sumatera
Selatan pun telah terjadi proses awal Islamisasi. Apalagi T’ang menyebutkan telah adanya
kampong Arab muslim di pantai Barat Sumatera.
Sesuai dengan keterangan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia tidak mengadakan invasi
militer dan agama, tetapi hanya melaui jalan perdagangan. System penyebaran Islam yang
tidak kenal misionaris dan tidak adanya system pemaksaan melalui perang, melinkan hanya
melaui perdagangan saja memungkinkan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan penyebaran
agama Budha, dapat menerima kehadiran Islam di wilayahnya.
Berdasarkan sejarah, Sriwijaya terkenal memiliki kekuatan maritim yang tangguh. Walaupun
ada yang meragukan hal tersebut karena melihat kondisi maritime bangsa Indonesia
sekarang.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan putra pribumi ikut berlayar bersama para
pedagang Islam ke pusat agama Islam yaitu mekkah. Dan tidak menutup kemungkinan pula,
putera pribumi mengadakan ekspedisi ke timur tengah untuk memperdalam keilmuan
agama Islam.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa bangsa Indonesia tidak serta merta menunggu para
pedagang Islam baik itu dari bangsa Arab ataupun sekitarnya untuk mencari tambahan
pengetahuannya tentang ajaran agama Islam.

D. Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera


1. Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Perlak berdiri pada
abad ke-3 H (9 M). Disebutkan pada tahun 173 H, sebuah kapal layar berlabuh di Bandar

3
Perlak membawa angkatan dakwah di bawah pimpinan nakhoda khalifah. Kerajaan Perlak
didirrikan oleh Sayid Abdul Aziz (Raja Pertama Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alaidin
Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Pada akhir abad ke 12, di pantai timur Sumatera terdapat
negara Islam bernama Perlak. Nama itu kemudian dijadikan Peureulak, didirikan oleh para
pedagang asingg dari Mesir, Maroko, Persia, Gujarat, yang menetap di wilayah itu sejak
awal abad ke 12. Pendirinya adalah orang Arab suku Quraisy. Pedagang Arab itu menikah
dengan putri pribumi, keturunan raja Perlak. Dari perkawinan tersebut ia mendapat seorang
anak bernama Sayid Abdul Aziz. Sayid Abdul Aziz adalah sultan pertama negeri Perlak.
Setelah dinobatkan menjadi sultan negeri Perlak, bernama Alaudin Syah. Demikian ia
dikenal sebagai sultan Alaidin Syah dari negeri Perlak.
Angkatan dakwah yang dipimpin nakhoda khalifah berjumlah 100 orang, yang terdiri dari
orang Arab, Persia, dan India. Mereka ini menyiarkan Islam pada penduduk setempat dan
keluarga istana. Salah seorang dari mereka yaitu Sayid Ali dari suku Quraisy kawin dengan
seorang putri yakni Makhdum Tansyuri, salah seorang adik dari Maurah Perlak yang
bernama Syahir Nuwi. Dari perkawinan ini lahirlah Sayid Abdul Aziz, putra campuran Arab
Perlak pada tahun 225 H.
Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik
Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M).Pada masa
pemerintahannya, Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam bidang
pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islamiah. Sultan mengawinkan dua putrinya: Putri
Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malikul Saleh dari Samudra Pasai serta Putri
Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura sekarang).
Perkawinan ini dengan parameswara Iskandar Syah yang kemudian bergelar Sultan
Muhammad Syah.Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat
kemudian digantikan oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat
(662-692 H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah beliau wafat, Perlak
disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malikul Dhahir yang
adalah Putra Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari.
Perlak merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini terlihat dari adanya mata uang sendiri.
Mata uang Perlak yang ditemukan terbuat dari emas (dirham), dari perak (kupang), dan dari
tembaga atau kuningan.
2. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh dan terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kapan
berdirinya Kesultanan Samudera Pasai belum bisa dipastikan dengan tepat dan masih
menjadi perdebatan para ahli sejarah. Namun, menurut Uka Tjandrasasmita (Ed) dalam
buku Badri Yatim, menyatakan bahwa kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan
mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-
daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan
seterusnya. Berdasarkan berita dari Ibnu Batutah, dikatakan bahwa pada tahun 1267 telah
berdiri kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai. Hal ini dibuktikan dengan adanya batu
nisan makam Sultan Malik Al Saleh (1297 M), Raja pertama Samudra Pasai.
Malik Al-Saleh, raja pertama kerajaan Samudera Pasai, merupakan pendiri kerajaan
tersebut. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan nama Malik Al-Saleh sebelum
menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam setelah mendapat

4
mendapatkan seruan dakwah dari Syaikh Ismail beserta rombongan yang datang dari
Mekkah.
Pendapat bahwa Islam sudah berkembang di sana sejak awal abad ke-13 M, didukung oleh
berita China dan pendapat Ibn Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai pada
pertengahan abad ke 14 M (tahun 746 H/1345 M). Dalam kisah perjalanannya ke Pasai,
Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul Zhahir sebagai raja yang sangat saleh,
pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah
menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Zhahir tidak pernah bersikap sombong. Kerendahan
hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Battutah.
Samudera Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpul
ulama-ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan
keduniaan. Selain itu, Sultan Maliku Zhahir juga mengutus para ulama untuk berdakwah ke
berbagai wilayah Nusantara.
Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam.
Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagian besar
memeluk agama Islam. Raja raja Pasai membina persahabatan dengan Campa,
India, Tiongkok, Majapahit dan Malaka.
Selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota
dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Samudera Pasai menjadi pusat
perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama. Bukan
hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju,
Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang
terbuat dari emas dikenal sebagai uang dirham.
3. Kerajaan Aceh
Kurang diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat,
sebagaimana yang dikutip dalam buku Badri Yatim, bahwa kerajaan Aceh berdiri pada abad
ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dialah
yang membangun kota Aceh Darussalam.
Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar
yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naik tahta
menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah
Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun
1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti
Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera
Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat
anti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan
kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak
saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang
luas, hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Peletak dasar kebesaran Kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah. Pada masa
pemerintahannya, wilayah kekuasaan Aceh Darussalam semakin meluas sampai di
Bengkulu di pantai Barat, seluruh Pantai Timur Sumatera, dan Tanah Batak di pedalaman.
Kegiatan perdagangan berkembang dengan pesat, terutama dengan Gujarat, Arab, dan
Turki.

5
Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1608-1637 M). Pada masa ini merupakan masa paling gemilang bagi Aceh, di mana
kekuasaannya meluas dan terjadi penyebaran Islam hampir di seluruh Sumatera.
Di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh Darussalam menjadi salah satu pusat
pengembangan Islam di Indonesia. Di Aceh dibangun masjid Baiturrahman, rumah-rumah
ibadah, dan lembaga-lembaga pengkajian Islam. Di Aceh tinggal ulama-ulama tasawuf yang
terkenal, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, dan Abdul Rauf
As-Sinkili.
4. Kerajaan Minangkabau
Kerajaan Pagaruyung disebut juga sebagai Kerajaan Minangkabau yang merupakan salah
satu Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatra Barat sekarang dan
daerah-daerah di sekitarnya. Kerajaan ini pernah dipimpin oleh Adityawarman sejak tahun
1347. Dan sekitar tahun 1600-an, kerajaan ini menjadi Kesultanan Islam.
Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui
dengan pasti. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman,
menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut.
Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16, yaitu melalui para
musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid
ulama Aceh yang terkenal Syaikh Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh
Burhanuddin Ulakan, adalah ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama
Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi
kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam tambo adat Minangkabau disebutkan
bernama Sultan Alif.
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran
agama Islam mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan aturan
agama Islam. Pepatah adat Minangkabau yang terkenal: "Adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah", yang artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam,
sedangkan agama Islam bersendikan pada Al-Quran.
Pengaruh agama Islam membawa perubahan secara fundamental terhadap adat
Minangkabau. Tetapi sejak kapan pengaruh Islam memasuki tubuh adat Minangkabau
secara pasti, masih sukar dibuktikan.
Islam juga membawa pengaruh pada sistem pemerintahan kerajaaan Pagaruyung dengan
ditambahnya unsur pemerintahan seperti Tuan Kadi dan beberapa istilah lain yang
berhubungan dengan Islam. Penamaan nagari Sumpur Kudus yang mengandung kata
kudus yang berasal dari kata Quduus (suci) sebagai tempat kedudukan Rajo Ibadat dan
Limo Kaum yang mengandung kata qaum jelas merupakan pengaruh dari bahasa Arab atau
Islam.
Selain itu dalam perangkat adat juga muncul istilah Imam, Katik (Khatib), Bila (Bilal), Malin
(Mu'alim) yang merupakan pengganti dari istilah-istilah yang berbau Hindu dan Buddha yang
dipakai sebelumnya.
5. Sejarah kerajaan Riau
Imperium Melayu Riau adalah penyambung warisan Sriwijaya. Kedatangan Sriwijaya yang
mula-mula sejak tahun 517 s/d 683 dibawah kekuasaan Melayu, dengan meliputi daerah
Sumatera tengah dan selatan. Sriwijaya-Sailendra bermula dari penghabisan abad ke 7 dan
berakhir pada penghujung abad ke 12. Kemaharajaan Melayu yang dimulai dari - Kerajaan

6
Bintan-Tumasik abad 12-13 M dan kemudian memasuki periode Melayu Riau yaitu - zaman
Melaka abad 14-15 m, - zaman Johor-Kampar abad 16-17 m, - zaman Riau-Lingga abad 18-
19 m
Paramesywara atau Iskandar Syah dikenal dengan gelar Sri Tri Buana, Maharaja Tiga
Dunia (Bhuwana, Kw, Skt berarti dunia), seorang pangeran, keturunan raja besar. Ia sangat
berpandangan luas, cerdik cendikia, mempunyai gagasan untuk menyatukan nusantara dan
akhirnya beliaulah pula yang membukakan jalan bagi perkembangan islam di seluruh
nusantara. Paramesywara adalah keturunan raja-raja Sriwijaya-Saildendra. Menurut M.Said
(dalam bukunya Zelfbestuur Landchappen) Raja Suran adalah keturunan Raja Sultan
Iskandar Zulkarnain di Hindustan yang melawat ke Melaka, beranak tidak orang laki-laki.
Diantara putranya adalah Sang Si Purba, kawin dengan Ratu Riau. Dari puteranya menjadi
turunan Raja Riau. Sang Si Purba sendiri pergi ke Bukit Sigantung Mahameru (Palembang)
menjadi Raja dan kawin disana. Ia melawat ke Minangkabau dan menjadi Raja
Pagarruyung. Memencar keturunannya menjadi Raja-Raja Aceh dan Siak Sri Indrapura.
Menurut Sejarah Melayu tiga bersaudara dari Bukit Siguntang menjadi raja di Minangkabau,
Tanjung Pura (Kalimantan Barat) dan yang ketiga memerintah di Palembang..Yang menjadi
Raja di Palembang adalah Sang Nila Utama. Sang Nila Utama inilah yang menjadi Raja di
Bintan dan Kemudian Singapura
Dalam hikayat Hang Tuah yang terkenal, ada disebutkan, raja di “Keindraan” bernama Sang
Pertala Dewa. Adapula tersebut seorang raja. Istri baginda hamil dan beranak seorang
perempuan yang diberi nama Puteri Kemala Ratna Pelinggam. Setelah dewasa diasingkan
ke sebuah pulau bernama : Biram Dewa.. Sang Pertala Dewa berburu di pulau Biram Dewa
tersebut. Akhirnya kawin dengan Putri Kemala Ratna PeLinggam. Lalu lahir anaknya yang
dinamai Sang Purba. Setelah itu mereka naik “keindraan”. Kemudian turun ke Bukit
Sigintang Mahameru. Sang purba dirajakan di bukit siguntang. Sang Purba kawin dengan
puteri yang berasal dari muntah seekor lembu yang berdiri ditepi kolam dimana sang puteri
sedang mandi. Lahir seorang putra dinamai Sang Maniaka dan kemudian lahir pula putera
yang kedua Sang Jaya Mantaka, yang ketiga Sang Saniaka dan yang keempat Sang
Satiaka. Sang Maniaka dirajakan di Bintan dan singapura.
Islam Masuk ke Riau
Sebelum masuknya agama Islam ke daerah Riau, tidak ada seorangpun dari penduduk Riau
yang memegang agama tauhid. Agama penduduk asli adalah anismisme yang percaya ruh
nenek moyang dan para leluhur, kemudian menyusul pada sebagian penduduk mereka
yang beragama Budha dan sekali berkembang menjadi Hindu-BudhaNah dalam
kesempatan ini , agar lebih jelas pembahasan masuk Islam ke Riau dibatasi kepada
beberapa daerah, yaitu: Kuntu-Kampar, Rokan, Kuantan, Indragiri, danTaqpung. Menurut
Sejarah
Riau, Kuntu-Kampar adalah daerah pertama-tama di Riau Daratan yang berhubungan
dengan orang-orang Islam (pedagang). Hal ini dimungkinkan karena sejak zaman bahari
daerah ini telah berhubungan dengan pedagang-pedagang asing dari negeri Cina, India,
dan Arab-Persia. Hubungan tersebut didasarkan oleh kepentingan perdagangan, karena
daerah lembah sungai Kampar Kanan/ Kiri merupakan daerah penghasil lada terpenting di
dunia dalam periode 500-140 M. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau daerah Kuntu-
Kampar yang mula-mula dimasuki agama Islam.

7
Berdasarkan perjalanan para penyiar agama Islam yang dating sebagai pedagangitu, maka
besar kemungkinan pada abad pertama hiriah atau abad ke-7 M agama Islam itu mungkin
telah sampai di Riau, sebagaimana juga disimpulkan oleh seminar masuknya islam ke
nusantara di Aceh tahun 1980. Meskipun Islam telah masuk pada abad ke 7 atau 8 Masehi
di Riau, namun penganut agama ini masih terbatas di lingkungan para pedagang dan
penduduk kota di pesisir pantai tersebut. Hal ini disebabkan karena kuatnya pengaruh
agama Budha yang merupakan agama Negara dalam kerajaan Sriwijaya waktu itu.
6. Kesultanan Palembang
Pada waktu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, di daerah ini
ditempatkan seorang Adipati bernama Ario Damar. (14—15 H/1447 M). Pada awalnya ia
beragama Hindu, lalu kemudian memeluk Islam. Hal ini menunjukkan bahwasanya pada
waktu itu, Islam sudah dominant di Palembang.
Pada suatu hari, Ario Damar mendapat hadiah salah seorang selir dari Prabu Kertabumi,
yang bernama Putri Campa yang sedang hamil tua. Yang kemudian lahir dari rahimnya
seorang anak yang bernama Raden Patah.
Pada tahun 1473, raden Patah bersama adiknya Raden Kusen (Ario Dillah), menghadap
Prabu Kertabumi. Mereka mendapat kepercayaan untuk membangun desa Bintoro, yang
nantinya berkembang dengan pesat dan menjadi kerajaan Islam Demak yang pada akhirnya
menghancurkan Majapahit.
Pada tahun 1528, Demak di serang oleh kerajaan Pajang dan mengalami kekalahan. Para
pembesar kerajaan dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan bermigrasi ke Palembang yang
kemudian mendirikan kerajaan Islam Palembang
Pada akhirnya kesultanan Palembang hilang karena dihapus status kesultanannya
oleh colonial Belanda
7. Kerajaan Kesultanan Jambi
Kesultanan Jambi adalah Kerajaan Islam yang berkedudukan di Provinsi Jambi sekarang.
Kerajaan ini berbatasan dengan Kerajaan Indragiri dan Kerajaan - Kerajaan
Minangkabau seperti Siguntur dan Lima Kota dii utara. Di selatan kerajaan ini berbatasan
dengan Kesultanan Palembang (kemudian Keresidenan Palembang). Kesultanan Jambi
juga mengendalikan Lembah Kerinci, meskipun pada masa akhir kekuasaannya, kekuasaan
nominal tidak lagi diperdulikan. Ibukota Kesultanan Jambi terletak di Kota Jambi, yang
terletak di pinggir sungai Batanghari.
Sejarah
Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Malayu dan kemudian menjadi bagian
dari Sriwijaya. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan Vasal Majapahit, dan pengaruh
jawa masih terus mewarnai Kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan abad ke-18.
Berdirinya Kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah itu. pada tahun
1616 Jambi merupakan Pelabuhan terkaya kedua di Sumatera setelah Aceh, dan pada
tahun 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan
Palembang. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang, Tahun 1680-an Jambi
kehilangan kedudukan sebagai Pelabuhan Ladautama, setelah perang dengan Johor dan
konflik internal.
Tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir,
menyerah kepada Belanda, Jambi digabungkan dengan Keresidenan Palembang. Tahun
1906 Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.

8
Kerajaan Islam di Jawa

1. Kesultanan Demak (1500 - 1550)


Kesultanan Demak adalah kerajaan Islam pertama dan terbesar di pesisir pantai utara Jawa.
Kerajaan ini sebelumnya merupakan sebuah kadipaten dari kerajaan Majapahit. Setelah
datang dan masuknya pengaruh Islam serta dimulainya masa keruntuhan Majapahit,
kadipaten ini kemudian bermetamorfosis sebagai basis penyebaran Islam di Nusantara.
Salah satu bukti peninggalan sejarah Islam di Indonesia dari kerajaan ini adalah Masjid
Agung Demak. Masjid ini merupakan warisan peninggalan wali songo, para ulama
penyebaran Islam di Jawa.

2. Kesultanan Banten (1524 - 1813)


Kerajaan Islam di Jawa yang selanjutnya berdiri di atas Tatar Pasundan. Kerajaan ini
bernama Kesultanan Banten. Kerajaan ini berdiri setelah kerajaan Demak mempeluas
kekuasaannya ke pesisir barat Jawa. Maulana Hasanuddin (putra Sunan Gunung Jati)
merupakan orang yang sangat berperan dalam penaklukan tersebut. Karena pengaruh
kedatangan Belanda, kerajaan ini kemudian hanya bertahan hingga tahun 1813.
Advertisement

3. Kesultanan Cirebon (1552 - 1677)


Pada abad ke-15 dan 16 Masehi, kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam yang sangat
ternama di seluruh Asia. Dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar pulau pada masa
silam, kesultanan ini menempati posisi yang sangat strategis. Selain menjadi jembatan dan
tempat persinggahan para pedagang dan pelayar yang hendak berlayar ke Timur dan ke
Barat, kerajaan Islam di Jawa yang satu ini juga menjadi pusat pertemuan kebudayaan dari
bermacam-macam daerah.

4. Kesultanan Pajang (1568 - 1618)


Kerajaan Pajang adalah kerajaan Islam di Jawa Tengah yang menjadi kelanjutan dari
Kerajaan Demak. Selepas kematian Sultan Trenggana, kerajaan Demak kemudian runtuh.
Daerah-daerah kekuasannya melepaskan diri dan membangun kerajaannya sendiri,
termasuk kesultanan Pajang ini. Sekarang, kita masih bisa menemukan bukti keberadaan
kesultanan Pajang di masa silam. Reruntuhan dan pondasi keratonnya masih tersisa dan
dapat kita lihat di kelurahan Pajang, Kota Surakarta.

9
5. Kesultanan Mataram (1586 - 1755)
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang berdiri pada akhir abad ke-15.
Raja pertamanya adalah Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan. Pada masa
keemasannya, Kerajaan Mataram pernah menyatukan tanah Jawa. Kerajaan yang berbasis
pada pertanian ini juga pernah memerangi VOC di Batavia. Beberapa peninggalan yang
masih dapat kita jumpai hingga kini antara lain adanya kampung Matraman di Jakarta,
penggunaan hanacaraka dalam bahasa Sunda, sistem persawahan di Pantai Utara Jawa,
politik feodal, dan beberapa batas wilayah administrasi yang hingga sekarang masih
berlaku.

6. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat


(1755-sekarang)

Selain 5 kerajaan di atas, ternyata masih ada 2 kerajaan Islam di Jawa yang hingga kini
masih eksis. Kedua kerajaan tersebut adalah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kedua kerajaan ini merupakan pecahan dari
kerajaan Mataram Islam yang bubar akibat perebutan kekuasaan. Melalui perjanjian Giyanti
pada tanggal 13 Februari 1755, Mataram resmi dipecah menjadi 2 hingga kini.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apabila tulisan Suryadinegara adalah tulisan yang mendekati keotentkian sebuah penelitian,
itu artinya proses penyearan ajaran islam tidak hanya berakar dari para pendatang atau
para pedagang. Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara masuknya islam disumatra-
selatan tidak ubahnya seperti terjadi pada wilayah Indonesia lainnya, dilakukan oleh putra
Indonesia dan tidak berjalan pasif. Dengan pengertian bangsa Indonesia tidak menunggu
kedatangan bangsa Arab semata dengan upayanya mencari tambahan pengetahuan
tentang agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama islam selain dilakukan oleh bangsa arab,
pedagang utusan kholifah Umayah (661-750) dan kholifah Abbasiyah (750-1268), juga
perdagangan dari Sriwijaya berlayar ketimur tengah. Hal yang demikian ini tidak
bertentangan, sekalipun Sriwijaya sebagai pusat pengembangan ajaran budha, tetapi,
karena watak Indonesia yang mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menghormati
perbedaan agama, maka, di wilayah kerajaan Sriwijaya di izinkan masuknya agama islam
melalui jalur perdagangan. Factor yang terakhir inilah yang memungkinkan Sriwijaya
menempuh Sistem pintu terbuka dalam menghadapi kenyataan masuknya agama islam.

B. Saran
Kami selaku penulis menyarankan bahwa setelah membaca makalah ini diharapkan agar
pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang sejarah perkembangannya islam di
Sumatera Selatan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Judul asli: At-
Tarikh Al-Islami, penerjemah: Samson Rahman, (Akbar Media, Jakarta: 2010), cet. 10
Amin, Samsul Munir , Drs., M.A., Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Sinar Media Grafika,
2009)
http://education.poztmo.com/2011/06/kesultanan-samudera-pasai.html, di unduh pada
tanggal 12 Mei 2012
http://geosejarah.org/index.php?option=com_content&view=article&id=65:kerajaan-
pagaruyung-hegemoni-melampaui-sekat-sekat kewilayahan & catid =34: artikel & Itemid=
59…. diakses pada tanggal 12 Mei 2013.
http://www.minangforum.com/Thread-Sejarah-Islam-di-Minangkabau, di unduh pada tanggal
12 Mei 2013.
http://imagination-my.blogspot.com/2012/09/bukti-bukti-masuknya-islam-di-
indonesia_1.html, di akses pada tanggal 15 Mei 2013
Syamsu As, Muhammad , Drg., H., Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya,
(Jakarta: Lentera, 1996).
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2011), cet. 23.

12
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kerajaan-
Kerajaan Islam di Nusantara .

Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan nabi Muhammad SAW yang
atas perjuangan beliau sehingga kita dapat tetap hidup dibawah naungan cahaya rahmat dan
dapat terus menuntut ilmu guna mendapat derajat kemuliaan di sisi-Nya serta dapat lebih
mengenal hakikat-Nya.

Makalah agama ini telah kami susun dan kami rangkai dengan baik dan benar guna
melengkapi tugas presentasi kami pada mata kuliah Studi Islam. Kami harap makalah ini
dapat berguna bagi para pembaca guna menambah pengetahuan, terutama pengetahuan
tentang sejarah Islam yang membawa kita hingga ke zaman kemuliaan seperti sekarang ini.
Terima kasih kami haturkan kepada pihak-pihak yang telah berperan membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini, serta permohonan maaf atas makalah yang memiliki banyak
kekurangan dan kesalahan ini.

Semoga makalah ini dapat dipahami dengan baik bagi para pembacanya dan dapat
bermanfaat, baik untuk kami dari tim penyusun maupun bagi para pembaca. Sebelumnya
kami memohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Maka dari itu, kami
mohon kritik dan sarannya untuk perbaikan kami kedepannya.demi perbaikan di masa depan.

Bojongpicung, Juli 2018

Penyusun

13 I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA

ii14
MAKALAH
KERAJAAN – KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA
DAN JAWA

Disusun Oleh :

Kelompok : 4

ASEP ABDULOH
SINTA RESA
PUTRI AGUSTIN
JIDAN

Kelas : IX - H

MTs. MUSLIMIN BOJONGPICUNG


2018

15

Вам также может понравиться