Вы находитесь на странице: 1из 6

Selective Mutism

Diagnostic Criteria 312.23 (F94.0)


A. Consistent failure to speak in specific social situations in which there is an expectation
for speaking (e.g., at school) despite speaking in other situations.
B. The disturbance interferes with educational or occupational achievement or with social
communication.
C. The duration of the disturbance is at least 1 month (not limited to the first month of
school).
D. The failure to speak is not attributable to a lack of knowledge of, or comfort with, the
spoken language required in the social situation.
E. The disturbance is not better explained by a communication disorder (e.g., childhoodonset
fluency disorder) and does not occur exclusively during the course of autism
spectrum disorder, schizophrenia, or another psychotic disorder.

Mutisme Selektif

Kriteria Diagnostik 312.23 (F94.0)


A. Kegagalan untuk berbicara yang terus terjadi dalam situasi sosial
tertentu di mana ada kesempatan untuk berbicara (misalnya, di
sekolah) meskipun berbicara dalam situasi yang berbeda.
B. Gangguan tersebut mengganggu prestasi belajar, pekerjaan atau juga
komunikasi sosial.
C. Durasi gangguan setidaknya 1 bulan (tidak terbatas pada bulan pertama
saat sekolah).
D. Kegagalan untuk berbicara tidak disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan, atau ketidaknyamanan, bahasa lisan dibutuhkan dalam
situasi sosial.
E. Gangguannya tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan komunikasi
(misalnya, gangguan kelancaran bicara/gagap pada masa kanak-kanak)
dan tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan gangguan autisme
spektrum, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya.

Diagnostic Features
When encountering other individuals in social interactions, children with selective mutism
do not initiate speech or reciprocally respond when spoken to by others. Lack of
speech occurs in social interactions with children or adults. Children with selective mutism
will speak in their home in the presence of immediate family members but often not
even in front of close friends or second-degree relatives, such as grandparents or cousins.
The disturbance is often marked by high social anxiety. Children with selective mutism often
refuse to speak at school, leading to academic or educational impairment, as teachers
often find it difficult to assess skills such as reading. The lack of speech may interfere with
social communication, although children with this disorder sometimes use nonspoken or
nonverbal means (e.g., grunting, pointing, writing) to communicate and may be willing or
eager to perform or engage in social encounters when speech is not required (e.g., nonverbal
parts in school plays).

Fitur Diagnostik
Ketika bertemu individu lain dalam interaksi sosial, anak-anak dengan
mutisme selektif tidak memulai pembicaraan atau membalas secara timbal
balik ketika erbicara dengan orang lain. Kurangnya bicara terjadi dalam
interaksi sosial dengan anak-anak atau orang dewasa. Anak-anak dengan
mutisme selektif akan berbicara di rumah mereka di hadapan anggota keluarga
dekat tetapi seringnya tidak mau berbicara di depan teman-teman dekat atau
kerabat tingkat kedua, seperti kakek-nenek atau sepupu. Gangguan ini sering
ditandai dengan kecemasan sosial yang tinggi. Anak-anak dengan mutisme
selektif sering menolak untuk berbicara di sekolah, yang menyebabkan
gangguan akademik atau pendidikan, sebagai guru sering merasa kesulitan
untuk menilai keterampilan seperti membaca. Kurangnya bicara dapat
mengganggu komunikasi sosial, meskipun anak-anak dengan gangguan ini
kadang-kadang menggunakan bahasa isyarat atau cara nonverbal (misalnya,
mendengus, menunjuk, menulis) untuk berkomunikasi dan mungkin ingin atau
bersemangat untuk melakukan atau terlibat dalam pertemuan sosial ketika
bicara tidak diperlukan (mis., nonverbal bagian dalam drama sekolah).

Associated Features Supporting Diagnosis


Associated features of selective mutism may include excessive shyness, fear of social embarrassment,
social isolation and withdrawal, clinging, compulsive traits, negativism,
temper tantrums, or mild oppositional behavior. Although children with this disorder
generally have normal language skills, there may occasionally be an associated communication disorder,
although no particular association with a specific communication disorder
has been identified. Even when these disorders are present, anxiety is present as
well. In clinical settings, children with selective mutism are almost always given an additional
diagnosis of another anxiety disorder—most commonly, social anxiety disorder (social
phobia).

Hal Terkait yang Mendukung Diagnosis


Hal terkait dari mutisme selektif mungkin termasuk rasa malu yang
berlebihan, malu didepan umum, isolasi sosial dan penarikan, kemelekatan,
sifat kompulsif, negativisme, temper tantrum, atau perilaku melawan yang
ringan. Meski anak-anak dengan gangguan ini umumnya memiliki kemampuan
bahasa yang normal, kadang-kadang ada gangguan komunikasi yang terkait,
meskipun tidak ada hubungan khusus dengan gangguan komunikasi tertentu yang
telah teridentifikasi. Bahkan ketika gangguan ini hadir, kecemasan ikut
muncul juga. Secara klinis, anak-anak dengan mutisme selektif hampir selalu
diberikan tambahan diagnosis gangguan kecemasan lain - paling sering,
gangguan kecemasan sosial (fobia sosial).

Prevalence
Selective mutism is a relatively rare disorder and has not been included as a diagnostic category
in epidemiological studies of prevalence of childhood disorders. Point prevalence
using various clinic or school samples ranges between 0.03% and 1% depending on the setting
(e.g., clinic vs. school vs. general population) and ages of the individuals in the sample.
The prevalence of the disorder does not seem to vary by sex or race/ethnicity. The disorder
is more likely to manifest in young children than in adolescents and adults.

Prevalensi
Mutisme selektif adalah gangguan yang relatif jarang dan belum dimasukkan
sebagai kategori diagnostik dalam studi epidemiologi prevalensi gangguan
anak. Acuan prevalensi menggunakan berbagai sampel klinik atau sampel
sekolah yang berkisar antara 0,03% dan 1% tergantung pada pengaturan (mis.,
klinik vs. sekolah vs. populasi umum) dan usia individu dalam sampel.
Prevalensi penyakit tampaknya tidak bervariasi pada jenis kelamin atau
ras/etnis. Gangguan itu lebih cenderung bermanifestasi pada anak-anak
daripada pada remaja dan orang dewasa.

Development and Course


The onset of selective mutism is usually before age 5 years, but the disturbance may not
come to clinical attention until entry into school, where there is an increase in social interaction
and performance tasks, such as reading aloud. The persistence of the disorder is
variable. Although clinical reports suggest that many individuals "'outgrow" selective
mutism, the longitudinal course of the disorder is unknown. In some cases, particularly in
individuals with social anxiety disorder, selective mutism may disappear, but symptoms
of social anxiety disorder remain.

Pengembangan dan Kursus


Awal munculnya mutisme selektif biasanya sebelum usia 5 tahun, tetapi
gangguan mungkin tidak tampak secara klinis sampai yang bersangkutan masuk
ke jenjang sekolah, di mana ada peningkatan interaksi sosial dan tugas
untuk tampil di depan kelas, seperti membaca dengan keras. Kegigihan
gangguan ini variabel. Meskipun laporan klinis menunjukkan bahwa banyak
individu dapat mengatasi selektif mutism, efek jangka panjang dari gangguan
tidak diketahui. Dalam beberapa kasus, khususnya pada individu dengan
gangguan kecemasan sosial, mutisme selektif dapat menghilang, tetapi gejala
gangguan kecemasan sosial metetap.

Risk and Prognostic Factors


Temperamental. Temperamental risk factors for selective mutism are not well identified.
Negative affectivity (neuroticism) or behavioral inhibition may play a role, as may
parental history of shyness, social isolation, and social anxiety. Children with selective
mutism may have subtle receptive language difficulties compared with their peers, although
receptive language is still within the normal range.
Environmental. Social inhibition on the part of parents may serve as a model for social
reticence and selective mutism in children. Furthermore, parents of children with selective
mutism have been described as overprotective or more controlling than parents of children
with other anxiety disorders or no disorder.
Genetic and physiological factors. Because of the significant overlap between selective
mutism and social anxiety disorder, there may be shared genetic factors between these
conditions.

Risiko dan Faktor Prognostik


Emosional. Faktor risiko emosional untuk mutisme selektif tidak
teridentifikasi dengan baik. Efektivitas negatif (neurotisisme) atau
penghambatan perilaku dapat memainkan peran, sama halnya dengan riwayat
orang tua yang pemalu, isolasi sosial, dan kecemasan sosial. Anak-anak
dengan selektif mutisme mungkin memiliki sedikit kesulitan dalam penerimaan
bahasa kiasan dibandingkan dengan teman-teman seusianya, meskipun dengan
bahasa umum masih dalam batas normal.
Lingkungan. Hambatan sosial dari orang tua dapat berperan sebagai model
untuk kemunduran sosial dan mutisme selektif pada anak-anak. Selain itu,
orang tua dari anak-anak dengan selektif mutisme telah digambarkan sebagai
orang tua yang overprotective atau lebih mengontrol daripada orang tua
anak-anak dengan gangguan kecemasan lainnya atau yang tidak ada gangguan
sama sekali.
Faktor Genetik dan Fisiologis. Karena ketumpang tindihan yang signifikan
antara selektif mutism dan gangguan kecemasan sosial, hal ini dimungkinkan
karena adanya faktor genetik pada keduanya.

Culture-Related Diagnostic Issues


Children in families who have immigrated to a country where a different language is spoken
may refuse to speak the new language because of lack of knowledge of the language.
If comprehension of the new language is adequate but refusal to speak persists, a diagnosis
of selective mutism may be warranted.

Masalah Diagnostik Terkait Budaya


Anak-anak dalam keluarga yang telah berimigrasi ke negara di mana bahasa
yang berbeda diucapkan mungkin menolak untuk berbicara dengan bahasa baru
karena kurangnya pengetahuan tentang bahasa tersebut. Jika pemahaman bahasa
baru memadai tetapi yang bersangkutan masih menolak untuk berbicara,
diagnosis dari mutisme selektif dapat dibenarkan.

Functional Consequences of Selective Mutism


Selective mutism may result in social impairment, as children may be too anxious to engage
in reciprocal social interaction with other children. As children with selective mutism
mature, they may face increasing social isolation. In school settings, these children may
suffer academic impairment, because often they do not communicate with teachers regarding
their academic or personal needs (e.g., not understanding a class assignment, not asking to use the
restroom). Severe impairment in school and social functioning, including
that resulting from teasing by peers, is common. In certain instances, selective mutism
may serve as a compensatory strategy to decrease anxious arousal in social encounters.

Konsekuensi Fungsional Mutif Selektif


Mutisme selektif dapat mengakibatkan gangguan sosial, karena anak-anak
mungkin terlalu cemas untuk melakukan interaksi sosial timbal balik dengan
anak-anak lain. Sebagai anak-anak dengan mutisme selektif kronis, mereka
mungkin menghadapi peningkatan isolasi sosial. Di lingkungan sekolah, anak-
anak ini mungkin menderita gangguan dalam bidang akademik, karena sering
mereka tidak berkomunikasi dengan guru tentang kebutuhan akademik atau
kebutuhan pribadi mereka (misalnya, tidak memahami tugas kelas, tidak
meminta izin untuk menggunakan kamar kecil). Penurunan nilai di sekolah dan
fungsi sosial, termasuk yang dihasilkan oleh godaan dari teman sebaya,
adalah hal biasa. Dalam kasus-kasus tertentu, mutisme selektif dapat
berfungsi sebagai strategi kompensasi untuk mengurangi kecemasan dalam
pertemuan sosial.

Differential Diagnosis
Communication disorders. Selective mutism should be distinguished from speech disturbances
that are better explained by a communication disorder, such as language
disorder, speech sound disorder (previously phonological disorder), childhood-onset
fluency disorder (stuttering), or pragmatic (social) communication disorder. Unlike selective
mutism, the speech disturbance in these conditions is not restricted to a specific social
situation.
Neurodevelopmental disorders and schizophrenia and other psychotic disorders.
Individuals with an autism spectrum disorder, schizophrenia or another psychotic disorder,
or severe intellectual disability may have problems in social communication and be
unable to speak appropriately in social situations. In contrast, selective mutism should be
diagnosed only when a child has an established capacity to speak in some social situations
(e.g., typically at home).
Social anxiety disorder (social phobia). The social anxiety and social avoidance in social
anxiety disorder may be associated with selective mutism. In such cases, both diagnoses
may be given.

Diagnosis Banding
Gangguan komunikasi. Mutisme selektif harus dibedakan dari gangguan bicara
yang lebih baik dijelaskan oleh gangguan komunikasi, seperti gangguan
berbahasa, kelainan suara (gangguan fonologis sebelumnya), gangguan
kelancaran bicara (gagap) sejak anak-anak, atau gangguan komunikasi
pragmatis (sosial). Tidak seperti selektif mutism, gangguan bicara dalam
kondisi ini tidak terbatas pada situasi sosial tertentu.
Gangguan perkembangan saraf dan skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya.
Individu dengan gangguan spektrum autisme, skizofrenia atau gangguan
psikotik lainnya, atau kecacatan intelektual yang parah mungkin memiliki
masalah dalam komunikasi sosial dan menjadi tidak dapat berbicara dengan
benar dalam situasi sosial. Sebaliknya, mutisme selektif harus didiagnosis
hanya ketika seorang anak sudah memiliki kapasitas yang cukup untuk
berbicara dalam beberapa situasi sosial (mis., biasanya di rumah).
Gangguan kecemasan sosial (fobia sosial). Kecemasan sosial dan penghindaran
sosial dalam gangguan kecemasan sosial dapat dikaitkan dengan mutisme
selektif. Dalam kasus seperti itu, kedua diagnosis dapat diberikan.

Comorbidity
The most common comorbid conditions are other anxiety disorders, most commonly social
anxiety disorder, followed by separation anxiety disorder and specific phobia. Oppositional
behaviors have been noted to occur in children with selective mutism, although
oppositional behavior may be limited to situations requiring speech. Communication delays
or disorders also may appear in some children with selective mutism.

Komorbiditas
Kondisi komorbid paling umum adalah gangguan kecemasan lainnya, paling
sering gangguan kecemasan sosial, diikuti oleh gangguan kecemasan
perpisahan dan fobia spesifik. Perilaku opposisi telah dicatat terjadi pada
anak-anak dengan mutisme selektif, meskipun perilaku oposisi mungkin
terbatas pada situasi yang membutuhkan pidato. Keterlambatan atau gangguan
komunikasi juga dapat muncul pada beberapa anak dengan mutisme selektif.
Other Specified Anxiety Disorder
^ 300.09 (F41.8)
This category applies to presentations in which symptoms characteristic of an anxiety disorder
that cause clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other
important areas of functioning predominate but do not meet the full criteria for any of the
disorders in the anxiety disorders diagnostic class. The other specified anxiety disorder
category is used in situations in which the clinician chooses to communicate the specific
reason that the presentation does not meet the criteria for any specific anxiety disorder.
This is done by recording “other specified anxiety disorder” followed by the specific reason
(e.g., “generalized anxiety not occurring more days than not”).
Examples of presentations that can be specified using the “other specified” designation
include the following;
1. Limited-symptom attacks.
2. Generalized anxiety not occurring more days than not.
3. Khyal cap (wind attacks): See “Glossary of Cultural Concepts of Distress” in the Appendix.
4. Ataque de nervios (attack of nerves): See “Glossary of Cultural Concepts of Distress”
in the Appendix.

Gangguan Anxietas Lainnya yang Ditentukan


^ 300,09 (F41.8)
Kategori ini digunakan untuk kondisi penyakit dimana karakteristik gejala
dari gangguan kecemasan yang menyebabkan distres atau gangguan yang
signifikan secara klinis di bidang sosial, pekerjaan, atau bidang penting
lainnya mendominasi tetapi tidak memenuhi kriteria lengkap untuk salah satu
gangguan pada ketegori diagnostik gangguan kecemasan. Gangguan anxietas
lainnya yang ditentukan, digunakan dalam situasi dimana dokter memilih
untuk mengkomunikasikan alasan spesifik bahwa gambaran klinis tidak
memenuhi kriteria untuk gangguan kecemasan tertentu. Hal ini dilakukan
dengan mencatat "Gangguan Anxietas Lainnya yang ditentukan" yang diikuti
dengan alasan spesifik (mis., "kecemasan umum tidak terjadi sehari-hari").
Contoh kondisi yang dapat ditentukan menggunakan "lainnya yang ditentukan"
termasuk hal berikut;
1. Serangan gejala yang terbatas.
2. Kecemasan umum tidak terjadi sehari-hari.
3. Khyal Cap (serangan angin)
4. Ataque de nervios (serangan saraf)

Unspecified Anxiety Disorder


300.00 (F41.9)
This category applies to presentations in which symptoms characteristic of an anxiety disorder
that cause clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other
important areas of functioning predominate but do not meet the full criteria for any of the
disorders in the anxiety disorders diagnostic class. The unspecified anxiety disorder category
is used in situations in which the clinician chooses not to specify the reason that the
criteria are not met for a specific anxiety disorder, and includes presentations in which
there is insufficient information to make a more specific diagnosis (e.g., in emergency room
settings).

Gangguan Ansietas yang Tidak Tergolongkan


300,00 (F41.9)
Kategori ini digunakan untuk kondisi penyakit dimana karakteristik gejala
dari gangguan kecemasan yang menyebabkan distres atau gangguan yang
signifikan secara klinis di bidang sosial, pekerjaan, atau bidang penting
lainnya mendominasi tetapi tidak memenuhi kriteria lengkap untuk salah satu
gangguan pada ketegori diagnostik gangguan kecemasan. Gangguan Ansietas
yang Tidak Tergolongkan digunakan dalam situasi dimana dokter memilih untuk
tidak menentukan alasan bahwa kriteria tidak dipenuhi untuk gangguan
kecemasan tertentu, dan termasuk kondisi dimana tidak ada informasi yang
cukup untuk membuat diagnosis yang lebih spesifik (misalnya, di ruang gawat
darurat).

Вам также может понравиться