Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak zaman dahulu di Indonesia sudah dikenal adanya gangguan jiwa. Namun
demikian tidak diketahui secara pasti bagaimana mereka diperlakukan pada saat itu.
Beberapa tindakan terhadap pasien gangguan jiwa sekarang dianggap merupakan warisan
nenek moyang kita, maka dapat dibayangkan tindakan yang dimaksud adalah dipasung,
dirantai atau diikat lalu ditempatkan tersendiri di rumah atau hutan apabila gangguan
jiwanya berat dan membahayakan. Bila pasien tidak membahayakan maka dibiarkan
berkeliaran di desa sambil mencari makan sendiri dan menjadi bahan tontonan masyarakat.
Ada juga yang diperlakukan sebagai orang sakti atau perantara Roh dan manusia. Jika
belajar dari sejarah, usaha kesehatan jiwa dan perawatannya di Indonesia dibagi menjadi
dua yaitu zaman kolonial dan setelah kemerdekaan.
Pada zaman kolonial, Sebelum didirikan Rumah sakit jiwa di Indonesia pasien
gangguan jiwa ditampung di Rumah Sakit Sipil atau militer di Jakarta, Semarang dan
Surabaya. Pasien yang ditampung adalah mereka yang sakit jiwa berat saja. Perawatan
yang dijalankan saat itu hanya bersifat penjagaan saja. Tahun 1862 pemerintah Hindia
Belanda melakukan sensus pasien gangguan jiwa diseluruh Indonesia.Di Pulau Jawa dan
Madura ditemukan pasien sekita 600 orang, sedangkan didaerah lain ditemukan sekitar 200
orang. Berdasarkan temuan tersebut pemerintah mendirikan Rumah sakit jiwa bagi pasien
gangguan jiwa.
Pada tanggal 1 Juli 1882 didirikan rumah sakit jiwa pertama di Indonesia, di
Cilendek Bogor Jawa Barat dengan kapasitas 400 tempat tidur. Rumah sakit jiwa yang
kedua didirikan di Lawang Jawa timur tanggal 23 Juni 1902. Rumah Sakit jiwa ini adalah
terbesar di Asia tenggara dengan kapasitas 3300 tempat tidur. Rumah sakit jiwa yang ke-3
didirikan di Magelang pada tahun 1923, dengan kapasitas 1400 tempat tidur. Rumah sakit
jiwa di Sabang tahun 1927. Menyusul didirikannya rumah sakit jiwa lainnya di Grogol

1
Jakarta, Padang, Palembang, Banjarmasin dan manado, masing-masing memikili kapasitas
yang berbeda.
Pemerintah Hindia Belanda mengenal empat macam tempat perawatan pasien
gangguan jiwa : Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Sementara, Rumah Perawatan, Koloni.
Diketahui pendidikan perawat jiwa mulai dibuka pada bulan september 1940 di Bogor,
berupa kursus yang diterima adalah orang Belanda atau Indo-Belanda yang sudah lulus
MULO atau setaraf Sekolah menengah pertama. Lulusannya mendapat sertifikat Diploma
B.
Pada Zaman setelah Kemerdekaan, perkembangan usaha kesehatan jiwa di Indonesia
meningkat, ditandai terbentuknya jawatan urusan penyakit jiwa pada bulan Oktober 1947.
Usaha kesehatan jiwa tetap berjalan walaupun lambat. Pada saat itu masih terjadi revolusi
fisik, tetapi pembinaan dan penyelenggaraan kesehatan jiwa tetap dilaksanakan. Pada tahun
1951 dibuka sekolah perawat jiwa untuk orang Indonesia. Perawatan kesehatan jiwa mulai
dikerjakan secara modern dan tidak lagi ditempatkan secara tertutup. Pasien dirawat
diruangan dan bebas berinteraksi dengan orang lain. Pasien dihargai martabatnya sama
dengan manusia lainnya. Jawatan urusan kesehatan jiwa bernaung dibawah Departemen
Kesehatan terus membenahi sistem pengelolaan dan pelayanan kesehatan. Tahun 1966
dirubah menjadi Direktorat Kesehatan jiwa dan sampai sekarang dipimpin oleh Kepala
direktorat Kesehatan jiwa. Pada tahun yang sama ditetapkan Undang-Undang kesehatan
jiwa no.3 tahun 1966 oleh pemerintah, sehingga membuka peluang untuk melaksanakan
modernisasi semua sistem RSJ dan pelayanannya.
Direktorat Kesehatan jiwa bekerja sama dengan berbagai instansi pemerintah,
fakultas kedokteran badan internasional, rapat kerja nasional dan daerah. Adanya sistem
pelaporan, tersusunnya Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) I
tahun 1973 tetapi baru diterbitkan pada tahun 1975. Pada tahun tersebut kesehatan jiwa
diintegrasikan dengan pelayanan di Puskesmas.
Kesehatan jiwa terus berkembang pesat pada abat ke-20 ini. Metode perawatan dan
pengobatan bersifat ilmiah. Pengobatan disesuaikan dengan perkembangan Iptek,
menggunakan obat-obatan psikofarmaka, terapi shock/ECT dan terapi lainnya. Demikian
juga dengan Praktek keperawatan menggunakan metode ilmiah proses keperawatan,

2
komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan dengan kerangka ilmu
pengetahuan yang mendasari praktek profesional.
Peran dan fungsi perawat jiwa dituntut lebih aktif dan profesional untuk
melaksanakan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa. Pada saat ini pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa berorientasi pada pelayanan komunitas. Komitmen ini sesuai dengan hasil
Konferensi Nasional I Keperawatan jiwa pada bulan Oktober 2004, bahwa pelayanan
keperawatan diarahkan pada tindakan preventif dan promotif. Hal ini juga sejalan dengan
paradigma sehat yang digariskan WHO dan dijalankan departemen kesehatan RI, bahwa
upaya proaktif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa. Upaya proaktif
ini melibatkan banyak profesi termasuk psikiater dan perawat. Penanganan kesehatan jiwa
bergeser pada upaya kuratif/perawatan rumah sakit menjadi perawatan kesehatan jiwa
masyarakat. Pusat kesehatan jiwa masyarakat akan memberikan pelayanan dirumah
berdasarkan wilayah kerjanya diharapkan pasien dekat dengan keluarganya sebagai sistem
pendukung yang dapat membantu pasien mandiri dan boleh berfungsi sebagai individu
yang berguna.
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-
negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang
menyebabakan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat menimbulkan
ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidak tepatan individu dalam berprilaku
yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan
karena mereka tidak produktif (Hawari, 2000).
Umumnya manusia memiliki kemampuan untuk menyusaikan diri dengan baik,
namun ada juga individu yang mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian dengan
persoalan yang dihadapi. Kegagalan dalam memberikan koping yang sesuai dengan
tekanan yang dialami dalam jangka panjang mengakibatkan individu mengalami berbagai
macam gangguan mental. Gangguan mental tersebut sangat bervariatif, tergantung dari
berat ringannya sumber tekanan, perbedaan antara individu, dan latar belakang individu
yang bersangkutan (Siswanto, 2007).
Sejalan dengan itu fungsi serta tanggung jawab perawat psikiatri dalam memberikan
asuhan keperawatan dituntut untuk dapat menciptakan suasana yang dapat membantu
proses penyembuhan dengan menggunakan hubungan terapeutik melalui usaha pendidikan

3
kesehatan dan tindakan keperawatan yang dapat membantu proses penyembuhan dengan
menggunakan hubungan terapeutik melalui usaha kesehatan dan tindakan keperawatan
secara komprehensif yang diajukan secara berkesinambungan karena
penderita waham dapat menjadi berat dan lebih sukar dalam penyembuhan bila tidak
mendapatkan perawatan secara intensif.
Gangguan jiwa yaitu suatu perubahan pada fungsi gangguan jiwa yang menyebabkan
adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau
hambatan dalam melaksanaan peran.
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di
Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan utama tersebut
adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan (Mardjono dalam
Hawari 2001). Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang
menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti
ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan
menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif dan tidak efisien.
Ciri-ciri gangguan jiwa yaitu : Sedih berkepanjangan, tidak bersemangat dan
cenderung malas, marah tanpa sebab, menggantung diri, tidak mengenali orang, bicara
kacau. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan jiwa waham.
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya
penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya (Keliat,
1999). Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan tetapi
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain, keyakinan ini berasal
dari pemikiran klien dimana sudah kehilangan control (Depkes RI, 1994).
Di keperawatan jiwa sendiri salah satu teori dan konsep model keperawatan yang
dapat diterapkan adalah Model Adaptasi Roy. Model Adaptasi Roy menggambarkan
manusia sebagai sistem terbuka dan sistem adaptif yang akan merespons terhadap kejadian
atau perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan baik yang internal maupun
external. Respon yang ditimbulkan tersebut dapat berupa respon adaptif dan maladaptif,
sesuai dengan mekanisme koping yang digunakan pasien dalam menghadapi stressor yang

4
dihadapinya. Roy juga memandang lingkungan sebagai kondisi internal maupun eksternal
yang dapat diatur dan dimanipulasi perawat dalam rangka membantu pasien memulihkan
diri. Kegiatan keperawatan diarahkan pada penciptaan lingkungan yang memungkinkan
terjadinya penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Selain itu kegiatan keperawatan juga
diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kemampuan proses adaptasi klien
terhadap stimulus ke arah yang lebih positif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Waham?
2. Apa saja klasifikasi Waham?
3. Bagaimana etiologi terjadinya Waham?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari Waham?
5. Bagaimana mekanisme koping Waham?
6. Bagaimana proses terjadinya Waham?
7. Bagaimana rentang respon dari Waham?
8. Bagaimana prinsip tindakan keperawatan pada Waham?
9. Bagaimana penatalaksanaan klien Waham?
10. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan Waham (Pengkajian,
Diagnosa dan Intervensi)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Waham.
2. Untuk mengetahui klasifikasi Waham.
3. Untuk mengetahui etiologi terjadinya Waham.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Waham.
5. Untuk mengetahui mekanisme koping Waham.
6. Untuk mengetahui proses terjadinya Waham.
7. Untuk mengetahui rentang respon dari Waham
8. Untuk mengetahui prinsip tindakan keperawatan pada Waham.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan klien Waham.

5
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Waham (Pengkajian,
Diagnosa dan Intervensi).

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya
penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Keliat,
1999).
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen,
1998).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan tetapi
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain, keyakinan ini berasal
dari pemikiran klien dimana sudah kehilangan control (Depkes RI, 1994).
Seseorang yang mengalami waham berpikir bahwa ia memiliki banyak
kekuatan dan bakat serta tidak merasa terganggu jiwanya atau ia merasa sangat kuat dan
sangat terkenal. Hal ini sesuai dengan penjelasan Varcarolis dalam fundamental of
psikiatrik mental health nursing (2006 : 397) grandeur thinks he or she has powers and
talents that are not possissed or it someone powerfull of famous (dalam buku yosep iyus :
keperawatan jiwa, 2009).
Waham adalah suatu sistem kepercayaan yang tidak dapat divalidasi atau
dipertemukan dengan informasi yang nyata atau realitas (Judith Haber, M. S. Schudy, B. F
Siddan, Comprehensive psychiatric nursing, 1982).
Waham atau delusi adalah suatu keyakinan atau pikiran dan dipertahankan betul oleh
individu meskipun tidak berdasarkan logika sehat dan meskipun terbukti kebalikannya
yang benar, dan juga meskipun terbukti mengganggu kehidupannya dalam menyesuaikan
dengan lingkungannya (Dr. Nusyirwan yusuf, DSJ, 1997).

7
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan
keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misalnya ”saya adalah nabi yang menciptakan biji
mata manusia”) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak mungkin, contoh
masyarakat di surga selalu menyertai saya kemanapun saya pergi”) dan tetap dipertahankan
meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba dkk,
2008).
Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi pikirannya padahal
tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang telah terpaku/terpancang kuat dan
tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika
disuruh membuktikan berdasarkan akal sehatnya tidak bisa. Atau disebut juga kepercayaan
yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2007).

B. Klasifikasi
Waham dapat diklasifikasikan menjadi delapan macam :
1. Waham agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan, diungkapakan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh “Kalau saya masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap
hari”.
2. Waham kebesaran
Klien yakin bahwa ia memiliki kebesaran dan kekuasaan khusus, diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh “Saya ini pejabat di departemen kesehatan lho” atau “saya memiliki tambang
emas.
3. Waham somatik
Klien yakin bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh “Saya sakit kanker” setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang
kanker.

8
4. Waham curiga
Klien yakin bahwa seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau
mencederai dirinya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh “Saya tahu seluruh keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya karena
mereka iri dengan kesuksesan saya”.
5. Waham nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagi/meninggal, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh “Inilah alam kubur, dan semua yang ada disini adalah roh-roh”.
6. Waham sisip pikir
Klien yakin bahwa ada ide atau pikiran orang lain yang disisipkan kedalam
pikirannya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
7. Waham siar pikir
Klien yakin orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun tidak
dinyatakannya kepada orang tersebut, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai
kenyataan.
8. Waham kontrol pikir
Klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : Melakukan percobaan bunuh diri atau ingin membunuh orang lain karena
ada yang menyuruh.

9
C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya waham yang dijelaskan oleh
Towsend 1998 adalah :
a. Teori Biologis
Teori biologis terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
waham:
1) Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan
suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan
kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
2) Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan
skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan
sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan
memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak dari
orang-orang yang menderita skizofrenia.
3) Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin
neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala
peningkatan aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi
yang umumnya diobservasi pada psikosis.
b. Teori Psikososial
1) Teori sistem keluarga Bawen dalam Towsend (1998 : 147)
menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan
disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak.
Penanaman hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu
berfokus pada ansietas dan suatu kondisi yang lebih stabil mengakibatkan
timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang berkembang
antara orang tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan
ketergantungan diri kepada orang tua dan anak masuk ke dalam masa
dewasa, dimana masa ini anak tidak akan mampu memenuhi tugas
perkembangan dewasanya.

10
2) Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan
kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan
penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa percaya
terhadap orang lain.
3) Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu
ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan
saling mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih
lemah penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan
yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering kali
merupakan penampilan dan segmen id dalam kepribadian.
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan
isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
Pada pasien dengan waham, pemeriksa MRI menunjukkan bahwa derajat lobus
temporal tidak simetris. Akan tetapi perbedaan ini sangat kecil, sehingga
terjadinya waham kemungkinan melibatkan komponen degeneratif dari neuron.
Waham somatic terjadi kemungkinan karena disebabkan adanya gangguan
sensori pada sistem saraf atau kesalahan penafsiran dari input sensori karena
terjadi sedikit perubahan pada saraf kortikal akibat penuaan (Boyd, 2005 dalam
Purba dkk, 2008).
b. Stres Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinterasksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu, seperti:
gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkungan

11
yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stres
gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan,
kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan dirinya
sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien
menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien
menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan
isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang
berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi
wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain,
gelisah, memperlihatkan permusuhan, mendekati orang lain dengan ancaman, memberikan
kata-kata ancaman dengan rencana melukai, menyentuh orang lain dengan cara yang
menakutkan, mempunyai rencana untuk melukai, klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga,
bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung.
Menurut Kaplan dan shadok (1997) :
1. Status Mental
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal,
kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas
diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas
depresi ringan.

12
f. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol / menetap.,
kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien
kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
2. Sensorium dan kognisi
a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki
waham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh).
c. Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek.
d. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya,
keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah
dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.

E. Mekanisme Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat berpengaruh
terhadap gangguan otak dan perilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi
seperti: modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan
tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan
untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.
Mekanisme koping yamg sering digunakan klien adalah :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk
mengatasi ansietas.
2. Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. Menarik diri
4. Pada keluarga : mengingkari

13
F. Proses Terjadinya Waham
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya
ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat
cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham
terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat
dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span
history).
2. Fase Lack of Self Esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan
teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan
yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut.
Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi,
pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
3. Fase Control Internal External
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat
karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan
koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak
dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.

14
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase Environment Support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(super ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya.
Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya.
Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi
sosial).
6. Fase Improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering
berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi
waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan
relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada
konsekuensi sosial.

15
G. Rentang Respon
1. Pengertian
Respon neurobiologis merupakan berbagai respon perilaku klien yang terkait dengan
fungsi otak. Gangguan neurobiologist ditandai dengan gangguan sensori persepsi :
halusinasi dan gangguan proses pikir : waham atau umumnya dikenal dengan
penyakit psikotik.
2. Psikodinamika
Gangguan respon neurobiologis atau respon neurobiologis yang maladaptif terjadi
karena adanya :
a. Lesi pada area frontal, temporal dan limbic sehingga mengakibatkan terjadinya
gangguan pada otak dalam memproses informasi.
b. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus.
c. Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lainnya.

Respon neurobiologis individu dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon adaptif


sampai dengan respon maladaptif. Rentang Respon Neurobiologis :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses 1. Gangguan


2. Persepsi akurat pikir terganggu kelainan
3. Emosi 2. Emosi pikir/waham
konsisten berlebih/kurang 2. Ilusi
4. Perilaku sesuai 3. Perilaku yang 3. Halusinasi
5. Hubungan tidak biasa 4. Tidak mampu
social harmonis 4. Menarik diri 5. Perilaku tidak
5. Mengalami emosi teroganisir
6. Isolasi sosial

16
3. Isi Pikir
Gangguan isi pikir merupakan ketidakmampuan individu memproses stimulus
internal dan eksternal secara akurat. Gangguan ini diidentifikasi dengan adanya
waham, yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan
realitas (Haber, 1982). Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budayanya (Rawlin, 1993) dan tidak dapat digoyahkan
atau diubah dengan alasan yang logis (Cook & Fontaine, 1987) serta keyakinan
tersebut diucapkannya berulang kali.

Rentang perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon sehingga


perawat dapat menilai apakah repson klien adaptif atau maladaptif. Perilaku yang
berhubungan dengan respon biologis maladaptif :
1. Delusi
a. Waham merupakan pikiran (pandangan yang tidak rasional)
b. Berwujud sifat kemegahan diri
c. Pandangan yang tidak berdasarkan kenyataan
d. Gangguan berpikir, daya ingat, disorientasi, afek labil
2. Halusinasi
a. Pengalaman indera tanpa perangsang pada alat indera yang bersangkutan
b. Perasaan ada sesuatu tanpa adanya rangsangan sensorik, misalnya penglihatan,
rasa, bau, atau sensorium yang sepenuhnya merupakan imajinasi
c. Mengalami dunia seperti dalam mimpi
3. Kerusakan proses emosi
a. Luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat
b. Keadaan reaksi psikologis dan fisiologis seperti kegembiraan
c. Marah, amuk, depresi, tidak berespon
4. Perilaku yang tidak terorganisir
a. Tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan / lingkungan yang tidak
teratur
b. Kehilangan kendali terhadap impuls

17
5. Isolasi social
a. Menarik diri secara social
b. Menyendiri / mengasingkan diri dari kelompok

H. Prinsip Tindakan Keperawatan Pada Waham


1. Tetapkan hubungan saling percaya
2. Identifikasi isi dan jenis waham
3. Kaji intensitas, frekuensi, dan lamanya waham
4. Identifikasi stressor waham
5. Identifikasi stressor terbesar yang dialami baru-baru ini
6. Hubungan unsur waham dan onset stress
7. Jika klien bertanya apakah anda percaya pada waham tersebut, katakan bahwa itu
merupakan pengalaman klien
8. Penuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh waham
9. Sekali waham dimengerti, hindari dan jangan mendukung pembicaraan berulang
tentang waham

I. Penatalaksanaan Waham
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena,
kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan memandang klien
dengan waham pada gangguan skizofrenia ini sebagai pasien yang tidak dapat
disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan inferior bila sudah dapat kontak maka
dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis. Biar pun klien tidak sembuh sempurna,
dengan pengobatan dan bimbingan yang baik dapat ditolong untuk bekerja sederhana di
rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan klien diberi
penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi
lainnya seperti : terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi
tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan
untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia.
Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehabilitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi

18
dan pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
dalam kehidupan masyarakat. Pencegahan dan pengobatan lainnya :
1. Hindari mendebat pasien dengan wahamnya
2. Hindari mendukung waham
3. Jika waham timbul, kontak dengan pasien singkat tapi sering
4. Membantu aktivitas menjadi mandiri
5. Terapi obat

19
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Tinjauan Kasus
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Nn. ”M”
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa Indonesia
Status Perkawinan : Tidak Kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl. Hasanudin No.32
Tanggal Masuk : 22 April 2010
Tanggal Pengkajian : 23 Mei 2010
No. Register : 021041
Diagnosa Medik : Waham
b. Identitas Penanggung
Nama : Ny. “N”
Umur : 55 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Hasanudin No.32
Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung

20
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien dibawa ke Rumah Sakit Marzuki Mahdi oleh Ibunya pada tanggal 22 April
2010, awalnya klien sering terlihat bengong dan bicara tidak sesuai dengan
kenyataan serta menuntut minta diperhatikan oleh keluarga.

3. Keluhan Utama
a. Keadaan klien saat dikaji : Klien tampak menyendiri bersandar ditembok dan
kebanyakan memperlihatkan permusuhan dan tidak rapi, badan bau, rambut
kusam, kuku hitam dan panjang.
b. Masalah Keperawatan : Isolasi social
c. Defisit perawatan diri : Mandi dan berhias

4. Faktor Predisposisi
a. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan dirawat di rumah
sakit Marzuki Mahdi dengan kasus depresi.
b. Klien mengatakan pernah mengalami aniaya fisik dan kekerasan dalam
keluarga.
c. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
d. Klien mengatakan mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu klien ditinggalkan oleh Ayahnya yang sudah meninggal
sejak 9 tahun yang lalu. Saat ditanya tentang Almarhumah Ayahnya, klien
hanya terdiam menundukkan kepala dan tampak raut wajahnya sedih.

5. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital : T =120/80 mm Hg
Nadi : 86x/mnt
Suhu : 36,5ºC
Pernapasan : 24x/mnt
Ukuran : TB dan BB tidak dilakukan pengukuran
Keluhan fisik : Gatal-gatal pada kulit dibadan
Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri ; mandi

21
6. Psikososial
a. Konsep Diri
1) Citra tubuh
Klien mengatakan tidak ada yang istimewa pada tubuhnya semuanya
biasa-biasa saja.
2) Identitas diri
Klien menyadari dirinya seorang perempuan, anak ke 3 dari 3 bersaudara,
klien belum menikah.
3) Peran
Klien mengatakan sebelum Ayahnya meninggal, klien dapat berperan
sebagai anak yang penurut, tetapi saat Ayahnya sudah meninggal, klien
merasa tidak dapat menjalankan perannya lagi dengan baik. Ideal diri
Klien berharap ingin cepat sembuh dan dijemput oleh keluarganya untuk
pulang dan berkumpul kembali dengan keluarganya.
4) Harga diri
Klien kecewa karena keluarganya tidak datang membesuknya dan klien
juga merasa tidak berguna dan diharapkan lagi oleh keluarganya.
Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri ; Harga diri rendah
b. Hubungan social
1) Orang yang berarti dalam hidupnya adalah Almarhumah Ayahnya.
2) Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat : Klien
mengatakan kurang terlibat dalam kegiatan kelompok sosial masyarakat.
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain adalah klien
mengatakan malas bergaul dengan orang lain dan lebih
banyak mengkhayal berbicara kacau.
4) Masalah keperawatan : Halusinasi
c. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan : Klien menganut agama Islam dan yakin dengan
agama yang dianutnya dan meyakini Allah yang Selalu memberikan
Pertolongan.

22
2) Kegiatan ibadah : Klien mengatakan rajin pergi beribadah di Masjid
sebelum di rumah sakit, namun setelah dirawat di rumah sakit klien lebih
tekun dan giat lagi untuk mengikuti terapi Agama.

7. Status Mental
a. Penampilan
Klien nampak kotor, bau keringat, gigi kuning, cara berpakaian tidak sesuai,
rambut kusam, kuku hitam dan panjang, gatal-gatal pada kulit badan.
Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri.
b. Pembicaraan
Klien sering bicara diluar dari kenyataan dan selalu mengucapkan kalimat yang
sama berulang-ulang.
Masalah keperawatan : ketidakmampuan klien mengenal realita.
c. Aktivitas motorik
Klien selalu berteriak-teriak agresif, marah dan merasa dirinya adalah orang
yang terkenal di negeri ini.
d. Alam perasaan
Klien mengatakan merasa sedih jika ditanya tentang keluarganya, apalagi jika
klien menceritakan tentang Ayahnyayang sudah meninggal, ekspresi wajah
klien tampak sedih.
e. Afek
Afek klien tajam, klien bisa berespon dengan stimulus yang sedikit.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
f. Interaksi selama wawancara
Kontak mata Klien seperti mencurigai dan sering berbicara diluar logis.
Masalah keperawatan : ketidakmampuan klien dalam BHSP dengan orang lain.
g. Persepsi
Saat Berinteraksi dengan Klien ditemukan Resiko Perubahan Persepsi Sensori ;
Halusinasi.
Masalah keperawatan : Halusinasi

23
h. Proses pikir
Klien menjawab pertanyaan tidak sesuai dengan yang ditanyakan dengan
respon cepat tetapi pembicaraan klien kacau.
i. Isi pikir
Saat berinteraksi dengan klien tidak waham dan obsesi.
Masalah keperawatan : Waham
j. Tingkat kesadaran
Saat wawancara klien tidak sadar, klien mengalami disorientasi waktu, tempat,
dan orang. Klien tidak mampu mengenal waktu (hari ini) saat pagi, siang, sore,
dan malam hari, tempat dimana dia berada sekarang yaitu di rumah sakit
Marzuki Mahdi dan klien tidak mengenal yang merawat dia adalah dokter dan
suster.
Masalah keperawatan : Ketidakmampuan klien mengenal waktu, tempat dan
orang.
k. Memori
Klien tidak dapat mengingat kejadian masa lalu dan hal yang baru-baru terjadi.
Masalah keperawatan : Kehilangan memori
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Saat berinteraksi klien tidak dapat berkonsentrasi dan klien tidak mampu
berhitung sederhana yaitu misalnya menghitung dari angka 1 sampai 10
Masalah keperawatan : Ketidakmampuan berkonsentrasi dan berhitung
m. Kemampuan penilaian
Klien mampu menentukan pilihan dengan baik ketika diberikan pilihan seperti
duluan mana mandi atau makan, klien menjawab mandi dulu karena kalau
mandi akan terasa segar baru makan.
n. Daya tilik diri
Klien tidak menyadari dirinya sakit dan dirawat di rumah sakit Marzuki Mahdi.
Masalah keperawatan : Ketidakmampuan klien mengenal tempat

24
8. Mekanisme Koping
Klien mengatakan jika punya masalah klien memendamnya sendiri dan tidak mau
mengungkapkannya kepada orang lain.
Masalah keperawatan : Koping individu tidak efektif

B. Analisa Data

No. Data Masalah Keperawatan


1. Data subjektif : Ketidakmampuan klien dalam
- Klien mengatakan marah dan mengendalikan emosi dan mekanisme
jengkel kepada orang lain, ingin koping yang tidak baik.
membunuh, dan ingin membakar
atau mengacak-acak
lingkungannya.
Data objektif :
- Klien mengamuk, merusak dan
melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan
pada orang-orang disekitarnya.

2 Data subjektif : Halusinasi, waham kebesaran


- Klien mengungkapkan sesuatu
yang diyakininya (tentang
kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Data objektif :
- Klien bicara tentang kebesaran
yang diyakininya.
- Klien berbicara berulang kali

25
secara berlebihan tetapi tidak
sesuai kenyataan.

3. Data subjektif : Ketidakmampuan klien mengenal diri


- Klien mengatakan saya tidak sendiri.
mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan marah
terhadap diri sendiri.
Data objektif :
- Klien terlihat sering mengamuk,
bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin
mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.

26
C. Pohon Masalah

Kerusakan Komunikasi Verbal (KKV)

Gangguan Proses Pikir :


Waham

Harga Diri Rendah

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul :
1. Gangguan proses pikir : waham
2. Kerusakan komunikasi verbal
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
4. Halusinasi, waham kebesaran
5. Ketidakmampuan klien dalam mengendalikan emosi dan mekanisme koping yang
tidak baik
6. Ketidakmampuan klien mengenal diri sendiri
7. Risiko perilaku kekerasan

E. Rencana Tindakan Keperawatan


Terlampir

27
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan jiwa waham. Waham adalah
keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak
konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi
oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak
ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya (Keliat, 1999). Waham adalah
keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan tetapi dipertahankan dan tidak dapat
dirubah secara logis oleh orang lain, keyakinan ini berasal dari pemikiran klien dimana
sudah kehilangan control (Depkes RI, 1994).
Dalam BAB ini, penulis akan membahas dan membandingkan antara tinjauan teori
dan tinjauan kasus pada Nn.M dengan diagnosa Waham. Fokus pembahasan penulis
berdasarkan pada setiap tahap dalam proses keperawatan yang dimulai dengan tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Pada tinjauan teori dan kasus yang perlu dikaji dari identitas klien adalah
nama, jenis kelamin, pendidikan, umur, status, pekerjaan, alamat, agama,
tanggal masuk rumah sakit, ruangan, kamar klien, dan penanggung jawab
dalam perawatan. Hal ini berguna agar Asuhan Keperawatan yang tepat dapat
dilakukan sesuai dengan individu yang bersangkutan.
b. Riwayat Keperawatan
Pada tinjauan kasus ditemukan bahwa sebelumnya klien telah masuk rumah
sakit jiwa dengan diagnosa Depresi.
c. Pada saat melakukan pengkajian pada klien, tanda dan gejala yang ditemukan
sesuai dengan pada tinjauan teoriis yaitu kliensering berbicara kacau dan diluar
realita. Klien juga menganggap dirinya adalah orang yang terkenal di negeri ini

28
(waham kebesaran). Serta klien cenderung mengamuk dan mengancam akan
melukai dirinya dan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah mendapatkan data dari pengkajian, selanjutnya data tersebut diinterpretasikan
dan dianalisa untuk mengetahui masalah keperawatan yang muncul. Kemudian
penulis menentukan dan menegakkan diagnosa keperawatan utama terhadap
pasien Nn.M. Pada tinjauan kasus, penulis menemukan dua diagnosa keperawatan
yang muncul, yaitu :
a. Perubahan persepsi, waham
b. Resiko tinggi mencederai diri, orag lain dan lingkungan

B. Saran
1. Penulis berharap agar pembaca dapat mengerti tentang Gangguan Jiwa Waham mulai
dari definisi sampai dengan hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam Gangguan
Jiwa Waham.
2. Mahasiswa selaku calon perawat dapat lebih mengenal tentang pembahasan ini, dan
dapat mensosialisasikan kepada masyarakat luas disekitarnya, serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan
3. Penulis berharap agar tenaga kesehatan baik medis maupun paramedik dapat
memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan Gangguan Jiwa Waham
sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan yang seharusnya.

29

Вам также может понравиться