Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH :
NAMA : RIZAL
NIM : P201501043
KELAS : P1 KEPERAWATAN
didalam makalah ini masih banyak kekurangan maupun kesalahan, nya karna saya menyadari
bahwa masi sangat banyak kejanggalan dari makalah yang saya buat ini dan masi sangat jauh
dari kesempurnaan. untuk itu kepada para pembaca harap dapat memberikan masukan atau
koreksi yang sifat nya membangaun demi untuk menyempurnakan makalah ini untuk masa yang
akan datang.
Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat dan menambah luas cakrawala pemikiran
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsure
– unsure fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia
yang berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa tipe iritan primer dimana reaksi non-
allergic terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak
allergic) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak (Arif
Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Prevalensi dari semua bentuk dermatitis adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0.69%,
dermatitis numuler 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,82%. (Marwali, 2000). Di Amerika Serikat,
90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak.
Antigen penyebab utamanya adalah nikel, potassium dikromat dan parafenilendiamin. Konsultasi
ke dokter kulit sebesar 4-7% diakibatkan oleh dermatitis kontak. Dermatitis tangan mengenai 2%
dari populasi dan 20% wanita akan terkena setidaknya sekali seumur hidupnya. Anak-anak
dengan dermatitis kontak 60% akan positif hasil uji tempelnya. Di Skandinavia yang telah lama
memakai uji tempel sebagai standar, maka insiden dermatitis kontaknya lebih tinggi dari pada
Amerika. Dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat
pekerjaan disebut dermatitis kontak alergik akibat kerja (DKAAK) yang mencapai 25% dari
seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK). Dermatitis kontak akibat kerja mencapai 90%
dari dermatitis akibat kerja (DAK) prevalensi DKAAK berbeda-beda di tiap Negara tergantung
macam serta derajat industrialisasi Negara tersebut. Di Eropa insiden juga tinggi seperti Swedia
dermatitis kontak dijumpai pada 48% dari populasinya. Di belanda 6% di Stockholm 8% dan
Bergen 12%. (Iwan Trihapsoro, 2003). Menurut Survei Rumah Tangga dari beberapa Negara
menunjukkan penyakit alergi adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering kenapa pasien
berobat ke dokter keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari semua kunjungan ke
dokter umum dan sekitar 80% dantaranya menunjukkan gangguan berulang yang menjurus pada
kelainan alergi. Penderita alergi di Eropa ada kecenderungan meningkat pesat. Angka kejadian
alergi meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir. Setiap saat 30% orang berkembang menjadi
alergi. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai asma, 6 juta
orang mempunyai Dermatitis (alergi kulit). (Widodo Judarwanto, 2000). Di Indonesia laporan
dari bagian penyakit kulit dan kelamin FK Unsrat Manado dari tahun 1988-1991 dijumpai
insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan
Barat pada tahun 1991-1992 dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di
RS Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993
sebanyak 34,74% dan tahun 1994 sebanyak 40,05%. Dari data kunjungan pasien baru di RS Dr.
Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di poliklinik alergi dengan 1193
pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat
2122 pasien alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam
Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien
(27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan januari hingga juni 2001 terdapat 270 pasien
dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak. (Widodo Judarwanto, 2000).
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti sabun, detergen,
bahan pembersih, dan zat kimia industry serta adanya factor predisposisinya mencakup keadaan
terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan
penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada kulit.
Response inflamasi pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai melalui hipersensitifitas
lambat jenis seluler tipe IV. (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik
adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi
individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang
diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
1.4 Manfaat
1. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Dermatitis Kontak.
2. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Dermatitis Kontak.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Dermis
Dermis atau kutan (cutaneus) merupakan lapisan kulit di bawah epidermis yang
membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit.
Lapisan papilla dermis berada langsung di bawah epidermis dan tersusun terutama dari
sel-sel fibroblast yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen dari
jaringan ikat. Dermis juga tersusun dari permbuluh dara dan limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat dan sebasea. serta akar rambut. Suatu bahan mirip gel, asam hialuronat, di sekresikan
oleh sel-sel jaringan ikat. Bahan ini mengelilingi protein dan menyebabkan kulit menjadi elastis
dan memiliki turgor (tegangan). Pada seluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensorik
dan simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringant dan palit (sebasea). Sel
mast, yang mengeluarkan histamine selama cedera atau peradangan, dan makrofag, yang
memfagositosis sel-sel mati dan mikro-organisme, juga terdapat di dermis.
3. Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis. Lapisan ini terdiri atas lemak dan
jaringan ikat di mana berfungsi untuk memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur
internal seperti otot dan tulang, serta sebagai peredam kejut dan insulator panas. jaringan ini
memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas tubuh
(Guyton,1996).
Lemak yang bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin seseorang, secara parsial
akan menyebabkan perbadaan bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Maka yang berlebihan
akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringa subkutan dan jumlah lemak yang
tertimbun merupakan factor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
4. Rambut
Rambut di bentuk dari keratin melalui proses diferensiasi yang sudah di tentukan
sebelumnya, sel-sel epidermis tertentu akan membentuk folikel-folikel rambut. Folikel rambut
ini disokong oleh matriks kulit dan akan berdiferensiasi menjadi rambut. Kemudian suatu saluran
epitel akan terbentuk, melalui saluran inilah rambut akan keluar ke permukaan tubuh. Sama
seperti sisik, rambut terdiri atas keratin mati dan dibentuk dengan kecepatan tertentu. Sistin dan
metionin, yaitu asam amino yang mengandung sulfur dengan ikatan kovalen yang kuat,
memberikan kekuatan pada rambut.
Pada kulit kepala, kecepatan pertumbuhan rambut biasanya 3 mm perhari.(Price, 1995).
Setiap folikel rambut melewati siklus: pertumbuhan (9rambut anagen), stadium
intermedia(rambut kotagen), dan involusi (rambut tolagen). Stadium anagen pada kulit kepala
dapat bertahan selama kurang lebih 3 tahun, sedangkan stadium tolagen hanya bertahan sekitar 3
bulan saja. Begitu folikel rambut mencapai stadium tolagen, maka rambut akan rontok. Pada
akhirnya foliker rambut akan mengalami regenerasi menjadi stadium anagen dan akan terbentuk
rambut baru. Aktivitas siklus folikel rambut ini satu dengan lainnya tidak saling bergantungan.
Pola mosaic ini mencegah terjadinya kebotakan sementara pada kulit kepala. Bila proses ini
berhenti, maka orang akan tersebut akan mengalami kebotakan permanen.
Sekitar 90% dari 100.000 folikel rambut pada kulit kepala yang normal berada dalam fase
pertumbuhan pada satu saat. Limapuluh hingga 100 lembar rambut kulit kepala akan rontok
setiap harinya (Craven, 2000).
Rambut pada berbagai bagian tubuh memiliki fungsi yang bermacam-macam. Rambut
pada bagian mata (alis dan bulu mata), hidung, dan telinga menyaring debu, binatang kecil, serta
kotoran yang terbawa oleh udara.
Warna rambut di tentukan oleh jumlah melanin yang beragam dalam batang rambut.
Rambut yang berwarna kelabu atau putih mencerminkan tidak adanya pigmen tersebut. Pada
bagian tubuh tertentu, pertumbuhan rambut di kontrol oleh hormon-hormon seks. Contoh yang
paling nyata adalah rambut pada wajah (rambut janggut dan kumis) dan rambut pada bagian
dada, serta punggung yang dikendalikan oleh hormone laki-laki yang dikenal sebagai hormone
androgen.
Kuantitas dan distribusi rambut dapat dipengaruhi oleh kondisi endokrin. Sebagai contoh,
sindrom Cushing menyebabkan hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan, khususnya
pada wanita); hipotiroidisme (tiroid yang kurang aktif) menyebabkan perubahan tekstur rambut.
Pada banyak kasus, kemoterapi dan terapi radiasi pada kanker akan menyebabkanpenipisan
rambut atau pelemahan batang rambut sehingga terjadi alopesia (kerontokan rambut) yang
parsial atau total dari kulit kepala maupun bagian tubuh yang lain.
5. Kuku
Kuku merupakan lempeng keratin mati yang di bentuk oleh sel-sel epidermis matriks
kuku. Matriks kuku terletak dibawah bagian proksimal lempeng kuku dalam dermis. Bagian ini
dapat terlihat sebagai suatu daerah putih yang disebut lunula, yang tertutup oleh lipatan kuku
bagian proksimal dan kutikula. Oleh karena rambut maupun kuku merupakan struktur keratin
yang mati, maka rambut dan kuku tidak mempunyai ujung saraf dan tidak mempunyai aliran
darah. Kuku akan melindungi jari-jari tangan dan kaki dengan menjaga fungsi sensoriknya yang
sangat berkembang, serta meningkatkan fungsi-fungsi halus tertentu seperti fungsi mengangkat
benda-benda kecil.
Pertumbuhan kuku berlangsung terus sepanjang hidup dengan pertumbuhan rata-rata 0,1
mm per hari. Pertumbuhan ini berlangsung lebiih cepad pada kuku jari tangan daripada kuku jari
kaki dan cenderung melambat bersamaan dengan proses penuaan. Pembaruan total kuku jari
tangan memerlukan waktu sekitar 170 hari, sedangkan pembaruan kuku jari kaki membutuhkan
waktu 12 hingga 18 bulan (Smeltzer, 2002).
2.4 Patofisiologi
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti sabun, detergen,
bahan pembersih, dan zat kimia industry serta adanya factor predisposisinya mencakup keadaan
terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan
penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada kulit.
Response inflamasi pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai melalui hipersensitifitas
lambat jenis seluler tipe IV.
a. Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam
beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran
untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya
membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik
akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,
prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan
rperubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada
dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratinosit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga
perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis. Kontak
iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada
mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang.
b. Dermatitis Kontak Alergik
Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui
2 fase yaitu:
1. Fase sensitisasi
Terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan memberi
respons, yang memerlukan 2-3 minggu. Pada fase induksi/fase sensitisasi ini, hapten masuk ke
dalam kulit dan berikatan dengan protein karier membentuk antigen yang lengkap. Antigen ini
ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh makrofag dan sel langerhans. Kemudian memacu
reaksi limfosit T yang belum tersensitisasi di kulit sehingga sensitisasi terjadi pada limfosit T.
melalui saluran limfe, limfosit tersebut bermigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening
regional untuk berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi
secara spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi, sebagian
kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh, menyebabkan keadaan sensitisasi
yang sama di seluruh kulit tubuh.
2. Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten),
hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh
HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen
akan dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe
sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.
Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema
intrasel, biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan.
a. Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin
akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut
diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin), bila kronik berikan salep. Bila basah
berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering
di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis-jenisnya adalah :
1. Kortikosteroid
Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel
Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi
pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini
meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak. Jenis yang dapat diberikan
adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal
dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat
penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari.
Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2. Radiasi ultraviolet
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel
langerhans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi
8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara
imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel
Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan
elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA-
DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi
tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut
percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh
kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. coli, Proteus dan
Candida sp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5. Imunosupresif topical
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981.
Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan
mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik.
SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang
tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-
propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%,
namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti
peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama
efektifnya dengan pemakaian secara oral.
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-
kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah:
1. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin,
SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena.
Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan
hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan
perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi
limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan
IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3. Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4. Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit
dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
5. FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R,
INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin
dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6. Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7. Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan
mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8. SDZ ASM 981
Merupakan derivat askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan
secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin.
2.8 Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah
disebutkan di atas. Program perawatan kulit sebaiknya diikutsertakan dalam program pendidikan,
memuat informasi tentang kulit sehat dan penyakit kulit yang terkait dengan pekerjaan. Juga
pengenalan diri penyakit kulit dan kegunan prosedur perlindungan, sebagai contoh program
perlindungan kulit pada pekerja di “pekerjaan basah”, yaitu mencuci tangan dengan air biasa,
lalu bilas dan keringkan tangan dengan sempurna setelah mencuci, karena kulit yang tidak
dilindungi lebih mudah terkena iritasi, maka disarankan memakai sarung tangan untuk
melindungi kulit terhadap air, kotoran, deterjen, sampo, dan bahan makanan.
Yang juga penting diperhatikan, hindari pemakaian cincin selagi bekerja, karena
dermatitis umumnya dimulai pada jari yang memakai cincin sebagai reaksi terhadap iritan yang
terjebak dibawah cincin. Pemakaian disinfektan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan tempat
kerja. Sebab, umumnya disinfektan bersifat iritan dan turut berperan terhadap perkembangan
menjadi dermatitis kontak di tangan.
Strategi pencegahan meliputi:
a. Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya,
dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
b. Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak
dengan bahan pembersih.
c. Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak
dengan bahan alergen atau iritan.
d. Pekerja dengan usia di atas 40 tahun atau usia lanjut sebaiknya mengurangi kontak dengan
bahan kimia. Karena semakin tua usia kulit menjadi semakin menipis dan kehilangan kelenturan.
Hal ini memudahkan terjadinya dermatitis (Occupational Safety and Health Branch, 2004).
2.9 Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah sindrom pernapasan akut,
gangguan ginjal, Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai terutama staphylococcus
aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien, umur pasien
biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma
sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan dari pengobatan, penanggung jawab
pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas
kesehatan.
Intervensi Rasional
1. Kaji kerusakan jaringan kulit yang
1. Menjadi data dasar untuk memberikan
terjadio pada klien. informasi intervensi perawatan yang akan
di gunakan.
2. Lakukan tindakan peningkatan
2. Untuk menghindari cedera kulit, pasien
integritas kulit. harus di nasehati agar tidak mencubit atau
menggaruk daerah yang sakit.
3. Diet TKTP diperlukan untuk
3. Tingkatkan asupan nutrisi.
meningkatkan asupan dari kebutuhan
pertumbuhan jaringan.
4. Apabila masih belum mencapai dari
kriteria evaluasi 5x24 jam, maka perlu
4. Evaluasi kerusakan jaringan dan
dikaji ulang factor-faktor menghambat
perkembangan pertumbuhan jaringan.
pertumbuhan dan perbaikan dari lesi.
5. Banyak masalah kosmetika pada
hakekatnya semua kelainan malignitas
kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan
kulit kronik.
kosmetik dan preparat tabir surya.
6. Penggunaan anti histamine dapat
mengurangi respon gatal serta
mempercepat proses pemulihan
6. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat anti histamine dan salep
kulit
2. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entrée pada lesi.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan
lunak.
Kriteria Hasil :
1) Lesi akan menutup pada hari ke-7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area
lesi.
2) Leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya
1. Mengidentifikasi kemajuan atau
bula, serta apakah adanya order khus dari tim penyimpangan dari tujuan yang
dokter dalam melakukan perawatan kulit. diharapkan.
2. Berikan petunjuk yang jelas dan rinci
2. Pendidikan pasien yang efektif
kepada pasien mengenai program terapi.
bergantung pada ketrampilan-
keterampilan interpersonal
professional kesehatan dan pada
pemberian instruksi yang jelas yang
diperkuat dengan instruksi tertulis.
penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga
pelayanan yang diberikan baik mutunya.Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah
3.5 Evaluasi
1. Terjadi peningkatan integritas kulit
2. Tidak terjadi infeksi selama perawatan
3. Terpenuhinya informasi kesehatan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsure
– unsure fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia
yang berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa tipe iritan primer dimana reaksi non-
allergic terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak
allergic) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak (Arif
Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti sabun, detergen,
bahan pembersih, dan zat kimia industry serta adanya factor predisposisinya mencakup keadaan
terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan
penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada kulit.
Response inflamasi pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai melalui hipersensitifitas
lambat jenis seluler tipe IV. (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik
adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi
individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang
diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
4.2 Saran
1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk mencegah penularan
dan mempercepat penyembuhan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal
dan mencegah terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Huda A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Huda A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Salemba Medika. Jakarta.