Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

TEORI
A. Proses Berpikir
1. Pengertian Berpikir
Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau
secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi
kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long
term memory.
Jadi, berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item (Khodijah,
2006:117). Sedangkan menurut Drever (Walgito, 1997) berpikir adalah melatih
ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya
masalah. Solso (1998) dalam Khodijah, (2006:117) berpikir adalah sebuah
proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi
informasi dengan interaksi y a n g k o m p l e k s a t r i b u t - a t r i b u t m e n t a l s e p e r t i
penilaian, abstraksi, logika, i majinasi, dan pemecahan masalah. Dari
p e n g e r t i a n t e r s e b u t t a m p a k b a h w a a d a t i g a p a n d a n g a n d a s a r tentang
berpikir, yaitu :
a) berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi dapat
diperkirakan dari perilaku.
b) berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi
pengetahuan dalam sistem kognitif.
c) berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau
diarahkan pada solusi.
Definisi yang paling umum dari be rfikir adalah berkembangn ya ide
d a n k o n s e p di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini
berlangsung melalui proses penjalinan h u b u n g a n a n t a r a b a g i a n - b a g i a n
i n f o r m a s i y a n g t e r s i m p a n d i d a l a m d i r i s e s e o r a n g y a n g berupa pengertian-
perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses
psikologi. Pentingnya proses berpikir dalam pemecahan masalah adalah untuk merangsang
proses belajar dan mengingat dan merespon dalam bentuk pengambilan keputusan,merupakan
proses manajemen kepemimpinan serta menanamkan pola pikir dan teknik pemahaman dan
rangkaian proses belajar, berpikir dan mengingat

1
2. Macam – macam Berpikir
Ada berbagai macam proses berpikir yang dimiliki manusia antara lain :

a) Berpikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari
pengaruh alam sekelilingnya, misalnya penalaran tentang panasnya api yang dapat
membakar jika dikenakan kayu pasti kayu tersebut akan terbakar.
b) Berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan
cermat, misalnya Ada dua hal yang bertentangan penuh tentunya tidak dapat bersatu
pada saat sama dalam satu kesatuan, seperti air dan minyak.
c) Berpikir autistik: contoh berpikir autistik antara lain adalah mengkhayal, fantasi atau
wishful thinking. Dengan berpikir autistik seseorang melarikan diri dari kenyataan,
dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis.
d) Berpikir realistik: berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata,
biasanya disebut dengan nalar (reasoning).

3. Cara Berpikir
Dalam berpikir orang mengolah, mengorganisasikan bagian-bagian dari pengetahuannya,
sehingga pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang tidak teratur menjadi tersusun
merupakan kebulatan-kebulatan yang dapat dikuasai dan dipahami. Dalam hal ini cara
berpikir dibagi menjadi beberapa cara :
a. Berpikir Induktif
Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju
kepada yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu dari berbagai
fenomena, kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan bahwa ciri-ciri/sifat-sifat itu terdapat
pada semua jenis fenomena tadi. Tepat atau tidaknya kesimpulan ( cara berpikir ) yang
diambil secara induktif ini terutama bergantung kepada representatif atau tidaknya sampel
yang diambil yang mewakili fenomena keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang
diambil berarti makin representative dan makin besar pula taraf dapat dipercaya. Taraf
validitas kesimpulan itu masih ditentukan pula oleh obyektivitas dari pengamat.
b. Berpikir Deduktif
Sebaliknya dari berpikir induktif, maka berpikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang
umum menuju kepada yang khusus. Dalam cara berpikir ini, orang bertolak dari suatu teori
ataupun prinsip ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari

2
situ ia menerapknnya kepada penomena-penomena yang khusus,dan mengambil keimulan
khusus yang berlaku bagi penomena tersebut.

c. Berpikir Analogis
Analogi berarti persaman atau perbandingan. Berpikir analogis adalah berpikir dengan jalan
menyamakan atau memperbandingkan penomena-penomena yang biasa/pernah dilami.
Didalam cara berpikir ini,orang beranggapan bahwa kebenaran dari phenomena-penomena
yang pernah dialaminya berlaku pula bagi phenomena yang sekarang. Kesimpulan yang
diambil dari berpikir analogis ini kebenarannya lebih kurang dapat dipercaya. Kebenarannya
ditentukan oleh faktor”kebetulan” dan bukan berdasarkan perhitungan yang tepat dengan
kata lain validitasnya kebenarannya sangat rendah.

4. Proses Berpikir
Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada empat langkah, yaitu :
a. Pembentukan Pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis di bentuk melalui tiga tingkatan,
sebagai berikut :
1) Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah obyek yang sejenis. Obyek tersebut kita
perhatikan unsur - unsurnya satu demi satu. Misalnya kita ambil manusia dari
berbagai bangsa lalu kita analisa ciri-cirinya, contohnya manusia Indonesia, ciri –
cirinya adalah makhluk hidup, berbudi, berkulit sawo matang, berambut hitam, dan
untuk manusia Eropa, ciri-cirinya: mahluk hidup, berbudi, berkulit putih, berambut
pirang atau putih, bermata biru terbuka.
2) Membanding-bandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri – ciri mana yang sama,
mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada mana
yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.
3) Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak hakiki,
menangkap ciri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri - ciri yang hakiki itu ialah:
Makhluk hidup yang berbudi.
b. Pembentukan Pendapat
Yaitu menggabungkan atau memisah beberapa pengertian menjadi suatu tanda yang khas dari
masalah itu. Pendapat dibedakan menjadi tiga macam :
1) Pendapat Afirmatif (positif)yaitu pendapat yang secara tegas menyatakan sesuatu,
misalnya si Fani itu rajin, si Tari itu pandai, dsb.

3
2) Pendapat Negatif
yaitu pendapat yang secara tegas menerangkan tidak adanya sesuatu hal,
misalnya si Ihsan tidak marah, si Roni tidak bodoh, dsb.
3) Pendapat Modalitas (kebarangkalian)
yaitu pendapat yang menerangkan kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat
pada suatu hal, misalnya hari ini mungkin hujan, si Lisna mungkin tidak
datang, dsb.

c. Pembentukan Keputusan
Yaitu menggabung-gabungkan pendapat tersebut. Keputusan adalah hasil perbuatan akal
untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga
macam keputusan, yaitu:
1) Keputusan dari pengalaman-pengalaman, misalnya: kemarin Roni duduk dikursi yang
panjang dimuka ruangan kelas dsb.
2) Keputusan dari tanggapan-tanggapan, misalnya: Kucing kami menggigit seorang
Paman pentol, dsb.
3) Keputusan dari pengertian-pengertian, misalnya: berdusta adalah tidak baik, bunga itu
indah, dsb.
d. Pembentukan kesimpulan
yaitu menarik keputusan dari keputusan-keputusan yang lain.

B. Pemecahan Masalah
1. Pengertian Pemecahan Masalah
Santrock (2005) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan upaya untuk
menemukan cara yang tepat dalam mencapai tujuan ketika tujuan dimaksud belum tercapai
(belum tersedia). Sementara itu, Davidoff (1988) mengemukakan bahwa pemecahan masalah
adalah suatu usaha yang cukup keras yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-
hambatannya. Seseorang yang menghadapi satu tujuan akan menghadapi persoalandan
dengan demikian dia akan terpacu untuk mencapai tujuan itu dengan berbagai cara.
Sedangkan Hunsacker menurut (Lasmahadi, 2005) bahwa pemecahan masalah merupakan
suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang
diperoleh dan hasil yang diinginkan. Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah
adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai mengambil
solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia. Pengambilan keputusan yang tidak tepat

4
akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan. Jadi secara
singkat pemecahan masalah adalah formulasi jawaban baru, keluar dari aplikasi peraturan
yang dipelajari sebelumnya untuk menciptakan solusi/jalan keluar dari sebuah masalah
(problem).

2. Proses Pemecahan Masalah


Wessels (Woolfolk & Nicolich, 2004:321) mengemukakan bahwa dalam memecahkan
masalah, ada empat langkah yang ditempuh, yaitu:
a. Memahami masalah
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memahami secara tepat masalah yang
sedang dihadapi. Untuk memahami masalah, diperlukan representasi situasi akurat tentang
masalah yang sedang dihadapi. Pada tahap ini, individu perlu melakukan diagnosis terhadap
sebuah situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian pada masalah
sebenarnya, bukan pada gejala-gejala yang muncul (Lasmahadi, 2005). Pada beberapa
masalah, perlu digunakan diagram atau notasi tertentu (misalnya x, y, dan z) untuk
mempermudah identifikasi dan pemahaman masalahnya (Kangguru, 2007).
b. Menyeleksi solusi
Setelah menentukan akar masalah yang sedang dihadapi, maka langkah selanjutnya adalah
merencanakan strategi pemecahan yang akan dan mungkin dapat ditempuh. Copi (Woolfolk
& Nicolich, 2004: 324) mengemukakan bahwa salah satu metode yang cukup tepat untuk
diaplikasikan adalah pemikiran analitik (membuat alasan dengan analogi). Metode ini
memberi batas pencarian solusi pada situasi yang memiliki beberapa kesamaan dengan
dengan situasi yang sedang dihadapi.
c. Memutuskan rencana
Tahap ini ditandai dengan pemilihan dan pengaplikasian suatu rencana yang telah diseleksi
dan dianalisis secara matang untuk memecahkan suatu masalah. Memutuskan rencana berarti
individu telah mempertimbangkan semua kemungkinan dari masing-masing solusi yang ada
dan memilih solusi yang dianggap terbaik dari sekian solusi yang ada.
d. Mengevaluasi hasil
Tahapan selanjutnya adalah mengevaluasi hasil yang telah dicapai. Tahap ini meliputi
verifikasi fakta, baik yang menguatkan maupun yang melemahkan pilihan-pilihan yang ada.

5
3. Strategi Pemecahan Masalah
Sebuah persoalan tidak termasuk ke dalam masalah jika persoalan itu dapat diselesaikan
dengan prosedur algoritme tertentu. Untuk pemecahan masalah sesungguhnya, peserta didik
harus menarik sejumlah kecakapan dan pengetahuan mereka sebelumnya, kemudian
memadukan itu semua dalam suatu cara baru untuk tiba pada suatu penyelesaian.
Untuk itu, diperlukan berbagai strategi yang dapat membantu mereka dalam memecahkan
masalah. Dari banyak deskripsi mengenai strategi-strategi pemecahan masalah, beberapa
yang terkenal adalah seperti yang dikemukakan oleh Polya dan Pasmep (dalam Shadiq,
2004). Strategi-strategi tersebut diantaranya adalah: Mencoba nilai-nilai atau kasus-kasus
yang khusus; Menggunakan diagram; Mencobakan pada soal yang lebih sederhana; Membuat
tabel; Memecah tujuan; Memperhitungkan setiap kemungkinan; Berfikit logis; Menemukan
pola; Bergerak dari belakang.
Selain strategi di atas, Stepelman dan Posamentier (1981) mengemukakan beberapa strategi
lagi sebagai tambahan, yaitu; menggunakan komputer, melakukan aproksimasi, menentukan
syarat cukup dan syarat perlu, menentukan karakteristik dari objek, membuat gambar, dan
mengumpulkan data. Dalam memecahkan suatu masalah, tentunya tidak menggunakan semua
strategi di atas sekaligus, akan tetapi dipilih sesuai dengan kondisi masalah.

C. Proses Berpikir dan Pemecahan Masalah secara Kreatif


Unsur kreatif diperlukan dalam proses berpikir untuk menyelesaikan masalah.Semakin kreatif
seseorang, semakin banyak alternatif penyelesaiannya. Berpikir merupakan instrumen psikis
yang paling penting. Dengan berpikir, kita dapat lebih mudah mengatasi berbagai masalah
hidup. Dalam proses mengatasi suatu masalah, kita sering berpikir dengan cara berbeda-beda.
Para psikolog dan ahli logika mengenal beberapa cara berpikir. Namun, tidak semua efektif
bagi setiap masalah. Berpikir kreatif merupakan suatu cara yang dianjurkan. Dengan cara itu
seseorang akan mampu melihat persoalan dari banyak perspektif. Pasalnya, seorang pemikir
kreatif akan menghasilkan lebih banyak alternatif penyelesaian masalah. Aplikasi metode
pemecahan masalah secara kreatif lahir dari satu bentuk pemikiran (mindset) yang menerobos
kelaziman paradigma tertentu.

6
Teknik Berpikir dan Pemecahan Masalah secara Kreatif
Dalam proses berpikir kreatif untuk memecahkan suatu masalah, ada beberapa tahapan yang
dilalui, yaitu (Admin, 2007) :
a. Tahap persiapan
Dalam masa persiapan, seorang pemikir atau kreator memformulasikan masalahnya dan fakta
dan data yang dibutuhkan untuk memecahan masalah. Kadang-kadang meski telah lama
berkonsentrasi, pemecahan masalah belum muncul juga ke dalam bunaknya.
b. Tahap inkubasi
Jika pemikir kemudian mengalihkan perhatian dari persoalan yang sedang dihadapinya
tersebut berarti ia telah memasuki tahap inkubasi. Pada tahap ini, ide-ide yang mencampuri
dan mengganggu cenderung menghilang. Sementara itu, pemikir mendapat pengalaman baru.
Pengalaman tersebut dapat menambah kunci bagi pemecahan masalah.
c. Tahap iluminasi
Pada periode ini, pemikir mengalami insight atau misalnya “Aha!”. Seketika cara pemecahan
masalah muncul dengan sendirinya.
d. Tahap evaluasi
Evaluasi terjadi setelah muncul pemecahan masalah, tujuannya adalah untuk menilai apakah
pemecahan masalah tersebut sudah tepat. Seringkali pemecahan masalah yang muncul tidak
tepat, sehingga pemikir harus mulai lagi dari awal pentahapan.
e. Tahap revisi
Tahap ini ditempuh bila cara pemecahan masalah tersebut belum tepat atau mungkin masih
memerlukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan pada beberapa aspek agar pemecahan
masalah menjadi lebih tepat dan efektif.
Namun disisi lain Treffinger (Munandar, 1995:213) mengemukakan bahwa teknik kreatif
dalam pemecahan masalah dikelompokkan dalam tiga tingkatan model belajar kreatif. Teknik
pertama dimulai dengan memberikan pemanasan (warming up), kemudian dilanjutkan
dengan teknik sumbang saran (brainstorming). Teknik kedua yaitu teknik synecitics dan
futuristics. Sedangkan teknik ketiga adalah teknik pemecahan masalah (solve the problem)
secara kreatif dengan metode Parnes dan metode Shallcross.

7
1. Teknik kreatif tingkat pertama

a. Pemanasan (warming up session)

Upaya pemecahan masalah secara kreatif membutuhkan langkah pendahuluan (pre-session)


sebagai persiapan pada penetrasi lanjutan. Untuk menumbuhkan iklim atau suasana kreatif
dalam kelas yang memungkinkan siswa untuk lebih tenang, merasakan kebebasan, serta
adanya perasaan aman dalam mengungkap pikiran dan perasaannya, guru atau pendidik
dianjurkan melakukan “pemanasan”, misalnya siswa yang sebelumnya dituntut untuk
mengerjakan berbagai tugas yang terstruktur, maka siswa memerlukan switch (pengalihan)
mental dari proses pemikiran reproduktif dan konvergen ke proses pemikiran divergen dan
imajinatif (Munandar, 1995).
Gagasan untuk mengajak siswa untuk sejenak beralih ke masalah yang lebih imajinatif dan
eksploratif merupakan suatu bentuk upaya eksklusif untuk menstimulasi kreatifitas siswa
dalam menjawab suatu pertanyaan yang memberi kemungkinan banyak jawaban. Sasaran
akhirnya adalah mencoba membuka cakrawala siswa dalam melihat suatu masalah; mengajak
siswa melihat suatu hal atau masalah dari berbagai perspektif.
Pemanasan dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan terbuka (opened
questions) yang dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu (curiosity) siswa. Cara lain
yang dapat ditempuh adalah mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah, misalnya
pertanyaan mengenai penyebab seringnya terjadi perkelahian antar siswa di sekolah
(Munandar, 1995).

b. Sumbang saran (brainstorming)


Teknik sumbang saran merupakan teknik yang dikembangkan oleh Alex F. Osborn, yaitu
suatu teknik yang untuk meningkatkan gagasan jika diajarkan dan diterapkan dengan tepat
(Shallcross, dalam Munandar, 1995:214; Admin, 2007). Brainstorming merupakan teknik
pemecahan masalah yang menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan
dan kritik. Kegiatan tersebut mendorong timbulnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang
menyimpang, liar, dan berani, dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan
gagasan yang baik dan kreatif. Teknik ini cenderung menghasilkan gagasan baru yang
orisinal untuk menambah jumlah gagasan konvensional yang ada (Sulistiati, 2007). Osborn
(Munandar, 1995:214) menentukan empat aturan dasar dalam teknik sumbang sarang, yaitu:

8
1) Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan
Asas pertama dari konsep berpikir divergen adalah meniadakan sensor untuk kurun waktu
tertentu, karena hal tersebut dampak menghambat kelancaran proses asosiasi (Admin, 2007).
Hal ini dimaksudkan pula untuk mencegah terhambatnya sintesis gagasan atau pemikiran
yang muncul dari benak setiap individu yang melakukan sumbang saran. Selain itu, kritik
yang diberikan terlalu cepat kepada setiap gagasan yang muncul dapat menghambat
kreatifitas karena kesempatan bagi munculnya gagasan lain menjadi berkurang. Individu pun
akan lebih selektif dalam mensintesis suatu gagasan, sehingga jumlah gagasan yang muncul
menjadi berkurang.
2) Kebebasan dalam memberikan gagasan
Diperlukan iklim tertentu agar seseorang merasa bebas dan nyaman dalam mensintesis suatu
gagasan. Apresiasi terhadap individu lain merupakan hal yang sangat penting, terutama
ketika individu yang bersangkutan mengungkapkan suatu gagasan.
3) Gagasan sebanyak mungkin
Dalam konteks ini, dikenal asas (quantity breeds quality), yaitu semakin banyak gagasan
yang dimunculkan, maka semakin besar kemungkinan adanya gagasan yang berkualitas dan
efektif dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Munandar (Admin, 2007)
mengemukakan bahwa gagasan yang baik biasanya muncul bukan pada saat-saat awal dalam
tahap pemberian gagasan. Dengan demikian, ada kesempatan bagi pikiran kita untuk
mengembara, mencari kemungkinan gagasan lebih jauh untuk memunculkan gagasan orisinal
dan kreatif.
4) Kombinasi dan peningkatan gagasan
Dalam teknik sumbang saran gagasan yang muncul dari satu individu tidak jarang merupakan
penjabaran atau pengembangan dari gagasan individu lainnya. Dengan demikian, teknik
sumbang saran memberikan peluang yang lebih besar bagi munculnya gagasan-gagasan
terbaik.
Teknik sumbang saran dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu:
1) Pertama-tama, salah seorang dari anggota kelompok dipilih menjadi ketua kelompok
yang bertugas mengemukakan atau memaparkan masalah, memimpin sidang, dan
mengawasi bahwa semua anggota akan mendapat giliran untuk memberikan
pendapatnya serta memastikan tidak adanya kritik.
2) Tahap selanjutnya adalah membagikan kepada anggota daftar sumbang saran yang
telah diberikan oleh para anggota. Anggota diminta untuk menambahkan ide-ide baru
jika masih ada atau saran-saran untuk implementasi solusi.

9
3) Daftar ide-ide yang telah dihasilkan kemudian dievaluasi (appraisal for ideas). Tahap
evaluasi ini dapat dilakukan bersama-sama atau diserahkan pada beberapa anggota
saja (Admin, 2007).
c. Pertanyaan yang memacu gagasan

Teknik ini dikenal dengan istilah daftar periksa (checklist) yang dikembangkan oleh Alex
Osborn untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas gagasan. Pertanyaan-pertanyaan yang
berupa kata kerja “manipulatif” akan membantu individu dalam mengembangkan gagasan
kreatif melalui proses asosiasi dan memanipulasi informasi dan gagasan untuk menghasilkan
ide yang orisinil (Munandar, 1995:217).

2. Teknik kreatif tingkat kedua

a. Synectics (sinektik)

Teknik sinektik dikembangkan oleh Willian J. J. Gordon dan merupakan teknik yang
menggunakan analogi dan metafora (kiasan) untuk membantu individu menganalisis masalah
dan melihat suatu masalah dari berbagai perspektif (Feldhusen & Treffinger, dalam
Munandar, 1995:219; Sulistiyati, 2007). Sinektik dimaksudkan untuk menghentikan
kebiasaan lama serta gagasan usang dan untuk memperkenalkan suasana rileks ke dalam
proses penggalian ide. Proses sinektik mencoba membuat sesuatu yang “asing” menjadi
“akrab”, begitupun sebaliknya (Sulistiyati, 2007).
Ada tiga jenis analogi yang diaplikasikan dalam sinektik, yaitu analogi fantasi, analogi
langsung, dan analogi pribadi. Analogi yang yaitu analogi yang memungkinkan individu
mencari pemecahan (solusi) yang ideal terhadap suatu masalah meskipun sepintas solusi
tersebut terlihat aneh dan melanggar kelaziman. Analogi langsung merupakan bentuk analogi
antara satu masalah dengan masalah lain yang linier dalam kehidupan nyata. Analogi pribadi
merupakan bentuk analogi yang menuntut individu untuk menempatkan dirinya (memainkan
peran) dalam masalah yang sedang dihadapi (Munandar, 1995). Teknik sinektik merupakan
cara yang menyenangkan dan efektif untuk melibatkan siswa dalam diskusi yang elaboratif
dan imajinatif yang menghasilkan pemecahan masalah yang tidak lazim namun aplikatif.
Setiap topik dari permasalahan dapat dibahas dalam diskusi kelompok kecil maupun
kelompok besar. Melalui sinektik, siswa dapat belajar strategi yang bermakna untuk
memecahkan masalah (Munandar, 1995).

10
b. Futuristics

Futuristics (futuristik) merupakan teknik kreatif yang membantu individu (siswa)


meningkatkan dan mengaplikasikan segenap potensi dan kemampuannya untuk mencipta
masa depan (Munandar, 1995:221). Toffler (Munandar, 1995:221) mengemukakan bahwa
siswa perlu dibantu dalam mengasosiasikan perubahan yang akan terjadi di dunia dengan
perubahan dalam kehidupan mereka sendiri. Toffler menemukan bahwa siswa sekolah
menengah dengan segera dapat menemukenali berbagai perubahan yang akan terjadi di masa
depan (forecast). Akan tetapi, bila siswa-siswa tersebut diminta mendaftar tujuh peristiwa
yang mungkin terjadi pada mereka di masa depan, jawaban yang diberikan tidak
menunjukkan indikasi kehidupan yang berubah. Lebih lanjut, Toffler melaporkan adanya
kesenjangan antara pengamatan siswa tentang perubahan cepat di dalam lingkungan dan
pemahaman bahwa perubahan tersebut berdampak secara signifikan terhadap kehidupan
pribadi mereka.
Pendekatan dalam menggunakan futuristik dengan siswa berbakat agak berbeda dari yang
digunakan kebanyakan guru di dalam kelas biasa. Dalam mengajar futuristik, dipandang
suatu falsafah mengajar yang futuristik, yaitu pengajaran yang tidak hanya berorientasi
kekinian, tetapi juga beorientasi masa depan. Falsafah demikian dimaksudkan untuk
meningkatkan pembelajaran pada semua mata pelajaran maupun segala bidang dalam
kehidupan sehari-hari (Munandar, 1995:221). Sisk (Munandar, 1995:221) mengemukakan
bahwa salah satu cara untuk menggambarkan proses penyerapan unsur pembelajaran
futuristik secara menyeluruh adalah dengan membayangkan “garis waktu”. Garis waktu
berfungsi untuk menemukenali asosiasi antara informasi masa lalu, masa kini, dan masa akan
datang.
Munandar (2000:222) mengemukakan bahwa tujuan khusus pengajaran dengan filosofi
futuristik adalah:

1) Memberikan siswa paradigma (cara pikir dan cara pandang) tentang masa depan yang
lebih komprehensif.
2) Membekali siswa dengan keterampilan dan konsep yang perlu untuk memahami
kompleksitas berbagai sistem.
3) Membantu siswa dalam menemukenali dan memahami secara massif masalah-
masalah utama yang muncul di masa yang akan datang.
4) Membantu siswa memahami perubahan dan bagaimana menghadapinya.

11
Lebih lanjut, Munandar (2000:223) mengemukakan bahwa ada beberapa keterampilan yang
dapat digunakan pada teknik futuristik, yaitu:

1) Menulis senario

Menulis senario merupakan salah satu cara merangsang potensi dan kemampuan siswa
berbakat dalam berpikir dan menganalisis melalui suatu pengantar senario.

2) Roda masa depan (future wheels)

Future wheels dikembangkan oleh Jerry Glenn, yaitu mengidentifikasi suatu kecenderungan
yang ada dan/atau yang akan timbul dan menempatkan kecenderungan tersebut di pusat
kemudian mengidentifikasi hubungan sebab akibat dari kecenderung-kecenderungan tersebut.

3) Trending (prediksi)

Trending merupakan upaya melihat kecenderungan-kecenderungan yang mungkin terjadi;


sebagai kelanjutan atau pengembangan dari teknik roda masa depan (future wheels).
Trending menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut:

a) Bilamana kecenderungan itu mulai nampak?


b) Terhadap siapa kecenderungan ini mempunyai dampak positif?
c) Terhadap siapa kecenderungan ini mempunyai dampak negatif?
d) Apakah kecenderungan ini berinteraksi dengan kecenderungan lainnya? Jika ya,
kecenderungan mana?
e) Jika kita ingin meningkatkan kecenderungan tersebut, bagaimana melakukannya?
f) Jika kita ingin memperlambat atau menghentikan kecenderungan tersebut, bagaimana
melakukannya?

3. Teknik kreatif tingkat ketiga


a. Pemecahan masalah secara kreatif
Pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving Processes) dikembangkan oleh
Parnes, Presiden dari Creative Problem Solving Foundation (CPS). Proses ini mencakup lima
tahapan, yaitu menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan
solusi, dan menemukan penerimaan (Munandar, 1995:225).
1) Tahap menemukan fakta
Tahap menemukan fakta merupakan tahap mendaftar semua fakta yang diketahui mengenai
masalah yang ingin dipecahkan dan menemukan data baru yang diperlukan.
2) Tahap menemukan masalah

12
Tahapan ini merupakan tahap dimana individu merumuskan masalah melalui pertanyaan-
pertanyaan simplistik tertentu, misalnya “Dengan cara apa saya harus mengatasinya?”.
Dengan demikian, individu dapat mengembangkan masalahnya dengan mengidentifikasi sub-
sub masalah, sehingga masalah dapat dirumuskan kembali.
3) Tahap menemukan gagasan
Tahap dimana individu berupaya mengembangkan gagasan pemecah masalah sebanyak
mungkin.
4) Tahap menemukan solusi
Gagasan yang dihasilkan pada tahap sebelumnya diseleksi berdasar kriteria evaluasi yang
berpautan dengan masalah yang dihadapi. Masing-masing gagasan dinilai berdasar kriteria
yang telah ditentunkan.
5) Tahap menemukan penerimaan
Menyusun rencana tindakan agar pihak yang mengambil keputusan dapat menerima gagasan
tersebut dan melaksanakannya (Munandar, 1995:225). Dalam upaya menerapkan berbagai
solusi terhadap suatu masalah, seseorang perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan
terjadinya resistensi dari orang-orang yang mungkin terkena dampak dari penerapan tersebut.
Hampir pada semua perubahan, terjadi resistensi, karena itulah seorang yang piawai dalam
melakukan pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan
meningkatkan kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh orang-
orang yang terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang
bersangkutan (Whetten & Cameron, dalam Lasmahadi, 2005)

b. Proses lima tahap (Shallcross)


Shallcross (Munandar, 1995:228) membedakan antara primary creativity dan secondary
process of creativity. Kreatifitas primer adalah proses pemecahan masalah secara alamiah
oleh pikiran individu karena individu tersebut tidak menyadari terjadinya suatu proses dalam
dirinya, sedangkan pada kreatifitas sekunder ada peningkatan kesadaran dalam pemecahan
masalah yang berlangsung dengan tahapan-tahapan tertentu secara gradual. Tahapan
pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Shallcross meliputi (Munandar, 1995:228):

13
1) Tahap orientasi
Pada tahap orientasi, masalah dirumuskan ke dalam proposisi tertentu yang lebih
komprehensif. Masalah dijabarkan dengan menulis suatu paragraf yang melukiskan
bagaimana pikiran dan perasaan seseorang mengenai permasalahan tersebut.
2) Tahap persiapan
Pada tahap ini, individu menghimpun semua fakta yang sudah diketahui mengenai
masalahnya dan menanyakan semua fakta yang belum diketahui. Fakta yang dihimpun
berupa semua informasi faktual yang sudah diperoleh dan masih perlu untuk diperoleh. Fakta
tersebut dihimpun berdasar pertanyaan yang runut mengenai masalah yang sedang dihadapi.
3) Tahap penggagasan
Pada tahap ini, individu menerapkan konsep berpikir divergen untuk menghasilkan gagasan-
gagasan sementara dalam rangka pemecahan masalah.
4) Tahap penilaian
Pada tahap ini digunakan konsep berpikir konvergen, yaitu memverifikasi dan menyeleksi
gagasan-gagasan terbaik untuk diaplikasikan. Dalam tahap ini, setiap gagasan harus
dipertimbangkan secara objektif mengenai kelebihan dan kekurangan serta kelayakannya
masing-masing.
5) Tahap pelaksanaan
Solusi yang telah ditetapkan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan sebelumnya.
Pelaksanaan disini dapat lebih fleksibel, tergantung pada resistensi dan akseptabilitasnya
terhadap masalah yang dihadapi.

14
BAB II
KASUS

Didalam suatu sekolah yang bernama SDN 150488 BATAM, terdapat satu kelas yang
memiliki banyak anak muridnya/siswanya, yaitu anak kelas IV C. Pada kelas ini, terdapat
siswa/siswi sebanyak 40 orang, padahal rata – rata yang mengisi ruangan di setiap kelas lain
sebanyak 25 orang. Di kelas IV C ini yang berjumlah 40 orang terdiri dari 25 siswa
perempuan dan 15 siswa laki-laki, diantara ke 40 orang anak kelas IV C itu, ada seorang anak
yang sangat lain dari anak–anak yang lain seumurannya di dalam kelas tersebut. Mengapa
saya mengatakan demikian? karena sifatnya sangat kompleks, Anak ini sulit memahami,
nakal, malas, Kurang motivasi dalam belajar, Sulit memperhatikan, Daya ingat yang lemah,
Berfikir lambat, suka membolos, dan suka tidur di setiap jam pelajaran.
Terbukti pada ujian semester yang setiap 6 bulan sekali dilaksanakan, anak ini selalu
termenung/tidak ada semangat saat lembaran soal tersebut di letakkan di atas mejanya, dan
setelah ujian semester dilakukan untuk setiap mata pelajaran, keluarlah hasil ujian/tes
tersebut, lagi – lagi terbukti, nilainyalah yang paling rendah. Mengapa hal itu terjadi? karena,
di setiap pertemuan dalam proses belajar mengajar anak ini selalu melakukan hal – hal yang
jarang dilakukan oleh anak – anak yang seumurannya, seperti : sulit memahami, nakal,
malas, Kurang motivasi dalam belajar, Sulit memperhatikan, Daya ingat yang lemah, Berfikir
lambat, suka membolos, dan suka tidur di setiap jam pelajaran.

Anak yang dibahas pada kasus ini bernama Andi Crhistian, siswa dari SDN 150488
BATAM, duduk di kelas IV C, dan berumur 10 tahun. Perlu kita ketahui bahwa, anak – anak
seumuran ini masih baik perilakunya, sifatnya, pemikirannya, dan juga proses berfikirnya.

15
BAB III
PEMBAHASAN

Dalam kasus yang dialami Andi Chiristian terlihat jelas bahwa Andi kurang mendapatkan
perhatian dari kedua orangtuanya dan kemungkinan orangtuanya juga menunjukkan sikap
yang tidak baik ditiru oleh Andi seperti yang saat ini lakukan di ruangan kelasnya.

Menurut Solso(1998) dalam Khodijah,(2006:117), ”Berpikir adalah sebuah proses dimana


representasi mental baru dibentuk melalui transformasi dengan interaksi yang kompleks
atribut – atribut mental seperti penilian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.

Dalam kasus ini teori proses berpikir sangatlah penting, karena dengan teori ini proses
berpikir kita yang dulunya kurang baik menjadi dapat lebih baik. Meningkatkan proses
berpikir yang lebih baik dapat dilakukan jika ada juga pendukung dibalik proses berpikir kita,
contohnya lingkungan, keluarga, dan teman dekat kita.

Dalam kasus Andi Christian dapat dihubungkan dengan Proses Berpikir Alamiah. Berpikir
alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam
sekelilingnya. Dalam kasus ini Andi merupakan adalah korban proses berpikir alamiah,
dimana Andi terpengaruh atas kebiasaan sehari-hari yang dilakukan oleh kedua oraangtuanya
dan terpengaruh juga dengan lingkungannya. Orang tuanya terlalu membebaskan Andi
bergaul dengan siapapun dengan kondisi umur yang masih gampang terpengaruh oleh
keadaan sekitar. Orangtua Andi juga tidak menunjukkan perilaku yang baik kepadanya.

Dalam kasus ini orangtua Andi harus lebih memberikan perhatian lebih kepadanya, dan
bisa merubah pola berpikir Andi yang dulunya selalu malas-malasan, nakal, kurang motivasi
dalam belajar, sulit memperhatikan, daya ingat yang lemah, berpikir lambat, suka membolos,
dan suka tidur di setiap jam pelajaran.

Untuk memperbaiki proses berpikir Andi dapat dihubungkan dengan pokok-pokok proses
berpikir yang ketiga yaitu: Pembentukan Keputusan, yaitu menggabung-gabungkan
pendapat tersebut. Keputusan adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru
berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu:

1) Keputusan dari pengalaman-pengalaman, misalnya: kemarin Roni duduk dikursi yang


panjang dimuka ruangan kelas, dsb.

16
2) Keputusan dari tanggapan-tanggapan, misalnya: Kucing kami menggigit seorang
Paman pentol, dsb.
3) Keputusan dari pengertian-pengertian, misalnya: berdusta adalah tidak baik, bunga itu
indah, dsb.
Yang paling utama ikut serta untuk membangun atau memperbaiki proses berpikir Andi
adalah orangtuanya sendiri, dengan 3 jenis pembentukan diatas. Pembentukan keputusan
yang dilakukan orangtua Andi berupa keputusan yang tegas supaya pengalaman buruk yang
dialami oleh Andi tidak terulang lagi, dan diberikan keputusan berupa tanggapaan dan
perilaku dimana orangtua tidak hanya menasihati melainkan menerapkan keputusan-
keputusan yang dibuatnya dengan memberikan contoh-contoh baik untuk memperbaharui
sikap buruk Andi selama ini.

17

Вам также может понравиться