Вы находитесь на странице: 1из 15

Tugas SP:

MANAJEMEN PROYEK DAN METODE


KONSTRUKSI

DI SUSUN OLEH :

DEDE WENAS
E1A1 13 007

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
Soal :

1. Pemahaman tentang Angka Koefisien dalam perhitungan RAB dan


berikan contohnya?

2. Pemahaman tentang Metode CPM,PDM,MS Proyek dan berikan


contohnya?

To: 1. Dede Wenas

2. Muh. Fadli
1) Koefisien analisa harga satuan adalah angka – angka jumlah kebutuhan bahan
maupun tenaga yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan dalam satu
satuan tertentu. koefisien analisa harga satuan berfungsi sebagai pedoman awal
perhitungan rencana anggaran biaya bangunan, kondisi tersebut membuat
koefisien analisa harga satuan menjadi kunci menghitung dengan tepat perkiraan
anggaran biaya bangunan.

Contoh koefisien analisa harga satuan bangunan

misalnya untuk 1 m2 pekerjaan plesteran dinding koefisien analisa harga satuanya


adalah sebagai berikut:

Analisa untuk 1 m2 pekerjaan plesteran 1 pc : 4 ps adalah koefisien analisa bahan

0.2170 zak semen


0.02830 m3 pasir pasang

koefisien analisa tenaga

0.0125 hari mandor


0.0200 hari kepala tukang
0.2000 hari tukang batu
0.2500 hari pekerja
angka – angka diatas merupakan koefisien analisa harga satuan yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan 1m2 pekerjaan plesteran membutuhkan 0.2170 zak semen,
sehingga jika kita akan mengerjakan 100 m2 pekerjaan plesteran maka kita harus
membeli atau menyediakan semen sebanyak 0.2170 x 100 = 21,70 zak.

begitu juga dengan kebutuhan tenaga sesuai koefisien analisa harga satuan diatas
untuk menyelesaikan 1m2 pekerjaan plesteran diperlukan 0.20 hari tukang batu,
maka untuk menyelesakan 100 m2 plesteran dibutuhkan 0.20 x 100 = 20 hari
kerja untuk satu tukang, nah jika kita ingin menyelesaikan pekerjaan plesteran
tersebut dalam waktu 5 hari maka diperlukan tukang batu sebanyak 20 hari : 5 = 4
tukang batu.

Cara menghitung kebutuhan pasir dan semen


Pekerjaan bangunan dengan konstruksi beton bertulang membutuhkan material
pasir dan semen sebagai bahan utama, selain itu pekerjaan pasangan dinding batu
bata juga memerlukan kedua buah material ini. Semen berfungsi sebagai bahan
pengikat pasir sehingga tercipta adukan beton yang dapat mengeras menjadi batu,
semen yang sudah dicampur air dapat melekatkan bahan bangunan disekitarnya.

Disini kita buat perhitungan pada salah satu pekerjaan bangunan yang sering
dilaksanakan yaitu pasangan dinding batu bata. Untuk dapat menghitung
kebutuhan pasir dan semen kita perlukan data luas pasangan batu bata dan
koefisien analisa harga satuan yang cara mencarinya sudah kita bahas pada artikel
sebelumnya berjudul “Cara menghitung koefisien analisa harga satuan
bangunan“, Misalnya kita buat contoh seperti ini

Pemasangan dinding batu bata 6 m x 3 m maka luasnya adalah 6 x 3 = 18 m2


Kita cari data analisa harga satuan pekerjaan pasangan batu bata per m2
Analisa kebutuhan bahan pada pasangan dinding batu bata dengan perbandingan
adukan 1 semen : 5 pasir dalam 1 m2

SNI 6897:2008 No.6.10 : Memasang 1 m2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x


22) cm tebal ½ bata, campuran spesi 1 PC : 5 PP

9,68 kg semen
0,045 m3 pasir pasang
70 bh batu bata
Data diatas hanya sebagai contoh yang nilai koefisienya dapat berbeda-beda
sesuai standar perhitungan yang digunakan seperti SNI atau RAB rahasia masing-
masing perusahaan.

Cara menghitung kebutuhan pasir

pasir

Dari data analisa harga satuan diatas dapat kita ketahui bahwa untuk
melaksanakan pasangan batu bata seluas 1 m2 membutuhkan pasir sebanyak 0,05
m3 per m2, pasangan batu bata yang kita kerjakan seluas 18m2.

Jadi total kebutuhan pasir = 0,045 m3/m2 x 18 m2 = 0,81 m3

Jika kita hendak membeli ke toko bangunan dalam satuan truck colt kapasitas 1
m3 maka dapat kita hitung jumlah pasir yang harus dibeli yaitu 0,81 m3 : 1 m3 =
0,81 truck colt

Jadi kebutuhan pasir adalah 0,81 m3 atau 0,81 truck colt, Nah.. berdasarkan
perhitungan tersebut maka kita bisa membeli pasir sebanyak satu Colt.

Cara menghitung kebutuhan semen

Pada Prinsipnya cara perhitungan sama dengan waktu mencari jumlah pasir yaitu
koefisien analisa harga satuan semen pada pasangan dinding batu bata per m2
dikalikan volume luas dinding yang akan dipasang yaitu

Kebutuhan semen = 9,68 kg /m2 x 18 m2 = 174,24 kg

Jadi kebutuhan semen dalam satuan zak jika isi per kantong 50 kg maka
dibutuhkan 174,24 kg : 50kg = 3,4848 zak.

Jadi untuk dapat menghitung kebutuhan pasir dan semen dibutuhkan dua data
penting yaitu koefisien analisa harga satuan dan volume pekerjaan, kecuali jika
sudah mempunyai pengalaman berulang-ulang sehingga dapat memperkirakan
dilapangan misalnya untuk memasang batu bata seluas sekian biasanya
membutuhkan sekian zak semen, namun untuk laporan tertulis tetap lebih teliti
jika menggunakan koefisien analisa harga satuan bangunan untuk mencari
kebutuhan material.

Begitulah kurang lebih cara menghitung kebutuhan pasir dan semen


menggunakan koefisien analisa harga satuan, begitu juga dengan kebutuhan batu
bata langsung dapat dicari dengan mengalikan 70 bh/m2 x 18 m2 = 1260 bh. cara
lain yang banyak digunakan oleh pemborong yaitu berdasarkan pengalaman
dalam mengerjakan suatu pekerjaan, pengalaman melaksanaan pekerjaan ini akan
lebih tepat jika dijadikan sebagai pedoman dalam membuat analisa harga satuan,
analisa ini biasanya menjadi rahasia masing-masing kontraktor dalam
menentukan harga borongan sehingga bisa dikatakan sebagai kunci daya saing
pemborong

Cara mencari koefisien analisa harga satuan rencana anggaran biaya bangunan ?

untuk mencari koefisien analisa harga satuan di indonesia bisa dlakukan dengan
berbagai macam cara, diantaranya adalah:

Melihat buku Analisa BOW


Koefisien analisa harga satuan BOW ini berasal dari penelitian zaman belanda
dahulu, untuk sekarang ini sudah jarang digunakan karena adanya pembengkakan
biaya pada koefisien tenaga.

Melihat Standar Nasional Indonesia ( SNI )


standar nasional ( SNI ) ini di keluarkan resmi oleh badan standarisasi nasional,
dikeluarkan secara berkala sehigga SNI tahun terbaru merupakan revisi edisi SNI
sebelumya. untuk memudahkan mengetahui edisi yang terbaru, SNI ini diberi
nama sesuai tahun terbitnya misal : SNI 1998, SNI 2002 , SNI 2007.

Melihat standar perusahaan


pada perusahaan tertentu menerbitkan koefisien analisa harga satuan tersendiri
sebagai pedoman kerja karyawan, koefisien analisa harga satuan perusahaan ini
biasanya merupakan rahasia perusahaan.

Pengamatan dan penelitian langsung dilapangan.


Cara ini cukup merepotkan dan membutuhkan cukup banyak waktu, tapi hasilnya
akan mendekati ketepatan karena diambil langsung dari pengalaman kita
dilapangan, caranya dengan meneliti kebutuhan bahan, waktu dan tenaga pada
suatu pekerjaan yang sedang dilaksanakan.

Melihat standar Harga satuan


Harga satuan ini dikeluarkan per wilayah oleh pemerintah indonesia maupun
standar perusahaan masing – masing, jika kita menggunakan harga satuan ini
maka kita tidak memerlukan koefisien analisa harga satuan karena untuk
menghitung rencana anggaran biaya kita hanya perlu mengalikan volume
pekerjaan dengan harga satuan.
2) Metode CPM dan PDM dalam Manajemen Proyek

a) Metode CPM

Pengertian Critical Path Method

Critical Path Method (CPM) adalah teknik menganalisis jaringan


kegiatan/aktivitas-aktivitas ketika menjalankan proyek dalam rangka
memprediksi durasi total.

Critical path sebuah proyek adalah deretan aktivitas yang menentukan


waktu tercepat yang mungkin agar proyek dapat diselesaikan.

Critical path adalah jalur terpanjang dalam network diagram dan


mempunyai kesalahan paling sedikit.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan jalur kritis


ini:

 Tertundanya pekerjaan di jalur kritis akan menunda penyelesaian jalur


proyek ini secara keseluruhan.
 Penyelesaian proyek secara keseluruhan dapat dipercepat dengan
mempercepat penyelesaian pekerjaan – pekerjaan di jalur kritis.
 Slack pekerjaan jalur kritis sama dengan 0 (nol). Hal ini
memungkinkan relokasi sumber daya dari pekerjaan non kritis ke
pekerjaan kritis.

Istilah Dalam CPM

 E (earliest event occurence time ): Saat tercepat terjadinya suatu


peristiwa.
 L (Latest event occurence time): Saat paling lambat yang masih
diperbolehkan bagi suatu peristiwa terjadi.
 ES (earliest activity start time): Waktu Mulai paling awal suatu
kegiatan. Bila waktu mulai dinyatakan dalam jam, maka waktu ini adalah
jam paling awal kegiatan dimulai.
 EF (earliest activity finish time): Waktu Selesai paling awal suatu
kegiatan. EF suatu kegiatan terdahulu = ES kegiatan berikutnya.
 LS (latest activity start time): Waktu paling lambat kegiatan boleh
dimulai tanpa memperlambat proyek.

3 Asumsi Dasar dalam menghitung critical path method:

1. Proyek hanya memiliki satu initial event (start) dan satu terminal event
(finish).
2. Saat tercepat terjadinya initial event adalah hari ke-nol.
3. Saat paling lambat terjadinya terminal event adalah LS = ES
Teknik Menghitung critical path method:

1. Hitungan Maju (Forward Pass)

Dimulai dari Start (initial event) menuju Finish (terminal event) untuk
menghitung waktu penyelesaian tercepat suatu kegiatan (EF), waktu
tercepat terjadinya kegiatan (ES) dan saat paling cepat dimulainya suatu
peristiwa (E).

Aturan Hitungan Maju (Forward Pass)

 Kecuali kegiatan awal, maka suatu kegiatan baru dapat dimulai bila
kegiatan yang mendahuluinya (predecessor) telah selesai.
 Waktu selesai paling awal suatu kegiatan sama dengan waktu mulai
paling awal, ditambah dengan kurun waktu kegiatan yang mendahuluinya.
EF(i-j) = ES(i-j) + t (i-j)
 Bila suatu kegiatan memiliki dua atau lebih kegiatan-kegiatan
terdahulu yang menggabung, maka waktu mulai paling awal (ES) kegiatan
tersebut adalah sama dengan waktu selesai paling awal (EF) yang terbesar
dari kegiatan terdahulu.

2. Hitungan Mundur (Backward Pass)

Dimulai dari Finish menuju Start untuk mengidentifikasi saat paling


lambat terjadinya suatu kegiatan (LF), waktu paling lambat terjadinya
suatu kegiatan (LS) dan saat paling lambat suatu peristiwa terjadi (L).

Aturan Hitungan Mundur (Backward Pass)

 Waktu mulai paling akhir suatu kegiatan sama dengan waktu selesai
paling akhir dikurangi kurun waktu berlangsungnya kegiatan yang
bersangkutan.
LS(i-j) = LF(i-j) – t
 Apabila suatu kegiatan terpecah menjadi 2 kegiatan atau lebih, maka
waktu paling akhir (LF) kegiatan tersebut sama dengan waktu mulai
paling akhir (LS) kegiatan berikutnya yang terkecil.

Apabila kedua perhitungan tersebut telah selesai maka dapat diperoleh


nilai Slack atau Float yang merupakan sejumlah kelonggaran waktu dan
elastisitas dalam sebuah jaringan kerja.
Contoh Perhitungan Critical Path Method:

Jaringan Kerjanya :
Forward Pass:
Backward Pass:

Penentuan Jalur:
Selisih Forward Dan Backward Pass:

Jadi dari contoh kasus di atas dapat disimpulkan:

Kegiatan Kritis adalah kegiatan yang memiliki selisih nol (0) yaitu: A, F, I,
J

Jalur Kritis adalah jalur yang melalui kegiatan yang memiliki selisih 0: 1–
6–11–14–15

b) Metode PDM

Proyek pembangunan rumah merupakan contoh kegiatan proyek yang


sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Proyek tersebut mempunyai
kegiatan-kegiatan yang banyak. Pada proyek tersebut permasalahan yang
dihadapi adalah bagaimana menentukan jadwal proyek sehingga proyek
tersebut dapat diselesaikan dengan waktu yang optimal. sehingga
penjadwalan dengan menggunakan diagram jaringan kerja dapat menjadi
solusi untuk mengatasi permasalahan ini.
Salah satu metode jaringan kerja yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan durasi proyek tersebut di atas adalah Precedence Diagram
Method (PDM). Penjadwalan aktivitas pada PDM ini dilakukan dalam 3
tahap, antara lain perhitungan maju (Forward Pass), perhitungan mundur
(Backward Pass), dan perhitungan float time. Hal ini dilakukan untuk
mencari kegiatan kritis pada proyek tersebut. Kegiatan kritis merupakan
kegiatan yang tidak boleh mengalami penundaan waktu karena dapat
mengakibatkan perubahan durasi proyek secara keseluruhan. Data yang
digunakan dalam contoh sebagai penerapan dari metode ini adalah berupa
data sekunder (dari buku) dan data primer (observasi lapangan) pada
pembangunan rumah tipe 36 di Mojo Asri Residence, Mojokerto.
Pada metode PDM, selain dengan menggunakan perhitungan manual,
disertakan pula hasil penyelesaian dengan menggunakan program
Primavera Project Planner (P3). Selain menggunakan metode PDM,
dilakukan pula perhitungan dengan menggunakan metode CPM model
AOA pada program WinQSB dan CPM model AON. Terdapat 63
kegiatan beserta logika ketergantungan yang teridentifikasi pada
pembangunan rumah tersebut.
Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode PDM antara lain:
proyek dimulai pada tanggal 5 September 2011 dan berakhir pada tanggal
3 November 2011 sehingga waktu optimal yang diperlukan untuk
menyelesaikan proyek tersebut adalah 60 hari, ada 23 kegiatan kritis yang
waktu pelaksanannya tidak boleh ditunda. Hasil yang diperoleh dengan
menggunakan metode CPM model AOA pada program WinQSB antara
lain: waktu optimal yang diperlukan adalah 61 hari dan ada 23 kegiatan
kritis yang waktu pelaksanannya tidak boleh ditunda.
Dari hasil yang diperoleh, perhitungan dengan metode PDM lebih
optimal dibanding dengan metode CPM model AOA karena metode PDM
dapat menghandle kegiatan yang tumpang tindih.

Kegiatan dalam Precedence Diagram Method (PDM) digambarkan oleh


sebuah lambang segi empat karena kegiatan ada di bagian Node atau
sering juga
disebut sebagai activity on node. (AON). Kelebihan precedence diagram
Method dibandingkan dengan arrow diagram Method yaitu :

PDM tidak memerlukan Kegiatan Fiktif/ dummy sehingga


pembuatan jaringan akan lebih sederhana.
Hubungan overlapping yang berbeda dapat dibuat tanpa
menambahkan jumlah kegiatan.
Metode PDM merupakan betuk lanjut dari CPM yang menggunakan
rangkaian logika yang sama dengan tambahan hubungan antar aktivitas
mengenal hubungan antar aktivitas sebagai berikut:
Finish-to-finish (FF ij): Waktu lag dari hubungan FF ij, aktivitas “I”
harus selesai bersamaan atau beberapa waktu (lag) setelah aktifitas “I”
selesai, baru aktivitas “J” dapat selesai.

Start-to-start (SS ij): Waktu lead dari hubungan SS ij, aktivitas “I” harus
dimulai bersamaan atau beberapa waktu (lead) sebelum aktivitas “J” dapat
dimulai.
Start-to-finish (SF ij): Waktu lead dari hubungan SF ij, aktivitas “I”
dimulai bersamaan atau beberapa waktu (lead) sebelum aktivitas “J” dapat
selesai.
Lead: penambahan waktu pada aktifitas I, terdapat pada hubungan di SS ij
dan SF ij.
Lag: penambahan waktu pada aktifitas I, terdapat pada hubungan di SS ij
dan SF ij, yang menyebabkan perlambatan/penundaan (delay) pada
aktivitas J karena harus menunggu “dari” aktivitas benar-benar selesai;
Slack (Float): Jumlah waktu yang diijinkan dalam perlambatan suatu
proyek dari waktu dimulainya tanpa memperlambat waktu akhir
penyelesaian proyek keseluruhan;
Contoh Perhitungan dengan menggunakan Metode Jaur Kritis

Aktivitas
Durasi
NO Aktivitas
Hari Mendahului LEAD LAG
1 Cast Beam 25
Prestress
2 14 1 SS FF,5 Hari
Beam
3 Place Beam 7 2 FS

Hasil Perhitungan sebagai berikut :

Waktu Penyelesaian Proyek : 37 Hari


Jalur Kritis :1- 3

Вам также может понравиться