Вы находитесь на странице: 1из 14

MAKALAH

PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

OLEH :

DINDA KHAIRA LATIFA


SISKA RAHAYU
ERI YUNALDI
LUTHFIANDY RAMADHANA
PUTERI GEMASIH SAB
FACHRU RAMADHAN
AKRAM S.
YUNI TYA DEZIZA
ELSI SAPUTRI
ANNISA GEA RAMADANI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2016
BAB I
PENDAHULUAN

Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek
sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang
pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa
menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan
pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia
sebagai manusia.
Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika
politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih
meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat
manusia sebagi makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa
masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang ke arah yang tidak baik dalam arti
moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter, yang
memaksakan kehendak kepada manusia tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada
hak-hak dasar kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka
seseorang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta
masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu
masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan
kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia.

A. Latar Belakang Masalah


Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai
sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral
maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam Filsafat Pancasila terkandung di dalamnya suatu
pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif
dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak
secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan
melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.
Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental
dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-
nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga merupakan
suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi norma moral dan norma hukum. Dalam
norma inilah maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di
negara Indonesia. Sebagai sumber dari segala sumber hukum nilai-nilai Pancasila yang sejak
dahulu telah merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan
sehari-sehari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara. Atas dasar pengertian inilah
maka nilai-nilaim Pancasila sebenarnya berasal dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan
lain perkataan bangsa Indonesia sebagai asal-mula materi nilai-nilai Pancasila.
Jadi sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma baik meliputi norma mora maupun norma hukum, yang
pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut daam norma-norma etika, moral maupun norma
hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa pengertian etika, nilai, norma dan moral?
2. Bagaimana pancasila sebagai sistem etika?
3. Bagaimana pancasila sebagai etika politik?
4. Bagaimana etika politik di Indonesia?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian etika
2. Untuk mengetahui pancasila sebagai sistem etika
3. Untuk mengetahui pancasila sebagai etika politik
4. Untuk mengetahui etika politik di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Etika
Etika (etimologik), berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Etika dan Moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika untuk
pengkajian system nilai-nilai yang ada.
Istilah lain yang identik dengan etika (Achmad Charris Zubair. 1987. 13-14) :
a. Susila ( Sansekerta)
b. Akhlak ( Arab )
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan masing-masing.Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok
yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang
ada sedangkan kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang
ada tersebut.
Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang
pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.
Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas. Yang dihasilkannya secara langsung
bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Etika bukan
suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan merupaka filsafat atau pemikiran kritis
dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. (Franz Magnis-Suseno.
1986. 14-15).
Pengertian etika menurut para ahli diantaranya adalah :
 Drs. O.P. Simorangkir
→ mengatakan bahwa etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut
ukuran dan nilai yang baik
 Drs. H. Burhanudin Salam
→ mengatakan bahwa etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma
moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya
Jadi kesimpulan dari pendapat para ahli, etika adalah perilaku baik atau buruk
manusia yang dilakukan secara alami dan tanpa paksaan dari orang lain.
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika
adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral.
Kedua kelompok etika yaitu:
 Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia. Pemikiran etika beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas
dari tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung
didalamnya.
 Etika khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun
makhluk sosial (etika sosial)
Etika khusus dibagi menjadi 2 macam yaitu:
- Etika Individual:
membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang
dianutnya serta kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
- Etika Sosial:
membahas norma-norma sosial yang harus dipatuhi dalam hubungannya dengan manusia,
masyarakat, bangsa dan Negara.
Pancasila sebagai sistem etika adalah poin – poin yang terkandung di dalam pancasila
yang mencerminkan etika yang ada pada diri bangsa Indonesia. Pembentukan etika ini
berdasarkan hati nurani dan tingkah laku, tidak ada paksaan dalam hal ini. Pancasila
memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap
saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri
bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar, setiap
sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan.
Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsipEtika khusus dibagi menjadi etika indi-
vidu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang
membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang
merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan
masalah masalah yang berkatan dengan prediket nilai “susila” dan “tidak susila”,,”baik” dan
“buruk”.
Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Bidang
pembahasan dan metode etika politik. Pertama etika politik ditempatkan ke dalam kerangka
filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan apa yang dimaksud dengan dimensi politis
manusia. Ketiga dipertanggungjawabkan cara dan metode pendekatan etika politik terhadap
dimensi politis manusia itu.
Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti:
Ø Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara
Ø Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
Ø Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
Ø Kedaulatan rakyat (Rousseau)
Ø Negara hokum demokratis/republican (Kant)
Ø Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
Ø Keadilan sosial

2. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang
atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakekatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada
suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi
dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu
adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar,
baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi
manusia sebagai subyek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan
kepercayaan.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya batin
dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang
berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai
sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan
karya.
Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat
pada enam macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik
dan nilai religi. Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan
kriteria, sehingga merupakan suatu keharusan, anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau
tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap
manusia.Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu
keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.

3. Pengertian Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan menumbuhkan
kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan ideal yang seimbang, serasi dan
selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan), horisontal (masyarakat) dan alamiah (alam
sekitarnya) Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial,
moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh
tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma
agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki
kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.

4. Pengertian Norma
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia.Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaedah-kaedah
dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara
moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang
benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan
norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Hubungan antara nilai, norma dan moral

Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap
terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak
digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi
yang kuat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna
menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih
obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan
memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh
moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-
kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam
pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.

5. Pancasila Sebagai Sistem Etika


Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dan kedudukan, antara lain sebagai
dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa.
Pancasila juga sangat sarat akan nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan.
Oleh karena itu, Pancasila secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas
tindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang
berkembang dalam masyarakat. Sebagai suatu nilai yang terpisah satu sama lain, nilai-nilai
tersebut bersifat universal, dapat ditemukan di manapun dan kapanpun. Namun, sebagai suatu
kesatuan nilai yang utuh, nilai-nilai tersebut memberikan ciri khusus pada ke-Indonesia-an
karena merupakan komponen utuh yang terkristalisasi dalam Pancasila
Sebagai suatu system etika pancasila haruslah mampu dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari baik di dalam masyarakat maupun bernegara.
Pola pikir pemimpin bangsa Indonesia hari ini cenderung mengalami kemunduran dan
kemerosotan terhadap nilai pancasila. Pengamalan dan penghayatan nilai pancasila tidak
menjadi sesuatu yang harus untuk dilakukan. Akan tetapi sudah mulai ditinggalkan. Terbukti
dengan banyaknya contoh yang kita lihat terjadi hari ini dengan banyaknya para pejabat yang
terlibat kasus korupsi dan penyelewengan. Ini membuktikan bahwa pengamalan terhadap
nilai-nilai ketuahanan, keadilan dan kesejahteraan sosial sudah ditinggalkan atau bahkan
dikubur.
Ditinggalakannya pancasila oleh rakayat Indonesia merupakan suatu kemunduran
yang sangat luar biasa. Pengamalan pancasila di setiap lini kehidupan menjadi sangat kering
dan tidak substansial. Pancasila hanya dijadikan sebagai kalimat pemanis bibir dan pajangan
di setiap ruangan kantor pemerintahan, tanpa pengamalan dan pengkhayatan dalam bentuk
yang praktis dan konkret. Hal ini juga tak lepasa dari semakin dijauhkannya pancasila dari
rakyat itu sendiri.
6. Pancasila Sebagai Etika Politik
Etika, atau filsafat moral mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan.
Etika politik yang demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang
baik dan mana yang jelek. Apa standar baik? Apakah menurut agama tertentu? Tidak!
Standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan
kepentingan umum. Jadi kalau politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan
golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Sayangnya, itulah yang terjadi di negeri
ini.Etika politik bangsa Indonesia dibangun melalui karakteristik masyarakat yang erdasarkan
Pancasila sehingga amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur
dalam aturan secara legal formal.
Karena itu, etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa aturan-aturan moral.
Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali keberadaannya bersifat sangat
longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah. Ditunjang dengan alam
kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat,
rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan.
Akibatnya ada dua hal: (a) pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada, dan (b) tidak
berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan moralitas publik. Untuk memaafkan
fenomena tersebut lalu berkembang menjadi budaya permisif, semua serba boleh, bukan saja
karena aturan yang hampa atau belum dibuat, melainkan juga disebut serba boleh, karena
untuk membuka seluas-luasnya upaya mencapai kekuasaan (dan uang) dengan mudah.
Tanpa disadari, nilai etis politik bangsa Indonesia cenderung mengarah pada
kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan
sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa
para pengkritik dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik
(dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam Giddens, “run away”)
menuju ke arah “jual-beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan
uang.
Namun demikian, perlu dibedakan antara etika politik dengan moralitas politisi.
Moralitas politisi menyangkut mutu moral negarawan dan politisi secara pribadi (dan
memang sangat diandaikan), misalnya apakah ia korup atau tidak (di sini tidak dibahas).
Etika politik menjawab dua pertanyaan:
1. Bagaimana seharusnya bentuk lembaga-lembaga kenegaraan seperti hokum dan Negara
(misalnya: bentuk Negara seharusnya demokratis); jadi etika politik adalah etika
institusi.
2. Apa yang seharusnya menjadi tujuan/sasaran segala kebijakan politik, jadi apa yang harus
mau dicapai baik oleh badan legislatif maupun eksekutif.
Etika politik adalah perkembangan filsafat di zaman pasca tradisional. Dalam tulisan
para filosof politik klasik: Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Marsilius dari Padua, Ibnu
Khaldun, kita menemukan pelbagai unsur etika politik, tetapi tidak secara sistematik. Dua
pertanyaan etika politik di atas baru bisa muncul di ambang zaman modern, dalam rangka
pemikiran zaman pencerahan, karena pencerahan tidak lagi menerima tradisi/otoritas/agama,
melainkan menentukan sendiri bentuk kenegaraan menurut ratio/nalar, secara etis.

7. Etika Politik Indonesia


Upaya pelanggaran etika politik dilakukan dengan banyak cara. Diantaranya: a)
menekan oposisi; b) penjelasan yang direkayasa menjelang ’klimaks’ dan tidak ada
hubungannya dengan kepentingan isu; c) pengalihan perhatian; d) pengungkapan minimum
atas isu, yang mengurangi daya kritis publik; e) pengulangan berkelanjutan akan suatu isu
dengan tujuan mendesakkan ide individu atau kolektif; f) serangan fajar sebelum pemilihan,
menggunakan sembako atau sejumlah rupiah, pada publik yang kurang mampu; g) negosiasi
nominal atas suatu posisi atau pembuatan keputusan. Semua itu adalah sebagian contoh
pelanggaran etika politik. Namun masih banyak contoh lain.
Kita tahu, perubahan kondisi atau konstelasi politik dewasa ini sulit diperhitungkan
secara matematis. Ambisi politisi dalam menjalankan kekuasaan politik, memungkinkan
adanya pergeseran kepentingan. Lobi-lobi politik terselubung juga kian marak. Hal ini
diperparah dengan adanya kepentingan tertentu yang dimiliki suatu kekuatan kolektif. Dan,
mereka juga berwenang menciptakan kebijakan politik.
Negara adalah rimba intrik politik. Stabilitas politik negara juga dipengaruhi oleh
gaya politisi dalam mempertahankan kekuasaan mereka. Disitulah imperatifnya etika politik
di negeri kita ini. Jadi, meski banyak yang meragukan keberhasilannya, dan dibilang, ’bagai
berteriak dipadang gurun’, saya percaya, etika politik perlu digaung-gaungkan terus menerus.
Dan kita perlu bersama-sama dan berbanyak-banyak, melakukan sesuatu untuk terciptanya
politik yang beretika.
Upaya untuk mengingatkan, beragam. Diantaranya, memberdayakan masyarakat
melalui civil society, melaksanakan demokrasi, kemauan untuk bernalar dan berpihak pada
kebenaran dan kebijaksanaan.
Menurut Haryatmoko etika politik perlu, karena:
Pertama, bagaimanapun tidak santunnya suatu politik, tiap keputusan untuk bertindak,
perlu legitimasi. Pengesahan itu akan dibahas bersama dan harus mengacu pada norma-norma
moral, nilai-nilai hukum atau peraturan perundangan. Di sini letak celah di mana etika politik
bisa berbicara dengan otoritas.
Kedua, etika politik berbicara dari sisi korban. Politik yang kasar dan tidak adil akan
mengakibatkan jatuhnya korban. Korban akan membangkitkan simpati dan reaksi indignation
(terusik dan protes terhadap ketidakadilan). Keberpihakan pada korban tidak akan mentolerir
politik yang kasar. Jeritan korban adalah berita duka bagi etika politik.
Ketiga, pertarungan kekuasaan dan konflik kepentingan yang berlarut-larut akan
membangkitkan kesadaran, perlunya penyelesaian yang mendesak dan adil. Penyelesaian
semacam ini tidak akan terwujud bila tidak mengacu ke etika politik. Seringnya pernyataan
"perubahan harus konstitusional", menunjukkan etika politik tidak bisa diabaikan begitu saja.
Penerapan etika politik di Indonesia memiliki dua gambaran yaitu gambaran baik dan
gambaran buruk. Berdasarkan gambaran baik dapat dilihat dari kampanye yang dilakukan
oleh parpol atau calon legislatif sesuai ketentuan yang berlaku, dimana waktunya sesuai
dengan jadwal yang ada untuk kampanye, tanpa melanggar norma atau nilai dari pancasila
sesuai dengan sila kedua adil dan beradab. Kemudian juga dapat dilihat dari sekelompok
orang yang saling membantu pada sesamanya. Sedangkan etika politik yang buruk dapat
dilihat dari fenomena dunia politik Indonesia sepulih tahun terakhir ini mengalami banyak
perubahan.
Perubahan politik di Indonesia tidak hanya mengubah watak dan prilaku para politisi,
partai politisi, elite politik dan penguasa, tetapi juga mengubah persepsi berfikir masyarakat
Indonesia tentang memaknai hakikat politik itu sendiri. Munculnya konflik antara lembaga
negara, kasus korupsi hingga terseretnya pejabat negara karena narkoba dan asusila
menjadikan cerminan hilangnya tatanan etika dan moral yang berdasarkan nilai-nilai
pancasila.
Banyak politis dan pejabat negara yang sudah tidak ada rasa malu meskipun
terindikasi terlibat kasus seolah tenang-tenang saja sambil menunggu proses hukum positif,
mereka tidak memberi tanggung jawab secara moral dan menunjukkan rendahnya etika
politik. Hal tersebut juga dapat dilihat dari suasana yang kisruh ditengah rapat wakil rakyat,
dimana mereka tidak mengedepankan kedaulatan rakyat tetapi malah mementingan
kepentingan diri sendiri.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Etika Politik merupakan Filsafat teoretis yang membahas tentang makna hakiki segala
sesuatu antara lain: manusia, alam, benda fisik, pengetahuan bahkan tentang hakikat yang
transenden. Dan Pancasila sebagai Etika Politik, bahwa Pancasila adalah pedoman hidup
bersama kita, yang mengatur bagaimana kita bersikap dan bertindak antar satu dengan lain,
yang disertai hak dan kewajibannya. Dengan kata lain Pancasila adalah moral identity kita.
Baik sebagai warga dunia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat. Kita dikenali
karena kita memiliki Pancasila dalam diri kita sebagai pedoman hidup bersama.
Adapun Hubungn Pancasila dengan Etika Politik adalah pancasila merupakan dasar
atau ideologi negara dan kemudian menjadi "way of live " masyarakat Indonesia, sedang
etika politik adalah tata tertib, aturan, "sopan santun" politik. Dengan demikian agar etika
politik dapat diterima oleh masyarakat Indonesia haruslah sesuai dengan sila2 yg tercantum
pada Pancasila atau sesuai dgn "way of live" masyarakat Indonesia.

2. Saran
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan
bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesinambungan usaha
pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat
untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu
negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat
sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M.Fachri, DKK. 2014. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Padang:


UNP Press.

Kaelan,M.S, Prof.Dr.H. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma Offset.

http://diary-mybustanoel.blogspot.co.id/2012/02/makalah-pancasila-tentang-
pancasila.html

http://weloveblitar.blogspot.co.id/2013/03/pancasila-sebagai-sumber-etika-
politik.html

Вам также может понравиться