Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Jiwa Sehat


1. Pengertian Kesehatan Jiwa
Berikut akan disampaikan beberapa definisi tentang kesehatan jiwa antara
lain:
a. Proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan
mempertahankan perilaku dan fungsi integrasi (ANA).
b. Suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual
dan emosional yang optimal dari seseorang, dan perkembangan itu
selaras dengan keadaan orang lain (UU No. 3 Tahun 1966).
c. Suatu kondisi fisik, intelektual, dan emosional secara optimal dari
seseorang serta perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain
(UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1996).
d. Suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari
hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang
efektif, konsep diri yang positif serta kestabilan emosional (Johnson,
1997).
e. Sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh dan berkembang,
memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi
sesuai kenyataan, dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan
(Yahoda dalam Stuart & Laraia, 1998).
f. A mind that grows and adjust, is in control and is free of stress.
Kondisi jiwa yang terus tumbuh dan berkembang secara selaras,
terkendali serta terbebas dari stres (Rosdahl, 1999).
g. Kemampuan mengendalikan diri dalam menghadapi stressor yang
berasal dari lingkungan sekitar dengan selalu berpikir positif dalam
keselarasan tanpa adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara
internal maupun eksternal yang mengarah pada kestabilan emosional.
Dengan kondisi tersebut, seseorang mampu menyesuaikan diri dengan

4
dirinya sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungannya (Nasir dan
Muhith, 2011).

2. Karakteristik Jiwa Sehat


Karakteristik jiwa sehat menurut WHO ada delapan, yaitu:
a. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan (berani
menghadapi kenyataan).
b. Mendapat kepuasan dari usahanya.
c. Lebih puas memberi daripada menerima.
d. Bebas (relative) dari cemas.
e. Berhubung dengan orang lain secara tolong-menolong dan
memuaskan.
f. Dapat menerima kekecewaan sebagai pelajaran dikemudian hari.
g. Mengarahkan rasa bermusuhan ada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif.
h. Daya kasih sayang yang besar.

3. Komponen Sehat Jiwa


Menurut Viedebeck (2006), untuk mencapai kesehatan jiwa yang optimal,
perlu diperhatkan komponen-komponen berikut ini:
a. Otonomi dan kemandirian
Yaitu individu yang dapat melihat ke dalam dirinya untuk menemukan
nilai dan tujuan hidup. Opini dan harapan orang lain dipertimbangkan,
tetapi tidak mengatur keputusan dan perilaku individu tersebut.
Individu yang mandiri dan otonomi data bekerja secara interdependen
atau kooperatif dengan orang lain tanpa kehilangan otonominya.
b. Memaksimalkan potensi diri
Menunjukkan aktualisasi dirinya dan memiliki orientasi pertumbuhan.
Tidak mudah puas dengan status quo dan secara kontinyu berusaha
tumbuh sebagai individu.
c. Toleransi terhadap ketidakpastian hidup

5
Bertoleransi terhadap ketidakpastian hidup dapat membuat individu
mampu menghadapi tantangan hidup sehari-hari. Senantiasa berpikir
postif atas apa yang terjadi.
d. Memiliki harga diri
Individu memiliki kesadaran yang realistis akan kemampuan dan
keterbatasannya.
e. Menguasai lingkungan
Individu dapat menghadapi dan mempengaruhi lingkungan dengan
cara yang kreatif, kompeten, dan sesuai dengan kemampuannya.
f. Berorientasi pada realitas
Dapat membedakan dunia nyata dan khayalan serta bertindak secara
tepat.
g. Melakukan manajemen stres

B. Konsep Dasar Cemas


1. Definisi Cemas
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,
tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap
utuh, perilaku dapat terganggu, tetapi masih dalam batas-batas normal.
Kecemasan didefinisikan pula sebagai suatu kondisi emosional
yang tidak menyenangkan yang datang dari dalam, bersifat meningkatkan,
menggelisahkan, dan menakutkan yang dihubungkan dengan suatu
ancaman bahaya yang tidak diketahui asalnya oleh individu. Perasaan ini
disertai oleh komponen somatic, fisiologik, otonomik, biokimia, hormonal,
dan perilaku.
Kecemasan (ansietas) juga dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana seseorang merasa tidak nyaman dan adanya tekanan
sistem saraf otonom dalam aktivitas rangsang akibat ancaman yang tidak
diketahui. Sumbernya biasanya tidak dikenal secara pasti. Kecemasan
merupakan turunan dari rasa takut yang sudah dikenalnya.

6
Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi
dialami secara objektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian
tersebut. Kecemasan dapat dipandang sebagai suatu keadaan
ketidakseimbangan atau ketegangan yang cepat mengusahakan koping.
Koping dapat dipandang sebagai suatu transaksi antara orang dengan
lingkungan.
Menurut Lynn S.Bickley (2009) “Kecemasan merupakan reaksi
yang sering terjadi pada keadaan sakit, pengobatan, dan sistem perawatan
kesehatan itu sendiri. Bagi sebagian pasien, kecemasan merupakan
saringan terhadap semua persepsi dan reaksi mereka, bagi sebagian
lainnya, kecemasan dapat menjadi bagian dari sakit yang dideritanya”.

2. Etiologi Cemas
Penyebab dari serangan kecemasan yang dialami seseorang, yaitu:
a. Biologis
Semua manusia memiliki kode ketakutan di dalam gennya, jadi setiap
orang sebenarnya memiliki potensi untuk mengalami kecemasan. Tapi
kondisi ini bisa sangat mempengaruhi seseorang tapi tidak dengan
orang lain. Hal ini kemungkinan turut dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan senyawa kimia di dalam otak yang membuat
kecemasan atau ketakutan menjadi abnormal.
b. Perilaku
Pola-pola perilaku tertentu mengajarkan seseorang bertindak dengan
cara berbeda. Misalnya jika sejak kecil seringkali diterapkan perilaku
main sendiri atau tidak terlalu bersosialisasi, maka kondisi ini bisa
terbawa hingga dewasa yang membuatnya menjadi takut atau cemas
untuk berhadapan dengan orang lain.

7
c. Psikodinamik
Teori psikodinamik berpendapat bahwa beberapa ketakutan berakar
dari trauma atau kekerasan di masa kecil seperti pernah diejek atau
dipermalukan. Ketakutan ini bisa dilupakan tapi dapat muncul kembali
di kemudian hari.
d. Sosial
Menurut teori belajar, cemas dapat terjadi oleh karena frustasi,
tekanan, konflik atau krisis. Kecemasan timbul akibat hubungan
interpersonal dimana individu menerima suatu keadaan yang
menurutnya tidak disukai oleh orang lain yang berusaha memberikan
penilaian atas opininya.

3. Tanda dan Gejala Kecemasan


Gejala-gejala kecemasan ditandai pada tiga aspek :
a. Aspek biologis/fisiologis, seperti peningkatan denyut nadi dan tekanan
darah, tarikan nafas menjadi pendek dan cepat, berkeringat dingin,
termasuk di telapak tangan, nafsu makan hilang, mual/muntah, sering
buang air kecil, nyeri kepala, tak bisa tidur, mengeluh, pembesaran
pupil dan gangguan pencernaan.
b. Aspek intelektual/kognitif; seperti ketidakmampuan berkonsentrasi,
penurunan perhatian dan keinginan, tidak bereaksi terhadap
rangsangan lingkungan, penurunan produktivitas, pelupa, orientasi
lebih ke masa lampau daripada masa kini/masa depan.
c. Aspek emosional dan perilaku; seperti penarikan diri, depresi, mudah
tersinggung, mudah menangis, mudah marah dan apatisme.

4. Klasifikasi Tingkat Kecemasan


Beberapa teori membagi kecemasan menjadi empat tingkat:
a. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada

8
dan lahan persepsinya meningkat. Kecemasan dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b. Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun.
Individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan
mengesampingkan hal yang lain.
c. Ansietas berat
Pada ansietas berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun.
Individu cenderung memikirkan hal yang sangat kecil saja dan
mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir realistis dan
membutuhkan banyak pengarahan,untuk dapat memusatkan pada
daerah lain.
e. Panik
Pada tingkatan ini lahan persepsi sudah sangat sempit,sehingga
individu tidak dapat lagi mengendalikan diri dan tidak dapat
melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntutan. Pada
keadaan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik,menurunnya
kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kehilangan pemikiran
yang rasional.

5. Rentang Respon Kecemasan/Ansietas

Gambar 1. Rentang Respon Ansietas (Stuart & Sundeen, 1990).

6. Proses Terjadinya Kecemasan


Ada reseptor di otak yang menerima neurotransmiter asam gamma-
aminobutyric (GABA). Ketika GABA ditransmisikan ke reseptor, neuron

9
diperintahkan untuk berhenti menembak. Generalized Anxiety Disorder (
gangguan kecemasan) terjadi ketika GABA tidak dapat mengikat secara
akurat ke sel reseptor, atau ketika ada terlalu sedikit reseptor GABA.
Tanpa jumlah yang tepat dari penerimaan GABA, neuron berlebihan akan,
menyebabkan orang untuk tidak menerima pesan cukup untuk "berhenti".
Hasilnya adalah orang itu terus-menerus tegang, menjadi terlalu cemas dan
gelisah. seanjutnya akan memicu peningkatan saraf simpatis yang akan
menimbulkan berbagai gejala yang telah disebutkan diatas.

7. Pembagian Kecemasan
Menurut James P.Chaplin (2002 : 32) Kecemasan (Anxiety) terbagi
tujuh macam, yaitu :
a. Anxiety equivalent adalah suatu reaksi simpatetik yang kuat, seperti
detak jantung yang cepat menggantikan kecemasan yang tidak
disadari.
b. Anxiety fixation adalah mempertahakan atau memindahkan reaksi
kecemasan masa atau tingkat lebih dini dari perkembangan ke taraf
yang lebih lanjut.
c. Anxiety hysteria adalah neurosa dengan karakteristik ketakutan gejala
konversia (pengubahan, penukaran) atau dengan perwujudan konflik
berupa gangguan penyakit somatis.
d. Anxiety neurosa adalah ketakutan yang tidak bisa diidentifikasikan
dengan suatu sebab khusus, dan dalam banyak peristiwa merembes ke
wilayah terutama kehidupan seseorang.
e. Anxiety objek adalah penggantian atau pemindahan ketakutan pada
suatu objek yang mewakili pribadi yang dahulunya menyebabkan
timbulnya rasa ketakutan tersebut.
f. Anxiety reaction adalah pola reaksi yang kompleks ditandai oleh
perasaan-perasaan kecemasan yang kuat dan disertai gejala somatic,
seperti berdebarnya jantung, rasa tercekik, sesak didada, gemetaran,
pingsan.

10
g. Anxiety tolerance adalah tingkat kecemasan yang masih dapat
ditanggung seseorang tanpa menimbulkan gangguan psikologis serius
atau tanpa mengakibatkan ketidakmampuan menyesuaikan diri.

8. Komplikasi Cemas
Kecemasan yang tidak diobati dapat meningkatkan risiko, kondisi bahkan
mengancam kehidupan yang lebih parah. Potensi komplikasi gangguan
kecemasan meliputi berikut ini:
a. Depresi
Gangguan kecemasan dan depresi sering terjadi bersama-sama. Mereka
memiliki gejala yang mirip dan bisa sulit untuk dibedakan. Keduanya
dapat menyebabkan agitasi, insomnia, ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi, dan perasaan cemas.
b. Bunuh Diri
Menurut Aliansi Nasional Penyakit Mental, lebih dari 90 persen orang
yang meninggal karena bunuh diri telah didiagnosis dengan penyakit
mental. Hal ini dapat mencakup kecemasan. Menurut Penyalahgunaan
Zat dan Kesehatan Mental Layanan Administrasi, sekitar 4 persen
orang dewasa per tahun di Amerika Serikat memiliki pikiran yang
serius tentang bunuh diri. Angka-angka ini bahkan lebih tinggi pada
orang yang juga menderita depresi.
Jika Anda memiliki gangguan obsesif-kompulsif (OCD) atau fobia
sosial, Anda memiliki risiko untuk bunuh diri. Jika Anda memiliki
salah satu dari gangguan kecemasan ini bersama dengan depresi, risiko
anda lebih besar.
c. Kecanduan (Penyalahgunaan Zat)
Jika Anda memiliki gangguan kecemasan, Anda berada pada risiko
tinggi untuk kecanduan berbagai zat. Ini termasuk alkohol, nikotin, dan
obat-obatan lainnya. Jika Anda memiliki depresi bersama dengan
gangguan kecemasan, meningkatkan risiko Anda.

11
Seringkali, orang dengan menggunakan kecemasan alkohol dan zat lain
untuk mengurangi gejala mereka. Tidak ada bukti bahwa alkohol justru
mengurangi kecemasan, tapi keyakinan bahwa hal itu dapat membawa
beberapa bantuan. Namun, penggunaan alkohol jangka panjang dapat
menyebabkan perubahan biologis yang mungkin benar-benar
menghasilkan kecemasan.
Orang dengan gangguan kecemasan umum (GAD), gangguan panik,
dan fobia sosial sangat beresiko untuk alkohol dan penyalahgunaan
narkoba. Merokok dan penyalahgunaan zat juga umum dalam kasus
gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Remaja dengan PTSD juga
memiliki peningkatan risiko gangguan makan.
d. Penyakit fisik
Gangguan kecemasan meningkatkan risiko Anda terkena penyakit
tertentu. Stres kronis dapat membahayakan sistem kekebalan tubuh
Anda. Hal ini membuat Anda lebih rentan terhadap infeksi, seperti
pilek, flu, dan penyakit virus dan bakteri lainnya.
Gangguan kecemasan juga telah dikaitkan dengan:
1) peningkatan risiko penyakit jantung
2) sakit kepala, baik ketegangan dan migrain
3) sindrom iritasi usus dan gangguan pencernaan lainnya
4) kegemukan
5) masalah pernapasan
6) alergi
7) gangguan tidur
8) gigi grinding

9. Penatalaksanaa Kecemasan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap
pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang
bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau

12
psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian
berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1) Makan makanan yang berigizi dan seimbang
2) Tidur yang cukup
3) Olahraga yang teratur
4) Tidak merokok dan tidak minum minuman keras
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti
cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
c. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai
gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk
menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan
obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu,
antara lain :
1) Psikoterapi suportif
2) Psikoterapi re-edukatif
3) Psikoterapi re-konstruktif
4) Psikoterapi kognitif
5) Psikoterapi psikodinamik
6) Psikoterapi keluarga
e. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi
berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

13
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Cemas

1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi.
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas:

1) Teori Psikoanalitik.
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian, ID dan superego. ID mewakili dorongan insting dan
impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati
nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma- norma budaya
seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi hambatan dari dua
elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan
ego bahwa ada bahaya.
2) Teori Interpersonal.
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dari hubungan interpersonal. Ansietas juga
berhubungan dengan perkembangan, trauma seperti perpisahan dan
kehilangan sehingga menimbulkan kelemahan spesifik. Orang
dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan
ansietas yang berat.
3) Teori Perilaku.
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu
yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan
yng berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan
selanjutnya.
4) Kajian Keluarga.
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan
ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.

14
5) Kajian Biologis.
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur
ansietas penghambat dalam aminobutirik. Gamma neuroregulator
(GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya
endorfin. Selain itu telah dibuktikan kesehatan umum seseorang
mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.

b. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :

1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan


fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktifitas hidup sehari- hari. Pada ancaman ini stresor
yang berasal dari sumber eksternal adalah faktor-faktr yang dapat
menyebabkan gangguan fisik (misal: infeksi virus, polusi udara).
Sedangkan yang menjadi sumber internalnya adalah kegagalan
mekanisme fisilogi tubuh (misal ; sisitem jantung, sistem imun,
pengaturan suhu dan perubahan fisiologis selama kehamilan).
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
Ancaman yang berasal dari sumber eksternal yaitu kehilangan rang
yang berarti (meninggal, perceraian, pindah kerja), dan ancaman
yang berasal dari sumber internal berupa gangguan hubungan
interpersonal dirumah tempat kerja atau menerima peran baru.

15
c. Perilaku
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui
perubahan fisiologi dan perilaku dan secara tidak langsung melalui
timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam upaya melawan
kecemasan. Intensietas perilaku akan meningkat sejalan dengan
peningkatan tingkat kecemasan.

Sistem Tubuh Respons


Kardiovaskuler • Palpitasi.
• Jantung berdebar.
• Tekanan darah meningkat dan denyut nadi menurun.
• Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.
Pernafasan • Napas epat.
• Pernapasan dangkal.
• Rasa tertekan pada dada.
• Pembengkakan pada tenggorokan.
• Rasa tercekik.
• Terengah-engah.
Neuromuskular • Peningkatan reflek.
• Reaksi kejutan.
• Insomnia.
• Ketakutan.
• Gelisah.
• Wajah tegang.
• Kelemahan secara umum.
• Gerakan lambat.
• Gerakan yang janggal.
Gastrointestinal • Kehilangan nafsu makan.
• Menolak makan.
• Perasaan dangkal.

16
• Rasa tidak nyaman pada abdominal.
• Rasa terbakar pada jantung.
• Nausea.
• Diare.
Perkemihan • Tidak dapat menahan kencing.
• Sering kencing.
Kulit • Rasa terbakar pada mukosa.
• Berkeringat banyak pada telapak tangan.
• Gatal-gatal.
• Perasaan panas atau dingin pada kulit.
• Muka pucat dan bekeringat diseluruh tubuh.
Tabel 1. Respon Fisiologis Terhadap Ansietas.

Sistem Respons
Perilaku • Gelisah.
• Ketegangan fisik.
• Tremor.
• Gugup.
• Bicara cepat.
• Tidak ada koordinasi.
• Kecenderungan untuk celaka.
• Menarik diri.
• Menghindar.
• Terhambat melakukan aktifitas.
Kognitif • Gangguan perhatian.
• Konsentrasi hilang.
• Pelupa.
• Salah tafsir.
• Adanya bloking pada pikiran.
• Menurunnya lahan persepsi.

17
• Kreatif dan produktif menurun.
• Bingung.
• Khawatir yang berlebihan.
• Hilang menilai objektifitas.
• Takut akan kehilangan kendali.
• Takut yang berlebihan.
Afektif • Mudah terganggu.
• Tidak sabar.
• Gelisah.
• Tegang.
• Nerveus.
• Ketakutan.
• Alarm.
• Tremor.
• Gugup.
• Gelisah.
Tabel 2. Respon Perilaku Kognitif.

d. Sumber Koping.
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan
menggerakkan sumber koping tersebut di lingkungan. Sumber koping
tersebut sebagai modal ekonomok, kemampuan penyelesaian masalah,
dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.

e. Mekanisme Koping.
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai
mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan
mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama
terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat ringan sering
ditanggulangi tanpa yang serius.

18
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis
mekanisme koping:

1) Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan
situasi stress.
2) Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan
dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan
melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini
dapat merupakan respon maladaptif terhadap stress.

Sebuah sumber menjelaskan bahwa Ada dua mekanisme


koping yang dikategorikan untuk mengatasi ansietas :

1) Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Oriented Reaction).


Merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan untuk
menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis,
yaitu :

a) Perilaku menyerang (agresif).


Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan
agar memenuhi kebutuhan.
b) Perilaku menarik diri.
Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik
secara fisik maupun secara psikologis.
c) Perilaku kompromi.
Digunakan untuk mengubah tujuan-tujuan yang akan
dilakukan atau mmengorbankan kebutuhan personal untuk
mencapai tujuan.

19
2) Mekanisme pertahanan ego (Ego Oriented Reaction).
Mekanisme pertahanan Ego membantu mengatasi ansietas
ringan maupun sedang yang digunakan untuk melindungi diri
dan dilakukan secara tidak sadar untuk mempertahankan
ketidakseimbangan.
Adapun mekanisme pertahanan Ego adalah :

a) Kompensasi
Adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan
citra diri dengan secara tegas menonjolkan
keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya.
b) Penyangkalan (Denial).
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini
paling sederhana dan primitif.
c) Pemindahan (Displacemen).
Pengalihan emosi yag semula ditujukan pada
seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau kurang
mengancam terhadap dirinya.
d) Disosiasi.
Pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
e) Identifikasi (Identification).
Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang ia
kagumi dengan mengambil/menirukan pikiran-
pikiran,prilaku dan selera orang tersebut.
f) Intelektualisasi (Intelektualization).
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk
memghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
g) Introjeksi (Intrijection).

20
Mengikuti norma-norma dari luar sehingga ego tidak lagi
terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan superego)
h) Fiksasi.
Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek
tertentu (emosi atau tingkah laku atau pikiran)s ehingga
perkembangan selanjutnya terhalang.
i) Proyeksi.
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri
kepada orang lain terutama keinginan. Perasaan emosional
dan motivasi tidak dapat ditoleransi.
j) Rasionalisasi.
Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut
alasan yang seolah-olah rasional,sehingga tidak
menjatuhkan harga diri.
k) Reaksi formasi.
Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung
bertentangan dengan keinginan-keinginan,perasaan yang
sebenarnya.
l) Regressi.
Kembali ketingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku
yang primitif), contoh; bila keinginan terhambat menjadi
marah, merusak, melempar barang, meraung, dsb.
m) Represi.
Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls, atau
ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan
pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh
mekanisme ego yang lainnya.
n) Acting Out.
Langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya
terhalang.

21
o) Sublimasi.
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
halangan dalam penyalurannya secara normal.
p) Supresi.
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi
yang disadari;pengesampingan yang disengaja tentang
suatu bahan dari kesadaran seseorang;kadang-kadang dapat
mengarah pada represif berikutnya.
q) Undoing.
Tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan
sebagian dari tindakan/perilaku atau komunikasi
sebelumnya merupakan mekanisme pertahanan primitif.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Panik yang berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung
dan gagal mengambil keputusan.
b. Kecemasan berat yang berhubungan dengan konflik perkawinan.
c. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan financial.
d. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan kematian
saudara kandung.
e. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan dampak anak
sakit.
f. Ketakutan berhubungan dengan rencana pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan
a. Panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan
gagal mengambil keputusan.
Kriteria hasil:

22
1) Klien tidak akan menciderai diri sendiri dan orang lain.
2) Klien akan berkomunikasi dengan efektif.
3) Klien akan menyampaikan pengetahuan tentang gangguan panik.
4) Klien akan mengungkapkan rasa ppengendalian diri.

Intervesi:
1) Bantu klien berfokus pada pernapasan lambat dan melatihnya
bernapas secara ritmik.
2) Bantu klien mempertahankan kebiasaan makan teratur dan
seimbang.
3) Identifikasi gejala awal dan ajarkan klien melakukan perilaku
distraksi seperti: berbicara kepada orang lain, melibatkannya dalam
aktivitas fisik.
4) Bantu klien melakukan bicara pada diri sendiri positif yang
direncanakan sebelumnya dan telah terlatih.
5) Libatkan klien dalam mempelajari cara mengurangi stressor dan
situasi yang menimbulkan ansietas.

b. Kecemasan berat berhubungan dengan konflik perkawinan.


Kriteria hasil:
1) Klien mendiskusikan tentang perasaan cemasnya.
2) Klien mengidentifikasi respon terhadap stress.
3) Klien mendiskusiksn suatu topik ketika bertemu dengan perawat.

Intervensi:
1) Eksplorasi perasaan cemas klien, perlihatkan diri sebagai orang
yang hangat, ,menjadi pendengar yang baik.
2) Bantu klien mengenali perasaan cemas dan menyadari nilainya.
3) Melakukan kominikasi dengan teknik yang tepat dan dimulai dari
topic yang ringan.

23
4) Bantu kilen mengidentifikasi respon terhadap stres.

c. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan kematian


saudara kandung.
Kriteria hasil:
1) Klien memiliki koping terhadap ancaman.
2) Strategi koping positif.
3) Untuk mengetahui sebab biologis.
4) Klien melakukan aktifitas seperti biasanya.

Intrvensi:
1) Dorong klien untuk menggunakan koping adaftif dan efektif yang
telah berhasil digunakan pada masa lampau.
2) Bantu kien melihat keadaan saat ini dan kepuasan mencapai tujuan.
3) Bantu klien untuk menentukan strategi koping positif.
4) Konseling dan penyuluhan keluarga ataun orang terdekat tentang
penyebab biologis.
5) Dorong klien untuk melakukan aktifitas yang disukainya, hal ini
akan membatasi klien untuk menggunakan mekanisme koping yang
tidak adekuat.

d. Ketakutan yang berhubungan dengan rencana pembedahan.


Kriteria hasil:
1) Meningkatkan kesadaran diri klien.
2) Klien merasakan tenang dan nyaman dengan lingkungannya.
3) Klien memahami rasa takutnya ekstrim dan berlebihan.

Intervensi:
1) Perawat harus dapat menyadari perasaan cemasnya, membuka
perasaan cemasnya dan menangani secara konstruktif dan gunakan

24
cara yang dilakukan perawat secara terapeutik untuk membantu
mengatasi kecemasan klien.
2) Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan
membatasi interaksi dengan orang lain atau kurangi kontak dengan
penyebab stresnya.
3) Berikan alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan
objek yang ditakutinya, tidak ada argument, tidak mendukung
fobianya, terapkan batasan perilaku klien untuk membantu
mencapai kepuasan dengan aspek lain.

25

Вам также может понравиться