4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gagal Jantung Kronis 2.1.1.
Definisi dan Epidemiologi Penyakit
kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian secara global. Pada tahun 2008, diperkirakan 17,3 juta penduduk dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskular. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular terjadi di negara pendapatan rendah dan menengah (WHO,2013). Menurut Centre for Disease Control (CDC) sekitar 5,7 juta penduduk di Amerika Serikat memiliki penyakit gagal jantung. Penyakit gagal jantung merupakan penyebab utama dari 55.000 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat (CDC, 2012). Di Indonesia, penyakit Sistem Sirkulasi Darah (SSD) menurut International Classification of Disease (ICD-10) yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian umum pada tahun 2000 dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001sebesar 26,3% kematian (Delima et al, 2009). Definisi gagal jantung menurut Buku Ajar Penyakit Dalam adalah suatu kondisi patofisiologi, di mana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel ( Ghanie, 2009). Universitas Sumatera Utara 5 2.1.2. Etiologi Seperti terlihat pada Tabel 2.1, kondisi apapun yang mengarah ke sebuah perubahan dalam struktur atau fungsi ventrikel kiri dapat mempengaruhi pasien untuk mengembangkan gagal jantung. Meskipun etiologi pada pasien gagal jantung dengan ejeksi fraksi sehat berbeda dari orang-orang dengan ejeksi fraksi yang menurun, ada tumpang tindih antara etiologi dari dua kondisi ini. Di negara-negara industri, penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab dominan pada pria dan wanita dan berperan untuk 60-75% kasus gagal jantung. Hipertensi memberikan kontribusi terhadap perkembangan gagal jantung pada 75% pasien, termasuk kebanyakan pasien dengan penyakit jantung koroner , penyakit jantung koroner dan hipertensi berinteraksi untuk meningkatkan risiko gagal jantung, seperti halnya diabetes mellitus. Tabel 2.1. Etiologi gagal jantung. Etiologi Deskripsi Penyakit jantung koroner Banyak manifestasi. Hipertensi Sering berhubungan dengan hipertropi ventrikel kiri dan gangguan fraksi ejeksi. Kardiomiopati Bersifat genetik atau non genetic (temasuk miokardistis)/ Hypertrophic (HCM), dilated (DCM), restrictive (RCM), arrhythmogenic right ventricular (ARVC). Obat-obatan Beta-Bloker, kalsium antagonis, antiaritmia, agen sitotoksik. Racun Alkohol ,penghobatan, kokain, merkuri, kobalt, arsen. Endokrin Diabetes mellitus, hipo/hipertiroid, Cushing syndrome, kekurangan adrenal , kelebihan hormon pertumbuhan, Phaeochromocytoma. Nutrisi Kekurangan tiamin, selenium, karnitin. Obesitas, cachexia. Infiltrat Sarkoidosis, amiloidosis, haemokromatosis, penyakit jaringan ikat. Lainnya Chagas’ disease, infeksi HIV , kardiomiopati peripartum , stadium akhir gagal ginjal. (Dickstein, 2008). Universitas Sumatera Utara 6 2.1.3. Patofisiologi Penyakit jantung iskemik dan hipertensi merupakan dua penyebab yang paling penting dari gagal jantung di dunia Barat. Penyebab umum lainnya adalah diabetes mellitus, penyakit jantung katup (stenosis aorta dan khususnya regurgitasi mitral) dan kardiomiopati. Infeksi dan gangguan gizi masih menjadi penyebab paling sering di negara berkembang. Usia lanjut dan jenis kelamin lakilaki juga menjadi faktor risiko. Mekanisme yang mendasari disfungsi ventrikel adalah kematian atau disfungsi miosit jantung dan volume yang overload. Akibat kontraktilitas miokard menurun, stroke volume menurun dan end diastole volume dan tekanan meningkat. Hal ini, menurut hukum Frank-Starling, akan mengembalikan kontraktilitas miokard dan output jantung. Jika berkelanjutan dalam jangka panjang, volume ini akan meningkat mengarah ke sesuatu yang disebut remodeling jantung. Hal ini melibatkan hipertrofi miokard, pembesaran bilik, peningkatan stres dinding ventrikel, dan peningkatan kebutuhan oksigen. peningkatan kekakuan ventrikel juga terjadi karena peningkatan deposisi kolagen dalam hati, yang merusak proses pengisian dan memperburuk keadaan. Penurunan curah jantung menyebabkan aktivasi system simpatis dan menstimulasi sistem renin-angiotensin- aldosteron (RAAS). Pada awalnya hal ini akan mengembalikan output jantung. Namun, senyawa yang dihasilkan dari cedera di jantung menyebabkan peningkatan yang menyebabkan pengeluaran energi jantung menjadi tidak efisien dan perfusi miokard berkurang, khususnya di region subendocardial. Kombinasi remodeling jantung dan yang siklus neurohumoral yang buruk membuat miokardium rentan terhadap iskemia dan sirkulasi yang bergantung pada tonus simpatis(Kotze, 2008). Universitas Sumatera Utara 7 2.1.4. Diagnosa 2.1.4.1.Gejala Klinis Gejala utama dari gagal jantung adalah kelelahan dan sesak napas. Meskipun kelelahan secara tradisional dianggap berasal dari output jantung yang rendah pada gagal jantung, diperkirakan bahwa ada kemungkinan kelainan tulang-otot dan komorbiditas non-kardiak lainnya (misalnya, anemia) juga berkontribusi terhadap gejala ini. Pada tahap awal gagal jantung, dyspnea diamati hanya saat beraktivitas, namun, sebagai penyakit berlangsung, dyspnea terjadi dengan aktivitas kurang berat, dan akhirnya dapat terjadi bahkan pada saat istirahat. Asal dyspnea pada gagal jantung dapa bersifat multifaktorial. Mekanisme paling penting adalah kongesti paru dengan akumulasi cairan interstitial atau intra-alveolar. Faktor- faktor lain yang berkontribusi terhadap dyspnea saat aktivitas termasuk penurunan kepatuhan paru, peningkatan resistensi saluran napas, otot pernapasan dan / atau kelelahan diafragma, dan anemia. Ortopnea, yang didefinisikan sebagai dispnea yang terjadi pada posisi berbaring. Gejala ini hasil dari redistribusi cairan dari sirkulasi splannikus dan ekstremitas bawah ke sirkulasi pusat selama berbaring, dengan peningkatan resultan tekanan kapiler paru. Batuk malam hari adalah manifestasi sering proses ini dan gejala yang sering diabaikan gagal jantung. Ortopnea umumnya lega dengan duduk tegak atau tidur dengan bantal tambahan. Meskipun ortopnea adalah gejala yang relatif spesifik gagal jantung, gejala ini juga bisa terjadi pada pasien dengan obesitas abdominal atau asites dan pada pasien dengan penyakit paru. Dispnea paroksismal nokturnal, istilah ini mengacu pada episode akut sesak nafas yang hebat dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien beristirahat. Gejala ini mungkin disertai dengan batuk atau mengi, kemungkinan karena peningkatan tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran napas, bersama dengan edema paru interstitial yang menyebabkan peningkatan resistensi saluran napas. Sedangkan ortopnea dapat dihilangkan dengan duduk tegak di sisi tempat tidur dengan kaki dalam posisi tergantung, pasien dengan Universitas Sumatera Utara 8 gajala ini sering memiliki batuk yang bersifat menetap dan mengi bahkan setelah mereka telah mengambil posisi tegak. Asma jantung berkaitan erat dengan dispnea paroksismal nokturnal, ditandai dengan mengi sekunder untuk bronkospasme, dan harus dibedakan dari asma primer sebagai penyebab paru mengi. Respirasi Cheyne-Stokes, juga disebut sebagai respirasi periodik atau siklus respirasi, respirasi Cheyne-Stokes umum dalam lanjutan gagal jantung dan biasanya berhubungan dengan output jantung yang rendah. Respirasi CheyneStokes disebabkan oleh sensitivitas berkurang dari pusat pernapasan untuk PCO2 arteri. Ada fase apnea, di mana arteri PO2 terjun dan arteri PCO2 naik. Perubahan-perubahan dalam kandungan gas darah arteri merangsang pusat pernapasan tertekan, sehingga hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti pada gilirannya dengan kekambuhan apnea. Respirasi Cheyne-Stokes dapat dirasakan oleh pasien atau keluarga pasien sebagai dyspnea parah atau sebagai penghentian sementara pernapasan. Pasien dengan gagal jantung juga dapat disertai dengan gejala gastrointestinal. Anoreksia, mual, dan cepat kenyang berhubungan dengan nyeri perut dan kepenuhan sering keluhan dan mungkin berhubungan dengan edema dinding usus besar dan / atau hati sesak. Kemacetan pada hati dan peregangan kapsul yang dapat menyebabkan nyeri kanan atas kuadran. Gejala serebral, seperti kebingungan, disorientasi, dan tidur dan gangguan mood, dapat diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis otak dan mengurangi perfusi serebral. Nokturia adalah umum di gagal jantung dan dapat menyebabkan insomnia. Universitas Sumatera Utara 9 2.1.4.2.Pemeriksaan Fisik Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung sekaligus mengetahui tingkat keparahan dari gejalagejalanya, menambah informasi tentang profil hemodinamis dan respon terapi dan menetukan prognosis yang penting untuk tujuan tambahan pada saat dilakukan pemeriksaan fisik Pada penderita gagal jantung yang ringan dan sedang-berat, penderita terlihat dengan keadaan tidak ada gangguan pada saat istirahat, kecuali adanya perasaan tidak nyaman pada saat berbaring untuk beberapa menit. Pada gagal jantung berat penderita harus duduk tegak, dan mungkin tidak bisa menyelesaikan kata-kata karena pemendekan nafas. Tekanan darah sistolik mungkin normal atau tinggi pada awal gagal jantung, tetapi secara umum menurun pada gagal jantung lanjutan karena adanya disfungsi ventikel kiri lanjutan. Denyut nadi berkurang merefleksikan adanya penguranan pada strok volume. Vasokonstriksi perifer menyebabkan akral dingin, sianosis pada bibir dan kuku. Kemudian pada pemeriksaan vena jugularis untuk memprediksi tekanan atrium kanan. Pada gagal jantung tahap awal tekanan vena jugularis mungkin normal pada saat istirahat tetapi menjadi abnormal secara bertahap. Pada penderita gagal jantung ada di temukannya krepitasi paru hasil dari transudasi dari cairan ruang intravaskular ke alveoulus. Pada pasien edema paru, krepitasi mungkin terdengar luas sepanjang kedua lapangan paru dan di tambah dengan adanya mengi. Krepitasi jarang terjadi pada gagal jantung kronis bahkan ketika tekanan pengisian ventikel kiri mengaami peningkatan, karena adanya peningkatan drainase limfatik cairan alveolus. Efusi pleura akibat dari peningkatan tekanan kapiler pleura dan menghasilkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Meskipun efusi pleura sering bilateral pada gagal jantung. Pada pemeriksaan jantung, meskipun penting, seringkali tidak memberikan informasi yang berguna tentang keparahan gagal jantung. Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3) yang terdengar dan teraba di puncak. Pasien dengan pembesaran atau hipertrofi ventrikel kanan mungkin memiliki kiri impuls parasternal berkelanjutan dan berkepanjangan memperluas seluruh sistol. Universitas Sumatera Utara 10 Sebuah S3 ini paling sering ada pada pasien dengan volume overload yang memiliki takikardia dan takipnea, dan sering menandakan kompromi hemodinamik parah. Bunyi jantung IV (S4) bukan merupakan indikator spesifik gagal jantung tetapi biasanya hadir pada pasien dengan disfungsi diastolik. Mitral murmur dan trikuspid regurgitasi sering hadir pada pasien dengan gagal jantung lanjutan. Hepatomegali adalah tanda penting pada pasien dengan gagal jantung. ketika ada, pembesaran hati sering teraba lunak dan dapat berdenyut selama sistole jika regurgitasi trikuspid ada. Asites, tanda akhir, terjadi sebagai akibat dari meningkatnya tekanan di dalam vena hepatika. Jaundice, juga merupakan temuan akhir gagal jantung, hasil dari gangguan fungsi hati hepatoseluler hipoksia, dan berhubungan dengan ketinggian dari kedua bilirubin langsung dan tidak langsung. Edema perifer merupakan manifestasi kardinal gagal jantung, namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang telah diobati secara memadai dengan diuretik. Edema perifer biasanya simetris dan bergantung pada gagal jantung dan terjadi terutama di pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien ra