Вы находитесь на странице: 1из 13

GEOLOGI DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAHULUAN

Fisiografi Regional

Nusa tenggara berada diantara bagian timur pulau Jawa dan


kepulauan Banda tediri dari pulau-pulalu kecil dan lembah sungai.
Secara fisik, dibagian utara berbatasan dengan pulau Jawa, bagian
timur dibatasi oleh kepulauan Banda, bagian utara dibatasi oleh laut
Flores dan bagian selatan dibatasi oleh Samudra Hindia. Secara
geologi nusa tenggara berada pada busur Banda. Rangkaian pulau
ini dibentuk oleh pegunungan vulkanik muda. Pada teori lempeng
tektonik, deretan pegunungan di nusa tenggara dibangun tepat di
zona subduksi indo-australia pada kerak samudra dan dapat di
interpretasikan kedalaman magmanya kira-kira mencapai 165-200
km sesuai dengan peta tektonik Hamilton (1979).
Lempeng tektonik kepulauan Indonesia terletak di penggabungan
tiga lempeng utama diantaranya lempeng indo-australia, Eurasia
dan pasifik. Interaksi dari ke tiga lempeng tersebut menimbulkan
kompleks tektonik khususnya di perbatasan lempeng yang terletak
di timur Indonesia.

Sebagian besar busur dari kepulauan Nusa Tenggara dibentuk


oleh zona subduksi dari lempeng Indo-australia yang berada tepat
dibawah busur Sunda-Banda selama diatas kurun waktu tertier yang
mana subduksi ini dibentuk didalam busur volcanik kepulauan Nusa
Tenggara. Bagaimanapun juga ada perbedaan-perbedaan hubungan
dari análisis kimia diantara batuan volkanik pada kepulauan Nusa
Tenggara. Busur volkanik pada bagian timur wilayah sunda secara
langsung dibatasi oleh kerak samudra yang keduanya memiliki
karakteristik kimia yang membedakanya dari lava pada bagian
barat busur Nusa Tenggara. Menurut Hamilton dibagian barat
barisan pegunungan Nusa Tenggara dibentuk pada massa Senozoic.
Batuaan Volkanik didalam busur Banda dari kepulauan Nusa
Tenggara yang diketahui lebih tua dari batuan pada awal miocene,
ditemukan pada kedalaman 150 km dibawah zona gempa. Wilayah
seismic di Jawa terbentang pada kedalaman maksimal 600 km ini
merupakan indikasi dari subduksi dari sub-ocean lithosfer milik
lempeng Australia.yang terletak dibawah busur Banda. Pada awal
pleistosen di seberang Timor menunjukkan adanya tabrakan dari
Timor dengan Alor dan Wetar, setelah semua lautan dimusnahkan
oleh zona subduksi.
Ukuran dari deretan kepulauan volkanik perlahan-lahan akan
semakin kecil dari timur pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa ,
Flores, Wetar sampai ke Banda. Penurunan ini sangat terlihat nyata
pada bagian timur Wetar, kemungkinan ini karena pantulan jumlah
subduksi dari kerak samudra, Yang secara tidak langsung
gerakannya berupa dip-slip di bagian barat Wetar dan gerakan
strike-slip dibagian timurnya. Kemungkinan busur vulkanik dibagian
timur wetar lebih muda dan kemungkinan busur volkanik yang asli
di bagian timur Wetar telah disingkirkan oleh pinggiran batas benua
Australia.
Sesuai dengan teori tektonik lempeng, Nusa Tenggara dapat
dibagi menjadi menjadi 4 struktur tektonik yaitu busur belakang
yang terletak di laut Flores, busur dalam yang dibentuk oleh
kepulauan vulkanik diantaranya Bali, Lombok, Sumbawa, Cómodo,
Rinca, Flores, Andora, Solor, Lomblen, Pantar, Alor, Kambing dan
Wetar. Busur volkanik luar yang dibentuk oleh kepulauan non-

volkanik diantaranya Dana, Raijua, Sawu, Roti, Semau dan Timor,


dan dibagian depan busur dibagi kedalam dua bagian yaitu inner arc
(busur dalam) dan outer arc (busur luar) dan bagian dalam ialah
lembah yang dalam diantaranya lembah (basin) Lombok dan Sawu.

Sistem Tektonik

Proses pembentukan Nusa Tenggara Timur tidak terlepas dari


proses pembentukan tektonik indonesia secara keseluruhan. Pada
40 juta tahun yang lalu, Sulawesi, Halmahera, dan pulau pulau
lainya di indonesia bagian timur belum terlihat bentuknya, juga
bagian utara dari Kalimantan belum muncul.
Pada 30 juta tahun yang lalu, lengan utara sulawesi ulai
terbentuk bersamaan dengan jalur oviolit jamboles. Sedangkan jalur
ofiolit sulawesi timur masih berada dibelahan bumi selatan.
Pada 20 juta tahun yang lalu kontinen-kontien mikro
bertumbukan dengan jalur ofiolit sulawesi timur, dan laut maluku
membentuk sebagai bagian dari laut filipina. Laut cina selatan mulai
membuka dan jalur tunjaman di utara serawak-sabah mulai aktif.
Selnjutnya Australia dan papua bergerak mendorong ke arah utara
sehingga kalimantan dan pulau-pulau di indonesia timur berotasi
berlawanan arah dengan gerak jarum jam.
Pada 10 juta tahun yang lalu, benua mikro ukang besi – Buton
bertumbukan dengan jalur ofiolit sulawesi tenggara, tunjaman
ganda terjadi dikawasan laut maluku, dan laut serawak terbentuk di
utara kalimantan. Sulawesi terbentuk yang merupakan gabungan
dari setidaknya tiga unsur dari lokasi berbeda. Kemudian di ikuti
dengan terbentuknya pulau-pulau di daerah laut banda dan
halmahera. Kalimantan menjadi utuh dengan menyatunya bagian
utara yang berasal dari unsur di utaranya. Demikian juga papua
posisinya sudah lebih dekat ke indonesia.
Pada 5 juta tahun yang lalu, benua mikro banggai-sula
bertumbukan dengan jaalur ofiolit sulawesi timur, dan mulai aktif
tunjangan miring di antara papua nugini. Sulawesi yang merupakan
pulau besar termuda di indonesia, ternentuk menjadi sempurna
seperti sekarang sejak lima juta tahun yang lalu.
Kepulauan Nusa Tenggara terletak pada dua jalur geantiklin yang
merupakan sambungan dari bagian barat Busur Sunda-Banda. Busur
terdiridari pulau-pulau : Romang, Wetar, Kambing, Alor, Pantar,
Lomblen, Solor,Adonara, Flores, Rinca, Komodo, Sumbawa, Lombok
dan Bali. Sedangkan Busur geantiklin dimulai dari timur ke barat
sebelah selatan terdiri dari :Timor, Semau Roti, Sawu, Raijua dan
Dana.Pematang Geantiklin tersebut bercabang dua di daerah Sawu,
satu cabang masuk kearah barat menyeberangi P.Raijua dan P. Dana
terus ke Pematang submarin pada palung Jawa Selatan, cabang
lainnya bersambung dengan busur Sunda-Banda melalui P. Sumba.
Pada umumnya struktur didaerah penyelidikan sesar mendatar yang
berarahbarat–timur, meskipun ada yang berarah timurlaut-
baratdaya.
Proses geodinamika global (More et al, 1980), selanjutnya
berperan dalam membentuk tatanan tepian pulau-pulau Nusantara
tipe konvergen aktif (Indonesia maritime continental active margin),
di mana bagian luar Nusantara merupakan perwujudan dari zona
penunjaman (subduksi) dan atau tumbukan (kolisi) terhadap bagian
dalam Nusantara, yang akhirnya membentuk fisiografi perairan
Indonesia.

Gunung Api Purba Nusa Tenggara Timur

Pulau Flores sedikitnya terdapat 13 gunung api aktif yang


berjajar di bagian selatan berarah barat – timur dan terdapat
sekurangnya 5 gunung api yang merupakan lapangan panas bumi,
sedangkan gunung api yang kegiatannya terjadi pada masa
prasejarah lebih kurang sejumlah 4 buah (van Padang, 1951). Di
pihak lain, Soeria-Atmadja et al. (2001) menyebutkan bahwa
terdapat dua jalur magmatik sejajar yang menyusun busur Sunda –
Banda yaitu jalur magmatik berumur Tersier Awal dan Tersier Akhir –
Kuarter. Hendaryono et al. (2001) memperkirakan bahwa di Pulau
Flores, Indonesia Timur mengalami dua siklus kegiatan magmatisme
yang didasarkan pada sistesa penampang stratigrafi yang didukung
pentharikan umur radiometri 40K-40Ar. Volkanisme pertama
berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Atas. Kegiatan volkanisme
tertua menunjukkan umur 27,7 – 25 juta tahun lalu dan periode
yang lebih muda menunjukkan umur 16 – 8,4 juta tahun lalu.
Volkanisme kedua terjadi pada akhir Miosen hingga Plio-Kuarter
yang menunjuk pada angka 6,7 hingga 1,2 juta tahun lalu. Selain hal
tersebut, peneliti ini juga memperlihatkan analisis unsure oksida
utama dengan kisaran kandungan silika antara 50 – 70 % berat dan
kandungan K2O umumnya kurang dari 1 % berat yang menunjuk
pada tipe magma tholeiit hingga kapur alkali normal.
Selain pernyataan yang disebutkan sebelumnya, Katili (1975)
juga menyatakan bahwa terdapat perbedaan tataan geologi antara
sistem palung busur Jawa dengan sistem palung busur Timor. Pada
Gambar 5 memperlihatkan adanya dua fase perkembangan busur
Banda. Di dalam fase awal, lempeng samudera Hindia-Australia
menunjam di bawah lempeng samudera Banda, dan dalam fase
akhir diikuti oleh subduksi kerak benua Australia ke dalam zona
subduksi busur Banda sebagai pengapungan Australia yang
menerus ke arah utara. Genrich et al. (1996) menyebutkan bahwa
pengukuran geodetik sistem informasi geografis pada 30 lokasi di
Indonesia (termasuk di Ruteng) dan 4 lokasi di Australia
menunjukkan bahwa daerah pinggir benua Australia tumbuh di
busur kepulauan Banda. Peristiwa ini memberikan gambaran adanya
persentuhan kerak benua Australia dengan kerak benua Eurasia,
yang memberikan pengaruh perkembangan struktur geologi,
stratigrafi, geokimia, magmatisme dan volkanisme pada wilayah
Indonesia bagian timur (Carter et al. 1976; Elburg et al. ?; McCaffrey
dan Abers, 1991; Macpherson dan Hall, 1999).
Bacharudin (1988; dalam Katili dan Sudradjat, 1989)
melakukan analisis berdasarkan citra Landsat daerah Flores Barat.
Hasil analisis memperlihatkan adanya dominasi litologi berupa
batuan sedimen berumur Miosen di bagian utara dan batuan
gunung api berumur Kuarter di bagian selatan, yang kedua batuan
tersebut memperlihatkan penyebaran barat – timur. Namun, di pihak
lain (Koesoemadinata et al. 1994) menyatakan bahwa bagian utara
terutama disusun oleh batuan gunung api yang dimasukkan ke
dalam kelompok Formasi Kiro (Tmk) berumur Miosen Awal. Formasi
Kiro merupakan batuan tertua di Flores Barat terdiri dari breksi,
lava, tuf dengan sisipan batupasir tuf yang mempunyai kedudukan
jurus tenggara hingga timurlaut dan kemiringan antara 10 o – 20o.
Breksi dengan komponen pecahan andesit dan basal, dan di
beberapa tempat telah mengalami alterasi dan mineralisasi
membentuk magnetit dan mangan.
Stratigrafi atau urut-urutan litologi yang menyusun Pulau
Flores secara umum dari tua ke muda menurut Koesoemadinata et
al. (1994) adalah Formasi Kiro (Tmk) berumur Miosen Awal,
kemudian menumpang menjari di atasnya Formasi Nangapanda
(Tmn), Formasi Bari (Tmb), Formasi Tanahau (Tmt) berumur Miosen
Tengah, selanjutnya diterobos batuan granit (Tmg) dan batuan diorit
(Tmd) berumur Miosen Akhir. Setelah itu berkembang di atasnya
Formasi Waihekang (Tmpw) yang menjari dengan Formasi Laka
(Tmpl) berumur Pliosen, dan kemudian ditutupi oleh produk kegiatan
gunung api tua (QTv) berumur Pleistosen. Secara tidak selaras di
atasnya diendapkan kelompok batuan dan endapan paling muda
atau sekarang masih berlangsung pembentukannya yang diwakili
oleh batuan gunung api muda (Qhv), undak pantai (Qct),
batugamping koral (Ql), dan aluvium (Qal).

Patahan dan Sesar Nusa Tenggara Timur

Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara timur dan sekitarnya


merupakan bagian dari kerangka sistem tektonik Indonesia. Daerah
ini termasuk dalam jalur pegunungan Mediteranian dan berada pada
zona pertemuan lempeng. Pertemuan kedua lempeng ini bersifat
konvergen, di mana keduanya bertumbukan dan salah satunya,
yaitu lempeng Indo-Australia, menyusup ke bawah lempeng Eurasia.
Batas pertemuan lempeng ini ditandai dengan adanya palung lautan
(oceanic trough), terbukti dengan ditemukannya palung di sebelah
selatan Pulau Timor yang dikenal sebagai Timor through.
Pergerakan lempeng Indo- Australia terhadap lempeng Eurasia
mengakibatkan daerah Kepulauan Alor sebagai salah satu daerah
yang memiliki tingkat kegempaan yang cukup tinggi di Indonesia
berkaitan dengan aktivitas benturan lempeng (plate collision).
Pergerakan lempeng ini menimbulkan struktur-struktur tektonik
yang merupakan ciri-ciri sistem subduksi, yaitu Benioff Zone, palung
laut, punggung busur luar (outer arc ridge), cekungan busur luar
(outer arc basin), dan busur pegunungan (volcanic arc).
Selain kerawanan seismik akibat aktivitas benturan lempeng,
kawasan Alor juga sangat rawan karena adanya sebuah struktur
tektonik sesar naik belakang busur kepulauan yang populer dikenal
sebagai back arc thrust. Struktur ini terbentuk akibat tunjaman balik
lempeng Eurasia terhadap lempeng Samudra Indo-Australia.
Fenomena tumbukan busur benua (arc-continent collision) diduga
sebagai pengendali mekanisme deformasi sesar naik ini.
Back arc thrust membujur di Laut Flores sejajar dengan busur
Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara dalam bentuk segmen-segmen,
terdapat segmen utama maupun segmen minor. Fenomena sesar
naik belakang busur kepulauan ini sangat menarik untuk diteliti dan
dikaji mengingat sangat aktifnya dalam membangkitkan gempa-
gempa tektonik di kawasan tersebut.
Sesar ini sudah terbukti nyata beberapa kali menjadi penyebab
gempa mematikan karena ciri gempanya yang dangkal dengan
magnitude besar. Berdasarkan data, sebagian besar gempa terasa
hingga gempa merusak yang mengguncang Bali, Nusa Tenggara
Barat, dan NTT disebabkan oleh aktivitas back arc thrust ini, dan
hanya sebagian kecil saja disebabkan oleh aktivitas penyusupan
lempeng.
Sesar segmen barat dikenal sebagai Sesar Naik Flores (Flores
Thrust) yang membujur dari timur laut Bali sampai dengan utara
Flores. Flores Thrust dikenal sebagai generator gempa- gempa
merusak yang akan terus-menerus mengancam untuk
mengguncang busur kepulauan.
Sesar ini menjadi sangat populer ketika pada tanggal 12
Desember 1992 menyebabkan gempa Flores yang diikuti
gelombang pasang tsunami yang menewaskan 2.100 orang. Sesar
ini juga diduga sebagai biang terjadinya gempa besar di Bali yang
menewaskan 1.500 orang pada tanggal 21 Januari 1917. \
Sesar segmentasi timur dikenal sebagai Sesar Naik Wetar (Wetar
Thrust) yang membujur dari utara Pulau Alor hingga Pulau Romang.
Struktur ini pun tak kalah berbahaya dari Flores Thrust dalam
“memproduksi” gempa- gempa besar dan merusak di kawasan NTT,
khususnya Alor. Sebagai contoh bencana gempa bumi produk Wetar
Thrust adalah gempa Alor yang terjadi 18 April 1898 dan gempa
Alor, 4 Juli 1991, yang menewaskan ratusan orang.
Berdasarkan tinjauan aspek seismisitas dan tektonik tersebut,
dapat disimpulkan bahwa tingginya aktivitas seismik daerah
Kepulauan Alor disebabkan kawasan kepulauan ini diapit oleh dua
generator sumber gempa, yaitu dari arah selatan Alor, berupa
desakan lempeng Indo-Australia, dan di sebelah utara Alor, terdapat
sesar aktif busur belakang (Wetar Thrust).
Adapun gempa Alor yang terjadi 12 November 2004 besar
kemungkinan disebabkan oleh aktivitas Wetar Thrust. Di samping
karena episenternya yang memang berdekatan dengan Wetar
Thrust, gempa tersebut juga memiliki kedalaman normal (dangkal).
Gempa dangkal adalah salah satu ciri utama gempa akibat
aktivitas sesar aktif. Faktor pendukung lain adalah hasil analisis
solusi bidang sesar yang menunjukkan sesar naik (thrust fault),
yang juga merupakan ciri mekanisme gempa back arc thrust.
Gambaran seismisitas dan kerangka tektonik di atas kiranya cukup
memberikan gambaran yang menyeluruh bahwa Kepulauan Alor dan
sekitarnya sangat rawan terhadap bencana kebumian, seperti
gempa bumi dan tsunami.
Bagi masyarakat Alor, kondisi alam yang kurang “bersahabat” ini
adalah sesuatu yang harus diterima sehingga mau tidak mau, suka
tidak suka, semua itu adalah risiko yang harus dihadapi sebagai
penduduk yang tinggal dan menumpang di batas pertemuan
lempeng tektonik.

Data Seismik

Peta seismisitas daerah Nusa Tenggara Barat dan sebagian


Nusa Tenggara Timur dari data katalog EHB periode 1960-2008
ditampilkan dalam Gambar 3. Pada peta tersebut terlihat bahwa
distribusi gempa tersebar diantara zona subduksi dan zona Back Arc
Thrust. Dari data mekanisme fokal terlihat bahwa gempa-gempa
tersebut memiliki mekanisme sesar naik. Gempa-gempa dalam di
sekitar Back Arc Thrust diakibatkan oleh subduksi lempeng Australia
terhadap lempeng Eurasia, sedangkan gempa-gempa dangkal di
sekitar Back Arc Thrust diakibatkan oleh sesar naik itu sendiri.
Gambar 3. Peta seismisitas daerah Nusa Tenggara Barat dan
sebagian Nusa Tenggara Timur periode 1960-2008
Dari data seismisitas tersebut, dibuat penampang melintang
hiposenter pada dua lintasan, yaitu Lintasan 1 (117° BT-6° LS
hingga 117° BT-12° LS) di daerah Sumbawa dan lintasan 2 (121° BT-
6° LS hingga 121° BT-12° LS) di daerah Flores. Sebagai pembanding,
data model slab subduksi dari USGS juga ditampilkan. Penampang
melintang tersebut ditampilkan pada Gambar 4 atas. Pada
penampang melintang tersebut terlihat bahwa hiposenter gempa
sesuai dan mengikuti pola dari model slab subduksi. Pada Lintasan 1
teridentifikasi adanya seismik gap pada kedalaman 320-470 km dan
pada Lintasan 2 teridentifikasi pada kedalaman 220-400 km.
Seismic gap ini berasosiasi dengan putusnya slab subduksi di
wilayah tersebut.
Di sebelah utara zona subduksi terlihat adanya cluster
hiposenter dengan kedalaman dangkal. Gambar 4 bawah adalah
perbesaran dari cluster hiposenter tersebut. Pada gambar tersebut
teridentifikasi bahwa hiposenter gempa semakin dalam ke arah
selatan. Berdasarkan data kemiringan (dip) mekanisme fokal
gempa, dibuat rata-rata dip gempa-gempa tersebut dan didapatkan
nilai dip sebesar 31.7° pada Lintasan 1 dan 30.8° pada Lintasan 2.
Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya
yang meneliti dip solusi bidang sesar di wilayah sebelah barat
Lintasan 1 yaitu sebesar 13°-35° [2] serta 20°-35° [3]. Dari data
hiposenter diketahui bahwa kedalaman maksimum gempa pada
Lintasan 1 adalah 45 km dan 52.1 km pada Lintasan 2. Dari data dip
dan kedalaman maksimum tersebut dibuat model penampang
melintang dari sesar di Back Arc Thrust tersebut dan digambarkan
sebagai garis berwarna biru pada Gambar 4 bawah.
Gambar 4. Atas: Penampang melintang hiposenter dan model slab
subduksi pada Lintasan 1 (kiri) dan Lintasan 2 (kanan). Bawah:
Penampang melintang hiposenter, mekanisme fokal, dan model
sesar di zona Back Arc Thrust pada Lintasan 1 (kiri) dan Lintasan 2
(kanan).

Dari data model slab subduksi dan model sesar di zona Back
Arc Thrust tersebut kemudian dibandingkan dengan data gravitasi
dari TOPEX dan ditampilkan pada Gambar 5. Dari gambar tersebut
terlihat adanya anomali yang bernilai negatif pada bagian awal zona
subduksi dan zona Back Arc Thrust. Anomali pada data gravitasi ini
adalah anomali udara bebas.
Pada Lintasan 1, nilai anomali gravitasi paling negatif di zona
Back Arc Thrust sebesar -78 mGal dan pada zona subduksi sebesar
-146 mGal. Sedangkan pada Lintasan 2, nilai anomali gravitasi
paling negatif di zona Back Arc Thrust sebesar -146 mGal dan pada
zona subduksi sebesar -72 mGal. Anomali gravitasi bernilai negatif
di zona Back Arc Thrust bukan disebabkan oleh tipisnya kerak di
bawah Basin Bali, tetapi disebabkan oleh pembelokan lempeng ke
bawah yang kemudian kekosongannya diisi oleh air dan sedimen [2]
dan di zona subduksi anomali bernilai negatif disebabkan oleh
sedimen yang densitasnya kecil dan terkumpul di dasar parit
samudera [4].

.
Gambar 5. Penampang melintang data anomali gravitasi dan model
slab subduksi dan model sesar di zona Back Arc Thrust di
Lintasan 1 (kiri) dan Lintasan 2 (kanan).

Kesimpulan
Batuan Dasar dari daerah NTT sebagai batuan dasar Mikro
Buton dan Lengan Timur Sulawesi. Batuan Prisma Akresi sebagai
bagian pembentukan Canggaan Busur Belakang Flores, Batuan
Gunungapi Bawah Laut,dan Batuan Sedimen Klastika. Batuan
Sedimen Klastika ini dapat dibedakan lagi menjadi lima unit. Daerah
penelitian merupakan daerah yang aktif secara tektonik dan
diekspresikan dalam bentuk prisma akresi, vulkanisme tidak aktif
dan sesar-sesar aktif.

DAFTAR PUSTAKA

Noor, Djuhari. 2009. Pengantar Geomorfologi. Universitas Pakuan,


Department Geologi, Bogor.

Sani, K., Jacobson, MI., Sigit, R. 1995. The Thin-Skinned Thrust


Structures of Timor. Proceedings Indonesian Petroleum Association
24nd.
Sidarto. 2010. Perkembangan Teknologi Inderaan Jauh dan
Pemanfaatannya untuk Geologi di Indonesia. Publikasi Khusus, 89
hal. Bandung : Badan Geologi

Вам также может понравиться