Вы находитесь на странице: 1из 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inflamasi

2.1.1 Definisi Inflamasi

Inflamasi atau radang merupakan proses fungsi pertahanan tubuh

terhadap masuknya organisme maupun gangguan lain. Inflamasi

merupakan keadaan perubahan dinamik yang konstan, yaitu suatu

reaksi dari jaringan hidup guna melawan berbagai macam rangsangan

(Soenarto, 2014).

Reaksi radang, meskipun membantu menghilangkan infeksi dan

stimulus yang membahayakan serta memulai proses penyembuhan

jaringan, reaksi radang dapat pula mengakibatkan kerugian dikarenakan

mengakibatkan jejas pada jaringan normal misalnya pada inflamasi

dengan reaksi berlebihan (infeksi berat), berkepanjangan, autoimun,

atau kelainan alergi (Mitchell et al, 2013).

Komponen utama radang adalah reaksi vaskular dan respon sel

yang keduanya diaktifkan oleh mediator yang berasal dari berbagai

protein plasma dan sel. Ketika penyebab inflamasi masuk ke dalam

jaringan cedera, kerusakan sel tubuh akan segera diketahui oleh

makrofag, sel dendrit, sel mast, dan sel lainnya. Sel tersebut mensekresi

molekul (sitokin dan mediator lain) yang menginduksi dan mengatur

respon radang (Mohan, 2015).

5
6

2.1.2 Respon Inflamasi

Respon inflamasi terjadi dalam fase dengan mekanisme yang

berbeda, yaitu:

1. Fase akut

Terjadi cepat dan memakan waktu singkat yang ditandai dengan

vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada fase

ini terjadi pelepasan plasma dan komponen selular darah ke dalam

ruang-ruang jaringan ekstraselular, termasuk fagositosis untuk

membersihkan debris jaringan (Palmblad, 2010).

2. Fase kronik

Terjadi secara bertahap dalam periode yang lebih lama dan ditandai

dengan penimbunan limfosit dan makrofag disertai proliferasi

vaskular dan fibrosis (Sears, 2011).

2.1.3 Sel-sel Inflamasi

Respon peradangan memiliki banyak komponen yang terlibat,

diantaranya sel dan protein plasma dalam sirkulasi, sel pembuluh darah

serta sel dan matriks ekstraseluar jaringan ikat di sekitarnya. Sel dalam

sirkulasi adalah sel PMN yang berasal dari sumsum tulang (neutrofil,

basofil, eosinofil) dan sel monomorphonuclear (MN) meliputi monosit

dan limfosit. Protein dalam sirkulasi meliputi faktor pembekuan,

kininogen, faktor komponen komplemen yang sebagian besar disintesis

oleh hati. Sel pembuluh darah meliputi sel endotel dan sel otot polos

yang memberikan tonus pada pembuluh darah. Sel jaringan ikat

meliputi sel mast, makrofag dan fibroblas yang mensintesis matriks


7

ekstraselular. Matriks ekstraselular terdiri dari protein penyusun fibrosa

(kolagen dan elastin), proteoglikan yang membentuk gel dan

glikoprotein adhesif (Stankov, 2012).

Sel yang paling banyak bereaksi pada reaksi radang adalah

neutrofil yang termasuk dalam sel PMN. Melalui diapedesis sel

neutrofil keluar dari pembuluh darah menuju ke lokasi jejas. Sel inilah

yang pertama kali tiba di tempat jejas untuk memfagosit penyebab

inflamasi dan destruksi sel dengan enzim lisosomal yang akan

menyebabkan reaksi radang lokal (Mohan, 2015).

2.1.4 Jenis-jenis Leukosit

Ada enam macam leukosit yang ditemukan dalam darah.

Keenam sel tersebut adalah neutrofil dengan presentase 62 % dari

seluruh leukosit, basofil dengan presentase 0,4 % dari seluruh leukosit,

eosinofil dengan presentase 2,3 % dari seluruh leukosit, monosit dengan

presentase 5,3 %, dan limfosit 30 % (Guyton dan Hall, 2011).

a. Neutrofil polymorphonuclear

Memiliki inti lobulated (3-5 lobus) dan granula halus yang merespon

terhadap pewarnaan asam basa. Memiliki diameter 12-15 µm. Pada

inflamasi akut, neutrofil akan meningkat segera dari 5000/µl hingga

30.000/µl. Peningkatan tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke

sirkulasi yang berasal dari sumsum tulang (Baratawidjaya, 2014).

b. Basofil polymorphonuclear

Diameter basofil lebih kecil dari neutrofil yaitu sekitar 9-10 μm.

Jumlahnya 1% dari total sel darah putih. Basofil memiliki banyak


8

granula sitoplasma yang menutupi inti. Dalam jaringan, basofil

menjadi sel mast (Banasik, 2013).

c. Eusinofil polymorphonuclear

Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih

kasar dan berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein

basa). Jumlah eusinofil bisa meningkat ketika alergi dan infeksi oleh

parasit (Price, 2012).

d. Monosit (agranular)

Biasanya lebih besar daripada leukosit darah tepi yaitu diameter 16-

20 μm dan memiliki inti besar di tengah oval atau berlekuk dengan

kromatin mengelompok, ketika bermigrasi menuju jaringan, akan

berubah menjadi makrofag (Guyton dan Hall, 2011).

e. Limfosit (agranular)

Berdiameter kecil dari 10μm. Intinya yang gelap berbentuk bundar

atau agak berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan tidak

berbatas tegas. Nukleoli normal terlihat. Terdapat 2 jenis :

- Limfosit T sebagai cell mediated immunity.

- Limfosit B sebagai humoral mediated immunity (Lazenby, 2011).


9

(Thieml, 2014)
Gambar 2.1
Polymorphonuclear dan Monomorphonuclear Cell
Neutrofil, basofil, eusinofil termasuk polymorphonuclear. Neutrofil mempunyai 3-5
lobus, basofil memiliki sitoplasma lebih gelap, eosinofil memiliki sitoplasma kasar
dan gelap. Monosit dan limfosit termasuk monomorphonuclear. Monosit memiliki
inti besar di tengah oval atau berlekuk dengan kromatin mengelompok, limfosit
memiliki inti yang gelap berbentuk bundar.

2.1.5 Mekanisme Inflamasi Akut

Inflamasi dimulai dengan inflamasi akut yang merupakan respon

awal terhadap kerusakan jaringan. Kerusakan sel yang terkait dengan

inflamasi berpengaruh terhadap selaput membran sel yang

menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal terutama

metabolit asam arakidonat. Sebagian metabolit asam arakidonat dirubah

oleh enzim COX menjadi prostaglandin, tromboksan dan prostasiklin.

Sebagian lain hasil metabolit asam arakidonat diubah oleh enzim

lipoxygenase menjadi leukotrien. Leukotrien merupakan produk akhir

dari metabolisme asam arakidonat pada jalur lipoxygenase. Senyawa ini

dapat meningkatkan adhesi leukosit pada pembuluh kapiler selama

cedera atau infeksi (Robert, 2015).


10

(Mitchell, 2013)
Gambar 2.2
Produksi Metabolit Asam Arakidonat
Dihasilkan oleh fosfolipid membran sel yang terangsang oleh stimulus
mekanik, kiwiawi. Melalui 2 jalur, yaitu lipoxygenase yang akan
menghasilkan leukotrien dan cyclooxygenase yang menghasilkan
prostaglandin, tromboksan, prostasiklin.

Proses inflamasi dimulai dari pengenalan patogen penyebab

inflamasi. Fagosit, sel dendrit, sel epitel mengekspresikan reseptor yang

dibentuk untuk mampu merasakan keberadaan patogen infektif dan

substansi yang dikeluarkan oleh sel yang terkena jejas. Inflammasome

merupakan kompleks multi protein sitoplasma yang mengenali produk

sel cedera, seperti asam urat dan ATP ekstrasel. Terpicunya

inflammasome akan mengakibatkan enzim kaspase-1 yang akan

memecah bentuk prekursor sitokin radang Interleukin (IL-1β) dan


11

tumor necrosis factor (TNF) menjadi bentuk aktif. IL-1 dan TNF

merupakan mediator penting untuk terjadinya inflamasi akut (Mohan,

2015).

TNF dan IL-1 memacu makrofag dan sel endotel untuk

memproduksi kemokin yang berperan pada influk neutrofil melalui

peningkatan ekspresi molekul adhesi. Interferon (IFN-γ) dan TNF-α

juga mengaktifkan makrofag dan neutrofil, meningkatkan fagositosis,

dan pelepasan enzim ke rongga jaringan (Baratawidjaja, 2014).

Radang akut memiliki 2 komponen utama, yaitu perubahan

vaskular dan aktivitas sel. Pada vaskular terjadi vasokonstriksi dalam

hitungan detik setelah jejas, setelah itu terjadi vasodilatasi arteriol yang

mengakibatkan penigkatan aliran darah, sehingga menimbulkan gejala

rubor dan kalor yang merupakan tanda khas peradangan. Pembuluh

darah kecil menjadi lebih permiabel dan cairan kaya protein akan

mengalir keluar ke jaringan ekstravaskular sehingga meningkatkan

viskositas darah dan memperlambat aliran darah. Setelah pembuluh

darah statis, leukosit terutama neutrofil mulai berkelompok pada

permukaan vaskular endotel. Kontraksi sel endotel menyebabkan

terbentuknya celah antar sel pada venule post kapiler menyebabkan

peningkatan permeabilitas vaskular. Kontraksi sel endotel terjadi segera

setelah pengikatan dengan histamin, bradikinin, leukotrien selama 15-

30 menit, yang diikuti oleh peningkatan TNF dan IL-1. Meningkatnya

permeabilitas vaskular menyebabkan aliran cairan kaya protein dan

juga sel darah ke jaringan ekstravaskular. Hal ini akan mengakibatkan


12

tekanan osmotik cairan interstitial meningkat, dan cairan masuk ke

dalam jaringan sehingga terjadi penimbunan cairan kaya protein yang

disebut dengan eksudat, dan menimbulkan edema sebagai manifestasi

radang (Sheerwood, 2012).

Aktivitas selular dimulai setelah peningkatan aliran darah ke

bagian yang mengalami cedera. Leukosit dan trombosit tertarik ke

daerah tersebut karena bahan kimia yang dilepaskan oleh sel cedera, sel

mast, melalui pengaktifan komplemen dan produksi sitokin setelah

antibodi berikatan dengan antigen. Trombosit yang masuk ke daerah

cedera merangsang pembekuan untuk mengisolasi infeksi dan

mengontrol perdarahan. Penarikan leukosit yang meliputi neutrofil dan

monosit ke daerah cedera disebut kemotaksis. Sel-sel yang tertarik ke

daerah cedera akhirnya akan berperan melakukan penyembuhan

(Corwin, 2011).

2.1.6 Tanda-tanda Inflamasi

1. Kemerahan (rubor)

Warna kemerahan akibat arteri yang mengedarkan darah ke

daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah

ke tempat cedera (Stankov, 2012).

2. Rasa panas (kalor)

Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan.

Rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat

radang daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini


13

terjadi bila terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di

dalam tubuh tidak dapat dilihat dan rasakan (Sears, 2011).

3. Rasa sakit (dolor)

Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan karena adanya

peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi

peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, dan

adanya pengeluaran zat – zat kimia atau mediator nyeri seperti

prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf

perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2012).

4. Pembengkakan (tumor)

Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan

yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler,

adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang

mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari

pembuluh darah ke ruang interstitium (Soenarto, 2014).

5. Fungsiolaesa

Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang

terkena inflamasi dan sekitarnya akibat proses inflamasi. (Price,

2012).

2.1.7 Peran Leukosit dalam Inflamasi

Leukosit memiliki fungsi penting dalam mencerna agen yang

merugikan, membunuh bakteri, menghilangkan jaringan nekrotik dan

benda asing. Setelah leukosit diaktifkan, hal ini akan menginduksi

kerusakan jaringan dan memperpanjang waktu peradangan. Mediator


14

kimia menstimuli gerak leukosit sehingga leukosit berkumpul di tepi

pembuluh darah yang disebut marginasi. Sel endotel yang diaktifkan

oleh sitokin (IL-1 dan TNF) akan mengekspresikan molekul adhesi

selektin, sehingga leukosit akan melekat dengan daya lemah, leukosit

akan dengan mudah melepas dan melekat sehingga mulai bergulir pada

permukaan endotel. Terdapat tiga jenis kelompok selektin yang

berperan yaitu E-selektin (CD62E) yang diekspresikan oleh sel endotel,

P-selektin (CD62P) yang dijumpai di trombosit dan endotel, dan L-

selektin (CD62L) yang sebagian besar berada di permukaan leukosit.

Selanjutnya leukosit berhubungan dengan ligan pada sel endotel yang

disebut sebagai proses adhesi. Adhesi ini dipicu oleh integrin yang

terekspresi pada permukaan sel leukosit. Integrin terekspresi pada

membran plasma leukosit dalam keadaan lemah dan tidak terjadi

perlekatan pada ligan spesifik sebelum diaktifkan oleh kemokin.

Kemokin adalah sitokin kemoatraktan yang dihasilkan oleh sel di

tempat radang dan akan nampak pada permukaan endotel (Mohan,

2015)

Apabila leukosit berikatan dengan sitokin, maka sel akan

menjadi aktif dan integrin berubah ke bentuk afinitas tinggi. Pada saat

yang sama, sitokin lain seperti TNF dan IL-1 akan mengaktifkan sel

endotel untuk meningkatkan ekspresi ligan terhadap integrin. Ligan ini

termasuk Intracellular Adhesion Molecule (ICAM-1) yang akan

mengikat antigen-1 yang berhubungan dengan Lymphocyte Function of

Antigen (LFA-1) dan makrofag serta Vascular Cell Adhesion Molecule


15

(VCAM-1) yang akan terikat pada integrin Very Late Antigen (VLA-

4). Terjadi perlekatan leukosit, dan terjadi ekstravasi leukosit yang

disebut diapedesis. Setelah keluar dari sel endotel, leukosit akan

menghasilkan kolagenase untuk menembus membran basalis dan akan

bergerak menuju tempat infeksi yang disebut sebagai kemotaksis

(Lazenby, 2011).

(Mitchell, 2013)
Gambar 2.3
Mekanisme Leukosit Pada proses Peradangan
Urutan keadian pada leukosit : migrasi dan akumulasi leukosit menuju fokus
jejas (rekruitmen dan aktivasi seluler). Urutan kejadian ekstravasasi leukosit
dari lumen vaskular ke ekstravaskular: (1) marginasi dan rolling, (2) adhesi
dan transmigrasi antarsel endotel, dan (3) migrasi pada jaringan interstitial
terhadap suatu rangsang kemotaktik.

Mekanisme migrasi leukosit melalui pembuluh darah. Leukosit

mula-mula berguling, kemudian teraktifkan dan melekat pada endotel,

lalu bertransmigrasi melewati endotel, menembus membran basalis,

migrasi menuju kemoatraktan yang dikeluarkan sumber jejas. Berbagai

molekul berperan pada berbagai langkah proses ini: selektin untuk


16

berguling; kemokin (biasanya terikat dengan proteoglikan) dalam

mengaktifkan neutrofil untuk meningkatkan aviditas dengan integrin;

integrin dalam adhesi kuat; dan Platelet Endothelial Adhesion Molecule

(PECAM-1) dalam transmigrasi. ICAM-1; IL- 1, interleukin-1;

PECAM-1, molekul adhesi sel endotel trombosit; TNF, faktor nekrosis

tumor (Mitchell, 2013).

Pada radang akut, leukosit yang banyak bermigrasi adalah

neutrofil pada 6-24 jam pertama dan akan digantikan oleh monosit

dalam waktu 24-48 jam (Soenarto, 2014).

2.2 Apel

2.2.1. Definisi Apel

Apel adalah tanaman buah yang biasa tumbuh di iklim sub

tropis dan termasuk suku Rosaceae. Pohon apel pertama kali ditanam di

Asia Tengah, tetapi kini buah apel telah berkembang di berbagai daerah

di dunia, termasuk Indonesia (Afzadi, 2012).

Buah apel umumnya berbentuk bulat, dengan cekungan pada

pangkal pucuknya. Daging apel berwarna putih, renyah dan berair

dengan rasa manis atau asam. Daging buah ini dilindungi oleh kulit

tipis yang umumnya mengkilap (Hakimah, 2012).

2.2.2 Taksonomi Apel

Taksonomi tanaman apel menurut United States Department of

Agriculture (USDA, 2012), apel termasuk ke dalam Kingdom Plantae,

Subkingdom Tracheobionta, Superdivisi Spermatophyta, Divisi


17

Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Subkelas Rosidae, Order

Rosales, Famili Rosaceae, Genus Malus, dan spesies Malus domestica.

(Borkh, 2010)
Gambar 2.4
Malus domestica
Berbentuk bulat, dengan cekungan pada pangkal pucuknya. Daging apel
berwarna putih.

2.2.3 Morfologi Tanaman

Pohon apel merupakan pohon yang kecil dan berdaun gugur

mencapai ketinggian 3 hingga 12 meter, dengan tajuk lebar dan

beranting. Pohon apel berkayu cukup keras dan kuat dengan kulit kayu

yang tebal (Soelarso, 2010).

Daun apel berbentuk lonjong dengan panjang 5-12 cm dan lebar

3-6 cm. Ujung daunnya runcing, pangkal daun tumpul sedangkan tepi

daunnya bergerigi teratur. Warna permukaan daun bagian atas hijau tua

(Prayoga, 2011).

Bunga apel mekar di musim semi, bersamaan dengan

pertambahan daun. Bunga putih dengan baur merah jambu yang

berangsur pudar. Pada bunga, terdapat lima kelopak, dan mencapai

diameter 2,5 hingga 3,5 cm (Hermani dan Rahardjo, 2011).


18

Buah apel mempunyai bentuk bulat hingga lonjong. Bagian

pucuk buah berlekuk-lekuk dangkal, kulit agak kasar dan tebal, pori-

pori buah kasar, renggang tetapi setelah tua menjadi halus dan

mengkilat. Buah apel berwarna merah saat masak. Inti buah apel

memiliki 5 Gynocium yang tersusun seperti bintang lima, masing-

masing berisi satu hingga tiga biji. Biji buah apel berbentuk pipih,

panjang sekitar 1 cm, berkeping dua, masih muda putih setelah tua

hitam (Soelarso, 2010).

2.2.4 Manfaat Apel

Studi epidemiologi telah banyak membuktikan bahwa konsumsi

apel dapat menurunkan resiko kanker, penyakit kardiovaskular, dan

asma. Komponen dalam apel juga mempunyai efek yang bagus untuk

inflamasi, penderita Alzeimer, penurunan kognitif akibat penuaan,

diabetes, kesehatan tulang, dan proteksi gastrointestinal dari obat

(Andre, 2012). Apel juga mempunyai kandungan flavonoid yang

berfungsi sebagai antioksidan (He X dan Liu, 2008).

Apel juga membantu mempercepat pencernaan makanan. Apel

memberikan manfaat secara fisiologis yaitu sebagai laksansia, kontrol

kolesterol darah, kontrol glukosa darah, memperlancar pencernaan,

mencegah kerusakan gigi, memperbaiki metabolisme tubuh, dan

memperlancar darah serta mencegah obesitas (Hakimah, 2012).

2.2.5 Kandungan Kimia Kulit Apel

Kulit apel memiliki berbagai macam bahan aktif kimia yang

bermanfaat bagi tubuh. Berdasarkan hasil fitokimia menunjukkan


19

bahwa kulit apel mengandung terpenoids, phenolic, flavonoid,

anthocyanin, dan vitamin C (Pozo, 2011 ; Mueller, 2013 ; Boyer, 2004).

Beberapa senyawa utama kandungan kulit apel yang dilaporkan

bertanggungjawab atas beberapa aktivitas antiinflamasi adalah

terpenoids (Ursolic acid) dan polyphenol.

a. Terpenoids (Ursolic Acid)

Family terpenoids meliputi triterpenoids, ursolic acid dan

pentacyclic triterpenoids. Terpenoids baru-baru ini menarik

perhatian karena pengaruhnya sebagai anti inflamasi dan anti

kanker (Wozniak, 2015). Terpenoids secara umum dapat

menurunkan produksi sitokin pro inflamasi dengan cara inhibisi

transkripsi faktor inflamasi yang meliputi TNF-α, INF-γ, dan IL-8

(Mueller, 2013).

Kulit apel fuji mengandung ursolic acid sebesar 0,8 mg/cm2,

kandungannya jauh lebih besar dibanding dengan varietas smith

yang hanya 0,2 mg/cm2 (Frighetto, 2007). Ursolic acid termasuk

dalam pentacyclic terpenoids dapat digunakan untuk menurunkan

inflamasi dengan cara menghambat ekstravasi protein, edema,

dan influx leukosit. Ursolic acid juga menurunkan mediator

inflamasi seperti TNF α, IL-1 β, menginhibisi migrasi sel,

menurunkan permeabilitas vaskular, mencegah edema, dan

menurunkan influx leukosit (Padua, 2014).

Ursolic acid dapat menurunkan 52-73% influx leukosit, dan

48-74% influx neutrofil (Padua, 2014). Dalam menghambat


20

kaskade inflamasi, ursolic acid dapat menurunkan pelepasan

histamin dan postaglandin, serta menurunkan produksi leukotrien.

Ursolic acid terbukti efisien sebagai COX-2 inhibitor yang

berkaitan dengan caspase-3 untuk menekan respon inflamasi

(Wozniak, 2015).

b. Polyphenol

Polyphenol merupakan senyawa organik yang mempunyai

gugus hidroksil yang terikat pada benzena (Nair, 2008). Apple

Peel Polyphenols Extract (APPE) mengandung 100 kali lebih

banyak polyphenols dibanding whole fruit (Pozo, 2011). Total

kandungan polyphenol yang telah diukur dengan metode Folin-

Ciocalteu adalah 577,99±8,99 mg/100 g pada kulit apel,

167,11±4,79 mg/100 g pada whole fruit, dan 140,91±1,98 mg/100

g pada daging buah (Vieira, 2015).

APPE menurunkan influx leukosit terutama neutrofil dan

menurunkan malondialdehyde, serta sebagai antioksidan yang

melindungi intestinal sel Caco-2 dalam melawan kerusakan sel

yang diakibatkan oleh indomethacin dan NSAID (Pozo, 2011).

Polyphenol juga berpotensi dalam menghambat COX-2 dan

Nuclear Factor (NF-ĸB) sehingga dapat menurunkan gen

ekspresi inflamasi terutama pada fase akut. Senyawa polyphenol

juga terbukti dapat menghambat prostaglandin E2 yang diukur

dengan Enzymelinked Immunosorbent Assay (ELISA) (Denis,

2013 ; Heo, 2014).


21

c. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu senyawa yang paling banyak

terdapat pada tumbuhan. Tanaman flavonoid memiliki beragam

fungsi diantaranya sebagai antioksidan, anti mikrobial dan

fotoreseptor (Francini, 2013).

Flavonoid utama yang terkandung dalam kulit apel adalah

quercetin-3-O-beta-D-glucopyranoside (82.6%), quercetin-3-O-

beta-D-galactopyranoside (17.1%), catechin, epicatechin, dan

quercetin-3-O-alpha-L-arabinofuranoside Quarcetin dalam apel

(Malus domestica) memiliki kemampuan antioksidan yang lebih

besar daripada vitamin A dan E (Hi X dan Liu, 2008).

Antioksidan berkenaan dengan pencegahan oksidasi (peningkatan

muatan positif pada atom atau hilangnya muatan negatif)

(Dorland, 2010).

Dalam pengaruhnya terhadap proses inflamasi, flavonoid

dapat menghambat pada jalur metabolisme asam arakidonat,

pembentukan prostaglandin dan pelepasan histamin. Flavonoid

diduga menghambat enzim fosfolipase dan dan enzim COX-2

(Francini, 2013).

d. Vitamin C

Vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air dan penting

bagi proses metabolisme. Kulit apel yang diekstrak mengandung

vitamin C 1251±56 µmol/gram (Hi X dan Liu, 2008). Manfaat

vitamin C antara lain sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan


22

dapat meningkatkan sistem imun. Mekanisme antioksidan vitamin

C mampu sebagai free radical scavenging. Vitamin C

memperkuat sistem imun dengan merangsang aktivitass antibodi.

Dalam pengaruhnya sebagai antiinflamasi, vitamin C bekerja

dengan menghambat aktivitas fakor transkripsi NF-ĸB. Vitamin C

dapat juga menurunkan IL-6 plasma yang merupakan pengatur

utama inflamasi akut . Kadar IL-6 berkorelasi positif dengan

peningkatan terjadinya inflamasi sistemik, sehingga dengan

adanya vitamin C, penurunan IL-6 dapat menurunkan inflamasi

akut sistemik (Yulistiana, 2016).

2.3 Pengaruh Ekstrak Kulit Apel Terhadap Penurunan Jumlah sel PMN

Penelitian tentang aktivitas Malus domestica secara in vitro dan clinical

testing membuktikan bahwa mekanisme antiinflamasi Malus domestica

terjadi melalui berbagai jalur yaitu menurunkan COX-2, sebagai lipoxygenase

inhibitor, dan menurunkan secara signifikan sel PMN sebesar 70% (Jensen,

2014).

Kandungan utama dalam ekstrak kulit apel yang berperan dengan

proses inflamasi adalah ursolic acid dan polyphenol. Ursolic acid dapat

menurunkan mediator inflamasi seperti KC/CXCL-1, TNF α, IL-1 β. Jika

mediator inflamasi ini dihambat maka agregasi dari sel PMN juga akan

menurun. Ursolic acid juga dapat menurunkan produksi leukotrien.

Leukotrien bertindak sebagai kemotaktan kuat. Apabila produksi leukotrien

menurun, maka kemotaksis dari sel PMN juga akan menurun (Padua, 2014 ;

Wozniak, 2015).
23

Polyphenol terbukti dapat menghambat COX-2 dan NF-ĸB. NF-ĸB

merupakan faktor transkripsi yang menstimuli pro-inflamatory cytokine.

Apabila NF-ĸB dihambat, maka pro-inflamatory cytokine akan terhambat,

sehingga sel PMN tidak akan meningkat. Polyphenol juga menghambat

prostaglandin E2 yang berfungsi sebagai vasodilator dan migrasi sel PMN

(Denis, 2013).

2.4 Karagenan

Karagenan adalah polisakarida yang diekstraksi dari beberapa spesies

rumput laut atau alga merah (rhodophyceae). Karagenan adalah galaktan

tersulfatasi linear hidrofilik. Polimer ini merupakan pengulangan unit

disakarida. Galaktan tersulfatasi ini diklasifikasi menurut adanya unit 3,6-

unhydro galactose dan posisi gugus sulfat. Tiga jenis karagenan komersial

yang paling penting adalah karagenan iota, kappa dan lambda (Campo et al.

2009).

2.4.1 Jenis-jenis Karagenan

Iota karagenan (ι-karagenan) adalah jenis yang paling sedikit

jumlahnya di alam, dapat ditemukan di Euchema spinosum (rumput

laut) serta membentuk gel yang kuat pada larutan yang mengandung

garam kalsium (Nuswantoro, 2011).

Kappa karagenan (κ-karagenan) merupakan jenis yang paling

banyak terdapat di alam, menyusun 60% dari karagenan pada Chondrus

crispus dan mendominasi pada Euchema cottonii. Kappa karagenan

merupakan karagenan yang paling stabil dan dapat mudah larut dalam

air dan NaCl (Rowe, 2009).


24

Lambda karagenan (λ-karagenan) adalah jenis karagenan kedua

terbanyak di alam serta merupakan komponen utama pada Gigartina

aciculari dan Gigatina pistillata dan menyusun 40% dari karagenan

pada Chondrus ciprus. Lambda karagenan adalah yang kedua paling

stabil setelah kappa karagenan (Necas & Bartosikova, 2013).

2.4.2 Mekanisme Kerja Karagenan sebagai penginduksi radang

Kappa karagenan (gambar 2.9) sudah banyak digunakan sebagai

penginduksi radang untuk membuktikan aktifitas antiinflamasi dan

merupakan model hewan sederhana untuk mengevaluasi respon radang

tanpa adanya cedera atau kerusakan pada kaki yang meradang (Necas &

Bartosikova, 2013).

Karagenan memicu produksi nitric oxide yang merupakan

mediator inflamasi akut. Penelitian lanjutan, histamin, serotonin,

bradikinin adalah mediator yang dapat dideteksi pada fase awal

inflamasi akibat induksi karagenan. Prostaglandin memengaruhi

peningkatan permeabilitas vaskular dan terdeteksi pada fase akhir

inflamasi. Inflamasi lokal atau sistemik akan terjadi peningkatan dari

pro-inflamatory cytokine yaitu TNF-α, IL-1, dan IL-6 akibat induksi

karagenan (Posadas, 2004).

Вам также может понравиться

  • Bab 7
    Bab 7
    Документ2 страницы
    Bab 7
    nicky
    Оценок пока нет
  • Fisiologi Humor Aquos
    Fisiologi Humor Aquos
    Документ3 страницы
    Fisiologi Humor Aquos
    nicky
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ4 страницы
    Bab 1
    nicky
    Оценок пока нет
  • Bab 6
    Bab 6
    Документ5 страниц
    Bab 6
    nicky
    Оценок пока нет
  • Bab 5
    Bab 5
    Документ5 страниц
    Bab 5
    nicky
    Оценок пока нет
  • Bab 6
    Bab 6
    Документ5 страниц
    Bab 6
    nicky
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ20 страниц
    Bab 2
    nicky
    Оценок пока нет
  • Bab 4
    Bab 4
    Документ14 страниц
    Bab 4
    nicky
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ3 страницы
    Bab 2
    nicky
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ3 страницы
    Bab 2
    nicky
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ20 страниц
    Bab 2
    nicky
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ4 страницы
    Bab 1
    nicky
    Оценок пока нет