Вы находитесь на странице: 1из 4

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang
saling berkaitan, sebab akan mempengaruhi kesehatan keseluruhan dari tubuh.
Penyakit mulut yang banyak ditemukan pada masyarakat saat ini adalah karies
gigi dan penyakit periodontal. Karies merupakan penyakit universal yang dapat
menyerang semua orang, semua usia, ras dan semua tempat didunia. Hasil survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 dalam Depkes (2000) menunjukkan
bahwa 65,7% penduduk Indonesia menderita karies gigi aktif atau kerusakan pada
gigi yang belum ditangani. (Depkes RI, 2000).
Karies gigi adalah penyakit yang menyerang jaringan keras gigi meliputi
email, dentin dan sementum. Gejala terjadinya karies adalah proses demineralisasi
dari bahan anorganik dan bahan organik yang terkandung pada gigi. proses
demineralisasi tersebut disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang
menfermentasi karbohidrat dan menghasilkan asam (Kidd dan Bechal, 2012).
Untuk terjadi karies memerlukan faktor – faktor di dalam rongga mulut yang
saling berinteraksi satu sama lain. Faktor tersebut adalah Substrat berasal dari
asupan karbohidrat, host berupa struktur gigi maupun kualitas dan kuantitas
saliva, mikroorganisme merupakan bakteri penyebab karies (streptococcus mutans
dan lactobacillus sp), waktu merupakan lamanya gigi terpapar oleh bakteri plak
(axelsson, Messer, 2000).
Kualitas dan kuantitas saliva berpengaruh dalam proses karies, sebab
saliva selalu membasahi gigi geligi sehingga dapat mempengaruhi lingkungan
dalam rongga mulut. Faktor kepekatan ludah (viskositas saliva) berpengaruh pada
kesehatan rongga mulut, jika mengalami peningkatan dapat menurunkan laju
aliran saliva (flow saliva) dari jumlah normal yang menyebabkan kekeringan
rongga mulut (xerostomia) akibat penurunan produksi saliva dari kedua kelenjar
mayor dan minor (Bhayana R, 2013). Keadaan rongga mulut yang mengalami
xerostomia akan mudah terjadi penumpukan sisa-sisa makanan yang akhirnya
terjadi karies gigi (Affianti, 2006). Faktor yang dapat mempengaruhi laju aliran
saliva salah satunya adalah usia. Seseorang akan mengalami masa penuaan, pada
masa ini akan terjadi penurunan fungsi dari organ-organ tubuh termasuk pada
rongga mulut yang disebabkan oleh penurunan hormon steroid dalam tubuh.
Proses menua ini akan dirasakan pada wanita yang sedang mengalami masa
menopause. Berdasarkan Mahesh, dkk (2014) laju aliran saliva pada wanita
menopause lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang masih mengalami
menstruasi (Mahesh dkk, 2014).
Menopause adalah suatu fase dari kehidupan wanita yang ditandai dengan
berakhirnya masa menstruasi dan berhentinya fungsi reproduksi. Perempuan
dinyatakan menopause bila sudah tidak mengalami siklus menstruasi berturut-
turut minimal kurang lebih 12 bulan. Pada wanita yang mengalami fase
menopause selain gangguan siklus menstruasi juga menimbulkan gejala-gejala
dan keluhan disertai dengan perubahan secara fisik dan psikis. Semuanya timbul
dari tiga komponen utama yaitu : menurunnya aktivitas ovarium yang diikuti
dengan defisiensi hormonal terutama estrogen yang memunculkan berbagai gejala
dan tanda sebelum, saat dan setelah menopause, faktor sosial-budaya yang
ditentukan oleh lingkungan perempuan, faktor psikologi yang bergantung pada
karakter perempuan (Baziad A, 2008). Usia terjadinya menopause berkisar antara
45 sampai 55 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun. Rata-rata seorang wanita
mengalami menopause berbeda pada setiap ras. Berdarkan hasil survei dilaporkan
bahwa usia menopause wanita ras asia adalah 44 tahun, sementara pada wanita ras
eropa sekitar usia 47 tahun (Yatim Faisal, 2011).
Di dunia dikenal berbagai macam klasifikasi ras manusia. Ras dapat
dipakai sebagai alat untuk memahami variasi umat manusia, karena faktor ras
memberi pengaruh pada bentuk fisik individu. Namun, dalam praktek tidak
semudah yang dibayangkan dan sangat sulit untuk menentukan batas-batas antar
ras. Ras mempunyai arti biologis yaitu sebagian spesies homo sapiens yang
memiliki ciri-ciri fisik khas yang bersifat herediter untuk membedakan dengan
bagian-bagian lain. Seluruh umat manusia berasal dari satu spesies yaitu homo
sapiens, namun mempunyai fisik yang berbeda-beda. Variasi ini meliputi fenotipe
dan genotype, kaum pria maupun wanita dan segala golongan umur (Glinka,
2001). Suku bangsa di dunia dapat digolongkan dalam empat ras, umumnya
dikenal tiga macam ras yaitu : kaukasoid, Mongoloid dan Negroid. Banyak ahli
antropologi fisik telah mempelajari variasi fisik umat manusia. Banyak
diantaranya berhubungan dengan faktor lingkungan. Kebudayaan bagi ras
merupakan sesuatu hubungan erat dan bersifat turun temurun, hal ini akan juga
akan berdampak pada ciri-ciri fisiknya. Makanan yang dikonsumsi merupakan
salah satu bentuk budaya setiap ras yang berpengaruh terhadap struktur gigi. Hal
ini menjadi salah satu resiko untuk wanita yang mengalami masa menopause lebih
cepat terkena penyakit rongga mulut (Sudarso, 2003).. Namun saat ini belum ada
penelitian yang menjelaskan status karies pada menopause di suatu ras atau etnis
tertentu sehingga penulis merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui
gambaran status karies gigi pada wanita menopause di suku Tengger.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran
status karies gigi pada wanita menopause di suku tengger?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran status karies gigi pada wanita menopause di suku
tengger.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah memberikan
informasi tentang gambaran status karies gigi pada wanita menopause di suku
Tengger.

Вам также может понравиться