Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
MANAJEMEN KINERJA
Konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia
1. Motivasi .............................................................................................. 1
A. Pengertian Motivasi......................................................................... 1
B. Teori-teori Tentang Motivasi ........................................................... 4
C. Bentuk Motivasi ............................................................................. 6
D. Jenis-Jenis Motivasi ........................................................................ 7
E. Tingkatan-Tingkatan Motivasi......................................................... 7
F. Tujuan Motivasi .............................................................................. 8
2. Spiritualitas ........................................................................................ 8
A. Pengertian Spiritualitas .................................................................... 8
B. Aspek-aspek Spiritualitas ................................................................ 10
3. Islam ................................................................................................... 12
A. Pengertian Islam .............................................................................. 12
B. Rukun Islam .................................................................................... 13
C. Rukun Iman .................................................................................... 14
4. Motivasi Spiritual Islam .................................................................... 16
A. Pengertian Motivasi Spiritual .......................................................... 16
B. Aspek-aspek Motivasi Spiritual ....................................................... 17
C. Hubungan Antara Motivasi Spiritual Terhadap Kinerja ................... 18
5. Kesimpulan ........................................................................................ 20
Bora Alviolesa | i
Teori Motivasi Spiritual Islam
1. Motivasi
A. Pengertian Motivasi
Menurut Malayu Hasibuan (2012), kata motivasi berasal dari bahasa
Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Sedangkan apabila
dikaitkan dengan manajemen sumber daya manusia, maka motivasi ini
mempersoalkan tentang cara untuk dapat mengarahkan daya dan potensi
bawahan agar mau bekerja secara produktif sehingga berhasil mencapai
standar yang sudah ditetapkan mencapai tujuan yang sudah ditentukan.
Sutrisno (2013) mengemukakan motivasi adalah “faktor yang mendorong
seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, motivasi sering kali
diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang”. Mangkunegara
(2012) juga mengemukakan motivasi adalah “kondisi atau energi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan”.
Menurut Stephen P. Robbins (Wibowo, 2013), motivasi merupakan
proses yang menimbulkan adanya intensitas (intensity), arah (direction), dan
usaha terus-menerus (persistence) yang dilakukan oleh individu menuju
pencapaian tujuan. Adanya kebutuhan yang harus dipenuhi menjadi faktor
pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja. Tujuan atau sasaran
yang hendak dicapai tersebut terbagi menjadi kebutuhan pribadi dan
organisasi. Pemenuhan kebutuhan pribadi manusia yaitu dengan melakukan
pekerjaan untuk mengharapkan kompensasi mendapatkan imbalan, upah atau
gaji dari hasil kerjanya.
Definisi lain tentang motivasi dijelaskan oleh Stephen P.Chobbins dan
Marry Coulter sebagaimana dikutip oleh Winardi (2007) bahwa motivasi
adalah kesediaan untuk melaksanakan upaya dalam mencapai tujuan
keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan memenuhi kebutuhan
individual tertentu. Syekh Muhammad Ismail dalam buku Al-fikru yang
dikutip oleh Widjayakusuma (2007) menguraikan beberapa motivasi yang
mendorong manusia untuk melakukan perbuatan, yaitu:
Bora Alviolesa | 1
1) Motivasi fisik-mental, meliputi tubuh manusia dan alat yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya.
2) Motivasi emosional, motivasi yang berupa kondisi kejiwaan yang
senantiasa dicari dan ingin dimiliki seseorang, sekalipun tidak permanen.
3) Motivasi spiritual, berupa kesadaran seseorang bahwa ia memiliki
hubungan dengan Allah, zat yang akan meminta pertanggung jawaban
manusia atas segala perbuatan.
Widjayakusuma (2007) juga mengutip pendapat lainnya dari Baharuddin
yang merumuskan 3 (tiga) macam motivasi manusia, yaitu:
1) Motivasi jismiah (fisiologis) adalah motivasi yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan fisik-biologis, seperti makan, minum, dan
pakaian.
2) Motivasi nafsiah (psikologis) adalah motivasi yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat psikologis, seperti rasa
aman, penghargaan, rasa memiliki, dan rasa cinta
3) Motivasi ruhaniah (spiritual) adalah motivasi yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat spiritual , seperti,
aktualisasi diri dan agama.
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau
semangat kerja atau dengan kata lain pendorong semangat kerja (Martoyo,
2007). Dengan dorongan dimaksudkan agar dapat memberikan desakan yang
alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan agar dapat memberikan
desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan
merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Kunci terpenting
untuk itu tak lain adalah “pengertian mendalam tentang manusia” untuk
menghindari kekurang tepatan menggunakan istilah motivasi perlu kiranya
dikemukakan oleh Manullang dalam (Martoyo, 2007) tentang beberapa istilah
yang mirip dengan pengertian dari:
1) Motif
Motif disamakan artinya dengan kata-kata motif dorongan, serta alasan,
yang dimaksud dengan motif adalah dorongan atau tenaga pendorong
Bora Alviolesa | 2
yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri
manusia yang menyebabkan manusia bertindak
2) Motivasi
Motivasi atau motivation menimbulkan motif atau hal yang
menimbulkan dorongan atau keadaan yang dapat menimbulkan
dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa motivation adalah faktor yang
mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu
3) Motivasi kerja
Motivasi kerja bertolak dari arti motivasi tadi, maka yang dimaksud
dengan motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan dorongan atau
semangat kerja atau kata lain pendorong semangat.
4) Insentive
Istilah incentive (insentif) dapat digantikan dengan kata alat motivasi,
sarana motivasi, sarana penimbul motivasi atau sarana yang
menimbulkan dorongan.
Orang akan mau bekerja keras dengan harapan ia akan dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan-keinginannya dari hasil pekerjaannya. Sejalan
dengan hal itu Peterson dan Plowman dalam (Martoyo, 2007) mengatakan
bahwa yang dimaksud keinginan-keinginan itu adalah :
1) The desire to live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan
utama dari setiap orang; manusia bekerja untuk dapat makan dan makan
untuk dapat melanjutkan hidupnya.
2) The desire for posession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu
merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab
mengapa manusia mau bekerja
3) The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan
keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong orang
mau bekerja
4) The desire for recognation, artinya keinginan akan pengakuan
merupakan jenis terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong orang
untuk bekerja.
Bora Alviolesa | 3
Mengacu kepada pendapat tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa
setiap orang mempunyai keinginan dan kebutuhan tertentu dan berusaha
melaksanakan pekerjaan untuk mengejar dan mewujudkan keinginan serta
kebutuhan tersebut sehingga pada akhirnya mengharapkan kepuasan dari
hasil kerja itu.
Bora Alviolesa | 4
(2) Motivasi / satisfier
Apabila faktor ini dipenuhi akan menimbulkan kepuasan dan
motivasi namun jika tidak maka tidak akan menciptakan
kepuasan kerja seperti: prestasi, pengakuan, pertumbuhan,
tanggung jawab.
c. Alderferer (teori ERG)
Menyatakan bahwa kebutuhan di tingkat rendah tidak harus dipenuhi
terlebih dahulu, sebelum motivasi untuk memenuhi 9 kebutuhan pada
tingkat berikutnya seperti teori Maslow, Konsep dari Alderferer
bahwa kebutuhan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :
(1) Existence needs (kebutuhan untuk eksis/keberadaan)
Kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan biologis dan
keamanan yang lebih terpuaskan oleh kondisi material dari pada
hubungan interpersonal
(2) Related needs (kebutuhan untuk menjalin hubungan)
Kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan sosial yang terpuaskan
melalui adanya hubungan interpersonal
(3) Growth needs (kebutuhan untuk berkembang/tumbuh)
Kebutuhan ini berkaitan dengan keinginan untuk
mengembangkan diri atau aktualisasi diri.
2) Teori proses (process theory), mencakup teori-teori motivasi dari:
a. Victor Vroom (Teori Pengharapan)
Mengeritik bahwa model Content kurang memadai untuk
menjelaskan motivasi. Sehingga ia mengeluarkan teori sendiri, bahwa
motivasi dibangun berdasarkan Valence, Instrumentality dan
Expectacy:
(1) Valence
Kekuatan dari preferensi individu terhadap outcome atau keluaran
tertentu. Faktor ini diartikan sebagai nilai, insentif, sikap dan
harapan
Bora Alviolesa | 5
(2) Instrumentality
Peranan yang menghubungkan outcome tingkat pertama dengan
tingkat kedua.
(3) Expectacy
Harapan yang menghubungkan usaha individu dengan outcome
tingkat pertama
b. Lawler & Porter
Dimana motivasi adalah berasal dari umpan balik kepuasan kerja,
yang dimulai dari kemampuan dan keterampilan secara pengalaman
menghasilkan kinerja yang akhirnya kepuasan. Hambatan yang perlu
diatasi :
(1) Adanya keragaman karyawan terhadap kemampuan,
keterampilan, serta kemampuan yang dimilikinya
(2) Keragaman karyawan atas kemungkinan fisik dari pekerjaan
(3) Keragaman karyawan atas keterkaitan pekerjaan dengan individu/
aktivitas lain
(4) Ambiguitas/ kemenduaan arti yang meliputi persyaratan
pekerjaan
C. Bentuk Motivasi
Menurut Nawawi dalam (Farlen, 2011) Karyawan dalam bekerja
memiliki motivasi yang berasal dari luar maupun dalam, yang merupakan
bentuk dari motivasi adalah :
1) Motivasi intrinsik
Muncul atas dorongan dari dalam diri individu. Dipelajari melalui teori
proses (process theory) yang banyak membahas tentang motivasi internal
individu.
2) Motivasi ekstrinsik
Muncul karena dorongan faktor eksternal. Dipelajari melalui teori isi
(content theory) yang membahas faktor eksternal individu.
Bora Alviolesa | 6
D. Jenis-Jenis Motivasi
Hamidi Bakran (2007) menyebutkan bahwa secara fitrah motivasi dalam
diri manusia terbagi kepada 3 (tiga) macam, yaitu:
1) Motivasi spiritual adalah dorongan fitrah manusia untuk memenuhi
kebutuhan ruhaniah.
2) Motivasi fisiologis (yang bersifat jasmaniah) adalah fitrah manusia untuk
memenuhi fisik atau bersifat jasmiah, seperti motivasi memelihara diri.
3) Motivasi psikologis (kejiwaan) adalah motivasi yang mendorong
manusia untuk memenuhi kbutuhannya yang bersifat kejiwaan.
E. Tingkatan-Tingkatan Motivasi
Menurut Hamidi Bakran (2007) tingkatan-tingkatan motivasi yang
terdapat dalam diri manusia ada 3 (tiga) tingkatan, yaitu:
1) Motivasi hewani
Motivasi hewani yaitu motivasi memenuhi kebutuhan tanpa
memperhatikan bagaimana cara memperolehnya, keadaan dari sesuatu
yang diperolehnya, dan cara pemanfaatanya
2) Motivasi insani
Morivasi insani yaitu motivasi yang terdapat didalam diri manusia yang
memiliki akal sehat, hati yang bening, dan inderawi yang tajam
3) Motivasi rabbani
Motivasi rabbani yaitu dorongan jiwa yang terdapat dalam diri seseorang
manusia yang telah mencapai tingkat kesempurnaan diri melalui
ketaatanya yang sangat sempurna dalam menjalankan perintah dan
menjauhi larangan Allah.
F. Tujuan Motivasi
Menurut Malayu Hasibuan (2012), dalam pemberian motivasi seluruh
perusahaan mempunyai kesamaan tujuan untuk merangsang dan mendorong
individu agar bekerja lebih giat, efisien dan efektif dalam rangka mencapai
Bora Alviolesa | 7
tujuan perusahaan, berikut beberapa tujuan yang dapat diperoleh dari
pemberian motivasi antara lain:
1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2) Mengingkatkan produktivitas kerja karyawan
3) Mempertahankan kestabilan kerja karyawan
4) Meningkatkan kedisiplinan kerja karyawan
5) Mengaktifkan pengadaan karyawan
6) Menciptakan suasana hubungan kerja yang baik
7) Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan
8) Meningkatkan kesejahteraan karyawan
9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10) Meningkatkan efisisensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
2. Spiritualitas
A. Pengertian Spritualitas
Bora Alviolesa | 8
Spiritualitas dapat diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk
juga di tempat kerja. Ashmos dalam Desiana (2009) mendefinisikan
spiritualitas di tempat kerja sebagai suatu pengenalan bahwa karyawan
memiliki ”kehidupan dalam” yang memelihara dan dipelihara oleh pekerjaan
yang bermakna yang mengambil tempat dalam konteks komunitas.
Pengertian spiritualitas di tempat kerja dari Ashmos memiliki tiga komponen,
yaitu kehidupan dalam (inner life), pekerjaan yang bermakna, dan komunitas.
Ashmos ingin menekankan bahwa spiritualitas di tempat kerja bukan tentang
agama, walaupun orang terkadang mengekspresikan kepercayaan agama
mereka di tempat kerja.
Secara eksplisit, Piedmont dalam (memandang spiritualitas sebagai
rangkaian karakteristik motivasional (motivational trait), kekuatan emosional
umum yang mendorong, mengarahkan, dan memilih beragam tingkah laku
individu. Lebih jauh, Piedmont mendefenisikan spiritualitas sebagai usaha
individu untuk memahami sebuah makna yang luas akan pemaknaan pribadi
dalam konteks kehidupan setelah mati (eschatological). Hal ini berarti bahwa
sebagai manusia, kita akan mencoba sekuat tenaga untuk membangun
beberapa pemahaman akan tujuan dan pemaknaan akan hidup yang sedang
kita jalani.
Menurut Aman (2013), spiritual dalam pengertian luas merupakan hal
yang berhubungan dengan spirit, sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran
yang abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering
dibandingkan dengan sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara,
didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural
seperti dalam agama, tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman
pribadi. Spiritual dapat merupakan ekspresi dari kehidupan yang
dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam
pandangan hidup seseorang, dan lebih dari pada hal yang bersifat indrawi.
Menurut Nico Syukur dalam (Tamami, 2013), apakah ada perbedaan
antara spiritual dan religius, spiritualitas adalah kesadaran diri dan kesadaran
individu tentang asal, tujuan dan nasib. Agama adalah kebenaran mutlak dari
Bora Alviolesa | 9
kehidupan yang memiliki manifestasi fisik diatas dunia. Agama merupakan
praktek prilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang
dinyatakan oleh instirusi tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya.
Agama memiliki kesekian iman, komunitas dan kode etik, dengan kata
lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu (keberadaan
dan kesadaran, sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus
dikerjakan seseorang (perilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti
agama tertentu, namun memiliki spiritualitas. Orang-orang dapat menganut
agama yang sama, namun belum tentu mereka memilii jalan atau tingkat
spiritualitas yang sama.
B. Aspek-Aspek Spiritualitas
Piedmont dalam (Pustakasari, 2014) mengembangkan sebuah konsep
spiritualitas yang disebutnya spiritual transendence. Yaitu kemampuan
individu untuk berada diluar pemahaman dirinya akan waktu dan tempat,
serta untuk melihat kehidupan dari persfektif yang lebih luas dan objektif.
Persfektif transendensi tersebut merupakan suatu persfektif dimana seseorang
melihat satu kesatuan fundamental yang mendasari beragam kesimpulan akan
alam semesta konsep ini terdiri dari 3 (tiga) aspek, yaitu:
1) Prayer fulfillment (pengamalan ibadah), yaitu sebuah perasaan gembira
dan bahagia yang disebabkan oleh keterlibatan diri dengan realitas
transeden
2) Universality (universalitas), yaitu sebuah keyakinan akan kesatuan
kehidupan alam semesta (nature of life) dengan dirinya
3) Connectedness (keterkaitan), yaitu sebuah keyakinan bahwa seseorang
merupakan bagian dari realitas manusia yang lebih besar yang
melampaui generasi dan kelompok tertentu
Aspek diatas senada dengan Elkins, dkk dalam (Adami, 2006)
menjelaskan spiritualitas sebagai bentuk multidimensi yang dibangun dari
sembilan aspek utama, yaitu:
Bora Alviolesa | 10
1) Dimensi transendental (transcendent dimension). Yakni meyakini secara
lebih dalam dari apa yang dilihat dan dirasakan. Hal ini mungkin atau
mungkin juga tidak terkait kepercayaan kepada Tuhan, serta meyakini
bahwa keinginan diri sendiri ditentukan melalui hubungan harmonis
dengan dimensi ini
2) Makna dan tujuan dalam hidup (meaning and purpose in life), yakni
setiap orang memiliki tujuan hidup yang muncul dari sebuah proses
pencarian makna secara terus menerus
3) Misi dalam hidup (mission of life), yakni memiliki rasa tanggungjawab
terhadap hidup dengan memahami bahwa eksistensi dirinya terdiri dari
beragam kewajiban yang harus dijalani
4) Kesucian dalam hidup (sacredness of life),m yakni meyakini bahwa
semua kehidupan dan semua hal didalamnya adalah suci
5) Nilai-nilai kebendaan (material values), yakni menyadari bahwa
kepuasan dan kebahagiaan tertinggi berasa dari nilai-nilai spiritual, bukan
berasal dari al-hal bersifat kebendaan
6) Altruism yakni meyakini keadilan sosial, dan menyadari bahwa tidak ada
seorangpun yang dapat hidup tanpa adanya interaksi sosial dengan orang
lain
7) Idealisme yaitu menghormati potensi-potensi positif dalam semua aspek
kehidupan seseorang
8) Kesadaran akan kemampuan tinggi untuk berempati (awareness of high
emphatic capacity), yakni kesadaran yang mendalam untuk mengambil
makna dari rasa sakit, penderitaan, serta kematian, bahwa hidup itu
bernilai
9) Manfaat spiritualitas (fruits of spirituality) yakni nilai-nilai spiritualitas
bisa diwujudkan dalam hubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan
alam
Bora Alviolesa | 11
3. Islam
A. Pengertian Islam
Menurut Bawany dalam (Pratiwi, 2014) Islam adalah agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang
diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.
Islam bersifat universal dalam pandangan dan rancangannya dan tidak
mengakui kendala-kendala dan perbedaan-perbedaan yang memisahkan-
memisahkan manusia menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan.
Dari pengertian Islam di atas dapat penulis simpulkan bahwa Islam suatu
ajaran manusia yang menjadi panutan umatnya untuk melakukan ajaran yang
diperintahkan oleh Allah (Pratiwi, 2014).
Menurut Munawwir dalam (Marzuki, 2012) Agama Islam dalam istilah
Arab disebut Dinul Islam. Kata Dinul Islam tersusun dari dua kata yakni Din
dan Islam. Arti kata din baik secara etimologis maupun terminologis sudah
dijelaskan di depan.
Sedangkan kata “Islam” secara etimologis berasal dari akar kata kerja
“salima” yang berarti selamat, damai, dan sejahtera, lalu muncul kata
“salam” dan “salamah”. Dari “salima” muncul kata “aslama” yang artinya
menyelamatkan, mendamaikan, dan mensejahterakan. Kata “aslama” juga
berarti menyerah, tunduk, atau patuh. Dari kata “salima” juga muncul
beberapa kata turunan yang lain, di antaranya adalah kata “salam” dan
“salamah” artinya keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, dan
penghormatan, “taslim” artinya penyerahan, penerimaan, dan pengakuan,
“silm” artinya yang berdamai, damai, “salam” artinya kedamaian,
ketenteraman, dan hormat, “sullam” artinya tangga, “istislam” artinya
ketundukan, penyerahan diri, serta “muslim” dan “muslimah” artinya orang
yang beragama Islam laki-laki atau perempuan.
Bora Alviolesa | 12
B. Rukun Islam
Rukun islam adalah lima tindakan dasar dalam Islam, dianggap sebagai
pondasi wajib bagi orang-orang beriman dan merupakan dasar kehidupan
muslim. (Pondok Islami, 2017) Rukun Islam terdiri dari lima perkara yaitu:
1) Mengucapkan dua kalimat Syahadat
Dua Kalimat Syahadat merupakan dua kalimat dalam bahasa Arab
mengandung pernyataan dan pengakuan akan dua hal yaitu :
a. Syahadah At Tauhid : Asyhadu ‘Al Laa ilaaha il lallaah (Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah)
b. Syahadah Ar Rasul : Wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
(dan Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah)
Makna pertama dari Dua Kalimat Syahadat adalah sebuah pernyataan
kepercayaan dan pengakuan akan ke-Esaan Allah, yang menimbulkan
konsekuensi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah dijagad rasa ini
kecuali Allah dan menetapkan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang
berhak disembah, makna kedua adalah percaya bahwa Nabi Muhammad
adalah Rasul Allah, persaksian ini menimbulkan konsekuensi
membenarkan apa-apa yang dikabarkan oleh Rasulullah, menaati dan
melaksanakan perintah Rasulullah, menjauhi semua yang dilarang
Rasulullah dan tidak melakukan Ibadah kepada Allah kecuali dengan
aturan atau petunjuk yang dituntun oleh Rasulullah.
2) Mengerjakan serta menegakkan Shalat Wajib 5 Waktu
Shalat merupakan sarana komunikasi dan interaksi secara langsung
antara seorang muslim (hamba Allah) dengan pencipta-Nya, yaitu Allah
SWT, tanpa dibatasi oleh sekat/perantara apapun. Itulah sebabnya ibadah
shalat yang merupakan rukun Islam kedua ini, merupakan ruh dari ajaran
Islam. Shalat wajib 5 waktu merupakan ibadah satu-satunya yang tidak
boleh digugurkan dalam kondisi apapun bagi muslim yang sudah baligh
dan berakal, kecuali bagi muslimah yang sedang haid atau nifas. Bahkan
dalam keadaan peperangan sekalipun, kewajiban shalat 5 waktu
tetap tidak boleh ditinggalkan.
Bora Alviolesa | 13
3) Menunaikan atau membayar Zakat
Rukun Islam ketiga setelah shalat adalah membayar zakat, yaitu
mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki untuk diberikan kepada yang
berhak menerima zakat (mustahiq zakat).
4) Melaksanakan Ibadah Puasa pada Bulan Ramadhan
Puasa adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa dari
terbit fajar hingga terbenamnya matahari di bulan Ramadhan. Ibadah
puasa tidak hanya berlaku pada umat Nabi Muhammad SAW saja ,
namun juga telah berlaku pada umat-umat terdahulu. Hal ini merupakan
sebuah bukti bahwa ibadah puasa merupakan ibadah yang sangat
istimewa dan dibutuhkan oleh semua orang.
5) Menunaikan Ibadah Haji ke Baitullah Al-Haram bagi yang mampu
Ibadah haji seperti juga ibadah lainnya memiliki keutamaan dan pahala
yang sangat besar. Sebagaimana Rasulullah bersabda yang artinya:
“Barang siapa yang pergi haji ke rumah ini (Baitullah) lalu ia tidak
berkata kotor dan berbuat maksiat maka ia kembali seperti ketika
dilahirkan oleh ibunya.”
C. Rukun Iman
Iman menurut bahasa artinya kepercayaan, sedangkan menurut istilah
syara’ iman adalah mempercayai atau meyakini dengan hati, mengucap
dengan lidah dan mengamalkannya dengan perbuatan. rukun
artinya landasan atau dasar. Berarti ada 6 landasan atau dasar dalam islam,
yaitu disebut dengan rukun iman. Tanpa adanya keenam hal tersebut maka
kita tidak dikatakan sebagai orang islam (Akidah Islam, 2016).
1) Iman kepada Allah
Iman kepada Allah merupakan Rukun Iman yang paling utama yang
menjadi dasar keimanan seseorang. Beriman kepada Allah berarti wajib
mempercayai bahwa Allah itu ada, Dialah Yang Maha Esa, Dialah yang
telah menciptakan alam semesta beserta isinya, Dia yang telah
menghidupkan dan mematikan semua makhluknya. Allah pula yang telah
Bora Alviolesa | 14
menciptan manusia dengan seindah-indahnya, yang telah memberi rizki
berlimpah luah sehingga kita masih dapat merasakan nikmat tersebut.
2) Iman kepada malaikat
Iman kepada malaikat berarti kita wajib meyakini bahwa malaikat adalah
makhluk yang Allah ciptakan dari pada Nur (cahaya) dan boleh berupa
berbagai bentuk, malaikat tidak sama dengan manusia dan tidak bersifat
seperti sifatnya manusia. Malaikat bukan laki-laki dan bukan
perempuan. Dalam menjalankan tugasnya Malaikat sangat patuh dan taat
terhadap perintah Allah dan Kita wajib meyakini dan mempercayai
bahwa ada 10 malaikat.
3) Iman kepada Rasul-Rasul Allah
Beriman kepada Rasul-rasul Allah yaitu wajib meyakini dan percaya
bahwa Allah telah mengutus para Rasul dan nabi kepada manusia didunia
ini untuk memeperingatkan manusia dan membawa manusia ke jalan
yang benar supaya kita dapat hidup bahagia didunia dan diakhirat. Dan
kita wajib percaya bahwa jumlah Nabi yang diangkat menjadi rasul
adalah berjumlah 25 orang.
4) Iman kepada kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah yaitu meyakini dan percaya bahwa
Allah telah menurunkan wahyu (kitab suci) melalui malaikat jibril
kepada para nabi untuk disampaikan kepada ummat yang berisi tentang
petunjuk dan pedoman bagi umat islam. Dengan kitab tersebut kita tidak
akan tersesat selama-laamanya. Yaitu kitab suci Al-qur’an bagi kita umat
Nabi Muhammad. Sedangkan kitab yang Allah turunkan ada 4 yaitu:
a. Taurat
b. Zabur
c. Injil
d. Al-Quran
5) Iman kepada Hari Kiamat
Iman kepada hari kiamat yaitu meyakini dan percaya bahwa hari kiamat
(hari pembalasan) itu pasti akan datang. Yang mana pada hari itu semua
Bora Alviolesa | 15
manusia akan dikumpulkan kepadang mahsyar untuk memertimbangkan
amalan-amalan atau perbuatan yang pernah ia lakukan didunia fana ini.
Jadi apabila didunia ia mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi
segala larangannya maka ia akan memasuki syurga jannatun na’im.
Sebaliknya apabila didunia dia tidak pernah mengerjakan perintah Allah
maka nerakalah yang menunggu mereka.
6) Iman kepada Qhada dan Qadar
Iman kepada qada dan qadar yaitu meyakini dan percaya bahwa semua
yang berlaku dalam alam ini semuanya ketentuan dan ketetapan Allah
SWT. Artinya kita wajib untuk mengimani bahwa semua yang telah
Allah Takdirkan, apakah itu kejadiannya baik atau buruk maka itu
semua bersumber dari Allah SWT. Karena Allah mengetahui
semua kejadian yang sudah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang belum
terjadi, serta semua kejadian yang tidak terjadi seandainya terjadi maka
Allah mengetahuinya bagaimana itu terjadi.
Bora Alviolesa | 16
Sesungguhnya kebutuhan-kebutuhan spiritual bersifat azasi maka
seharusnya para pakar psikologi modern juga perlu memperhatikan nilai-nilai
spiritual dengan mendalami, menanamkan dan menyusun dsar-dasar
moralitas manusia.
Bora Alviolesa | 17
dalam merealisasikan visi yang lebih luas tentang masyarakat dan lingkungan
ideal masa depan.
Implisit dari pengertian ini adalah bahwa sukses, baik pada tingkat
individu maupun korporat, dan nilai-nilai spiritual adalah sejalan. Jadi, tidak
ada sukses jangka panjang tanpa komitmen pada perkembangan nilai spiritual
atau motivasi spiritual terhadap karyawan.
Kualitas pencari jalan spiritual (spiritual pathfinder) inilah yang
dimaksudkan dengan pemimin sebagai petunjuk atau pengaruh jalan. Kualitas
semacam itu mampu menumbukan rasa keterpanggilan pada tugas dan peran
dan rasa keanggotaan yang paling dalam serta penuh makna pada organisasi
korporat. Kita membutuhkan kualitas spiritual pathfinder ini mengingat
kecenderungan kompleksifikasi (comflexification) organisasi korporat dewasa
ini. Lowndahl dan Revan dalam (Novitasari, 2015) menyebutkan dua pola
kompleksifikasi ini menjadi :
1) Kedalam, organisasi korporat sendiri terkait dengan para internal
stakeholder
2) Keluar, terkait para eksternal stakeholder
Pertama menyangkut kian kompleksnya struktur, proses dan perilaku
organisasi, sedangkan yang kedua menyangkut rumit dan beratnya tantangan
lingkungan yang sudah terglobalisasi. Kombinasi tantangan internal dan
eksternal ini membuat organisasi korporat berada pada situasi dimana
pembaharuan, terobosan, dan inovasi yang cepat menjadi kebutuhan yang
rutin. Karena itu organisasi korporat (perusahaan) perlu dirancang dengan
pola-pola yang menekankan pada pembelajaran (learning), spontan dan
informal (emergent), serta berbasis sumber daya (resource).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, menunjukkan bahwa spiritual
adalah merupakan kebutuhan manusia. Oleh karena itu, maka spiritual akan
melahirkan suatu dorongan atau motivasi bagi manusia khususnya para
karyawan dalam menjalankan aktivitasnya atau kelembagaan, baik dalam
menjalankan tugas-tugasnya sebagai tenaga edukatif dan tugas lainnya
sebagai khalifah dimuka bumi.
Bora Alviolesa | 18
Dalam ajaran Islam ditegaskan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk
beribadah kepada Allah, sementara itu, motivasi menjadi kunci utama dalam
menafsirkan dan melahirkan perbuatan manusia. dalam konsep Islam,
peranan motivasi ini disebut dengan niat dan ibadah, Niat merupakan
pendorong utama manusia untuk berbuat atau beramal, sedangkan adalah
tujuan manusia berbuat atau beramal. Dalam beberapa ayat dijelaskan bahwa
setiap perbuatan manusia semuanya kembali kepada Allah. Berikut beberapa
ayat tersebut.
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya.
dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” (QS. Al –
Mulk:15).
Bora Alviolesa | 19
Niatkan setiap aktivitas dalam kehidupan ini untuk ibadah kepada Allah,
tidak mengharapkan imbalan materi serta pujian dari orang lain. Berdasarkan
konsep diatas, adanya motivasi spiritual dalam diri individu, maka individu
tersebut dapat mengembangkan aktualisasi dirinya melalui peringkat rasa
percaya diri, jujur, mengembangkan cara pikir, sikap obyektif, efektifitas dan
kreativitas. Selain itu, individu tersebut selalu memulai aktivitas dengan niat
ibadah serta mempertimbangkan aspek mashlahah dalam memperoleh
kesejahteraan didunia dan akhirat (Danah dan Ian, 2005) dengan demikian
motivasi spiritual ini merupakan salah satu aspek penting dalam peningkatan
kinerja karyawan.
5. Kesimpulan
Nilai-nilai spiritual menjadi aspek yang sangat penting dalam aktivitas
individu, terkhusus sebagai seorang muslim. Sehingga dipandang kebutuhan
spiritual islam merupakan kebutuhan yang fitri yang pemenuhannya
tergantung pada kesempurnaan manusia dan kematangan individu.
nampaknya ada kontribusi yang besar tentang pentingnya spiritual seseorang
yang berpengaruh pada psikis seseorang dalam bekerja, dimana signifikan
akan berpengaruh dengan peningkatan kinerja. Pengaruh psikis ini erat
kaitannya dengan motivasi yang merupakan salah satu aspek penting dalam
upaya meningkatkan kinerja karyawan bagi suatu perusahaan ataupun
organisasi.
Faktor motivasi spiritualitas islam seorang karyawan merupakan bagian
yang penting dalam pengelolaan sumber daya manusia di suatu organisasi
atau perusahaan, motivasi spiritual islam yang terbagi menjadi tiga dimensi
yaitu akidah, ibadah, dan muamalat, dapat memberikan pengaruh yang positif
kepada psikologis karyawan dalam bekerja sehingga terjadi peningkatan
kinerja atau produktivitas yang tinggi dari karyawan tersebut.
Bora Alviolesa | 20
DAFTAR PUSTAKA
Danah, Z. & Ian, M. (2005). Spiritual Capital. Bandung, Indonesia: PT. Mizan
Pustaka
Farlen, Frans (2011). Pengaruh Motivasi Kerja Dan Kemampuan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan (Skripsi yang tidak dipublikasi). Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta, Indonesia.
Pratiwi, R.E. (2014). Layanan Bimbingan Agama Islam Dan Dampaknya Bagi
Siswa Sd Tunagrahita Di Slb-C Ypac Semarang (Skripsi yang tidak dipublikasi).
Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia.
Bora Alviolesa | 21
Pustakasari, E.N.I. (2014). Hubungan Spiritualitas Dengan Resiliensi Survivor
Remaja Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud Di Desa Pandansari-Ngantang-
Kabupaten Malang (Skripsi yang tidak dipublikasi). Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, Indonesia.
Pondok Islami. (2017). Urutan Rukun Islam dan Makna Rukun Islam Beserta
Dalil. Diunduh dari https://pondokislami.com/urutan-rukun-islam-dan-makna-
rukun-islam-beserta-dalil-quran-dan-hadist.html
Bora Alviolesa | 22
TUGAS MAKALAH
KINERJA
Oleh :
Nama : Kms. Budi Azimi
NIM : 92215017
Mata Kuliah : Manajemen Kinerja
Dosen : Dr. Fatimah, SE, M.Si
i
KINERJA
PENGERTIAN
Performance atau yang lebih dikenal dengan kinerja adalah hasil kerja yang dapat
di capai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum
dan sesuai dengan moral maupun etika. Kinerja dapat diartikan sebagai gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang
tertuang dalam rencana strategi suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan
untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok
individu. Kinerja dapat diketahui hanya jika individu atau kelompok individu
tersebut memiliki kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria
keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak
dicapai. Tanpa adanya tujuan serta target, kinerja seseorang atau organisasi tidak
dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya
1
Menurut Supriyanto (2010 : 280) dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
organisasi dapat melakukan usaha-usaha dari sumbernya yang berkualitas. Usaha
ini dapat berupa pengembangan, perbaikan sistem kerja, sebagai kelanjutan
penilaian terhadap prestasi kerja karyawan yang telah dicapainya dengan
kemampuan yang telah dimilikinya pada kondisi tertentu. Dengan demikian
kinerja merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan, dan persepsi tugas
yang telah dibebankan.
Kinerja merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan keefektifan sebuah
organisasi. Menurut (Mohoney, 2006), yang di maksud dengan kinerja adalah
kinerja para individu anggota organisasi antara lain: perencanaan, investigasi,
koordinasi, supervise, pengaturan staf (staffing), negosiasi dan representative.
Menurut (Vroom, 2005), kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan pekerjaan.
Hariandja (2008 : 195) bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan
sesuai dengan perannya dalam organisasi dan kinerja merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam usaha organisasi untuk mencapai tujuannya.
Menurut Suyadi (2006:3), kinerja adalah : “Hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan organisasi”.
2
Simamora (2006 : 327) mendefinisikan kinerja pegawai (Employee performance)
sebagai tingkat di mana para pegawai mencapai persyaratan-persyaratan
pekerjaan. Penilaian kinerja (performance assesment) adalah proses yang
mengukur kinerja pegawai. Penilaian kinerja pada umumnya mencakup baik
aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan.
Kinerja seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai keahlian (skill) yang
tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian,
mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik. Mengenai gaji dan
adanya harapan (expectation) merupakan hal yang menciptakan motivasi seorang
karyawan bersedia melaksanakan kegiata kerja dengan kinerja yang baik. Bila
kelompok karyawan dan atasannya mempunyai kinerja yang baik, maka akan
berdampak pada kinerja perusahaan yang baik pula.
Hasibuan (2008 : 94) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
Kinerja adalah merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan
dan minat seorang pegawai, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi
tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pegawai, dan semakin tinggi
ketiga faktor di atas, maka akan semakin besar pula kinerja dari pegawai yang
bersangkutan. Jadi dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan perwujudan kerja
yang dilakukan oleh karyawan dan biasanya dipakai sebagai dasar penilaian
terhadap karyawan atau organisasi. Mengingat atau tidaknya kinerja tergantung
kepada kemampuan kerja yang diwujudkan apakah sesuai atau tidak dengan tugas
yang diberikan dan waktu yang telah ditetapkan.
3
individu, hasil kerja seseorang akan bakat, minat, kepribadian, phisik, agama, dan
alat sosio-budaya.
Kemudian secara definitif Bernardin & Russel dalam buku Sulistiyani dan
Rosidah (2009 : 223) mengemukakan bahwa kinerja merupakan catatan outcome
yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama
periode waktu tertentu.
4
Kurniawan (2005:46) menyatakan bahwa kinerja merupakan penilaian atas
kualitas pengelolaan dan kualitas pelak- sanaan tugas atau operasi organisasi.
Kinerja tersebut dapat dikatakan sebagai hasil yang dicapai oleh seorang individu
dalam melakukan kerja atau tindakan yang telah dilakukan. Tindakan tersebut
dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Apabila kinerja karyawan tidak baik
maka kinerja perusahaanpun menjadi tidak baik, sebaliknya apabila kinerja
karyawan baik maka kinerja perusahaanpun menjadi baik dan tujuan perusahaan
dapat tercapai dengan mudah.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah perilaku
nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan untuk mencapai tujuan-
tujuan perusahaan.
5
Istilah kinerja atau prestasi kerja berasal dari kata Inggris “performan-ce”.
Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2008, dikutip dalam Hussein Fattah, 2014)
pekerjaan.
Aguinis (2009, dikutip dalam Hussein, 2014) menyatakan bahwa kinerja adalah
performance is about behaviour or what employees do, not about what employees
perilaku atau apa yang dilakukan oleh karyawan, bukan tentang apa yang di
menjelaskan tentang perilaku karyawan yaitu works with others within and
outside the unit in a manner that improves their effectivenes, shares information
constructively manages. karyawan bekerja dengan orang lain di dalam dan di luar
tentang kinerja pekerjaan yaitu penilaian kinerja masa lalu dan pengembangan
kinerja yang akan datang. Penilaian kinerja pegawai diperoleh dari kinerja masa
6
a) sebagai dasar atau pedoman dalam rangka pemberian penghargaan
Penilaian Kinerja
7
Siswanto Sastrohadiwiryo (2008 : 231) mengemukakan bahwa : “Penilaian
kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen/penyelia penilai untuk
menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja
dengan uraian/deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap
akhir tahun.
8
Menurut Mathis dan Jackson (2008:20), dalam penilaian kinerja mengahadapi
lima masalah utama dalam skala penilaian yaitu :
a. Standar kinerja yang tidak jelas
Skala penilaian yang terlalu terbuka terhadap interprestasi : sebagai
gantinya masukan ungkapan deskriptif yang mendenifikasikan masing-
masing ciri dan apa yang dimaksud dengan standar-standar seperti “baik”
dan “tidak memuaskan”
b. Efek halo
Masalah yang terjadi dalam penilaian seorang penyelia terhadap seorang
bawahan pada suatu ciri membiaskan penilaian atas orang itu pada ciri
lainnya.
c. Kecenderungan sentral
Satu kecenderungan untuk menilai semua karyawan dengan cara yang
sama, seperti menilai semua mereka pada tingkat rata-rata.
d. Terlalu keras atau terlalu longgar.
Masalah yang terjadi ketika seorang penyelia kecenderungan untuk
menilai semua bawahan entah tinggi atau rendah
e. Prasangka
Kecenderungan untuk mengikuti perbedaan individual seperti usia, ras dan
jenis kelamin untuk mempengaruhi tingkat penilaian yang diterima para
karyawan.
Dengan kata lain, sarana-sarana tersebut harus diteliti satu per satu, mana
yang telah dicapai sepenuhnya (100%), mana yang diatas standar (target), dan
mana yang dibawah target atau tidak tercapai penuh. Penilaian hasil atas prestasi
sendiri tidak boleh diserahkan kepada atasan, tetapi harus dilakukan bawahan
sendiri karena seyogyanya setiap orang memang mampu melakukannya. Semua
9
ini dapat dilakukan melalui sistem informasi yang sudah berjalan seperti sistem
pelaporan produksi atau penjualan atau dengan pengecekan khusus. Baru setelah
proses penilaian sendiri (self assessment) selesai, hasilnya dikirimkan kepada
atasan sendiri, dilengkapi dengan analisa faktor-faktor yang membantu atau
menghambat tercapainya prestasi, bila itulah yang terjadi. Dan dalam Melakukan
penilaian kinerja sebaiknya jangan melupakan aspek-aspek dari kinerja.
Setiap perusahaan atau organisasi harus dapat menyediakan suatu sarana untuk
menilai kinerja karyawan dan hasil penilaian dapat dipergunakan sebagai
informasi pengambilan keputusan manajemen tentang kenaikan gaji/upah,
penguasaan lebih lanjut, peningkatan kesejahteraan karyawan dan berbagai hal
penting lainnya yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Penilaian kinerja memacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang
digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan
dengan pekerjaan.
Ada beberapa metode penilaian kinerja karyawan dalam suatu organisasi atau
perusahaan. Menurut pendapat Rivai (2005:324) menyatakan bahwa metode yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1. Metode penilaian berorientasi masa lalu.
2. Metode penilaian berorientasi masa depan.
10
Adapun penjelasan lengkap dari kedua metode yang dimaksud Rivai tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Metode penilaian berorientasi masa lalu
Ada beberapa metode untuk menilai prestasi kerja di waktu yang lalu, dan
hampir semua teknik tersebut merupakan suatu upaya untuk
meminimumkan berbagai masalah tertentu yang dijumpai dalam
pendekatan-pendekatan ini. Dengan mengevaluasi prestasi kerja masa lalu,
karyawan dapat mendapat umpan balik atas upaya-upaya mereka. Umpan
balik ini selanjutnya bisa mengarah kepada perbaikan-perbaikan prestasi.
Teknik-teknik penilaian dari metode berorientasi masa lalu ini meliputi
sebagai berikut :
11
6. Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku (Behaviorally Anchore
Rating Scale=BARS)
Didalam metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja satu
kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat
prestasi kerja dengan perilaku tertentu.
7. Metode peninjauan lapangan (Field Review Methode)
Didalam metode ini, penyelia turun ke lapangan bersama-sama dengan
ahli dari SDM.
8. Tes dan observasi prestasi kerja (Comparative Evaluation Approach)
Didalam metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang
karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
12
Serangkaian teknik penilaian oleh sejumlah penilai untuk mengetahui
potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar.
Jadi pengertian dari penilaian kinerja adalah cara untuk menilai atau menentukan
nilai kinerja seorang pegawai atau karyawan.
Menurut Mathis (2006 : 113) faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu
kemampuan karyawan untuk pekerjaan tersebut, tingkat usaha yang dicurahkan,
dan dukungan organisasi yang diterimanya. Sehubungan dengan fungsi
manajemen manapun, aktivitas manajemen sumber daya manusia harus
13
dikembangkan, dievaluasi, dan diubah apabila perlu sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi pada kinerja kompetitif organisasi dan individu di tempat
kerja. Faktor – faktor yang mempengaruhi karyawan dalam bekerja, yaitu
kemampuan karyawan untuk melakukan pekerjan tersebut, tingkat usaha yang
dicurahkan, dan dukungan organisasi.
Menurut Gibson (2007), ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja,
1. Faktor individu
Faktor individu meliputi : kemampuan, keterampilan , latar belakang
keluarga pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
Faktor psikologis
2. Faktor psikologis
meliputi : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi , lingkungan kerja,
komitmen dan kepuasan kerja Faktor Organisasi
3. Faktor organisasi
Meliputi stuktur organisasi ,desain pekerjaan, kepemimpinan, dan sistem
penghargaan (reward system). Kinerja seorang karyawan yang baik
apabila :
a) Mempunyai keahlian yang tinggi
b) Kesediaan untuk bekerja
c) Lingkungan kerja yang mendukung
Selain itu ditentukan pula oleh keinginan dan lingkungan. Oleh karena itu, agar
mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi
untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Menurut Hasibuan (2011)
kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan
kemampuan
Menurut Bernardin berhasil tidaknya kinerja yang telah dicapai oleh
suatu organisasi, dipengaruhi oleh tingkat kinerja dari karyawan, baik secara
individual maupun secara kelompok, dengan asumsi bahwa semakin baik kinerja
karyawan maka diharapkan kinerja organisasi akan semakin baik. Sehubungan
dengan hal itu, pendekatan untuk mengukur sejauh mana kinerja karyawan secara
individual ada enam kriteria, yaitu : (Robbins, 2006:260)
14
1. Kualitas Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Kuantitas Kuantitas diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah
aktivitas yang ditugaskan beserta hasilnya.
3. Ketepatan waktu Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap
suatu aktivitas yang diselesaikan di awal waktu sampai menjadi output.
4. Efektivitas Tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang,
teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil
dari setiap unit di dalam penggunaan sumber daya, efektivitas kerja
karyawan dalam menilai pemanfaatan waktu dalam menjalankan tugas,
efektivitas penyelesaian tugas yang dibebankan organisasi.
5. Kemandirian Merupakan tingkat kemampuan seseorang dalam melakukan
fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan, bimbingan dari orang lain atau
pengawas.
6. Komitmen kerja Merupakan tingkat dimana karyawan mempunyai
komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab terhadap organisasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Siagian (2006)
menyatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
kompensasi, lingkungan kerja, budaya organisasi, kepemimpinan, dan
motivasi kerja , disiplin kerja, kepuasan kerja, komunikasi dan faktor
faktor lainnya.
Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut
Handoko (2007:193) yaitu :
1. Motivasi Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia
bekerja adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan-
kebutuhan ini berhubungan dengan sifat hakiki manusia untuk
mendapatkan hasil terbaik dalam kerjanya.
2. Kepuasan kerja Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Hal ini terlihat dari sikap positif karyawan
15
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya.
3. Tingkat stres Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi sekarang. Tingkat
stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungan sehingga dapat mengganggu pelaksanaan
pekerjaan mereka.
4. Kondisi pekerjaan Kondisi pekerjaan yang dimaksud dapat
mempengaruhi kinerja disini adalah tempat kerja, ventilasi, serta
penyinaran dalam ruang kerja.
5. Sistem kompensasi Kompensasi merupakan tingkat balas jaa yang
diterima oleh karyawan atas apa yang telah dilakukannya untuk
perusahaan. Jadi, pemberian kompensasi harus benar agar karyawan
lebih semangat untuk bekerja
6. Desain pekerjaan Desain pekerjaan merupakan fungsi penetapan
kegiatan-kegiatan kerja seorang individu atau kelompok karyawan
secara organisasional. Desain pekerjaan harus jelas supaya karyawan
dapat bekerja dengan baik sesuai dengan pekerjaan yang telah
diberikan kepadanya.
16
Tujuan Penilaian Kinerja
17
Indikator Kinerja
18
a. Quality
Arti dari quality adalah tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan
kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
b. Quantity
Arti dari quantity adalah jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah,
jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.
c. Timelines
Arti dari timelines adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan
pada waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan koordinasi output
lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.
d. Cost-effectiveness
Arti dari cost effectiveness adalah tingkat sejauh mana penggunaan
sumberdaya organisasi (manusia, keuangan, teknologi, material) yang
dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian
dari setiap unit penggunaan sumberdaya.
e. Need for Supervision
Arti dari need for supervision adalah tingkat sejauh mana seseorang
pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan
pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tinndakan yang kurang
diinginkan.
f. Interpersonal impact
Arti dari interpersonal impact adalah tingkat sejauh mana karyawan
memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama diantara rekan kerja dan
bawahan.
19
d. Kecekatan mental
e. Sikap dan
f. Disiplin.
20
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengertian kinerja SDM merupakan istilah yang berasal dari kata Job
Performance atau Actual Performnce ( prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya
yang dicapai seseorang ). Manajemen kinerja (performance management) adalah
sistem perusahaan dimana manajer mengintegrasikan aktivitas penentuan tujuan,
pengawasan dan evaluasi, penyediaan umpan balik dan pelatihan, dan
penghargaan karyawan secara kontinu.
Ini berkaitan dengan tradisi penghargaan kinerja tahunan yang
serampangan, pengalaman yang sangat tidak memuaskan untuk setiap orang yang
terlibat. Penghargaan finansial, material, dan sosial termasuk dalam penghargaan
ekstrinsik karena berasal dari lingkungan. Namun, penghargaan psikis merupakan
penghargaan intrinsik karena diberikan oleh diri sendiri. Bayaran atas kinerja
adalah istilah popular untuk insentif moneter yang setidaknya menghubungkan
bebewerapa porsigaji secara langsung dengan hasil-hasil atau pencapaian.
Saran
Kinerja merupakan tindakan yang dilakukan oleh SDM yang ada dalam
organisasi untuk memperlihatkan hasil pencapaiannya. Dari seluruh pembahasan
yang kami sampaikan, di harapkan para pembaca dapat menerima informasi atau
pengetahuain tentang kinerja individu dalam suatu organisasi. Dan di harapkan
agar selanjutnya makalah yang kami buat lebih memberikan ilmu kepada para
pembaca, karena kami tahu bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dalam pembuatan
makalah untuk kedepannya.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
TUGAS TEORI KULTUR / BUDAYA ORGANISASI
Oleh :
Halaman
1. Teori ..................................................................................................... 1
i
h) Praktek Manajemen (Management Practice) ............................... 4
2. Kesimpulan ............................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA
ii
1. Teori
Teori-teori relevan yang akan digunakan dalam kultur organisasi seperti yang dibahas
berikut ini:
Kultur Organisasi
Menurut Stoner (2011, p. 199), kultur organisasi adalah suatu proses, nilai-
nilai atau norma-norma yang berlaku dan dipatuhi oleh anggotanya dalam rangka
mencapai tujuan organisasi. Merurut Mathis (2012, p. 145), kultur organisasi adalah
menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah terbukti
dan ciri-ciri yang dirasa terdapat dalam lingkungan kerja dan timbul karena kegiatan
organisasi yang dilakukan secara sadar atau tidak, dan dianggap mempengaruhi
organisasi adalah nilai-nilai atau norma-norma yang harus dipatuhi oleh anggota
organisasi, baik sadar maupun tidak sadar, guna mencapai tujuan organisasi.
1
a) Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking)
Adalah sejauh mana organisasi mendorong para Pegawai bersikap inovatif dan
perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut;
Adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim tidak hanya
f) Agresifitas (Aggressiveness)
Adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif
g) Stabilitas (stability)
Adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo sebagai kontras
dari pertumbuhan.
2
3) Indikator-indikator Kultur Organisasi
Menurut Robbins (2011, p. 318), ada delapan indikator untuk menilai kultur
a) Komunikasi (Communications)
Dalam indikator ini mencakup jumlah dan tipe sistem komunikasi, serta jenis dan
bagi pegawai, serta pendidikan yang ditujukan untuk kebutuhan sekarang atau
akan datang;
c) Penghargaan (Reward)
Prilaku apa yang dihargai, tipe penghargaan yang digunakan, secara pribadi atau
apakah keputusan cepat atau lambat, apakah organisasi bersifat birokratis, apakah
3
f) Perencanaan (Planning)
proses perencanaan bersifat informal dan terstruktur, untuk tujuan apa strategi,
Indikator ini berkaitan dengan jumlah, tipe dan keefektifan kelompok kerja dalam
organisasi, juga kerja sama antar departemen, kepercayaan diantara unit dan
Dalam indikator ini diukur keadilan dan konsistensi sebagai landasan kebijakan,
a) Praktik seleksi
dalam organisasi.
b) Manajemen Puncak
4
c) Sosialisasi
Dimaksudkan agar para pegawai baru dapat menyesuaikan diri dengan kultur
organisasi. Proses sosialisasi ini meliputi 3 (tiga) tahap yaitu tahap kedatangan,
a) Tahap pertama terjadinya interaksi antar pimpinan atau pendiri organisasi dengan
c) Tahap ketiga bahwa artifak, nilai, dan asumsi akan diimplementasi-kan sehingga
b) Kultur organisasi merupakan satu kesatuan yang integral dan saling terkait,
d) Kultur organisasi berkaitan dengan hal-hal yang dipelajari oleh para antropolog,
5
e) Kultur organisasi lahir dari konsensus bersama dari sekelompok orang yang
akhirnya membuat keterikatan yang kuat dengan tetangga, jika terjadi saling
semata-mata produk modern atau hasil negatif pembangunan nasional, tetapi telah
organisasi kepolisian dan kaitannya dengan reformasi kultural Polri, dapat digunakan
Ranah kepolisian adalah sebuah ruang sosial dari konflik dan kompetisi
yang tersusun atas hierarki imbalan dan sanksi. Ranah kepolisian berada dalam
posisi subordinat atau dominasi bidang kekuasaan dengan prestise yang relatif
rendah dalam hal modal ekonomi, namun mendapat penghargaan dari masyarakat.
6
Dalam ranah kepolisian, anggota kepolisian juga bersaing untuk mengendalikan
berbagai jenis sumber daya atau modal yang ada. Untuk bertahan dalam
Berkaitan dengan kekuatan dan daya tahan fisik yang dibutuhkan untuk
pelatihan fisik.
Didasarkan atas reputasi, opini dan representasi ditentukan oleh habitus yang
dominan, namun bisa juga dibangun oleh hukum atau kebijakan. Dalam visi
7
polisi sebagai pemberaantas kejahatan, anggota kepolisian yang memiliki
penjahat.
masa lalu kedalam budaya kepolisian saat ini dan membentuk pengetahuan
budaya (mental, cara berfikir, sikap dan perilaku) dikalangan anggota kepolisian.
Habitus kepolisian juga terbangun dari sistem rekruitmen, sistem pendidikan dan
di kepolisian.
bentuk tubuh).
8
yakni memerangi kejahatan, menjaga ketertiban dan melindungi kehidupan
petugas untuk merangkum situasi yang kompleks dan ambigu dalam waktu
masyarakat tertentu.
Merujuk pada dimensi normatif pengetahuan budaya. Hal ini merujuk apa
yang harus atau tidak boleh dilakukan dalam situasi tertentu. Petugas polisi
skeptis terhadap atasannya dan belajar untuk tidak berharap banyak dari
9
organisasi. Petugas juga belajar untuk menutupi kesalahan diantara mereka
Pengetahuan ini mengacu pada disposisi fisik atau jasmani yang dibawa
10
PENUTUP
2. Kesimpulan
Setiap organisasi memiliki kultur / budaya yang berbeda-beda. Suatu kultur / budaya
organisasi mempunyai peran penting dalam perusahaan karena mempunyai sejumlah fungsi
dalam organisasi yaitu, kultur / budaya menciptakan pembeda yang jelas antara satu
organisasi dengan organisasi yang lain, kultur / budaya membawa suatu rasa identitas bagi
anggota perusahaan, kultur / budaya memudahkan tercapainya komitmen yang lebih luas
terhadap kepentingan bersama dari pada kepentingan individual dan kultur / budaya
meningkatkan kemantapan sistem sosial, berikut ini beberapa pendapat ahli tentang kultur
organisasi ;
Kultur Organisasi
Menurut Stoner (2011, p. 199) dan Robbins (2011, p. 312) makas dapat
disimpulkan bahwa kultur organisasi adalah nilai-nilai atau norma-norma yang harus
dipatuhi oleh anggota organisasi, baik sadar maupun tidak sadar, guna mencapai
tujuan organisasi.
11
a) Perhatian terhadap detil (Attention to detail)
e) Agresifitas (Aggressiveness)
f) Stabilitas (stability)
Menurut Robbins (2011, p. 318), ada delapan indikator untuk menilai kultur
a) Komunikasi (Communications)
c) Penghargaan (Reward)
f) Perencanaan (Planning)
a) Praktik seleksi
b) Manajemen Puncak
c) Sosialisasi
12
Proses sosialisasi ini meliputi 3 (tiga) tahap yaitu tahap kedatangan, tahap pertemuan,
b) Kultur organisasi merupakan satu kesatuan yang integral dan saling terkait,
bersangkutan,
e) Kultur organisasi lahir dari konsensus bersama dari sekelompok orang yang
13
5) Perilaku Kultur Organisasi
Menurut Werther (2010, p. 229), perilaku kultur organisasi, terdiri dari perilaku
organisasi kepolisian dan kaitannya dengan reformasi kultural Polri, dapat digunakan
14
(1) Pengetahuan Aksioma
15
DAFTAR PUSTAKA
Stoner, James A.F. (2011). Management. Jilid I (Edisi 6). (Ahli Bahasa: Alexander Sindiro).
Jakarta: Penerbit: Prehalindo.
Werther W, B. (2012). Human Resource and Personnel Management. Fourth Edition. Singapore:
Mc Graw-Hill Book Co.
Mathis Robert, L., Jackson John H. (2012). Human Resource Management (Penerjemah: Jimmy
Sadeli dan Bayu Prawira Hie). Buku 2, Edisi Kesembilan, Jakarta: Penerbit Salemba
Empat.
16
LOYALITAS KERJA
Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
2017
DAFTAR ISI
i
1. Pengertian Loyalitas Kerja
Dalam jurnal Maharani dkk., Loyalitas berasal dari kata loyal yang
berarti setia. Loyalitas dalam organisasi dapat diartikan sebagai kesetiaan
seorang karyawan terhadap organisasi. Menurut Sudimin (2003), loyalitas
berarti Kesediaan karyawan dengan seluruh kemampuan, keterampilan,
pikiran, dan waktu untuk ikut serta mencapai tujuan organisasi dan
menyimpan rahasia organisasi serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang
merugikan organisasi selama orang itu masih berstatus sebagai karyawan.
1
Pada masa lalu atau masa sebelumnya, loyalitas para karyawan hanya
diukur dari jangka waktu lamanya karyawan tersebut bekerja bagi sebuah
organisasi. Namun saat ini, ukuran loyalitas para karyawan telah sedikit
bergeser ke arah yang lebih kualitatif, yaitu yang disebut sebagai komitmen.
Komitmen itu sendiri dapat diartikan sebagai seberapa besar seseorang
mencurahkan perhatian, pikiran dan dedikasinya bagi organisasi selama dia
bergabung di dalam organisasi tersebut.
2
meliputi sikap positif terhadap perusahaan, rasa percaya
terhadap perusahaan sehingga menimbulkan rasa aman,
merasakan adanya kepuasan pribadi yang dapat dipenuhi oleh
perusahaan.
3
merasa terinspirasi, bersedia mengorbankan kepentingan pribadi, merasa
ada kesamaan nilai dengan perusahaan
4
10) Menawarkan saran-saran untuk perbaikan.
5
Untuk memecahkan persoalan tersebut, maka perusahaan harus dapat
menemukan penyebab dari turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu
disebabkan pada prinsipnya turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu
disebabkan oleh ketidakpuasan para karyawan. Adapun sumber
ketidakpuasan bisa bersifat material dan non material yang bersifat material
antara lain: rendahnya upah yang diterima, fasilitas minimum. Sedangkan
yang non material antara lain: penghargaan sebagai manusia, kebutuhan –
kebutuhan yang berpartisipasi dan sebagainya.
Pada umumnya bila loyalitas dan sikap kerja karyawan turun, maka
karyawan akan malas untuk datang bekerja setiap hari. Bila ada gejala
– gejala absensi naik maka perlu segera dilakukan penelitian.
6
bentuk ketidak terangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal – hal
yang lain.
f. Pemogokan.
Tingkat indikasi yang paling kuat tentang turunnya loyalitas dan sikap
kerja karyawan adalah pemogokan. Biasanya suatu perusahaan yang
karyawannya sudah tidak merasa tahan lagi hingga memuncak, maka
hal itu akan menimbulkan suatu tuntutan, dan bilamana tuntutan
tersebut tidak berhasil, maka pada umumnya para karyawan
melakukan pemogokan kerja.
7
baiknya dan kesadaran akan setiap resiko pelaksanaan tugasnya akan
memberikan pengertian tentang keberanian dan kesadaran
bertanggungjawab terhadap resiko atas apa yang telah dilaksanakan.
Salah satu survey tentang loyalitas yang dikutip Drizin & Schneider
(dalam Runtu, 2014), menunjukkan bahwa pendorong utama untuk loyalitas
karyawan adalah fairness. Hal itu mencakup: fair dalam penggajian, fair
dalam penilaian kinerja, dan fair dalam perumusan dan pengimplementasian
kebijakan. Sedangkan Mc Quiness (dalam Runtu, 2014), mengemukakan
bahwa komunikasi yang efektif dalam suatu organisasi akan berdampak pada
8
loyalitas karyawan. Peran komunikasi dalam meningkatkan loyalitas
karyawan ini didukung oleh Smith & Rupp (dalam Runtu, 2014).
9
a. Komunikasi
b. Insentif
c. Program Kesejahteraan
10
bersifat ekonomis, serta pemberian fasilitas dan pelayanan. Pemberian
kesejahteraan perlu diprogram sebaik -baiknya supaya bermanfaat
dalam mendukung tujuan perusahan, karyawan, dan masyarakat,
program kesejahteraan harus berasaskan keadilan dan kelayakan, juga
didasarkan atas kemampuan perusahaan.
HIP adalah hubungan antar pelaku dalam proses produksi barang dan
jasa didasarkan atas nilai yang merupakan manifestasi dari
keseluruhan sila – sila Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945
yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan
kebudyaan nasional Indonesia, ciri – ciri khas HIP antara lain :
11
mawas diri, yang mengandung asas partnership dan tanggung
jawab bersama.
1) Asuransi Jiwa.
8) Program pensiun.
9) Jaminan sosial.
12
b. Pembayaran Upah Selama Tidak Bekerja
1) Liburan.
13
7. Loyalitas Karyawan dan Organisasi
14
peraturan yang berlaku di organisasi tersebut, dan tentu saja harus
mendapatkan hak-nya sesuai kesepakatan.
Jika ada kewajiban lain yang harus dilakukan dan diluar kesepakatan,
maka harus ada kompensasi atau benefit tambahan, misalnya jika harus
bekerja lembur maka harus mendapatkan upah tambahan. Dari sudut
pandang ini, karyawan berharap mereka dianggap sebagai partner oleh
organisasi dan bersama dengan stake holder/pemilik kepentingan lainnya
(customer, supplier, pemegang saham, lingkungan dan masyarakat sekitar)
dianggap sama dan penting.
15
Menurut Sutrisno (2010), memandang bahwa karyawan yang
mempunyai keterlibatan kerja yang tinggi tersebut menunjukkan: (a) motivasi
kerja yang tinggi, (b) mempunyai solidaritas yang tinggi terhadap kelompok
kerja atau organisasi, dan (c) rasa bangga dengan pekerjaannya. Maka
kualitas kekaryaannya dilihat dan sejauh mana seorang karyawan
memberikan kontribusi yang maksimal terhadap peningkatan efisiensi,
dimana eksistensi kerja tersebut adalah menyangkut pendapatan perusahaan,
penurunan biaya produksi, perluasan pasar, berkurangnya keluhan
konsumen, menurunnya absensi dan pemutusan kerja.
16
oleh seseorang, pembinaan tim dipandang sebagai salah satu
kegiatan manajeman yang penting dalam rangka peningkatan
mutu keterlibatan karyawan. Sasarannya bukan hanya
peningkatan kemampuan memecahkan masalah, akan tetapi
juga untuk memupuk rasa kebersamaan antara para anggota
kelompok kerja dan kesetiaan karyawan pada pekerjaannya.
17
sendiri berbagai hal yang secara tradisional ditangani oleh
penyelia. Sebagai contoh penentuan tugas harian, penggunaan
rotasi pekerjaan orientasi pegawai baru, program pelatiahan
dan jadwal produksi. Bahkan ada kalanya kelompok kerja
juga yang menangani rekrutmen dan seleksi pegawai baru.
Malahan ada organisasi yang sudah menyerahkan wewenang
pengenaan sanksi disipliner kepada kelompok kerja yang
otonom tersebut.
Salah satu bentuk sosialisasi yang sangat efektif melibatkan empat unsur
pokok :
18
Organisasi melakukan bentuk sosialisasi ini dengan hanya
mempekerjakan orang-orang yang kelihatan cenderung melihat nilai- nilai
dan tujuan organisasi. Jika individu semacam itu sudah dipekerjakan maka
dia akan mendapatkan kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang
berstatus tinggi, menantang, bertanggung jawab, dan diperkaya. Jika hasil
kerjanya memuaskan maka ia diberi imbalan tinggi melalui kompensasi
keuangan, ditambah dengan kondisi dan gairah kerja.
19
organisasi. Loyalitas karyawan dipengaruhi oleh 4 faktor karakteristik, yaitu
karakteristik pribadi, karakteristik pekerjaan, karakteristik desain
perusahaan/organisasi, dan karakteristik pengalaman yang diperoleh dalam
perusahaan/organisasi. Berikut ini dapat digambarkan kerangka teori yang
dijadikan dasar pemikiran dalam penelitian ini. Kerangka tersebut merupakan
dasar pemikiran dalam melakukan analisis pada penelitian ini. Melalui
perspektif teoritik inilah peneliti secara konsisten.
KARAKTERISTIK
PEKERJAAN
PERILAKU LOYALITAS
KARYAWAN KARAKTERISTIK
DESAIN
EH DALAM
PERUSAHAAN
20
11. Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, Malayu S.P,. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT.
Aksara.
Nawawi, Hadari. (2003). Perencanaan SDM Untuk Bisnis Yang Kompetitif.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Cetakan Kedua.
Robbins, Stephen. (2003). Organizational Behaviour. New Jersey : Prestige Hall Inc.
22
TUGAS MAKALAH
DISIPLIN KERJA
Oleh :
i
DISIPLIN KERJA
1. Pengertian Disiplin
Disiplin harus dilaksanakan secara adil dan konsisten. Setiap karyawan yang
terlibat dalam tingkah laku yang tidak tepat harus diperlakukan sama. Yang
tepenting, setiap insiden dari tingkah laku yang disepakati harus dibicarakan.
Kunci bagi disiplin yang efektif adalah mengomunikasikan kebijakan sejak awal.
Para karyawan harus betul-betul memahami kebijakan tersebut. Hal ini harus
disertakan dalam ‘Buku Pedoman Karyawan’ yang diagi kepada semua karyawan.
Proses disiplin sangat penting untuk ditulis dan diterima oleh setiap karyawan.
Para karyawan sering diminta untuk menandatangani pernyataan bahwa mereka
telah menerima buku pedoman karyawannya. Ini merupakan langkah
1
perlindungan bagi perusahaan dapat membuktikan bahwa mereka memang telah
mendistribusikan kebijakan kepada para karyawan.
Disiplin progresif memberikan disiplin yang secara progresif lebih keras untuk
contoh-contoh tingkah laku tidak tepat yang diulangi. Program ini mulai dengan
peringatan lisan pada saat pelanggaran pertama kali dilakukan. Peringatan ini
hendaknya diberikan dengan halus sebagai kesempatan bagi karyawan untuk
mengoreksi tingkah lakunya sebelum ada konsekuensi serius yang timbul.
Sedangkan menurut Smith dalam Panji Anaroga (2010:12), tujuan bekerja adalah
untuk hidup, atau bekerja diperlukan karena adanya tujuan menopang
kesejahteraan, yang tampaknya orang tidak bisa menikmati hidup. Oleh
karenanya, kini kerja juga melibatkan masalah kebutuhan ekonomi, hanya
kegiatan yang termotivasi oleh kebutuhan ekonomi saja yang dapat dikategorikan
sebagai kerja, sedangkan orang yang tidak mendapatkan imbalan tidak dapat
dikatakan bekerja.
Suatu organisasi yang baik selalu mempunyai aturan internal dalam rangka
meningkatkan kinerja dan profesionalisme, budaya organisasi maupun
kebersamaan, kehormatan, dan kredebilitas organisasi serta untuk menjamin tetap
terpeliharanya tata tertib dalam pelaksanaaan tugas sesuai tujuan, peran, fungsi,
wewenang dan tanggung jawab institusi tersebut.
2
Organisasi yang berjalan optimal tidak dapat dikaitkan sepenuhnya hanya pada
kebutuhan ekonomi saja, karena pada kenyataannya faktor disiplin kerja
mempunyai peranan yang tidak kalah penting untuk membentuk seseorang
mempunyai tanggung jawab dalam bekerja.
Salah satu peranan individu atau pegawai adalah dengan melaksanakan disiplin
kerja yang berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki pegawai tersebut.
Kemampuan pegawai terbentuk dari pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh baik dari lembaga pendidikan formal bersifat umum SD sampai
Perguruan Tinggi) dan bersifat non formal (kursus, seminar, dan lain-lain).
Dengan memiliki pengetahuan dan ketrampilan itu pegawai diharapkan
mengetahui, memahami, melaksanakan dan mematuhi segala aturan dan norma-
norma dalam lingkungan kerja sebagai sistem organisasi pegawai negeri serta
metode-metode tertentu dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan atau tugas-
tugasnya sehari-hari dengan baik yang akhirnya dapat memenuhi tujuan
organisasi yang diharapkan.
3
pergaulan sehari-hari di masa yang datang bukan menghukum kegiatan masa lalu.
Adapun pengertian disiplin kerja menurut Husin (2010:95) adalah pegawai patuh
dan taat melaksanakan peraturan kerja yang berupa lisan maupun tulisan dari
kelompok maupun organisasi.
Kurangnya kesadaran dan kesediaan untuk bertindak atau berprilaku sesuai norma
dan peraturan atau undang-undang menyebabkan individu atau pegawai berbuat
indisipliner. Lebih lanjut lagi menurut Hasibuan (2008:193), dalam suatu
organisasi umumnya individu-individu yang berada di dalamnya sadar akan
adanya norma atau aturan organisasi dan mereka pun sadar akan tuntutan
kepatuhan tehadap norma atau aturan tersebut. Norma itu sendiri merupakan
standar atau aturan main yang diikuti oleh banyak orang. Perilaku yang ditunjukan
oleh masing-masing individu pegawai mencerminkan sampai seberapa jauh
pegawai tersebut konsekuen dan konsisten mengikuti dan mematuhi atau
melanggar norma dan aturan yang berlaku di organisasii pemerintahan.
Disiplin kerja pegawai negeri mutlak harus dijalankan dan ditegakkan demi
tumbuh berkembangnya suatu aparatur pemerintah dalam mengamalkan tugas dan
tangung jawab yang telah dipercayakan bangsa dan Negara kepada pegawai
negeri oleh karena itu sudah menjadi kewajiban setiap pegawai untuk
menegakkan disiplin.
4
Undang-undang nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian bahwa
“peraturan disiplin adalah suatu peraturan yang membuat keharusan, larangan dan
sanksi, apabila keharusan tidak dituruti atau larangan dilanggar. Untuk menjamin
tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas maka dengan tidak mengurangi
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana diadakan disiplin pegawai
negeri sipil”.
Disiplin belum dapat dinyatakan efektif bekerja bilamana penampilan kedisiplinan
itu hanya berdasarkan ketakutan. Disiplin dalam arti sejati adalah hasil dari
interaksi norma-norma yang harus dipatuhi. Norma-norma itu tidak lain hanya
bersangkutan dengan ukuran legalistik melainkan berkaitan dengan etika dan tata
krama. Hasibuan (2009:120) berpendapat disiplin adalah kesadaran dan kesediaan
seseorang untuk mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial
yang berlaku.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu yang
kemampuan yang akan berkembang dalam kehidupan kesehariannya seseorang
atau kelompok (organisasi) dalam bertaat azas, peraturan, norma-norma, dan
perundang-undangan untuk melakukan nilai-nilai kaidah tertentu dan tujuan hidup
yang ingin dicapai oleh mereka dalam bekerja.
Banyak problem yang dihadapi dalam memahami motif yang terbentuk dalam
diri setiap tenaga kerja. Dengan demikian, amat sulit menerapkan disiplin
terhadap pekerjaan bagi setiap tenaga kerja. Tampaknya motif setiap tenaga
kerja menerima struktur dan dinamika sendiri. Struktur tersebut seringkali
disebut sebagai hierarki, yaitu suatu motif biasanya lebih kuat dibandingkan
motif yang lain. Oleh karena itu, motif juga kuat pengaruhnya terhadap
disiplin kerja tenaga kerja dibandingkan motif-motif yang lain. Akan tetapi,
sebenarnya struktur terse¬but tidak tetap. Motif utama tenaga kerja yang ada
saat ini mungkin bukan merupakan motif yang utama untuk hari esok.
Perubahan susunan motif tersebut terjadi kapan saja setelah suatu motif
terpenuhi dengan baik dan motif yang lain muncul menggantikannya. Motif
5
lama yang sudah terpuaskan akan menjadi tenang dan mungkin tak akan
banyak mendorong tenaga kerja untuk bertindak dan berperilaku
dibandingkan dengan motif bam yang masih belum terpuaskan.
Motif-motif para tenaga kerja yang memiliki struktur dan selalu timbul
apabila motif yang satu terpenuhi amat mempengaruhi kondisi disiplin kerja
para tenaga kerja. Dampak tersebut perlu mendapatkan porsi pembinaan
dengan prioritas utama dari para manajemen. Dengan demikian, disiplin kerja
para tenaga kerja diharapkan terus dibina dan ditegakkan.
Sebenarnya sangatlah sulit menetapkan tujuan rinci mengapa pembinaan
disiplin kerja perlu dilakukan oleh manajemen. Secara umum dapat
disebutkan bahwa tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi
kelangsungan perusahaan sesuai dengan motif perusahaan.
6
Jadi pada dasarnya tujuan penegakan disiplin untuk mendorong karyawan taat
terhadap peraturan dan kebijakan, untuk mencapai efektifitas dan efisiensi kerja,
serta meningkatkan produktifitas kerja karyawan.
a. Disiplin Preventif
Pendekatan yang bersifat preventif adalah tindakan yang mendorong para
pegawai untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi
standar yang ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang
pola sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota
organisasi diusahakan pencegahan jangan sampai para pegawai berprilaku
negatif.
Keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif terletak pada disiplin
pribadi para pegawai organisasi. Akan tetapi agar disiplin pribadi tersebut
semakin kokoh, paling sedikit ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
7
b. Disiplin Korektif
8
2) Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan
segera. Jangan menunda-nunda pemberian pendisiplinan sampai
masalah menjadi terlupakan. Tindakan pendisiplinan akan menjadi
lebih efektif jika diberikan tepat pada saat ditemukan adanya
kesalahan.
3) Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan. Suatu kesalahan
yang sama hendaknya diberikan hukuman yang sama pula.
4) Pimpinan tidak seharusnya memberikan pendisiplinan pada saat
bawahan sedang tidak ada di tempat atau sedang absen.
5) Setelah pendisiplinan, sikap dari pimpinan haruslah wajar kembali.
Tidak dibenarkan apabila setelah melakukan pendisiplinan pimpinan
tetap bersikap membenci bawahan yang melakukan kesalahan. Rasa
membenci hanya akan menimbulkan perlakuan yang tidak adil.
9
5. Indikator Kedisiplinan
10
yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik/buruknya kedisiplinan
karyawan. Sanksi hukuman harus dipertimbangkan secara logis, masuk
akal dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan.sanksi
hukuman seharusnya tidak terlalu ringan, namun juga tidak terlalu berat
agar dapat tetap mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya.
Indikator dari kedisiplinan kerja yang dirangkum dari beberapa pendapat para
ahli:
1) Disiplin waktu
Waktu adalah emas, begitu pepatah lama yang sudah populer. Begitupun
halnya dengan bekerja di perusahaan. Efisiensi waktu sangat diperlukan
untuk mengatur pekerjaan agar seluruh tugas dapat diselesaikan dengan
tepat waktu. Hal ini akan mencegah pekerjaan lain menjadi tertunda.
Maka, pegawai yang disiplin tentunya akan mendisiplinkan diri dalam hal
waktu, seperti kehadiran setiap harinya, serta kedatangan yang tepat
waktu.
2) Inisiatif dan kreatif
Kedisiplinan kerja juga dapat ditunjukkan dari cara pengerjaan tugas.
Melakukan tugas secara monoton merupakan indikasi motivasi yang
rendah serta ketidakpuasan pegawai terhadap perusahaan. Sebaliknya,
pegawai yang inisiatif dan kreatif menunjukkan adanya tingkat motivasi
yang tinggi. Pegawai yang bermotivasi tinggi akan menunjukkan tingkat
disiplin yang tinggi pula.
3) Tanggung jawab
Disiplin dapat ditunjukkan melalui tanggung jawab. Apakah seorang
pegawai menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan dengan tepat waktu
atau tidak akan memperlihatkan bagaimana sikap pegawai terhadap
perusahaan. Pegawai yang disiplin dalam kerja akan memberikan
tanggung jawab yang tinggi pula pada pekerjaan. Termasuk
menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna.
4) Taat pada peraturan perusahaan
11
Kedisiplinan juga dapat ditunjukkan melalui ketaatan pada peraturan
perusahaan. Pegawai yang disiplin cenderung taat pada perusahaan.
Ketaatan ini dapat ditunjukkan dari cara berpenampilan yang sesuai
dengan aturan, kehadiran yang tepat waktu. Tidak hanya itu, pegawai
yang disiplin menunjukkan kecenderungan akan patuh kepada atasan
5) Sikap dan perilaku
Sikap dan perilaku pegawai terhadap atasan serta rekan kerja juga
merupakan indikator yang baik bagi disiplin kerja. Pegawai yang disiplin
akan lebih menjaga relasi yang baik antara dirinya dengan atasan, dirinya
dengan rekan kerja, maupun pihak-pihak lain yang berkaitan dengan
perusahaan.
6) Teladan kepemimpinan
Pemimpin adalah salah satu faktor pendukung dari kedisiplinan kerja para
bawahannya. Maka, pemimpin yang dapat meneladani anak buah dapat
menjadi salah satu indikator dari kedisiplinan kerja pegawai. Kalau
pemimpin mampu memberikan arahan dengan baik dan bijak, pegawai
akan menunjukkan kepuasan yang lebih dalam bekerja, dengan begitu
disiplin kerja juga akan dapat terjaga.
7) Balas jasa
Balas jasa, bisa berupa gaji atau benefit yang diberikan perusahaan dapat
menjadi indikator disiplin kerja. Biasanya, perusahaan yang dapat
memberikan balas jasa kepada pegawai memiliki pegawai-pegawai yang
lebih cekatan dan lebih berdedikasi pada penyelesaian tugas-tugas di
perusahaan.
8) Pengawasan melekat
Pengawasan yang baik akan menghasilkan disiplin kerja yang baik pula.
Bukan berarti pegawai harus diawasi dalam melakukan pekerjaan, tetapi
kemampuan atasan dalam mengobservasi motivasi, hambatan, serta
masalah-masalah yang terjadi pada pegawai akan meningkatkan kemauan
untuk bekerja dengan lebih baik.
12
Menurut Indrakusuma (1907:48-49), menyinggung tentang hukuman disiplin,
maka dalam Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1980 disebutkan tiga tingkatan
hukuman disiplin, yaitu:
Ketegasan
Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan
yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pemimpin
yang demikian akan mudah untuk disegani dan diakui kepemimpinannya oleh
bawahan.
Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara karyawan ikut menciptakan
kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Manajer harus berusaha
menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat,
vertikal maupun horizontal di antara semua karyawannya. Terciptanya human
13
relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang
nyaman.
14
selain aturan, sangsi juga harus ditegakkan. Dengan adanya sangsi yang
nyata, karyawan akan berpikir dua kali sebelum melakukan pelanggaran.
Sangsi dimulai dari hal yang sederhana, misalnya jika terlambat akan
dikenai potongan gaji atau sangsi yang lebih besar jika karyawan ketahuan
menggunakan fasilitas kantor untuk keperluan pribadi, yang mana ini
berdampak pada kinerja kantor yang melambat, maka karyawan harus
mengganti rugi. Sangsi tersebut juga harus diberlakukan rata kepada
semua karyawan tanpa pandang bulu.
d. Peran Atasan
Dalam menumbuhkan disiplin kerja karyawan, tentu saja tidak lepas dari
campur tangan atasan. Karyawan mencontoh apa yang dilakukan oleh
atasannya. Mulailah hal ini dari Anda sendiri, misalnya datang pagi-pagi,
menyelesaikan kerja tepat waktu, tidak menggunakan jam kerja untuk hal-
hal yang tidak berguna. Pemimpin yang disiplin akan membuat
bawahannya merasa segan sehingga mereka pun akan mengikuti sifat
disiplin pemimpin tersebut. Selain memberikan contoh yang baik, Anda
sebagai atasan juga harus tegas. Jangan segan untuk menegur karyawan
yang kurang disiplin misalnya terus-terusan mengobrol di jam kerja atau
datang terlambat. Namun, ingat, hal ini juga harus diimbangi dengan sifat
disiplin dari diri Anda sendiri.
Karena setiap orang memiliki kemampuan dan karakteristik yang tidak sama,
maka progres yang ditunjukkan oleh masing-masing karyawan juga bisa berbeda.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja, Anda
diharapkan bisa menumbuhkan disiplin kerja karyawan di lingkungan perusahaan
Anda.
15
7. Pelaksanaan Disiplin Kerja
Disiplin yang paling baik adalah disiplin diri. Kecenderungan orang normal
adalah melakukan apa yang menjadi kewajibannya dan menepati aturan
permainan. Organisasi atau perusahaan yang baik harus berupaya menciptakan
peraturan atau tata tertib yang akan menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi
oleh seluruh karyawan dalam organisasi. Peraturan-peraturan yang akan berkaitan
dengan disiplin itu antara lain:
1. Peraturan jam masuk, pulang,dan jam istirahat
2. Peraturan dasar tentang berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan
3. Peraturan cara-cara melakukan pekerjaan dan hubungan dengan unit kerja
lain
Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh di lakukan oleh para
karyawan selama dalam organisasi dan sebagainya.
Disiplin pegawai memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam
keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja para pegawai. Disiplin
kerja para pegawai sangat penting. Disiplin kerja merupakan hal yang harus
ditanamkan dalam diri tiap karyawan, karena hal ini akan menyangkut tanggung
jawab moral karyawan itu pada tugas kewajibannya. Seperti juga suatu
tingkahlaku yang bisa dibentuk melalui kebiasaan. Selain itu, disiplin kerja dapat
ditingkatkan apa bila tedapat kondisi kerja yang dapat merangsang karyawan
untuk berdisiplin. Sukarno (1008:54)
Disiplin kerja atau kebiasaan-kebiasaan baik yang harus ditanamkan dalam diri
karyawan sebaiknya bukan atas dasar paksaan semata, tetapi harus lebih di
dasarkan atas kesadaran diri dalam diri karyawan. Tohardi (2007),
ketidakdisiplinan individu atau karyawan dapat memengaruhi produktivitas kerja
organisasi.
Kegiatan pendisiplinan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar
meengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan
dapat di cegah. Sasaran pokoknya dalah untuk mendorong disiplin diri di antara
16
para karyawan untuk datang di kantor tepat waktu. Dengan datang ke kantor tepat
waktu dan melaksanakan tugas sesuai dengan tugasnya, maka diharapkan
produktivitas kerja akan meningkat.
Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja
pegawai dalam suatu organisasisangat di pengaruhi oleh disiplin pegawai. Apalagi
di antara pegawai sudah tidak menghiraukan kedisiplin kerja, maka dapat
dipastikan produktivitas kerja akan menurun. Pdahal untuk mendapatkan
produktivitas kerja sangat di perlukan kedisiplinan dari para pegawai.
17
Penilaian disiplin kerja secara akurat, akan menjamin keputusan
penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
Konflik adalah pesaingan yang kurang sehat berdasarkan ambisi dan sikap
emosional dalam memperoleh kemenangan. Konflik akan menimbulkan
ketegangan, konfrontasi, perkelahian dan frustasi jika tidak dapat diselesaikan.
Hal-hal yang menyebabkan persaingan dan konflik, antara lain adanya tujuan
yang ingin dicapai, ego manusia, kebutuhan, perbedaan peendapat, salah paham,
perasaan dirugikan dan perasaan sensitif.
a. Tujuan
Tujuan sama yang ingn dicapai akan merangsang timbulnya persaingan dan
konflik di antara individu atau kelompok karyawan. Setiap karyawan atau
kelompok selalu berjuangnuntuk mencapai pengakuan yang lebih baik dari
orang lain
b. Ego Manusia
Ego manusia yang selalu menginginkan lebih berhasil dari manusia lainnya
akan menimbulkan persaingan atau konflik.
c. Kebutuhan
Kebutuhan material dan non material yang terbatas akan menyebabkan
timbulnya persaingan atau konflik. Pada dasarnya setiap orang
menginginkan pemenuhan kebutuhan material dan non material. Yang lebih
baik dari orang lain sehingga timbullah persaingan dan konflik.
d. Perbedaan Pendapat
Perbedaan pendapat akan menimbulkan persaingan atau konflik. Karena
setiap orang atau kelompok terlalu mempertahankan bahwa pendapatnya
18
itulah yang paling tepat. Jika perbedaan pendapat tidak terselesaikan, akan
timbul persaingan atau konflik yang kadang-kadang menyebabkan
perpecahan.
e. Salah Paham
Salah paham sering terjadi di antara orang-orang yang bekerja sama.
Karena salah pham(salah persepsi) ini timbullah persaingan dan konflik di
antara individu karyawan atau kelompok.
f. Perasaan Dirugikan
Perasaan dirugikan karena perbuatan orang lain akan menimbulkan
persaingan atau konflik. Setiap orang tidak dapat menerima kerugian dari
perbuatan orang lain. Oleh kaena itu, perbuatan yang merugikan orang ain
hendaknya dicegah supaya tidak timbul konflik di atara sesamanya. Jika
terjadi konflik pasti akan merugikan kedua belah pihak, bahkan akan
merusak kerja sama.
g. Perasaan Sensitif
Perasaan sensitif atau mudah tersinggung akan menimbulkan konflik.
Perilaku atau sikap seseorang dapat menyinggung perasaan orang lain yang
dapat menimbulkan konflik atau perselisihan, bahkan dapat menimbulkan
perkelahian di antara karyawan. Konflik terjadi karena harga dirinya
tersinggung walaupun menurut orang lain tidak ada maksud jelek. Akan
tetapi karena perasaan sensitif seseorang hal itu dianggap menghina.
Kebaikan Persaingan
19
Keburukan Konflik
1) Konflik Tradisional
Konflik ini terjadi karena perbedaan interest sesuai kepentingan masing-
masing antara dua pihak yang terikat hubungan kerja.
2) Konflik Perilaku
Konflik ini terjadi karena pertentangan perilaku berdasarkan perbedaan
latar belakang antar para karyawan/anggota organisasi.
3) Konflik Interaksi
Konflik dapat terjadi karena interaksi sosial yang disharmonis yang selalu
dapat terjadi dalam manusia mewujudkan hakikat sosialitasnya.
4) Konflik dengan Serikat Pekerja
Konflik dapat terjadi terjadi antara organisasi dengan anggota
organisasi/karyawan yang bergabung dalam organisasi serikat pekerja.
20
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
Berdasarkan penjabaran makalah ini, ada beberapa saran yang dapat digunakan
sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi kemajuan suatu perusahaan.
Adapun saran-saran yang diajukan, antara lain :
1. Perusahaan harus dapat merubah budaya disiplin di dalam dan di luar
lingkungan perusahaan, mulai dari atasan maupun bawahan. Apabila disiplin di
dalam perusahaan telah berjalan dengan baik maka dapat meningkatkan
disiplin kerja karyawan. Perusahaan dapat meningkatkan insentif berbentuk
uang atau jabatan terhadap karyawan yang berprestasi sesuai dengan prestasi
karyawan yang bersangkutan.
2. Perusahaan harus dapat meningkatkan motivasi kerja dilingkungan karyawan
dengan memperhitungkan kebutuhan psikologis seperti pemberian gaji, uang
transportasi, uang makan dan lain sebagainya. Penentuan pemberian
kompensasi tergantung dari kontribusi prestasi yang diberikan perusahaan
21
DAFTAR PUSTAKA
http://indrianirisna.blogspot.com/2013/01/makalah-disiplin-karyawan.html
Tarigan, 2013. Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil. Tanggal akses 12 November
2013. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38200/3/Chapter
%20II.pdf
22
MOTIVASI KERJA
Oleh :
Istiqomah Munawaroh
92216004
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2017
DAFTAR ISI
Istilah motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan
atau menggerakkan. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya
dan potensi agar bekerja mencapai tujuan yang ditentukan (Malayu S.P Hasibuan,
2006: 141). Pada dasarnya seorang bekerja karena keinginan memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dorongan keinginan pada diri seseorang dengan orang yang
lain berbeda sehingga perilaku manusia cenderung beragam di dalam bekerja.
1
dan kegagalan pendidikan memang sering dikaitkan dengan motivasi kerja guru.
Pada dasarnya manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja, sehingga
daya pendorong atau penggerak yang memotivasi semangat kerjanya tergantung
dari harapan yang akan diperoleh mendatang jika harapan itu menjadi kenyataan
maka seseorang akan cenderung meningkatkan motivasi kerjanya.
b. Jenis-jenis Motivasi
2
2) Motivasi negatif (insentif negatif), manajer memotivasi bawahan
dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjannya kurang baik
(prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam
waktu pendek akan meningkat, karena takut dihukum.
c. Tujuan Motivasi
3
9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugastugasnya.
Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan
disadari oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang
dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi harus
mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan
kepribadian orang yang akan dimotivasi.
d. Fungsi Motivasi
e. Metode Motivasi
4
2) Motivasi Tak Langsung (Indirect Motivation)
f. Teori-teori Motivasi
b) Teori Maslow
5
(1) Kebutuhan fisiologis
c) Teori Herzberg
6
pemeliharaan meliputi balas jasa, kondisi kerja fisik, supervisi, macam-macam
tunjangan.
e) Teori Mc Clelland
7
f) Teori Motivasi Claude S. George
2) Teori Proses
(2) Nilai (valence) adalah akibat dari perilaku tertentu yang mempunyai
nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai memotivasi) bagi setiap
individu tertentu.
8
(3) Pertautan (instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil
dari tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
b) Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menhilangkan kesenjangan antara usaha yang di buat bagi kepentingan
organisasi dan imbalan yang diterima. Artinya apabila seseorang karyawan
mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterianya tidak memadai, dua
kemungkinan dapat terjadi, yaitu:
c) Teori Pengukuhan
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan
pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu
dapat dipertahankan.
9
g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
2) Harga diri
3) Harapan pribadi
4) Kebutuhan
5) Keinginan
6) Kepuasan kerja
5) Gaji
10
Dalam hubungannya dengan faktor yang mempengaruhi motivasi yang
dimaksud lingkungan kerja ialah pemimpin dan bawahan. Dari pihak pemimipin
ada berbagai unsur yang sangat berpengaruh terhadap motivasi, seperti:
1) Kemampuan bekerja
2) Semangat kerja
Sedangkan menurut Hamzah B.Uno (2008: 112) seorang yang memiliki motivasi
kerja akan tampak melalui:
a) Kerja keras
b) Tanggung jawab
c) Pencapaian tujuan
11
2) Prestasi yang dicapainya, meliputi:
b) Umpan balik
c) Unggul
a) Peningkatan keterampilan
12
yang menaikkan peluasan pekerja cenderung meningkatkan produktivitas
(kinerja). Tetapi hubungan itu tidak begitu kuat. ( korelasinya rata-rata hanya
0,14). Pekerjaan yang untuk mengerjakannya memerlukan pengetahuan dan
keterampilan dirasa bernilai oleh yang mengerjakan, akan menghasilkan
kepuasan. Sebaliknya jenis pekerjaan yang hanya memerlu-kan pengetahuan dan
keterampilan yang dinilai rendah tidak akan menghasilkan kepuasan tetapi justru
akan menghasilkan ketidak puasan.
13
3) Manajemen partisipatif dan pemberdayaan.
Metode meningkatkan kepuasan kerja dengan cara memberi kesempatan
kepada karyawan untuk memberi suara dalam manajemen pekerjaan
perusahaan.
4) Persaingan, partisipasi dan kebanggaan
Pada umumnya, setiap orang sering bersaing secara sehat dan jujur. Sikap
dasar ini bisa di manfaatkan oleh para pemimpin dengan memberikan
motivasi persaingan yang sehat dalam menjalankan tugasnya. Pemberian
hadiah untuk yang menang merupakan bentuk motivasi postif. Dengan
dijalankannya partisipasi ini bisa di peroleh manfaat, seperti bisa
dibuatnya keputusan yang lebih baik karena banyak sumbangan pikiran,
adanya penerimaan yang lebih besar terhadap perintah yang diberikan dan
adanya perasaan diperlukan. Kebanggan disini sebagai alat motivasi
dengan persaingan dan pemberian penghargaan.
14
keberhasilan, output yang diharapkan serta, bangga terhadap pekerjaan dan
perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan.
Pada dasarnya proses dapat digambarkan jika seseorang tidak puas akan
mengakibatkan ketegangan, yang pada akhirnya akan mencapai jalan atau
tindakan untuk memenuhi dan terus mencari kepuasan yang menurut ukurannya
sendiri sudah sesuai dan harus terpenuhi. Sebagai contohnya, beberapa karyawan
secara regular menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berbicara atau
mendiskusikan sesuatu di kantor, yang sebenarnya hanya untk memuaskan
kebutuhan sosialnya. Langkah ini sebagai suat usaha yang bagus, namun tidak
produktif dapat mewujudkan hasil kerja atau target kerja.
15
Bila motivasi kerja rendah, maka unjuk kerjanya akan rendah pula
meskipun kemampuannya ada dan baik, serta peluangnya pun tersedia. Misalnya,
seorang sarjana komputer bekerja dalam perusahaan konsultasi dalam bidang
teknologi informasi sebagai tenaga ahli (peluang ada, dan punya kemampuan
yang diperlukan). Namun suasana kerja, hubungan antar tenaga kerja, kebijakan
perusahaan tidak dirasakan sesuai, maka “semangat” kerjanya menurun dengan
hasil unjuk kerjanya kurang. Sebaliknya jika motivasi kerjanya besar, namun
peluang untuk menggunakan kemampuan-kemampuannya tidak ada atau tidak
diberikan, unjuk kerjanya juga akan rendah. Kalau motivasi kerja tinggi, peluang
ada, namun karena keahliannya dalam bidang tersebut tidak pernah ditingkatkan
lagi, unjuk kerjanya juga tidak akan tinggi.
16
Dari definisi-definisi di atas dapat dikatakan bahwa peranan motivasi kerja
dalam suatu organisasi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
perilaku karyawan dalam bekerja, yang menyebabkan karyawan bersemangat dan
terdorong untuk bekerja.
17
Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
Rivai, Veithzal dan Sagala, Ella Jauvani. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia
Untuk Perusahaan. Jakarta : Rajawali Pers.
19
MAKALAH
MANAJEMEN KINERJA
(KEPUASAN KERJA)
SUMARLIN
92216017
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2017
Uraian Hal
DAFTAR PUSTAKA...........................…………....………………………………… 20
A. Definisi Kepuasan Kerja
1
Menurut Rivai dan Sagala (2009:856) pengertian kepuasan kerja adalah
evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau
tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Kepuasan kerja adalah tingkat
rasa puas individu dimana mereka merasa mendapat imbalan yang setimpal dari
bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat mereka bekerja.
Antoncic and Antoncic (2011) mencatat beberapa riset terdahulu tentang sumber-
sumber kepuasan, yaitu :
1. Kepuasan umum yang berhubungan dengan pekerjaan, termasuk didalamnya
kondisi kerja, jam kerja, dan reputasi instansi pemerintahan.
2. Hubungan pegawai/karyawan, terdiri dari hubungan
antarpegawai/karyawan dan juga wawancara personal tahunan dengan
pegawai/karyawan.
3. Remunerasi, benefits, dan budaya organisasi, unsur-unsur ini termasuk gaji,
remunerasi dalam bentuk benefit dan pujian, promosi, pendidikan, sifat
permanen pekerjaan, dan iklim dan budaya organisasi.
4. Loyalitas pegawai/karyawan
Aspek kognitif dari kepuasan kerja merupakan keyakinan karyawan tentang
pekerjaannya, yaitu keyakinan bahwa pekerjaannya menarik, tidak menarik,
banyak tuntutan dsb. Aspek kognitif ini tidak bebas dari aspek afektif yaitu sangat
terkait dengan perasaan dari pengaruh positif.
Komponen perilaku merupakan perilaku karyawan atau lebih sering
kecenderungan perilaku terhadap pekerjaannya. Tingkat kepuasan kerja karyawan
juga menjadi nyata oleh fakta bahwa ia mencoba untuk mengikuti pekerjaan
secara teratur, bekerja keras, dan berniat tetap menjadi anggota organisasi utk
waktu yang lama. Dibanding komponen kognitif dan afektif dari kepuasan kerja,
komponen perilaku sedikit informative, karna sikap tidak selalu sesuai dengan
perilaku, seperti seseorang tidak suka dengan pekerjaannya tetapi tetap sbg
karyawan karna alasan financial.
Barbara A. Fritzsche and Tiffany J. Parrish (2005:180) mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai “... variabel afektif yang merupakan hasil dari pengalaman
kerja seseorang.” Fritsche and Parrish juga mengutip Locke (1976) yang
2
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah “ ... keadaan emosional yang positif
dan menyenangkan yang dihasilkan dari penghargaan atas pekerjaan atau
pengalaman kerja seseorang.” Singkatnya, kepuasan kerja dapat menceritakan
sejauh mana seseorang menyukai pekerjaannya.
As’ad (2011 : 104) mengutip definisi atau pengertian kepuasan kerja,
antara lain:
1. Menurut Wexley & Yukl (1977) yang disebut kepuasan kerja ialah “is the
way an employee feels about his her job”. Ini berarti kepuasan kerja sebagai
“perasaan seseorang terhadap pekerjaan”.
2. Vroom (1964) dikatakan sebagai “refleksi dari job attitude yang bernilai
positif”.
3. Hoppeck menarik kesimpulan setelah mengadakan penelitian terhadap 309
karyawan pada suatu perusahaan di New Hope Pennsylvania USA bahwa
kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh
pekerjaan-pekerjaan secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.
4. Menurut Tiffin (1958) berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat
dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja,
kerjasama antara pimpinan dengan sesame karyawan.
5. Kemudian Blum (1956) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan
sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap
faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di
luar kerja.
3
Terdapat 3 pendekatan umum untuk menjelaskan perkembangan kepuasan
kerja:
1. Pendekatan Karakteristik Pekerjaan
2. Pendekatan Proses Informasi Sosial
3. Pendekatan Disposisional.
Ketiga pendekatan di atas secara bersama-sama menentukan kepuasan
kerja atau dengan kata lain kepuasan kerja adalah fungsi bersama dari
karakteristik pekerjaan, proses informasi social dan pengaruh disposisional.
4
12. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar
dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan;
13. Kondisi kerja,
14. termasuk di sini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan
tempat parkir;
15. Aspek sosial dalam pekerjaan,
merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai
faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja;
16. Komunikasi.
17. Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak
dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan
pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat
ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas
terhadap kerja;
18. Fasilitas.
19. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun , atau perumahan merupakan
standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan
rasapuas.
5
sebelumnya berasosiasi dengan level yang tinggi dari bukti-bukti construct valid
itu sendiri.
Lantas bagaimanakah cara untuk menyediakan bukti-bukti untuk construct
validity dari sebuah ukuran? Secara general ada tiga tes untuk construct
validity. Yang pertama, agar sebuah ukuran dapat disebut sebagai construct valid,
itu harus sangat berhubungan dengan ukuran-ukuran lain yang memiliki
konstruksi sama. Ini disebut juga dengan istilah convergence. Kedua, sebuah
ukuran harus berbeda dari ukuran-ukuran dengan variabel yang berbeda. Nama
lainnya adalah discrimination. Cara ketiga yang biasa digunakan para peneliti
untuk menunjukkan bukti dari construct validity adalah melalui prediksi teoritikal
dasar. Dalam hal ini, para peneliti mengembangkan sebuah jaringan
nomologikal yang berbasis teori dari hubungan antara ukuran yang akan
dikembangakan dan variabel lain yang berkepentingan.
Salah satu dari ukuran kepuasan kerja yang banyak dipergunakan secara
luas adalah Face Scale yang dikembangkan oleh Kunin pada pertengahan tahun
1950an. Face scale ini terdiri dari serangkaian wajah-wajah dengan berbagai
ekspresi emosi yang berbeda. Responden diminta untuk dapat menunjukkan dari
lima ekspresi wajah yang tersedia ekspresi wajah manakah yang paling mewakili
perasaan mereka kepada kepuasan secara keseluruhan terhadap pekerjaan mereka.
Keuntungan utama dari face scale ini adalah kesimpulannya responden tidak
perlu melalui sebuah jenjang membaca yang tinggi untuk dapat
menyelesaikannya. Sementara, kerugian potensial dari face scale ini adalah ia
tidak menyediakan informasi mengenai kepuasan karyawan dengan aspek yang
berbeda dari pekerjaan mereka.
Skala lain yang juga banyak dipergunakan adalah Job Descriptive Index
(JDI) yang dikembangan pada akhir tahun 1960an oleh Patricia Cain Smith dan
kolega-koleganya di Universitas Cornell. Skala JDI dinamai dengan tepat, karena
skala tersebut membuat reponden mendeskripsikan pekerjaan mereka.
Perbedaannya dengan face scale, pengguna JDI bisa mendapatkan skor untuk
berbagai aspek yang berbeda dari pekerjaan dan lingkungan kerja mereka.
Keuntungan utama dari JDI adalah banyak data yang menyuport construct
6
validitynya. Terlebih lagi, bila seorang peneliti atau konsultan ingin menggunakan
JDI untuk mengukur kepuasan kerja dari sekelompok pekerja maka ia akan dapat
membandingkan skor-skor sekelompok pekerja ini dengan seorang sampel
normatif dengan pekerjaan yang sama. Tidak banyak kerugian yang dimiliki oleh
skala JDI ini. Namun ada satu masalah yang muncul, yaitu biasanya pada suatu
kasus peneliti hanya berkeinginan untuk mengukur tingkat kepuasan pekerja
secara keseluruhan, dan skala JDI tidak dapat melakukan hal ini. Oleh karena
itulah, sang pengembang JDI ini kemudian membuat sebuah skala baru yang
bernama Job in General (JIG) Scale. Skala JIG ini dibuat dibentuk seperti JDI,
kecuali pada JIG ini terdiri dari beberapa adjektif dan frase tentang pekerjaan
secara general daripada secara aspek-aspek spesifik dari pekerjaan.
Ukuran kepuasan kerja yang ketiga yang juga banyak dipergunaka dan
banyak diterima adalah Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ). Skala MSQ
ini dikembangkan oleh sebuah tim peneliti yang berasal dari University of
Minnesota pada waktu hampir sama dengan pengembangan skala JDI. Form
panjang dari skala MSQ terdiri dari 100 item yang didesain untuk mengukur 20
macam aspek kerja. Adapula form pendek dari skala MSQ, terdiri dari 20 item.
Item-item pada skala MSQ terdiri dari statement-statement tentang berbagai
macam aspek pekerjaan, dan responden diminta untuk menunjukkan tingkat
kepuasan mereka terhadap masing masing aspek. Dibandingan dengan JDI, skala
MSQ merupakan sebuah ukuran yang menunjukkan kesukaan atau ketidaksukaan
terhadap pekerjaan. Skala MSQ juga menyediakan informasi yang luas mengenai
kepuasan pekerja pada berbagai macam aspek pekerjaan dan lingkungan kerja.
Satu-satunya kerugian terbesar dari MSQ adalah panjang dari skala tersebut. Pada
form dengan 100 item, versi penuh dari MSQ ini sangat sulit untuk
diadministrasikan, apalagi bila peniliti berkeinginan untuk mengukur variabel
lainnya. Bahan dengan versi form pendek (20 item) masih tergolong panjang bila
dibandingkan dengan ukuran-ukuran lain dari kepuasan yang pernah tersedia.
Ukuran tingkat kepuasan kerja yang terakhir adalah Job Satisfaction
Survey (JSS) yang belum pernah dipergunakan sebanyak ukuran-ukuran yang
telah disebutkan sebelumnya, namun memiliki bukti yang menyuport properti
7
psikometrinya. Skala ini dikembangkan pertama kali oleh Spector (1985) sebagai
insturmen untuk mengukur kepuasan kerja pada karyawan Human Sercive. JSS
terdiri dari 36 item yang didesain untuk mengukur sembilan macam aspek
pekerjaan dan lingkungan kerja. Bila dibandingkan dengan ukuran-ukuran
lainnya, JSS kurang lebih sama, yaitu mewakili statement mengenai pekerjaan
seseorang ataupun situasi kerjanya. JSS lebih mirip dengan JDI karena JSS juga
merupakan skala deskriptif. Namun hal yang membedakannya dengan JDI adalah
pada JSS skor kepuasan kecara keseluruhan dapat dihasilkan dengan cara
menjumlahkan skor-skor aspek pekerjaan dan lingkungan kerja.
8
pekerja yang mencari kewenangan, promosi, perkembangan pribadi, dan
status sosial.
3. Kondisi kerja yang mendukung
Perhatian pekerja pada lingkungan kerja, baik kenyamanan ataupun
fasilitas yang memungkinkan mereka melakukan pekerjaan secara baik.
Studi-studi membuktikan bahwa pekerja cenderung tidak memiliki
lingkungan kerja yang berbahaya atau tidak nyaman. Temperatur, cahaya,
dan faktor-faktor lingkujngan lain tidaklah terlampau ekstrim. Mereka juga
cenderung berkerja di lokasi yang dekat rumah, menggunakan fasilitas
moderen, serta peralatan kerja yang mencukupi.
4. Kolega yang mendukung
Pekerja, selain bekerja juga mencari kehidupan sosial. Tidak
mengejutkan bahwa dukungan rekan kerja mampu meningkatkan kepuasan
kerja seorang pekerja. Perilaku atasan juga sangat mempengaruhi kepuasan
kerja seseorang. Studi membuktikan bahwa kepuasan kerja meningkat tatkala
supervisor dianggap bersahabat dan mau memahami, melontarkan pujian
untuk kinerja bagus, mendengarkan pendapat pekerja, dan menunjukkan
minat personal terhadap mereka.
9
dua pendekatan yang paling banyak digunakan yaitu: (Stephen P. Robbins,
2008:101-102).
1. Angka nilai global tunggal
Metode ini meminta individu untuk menjawab satu pertanyaan, misalnya
“Bilasemua hal dipertimbangkan, seberapa puaskan anda dengan pekerjaan
anda?”kemudian responden menjawab dengan melingkari suatu bilangan
jawaban 1sampai 5 yang berpadanan dengan jawaban dari “ sangat
dipuaskan” sampai “sangat tidak dipuaskan.
2. Skor penjumlahan yang tersusun atas aspek kerja.
Metode ini lebih canggih yaitu dengan mengenali unsur – unsur utama
dalamsuatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan mengenai tiap
unsurtersebut, misalnya tentang sifat dasar pekerjaan, penyelia, upah,
kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja
10
H. Dampak Dari Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja Terhadap
Produktivitas Kerja
Banyak pendapat yang menyatakan bahwa produktivitas dapat
dinaikkandengan menaikkan kepuasan kerja, namun hasil penelitian tidak
mendukung pandangan ini, karena hubungan antara produktivitas kerja dengan
kepuasan kerja sangat kecil. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh banyak faktor -
faktormoderator disamping kepuasan kerja. Lawler dan Porter berpendapat
produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja jika
tenaga kerja mempresepsikan bahwa ganjaran intrinsik (misalnya rasa
telahmencapai sesuatu) dan ganjaran intrinsik (misalnya gaji) yang diterima kedua
-duanya adil dan wajar dibuktikan dengan unjuk kerja yang unggul (Ashar
Sunyoto M, 2008:364).
1. Terhadap Kemangkiran Dan Keluarnya Tenaga Kerja
Ketidakhadiran lebih bersifat spontan dan kurang
mencerminkanketidakpuasan kerja, berbeda dengan berhenti atau keluar dari
pekerjaan. Steersdan Rhodes mengembangkan model pengaruh dari kehadiran.
Ada dua faktorpada perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan
untuk hadir.Mereka percaya bahwa motivasi untuk hadir dipengaruhi oleh
kepuasan kerja.
Model meninggalkan pekerjaan dari Mobley, Horner, dan Hollingworth
menunjukkan bahwa setelah tenaga kerja menjadi tidak puas terjadi
beberapatahap (misalnya berfikir untuk meninggalkan pekerjaan) sebelum
keputusan untuk meninggalkan pekerjaan diambil. Menurut Robbins (1998)
ketidakpuasan kerjapada karyawan dapat diungkapkan melalui berbagai cara
misalkan selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh,
membangkang, mencuribarang milik organisasi, menghindar dari tanggung
jawab ( Ashar Sunyoto M,2008:365 - 366 ).
11
2. Terhadap Kesehatan
Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja
dengan kesehatan fisik dan mental. Kajian yang dilakukan oleh Kornhauser
tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja adalah untuk semua
tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut
penggunaan efektif dari kemampuan mereka berkaitan dengan skor kesehatan
mental yang tinggi. Skor – skor ini juga berkaitan dengan tingkat dari kepuasan
kerja dan tingkat dari jabatan. Meskipun jelas adanya hubungan kepuasan kerja
dengan kesehatan, namun hubungan kausalnya masih tidak jelas. Tingkat dari
kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga
peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya
penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif juga pada yang lain (Ashar
Sunyoto M,2008:368).
Banyak peneliti dan manajer yang tertarik dengan kepuasan kerja,
terutama karena hubungannya dengan variabel-variabel lain yang berhubungan.
Antara lain ada empat macam variabel yang memiliki hubungan teoritikal dan
praktikal dengan kepuasan kerja, yaitu variabel sikap, Variabel
ketidakhadiran, Variabel pergantian karyawan, dan Variabel performa kerja. (Jex,
2007)
1. Variabel sikap.
Sejauh ini kepuasan kerja diketahui berhubungan sangat kuat berkorelasi
dengan variabel sikap lain. Variabel-variabel ini merefleksikan tingkat kesukaan
dan ketidaksukaan karyawan. Beberapa contoh variabel-variabel sikap yang sering
dipergunakan dalam penelitian organisasional antara lain adalah keikutsertaan
dalam pekerjaan, komitmen organisasional, frustasi, tekanan pekerjaan, dan
kecemasan. Diketahui pula bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang positif
dengan banyaknya ukuran yang menunjukkan dampak positif, seperti
keikutsertaan dalam pekerjaan maupun mood kerja yang positif. Namun beberapa
studi juga menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang negatif
dengan variabel-variabel seperti frustasi, kecemasan, dan tekanan kerja.
12
2. Variabel Ketidakhadiran.
Dari sudut pandang teoritikal, ketidakhadiran mewakili sebuah cara
umum seorang karyawan melakukan penarikan diri dari pekerjaan mereka.
Sementari dari sudut pandang praktikal, ketidakhadiran adalah sebuah masalah
yang sangat merugikan untuk banyak organisasi. Ketika karyawan tidak hadir,
pekerjaan mungkin tidak akan selesai atau akan dikerjakan oleh karyawan yang
pengalamannya lebih sedikit.
Ada beberapa alasan mengapa hubungan antara kepuasan kerja dan
ketidakhadiran lemah. Alasan pertama adalah karena pengukuran dari
ketidakhadiran itu sendiri sedikit kompleks. Alasan lainnya adalah karena
kepuasan kerja mewakili sikap karyawan secara general, sementara
ketidakhadiran hanyalah salah satu bentuk spesifik dari perilaku karyawan. Alasan
terakhir adalah karena ketidakhadiran merupakan perilaku yang memiliki rate
dasar rendah, karena memprediksikan sebuah variabel dengan rate dasar yang
rendah adalah sulit.
3. Variabel Pergantian Karyawan.
Hubungan lain dari kepuasan kerja yang banyak menarik perhatian peneliti
dan manajer adalah pergantian karyawan. Beberapa pergantian di dalam organsasi
tidak dapat dielakkan, dan dalam beberapa kasus lainnya mungkin malah
diinginkan oleh organisasi. Namun tingkat pergantian karyawan yang terlalu
tinggi dapat merugikan organisasi, karena organisasi tersebut harus kembali
memulai proses perekruitan, pemilihan, dan sosialisais karyawan baru. Tingkat
pergantian karyawan yang tinggi juga memiliki dampak yang besar terhadap
gambaran publik terhadap organisasi tersebut.
4. Variabel Performa Kerja.
Hubungan keempat yang berkorelasi dengan kepuasan kerja adalah performa
kerja. Salah satu cara untuk membuat karyawan lebih produktif adalah dengan
membuat mereka lebih puas. Vroom’s Expectancy Theory (1964)menyatakan
bahwa karyawan akan menaruh usaha yang lebih bila mereka percaya bahwa
usaha tersebut akan menjadi performa dengan level tinggi, dan performa tersebut
dapat menghasilkan hasil yang memuaskan. Sementara bila performa kerja
13
dengan level yang tinggi dapat menghasilkan hasil yang memuaskan, karyawan
akan menjadi lebih puas dengan pekerjaan mereka ketika performa kerja mereka
baik dan mereka mendapatkan penghargaan atas itu. Ostroff (1992) menyebutkan
bahwa meskipun karyawan yang sangat puas dengan pekerjaan mereka mungkin
belum tentu dapat memiliki performa kerja yang lebih baik bila dibandingkan
dengan karyawan yang lebih tidak puas, namun organisasi yang memiliki
karyawan yang lebih puas dengan pekerjaan mereka cenderung memiliki performa
kerja yang lebih baik dibandingkan dengan organisasi yang memiliki karyawan
yang sangat tidak puas dengan pekerjaannya.
14
level yang lebih rendah. Menghindari ketidakpastian menggambarkan besarnya
orang yang nyaman bekerja dalam lingkungan yang tidak tentu. Contohnya adalah
Amerika dan negara-negara Eropa Barat cenderung untuk menempatkan nilai
yang sangat tinggi pada individualisme, sementara Hispanik dan negara-negara
oriental cenderung menempatkan nilai yang tertinggi. Pada maskulinitas
ditemukan bahwa negara Scandinavia cenderung menempatkan nilai yang
tertinggi dibandingkan negara lain. Pada jarak kekuasaan cenderung memiliki
nilai yang sangat tinggi di negara Hipatik tetapi berbanding terbalik di Australia
dan Israel sedangkan pada menghindari ketidakpastian ditemukan sangat tinggi di
negara Yunani dan Portugis sementara rendah di Singapura dan Denmark.
Implikasi utama dari perbedaan antar-negara dalam preferensi nilai bahwa
perbedaan antar-budaya dalam kepuasan pekerjaan mengarah pada perbedaan
dalam apa yang diinginkan karyawan dalam pekerjaan mereka. Bagian ini
menyatakan bahwa kepuasan pekerjaan menghasilkan isi pokok dari perbandingan
antara apa yang orang rasakan pada pekerjaan mereka dan apa yang mereka
inginkan.
15
eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan
hal yang benar”.
4. Pengabaian (Neglect) : secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,
termasuk ketidakhadiran dan keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya
usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
Perilaku keluar dan pengabaian mencakup variabel-variabel kinerja-
produktivitas dan perputaran pegawai/karyawan antara lain:
a. Terhadap produktivitas
Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan
meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merpakan akibat dari
produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan
peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa
apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka terima (gaji
atau upah) yaitu adil dan wajar serta diasosiasikan dengan performa kerja yang
unggul. Dengan kata lain bahwa performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan
kerja seorang pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan
dari tingkat keberhasilan yang diharapkan.
b. Ketidakhadiran (Absenteisme)
Menurut Wibowo (2007:312), antara kepuasan dan ketidakhadiran
(kemangkiran) menunjukkan korelasi negatif. Sebagai contoh perusahaan
memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa sanksi atau denda
termasuk kepada pekerja yang sangat puas.
c. Keluarnya pekerja (Turnover)
Berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang
besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
16
bersifat membosankan, tetap ada beberapa cara untuk menyuntikkan beberapa
level ke dalam setiap pekerjaan. Teknik-teknik kreatif yang telah diterapkan
misalnya memindahkan bunga dari meja satu orang ke yang lainnya setiap
setengah jam dan mengambil gambar lucu orang lain ketika sedang bekerja
lalu memasukkannya ke papan bulletin.
2. Pay People Fairly Ketika orang merasa bahwa mereka dibayar atau diberi
imbalan secara adil, maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat.
3. Match People To Jobs That Fit Their Interests Semakin orang merasa bahwa
mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat mereka saat bekerja,
semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan tersebut.
4. Avoid Boring Repetitive Jobs Orang jauh lebih merasa puas terhadap
pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mencapai keberhasilan dengan
memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana mereka melakukan tugas-
tugas mereka.
McShane dan Von Glinow (2008) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
evaluasi individu tentang tugas dan konteks pekerjaannya. Kepuasan kerja terkait
dengan penilaian tentang karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan
pengalaman emosional di tempat kerja. Pegawai/karyawan yang puas mempunyai
penilaian yang baik tentang pekerjaan mereka, berdasarkan pengamatan dan
pengalaman mereka Kepuasan kerja benar-benar merupakan sekumpulan sikap
tentang aspek-aspek yang berbeda dari tugas dan konteks pekerjaan
Kepuasan kerja dapat di definisikan sebagai perasaan dan reaksi individu
terhadap lingkungan pekerjaannya. Peneliti tentang Hubungan antara kepuasan
kerja dengan produktivitas kerja pegawai/karyawan. Dalam penelitiannya
menemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja
dengan produktivitas kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan
kerja yang diterima pegawai/karyawan, semakin tinggi pula produktivitas
kerjanya.
Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja individual dengan self esteem dan
self efficacy sebagai varaibel pemediasi. Dimana Penelitian ini menguji pengaruh
kepuasan kerja terhadap kinerja dengan harga diri dan self efficacy sebagai
17
variabel intervening. Penelitian ini juga berhasil menguji atau menemukan bahwa
variabel self esteem dan self efficacy dapat memediasi hubungan antara kepuasan
kerja dan kinerja individual
Karakteristik pribadi dan pekerjaan menentukan kepuasan dengan domain
atau aspek pekerjaan , seperti upah atau apakah ada pengakuan atas kerja yang
baik dari atasan. Secara keseluruhan kepuasan kerja tergantung pada domain
tingkat yang lebih rendah dan karakteristik pribadi dan pekerjaan. Niat untuk
berhenti bergantung pada kepuasan kerja secara keseluruhan, domain tingkat
yang lebih rendah dan karakteristik pribadi dan pekerjaan . Model ini meliputi
pendekatan sebelumnya untuk pemodelan kepuasan kerja secara keseluruhan dan
niat untuk berhenti.
Klassen et al. 2010 menyatkan bahwa konteks budaya mempengaruhi
bagaimana keyakinan motivasi dipahami dan dinyatakan dalam berbagai cara
mengatur tenaga kerja. Untuk pendidikan, penelitian Klassen et al. 2010
menggaris bawahi pentingnya motivasi kolektif sebagai sumber kepuasan kerja
individu. Bakhshi et al. (2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah salah
satu variabel yang paling banyak digunakan dalam riset keadilan organisasional.
Kepuasan kerja merupakan tanggapan seorang pegawai/karyawan berupa sikap
terhadap organisasinya.Menurut Robbins (2008), kepuasan kerja adalah sikap
umum seorang individu terhadap pekerjaan dimana seseorang dengan tingkat
kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan Morse
menyebutkan bahwa pada dasarnya kepuasan kerja tergantung kepada apa yang
diinginkan seseorang dari pekerjaannya dan apa yang diperoleh. Salah satu
variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah motivasi karyawan yang
ditunjukkan dengan dukungan aktivitas yang mengarah pada tujuan
18
H. KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Ishfaq, Muhammad Musarrat Nawaz, Naveed Iqbal, Imran Ali, Zeeshan
Shaukat, Ahmad Usman. 2010. Effects of Motivational Factors on Employees
Job Satisfaction a Case Study of University of the Punjab, Pakistan.
International Journal of Business and Management. Vol.5, No.3, Pg: 70-80.
Arnon Blum. 2008, Treating Heart Failure With Sildenafil. Israel Journal of Heart
Failure
As’ad, Moh, (2011). Psikologi Industri: Seri Ilmu Sumberdaya Manusia, Edisi 4,
Yogyakarta: Liberty.
20