Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Selain “Jenderal Kardus”, ada banyak hal menarik yang mengiringi pendaftaran pasangan
Capres-Cawapres. Jokowi dan Prabowo menampilkan persona yang saling bertolak belakang
pada pidato pasca pendaftaran. Jokowi menjadi sosok adem nan sistematis, terstruktur
dibantu kertas “contekan”. Sementara Prabowo berbicara keras, kurang efisien karena tanpa
teks panduan. Berikut ulasan lengkap analisis saya mengenai pesan-pesan tersembunyi di
balik pidato keduanya.
Jokowi, Capres Semua Agama, Sedikit Jumawa dan Mengkhawatirkan Perpecahan
Seperti biasa, Jokowi mengawali pidato dengan salam khasnya, salam agama-agama di
Indonesia. Mulai dari Asalamualaikum hingga Salam Kebajikan. Hal ini tak perlu diulas
terlalu dalam, ia sudah sering menggunakannya. Jokowi seperti ingin menunjukkan bahwa ia
adalah presiden pluralis dan menaungi semua agama. Cukup dengan mengucap salam semua
agama, Jokowi secara efektif menjelaskan posisinya sebagai pemimpin bagi semua. Salam
semacam ini akhirnya juga ditiru oleh Sandiaga Uno.
Dalam hal sapaan, Jokowi cukup standar, ia memberikan penghormatan dengan urutan Para
ketua dan anggota komisioner KPU baru menyapa para hadirin. Hal ini saya beri
penilaian negatif. Jokowi yang biasanya merakyat justru terkesan elitis dalam konteks ini. Ia
mendahulukan pejabat dan mengakhirkan sapaan kepada rakyat.
Sapaan Jokowi kemudian berlanjut pada inti pidatonya. Tanpa basa-basi ia menyampaikan
ajakan kepada rakyat untuk bergembira menyambut Pemilu. Ada kesan positif yang ia
tebarkan. Ia ingin menggaris bawahi bahwa pemilu adalah sebuah pesta dan seluruh rakyat
Indonesia adalah pesertanya. Benar adanya jika Pemilu dikatakan sebagai pesta. Saat Pemilu,
jalan dipadati warna warni bendera Parpol, pohon-pohon berhias alat kampanye dan konvoi
terjadi di mana-mana. Sering saya dengar dari masyarakat di desa-desa, bahwa saat Pemilu
lah mereka bisa mendapatkan senyum manis bahkan uang dari para pejabat. Sebuah
fenomena yang jarang terjadi di saat-saat biasa.
Demokrasi sebagai pesta rakyat ditandaskan dua kali oleh Jokowi. Pertama ia menggunakan
kata “berdemokrasi dengan penuh kegembiraan,” dilanjutkan dengan kata bermakna sama
“penuh dengan riang gembira.” Meski terjadi pengulangan, kalimat-kalimat Jokowi tidak
mubazir. Pengulangan kata ia gunakan untuk menandaskan pesan yang menurutnya penting
untuk disampaikan.
Setelah memaknai demokrasi secara positif, Jokowi kemudian membalik pengertian
demokrasi di sisi yang berlawanan. Ia menyatakan bahwa “demokrasi bukanlah sebuah
peperangan dan permusuhan.” Pada titik ini sudah mulai muncul pesan kekhawatiran.
Demokrasi memang berpotensi menimbulkan dampak negatif berupa permusuhan. Hal ini
mengingatkan kita pada 2014 silam, saat masyarakat Indonesia benar-benar terbelah menjadi
2, pro Jokowi dan pro Prabowo. Masih lekat dalam ingatan saya, saat itu mahasiswa kelas
Kewarganegaraan yang saya ampu hampir baku hantam di dalam kelas karena keasyikan
berdiskusi mengenai kemenangan Jokowi.
Jokowi kembali memaknai Demokrasi dengan kalimat positif, bahwa demokrasi adalah
ajang mengadu gagasan, ide, rekam jejak dan prestasi. Makna demokrasi ini
menunjukkan bahwa Jokowi merasa unggul di atas lawannya. Gagasan dan ide Jokowi
mengenai revolusi mental di era 2014 berhasil menggaet dukungan kaum muda. Rekam jejak
dan prestasi Jokowi sejak menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga 4 tahun
sebagai presiden sudah tak terhitung jumlahnya. Ia pernah menjalani hidup sebagai pimpinan
tingkat kota hingga negara. Sedangkan Prabowo, di luar bidang militer tak ada prestasi yang
cukup membanggakan.
“Jangan sampai karena perbedaan pilihan politik, kita menjadi bermusuhan.” Kembali
Jowoki menunjukkan kekhawatirannya akan perpecahan rakyat yang diakibatkan oleh
Pemilu. Sama halnya dengan soal kegembiraan pesta demokrasi, Jokowi menunjukkan
kekhawatirannya lagi terhadap dampak negatif Pemilu bagi keutuhan NKRI. Wajar kiranya,
jika kekhawatiran ini muncul. Ketika rakyat mulai kembali bersatu setelah pecah pada pemilu
2014, rakyat kembali akibat pernyataan Ahok yang kontroversial. Ada yang pro Ahok, ada
yang pro fatwa MUI, ada yang pro 212, ada pula yang kontra 212. Perpecahan-perpecahan
yang cukup melelahkan dan sulit dipadamkan di era pemerintahan Jokowi.
Jokowi juga menyinggung Prabowo dan Sandi. Ia menyampaikan selamat kepada keduanya.
Menyatakan bahwa mereka berdua adalah dua orang putra terbaik yang ingin berjuang
untuk bangsanya. Bagi saya ini Cuma sekadar ucapan sopan santun. Jika diucapkan benar-
benar dari dalam hati, berarti Jokowi adalah pemain yang sportif. Jika sebaliknya, menurut
orang Jawa ini disebut “abang-abang lambe”. Wallahu a'lam.
Di akhir pidatonya, ia kembali menandaskan dan mengajak rakyat untuk bergembira
menyambut Pemilu. Jokowi juga menebar optimisme, karena Indonesia adalah bangsa yang
besar dan bisa menuju arah yang lebih baik. Lagi-lagi ada kesan percaya diri bahwa ia akan
menang, dan di bawah kepemimpinannya, Indonesia akan menjadi lebih baik lagi.
Sebagai catatan tambahan, terhitung mulai salam pembuka (Basmalah tidak termasuk) hingga
salam penutup, Jokowi menggunakan sebanyak 320 kata dengan durasi pidato selama 4 menit
lewat 2 detik.
Catatan Kesimpulan
Sebagai sebuah catatan akhir, saya ingin menyimpulkan hasil analisis ini secara umum.
Jokowi ingin mempertahankan citranya sebagai pemimpin yang to the point, tidak banyak
bicara tapi bisa bekerja. Ia meninggalkan gara formal yang lazim digunakan para pejabat. Hal
ini ditunjukkan melalui minimnya basa-basi di pembukaan pidatonya. Dengan salam semua
agama, ia mencitrakan diri sebagai seorang presiden yang mengayomi perbedaan. Muncul
kesan jumawa tapi Jokowi berhasil membungkus dan mengubahnya menjadi kesan
optimisme. Terakhir dan yang paling inti dari pidatonya, Jokowi menyimpan kekhawatiran
keterpecahan rakyat sebagaimana terjadi pada Pilpres 2014 dan Pilkada DKI 2017.
Seperti biasa, Prabowo menunjukkan kesan kekuatan. Ia menyebut seluruh partai pendukung
dan anak-anak presiden yang berada di kubunya. Tanpa teks pidato, ia seakan mengesankan
bahwa ia lebih cerdas dan memiliki ingatan yang lebih kuat dibandingkan dengan Jokowi.
Sayangnya, hal ini justru menjadi bumerang. Prabowo banyak mengulang kata-kata yang
pesannya sudah ia sampaikan sebelumnya. Karena hal ini pula, Prabowo mengalami beberapa
kali ketersendatan. Inti pidato Prabowo menyiratkan makna bahwa di masa silam ia
menerima ketidakadilan dari KPU.
Demikian analisis ini, semoga bisa menjadi masukan bagi konsultan komunikasi publik
kedua pasangan calon. Selamat berpesta dan selamat berjuang.
Lampiran Transkrip Pidato Kedua Kandidat Capres
Joko Widodo
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat Pagi.
Salam Sejahtera Bagi Kita Semuanya.
Om Swastiastu.
Namo Buddhaya.
Salam Kebajikan.
Yang saya hormati, para ketua dan anggota komisioner KPU. Bapak ibu sekalian yang saya
hormati hadirin yang berbahagia
Saya dan Prof KH Maruf Amin didampingi oleh partai-partai koalisi indonesia Kerja. baru
saja mendaftar sebagai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden periode 2019-
2024.
Ini baru langkah pertama. Setelah ini akan ada beberapa tahapan yang harus kita ikuti. Insya
Allah prosesnya berjalan dengan baik dan lancar.
Pada kesempatan yang baik ini saya ingin mengajak kepada seluruh rakyat indonesia agar
bersama-sama menjadikan proses pemilu 2019 benar-benar menjadi perayaan kegembiraan
dalam kita berdemokrasi. Di mana setiap orang bisa menunjukkan berdemokrasi dengan
penuh kegembiraan. penuh dengan riang gembira. demokrasi bukan perabng. demokrasi
bukan permusuhan, tapi ajang mengadu gagasan, ajang mengadu ide, ajang mengadu rekam
jejak, ajang mengadu prestasi.
Jangan sampai karena perbedaan pilihan politik, kita menjadi bermusuhan. Bermusuhan antar
tetangga, tidak saling menyapa antar kampung sehingga kita kehilangan tali persaudaraan.
Karena aset terbesar bangsa kita adalah persatuan dan kesatuan. Aset yang sangat penting,
yang sangat berharga, yang perlu kita jaga dan kita rawat bersama.
Saya mendengar tadi malam bapak Prabowo Subianto juga sudah mendeklarasikan pasangan
bakal Capres Bakal Cawapres. Kita menyampaikan selamat kepada beliau dan seluruh partai
pendukungnya. Pak Prabowo Subianto dan pak Sandiaga Uno adalah putra-putra terbaik
bangsa ini. Beliau berdua tentu sama dengan saya dan Prof KH Ma’ruf Amin, ingin berjuang
bagi bangsa yang kita cintai ini.
Saya rasa itu yang penting yang bisa saya sampaikan
Sekali lagi marilah kita tebar kegembiraan dalam berdemokrasi selama pemilu 2019. Kita
bangun demokrasi yang sehat. Marilah kita menatap masa depan Indonesia yang maju,
dengan penuh optimisme, dengan penuh percaya diri karena kita adalah bangsa yang besar.
Dan bersama-sama kita pasti bisa meneruskan perjalanan perubahan Indonesia yang lebih
baik menuju masa depan yang lebih baik.
Terima kasih, Saya tutup
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Om santi santi santi om
Namo Budaya
Salam Kebajikan
Prabowo Subianto