Вы находитесь на странице: 1из 8

Jokowi Adem Tapi Jumawa, Prabowo Ngegas Tapi Jiper

Perbandingan Pidato Jokowi dan Prabowo Pasca Mendaftar di KPU


Oleh: Nasrun Annahar

Selain “Jenderal Kardus”, ada banyak hal menarik yang mengiringi pendaftaran pasangan
Capres-Cawapres. Jokowi dan Prabowo menampilkan persona yang saling bertolak belakang
pada pidato pasca pendaftaran. Jokowi menjadi sosok adem nan sistematis, terstruktur
dibantu kertas “contekan”. Sementara Prabowo berbicara keras, kurang efisien karena tanpa
teks panduan. Berikut ulasan lengkap analisis saya mengenai pesan-pesan tersembunyi di
balik pidato keduanya.
Jokowi, Capres Semua Agama, Sedikit Jumawa dan Mengkhawatirkan Perpecahan
Seperti biasa, Jokowi mengawali pidato dengan salam khasnya, salam agama-agama di
Indonesia. Mulai dari Asalamualaikum hingga Salam Kebajikan. Hal ini tak perlu diulas
terlalu dalam, ia sudah sering menggunakannya. Jokowi seperti ingin menunjukkan bahwa ia
adalah presiden pluralis dan menaungi semua agama. Cukup dengan mengucap salam semua
agama, Jokowi secara efektif menjelaskan posisinya sebagai pemimpin bagi semua. Salam
semacam ini akhirnya juga ditiru oleh Sandiaga Uno.
Dalam hal sapaan, Jokowi cukup standar, ia memberikan penghormatan dengan urutan Para
ketua dan anggota komisioner KPU baru menyapa para hadirin. Hal ini saya beri
penilaian negatif. Jokowi yang biasanya merakyat justru terkesan elitis dalam konteks ini. Ia
mendahulukan pejabat dan mengakhirkan sapaan kepada rakyat.
Sapaan Jokowi kemudian berlanjut pada inti pidatonya. Tanpa basa-basi ia menyampaikan
ajakan kepada rakyat untuk bergembira menyambut Pemilu. Ada kesan positif yang ia
tebarkan. Ia ingin menggaris bawahi bahwa pemilu adalah sebuah pesta dan seluruh rakyat
Indonesia adalah pesertanya. Benar adanya jika Pemilu dikatakan sebagai pesta. Saat Pemilu,
jalan dipadati warna warni bendera Parpol, pohon-pohon berhias alat kampanye dan konvoi
terjadi di mana-mana. Sering saya dengar dari masyarakat di desa-desa, bahwa saat Pemilu
lah mereka bisa mendapatkan senyum manis bahkan uang dari para pejabat. Sebuah
fenomena yang jarang terjadi di saat-saat biasa.
Demokrasi sebagai pesta rakyat ditandaskan dua kali oleh Jokowi. Pertama ia menggunakan
kata “berdemokrasi dengan penuh kegembiraan,” dilanjutkan dengan kata bermakna sama
“penuh dengan riang gembira.” Meski terjadi pengulangan, kalimat-kalimat Jokowi tidak
mubazir. Pengulangan kata ia gunakan untuk menandaskan pesan yang menurutnya penting
untuk disampaikan.
Setelah memaknai demokrasi secara positif, Jokowi kemudian membalik pengertian
demokrasi di sisi yang berlawanan. Ia menyatakan bahwa “demokrasi bukanlah sebuah
peperangan dan permusuhan.” Pada titik ini sudah mulai muncul pesan kekhawatiran.
Demokrasi memang berpotensi menimbulkan dampak negatif berupa permusuhan. Hal ini
mengingatkan kita pada 2014 silam, saat masyarakat Indonesia benar-benar terbelah menjadi
2, pro Jokowi dan pro Prabowo. Masih lekat dalam ingatan saya, saat itu mahasiswa kelas
Kewarganegaraan yang saya ampu hampir baku hantam di dalam kelas karena keasyikan
berdiskusi mengenai kemenangan Jokowi.
Jokowi kembali memaknai Demokrasi dengan kalimat positif, bahwa demokrasi adalah
ajang mengadu gagasan, ide, rekam jejak dan prestasi. Makna demokrasi ini
menunjukkan bahwa Jokowi merasa unggul di atas lawannya. Gagasan dan ide Jokowi
mengenai revolusi mental di era 2014 berhasil menggaet dukungan kaum muda. Rekam jejak
dan prestasi Jokowi sejak menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga 4 tahun
sebagai presiden sudah tak terhitung jumlahnya. Ia pernah menjalani hidup sebagai pimpinan
tingkat kota hingga negara. Sedangkan Prabowo, di luar bidang militer tak ada prestasi yang
cukup membanggakan.
“Jangan sampai karena perbedaan pilihan politik, kita menjadi bermusuhan.” Kembali
Jowoki menunjukkan kekhawatirannya akan perpecahan rakyat yang diakibatkan oleh
Pemilu. Sama halnya dengan soal kegembiraan pesta demokrasi, Jokowi menunjukkan
kekhawatirannya lagi terhadap dampak negatif Pemilu bagi keutuhan NKRI. Wajar kiranya,
jika kekhawatiran ini muncul. Ketika rakyat mulai kembali bersatu setelah pecah pada pemilu
2014, rakyat kembali akibat pernyataan Ahok yang kontroversial. Ada yang pro Ahok, ada
yang pro fatwa MUI, ada yang pro 212, ada pula yang kontra 212. Perpecahan-perpecahan
yang cukup melelahkan dan sulit dipadamkan di era pemerintahan Jokowi.
Jokowi juga menyinggung Prabowo dan Sandi. Ia menyampaikan selamat kepada keduanya.
Menyatakan bahwa mereka berdua adalah dua orang putra terbaik yang ingin berjuang
untuk bangsanya. Bagi saya ini Cuma sekadar ucapan sopan santun. Jika diucapkan benar-
benar dari dalam hati, berarti Jokowi adalah pemain yang sportif. Jika sebaliknya, menurut
orang Jawa ini disebut “abang-abang lambe”. Wallahu a'lam.
Di akhir pidatonya, ia kembali menandaskan dan mengajak rakyat untuk bergembira
menyambut Pemilu. Jokowi juga menebar optimisme, karena Indonesia adalah bangsa yang
besar dan bisa menuju arah yang lebih baik. Lagi-lagi ada kesan percaya diri bahwa ia akan
menang, dan di bawah kepemimpinannya, Indonesia akan menjadi lebih baik lagi.
Sebagai catatan tambahan, terhitung mulai salam pembuka (Basmalah tidak termasuk) hingga
salam penutup, Jokowi menggunakan sebanyak 320 kata dengan durasi pidato selama 4 menit
lewat 2 detik.

Prabowo, Capres Muslim yang Menunjukkan Kedigdayaan


Prabowo membuka pidato dengan “Asalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
salam sejahtera bagi kita sekalian.” Salam ini tentu berbeda dengan Jokowi. Selain standar
atau tidak berkarakter, Prabowo masih menampakkan citra yang sama dengan masa 2014,
bahwa ia adalah pemimpin yang benar-benar islam. Hal ini semakin diperkuat dengan Sandi
Uno yang mengucapkan mukadimah berbahasa Arab, “Alhamdulillah wa syukrulillah”.
Dalam hal sapaan, saya acungkan dua jempol kepada Pak Prabowo. Ia menunjukkan
penghargaan pada rakyat dengan cara menyebutnya terlebih dahulu “Selamat siang saudara-
saudara sekalian yang saya hormati dan saya banggakan.” Setelah itu ia baru menyapa
para pejabat yang ia mulai dengan para komisioner KPU dilanjutkan dengan para wartawan.
Prabowo sempat lupa dan hampir tidak menyebut Bawaslu, beruntung ada Sandi yang
mengingatkan seraya berbisik lirih “Bawaslu, Bawaslu” Dalam hal ini Prabowo cukup cerdik,
ia sadar bahwa tanpa bantuan rakyat dan media, ia bukanlah siapa-siapa.
Dalam sapaannya Prabowo tak melupakan para tokoh dan pimpinan partai pengusung
dan pendukung. Sayang, kubu ini belum mempersiapkan nama koalisi, terbukti dengan
ungkapannya “Koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.” Sementara Jokowi sudah
spesifik menyebut nama “Koalisi Indonesia Kerja.”
Berbeda dengan Jokowi yang langsung menyampaikan poin pidatonya, Prabowo masih
menyampaikan ucapan syukur kepada Allah. Lagi-lagi ia mengesankan diri sebagai
pemimpin muslim dengan mengucapkan “marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan
puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala (Allah yang Maha Suci dan Maha
Tinggi).” Syukur apakah yang dimaksud Prabowo? Syukur karena semua yang hadir
“diberikan kesehatan dan dapat menjalankan tugas di KPU.” Saya kurang paham yang
ia maksud dengan menjalankan tugas. Apakah KPU yang memang sudah semestinya bertugas
di kantornya? Apakah kader-kader partai yang bertugas mengawalnya? Apakah para
wartawan yang bertugas mencari berita? Atau seluruh rakyat Indonesia yang hadir di sana
yang bertugas mengawal demokrasi Indonesia. Menurut saya, kata “bertugas” muncul begitu
saja karena kebiasaan penggunaannya di bidang militer.
Prabowo tidak luput pula dengan kesalahan pemborosan kata. Ia mengucapkan “KPU
(Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia).” Dalam bahasa tulis memang hal ini
memenuhi kaidah. Dalam bahasa lisan, saya juga tak bisa menyalahkan. Tapi semua orang
tahu, tanpa diikuti dengan “Republik Indonesia”, “Komisi Pemilihan Umum” itu hanya
digunakan di Indonesia. Bahkan mengetik dengan kata kunci “KPU” di google, pada urutan
teratas sudah ada tautan www.kpu.go.id. Gaya komunikasi formal semacam ini sering
ditemui pada orang-orang yang masih terpengaruh kuat pada pola komunikasi masa orde
baru. Saya kemudian teringat dengan sebuah acara di pelosok Jawa Timur tahun Lalu. Sang
pembawa acara menyapa nama para pejabat dari tingkat kabupaten sampai tingkat desa, dari
yang hadir sampai yang tak kelihatan batang hidungnya. Satu per satu nama ia sebutkan
lengkap dengan gelar dan jabatannya.
Tidak seperti Jokowi, Prabowo mengapresiasi orang-orang di sekeliling dengan menyebut
satu demi satu partai pengusung dan pendukungnya. Para hadirin bersorak, bertepuk tangan
dan men-ciye-ciye-kan Prabowo ketika ia menyebut nama Titiek Soeharto, sang mantan istri
yang hadir mewakili Partai Berkarya.
Prabowo seolah menunjukkan kebanggaan dan kedigdayaan bahwa di sisinya ada putra
putri mantan presiden Indonesia. Ia menyebut kehadiran putri presiden pertama
(Rachmawati Soekarnoputri), putri presiden ke dua (Titiek Suharto) dan dua putra
presiden ke enam (Edhie Baskoro dan Agus Yudhoyono).
Setelah sekian menit berbasa-basi, Prabowo baru masuk pada inti pidatonya. Dalam bahasa
halus, ia menitip harapan kader partai dan rakyat Indonesia agar KPU menjadi
penjaga demokrasi yang adil, jujur dan bersih. Pesan tersebut ia lanjutkan dengan
meyakinkan bahwa demokrasi adalah satu-satunya sistem terbaik dalam penyelenggaraan
negara.
Prabowo secara bertubi-tubi kembali menyampaikan pesan bahwa KPU harus
menyelenggarakan Pemilu secara adil. Dalam kalimatnya, ada kesan kecurigaan bahwa
Pemilu sebelumnya dilakukan secara tidak adil. Ia menekankan kata “keputusan rakyat”,
“kedaulatan rakyat” dan “hak rakyat” berada di atas “pundak KPU”. Keadilan,
kejujuran dan kebersihan Pemilu adalah perwujudan KPU yang menjunjung tinggi keputusan,
kedaulatan dan hak rakyat.
Mari tarik ke belakang untuk memaknai penekanan Prabowo atas ulasan terakhir ini. Senin
(4/8/2014) seratusan orang pendukung Prabowo menyegel gerbang KPU di Jalan Imam
Bonjol, Jakarta Pusat. Mereka menyatakan bahwa ada kecurangan dan kesalahan prosedur
dalam pemungutan suara pemilihan presiden. Sebagaimana ditulis oleh Kompas.com
(22/07/2014) Prabowo sendiri menyatakan bahwa “Proses pelaksanaan Pilpres 2014 yang
diselenggarakan oleh KPU bermasalah, tidak demokratis dan bertentangan dengan UUD
1945. Sebagai pelaksana, KPU tidak adil dan tidak terbuka. Banyak aturan main yang dibuat,
dilanggar sendiri oleh KPU.”
Prabowo menutup pidatonya dengan pernyataan yang cukup mencengangkan. Ada kesan
ambisi dari kata-kata yang ia lontarkan. Pertama ia mengeluarkan kalimat, “Kami ingin
berkuasa untuk mengabdi kepada rakyat Indonesia.” Kedua ia berucap “Saya kira itu
tekad kami, itu hasrat kami.” Meski keinginan berkuasa dibarengi dengan keinginan
mengabdi dan hasrat dibarengi dengan tekad, pemilihan dua kata tersebut saya anggap
sebagai sebuah kesalahan retorika. Dua kata bermakna negatif muncul berturut turut.
Setelah memberi kesempatan Sandiaga Uno berbicara, Prabowo kembali ke podium. Pada
sesi akhir ini, Prabowo memunculkan kesan bahwa ia bisa mengayomi semua perbedaan.
Berbeda dengan Jokowi yang menyampaikan secara tersirat lewat salam, Prabowo
menyampaikan dengan jelas bahwa ia juga pemimpin bagi negara Bhineka Tunggal Ika,
“kami ucapkan terima kasih atas jerih payah semua pihak, kaum ulama, dari semua
elemen, kalangan agama, semua etnis, semua ras, semua suku. Kita berjuang untuk
NKRI.”
Dari salam pembuka hingga salam penutup (dipotong pidato Sandi di tengah-tengah),
Prabowo menggunakan sebanyak 511 kata dengan durasi selama 7 menit lewat 12 detik.

Catatan Kesimpulan
Sebagai sebuah catatan akhir, saya ingin menyimpulkan hasil analisis ini secara umum.
Jokowi ingin mempertahankan citranya sebagai pemimpin yang to the point, tidak banyak
bicara tapi bisa bekerja. Ia meninggalkan gara formal yang lazim digunakan para pejabat. Hal
ini ditunjukkan melalui minimnya basa-basi di pembukaan pidatonya. Dengan salam semua
agama, ia mencitrakan diri sebagai seorang presiden yang mengayomi perbedaan. Muncul
kesan jumawa tapi Jokowi berhasil membungkus dan mengubahnya menjadi kesan
optimisme. Terakhir dan yang paling inti dari pidatonya, Jokowi menyimpan kekhawatiran
keterpecahan rakyat sebagaimana terjadi pada Pilpres 2014 dan Pilkada DKI 2017.
Seperti biasa, Prabowo menunjukkan kesan kekuatan. Ia menyebut seluruh partai pendukung
dan anak-anak presiden yang berada di kubunya. Tanpa teks pidato, ia seakan mengesankan
bahwa ia lebih cerdas dan memiliki ingatan yang lebih kuat dibandingkan dengan Jokowi.
Sayangnya, hal ini justru menjadi bumerang. Prabowo banyak mengulang kata-kata yang
pesannya sudah ia sampaikan sebelumnya. Karena hal ini pula, Prabowo mengalami beberapa
kali ketersendatan. Inti pidato Prabowo menyiratkan makna bahwa di masa silam ia
menerima ketidakadilan dari KPU.
Demikian analisis ini, semoga bisa menjadi masukan bagi konsultan komunikasi publik
kedua pasangan calon. Selamat berpesta dan selamat berjuang.
Lampiran Transkrip Pidato Kedua Kandidat Capres

Joko Widodo
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat Pagi.
Salam Sejahtera Bagi Kita Semuanya.
Om Swastiastu.
Namo Buddhaya.
Salam Kebajikan.

Yang saya hormati, para ketua dan anggota komisioner KPU. Bapak ibu sekalian yang saya
hormati hadirin yang berbahagia
Saya dan Prof KH Maruf Amin didampingi oleh partai-partai koalisi indonesia Kerja. baru
saja mendaftar sebagai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden periode 2019-
2024.
Ini baru langkah pertama. Setelah ini akan ada beberapa tahapan yang harus kita ikuti. Insya
Allah prosesnya berjalan dengan baik dan lancar.
Pada kesempatan yang baik ini saya ingin mengajak kepada seluruh rakyat indonesia agar
bersama-sama menjadikan proses pemilu 2019 benar-benar menjadi perayaan kegembiraan
dalam kita berdemokrasi. Di mana setiap orang bisa menunjukkan berdemokrasi dengan
penuh kegembiraan. penuh dengan riang gembira. demokrasi bukan perabng. demokrasi
bukan permusuhan, tapi ajang mengadu gagasan, ajang mengadu ide, ajang mengadu rekam
jejak, ajang mengadu prestasi.
Jangan sampai karena perbedaan pilihan politik, kita menjadi bermusuhan. Bermusuhan antar
tetangga, tidak saling menyapa antar kampung sehingga kita kehilangan tali persaudaraan.
Karena aset terbesar bangsa kita adalah persatuan dan kesatuan. Aset yang sangat penting,
yang sangat berharga, yang perlu kita jaga dan kita rawat bersama.
Saya mendengar tadi malam bapak Prabowo Subianto juga sudah mendeklarasikan pasangan
bakal Capres Bakal Cawapres. Kita menyampaikan selamat kepada beliau dan seluruh partai
pendukungnya. Pak Prabowo Subianto dan pak Sandiaga Uno adalah putra-putra terbaik
bangsa ini. Beliau berdua tentu sama dengan saya dan Prof KH Ma’ruf Amin, ingin berjuang
bagi bangsa yang kita cintai ini.
Saya rasa itu yang penting yang bisa saya sampaikan
Sekali lagi marilah kita tebar kegembiraan dalam berdemokrasi selama pemilu 2019. Kita
bangun demokrasi yang sehat. Marilah kita menatap masa depan Indonesia yang maju,
dengan penuh optimisme, dengan penuh percaya diri karena kita adalah bangsa yang besar.
Dan bersama-sama kita pasti bisa meneruskan perjalanan perubahan Indonesia yang lebih
baik menuju masa depan yang lebih baik.
Terima kasih, Saya tutup
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Om santi santi santi om
Namo Budaya
Salam Kebajikan
Prabowo Subianto

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Salam sejahtera bagi kita sekalian.
Selamat siang Saudara-saudara sekalian yang saya hormati dan saya banggakan. Bapak-
Bapak Ibu-Ibu Hadirin sekalian terutama para komisioner KPU dan teman-teman media yang
hadir. Bawaslu (sebelumnya dibisikkan oleh Sandiaga), tohok-tokoh pemimpin-pemimpin
partai pengusung dan pendukung koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Terima kasih atas
perhatian saudara-saudara.
Saya diberi kehormatan dan kesempatan pada saat ini untuk menyampaikan beberapa,
beberapa hal. Yang pertama, tentunya marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji
syukur ke hadirat Allah SWT. Bahwa kita diberi kesehatan dan dapat melaksanakan tugas
kita hari ini di KPU (Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia).
Kita hari ini, baru saja melaksanakan pendaftaran sebagai calon presiden dan calon wakil
presiden. Di mana, saya Prabowo Subianto dan Saudara Sandiaga Salahuddin Uno
dicalonkan diusung oleh 4 partai, yaitu Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional
dan Partai Demokrat dan Partai Gerindra dan didukung oleh partai berkarya. Yang dalam hal
ini diwakili oleh ibu Titi Suharto.
Ada suatu kejadian unik pada hari ini. Di hari ini ada putri Presiden pertama republik
Indonesia, putri proklamator kita, ada juga putri Presiden Pres apa Putri Presiden Republik
Indonesia yang ke dua. Ada juga dua putra Presiden Republik Indonesia yang keenam.
Saudara-saudara, ini kehormatan besar bagi saya. Jadi saya ingin ucapkan terima kasih
kepada KPU yang telah bekerja keras. Selagi saya menitip harapan seluruh kader-kader dari
semua partai dari seluruh Rakyat Indonesia, kami titip masa depan Indonesia di pundak KPU.
Demokrasi menurut keyakinan kami semua, adalah satu satunya, sistem pemerintahan yang
terbaik dari yang ada. Pergantian pemerintahan, pergantian pimpinan apakah bupati walikota
bahkan apakah kepala desa sekalipun Gubernur presiden harus berjalan aman damai dan, dan
jujur. Apapun keputusan rakyat harus kita hormati. Karena itu dalam hal ini masa depan nasib
bangsa berada di pundaknya KPU/ KPU memiliki tugas yang sangat berat. Kami mengerti
KPU harus menjaga keadilan kejujuran kebersihan daripada pemilu.
Pemilihan melalui kotak suara, itulah kedaulatan rakyat saudara-saudara sekalian. Janganlah
sekali-sekali kita menghina hak rakyat. Jangan sekali2 kita mencurangi hak rakyat. Biarlah
rakyat yang berdaulat dan menentukan nasibnya sendiri. Apapun keputusan rakyat. Kami
tunduk kami hormat kami hanya ingin berkuasa dengan izin rakyat Indonesia. Dan kami ingin
berkuasa untuk mengabdi kepada rakyat Indonesia. Kami ingin berbakti sehingga tidak ada
orang yang lapar di Indonesia. Tidak boleh ada orang miskin di Indonesia. Dan tidak ada dan
tidak boleh keadilan tidak sampai ke seluruh rakyat Indonesia.
Saya kira itu tekad kami, itu hasrat kami.
Terima kasih KPU atas jerih payah saudara2 dan saya mintak mungkin tambahan sepatah dua
patah kata dari wakil presiden Insya Allah yang akan datang saudara Sandiaga Salahuddin
Uno.
Terimakasih juga tidak lupa kami ucapkan terimakasih atas jerihpayah semua pihak. Kaum
ulama yang begitu mengikuti perkembangan, dari semua elemen, dari semua kalangan
agama, semua etnis, semua ras, semua suku. Kita berjuang untuk NKRI, untuk Indonesia, kita
berjuang untuk seluruh rakyat Indonesia. Apapun agamanya, apapun sukunya, apapun
kelompok etnisnya, apapun rasnya. Seluruh warga Indonesia rakyat kita akan kita bela akan
kita perjuangkan hak-haknya. Saya itu dari saya. Saya kira mungkin dari. Cukup, cukup. Baik
Cukup. Foto lagi, foto ya oke. Iya terimakasih. Oke.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam sejahtera.

Вам также может понравиться