Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. Fokus pengkajian
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk
sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtrasi rate (GFR)
(nahas dan Levin 2010). Sedangkan menrut tery & aurora (2013) merupakan
perubahan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible. Pada gagal ginjal kronik
, ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolism e.
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan maninfestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Digiulio,Jackson, dan Keogh, 2014)
Gagal ginjal kronik atau penyakit tahab akhir adalah gangguan fungsi
ginjal yang menahun berifat progresif dan irreversible(Rendy & Margareth
2012).
Chronic kidney disease adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu
tidak dapat dipilih dan dapat disebabkan oleh berbagai hal. Istilah uremia
sendiri telah dipakai sebagai nama keadaan selama lebih dari satu abad (Sibuea,
Pangabean, 2005)
5. pathway
6. Pemeriksaan spesifik : labolatorium dan fisik
a. Urine
1) Volume
Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
anuria). Normalnya 0.5-1 cc/jam/BB
2) Warna
Secara bnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh partikel koloid,
asam urat atau fosfat. Normalnya berwarna jernih. Sedimen kotor
berwarna kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin dan
porfirin.
3) Berat jenis
Kurang dari 1,015 ( jika menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan
ginjal berat)
4) Osmolaritas
Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan tubular.
5) Klirens keratin
Mungkin agak menurun
6) Natrium
Lebih dari 40 mE/L karena ginjal tidak bisa mengabsorsi natrium.
7) Protein
Derajat tinggi protein uria secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus.
b. Darah
1) Hitung darah lengkap
a) Eritrosit : menurun
b) Hemoglobin : menurun , sekitar 7-8 gr/dL
c) Hematokrit : menurun pada adanya anemia menjadi 21%- 32%,
2) Kimia darah
a) BUN/kretinin : meningkat. Normalnya
b) Ph : <7,2 ( asidosis metabolic), bikarbonat menurun ( normal 22-28)
dan PCO2 menurun (normal 35-45)
c) Natrium serum : mungkin rendah
d) Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM)
e) Magnesium/fosfat : meningkat
f) Kalsium : menurun
g) Protein (khususnya albumin) : kadar serum menurun dapat
menunjukan kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan atau
penurunan isntesis karena kurang asam amino esensial.
c. Pemeriksaan fisik
1) Tanda- tanda vital
2) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Pemeriksaan mata, Konjungtiva anemis
b) Pemeriksaan hidung, ada pernapasan cuping hidung jika ada
penumpukan cairan pada paru-paru
c) Pemeriksaan lehe, tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada
prbesaran parotis dan kelenjar limfe.
3) Thoraks
a) Inspeksi : bentuk dada normal, ada penggunaan otot bantu nafas jika
ada penumpukan cairan dalam paru, pola nafas dapat dangkal dan
cepat
b) Palpasi : taktil fremitus dapat berbeda antara kanan dan kiri apabila
ada penumpukan cairan dalam paru
c) Perkusi : normalnya sonor, terdengar redup apabila terdapat cairan
d) Auskutasi : suara nafas dapat vesikuler dengan suara tambahan
ronchi karena ada edema paru
4) Abdomen
a) Inspeksi : perut terlihat membesar karena ada penumpukan cairan
pada perut / asites.
b) Auskultasi : peristaltic usus terdengar normal 5-35x permenit.
c) Palpasi : ada nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan kuadran kiri
atas atau pada salah satu kuadran. Biasanya ginjal teraba saat
dilakukan teknik bimanual.
d) Perkusi : perkusi pada abdomen terdengar tympani kecuali jika ada
masa padat atau cairan akan terdengar suara pekak.
C. Perencanaan keperawatan
1. Dx : Kelebihan volume cairan
Intervensi :
Monitor masukan makanan / cairan
Monitor status nutrisi
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin )
Monitor vital sign
Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema,
distensi vena leher, asites)
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Monitor berat badan
Monitor elektrolit
Monitor tanda dan gejala dari odema
Pasang urin kateter jika diperluka
Kaji lokasi dan luas ede
Berikan diuretik sesuai interuksi
Kolaborasi pemberian obat
2. Dx : Penurunan curah jantung
Intervensi :
Monitor bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema parifer
vaskuler dan keluhan dispnea.
Monitor adanya keluhan nyeri dada
Kaji adanya peningkatan tekanan darah
Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas
Awasi pemeriksaan labolatorium, elektrolit, kimia darah dan hematologi
Kolaborasi pemberian obat anti-hipertensi
D. Fokus perawatan pasien
1. Pembatasan cairan atau balance cairan
Keefektifan pembatasan jumlah cairan pada pasien GGK bergantung
kepada beberapa hal, antara lain pengetahuan pasien terhadap jumlah cairan
yang boleh diminum. Upaya untuk mencipta-kan pembatasan asupan cairan pada
pasien GGK diantaranya dapat dilakukan melalui pemantauan intake output
cairan per harinya, sehubungan dengan intake cairan pasien GGK bergantung
pada jumlah urin 24 jam (Europe-an Society for Parenteral and Enteral Nutri-
tion dalam Pasticci, Fantuzzi, Pegoraro, Mc Cann, Bedogni, 2012). Pemantauan
dilakukan dengan cara mencatat jumlah cairan yang diminum dan jumlah urin
setiap harinya pada chart/tabel (Shepherd, 2011). Sehubungan dengan
pentingnya pro- gram pembatasan cairan pada pasien dalam rangka mencegah
komplikasi serta memper- tahankan kualitas hidup.
Tindakan keperawatan dalam mengatasi over- load meliputi pemantauan
TTV (TD), status mental, CVP, distensi vena leher, suara nafas, berat badan,
status hidrasi, pemantauan adanya edema, ascites, kolaborasi pembatasan cairan
dan pantau intake output (Dongoes, Moorhouse, & Murr, 2010).
Sehubungan dengan tindakan kolaborasi, intervensi keperawatan dalam
menangani kele- bihan cairan diantaranya adalah kolaborasi pembatasan intake
cairan. Pada pasien GGK pembatasan cairan harus dilakukan untuk
menyesuaikan asupan cairan dengan toleransi ginjal dalam regulasi (ekresi
cairan), hal terse- but dikarenakan penurunan laju ekresi ginjal dalam membuang
kelebihan cairan tubuh se- hubungan dengan penurunan LFG. Pada pasien ginjal
intake cairan yang direkomendasikan bergantung pada jumlah urin 24 jam, yaitu
jumlah urin 24 jam sebelumnya ditambahkan 500-800 cc (IWL) (Europan
Society for Par- enteral and Enteral Nutrition dalam Pasticci, Fantuzzi, Pegoraro,
Mc Cann, Bedogni, 2012).
Rumus balance cairan :
Input cairan
Air ( makan + minum ) = ……cc
Cairan infuse = …… cc
Therapy injeksi = …….cc
Air metabolisme = …….cc ( hitung AM = 5 cc/kgBB/hari)
Output cairan
Urine = …… cc
Feses = ……. Cc ( kondisi normal 1 BAB feses= 100cc)
Muntah/perdarahan/drain = ……. Cc
IWL = …… cc (hitung IWL = 10-15 cc/kgBB/hari)
Balance cairan
Balance cairan = intake cairan – output cairan
2. Pengaturan diet
a. Kebutuhan protein
Kebutuhan protein pada pasien gagal ginjal sangat bergantung pada jenis
gagal ginjal yang dialami oleh pasien dan jenis dialisis yang dilakukan oleh
pasien. Pada pasien dewasa dengan gagal ginjal kronis yang tidak menerima
dialisis, maka konsumsi nitrogen per kilogram bahan makanan adalah 0,6
gram apabila kebutuhan kalori terpenuhi dan protein yang dikonsumsi harus
berasal dari protein dengan nilai biologis yang tinggi. Penurunan asupan
protein dapat mereduksi sindrom uremik dan menghambat dialisis pada
pasien dengan gagal ginjal kronis yang stabil. Akan tetapi, penurunan asupan
protein ini tidak diharapkan karena dapat menimbulkan malnutrisi atau
intake kalori yang tidak adekuat.
Kebutuhan protein pada pasien dengan gagal ginjal akut adalah sekitar
0,6- 0,8 gram per kilogram berat badan tubuh apabila fungsi ginjal sudah
menurun dan tidak mengalami dialisis. Sedangkan apabila fungsi ginjal
sudah membaik dan terdapat perlakuan dialisis maka lebutuhan protein
adalah 1,2-1,3 gram per kilogram berat badan.
Pada pasien dengan hemodialisis, maka lebutuhan kalori sebesar 1,2
gram per kilogram berat badan per hari untuk pasien dengan dialisis yang
stabil dan sebesar 1,2-1,3 gram untuk pasien dengan heodialisis peritoneal
yang stabil. Pasien dengan malnutrisi, acute catabolic illness atau luka
postoperatif sebaiknya mendapat protein lebih dari 1,3 gram per kilogram
berat badan per hari. Sebuah studi menunjukkan konsumsi protein sebesar 2-
2,5 gram per kilogram berat badan per hari dapat memperbaiki
keseimbangan Nitrogen pada pasien dengan gagal ginjal akut. Akan tetapi,
konsumsi protein diatas 1,5-1,6 gram per hari per kilogram berat badan akan
meningkatkan frekuensi dari dialisis.
b. Kebutuhan Vitamin
Pasien dengan gagal ginjal sangat riskan untuk defisiensi beberapa
mikronutient. Pasien dengan dialisis dapat kehilangan vitamin larut air
seperti thiamine, asam folate, pyridoxine dan asam askorbat (vitamin C).
Akan tetapi, pasien dengan gagal ginjal akan menyebabkan turunnya
ekskresi vitamin A dan menyebabkan hypervitaminosis A. Sehingga
konsumsi vitamin A perlu mendapat perhatian. Vitamin E sangat dibutuhkan
sebagai antioxidant sehingga mencegah asidosis pada pasien. Konsumsi
vitamin E sebesar 300-800 IU dapat mencegah oksidasi pada sel. Akan
tetapi, hal ini masih menjadi sesuatu yang controversial.
Vitamin D merupakan vitamin yang mengalami defisiensi karena salah
satu fungsi ginjal adalah untuk aktivasi dari vitamin D. Selain itu,
meningkatnya level PTH (Pituitary Hormon) akan menyebabkan vitamin D
menurun. Pasien dengan penurunan fungsi ginjal kronis (GFR 20-60
mL/min) yang disertai dengan meningkatnya level PTH harus dilakukan
pengecekan vitamin D dalam bentuk 25-Hidroksi kolekalsiferol atau 25-OH
vitaminD.
c. Kebutuhan mineral
1) Kalsium
Kalsium adalah mineral yang sangat penting untuk pembentukan
tulang yang kuat. Namun makanan yang mengandung kadar kalium yang
baik biasanya juga mengandung kadar fosfat yang tinggi. Untuk itu cara
terbaik untuk mencegah hilangnya kalsium adalah dengan membatasi
asupan makanan yang mengandung fosfat yang tinggi. Untuk menjaga
keseimbangan kadar kalsium dan fosfat biasanya penderita diminta
mengkonsumsi obat pengikat fosfat (phosphate binder) dan bijaksana
dalam mengkonsumsi makanan.
Pemasukan kalsium sebanyak 1000 mg/hari diperlukan untuk
mencegah atau menunda kemajuan dari osteodistrofi ginjal atau
demineralisasi tulang, akibat dari asidosis kronis dan gangguan
metabolisme vitamin D. Karena pemasukan susu biasanya dibatasi hanya
1 mangkuk sehari untuk mengurangi pemasukan protein dan fosfat, maka
diperlukan suplemen tambahan kalsium. Suplemen kalsium tidak boleh
diberikan bila kadar fosfat serum tidak terkontrol, karena bahaya
terjadinya presipitasi kalsium dalam ginjal.
2) Fosfat
Seperti juga ureum, ginjal yang rusak tidak lagi mampu untuk
membuang fosfat dari darah yang menyebabkan tingginya kadar fosfat
dalam darah. Kadar fosfat yang tinggi dapat menyebabkan tubuh
kehilangan kalsium dari tulang. Efeknya adalah tulang menjadi sangat
lemah dan mudah patah. Untuk mengontrol kadar fosfat dalam darah,
penderita seyogyanya mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar
fosfat yang rendah.
Fosfat terdapat di sebagian besar makanan namun pada beberapa
jenis makanan berikut ini terkandung kadar fosfat yang tinggi yaitu : ·
Produk susu seperti susu, keju, pudding, yogurt,dan ice cream ·
Kacang kacangan, selai kacang ·
Minuman seperti bir, cola maupun jenis soft drink lainnya
3) Kalium
Kalium merupakan salah satu mineral yang penting bagi tubuh
kita terutama untuk membantu otot dan jantung bekerja dengan baik.
Kalium dengan kadar yang cukup tinggi banyak ditemukan pada
sebagian besar makanan seperti : · Beberapa buah dan sayuran : pisang,
alpukat, melon, jeruk, kentang · Susu dan Yoghurt Makanan yang
banyak mengandung protein yang tinggi seperti daging sapi, daging
babi,dan ikan. Terlalu banyak kalium atau terlalu sedikit akan berbahaya
bagi tubuh. Tiap penderita gagal ginjal mempunyai kebutuhan kalium
yang berbeda – beda, ada yang membutuhkan banyak kalium, sementara
ada juga yang harus membatasi kalium. Semua itu tergantung dari
tingkat kerusakan ginjal dari penderita.
4) Sodium
Penderita gagal ginjal stadium awal disarankan untuk membatasi
asupan sodium. Hal ini disebabkan adanya keterkaitan antara asupan
sodium, penyakit ginjal dan hipertensi. Sodium juga banyak ditemukan
pada makanan namun pada beberapa jenis makanan berikut ini
terkandung kadar sodium yang tinggi yaitu : · Garam meja, dan makanan
dengan tambahan garam seperti snack · Makanan jenis fast food
5) Tujuan diet
Tujuan diet gagal ginjal kronik :
a) Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan
memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja
ginjal.
b) Mencegah dan menurunkan kadar ureum yang tinggi.
c) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
d) Mencegah atau mengurangi progresivitas gagal ginjal, dengan
memperlambat penurunan laju filtrasi glomerulus
Tujuan diet pasien hemodialisis
a) Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki
status gizi, agar pasien dapat melakukan aktivitas normal.
b) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
c) Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan
6) Syarat diet
Syarat diet gagal ginjal kronik
a) Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.
b) Protein rendah, yaitu 0,6 – 1,5 g/kgBB. Sebagian harus bernilai
biologik tinggi.
c) Lemak cukup, yaitu 20 – 30 % dari kebutuhan energi total.
Diutamakan lemak tidak jenuh ganda
d) Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi jumlah
energi yang diperoleh dari protein dan lemak.
e) Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, asites, oliguria, atau
anuria. Banyaknya natrium yang diberikan antara 1 – 3 g.
f) Kalium dibatasi (40 – 70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium
darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria.
g) Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah
pengeluaran cairan melalui keringat dan pernafasan (± 500 ml).
h) Vitamin cukup, bila perlu diberikan tambahan suplemen asam folat,
vitamin B6, C, dan D
Syarat diet pasien hemodialisis :
a) Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB ideal/hari pada pasien
Hemodialisis (HD) maupun Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD). Pada CAPD diperhitungkan jumlah energi yang
berasal dari cairan dialisis. Bila diperlukan penurunan berat badan,
harus dilakukan secara berangsur (250 – 500 g/minggu) untuk
mengurangi risiko katabolisme massa tubuh tanpa lemak (Lean Body
Mass).
b) Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan
mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1 – 1,2
g/kgBB ideal/hari pada HD dan 1,3 g/kgBB ideal/hari pada CAPD.
50% protein hendaknya bernilai biologik tinggi.
c) Lemak normal, yaitu 15 – 30 % dari kebutuhan energi total.
d) Karbohidrat cukup, yaitu 55 – 75 % dari kebutuhan energi total.
e) Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24 jam,
yaitu : · 1 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g
untuk tip ½ liter urin (HD) · 1 – 4 g + penyesuaian menurut jumlah
urin sehari, yaitu 1 g untuk tiap ½ liter urin (CAPD) 6. Kalium
diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24 jam, yaitu : · 2 g
+ penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g untuk tip ½ liter
urin (HD) · 3 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g
untuk tiap ½ liter urin (CAPD)
f) Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu diberikan suplemen
kalsium. 8. Fosfor dibatasi, yaitu <>
g) Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin/24 jam ditambah 500 – 750 ml.
h) Bila kemampuan untuk makan rendah, makanan diberikan dalam
bentuk formula enteral atau parenteral. Bila diperlukan, tambahan
suplemen terutama vitamin larut air seperti asam folat, vitamin B6,
dan C
3. Pemberian obat-obatan
a. Obat control tekanan darah
Tekanan darah tinggi dapat mempercepat perkembangan kerusakan
ginjal. Oleh sebab itu penting untuk mengontrol tekanan darah, yang dapat
dilakukan dengan mengubah gaya hidup seperti mengurangi konsumsi garam
dan mengurangi berat badan. Oabat untuk mengontrol tekanan darah yang
biasa digunakan adalah ACE-inhibitor, dalam penggunaan obat ini harus
berhati-hati karena dapat memperbaiki kondisi gagal jantung tetapi dapat
memperburuk gagal ginjal.
b. Asam folat
Pemberian Asam Folat pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
bertujuan sebagaiterapi nutrisi. Pada penderita CKD tidak jarang terjadi
gangguan nutrisi sepertikekurangan gizi dan protein akibat anoreksia mual dan
muntah akibat uremia. !elain itu banyak "itamin yang hilang saat melakukan
hemodialisis. Fungsi obat asam f olat yanglain pada pasien CKD adalah untuk
membantu mengurangi anemia karena pada CKDterjadi kekurangan
hormon eritropoetin yang ber%ungsi untuk memicu pembentukan sel
darah merah (eritrosit)
4. Persiapan HD
a. Indikasi dilakukannya hemodialisis
1) Asidosis berat , yaitu kondisi pH darah pasien yang sangat randah dan
tidak bisa dikoreksi lagi dengan obat-obatan.
2) Intoksikasi, kondisi keracunan dilakukan hd untuk membantu
menurunkan tingkat keparahannya contohnya keracunan methanol.
3) Uremia, kondisi pasien dengan tingkat sisa metabolism ureum dalam
tubh sangat tinggu denngan gejala klinis : mual muntah, penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
4) Gangguan keseimbangan elektrolit, terjadi gangguan elektrolit dalam
tubuh. Umunya yang menjadi masalah adalah kelebihan kalium menjadi
hiperkalemia. Kondisi ini bila tidak segera di atasi akan menyebabkan
gangguan pada jantung.
5) Overload, terjadi penumpukancairan di dalam tubuh. Biasanya terjadi
penumpukan cairan dalam paru-paru yang disebut edema paru sehingga
menyebabkan pasien sesak nafas hebat. Dapat juga terjadi penumpukan
cariran pada perut (asites) dan pada ekstremitas (piting edema)
Dr.dr. Haerani rasyid sp.PD, K_GH<sp.GK (2015)
b. SOP hemodialisis
TEKNIK DAN PROSEDUR HEMODIALISIS
Tri Wahyutiningsih,AMK
Pengertian :
Tujuan :
Agar proses hemodialisis dapat berjalan lancar sesuai dengan hasil yang
diharapkan
1. Punksi Cimino
2. Punksi Femoral
Punksi Cimino
a. Persiapan Alat-alat
1. 1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari :
3 buah mangkok kecil
i. 1 untuk tempat NaCL
ii. 1 untuk tempat Betadine
iii. 1 untuk Alkohol 20%
Arteri klem
2. 1 spuit 20 cc
3. 1 spuit 10 cc
4. 1 spuit 1 cc
5. Kassa 5 lembar (secukupnya)
6. IPS sarung tangan
7. Lidocain 0,5 cc (bila perlu)
8. Plester
9. Masker
10. 1 buah gelas ukur / math can
11. 2 buah AV Fistula
12. Duk steril
13. Perlak untuk alas tangan
14. Plastik untuk kotoran
b. Persiapan Pasien
1. Timbang berat badan
2. Observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
3. Raba desiran pada cimino apakah lancar
4. Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
5. Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh
pasien
6. Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
7. Letakkan perlak di bawah tangan pasien
8. Dekatkan alat-alat yang akan digunakan
c. Persiapan Perawat
1. Perawat mencuci tangan
2. Perawat memakai masker
3. Buka bak instrumen steril
4. Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%, dan
Betadine
5. Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrumen
6. Perawat memakai sarung tangan
7. Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila digunakan)
8. Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV Fistula
d. Memulai Desinfektan
1. Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah cimino
dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu masukkan kassa
bekas ke kantong plastik
2. Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan vena lain
dengan cara seperti no.1
3. Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering, masukkan
kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di gelas ukur
4. Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan di tangan
Cara kerjanya :
8. Memulai desinfektan
Desinfektan kulit daerah kateter dengan kassa betadine, mulai dari pangkal
tusukan kateter sampai ke arah sekitar kateter dengan cara memutar kassa dari
dalam ke arah luar
Bersihkan permukaan kulit dan kateter dengan kassa alkohol
Pasang duk steril di bawah kateter double lumen
Buka kedua tutup kateter, aspirasi dengan spuit 10 cc / 20 cc yang sudah diberi
NaCl 0,9% yang terisi heparin.