Вы находитесь на странице: 1из 29

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK

A. Fokus pengkajian
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk
sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtrasi rate (GFR)
(nahas dan Levin 2010). Sedangkan menrut tery & aurora (2013) merupakan
perubahan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible. Pada gagal ginjal kronik
, ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolism e.
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan maninfestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Digiulio,Jackson, dan Keogh, 2014)
Gagal ginjal kronik atau penyakit tahab akhir adalah gangguan fungsi
ginjal yang menahun berifat progresif dan irreversible(Rendy & Margareth
2012).
Chronic kidney disease adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu
tidak dapat dipilih dan dapat disebabkan oleh berbagai hal. Istilah uremia
sendiri telah dipakai sebagai nama keadaan selama lebih dari satu abad (Sibuea,
Pangabean, 2005)

2. Factor penyebab gagal ginjal


Menurut Muttaqin dan Sari (2011) dan Digiulio,Jackson, dan Keogh
(2014) begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal
ginjal kronik. Akan tetapi apapun penyebabnya, respon yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan
dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan luar ginjal.
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) dan Digiulio,Jackson, dan Keogh
(2014) Penyebab dari ginjal yaitu Penyakit pada saringan glomerulus
(glomerulonefritis, Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis), Batu ginjal
(nefrolitiasis) Kista diginjal (polcytis kidney), Trauma langsung pada ginjal ,
Keganasan pada ginjal, sumbatan (batu ginjal, penyempitan/striktur)
Penyebab umumdi luar ginjal : Penyakit sistemik: diabetes mellitus,
hipertensi, kolesterol tinggi, Dyslipidermia, Obatobatan, Kehilangan banyak
cairan yang mendadak (kecelakan)

Menurut Buletin Penelitian Kesehatan 2017 ada 8 factor penyebab gagal


ginjal adalah :
a. umur yang semakin meningkat
Umur merupakan faktor risiko penyakit degeneratif yang tidak dapat
dihindari. Secara alamiah, semua fungsi organ tubuh termasuk ginjal akan
menurun dengan bertambahnya umur.1 Pada penelitian ini, semakin
bertambah umur semakin meningkat pula risiko untuk mengalami PGK.
Kelompok umur 61-86 tahun berisiko 4,51 (95%CI 1,95 – 10,40) kali
dibandingkan kelompok umur 18-30 tahun.
b. riwayat PGK pada keluarga sedarah
Riwayat PGK pada keluarga sedarah juga meningkatkan risiko PGK
sebesar 2,58 kali. Faktor umur dan riwayat keluarga dengan PGK disebut
sebagai faktor suseptibilitas PGK, yaitu faktor yang meningkatkan
kerentanan untuk mengalami PGK.
c. kurang minum air putih (≤ 2000ml/ hari)
Perilaku minum dihubungkan dengan fungsi ginjal. Minum air yang
cukup akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu ginjal yang dapat
menambah risiko terjadi PGK. Hasil penelitian ini menunjukkan kebiasaan
minum air putih <1000 ml/hari meningkatkan risiko PGK 7,69 kali
dibandingkan orang yang minum air putih ≥ 2000ml/hari. Keadaan dehidrasi
akibat kurang minum akan memperberat kerja ginjal apalagi jika ditambah
dengan konsumsi minuman atau obat yang bersifat diuretik seperti obat
hipertensi dan minuman berkafein.
d. sering mengonsumsi minuman berenergi bersamaan dengan sering
mengonsumsi minuman bersoda
Risiko PGK semakin bertambah dengan meningkatnya frekuensi
konsumsi minuman berenergi maupun bersoda dengan kisaran 3,44 hingga
25,81 kali, tertinggi pada subyek yang sering (≥1x/hari) mengonsumsi
minuman berenergi dan juga sering mengonsumsi minuman bersoda
dibandingkan dengan yang hanya sering mengonsumsi salah satu jenis
minuman tetapi jarang mengonsumsi jenis minuman lainnya.
Mekanisme yang menyebabkan meningkatnya risiko PGK masih
didalami melalui berbagai studi. Hasil analisis lanjut 3 kohor, HPPS,NHS I
dan NHS II, menunjukkan bahwa konsumsi minuman cola dengan pemanis
gula ≥ 1 satuan (gelas/botol/kaleng) per hari berisiko menyebabkan batu
ginjal 23% lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengonsumsi <1
satuan/minggu sedangkan untuk konsumsiminuman non cola dengan
pemanis gula sebesar 33%.14 Analisis lebih lanjut mengindikasikan adanya
hubungan asupan fruktose dengan meningkatnya risiko kejadian batu ginjal.
e. pernah didiagnosis mengalami penyakit glomerulus atau tubulo-intersisial
ginjal,
Penyakit glomerulus atau tubulo-intersisial merupakan gangguan pada
ginjal yang dapat sembuh, namun jika terjadi berulang dan kronis akan
menurunkan fungsi ginjal. Penyakit glomerulus atau tubulo-intersisial yang
pernah dialami oleh pasien ini meningkatkan risiko 8,84 kali untuk terjadi
PGK dibandingkan dengan yang tidak pernah.
f. batu ginjal, diabetes mellitus dan hipertensi.
Ginjal tidak dapat bertahan terhadap tekanan darah tinggi dan kadar gula
darah tinggi yang tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama.Sekitar
seperempat pasien diabetes melitus tipe 1 dan sepersepuluh pasien diabetes
mellitus tipe 2 akan mengalami gangguan ginjal selain komplikasi pada
organ lainnya.19 Pada penelitian ini, risiko PGK pada diabetes mellitus 1,93
kali dibandingkan dengan yang tidak DM. Diabetes mellitus, hipertensi,
glomerulonefritis, dan sindroma nefrotik dapat menyebabkan stress oksidatif
pada sel dan memacu respons peradangan pada ginjal. Diabetes mellitus juga
memperberat kerja ginjal melalui kerja sistem hormonal renin-angiotensin-
aldosteron (RAA) yang menyebabkan proses peradangan dan jaringan parut
serta fibrosis padaginjal

3. Tanda dan gejala spesifik


Beberapa gejala dan pemeriksaan yang dapat dijadikan pegangan
/indikator telah terjadinya penurunan fungsi ginjal yang signifikan yaitu:
a. Jumlah urin (kemih) berkurang atau tidak ada urin. Jumlah urin < 500 mV24
iam atau < 20 m/KgBB/jam pada orang dewasa dan <1 ml/KgBB4am pada
anak-anak, walaupun jumlah air yang diminum dalam jumlah yang
wajar/normal.
b. Pucat, anemia, Penderita terlihat pucat pada muka maupun telapak
tangannya, bila diukur Hb < 10 g/dl.
c. Mual, muntah dan tidak nafsu makan.
d. Edema pada ekstremitas
e. Nafas berat, mudah sesak bila banyak minum atau melakukan kerja berat.
f. Rasa sangat lemah.
g. Rasa gatal di kulit.
h. Pemeriksaan laboratorium yang penting: ureum darah sangat tinggi (nilai
normal ureum <40 mg/dl), kreatinin darah juga tinggi (nilai normal kreatinin
<1,5 mg/dl), Hb sangat rendah (nilainormal Hb 12-'15 g/dlpaOa perempuan
dan 13-17,5 g/dl pada laki-laki).

4. Klasifikasi gagal ginjal kronik


Dibawah ini terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :
a. Stadium 1 (glomerulo filtrasirate/GFR normal (> 90 ml/min)
Seseorang perlu waspada akan kondisi ginialnya berada pada stadium 1
apabila kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati darah atau
protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui
pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray, dan salah satu
keluarga menderita penyakit ginjal polikistik. Cek serum kreatinin dan
protein dalam urin secara berkala dapat menunjukkan sampai berapa jauh
kerusakan ginial penderita.

b. Stadium 2 (penurunan GFR ringan atau 60 s/d 89 m/min)


Seseorang perlu waspada akan kondisi ginjalnya berada pada stadium 2
apabila: kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati darah
atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui
pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray, dan salah satu
keluarga menderita penyakit ginjal polikistik.
c. Stadium 3 (penurunan GFR moderat atau 30 s/d 59 m/min)
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa-sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.
Gejala- gejala iuga terkadang mulai dirasakan seperti:
1) Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
2) Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat
ginja ltidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam
tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan
sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga
dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang
berada dalam tubuh.
3) Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang
menandakan adanya kandungan protein di urin, Selain itu warna urin
iuga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah
apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau
berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang air
kecil di tengah malam.
4) Rasa sakit pada ginjal
Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami oleh
sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik
dan infeksi.
5) Sulit tidur
Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupun resfless legs.
d. Stadium 4 (penurunan GFR parah atau 15-29 ml/min)
Pada stadium ini lungsi ginjal hanya sekitar 15-30% saja dan
apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam
waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau
melakukan transplantasi. Kondisi dimana teriadi penumpukan racun
dalam darah atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu
besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit
kardiovaskular lainnya. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4
adalah: fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia,
kelebihan cairan, perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa
yang menandakan adanya kandungan protein di urin, rasa sakit pada
ginjal, sulit tidur, nausea: muntah atau rasa ingin muntah, perubahan cita
rasa makanan, bau mulut uremic: ureum yang menumpuk dalam darah
dapat dideteksi melalui bau pernalasan yang tidak enak, dan sulit
berkonsentrasi

5. pathway
6. Pemeriksaan spesifik : labolatorium dan fisik
a. Urine
1) Volume
Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
anuria). Normalnya 0.5-1 cc/jam/BB
2) Warna
Secara bnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh partikel koloid,
asam urat atau fosfat. Normalnya berwarna jernih. Sedimen kotor
berwarna kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin dan
porfirin.
3) Berat jenis
Kurang dari 1,015 ( jika menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan
ginjal berat)
4) Osmolaritas
Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan tubular.
5) Klirens keratin
Mungkin agak menurun
6) Natrium
Lebih dari 40 mE/L karena ginjal tidak bisa mengabsorsi natrium.
7) Protein
Derajat tinggi protein uria secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus.
b. Darah
1) Hitung darah lengkap
a) Eritrosit : menurun
b) Hemoglobin : menurun , sekitar 7-8 gr/dL
c) Hematokrit : menurun pada adanya anemia menjadi 21%- 32%,
2) Kimia darah
a) BUN/kretinin : meningkat. Normalnya
b) Ph : <7,2 ( asidosis metabolic), bikarbonat menurun ( normal 22-28)
dan PCO2 menurun (normal 35-45)
c) Natrium serum : mungkin rendah
d) Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM)
e) Magnesium/fosfat : meningkat
f) Kalsium : menurun
g) Protein (khususnya albumin) : kadar serum menurun dapat
menunjukan kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan atau
penurunan isntesis karena kurang asam amino esensial.
c. Pemeriksaan fisik
1) Tanda- tanda vital
2) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Pemeriksaan mata, Konjungtiva anemis
b) Pemeriksaan hidung, ada pernapasan cuping hidung jika ada
penumpukan cairan pada paru-paru
c) Pemeriksaan lehe, tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada
prbesaran parotis dan kelenjar limfe.
3) Thoraks
a) Inspeksi : bentuk dada normal, ada penggunaan otot bantu nafas jika
ada penumpukan cairan dalam paru, pola nafas dapat dangkal dan
cepat
b) Palpasi : taktil fremitus dapat berbeda antara kanan dan kiri apabila
ada penumpukan cairan dalam paru
c) Perkusi : normalnya sonor, terdengar redup apabila terdapat cairan
d) Auskutasi : suara nafas dapat vesikuler dengan suara tambahan
ronchi karena ada edema paru
4) Abdomen
a) Inspeksi : perut terlihat membesar karena ada penumpukan cairan
pada perut / asites.
b) Auskultasi : peristaltic usus terdengar normal 5-35x permenit.
c) Palpasi : ada nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan kuadran kiri
atas atau pada salah satu kuadran. Biasanya ginjal teraba saat
dilakukan teknik bimanual.
d) Perkusi : perkusi pada abdomen terdengar tympani kecuali jika ada
masa padat atau cairan akan terdengar suara pekak.

7. Pemeriksaan edema atau overload cairan


a. Pemeriksaan edema ekstremitas/piting edema
Edema ekstremitas dapat dilihat pada daerah pretibia, sekitar maleolus,
dorsum pedis dan jari-jari. Cara pemeriksaan edema dengan ekstremitas
adalah dengan menekan dngan menggunakan jari pada permukaan kulit
maka akan timbul cekungan yang lambat kembalinya dan disebut piting
edema karena terjadi penumpukan cairan di esktra sel dan non piting edema
bila tidak timbul cekungan yang biasanya terjadi pada hidrotyroid
(maxedema) disebabkankkarena terjadi penumpukan pada intrasel.
b. Pemeriksaan asites pada abdomen
Cairan dalam rongga perut mengikuti hukum gravitasi, selalu berada
dibagian bawah. Pemeriksaan asites pada abdomen dilakukan dengan cara
perkusi, perkusi dilakukan mulai dari tengah abdomen kemudian menuju
lateral dengan posisi pasien telentang. Prubahan suara dari timpani menjadi
pekak merupakan batas cairan asites yang ada, kemudian pasien dipindahkan
posisi ke lateral/miring. Lanjutkan perkusi dari batas yang telah di dapat
sebelumnya, apabila terdapat cairan dalam rongga abdomen tentu akan
berpindah ke bagian bawah mengikuti gaya gravitasi. Maka daerah lateral
yang semula pekak menjadi tympani karena cairan berpindah.
B. Prioritas masalah keperawatan pasien
1. Kelebihan volume cairan
2. Penurunan curah jantung
3. Pola nafas tidak efektif
4. Gangguan perfusi jaringan
5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
6. Intoleransi aktivitas
7. Kerusakan intregitas kulit
8. Resiko infeksi

C. Perencanaan keperawatan
1. Dx : Kelebihan volume cairan
Intervensi :
 Monitor masukan makanan / cairan
 Monitor status nutrisi
 Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin )
 Monitor vital sign
 Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema,
distensi vena leher, asites)
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
 Monitor berat badan
 Monitor elektrolit
 Monitor tanda dan gejala dari odema
 Pasang urin kateter jika diperluka
 Kaji lokasi dan luas ede
 Berikan diuretik sesuai interuksi
 Kolaborasi pemberian obat
2. Dx : Penurunan curah jantung
Intervensi :
 Monitor bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema parifer
vaskuler dan keluhan dispnea.
 Monitor adanya keluhan nyeri dada
 Kaji adanya peningkatan tekanan darah
 Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas
 Awasi pemeriksaan labolatorium, elektrolit, kimia darah dan hematologi
 Kolaborasi pemberian obat anti-hipertensi

D. Fokus perawatan pasien
1. Pembatasan cairan atau balance cairan
Keefektifan pembatasan jumlah cairan pada pasien GGK bergantung
kepada beberapa hal, antara lain pengetahuan pasien terhadap jumlah cairan
yang boleh diminum. Upaya untuk mencipta-kan pembatasan asupan cairan pada
pasien GGK diantaranya dapat dilakukan melalui pemantauan intake output
cairan per harinya, sehubungan dengan intake cairan pasien GGK bergantung
pada jumlah urin 24 jam (Europe-an Society for Parenteral and Enteral Nutri-
tion dalam Pasticci, Fantuzzi, Pegoraro, Mc Cann, Bedogni, 2012). Pemantauan
dilakukan dengan cara mencatat jumlah cairan yang diminum dan jumlah urin
setiap harinya pada chart/tabel (Shepherd, 2011). Sehubungan dengan
pentingnya pro- gram pembatasan cairan pada pasien dalam rangka mencegah
komplikasi serta memper- tahankan kualitas hidup.
Tindakan keperawatan dalam mengatasi over- load meliputi pemantauan
TTV (TD), status mental, CVP, distensi vena leher, suara nafas, berat badan,
status hidrasi, pemantauan adanya edema, ascites, kolaborasi pembatasan cairan
dan pantau intake output (Dongoes, Moorhouse, & Murr, 2010).
Sehubungan dengan tindakan kolaborasi, intervensi keperawatan dalam
menangani kele- bihan cairan diantaranya adalah kolaborasi pembatasan intake
cairan. Pada pasien GGK pembatasan cairan harus dilakukan untuk
menyesuaikan asupan cairan dengan toleransi ginjal dalam regulasi (ekresi
cairan), hal terse- but dikarenakan penurunan laju ekresi ginjal dalam membuang
kelebihan cairan tubuh se- hubungan dengan penurunan LFG. Pada pasien ginjal
intake cairan yang direkomendasikan bergantung pada jumlah urin 24 jam, yaitu
jumlah urin 24 jam sebelumnya ditambahkan 500-800 cc (IWL) (Europan
Society for Par- enteral and Enteral Nutrition dalam Pasticci, Fantuzzi, Pegoraro,
Mc Cann, Bedogni, 2012).
Rumus balance cairan :
 Input cairan
Air ( makan + minum ) = ……cc
Cairan infuse = …… cc
Therapy injeksi = …….cc
Air metabolisme = …….cc ( hitung AM = 5 cc/kgBB/hari)
 Output cairan
Urine = …… cc
Feses = ……. Cc ( kondisi normal 1 BAB feses= 100cc)
Muntah/perdarahan/drain = ……. Cc
IWL = …… cc (hitung IWL = 10-15 cc/kgBB/hari)
 Balance cairan
Balance cairan = intake cairan – output cairan

2. Pengaturan diet
a. Kebutuhan protein
Kebutuhan protein pada pasien gagal ginjal sangat bergantung pada jenis
gagal ginjal yang dialami oleh pasien dan jenis dialisis yang dilakukan oleh
pasien. Pada pasien dewasa dengan gagal ginjal kronis yang tidak menerima
dialisis, maka konsumsi nitrogen per kilogram bahan makanan adalah 0,6
gram apabila kebutuhan kalori terpenuhi dan protein yang dikonsumsi harus
berasal dari protein dengan nilai biologis yang tinggi. Penurunan asupan
protein dapat mereduksi sindrom uremik dan menghambat dialisis pada
pasien dengan gagal ginjal kronis yang stabil. Akan tetapi, penurunan asupan
protein ini tidak diharapkan karena dapat menimbulkan malnutrisi atau
intake kalori yang tidak adekuat.
Kebutuhan protein pada pasien dengan gagal ginjal akut adalah sekitar
0,6- 0,8 gram per kilogram berat badan tubuh apabila fungsi ginjal sudah
menurun dan tidak mengalami dialisis. Sedangkan apabila fungsi ginjal
sudah membaik dan terdapat perlakuan dialisis maka lebutuhan protein
adalah 1,2-1,3 gram per kilogram berat badan.
Pada pasien dengan hemodialisis, maka lebutuhan kalori sebesar 1,2
gram per kilogram berat badan per hari untuk pasien dengan dialisis yang
stabil dan sebesar 1,2-1,3 gram untuk pasien dengan heodialisis peritoneal
yang stabil. Pasien dengan malnutrisi, acute catabolic illness atau luka
postoperatif sebaiknya mendapat protein lebih dari 1,3 gram per kilogram
berat badan per hari. Sebuah studi menunjukkan konsumsi protein sebesar 2-
2,5 gram per kilogram berat badan per hari dapat memperbaiki
keseimbangan Nitrogen pada pasien dengan gagal ginjal akut. Akan tetapi,
konsumsi protein diatas 1,5-1,6 gram per hari per kilogram berat badan akan
meningkatkan frekuensi dari dialisis.

b. Kebutuhan Vitamin
Pasien dengan gagal ginjal sangat riskan untuk defisiensi beberapa
mikronutient. Pasien dengan dialisis dapat kehilangan vitamin larut air
seperti thiamine, asam folate, pyridoxine dan asam askorbat (vitamin C).
Akan tetapi, pasien dengan gagal ginjal akan menyebabkan turunnya
ekskresi vitamin A dan menyebabkan hypervitaminosis A. Sehingga
konsumsi vitamin A perlu mendapat perhatian. Vitamin E sangat dibutuhkan
sebagai antioxidant sehingga mencegah asidosis pada pasien. Konsumsi
vitamin E sebesar 300-800 IU dapat mencegah oksidasi pada sel. Akan
tetapi, hal ini masih menjadi sesuatu yang controversial.
Vitamin D merupakan vitamin yang mengalami defisiensi karena salah
satu fungsi ginjal adalah untuk aktivasi dari vitamin D. Selain itu,
meningkatnya level PTH (Pituitary Hormon) akan menyebabkan vitamin D
menurun. Pasien dengan penurunan fungsi ginjal kronis (GFR 20-60
mL/min) yang disertai dengan meningkatnya level PTH harus dilakukan
pengecekan vitamin D dalam bentuk 25-Hidroksi kolekalsiferol atau 25-OH
vitaminD.
c. Kebutuhan mineral
1) Kalsium
Kalsium adalah mineral yang sangat penting untuk pembentukan
tulang yang kuat. Namun makanan yang mengandung kadar kalium yang
baik biasanya juga mengandung kadar fosfat yang tinggi. Untuk itu cara
terbaik untuk mencegah hilangnya kalsium adalah dengan membatasi
asupan makanan yang mengandung fosfat yang tinggi. Untuk menjaga
keseimbangan kadar kalsium dan fosfat biasanya penderita diminta
mengkonsumsi obat pengikat fosfat (phosphate binder) dan bijaksana
dalam mengkonsumsi makanan.
Pemasukan kalsium sebanyak 1000 mg/hari diperlukan untuk
mencegah atau menunda kemajuan dari osteodistrofi ginjal atau
demineralisasi tulang, akibat dari asidosis kronis dan gangguan
metabolisme vitamin D. Karena pemasukan susu biasanya dibatasi hanya
1 mangkuk sehari untuk mengurangi pemasukan protein dan fosfat, maka
diperlukan suplemen tambahan kalsium. Suplemen kalsium tidak boleh
diberikan bila kadar fosfat serum tidak terkontrol, karena bahaya
terjadinya presipitasi kalsium dalam ginjal.
2) Fosfat
Seperti juga ureum, ginjal yang rusak tidak lagi mampu untuk
membuang fosfat dari darah yang menyebabkan tingginya kadar fosfat
dalam darah. Kadar fosfat yang tinggi dapat menyebabkan tubuh
kehilangan kalsium dari tulang. Efeknya adalah tulang menjadi sangat
lemah dan mudah patah. Untuk mengontrol kadar fosfat dalam darah,
penderita seyogyanya mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar
fosfat yang rendah.
Fosfat terdapat di sebagian besar makanan namun pada beberapa
jenis makanan berikut ini terkandung kadar fosfat yang tinggi yaitu : ·
 Produk susu seperti susu, keju, pudding, yogurt,dan ice cream ·
 Kacang kacangan, selai kacang ·
 Minuman seperti bir, cola maupun jenis soft drink lainnya

Progresivitas dari insufisiensi ginjal tampak lebih lambat dengan


diet yang mengandung fosfat kurang dari 600 mg/hari. Dengan
mengurangi jenis makanan yang disebutkan diatas cukup untuk
membatasi protein yang masuk, dan memungkinkan tercapainya kadar
pemasukan yang diinginkan. Antasida aluminium hidroksida diberikan
secara oral bila diperlukan untuk mengikat fosfat makanan dan
mencegah absorpsinya.
Aluminium hidroksida ini dapat ditambahkan dalam adonan kue
supaya dapat lebh mudah diterima oleh pasien. Namun, kecenderungan
saat ini adalah lebih banyak menurunkan kadar fosfat dari makanan dan
minuman daripada penggunaan zat pengikat secara rutin. Penggunaan
aluminium hidroksida yang menahun dapat mengakibatkan keracunan
aluminium dengan gejala ataksia, demensia, dan memperburuk
osteodistrofi tulang.

3) Kalium
Kalium merupakan salah satu mineral yang penting bagi tubuh
kita terutama untuk membantu otot dan jantung bekerja dengan baik.
Kalium dengan kadar yang cukup tinggi banyak ditemukan pada
sebagian besar makanan seperti : · Beberapa buah dan sayuran : pisang,
alpukat, melon, jeruk, kentang · Susu dan Yoghurt Makanan yang
banyak mengandung protein yang tinggi seperti daging sapi, daging
babi,dan ikan. Terlalu banyak kalium atau terlalu sedikit akan berbahaya
bagi tubuh. Tiap penderita gagal ginjal mempunyai kebutuhan kalium
yang berbeda – beda, ada yang membutuhkan banyak kalium, sementara
ada juga yang harus membatasi kalium. Semua itu tergantung dari
tingkat kerusakan ginjal dari penderita.
4) Sodium
Penderita gagal ginjal stadium awal disarankan untuk membatasi
asupan sodium. Hal ini disebabkan adanya keterkaitan antara asupan
sodium, penyakit ginjal dan hipertensi. Sodium juga banyak ditemukan
pada makanan namun pada beberapa jenis makanan berikut ini
terkandung kadar sodium yang tinggi yaitu : · Garam meja, dan makanan
dengan tambahan garam seperti snack · Makanan jenis fast food
5) Tujuan diet
Tujuan diet gagal ginjal kronik :
a) Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan
memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja
ginjal.
b) Mencegah dan menurunkan kadar ureum yang tinggi.
c) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
d) Mencegah atau mengurangi progresivitas gagal ginjal, dengan
memperlambat penurunan laju filtrasi glomerulus
Tujuan diet pasien hemodialisis
a) Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki
status gizi, agar pasien dapat melakukan aktivitas normal.
b) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
c) Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan
6) Syarat diet
Syarat diet gagal ginjal kronik
a) Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.
b) Protein rendah, yaitu 0,6 – 1,5 g/kgBB. Sebagian harus bernilai
biologik tinggi.
c) Lemak cukup, yaitu 20 – 30 % dari kebutuhan energi total.
Diutamakan lemak tidak jenuh ganda
d) Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi jumlah
energi yang diperoleh dari protein dan lemak.
e) Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, asites, oliguria, atau
anuria. Banyaknya natrium yang diberikan antara 1 – 3 g.
f) Kalium dibatasi (40 – 70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium
darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria.
g) Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah
pengeluaran cairan melalui keringat dan pernafasan (± 500 ml).
h) Vitamin cukup, bila perlu diberikan tambahan suplemen asam folat,
vitamin B6, C, dan D
Syarat diet pasien hemodialisis :
a) Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB ideal/hari pada pasien
Hemodialisis (HD) maupun Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD). Pada CAPD diperhitungkan jumlah energi yang
berasal dari cairan dialisis. Bila diperlukan penurunan berat badan,
harus dilakukan secara berangsur (250 – 500 g/minggu) untuk
mengurangi risiko katabolisme massa tubuh tanpa lemak (Lean Body
Mass).
b) Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan
mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1 – 1,2
g/kgBB ideal/hari pada HD dan 1,3 g/kgBB ideal/hari pada CAPD.
50% protein hendaknya bernilai biologik tinggi.
c) Lemak normal, yaitu 15 – 30 % dari kebutuhan energi total.
d) Karbohidrat cukup, yaitu 55 – 75 % dari kebutuhan energi total.
e) Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24 jam,
yaitu : · 1 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g
untuk tip ½ liter urin (HD) · 1 – 4 g + penyesuaian menurut jumlah
urin sehari, yaitu 1 g untuk tiap ½ liter urin (CAPD) 6. Kalium
diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24 jam, yaitu : · 2 g
+ penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g untuk tip ½ liter
urin (HD) · 3 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g
untuk tiap ½ liter urin (CAPD)
f) Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu diberikan suplemen
kalsium. 8. Fosfor dibatasi, yaitu <>
g) Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin/24 jam ditambah 500 – 750 ml.
h) Bila kemampuan untuk makan rendah, makanan diberikan dalam
bentuk formula enteral atau parenteral. Bila diperlukan, tambahan
suplemen terutama vitamin larut air seperti asam folat, vitamin B6,
dan C

3. Pemberian obat-obatan
a. Obat control tekanan darah
Tekanan darah tinggi dapat mempercepat perkembangan kerusakan
ginjal. Oleh sebab itu penting untuk mengontrol tekanan darah, yang dapat
dilakukan dengan mengubah gaya hidup seperti mengurangi konsumsi garam
dan mengurangi berat badan. Oabat untuk mengontrol tekanan darah yang
biasa digunakan adalah ACE-inhibitor, dalam penggunaan obat ini harus
berhati-hati karena dapat memperbaiki kondisi gagal jantung tetapi dapat
memperburuk gagal ginjal.
b. Asam folat
Pemberian Asam Folat pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
bertujuan sebagaiterapi nutrisi. Pada penderita CKD tidak jarang terjadi

gangguan nutrisi sepertikekurangan gizi dan protein akibat anoreksia mual dan

muntah akibat uremia. !elain itu banyak "itamin yang hilang saat melakukan
hemodialisis. Fungsi obat asam f olat yanglain pada pasien CKD adalah untuk
membantu mengurangi anemia karena pada CKDterjadi kekurangan
hormon eritropoetin yang ber%ungsi untuk memicu pembentukan sel
darah merah (eritrosit)

c. Suplemen zat besi dan vitamin D


Anemia atau kondisi saat tubuh tidak memiliki cukup sel darah merah,
banyak diderita pengidap GGK stadium tiga ke atas. Suplemen zat besi
untuk produksi sel-sel darah merah biasanya akan diberikan untuk
mengatasinya. Zat ini dapat diberikan dalam bentuk tablet seperti ferri sulfat.
Selain itu, pengidap penyakit ginjal berisiko kekurangan vitamin D yang
penting untuk tulang. Ini dikarenakan ginjal tidak dapat berfungsi
mengaktifkan vitamin D dari makanan dan sinar matahari. Sehingga
umumnya Anda akan mendapatkan suplemen vitamin D seperti calcitriol.
d. Obat diuretic
Ginjal yang tidak berfungsi membuat tubuh sulit membuang cairan.
Akibatnya terjadi penumpukan cairan pada pergelangan kaki yang dapat
memicu peningkatan tekanan darah. Oleh karena itu dokter akan
menyarankan pengidap sakit ginjal untuk membatasi konsumsi cairan dan
garam. Selain itu, kelebihan cairan dalam tubuh juga dapat dikurangi dengan
konsumsi obat diuretik, seperti furosemida

4. Persiapan HD
a. Indikasi dilakukannya hemodialisis
1) Asidosis berat , yaitu kondisi pH darah pasien yang sangat randah dan
tidak bisa dikoreksi lagi dengan obat-obatan.
2) Intoksikasi, kondisi keracunan dilakukan hd untuk membantu
menurunkan tingkat keparahannya contohnya keracunan methanol.
3) Uremia, kondisi pasien dengan tingkat sisa metabolism ureum dalam
tubh sangat tinggu denngan gejala klinis : mual muntah, penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
4) Gangguan keseimbangan elektrolit, terjadi gangguan elektrolit dalam
tubuh. Umunya yang menjadi masalah adalah kelebihan kalium menjadi
hiperkalemia. Kondisi ini bila tidak segera di atasi akan menyebabkan
gangguan pada jantung.
5) Overload, terjadi penumpukancairan di dalam tubuh. Biasanya terjadi
penumpukan cairan dalam paru-paru yang disebut edema paru sehingga
menyebabkan pasien sesak nafas hebat. Dapat juga terjadi penumpukan
cariran pada perut (asites) dan pada ekstremitas (piting edema)
Dr.dr. Haerani rasyid sp.PD, K_GH<sp.GK (2015)

b. SOP hemodialisis
TEKNIK DAN PROSEDUR HEMODIALISIS

Melakukan Punksi dan Kanulasi

Tri Wahyutiningsih,AMK

Divisi Ginjal & Hipertensi

RSUD Dr.Moewardi Surakarta

Pengertian :

Suatu tindakan memasukkan jarum AV Fistula ke dalam pembuluh darah untuk


sarana hubungan sirkulasi yang akan digunakan selama proses hemodialisis.

Tujuan :

Agar proses hemodialisis dapat berjalan lancar sesuai dengan hasil yang
diharapkan

Punksi dan kanulasi terdiri dari :

1. Punksi Cimino
2. Punksi Femoral
Punksi Cimino

a. Persiapan Alat-alat
1. 1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari :
 3 buah mangkok kecil
i. 1 untuk tempat NaCL
ii. 1 untuk tempat Betadine
iii. 1 untuk Alkohol 20%
 Arteri klem

2. 1 spuit 20 cc
3. 1 spuit 10 cc
4. 1 spuit 1 cc
5. Kassa 5 lembar (secukupnya)
6. IPS sarung tangan
7. Lidocain 0,5 cc (bila perlu)
8. Plester
9. Masker
10. 1 buah gelas ukur / math can
11. 2 buah AV Fistula
12. Duk steril
13. Perlak untuk alas tangan
14. Plastik untuk kotoran

b. Persiapan Pasien
1. Timbang berat badan
2. Observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
3. Raba desiran pada cimino apakah lancar
4. Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
5. Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh
pasien
6. Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
7. Letakkan perlak di bawah tangan pasien
8. Dekatkan alat-alat yang akan digunakan

c. Persiapan Perawat
1. Perawat mencuci tangan
2. Perawat memakai masker
3. Buka bak instrumen steril
4. Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%, dan
Betadine
5. Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrumen
6. Perawat memakai sarung tangan
7. Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila digunakan)
8. Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV Fistula

d. Memulai Desinfektan
1. Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah cimino
dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu masukkan kassa
bekas ke kantong plastik
2. Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan vena lain
dengan cara seperti no.1
3. Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering, masukkan
kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di gelas ukur
4. Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan di tangan

e. Memulai Punksi Cimino


1. Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat yang akan dipunksi) dengan
spuit insulin 1 cc yang diisi dengan lidocain.
2. Tusuk tempat cimino dengan jarak 8 – 10 cm dari anastomose
3. Tusuk secara intrakutan dengan diameter 0,5 cm
4. Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain
5. Bekas tusukan dipijat dengan kassa steril

f. Memasukkan Jarum AV Fistula


1. Masukkan jarum AV Fistula (Outlet) pada tusukan yang telah dibuat pada saat
pemberian anestesi lokal
2. Setelah darah keluar aspirasi dengan spuit 10 cc dan dorong dengan NaCl 0,9%
yang berisi heparin, AV Fistula diklem, spuit dilepaskan, dan ujung AV Fistula
ditutup, tempat tusukan difiksasi dengan plester dan pada atas sayap fistula
diberi kassa steril dan diplester
3. Masukkan jarum AV Fistula (inlet) pada vena lain, jarak penusukan inlet dan
outlet usahakan lebih dari 3 cm
4. Jalankan blood pump perlahan-lahan sampai 20 ml/mnt kemudian pasang sensor
monitor
5. Program mesin hemodialisis sesuai kebutuhan pasien
6. Bila aliran kuran dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan penusukan pada
daerah femoral
7. Alat kotor masukkan ke dalam plastik, sedangkan alat-alat yang dapat dipakai
kembali di bawa ke ruang disposal
8. Pensukan selesai, perawat mencuci tangan
9.
Punksi Femoral

Cara Melakukan Punksi Femoral

1. Obeservasi daerah femoral (lipatan), yang aka digunakan penusukan


2. Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan ditusuk fleksi
3. Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara menaruh 3 jari
di atas pembuluh darah arteri, jari tengah di atas arteri
4. Dengan jari tengah 1 cm ke arah medial untuk penusukan jarum AV Fistula

Melakukan Kanulasi Double Lumen

Cara kerjanya :

1. Observasi tanda-tanda vital


2. Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan
3. Berikan posisi tidur pasien yang nyaman
4. Dekatkan alat-alat ke pasien
5. Perawat mencuci tangan
6. Buka kassa penutup catheter dan lepaskan pelan-pelan
7. Perhatikan posisi catheter double lumen
 Apakah tertekuk?
 Apakah posisi catheter berubah?
 Apakah ada tanda-tanda meradang / nanah? Jika ada laporkan pada dokter

8. Memulai desinfektan
 Desinfektan kulit daerah kateter dengan kassa betadine, mulai dari pangkal
tusukan kateter sampai ke arah sekitar kateter dengan cara memutar kassa dari
dalam ke arah luar
 Bersihkan permukaan kulit dan kateter dengan kassa alkohol
 Pasang duk steril di bawah kateter double lumen
 Buka kedua tutup kateter, aspirasi dengan spuit 10 cc / 20 cc yang sudah diberi
NaCl 0,9% yang terisi heparin.

9. Tentukan posisi kateter dengan tepat dan benar


10. Pangkal kateter diberi Betadine dan ditutup dengan kassa steril
11. Kateter difiksasi kencang
12. Kateter double lumen siap disambungkan dengan arteri blood line dan venus line
13. Alat-alat dirapikan, pisahkan dengan alat-alat yang terkontaminasi
14. Bersihkan alat-alat
15. Perawat cuci tangan

Kateter double lumen mempunyai 2 cabang berwarna

 Merah untuk inlet (keluarnya darah dari tubuh pasien ke mesin)


 Biru untuk outlet (masuknya darah dari mesin ke tubuh pasien)
E. Indicator atau evaluasi keberhasilan perawatan
1. Hemoglobin
Normalnya 12-15 gr/dL untuk wanita dan 13-18 gr/dL untuk laki-laki. ,
hemoglobin merupakan alat transportasi oksigen dan karbon dioksida.
penurunan hemoglobin menunjukan nemia yang dapat mempengaruhi perfusi
jaringan perifer dan akan menimbulkan manifestasi klinis berupa badan yang
terasa lemas, kepala pusing, sehinggan membuat klien tidak mampu melakukan
akti- vitas untuk pemenuhan ADL ( intoleransi aktivitas)
2. Eritrosit
Normalnya 4.4 – 5.6 x 106 sel/mm3 untuk pria dan 3.8 – 5.0 106 sel/mm3.
Terjadi penurunan eritrosit pada penderita gagal ginjal. Diperparah dengan
meningkatnya ureum yang dapat memperpendek umur ritrosit sehingga
menyebabkan anemia.
3. Ureum
15-40 mg/dL. Peningkatan kadar ureum dalam darah mengindikasikan adanya
keruskan pada ginjal. Peningkatan ureum menimbulkan Keluhan klien berupa
mual, penurunan nafsu makan. Peningkatan kadar ureum juga menyebabkan
gangguan pada fungsi leukosit sebagai agen yang berperan dalam sisitem imun.
Pada klien terjadi penurunan kadar Limfosit, hal tersebut menempatkan klien
pada risiko infeksi. Keluhan klien berupa rasa gatal pada kulit dan kondisi kulit
yang kering/bersisik dan mengelupas merupa- kan manifestasi klinis dari
keadaan uremia yang dialami klien
4. Natrium
Normalnya 135-144 mmol/L. untuk mengatur keseimbangan asam basa.
5. Kalium
Normalnya 3.6- 4.8 mmol/L
6. Kalsium
Normalnya 2,2-2,6 mmol/l. kalsium terlibat dalam kontraksi otot, fungsi jantung
dan impuls saraf.
7. pH darah
normalnay 3.45-3.55.
8. kreatinin
normal 0,6-1,3 mg/dL. Nilai kreatini akan meningkat pada penurunan fungsi
ginjal
9. albumin
normal 3,5-5,0 g%
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) dan Digiulio,Jackson, dan Keogh (2014) ratri
anggi mustika, 2015, Surakarta.

Вам также может понравиться