Вы находитесь на странице: 1из 16

Artikel Ilmiah 2018

ANALISIS PENGARUH PENAMBAHAN METIL ESTER DARI MINYAK JELANTAH KE


DALAM SOLAR UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS BAHAN BAKAR BIOSOLAR

Firda Rahmania Putri


08031281419047
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sriwijaya
E-mail : firdarahmania97@gmail.com

SUMMARY : A research about "Analysis of Methyl Ester Additional Effect from Waste Cooking Oil
(WCO) into Diesel Oil to Improve the Quality Of Biodiesel " has been done. Methyl ester was produced
from an esterification reaction with montmorillonite carbon sulphonate as a catalyst at 80 °C for 2 hours. The
identification of free fatty acids contained in the waste cooking oil was tested with GC-MS which indicated
the main acid was Oleic acid (unsaturated fatty acids) with acid content of 43.51% at 42.302 and supported
by test data with FT-IR showed presence of ester group at wavelength 1165.00 cm-1. To know the optimum
condition of the mixture, the addition of methyl ester into the diesel oil with variation of B5, B10, B15 and
B20 by comparison (v/v). Characterization used ASTM method (American Standard Test Methode). The
parameters tested include water content, density, distillation, viscosity, colour, pour point and cetane index.
The results showed that the fatty acid content in waste cooking oil averaged 36.94%, while the fatty acid
content of methyl ester was 5.938%. The result of esterification conversion from waste cooking oil with
montmorillonite carbon sulphonate catalyst gain 83.95% and it higher than the conversion using palm oil
with catalyst TiO / montmorilonite as 74.02%. The optimum conditions of the mixture of methyl ester and
diesel are found in the B20 mixture composition with water content (303ppm), density (0.8615 Kg / L),
distillate volume (95mL), viscosity (4.613 cSt), pour point (2oC), color ( 1.5 scale of observation) and cetane
index (51.2). B20 meets the specifications of all test parameters and has improved the quality of biodiesel
oil.
Keywords : Waste Cooking Oil, Montmorillonite Carbon Sulphonate, Methyl Ester, Biodiesel

Ringkasan: Telah dilakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh Penambahan Methyl Ester dari Minyak
Jelantah ke dalam Solar Untuk Meningkatkan Kualitas Bahan Bakar Biodiesel” . Metil ester dihasilkan dari
proses esterifikasi menggunakan katalis montmorilonit karbon sulfonat pada suhu 80 oC selama 2 jam.
Identifikasi kandungan asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak jelantah diuji dengan GC-MS
yang menandakan bahwa asam yang berperan yaitu asam Oleat (asam lemak tak jenuh) dengan kadar asam
43,51% pada waktu 42,302 dan didukung oleh data pengujian dengan FT-IR menunjukkan keberadaan gugus
ester pada panjang gelombang 1165,00 cm-1. Untuk mengetahui kondisi optimum campuran dilakukan
penambahan metil ester ke dalam solar dengan variasi B5, B10, B15 dan B20 dengan perbandingan (v/v).
Karakterisasi yang dilakukan menggunakan metode ASTM (American Standard Test Methode). Parameter
yang diuji meliputi kandungan air, densitas, destilasi, viskositas, warna, titik tuang dan indeks setana. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar asam lemak pada minyak jelantah rata-rata sebesar 36,94%, sedangkan
kadar asam lemak metil ester sebesar 5,938%. Hasil konversi esterifikasi dari minyak jelantah dengan katalis
montmorilonit karbon sulfonat menghasilkan nilai 83,95%, lebih tinggi dibandingkan konversi menggunakan
minyak kelapa sawit dengan katalis TiO/montmorilonit sebesar 74,02%. Kondisi optimum campuran metil
ester dan solar terdapat pada komposisi campuran B20 yaitu dengan kandungan air (303ppm), densitas
(0,8615 Kg/L), volume destilat (95mL), viskositas (4,613 cSt), titik tuang (2oC), warna (1,5 skala
pengamatan) dan indeks setana (51,2). B20 memenuhi spesifikasi dari semua parameter uji yang dilakukan
dan telah meningkatkan kualitas dari bahan bakar biodiesel.
Kata kunci : Minyak Jelantah, Montmorillonit Karbon Sulfonat, Metil Ester, Biodiesel

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 1


Artikel Ilmiah 2018

1. PENDAHULUAN serta mudah dipisahkan dari pelarut setelah


Kebutuhan akan minyak bumi semakin didapatkan produk (Balogh dan Lazlo, 1993).
meningkat seiring dengan laju pertumbuhan Katalis montmorilonit karbon sulfonat
ekonomi dan pertambahan penduduk. dari gula tebu menunjukkan aktivitas yang
Peningkatan jumlah konsumsi minyak sangat baik dalam beberapa macam reaksi
dibidang transportasi dan industri berkatalis asam seperti reaksi esterifikasi
menyebabkan semakin menipisnya cadangan dengan hasil optimum yakni 88,09% dengan
minyak bumi (Raharjo, 2010). Pada kondisi jumlah katalis 2,3 gram, suhu 70oC dan waktu
yang terjadi sekarang ini, dibutuhkan suatu reaksi selama 24 jam (Hani, 2017). Sedangkan
energi alternatif yang baru dan terbarukan reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam
serta bersifat ramah lingkungan. Salah satunya sulfat menunjukkan konversi biodiesel yang
dengan memanfaatkan minyak nabati menjadi didapatkan sebesar 70,35% dengan katalis
biodiesel (Canacki dan Gerpen, 1999). H2SO4 3%, suhu 70oC dan waktu reaksi 3 jam
Biodiesel merupakan bahan bakar yang (Sartika, dkk, 2015). Tingkat keasaman dari
berasal dari minyak nabati yang mengandung gugus sulfonat menyumbang ion H+ dalam
asam lemak. Salah satu bahan baku dari reaksi sehingga memberikan sifat katalitik.
biodiesel dengan kandungan asam lemak yang Adanya sumber material karbon dari gula tebu
tinggi sebesar 9,67% berasal dari minyak yang dikarbonisasi menghasilkan karbon yang
jelantah. Minyak jelantah merupakan sisa kuat, selain itu dilakukan proses sulfonasi
pemakaian minyak kelapa sawit / Crude Palm sehingga dihasilkan padatan yang stabil
Oil (CPO) yang mengalami proses pemanasan dengan sisi aktif yang besar sehingga
secara berulang kali (Yuniarti,2008). Selama mempercepat terjadinya reaksi (Ferdinan,
penggunaannya minyak goreng mengalami 2014).
degradasi yang disebabkan oleh panas, air dan Berdasarkan penelitian yang telah
udara sehingga terjadi reaksi polimerisasi, dilakukan, Haryanto (2002) menemukan
hidrolisis dan oksidasi (Indrawati dan bahwa bahan bakar biodiesel dari minyak
Mutdasir, 2016). Melalui proses-proses jelantah memiliki sifat fisika dan kimia yang
tersebut trigliserida yang terkandung akan hampir sama dengan bahan bakar diesel
terurai menjadi senyawa-senyawa lain, salah konvensional. Akan tetapi biodiesel tidak
satunya Free Fatty Acid (FFA) atau asam dapat digunakan secara langsung (B100) pada
lemak bebas (Ketaren, 1996). Kandungan mesin diesel, karena memiliki viskositas yang
asam lemak bebas inilah yang kemudian akan tinggi, angka setan yang rendah, masih adanya
diesterifikasi dengan metanol menghasilkan kandungan asam lemak bebas, volatilitas yang
biodiesel. rendah, adanya gumpalan dan terbentuknya
Reaksi esterifikasi menggunakan endapan akibat reaksi hidrolisis, oksidasi dan
metanol dan ditambahkan katalis untuk polimerasi selama pemanasan. Oleh karena itu,
mempercepat reaksi sehingga menurunkan biodiesel hanya dijadikan sebagai bahan aditif
energi aktivasi, menghasilkan Metil Ester atau ke dalam minyak solar agar dapat digunakan
biodiesel. Katalis yang digunakan dapat pada mesin diesel tanpa melakukan modifikasi
berupa katalis homogen dan katalis heterogen. pada mesin.
Akan tetapi dalam penggunaannya katalis Penelitian tentang biosolar sebelumnya
heterogen seperti komposit montmorilonit telah dilakukan penambahan metil ester dari
karbon sulfonat memiliki kelebihan minyak jelantah dengan variasi komposisi
dibandingkan katalis homogen seperti asam B10-B20 (Hasikin,2002), B10 dan B20
sulfat. Karena katalis heterogen berupa katalis (Raharjo, 2010), B15 (Yandri, 2012) dan B5-
asam padat yang tahan pada temperatur tinggi, B25 (Darmanto, 2006) dari penelitian tersebut
tidak menyebabkan korosi, memiliki luas pada komposisi B15 dinyatakan telah
permukaan yang besar, mudah didaur ulang memenuhi spesifikasi bahan bakar. Akan
tetapi, sampai saat ini belum diketahui

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 2


Artikel Ilmiah 2018

komposisi optimum campuran metil ester 2.3 Cara Kerja


didalam solar. Oleh karena itu, pada penelitian 2.3.1 Persiapan Katalis
ini metil ester ditambahkan kedalam solar atau 2.3.1.1 Pembuatan Komposit
yang biasa disebut produk biosolar dengan Sebanyak 100 g gula pasir ditambahkan
variasi komposisi B5-B20. Pada komposisi 33 g montmorillonit dan 500 mL aquades
B15 dan B20 diharapkan menunjukkan direfluks di atas hotplate sambil diaduk
kualitas yang lebih baik dari penelitian menggunakan magnetik stirrer pada
sebelumnya dan memenuhi spesifikasi sesuai temperatur 150oC-170 oC sampai campuran
dengan kadar maksimal kandungan metil ester mengental. Setelah itu campuran dikarbonasi
pada bahan bakar berdasarkan keputusan menggunakan furnace pada suhu 400 oC
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi selama 15 jam. Hasil karbonasi disebut
Nomor 28.k/10/DJM.T/2016 dan juga komposit (montmorillonit-karbon) atau M-C
dilakukan dalam rangka kebijakan pemerintah (Suganuma,2012).
yang diatur oleh Menteri ESDM No.32 tahun
2008 untuk lebih meningkatkan lagi komposisi 2.3.1.2 Sulfonasi Komposit
penambahan biodiesel kedalam biosolar yang Komposit (montmorillonit-karbon)
dipasarkan ke masyarakat, sementara yang yang dibuat melalui proses karbonisasi diambil
telah bererdar sebelumya B5 dan B10 20 g dan disulfonasi dengan penambahan 100
(Sugiyono, 2008). mL H2SO4 pekat, direfluks pada suhu 175oC
selama 15 jam. Hasil sulfonasi kemudian
2. METODOLOGI PENELITIAN dinetralkan dengan 500 mL aquades berulang
2.1 Alat sampai PH netral. Kemudian campuran dioven
selama 24 jam pada suhu 120 oC. Hasil ini
Alat yang digunakan dalam penelitian
disebut montmorillonit karbon ter-sulfonasi
ini yaitu, oven, hot plate, furnace, pendingin,
(M-CS) (Suganuma, 2012).
termometer celcius, termometer 82oF, kertas
saring, corong, pipet tetes, neraca analitis,
2.3.2 Persiapan Asam Lemak Bebas
sentrifugasi, buret, statif, penjepit, alat
2.3.2.1 Analisis Komposisi dan Kadar Asam
refluks, magnetik stirrer, perangkat alat
Lemak dalam Minyak Jelantah
gelas, viskometer, piknometer, hydrometer,
Menggunakan GC-MS (Gas
ASTM D-1744 digunakan untuk mengukur
Chromatography- Mass Spectrometry)
kandungan air, ASTM D-86 (7000468-8,
Sebanyak 0,02 g sampel dimasukkan
Manual Atmosferie) digunakan untuk
ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL
menentukan destilasi, ASTM D-1298
NaOH (0,02 N), 2 mL metanol (0,05 N)
digunakan untuk mengukur densitas, ASTM
kemudian dipanaskan dalam penangas air
D-4737 digunakan untuk menentukan indeks
selama 10 menit pada suhu 68 oC. Larutan
setana, ASTM D-455 digunakan untuk
dikeluarkan dari dalam penangas air dan
mengukur viskositas (pada suhu 40oC),
didinginkan pada suhu ruangan. Setelah dingin
ASTM D-1500 digunakan untuk pengujian
ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL n-
warna, dan ASTM D-97 untuk pengujian titik
heksan kemudian dikocok dan dibiarkan 1
tuang pada sampel.
menit kemudian lapisan atas (larutan sampel)
dipisahkan dan ditambahkan 1 g Na2SO4
2.2 Bahan
anhidrat. Larutan sampel kemudian diinjeksi
Bahan yang digunakan pada penelitian
ke dalam GC-MS. Untuk mengetahui waktu
terdiri dari minyak jelantah(diambil dari sisa
retensi, diinjeksikan terlebih dahulu ke dalam
pemakaian di salah satu kantin FMIPA UNSRI
kromatografi gas ester asam lemak dari
Indralaya), gula tebu, montmorillonit, H2SO4
standar metil ester asam lemak atau FAME
pekat, Metanol p.a, aquades, Solar 48, NaOH,
yang sama dengan sampel.
NaCl, n-heksan, Na2SO4, Indikator
Phenolftalein.

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 3


Artikel Ilmiah 2018

2.3.2.2 Analisis Kadar Asam Lemak Bebas 2.3.2.5 Analisis Kadar Asam Lemak Bebas
Awal (FFA) dalam Minyak Jelantah (FFA) Metil Ester Berdasarkan SNI
Berdasarkan SNI 01-2901-2015 01-2901-2015
Sebanyak 2,5 mL minyak jelantah Sebanyak 2,5 mL minyak jelantah
ditambahkan dengan metanol 10 mL, diaduk ditambahkan dengan metanol 10 mL, diaduk
dan dipanaskan pada suhu 60 oC sampai larut sampai larut sempurna. Larutan lemak
sempurna. Larutan lemak diteteskan dengan diteteskan dengan indikator Phenolftalein dan
indikator Phenolftalein dan dititrasi dengan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai
NaOH 0,1 N sampai menghasilkan warna menghasilkan warna merah muda pada titik
merah muda pada titik akhir. akhir. Kadar asam lemak bebas dengan rumus
Kadar asam lemak bebas dengan rumus: (3.1) (Haryana, 2018).

Kadar FFA = ........................(3.1) 2.3.3 Penentuan Konversi Hasil Reaksi


Konversi hasil reaksi ditentukan berdasarkan
Keterangan :
penurunan asam lemak bebas hasil reaksi
W : Berat sampel (g)
berdasarkan SNI 01-2901-2015. Dengan
V : Volume larutan titran yang digunakan
rumus:
(mL)
N : Normalitas larutan titran (ek/L)
25,6 : Konstanta untuk menghitung kadar %Konversi= x100% ..........(3.2)
asam lemak bebas sebagai asam Oleat
2.3.4 Proses Blending Metil Ester ke dalam
2.3.2.3 Proses Pengubahan Asam Lemak Solar
Bebas Menjadi Ester Melalui Reaksi Metil ester (FAME) hasil esterifikasi di
Esterifikasi blending dengan solar dengan beberapa variasi
Reaksi esterifikasi dilakukan B5,B10,B15 dan B20 dengan volume blending
menggunakan labu didih 250 mL yang 400 mL. Sampel dimasukkan dengan
dilengkapi dengan alat refluks. Sebanyak 25 g komposisi sesuai Tabel 1. Ke dalam tangki
minyak jelantah ditambahkan metanol p.a berpengaduk dan dishaker selama 10 menit
sebanyak 79 mL diikuti dengan penambahan dan didiamkan selama 1 jam pada suhu
3,7 g katalis komposit montmorillonit karbon ruangan.
sulfonat dari gula tebu. Campuran direfluks
selama 2 jam pada temperatur 80 oC. Tabel 1. Perbandingan blending biosolar.
Nama FAME Solar 48
2.3.2.4 Proses Pemisahan Hasil esterifikasi No. Produk
Blending % mL % mL
Produk hasil esterifikasi dipisahkan
1 B5 5 20 95 380
dari katalis dengan cara dituangkan secara
perlahan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan 2 B10 10 20 90 360
ditambahkan 50 mL aquades kemudian 3 B15 15 60 85 340
didiamkan sampai dingin dan terbentuk 2 4 B20 20 80 80 320
lapisan. Lapisan atas metil ester sedangkan
lapisan bawah berupa gliserol. Sisa ester yang
masih tercampur katalis dipisahkan dengan
2.3.5 Uji Metil Ester dan Biosolar dengan
cara disentrifugasi selama 20 menit dengan
Beberapa Parameter
kecepatan 60x100rpm. Metil ester berada pada
2.3.5.1 Pengujian Kandungan Air ( Water
bagian atas dalam tabung sentrifugasi diambil
Content)/ ASTM D-6304
menggunakan pipet tetes dan dimasukkan ke
Masing-masing sampel diuji dengan
dalam botol sampel. ASTM D6304 sampel diinject ke dalam
larutan menggunakan syring dan hasil
kandungan air pada sampel secara otomatis
Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 4
Artikel Ilmiah 2018

akan terbaca oleh alat dan diteruskan di ketika mL recovery dan end point saat
monitor dalam satuan ppm. temperatur pemanasan tinggi dan seketika
turun.
2.3.5.2 Pengujian Berat Jenis (Density) /
ASTM D-1298 2.3.5.4 Pengujian Viskositas (Viscosity)/
Berat jenis adalah perbandingan ASTM D-445
antara berat persatuan volume minyak Sampel dimasukkan ke dalam
solar. Berat jenis suatu minyak solar viskometer lalu dimasukkan dalam waterbath.
mempunyai satuan kilogram per meter kubik Garis atas pada viskometer diatur agar garis
(kg/m3). Karakteristik ini sangat berhubungan berada 3 cm dibawah permukaan air dalam
erat dengan nilai panas kalor dan waterbath, kemudian ditutup dengan karet dan
daya yang dihasilkan oleh mesin diesel dibiarkan selama 1 jam. Tutup kemudian
persatuan bahan bakar yang digunakan. dibuka dan sampel dibiarkan mengalir. Waktu
Densitas yang disarankan untuk minyak solar alir sampel dicatat dari garis pertama hingga
berdasarkan Masdent Point Refinery untuk garis kedua dalam satuan detik. Jika waktu
tahun 2000 yaitu 826-859 km/m3. Nilai mengalir kurang dari 200 detik, maka
densitas biodiesel lebih besar dibandingkan penentuan diulang dengan menggunakan
dengan densitas minyak solar. Hal tersebut viskometer yang mempunyai faktor lebih
berdampak pada kenaikan densitas dari kecil.
biosolar jika formulasi campuran dilakukan Rumus Viskositas :
dengan memperbanyak komposisi biodiesel. KV = F x t ...................(3.3)
Nilai densitas biodiesel bergantung
pada komposisi asam lemak dan Keterangan:
kemurniannya. Densitas meningkat dengan KV = Viskositas Kinematika
menurunnya rantai panjang dengan F = Faktor viskometer yang digunakan
meningkatnya jumlah ikatan rangkap. Hal lain t = Waktu mengalir contoh
yang menyebabkan densitas semakin besar
adalah semakin tingginya suhu reaksi dan 2.3.5.5 Pengujian Warna (Colour)/ ASTM
semakin besarnya konsentrasi katalis basa D-1500
dikarenakan penggunaan suhu tinggi dan Sampel dimasukkan test jar sampai
katalis yang transesterifikasi akan sampai tanda tera, kemudian ukur warna
meningkatkan reaksi penyabunan sehingga menggunakan alat colour comparator atur
zat-zat pengotor berlebih pada reaksi seperti skala yang ada yang memiliki warna yang
sabun, kalium dan gliserol yang terbentuk sesuai dengan pengamatan visual (skala 0,5)
menyebabkan densitas biodiesel menjadi lebih cocokkan dengan warna standard yang
besar. Begitu pun sebaliknya. Di sisi lain, terdapat didalam tube lainnya yang
densitas dapat dikurangi oleh keberadaan didalamnya terdapat blanko yang berupa white
kontaminan seperti metanol (Gerpen et al., oil.
2004).
2.3.5.6 Pengujian Titik Tuang (Pour Point)/
2.3.5.3 Pengujian Destilasi (Destilation)/ ASTM D-97
ASTM D-86 Campuran masing-masing sampel
Sebanyak 100 mL sampel dimasukkan dituangkan ke dalam gelas uji pour point
ke dalam labu destilasi kemudian ditentukan sampai batas garis lalu dipasang tutup karet
IBP (initial boiling poit ) pada suhu 40-60 oC. yang ada termometernya kemudian
Saat tetesan pertama yang keluar menetes pada dimasukkan ke dalam alat pour Point ASTM
gelas beker kemudian dicatat suhu tiap volume D97 dengan temperatur 18 oC. Tiap
10%, 20%, 30% s/d FBP (final boiling point) penurunan suhu 3oC sampel diamati sampai
dan menentukan % residu dan %loss nya saat sampel tepat beku dan tidak dapat

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 5


Artikel Ilmiah 2018

mengalir dicatat sebagai temperatur pour T90 = Temperatur (oC) pada 90% recovery,
point. yang ditentukan dengan metode
ASTM D86
T90N = T90 – 310
2.3.5.7 Pengujian Indeks Setana( Cetane
Index)/ ASTM D-4737 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian ini bertujuan untuk melihat Pada penelitian ini dilakukan pembuatan
kualitas mutu penyalaan dalam suatu bahan metil ester dari minyak jelantah dengan
bakar. Index cetane merupakan perkiraan menggunakan katalis montmorilonit karbon
matematis dari cetane number dengan basis sulfonat dari gula tebu melalui proses
suhu, destilasi, dan densitas sesuai dengan esterifikasi. Metil ester yang dihasilkan,
ASTM yang digunakan. Bilangan cetane dicampur ke dalam minyak solar dengan
bahan bakar adalah persen volume dari cetane variasi campuran B0, B5, B10, B15 dan B20,
dalam campuran cetane dan alpha-metyl kemudian diuji karakterisasinya dengan
naphthalene yang mempunyai mutu penyalaan parameter uji kandungan air, densitas,
yang sama dengan bahan bakar yang diuji. destilasi, viskositas, titik tuang, warna dan
Sampel masing-masing diukur nilai indeks setana berdasarkan American Standard
densitasnya dengan menggunakan ASTM Test Methode (ASTM). Pengujian tersebut
D4052-96 dan didistilasi dengan juga dilakukan terhadap solar dan biosolar
menggunakan ASTM D86. Hasil tersebut untuk melihat pengaruh penambahan metil
kemudian dianalisis indeks setana dengan ester tersebut di dalam solar setelah dibuat
mengunakan panduan dari ASTM D 4737. campuran biosolar. Setelah itu ditentukan
Dengan rumus: kondisi optimum dari campuran yang
CCI = 45.2 + (0.0892)(T10N) + [0.131 memenuhi spesifikasi minyak solar untuk
+ (0.901)(B)][T50N] bahan bakar diesel.
+ [0.0523 – (0.420)(B)] [T90N]
+ (0.00049)[ (T10N)2 3.1 Kadar Asam Lemak Bebas dalam
– (T90N)2] + (107)(B) + Minyak Jelantah
(60)(B)2 Minyak goreng merupakan salah satu
.....................(3.4) minyak yang berasal dari lemak tumbuhan
atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk
Keterangan : cair pada suhu kamar. Minyak goreng yang
Dimana : telah digunakan lebih dari dua kali pemanasan
akan mengalami penurunan kualitas sehingga
CCI = Calculated Cetane Index by Four
disebut minyak jelantah. Namun demikian,
Variable Equation minyak jelantah tetap merupakan triester
D = Density at 15oC, yang ditentukan gliserol dari asam lemak jenuh dan tidak jenuh
dengan metode ASTM D1298 (Ketaren, 1996).
DN = D – 0,85 Berdasarkan hasil analisis asam lemak
B = [ e(-3,5)(DN) ] – 1 bebas dalam minyak jelantah (SNI 01-2901-
2015) dari salah satu kantin FMIPA UNSRI
T10 = Temperatur (oC) pada 10% recovery,
didapatkan hasil pengukuran dengan
yang ditentukan dengan metode
perhitungan Yang menunjukkan bahwa kadar
ASTM D86
asam lemak bebas dalam minyak jelantah rata-
T10N = T10 – 215
rata sebesar 36,94%. Terdapat perbedaan
T50 = Temperatur (oC) pada 50% recovery, kadar FFA pada minyak jelantah dari sebelum
yang ditentukan dengan metode esterifikasi sebesar 36,94 dan setelah proses
ASTM D86 esterifikasi yaitu sebesar 5,938. Hal ini
T50N = T50 – 260 menunjukkan bahwa asam lemak bebas dari

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 6


Artikel Ilmiah 2018

minyak jelantah berpotensi besar untuk dibuat 0,890


metil ester (biodiesel). Menurut Authority Volume mL 92 Min.90
Destilat
(2014), katalis montmorillonit karbon sulfonat Hasil
mampu mengkatalisis reaksi esterifikasi Destilasi
hingga 82,81%. Pada penelitian ini hasil Viskositas mm2 /s 4,872 2,3-6,0
konversi asam lemak bebas dari reaksi kinematik (cSt)
esterifikasi minyak jelantah yaitu sebesar @40 oC
o
Titik tuang C 6 Maks. 18
83,925% menunjukkan bahwa minyak jelantah Warna - 1,5 -
sangat berpotensi untuk dibuat menjadi produk Indeks - 53,5 Min. 51
metil ester (FAME). setana
Sumber: (SNI Biodiesel 01-2901-2015).
3.2 Metil Ester dari Minyak Jelantah
Esterifikasi dilakukan pada suhu 80oC Berdasarkan hasil penelitian metil ester
selama 2 jam menggunakan katalis hasil esterifikasi minyak jelantah
montmorillonit karbon sulfonat yang berfungsi menggunakan katalis montmorilonit karbon
sebagai penyumbang gugus H+. Setiap sulfonat memiliki kandungan air 344 ppm.
konversi 1 mol gugus trigliserida yang Kemungkinan kandungan air tersebut berasal
terkandung pada minyak jelantah dari komponen endocarp dari kelapa sawit,
membutuhkan 3 mol metanol sehingga selain itu minyak jelantah telah mengalami
menghasilkan 3 mol metil ester dan 1 mol kontak dengan bahan lain saat penggorengan
gliserol (Priyatno dkk, 2009). Pada hasil reaksi yang menyebabkan adanya kandungan air
terbentuk dua lapisan yang menandakan pada metil ester. Semakin besar kandungan air
adanya perbedaan berat jenis. Lapisan atas pada metil ester maka nilai berat jenis (0,8711
dengan berat jenis 0,8711 Kg/L berwarna Kg/L) dan viskositas (4,872 cSt) juga semakin
kuning cerah berupa metil ester sedangkan besar karena adanya fraksi berat berpengaruh
lapisan bagian bawah berupa gliserol yang dalam perhitungan.
berwarna putih susu. Metil ester yang Adanya fraksi berat dalam metil ester
dihasilkan dalam penelitian ini memiliki sifat membuat suhu destilasi semakin tinggi dan
yang lebih cair dibandingkan sampel minyak destilat (92 mL) yang dihasilkan semakin
jelantah sebelumnya. sedikit. Sedangkan residu karbon yang
dihasilkan cukup tinggi sehingga dapat
3.3 Karakterisasi Metil Ester dari Proses menghambat kerja mesin diesel kendaraan.
Esterifikasi Metil ester hasil esterifikasi minyak jelantah
Metil ester hasil sintesis minyak jelantah memiliki karakteristik warna (1,5) yang sama
dengan metanol dan katalis montmorilonit dengan warna sampel solar murni (1,5) yang
karbon sulfonat dikarakterisasi dengan menunjukkan kualitas yang baik. Selain itu
beberapa parameter uji : yaitu kandungan air, hasil perhitungan indeks setana menunjukkan
densitas, destilasi, viskositas, warna , titik nilai yang cukup baik yaitu 53,5 sedangkan
tuang serta indeks setana berdasarkan berdasarkan SNI biodiesel min.51. Semakin
spesifikasi yang telah diatur oleh Badan tinggi indeks setana suatu bahan bakar
Standar Nasional Indonesia (SNI). Hasil menunjukkan semakin baiknya kualitas bahan
analisis terhadap tujuh parameter tersebut bakar tersebut. hal tersebut menunjukkan
tersaji pada Tabel 2. bahwa metil ester dari minyak jelantah
tersebut berpotensi untuk dijadikan campuran
Tabel 2. Analisis Metil Ester Hasil Proses
dalam solar untuk meningkatkan kualitas
Esterifikasi
bahan bakar solar.
Parameter Hasil Spesifikasi
Satuan Untuk meyakinkan bahwa hasil sintesis
pengujian penelitian Biodiesel
Kandungan ppm 344 Maks. 500 yang diperoleh memang benar merupakan
air senyawa metil ester maka dilakukan pengujian
Densitas Kg/L 0,8711 0,850-

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 7


Artikel Ilmiah 2018

menggunakan metode Gas Chromatography - (cm-1) (cm-1)

Mass Spectrometry (GC-MS) (Haryana, 2018). 1 3471,87 -OH (asam 1458,18 C=C alkena
Kromatogram yang diperoleh menunjukan lemak)

adanya enam puncak dengan waktu retensi 2 1743,65 C=O 1743,65 C=O
(karbonil) (karbonil)
(tR) dan kadar asam lemak (%) seperti pada
Tabel 3. Berdasarkan data tersebut diduga 3 2924,09 -C-H sp3 2924,09 -C-H sp3
biodiesel hasil sintesis ini mengandung lima 4 1234,44 C-C alkane 1234,44 C-C alkana
senyawa, dengan kelimpahan yang paling 5 1165,00 C-O asam 1165,00 C-O ester
tinggi dimiliki oleh puncak 5. Tiap puncak karboksilat
hasil GC, dianalisis dengan MS dan 6 1458,18 -H asam 3000 =C-H sp2
dibandingkan dengan data base yang ada. karboksilat
Hasil spektrum GC-MS.
Sumber: (Haryana, 2018).
Tabel 3. Kadar Asam Lemak dari Metil Ester
3.4 Karakteristik Campuran Metil Ester
Minyak Jelantah
Kadar Waktu dan Solar (Biosolar)
No Asam Lemak
Rumus
kejenuhan
Asam retensi 3.4.1 Pengaruh Komposisi Campuran
Molekul Lemak
(%) Terhadap Kandungan Air
1 Asam C16H32O2 Asam lemak 0,64 34,327 Pengukuran kandungan air bertujuan
Pentadekanoat jenuh
untuk mengetahui berapa besar air yang
2 Asam Palmitat C17H34O2 Asam lemak 39,75 38,763
jenuh terkandung di dalam bahan bakar. Kebanyakan
3 Asam Asam lemak 11,37 42,161 mesin diesel terbuat dari bahan yang
Hidropropen jenuh
mengandung unsur logam atau bahan yang
4 Asam Oleat C18H34O2 Asam lemak 43,51 42,302
tak jenuh bersifat korosi dalam ruang pembakaran.
5 Asam Stearat C19H38O2 Asam lemak 4,14 42,789 Kandungan air yang terdapat dalam bahan
jenuh bakar juga dapat membentuk endapan serta
(Sumber: Haryana, 2018). memicu pertumbuhan mikroorganisme yang
Hasil analisis pada minyak jelantah dapat menyumbat aliran dalam mesin
didapatkan hasil bahwa minyak jelantah pembakaran. Semakin rendah kandungan air
memiliki 5 asam lemak yang berbeda. Asam pada bahan bakar maka kualitasnya semakin
oleat merupakan asam lemak yang kadarnya baik karena semakin rendah aktivitas
paling tinggi dalam minyak jelantah, mikrobiologi yang dapat mengakibatkan
konsentrasi asam oleat sebesar 43,51 % yang korosi pada mesin karena air merupakan salah
muncul pada waktu retensi yaitu 42,302 satu katalisator yang mempercepat terjadinya
menit. Asam oleat memiliki rumus molekul korosi. Pengaruh kadar air terhadap campuran
yaitu C18H34O2, dan asam ini tersusun dari dapat dilihat pada Gambar 1:
19 atom C dengan satu ikatan rangkap di
antara atom C ke-9 dan ke-10. Asam lemak ini
pada suhu ruang berupa cairan kental dengan
warna kuning pucat atau kuning kecokletan
(Haryana, 2018).
Menurut penelitian Haryana (2018),
gugus ester terbaca pada bilangan gelombang
1165,00 cm-1 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan FT-IR dari minyak
jelantah dan hasil ester
Minyak Jelantah Hasil Ester

No Panjang Panjang
Gelombang Gelombang
Keterangan Keterangan

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 8


Artikel Ilmiah 2018

Gambar 1. Grafik Pengaruh Komposisi


Campuran Terhadap Kandungan Air

Pengukuran kandungan air menggunakan


metode ASTM D-6304 diketahui bahwa kadar
air dalam metil ester dari minyak jelantah
sebesar 344 ppm (lampiran 9), nilai tersebut
masih memenuhi SNI biodiesel maksimal 500
ppm. Kandungan air dalam metil ester cukup
tinggi hal ini dikarenakan specific gravity (SG)
biodiesel mendekati air oleh karena itu
biodiesel lebih mudah mengikat air. Menurut
(Aziz, 2011). Rendahnya kadar air dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya Gambar 2. Grafik Pengaruh Komposisi
hidrolisis yang dapat menyebabkan kenaikan Campuran Terhadap Densitas
kadar asam lemak bebas. Selain itu kadar air
dalam bahan bakar juga dapat menyebabkan Berdasarkan Gambar.2 di atas terlihat
turunnya panas pembakaran. bahwa nilai densitas metil ester (B100) lebih
Berdasarkan hasil penelitian tinggi yaitu 0,8711 kg/L dibandingkan solar
membuktikan bahwa semakin besar volume solar (B0) yaitu 0,8473 kg/L. Berdasarkan
metil ester yang ditambahkan ke dalam solar spesifikasi, untuk bahan bakar solar berat jenis
membuat kandungan air pada campuran B5- minimal 0,815-0,870 Kg/L sedangkan SNI
B20 lebih tinggi (314-339 ppm) dari biodiesel antara 0,850-0,890 Kg/L. Sehingga
kandungan air solar murni (303 ppm). Hal pada campuran metil ester dan solar yaitu B5-
tersebut menunjukkan bahwa metil ester B20 (data perhitungan pada lampiran 10)
berpotensi sebagai bahan campuran dalam densitas sampel semakin meningkat. Nilai
solar hanya dalam komposisi yang rendah. densitas semakin meningkat seiring dengan
semakin banyaknya volume metil ester yang
3.4.2 Pengaruh Komposisi Campuran ditambahkan ke dalam solar murni. Asam
Terhadap Densitas Oleat (C18H34O2) memiliki 18 atom C yang
Pengujian densitas (berat jenis) hampir mirip dengan minyak solar yaitu (C15-
bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan C20) apabila metil ester dari asam oleat
bahan bakar dalam mesin diesel, dari dicampurkan dengan minyak solar
pengujian ini dapat diindikasikan apabila ada mengakibatkan bertambahnya panjang rantai
kontaminasi dari zat-zat lain. Pengukuran ikatan sehingga fraksi di dalam campuran
berat jenis pada variasi campuran dilakukan tersebut semakin meningkat. Berat jenis
menggunakan ASTM D-1298. Hasil berbanding lurus dengan berat molekul
o
pengukuran berat jenis pada 60/60 F yaitu sehingga ketika panjang rantai dalam molekul
suatu angka yang menyatakan perbandingan bertambah maka berat jenis campuran semakin
volume dari suatu bahan bakar minyak pada meningkat. Nilai berat jenis awal sebelum
temperatur 60oF terhadap air murni pada diesterifikasi (0,8974 Kg/L) lebih besar
volume dan temperatur yang sama. Densitas dibandingkan dengan berat jenis metil ester
untuk setiap campuran metil ester dengan solar hasil esterifikasi (0,8711 Kg/L) menandakan
disajikan pada Gambar 4 di bawah ini: bahwa metil ester minyak jelantah telah
memenuhi standar SNI biodiesel karena dapat
meningkatkan nilai densitas sehingga memiliki
potensi yang besar untuk dijadikan bahan
campuran biosolar. Serta hasil penelitian
densitas untuk campuran B5-B20 (0,8507-

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 9


Artikel Ilmiah 2018

0,8615 Kg/L) dinyatakan memenuhi meningkat dengan semakin banyaknya volume


spesifikasi bahan bakar solar. metil ester yang ditambahkan. Pada campuran
B5-B20 volume destilat semakin berkurang,
3.4.3 Pengaruh Komposisi Campuran akan tetapi masih mencapai 90% volume
Terhadap Destilat pada Uji Destilasi recovery yang dibutuhkan untuk perhitungan
Distilasi merupakan suatu metode untuk indeks setana. Karena apabila destilasi tidak
memisahkan campuran berdasarkan perbedaan mencapai 90% volume recovery maka destilasi
titik didih penyusun campuran. Pengukuran tersebut dianggap gagal karena tidak dapat
distilasi dilakukan untuk mengetahui memenuhi perhitungan indeks setana.
temperatur saat volume recovery mencapai Berdasarkan spesifikasi standar ASTM untuk
IBP, 10%, 50% dan 90% dan untuk minyak solar, volume produk hasil destilat
mengetahui volume destilat maksimal dicapai yang tertampung pada temperatur 300oC
karena bertujuan dalam perhitungan indeks minimal 40 mL (Hasibuan, 2007).
setana. Temperatur maksimum destilasi solar
berdasarkan metode ASTM D-86 yaitu 370 oC. 3.4.4 Pengaruh Komposisi Campuran
Pemeriksaan tersebut memberikan informasi Terhadap Viskositas
tentang proporsi fraksi ringan dan fraksi berat. Viskositas menunjukkan sifat pelumasan
Pengaruh komposisi campuran terhadap dari bahan bakar. Pengukuran kinematik
volume destilat terlihat pada Gambar 3 di viskositas dilakukan untuk mengetahui
bawah ini : kekentalan dari suatu bahan bakar atau untuk
mengetahui besarnya hambatan dalam dari
suatu cairan untuk mengalir yang berhubungan
dengan suplai konsumsi bahan bakar di ruang
pembakaran pada mesin diesel. Viskositas ini
berkaitan dengan komposisi
asam lemak bahan baku, jumlah ikatan
rangkap, dan kemurnian produk akhir.
Viskositas kinematik berbanding lurus dengan
panjang rantai karbon dan densitas. Kinematik
viskositas diukur dengan menggunakan
metode ASTM D-445. Hasil analisa kinematik
viskositas pada 141oF untuk setiap variasi
Gambar 3. Grafik Pengaruh Komposisi campuran dapat dilihat pada Gambar 4 di
Campuran Terhadap Destilat Uji bawah ini:
Destilasi

Berdasarkan Gambar. 5, hasil analisa


menunjukkan bahwa B0, B5, B10, B15 dan
B20 tertampung destilat sebanyak (99; 97; 96;
95; 95) mL (Lampiran 11). Sedangkan pada
metil ester murni destilat yang dicapai yaitu 92
mL yang menandakan bahwa fraksi berat di
dalam metil ester dari minyak jelantah cukup
tinggi. Sehingga berdampak pada destilat
campuran B5- B20 yang menandakan bahwa
fraksi berat dari metil ester juga meningkat
sehingga destilat yang dihasilkan semakin
sedikit. Residu karbon sisa destilasi dari fraksi
Gambar 4. Grafik pengamatan Kinematika
berat yang terkandung pada campuran, seiring
Viskositas
dengan nilai densitas campuran yang semakin
Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 10
Artikel Ilmiah 2018

kualitas minyak, dapat mengakibatkan


Asam lemak (asam oleat) pada metil kegagalan dalam suatu operasi dan merusak
ester minyak jelantah termasuk asam lemak mesin. Grafik pengaruh komposisi campuran
tak jenuh yang memiliki 19 atom C, pada metil ester dengan solar terhadap warna pada
minyak solar (C15-C20), viskositas Gambar 5 berikut ini :
berbanding lurus dengan berat molekul. Ketika
metil ester dicampurkan ke dalam solar terjadi
penambahan atom C dan panjang rantai
bertambah mengakibatkan naiknya berat jenis
dalam campuran. Semakin panjang rantai
karbon asam lemak dan alkohol maka
viskositas akan semakin tinggi. Sebaliknya
viskositas semakin tinggi jika minyak semakin
jenuh (Mittelbach, 2006). Semakin besar
viskositas menyebabkan bahan bakar sulit
bereaksi dalam hal penyemprotan bahan bakar
di dalam mesin sehingga tidak terjadi interaksi
dengan udara yang mengakibatkan sulit terjadi Gambar 5. Grafik Pengaruh Komposisi
pembakaran dan memperlambat kerja piston. Campuran Terhadap Warna
Berdasarkan keputusan Dirgen Migas
Tahun 2016 spesifikasi untuk bahan bakar Berdasarkan Gambar 7. Terlihat bahwa
solar standar viskositasnya yaitu 2,0-4,5 mm2/s hasil pengamatan warna menghasilkan garis
(cSt) sedangkan untuk biodiesel berdasarkan yang linier berada pada skala 1,5 (spek solar
SNI 04-7182-2015 yaitu 2,3-6,0 mm2/s (cSt). maks.3), hal ini menunjukkan bahwa metil
Dari penelitian didapatkan bahwa pada variasi ester dari minyak jelantah maupun
campuran B5-B20 mengalami peningkatan campurannya memiliki kualitas yang cukup
nilai viskositas pada kisaran 3,1-4,6 cSt, yang baik karena memiliki skala pengamatan yang
masih memenuhi standar spesifikasi minyak sama dengan warna solar murni.
solar (data perhitungan pada lampiran 12).
Semakin meningkatnya komposisi metil ester 3.4.6 Pengaruh Komposisi Campuran
pada biodiesel, maka akan semakin meningkat Terhadap Titik Tuang
pula nilai kinematik viskositasnya (makin Pengujian terhadap titik tuang dilakukan
kental). Hal ini disebabkan karena metil ester untuk mengetahui pada suhu terendah berapa
memiliki rantai karbon yang lebih panjang bahan bakar dapat mengalir dalam mesin.
daripada minyak solar. Karena dalam minyak tersebut mengandung
komponen parafin (lilin) serta adanya rantai
3.4.5 Pengaruh Komposisi Campuran karbon jenuh sehingga pada suhu rendah dapat
Terhadap Warna membentuk kristal-kristal endapan yang sulit
Pengukuran warna dilakukan untuk dipompa oleh mesin di bawah suhu titik
mengetahui indikasi ada tidaknya kontaminasi tuangnya. Berdasarkan spesifikasi solar dan
dalam sampel baik dari kandungan air ataupun SNI biodiesel nilai titik tuang maksimum 18
kotoran padat selain itu, untuk o
C. Minyak solar yang baik mempunyai titik
membedakannya secara visual dengan bahan tuang 8–10 oC di bawah titik kabut (Ayub,
bakar lain. Pengukuran warna menggunakan 2013).
metode ASTM D-1500. Warna dan kejernihan Semakin rendah titik tuang suatu bahan
adalah suatu kontrol mencegah kemungkinan bakar maka kualitas pembakaran dalam mesin
adanya kontaminasi oleh bahan bakar yang semakin baik karena bahan bakar tetap dapat
lebih berat atau air dan partikel-partikel lain kerja melumasi mesin pada suhu terendahnya.
sebab kotoran ini akan mempengaruhi Jika bahan bakar tidak dapat mengalir, bahan

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 11


Artikel Ilmiah 2018

bakar tidak dapat dialirkan ke ruang bakar dapat disemprotkan ke ruang bakar mesin
mesin artinya tidak ada pembakaran di dalam artinya tidak ada pembakaran di dalam mesin
mesin yang dapat menghasilkan panas untuk yang dapat menghasilkan panas untuk diubah
diubah menjadi energi gerak oleh piston. Besar menjadi energi gerak oleh piston. Besar
kecilnya titik tuang dipengaruhi oleh jenis dari kecilnya titik tuang dipengaruhi oleh jenis dari
minyak, serta kandungan atau komponen- minyak, serta kandungan atau komponen-
komponen yang ada dalam minyak. Selain itu komponen yang ada dalam minyak.
densitas, viskositas dan kelarutan gas dalam
minyak ikut berpengaruh juga. Apabila 3.4.7 Pengaruh Komposisi Campuran
viskositas dan densitas minyak tinggi, maka Terhadap Indeks Setana
titik beku semakin kecil. Pengaruh komposisi Pengukuran indeks setana dilakukan
terhadap titik tuang dapat dilihat pada Gambar untuk mengetahui kualitas penyalaan pada
6 di bawah ini: bahan bakar solar. Mutu penyalaan bahan
bakar diukur dengan indeks setana. Mesin
diesel memerlukan bilangan setana sekitar 50.
Bilangan setana bahan bakar adalah persen
volume dari setana dan alpha- methyl naftalen.
Setana mempunyai mutu penyalaan yang
sangat baik dan alpha- methyl naftalen
mempunyai mutu penyalaan yang buruk.
Bilangan setana 48 pada solar menandakan
campuran mengandung 48% setana dan 52%
alpha- methyl naftalen (Darmanto, 2006).
Semakin tinggi nilai indeks setana dari suatu
bahan bakar diesel maka semakin baik sifat
pembakarannya. Indeks setana ini diperlukan
untuk mencegah terjadinya suara ketukan
Gambar 6. Grafik Pengaruh Komposisi (knocking) di dalam mesin. Nilai indeks setana
Campuran Terhadap Titik Tuang diperoleh dari hasil perhitungan data densitas
Dari hasil penelitian Gambar 8. yang serta temperatur destilasi pada 10%, 50% dan
didapatkan bahwa titik tuang metil ester cukup 90% volume recovery (dengan persamaan 3.4),
tinggi hanya bertahan pada suhu 6oC menggunakan metode pada ASTM D-613.
sedangkan sampel solar bertahan pada suhu Hasil analisa indeks setana untuk setiap variasi
0oC lebih rendah daripada titik tuang metil campuran dapat dilihat pada Gambar 7
ester murni yaitu diatas 0oC (Lampiran 14). berikut:
Sehingga pada campuran B5-B20 titik
tuangnya berada pada range memenuhi
standar ASTM sesuai spesifikasi bahan bakar
yaitu (-3) sampai 2 oC. pada sampel B5 dan
B10 titik tuang mencapai temperatur rendah
yaitu -3oC dan -1oC melebihi titik tuang solar
murni sedangkan pada campuran B15 titik
tuangnya sama dengan titik tuang solar murni
yaitu 0oC menandakan bahwa komposisi B0
dan B15 hampir sama pada parameter
pengujian titik tuang. Pada campuran B20 titik
tuangnya mendekati titik tuang metil ester
murni dikarenakan volume metil ester yang
terkandung lebih banyak pada B20. Jika bahan Gambar 7. Grafik Pengaruh Komposisi
bakar tidak dapat mengalir, bahan bakar tidak Campuran Terhadap Indeks Setana

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 12


Artikel Ilmiah 2018

ester asam lemak tak jenuh memiliki bilangan


Dilihat dari Gambar 9. nilai indeks setana yang lebih kecil dibanding metil ester
setana tiap sampel mengalami peningkatan. asam lemak jenuh (r = 0). Pada penelitian ini
Indeks setana solar murni yaitu 48,5 asam lemak yang terkandung berupa asam
sedangkan setelah ditambahkan dengan metil oleat (asam lemak tak jenuh) sehingga nilai
ester maka indeks setana campuran tersebut indeks setananya tidak terlalu tinggi. (Arita,
mengalami peningkatan hingga 51,2 pada 2008). Dengan demikian dapat
campuran B20. Sedangkan pada campuran Pada penelitian ini terjadi kenaikan
B10 dan B15 mempunyai nilai indeks setana indeks setana pada campuran yang tidak
yang sama yaitu 50,1 yang menandakan tidak terlalu tinggi karena masih adanya kandungan
ada perbedaan yang signifikan terhadap air di dalam campuran, hal tersebut dapat
campuran tersebut. Peningkatan nilai indeks dilihat ketika proses distilasi berlangsung.
setana tersebut diperoleh dari indeks setana Adanya air pada campuran mengakibatkan
metil ester murni yaitu 53,5 sehingga terjadinya fluktasi yang mengakibatkan
berpengaruh juga terhadap indeks setana distilasi tidak stabil karena air yang
campuran B5-B20 (data perhitungan pada terkandung tidak terdistribusi secara homogen.
lampiran 15). Semakin banyak volume metil Nilai indeks setana juga dipengaruhi oleh
ester yang ditambahkan maka semakin temperatur destilasi dan berat jenisnya,
meningkat nilai indeks setana biosolar. semakin tinggi nilai berat jenis maka semakin
Umumnya, biodiesel memiliki angka setana kecil pula hasil perhitungan indeks setana nya.
yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar
dengan rentang angka setana dari 46-70,
sedangkan bahan bakar diesel No. 2 memiliki 4. KESIMPULAN DAN SARAN
angka setana 47-55 (Bozbas, 2005). 4.1. KESIMPULAN
Panjangnya rantai hidrokarbon yang Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
terdapat pada ester menyebabkan tingginya dapat disimpulkan bahwa :
angka setana biodiesel dibandingkan dengan 1. Terbentuknya dua lapisan pada hasil proses
solar (Knothe, 2005). Peningkatan angka esterifikasi dari minyak jelantah dengan
setana dari 48,5 menjadi 51,2 akan katalis montmorilonit karbon sulfonat,
menurunkan 5,27% emisi hidrokarbon dan lapisan atas berupa metil ester yang
karbon monoksida. Dalam kaitannya dengan memiliki berat jenis lebih kecil daripada
komsumsi bahan bakar, kenaikan angka setana gliserol sedangkan lapisan bawah berupa
akan mengurangi komsumsi bahan bakar gliserol dengan berat jenis lebih besar.
untuk kerja mesin dan juga kebisingan mesin 2. Hasil konversi asam lemak bebas metil
akibat knocking. Hasil penelitian yang telah ester dari reaksi esterifikasi minyak jelantah
dilakukan ini didapat bahwa indeks setana dari yaitu sebesar 83,925% berdasarkan sifat
biodiesel B5-B20 memenuhi standar ASTM fisiknya metil ester berwarna kuning cerah
angka setana solar minimum 48 bahan bakar memiliki kandungan air (344 ppm),
diesel dengan indeks setana yang tinggi densitas (0,8711 Kg/L), volume destilat
menunjukkan bahwa kemampuannya untuk (92mL), viskositas (4,872 cSt), titik tuang
menyala pada temperatur yang relatif tinggi. (6oC), warna (1,5 skala pengamatan) dan
Sebaliknya bahan bakar dengan nilai indeks indeks setana (53,5).
setana yang rendah menunjukkan 3. Komposisi optimum campuran metil ester
kemampuannya untuk menyala pada dan solar terdapat pada komposisi campuan
temperatur rendah. B20 yaitu dengan kandungan air (303ppm),
Metil ester memiliki densitas yang tinggi densitas (0,8615 Kg/L), volume destilat
sehingga pada saat didestilasi juga temperatur (95mL), viskositas (4,613 cSt), titik tuang
pemanasannya relatif tinggi karena adanya (2oC), warna (1,5 skala pengamatan) dan
kandungan fraksi berat pada metil ester. Metil indeks setana (51,2). B20 memenuhi

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 13


Artikel Ilmiah 2018

spesifikasi dari semua parameter uji yang ASTM D-445. Standard Test Method for Viscosity
dilakukan dan memiliki indeks setana by Viskometer @60/60oF
tertinggi, semakin tinggi nilai indeks setana ASTM D 86. Standard Test Method for
maka kualitas pembakaran semakin baik. Distillation of Petroleum Products.
ASTM D1500. Standard Test Methods for Colour
by Karl Fischery
4.2 SARAN Balogh, M and Laszlo, P. 1993. Organic
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Chemistry Using Clays. Berlin: Springer-
mengenai metil ester dari minyak jelantah Verlag. 149-154.
dengan katalis montmorilonit karbon sulfonat Bozbas. 2005. Bahan Bakar Nabati Bahan Bakar
menggunakan metode uji yang berbeda sesuai Alternatif Dari Tumbuhan Sebagai Pengganti
standar spesifikasi bahan bakar minyak jenis Minyak Bumi Dan Gas.
solar dengan variasi komposisi campuran yang Canacki, M and Gerpen, J.V. 1999. Biodiesel
lebih beragam. Production Via Acid Catalysis
UCAPAN TERIMAKASIH Transesterification. ASAE, Volume 42; 1203-
Penulis mengucapkan terima kasih 1210.
kepada Dr. Hasanudin, M.Si dan Fahma Chairil, A. 2010. Biodiesel Sebagai Bahan Bakar
Alternatif Menghadapi Perubahan Iklim.
Riyanti, M.Si yang telah berperan dalam
Jurnal Ilmiah dan Teknologi. 2(1):14-23.
membantu dan membimbing penulis dalam Darmanto, S dan Sigit, I. 2006. Analisa Biodiesel
penelitian ini. Minyak Kelapa Sebagai Bahan Bakar
Alternatif Minyak Diesel. Jurnal Unimus. 04
DAFTAR PUSTAKA (05).
Dirjen Migas. 2016. No. 28. K/10/DJM.T/2016.
Arita, S. 2008. PembuatanMetil Ester Asam Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar
Lemakdari CPO Off Grade dengan Metode Minyak Jenis Solar 48.
Esterifikasi, Transesterifikasi. Jurnal Teknik. Elisabeth, J dan Haryati, T., 2001, Biodiesel Sawit:
4 (2) : 20. Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan,
Authority, A. 2014. Pengaruh Komposit Glukosa- Warta Penelitian dan Pengembangan
Montmorillonit Terhadap Sifat Katalis Pertanian, 23 (3).
Komposit Montmorillonit Sulfonat. Skripsi. Ferdinand, R. 2014. Pengaruh Komposisi
Fakultas Matemaatika dan ILMU Montmorilonit dan Gula Tebu Terhadap Sifat
Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya. Katalis Komposit Montmorilonit-Karbon
Indralaya Sulfonat. Skripsi. Universitas Sriwijaya:
Aziz.I.,Siti.N, Badrul,U. 2011. Esterifikasi Asam Indralaya.
Lemak Bebas dari Minyak Goreng Bekas. Fessenden, J. R dan Fessenden, S. J. 1995. Kimia
Program Studi Kimia Fst Uin Syarif Organik. Erlangga : Jakarta.
Hidayatullah Jakarta. Jurnal Valensi Garpen, V. J., Shanks, B and Pruzsko, R. 2004.
02(2):384‐ 388. Biodiesel Production Technology, National
ASTM D97 Standard Test Method For Pour Point Renewable Energy Laboratory, Colorado.
of Petroleum Products Pour Point of Hadiguna, R.A., Machfud, E., Suryani A dan
Petroleum Products. Yandra. 2015. Manajemen Rantai Pasok
ASTM D6304 Standard Test Method For Minyak Sawit Mentah, Journal Logistics and
Determination of Water in Petroleum Supply Chain Management 2(1): 12-23.
Products, Lubricating Oils, and Additives by Haryanto, 2002. Biodiesel dari Minyak Goreng
Coulometric Karl Fischer Titration Bekas. Fluida Jurnal Sains dan Teknologi.
ASTM D1298 Standard Test Method For Density, Polban:Bandung.
Relative Density (Specific Gravity), or API Hani, L. 2017. Optimasi Esterifikasi Asam Lemak
Gravity of Crude Petroleum and Liquid Bebas dari Limbah Cair Minyak Kelapa
Petroleum Products by Hydrometer Method. dengan Katalis Komposit Montmorilonit-
ASTM D4737. Standard Test Method for Karbon Sulfonat dari Gula Tebu. Skripsi.
Calculated Cetane Index by Four Variable Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Equation. Alam. Universitas Sriwijaya: Indralaya.

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 14


Artikel Ilmiah 2018
Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan A.H., Mittelbach, M and Remschmidt, C. 2004.
Pattiwiri A.W dan Hendroko, R. 2006, Biodiesel: The Comprehensive Handbook,
Teknologi Bioenergi, Agromedia Pustaka: Third edition: Boersedruck Ges: Austria.
Jakarta. Mochida, I., Seong, H. Y and Wenning, Q. 2006.
Haryana, R. 2018. Optimasi Esterifikasi Asam Catalysist in Syintheses and Carbon
Lemak Bebas Dari Minyak Jelantah Dengan Precusors. Journal Braz. Chem. Soc. 6, (17),
Katalis Montmorilonit Karbon Sulfonat. 1059-1073
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Nasir, M., Toto, S dan Ijal, P. 2017. Pengaruh
Pengetahuan Alam. Universitas Sriwijaya: Penambahan Biosolar dari Virgin Coconut Oil
Indralaya. Pada Solar Terhadap Ketebalan Asap Motor
Harmita.2006. Analisa Fisika Kimia. Departement Diesel 4 Langkah. Jurnal JIT. 1(1): 50-60.
Farmasi FMIPA UI .Jakarta Nirwana, D. R. 2012. Transesterifikasi Minyak
Hasibuan, M.R. 2007. Karakterisasi Campuran Limbah Ikan Patin Menggunakan Isobutanol
Metil Ester Minyak Kelapa dengan Minyak dengan Variasi Jumlah Katalis dan Waktu
Solar Sebagai Bahan Bakar Mesin Diesel Reaksi. Skripsi. Universitas Riau : Riau.
Alternatif. Skripsi. Fakultas Matematika dan Prihandana, R., Handoko. R., Nuramin. M. 2006.
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Menghasilkan Biodiesel Murah, Mengatasi
Sriwijaya: Indralaya. Polusi dan Kelangkaan BBM. Agromedia
Hasikin, M., Wijanarko, A dan Hermansyah. 2002. Pusaka. Jakarta.
Riset Bahan Bakar Hayati (Bioethanol dan Priyatno, S., Yulia, G., Kusyanto., 2009. Ekstraksi
Biodiesel). Jakarta: Universitas Indonesia. Biji Ketapang Yang Tumbuh di Kampus UI
Indrawati, W dan Mutdasir. 2016.Pengaruh Salemba Dan Depok. Prosiding Seminar
Penambahan NaOH dan Metanol Terhadap Nasional Kimia Bahan Alam. IU-UNESCO.
Produk Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas Peeples, J.E. 1998. Biodiesel Development in
(Jelantah) dengan Metode Transesterifikasi. United State : Meeting Economic, Policy &
Jurnal Teknik. 2541-3546. Technical Challens. Proceedings of the 1988
Juan, Q., Jing, Q. L., Jin and Quan F, H. 2016. PORIM International Biofuel and Lubricant
One Step Production Of Biodiesel From Conference. 4-5 may 1998 Malaysia.
Waste Cooking Oil Catalysed By SO3H- Raharjo, S. 2010. Analisa Performa Mesin Diesel
Functionalized Quaternary Ammonium Ionic dengan Bahan Bakar Biodiesel dari Minyak
Liquid. Current Science 110(11). 2129-2134. Jarak Pagar. Jurnal Litbang Universitas
Junaeda. H., Maeda, H., Nabetani, Y., Sagara, Muhammadiyah Semarang.
A.H.Tambunanan and Abdullah. K. 2007 . Rahayu, M. 2008. Development of Biofuel in
Development of Biodiesel Production Process Indonesia. Journal of Biodiesel Technology.
as a Biofuel. Jurnal Keteknikan Pertanian Developed at University of Toronto. www.
Jakarta :205-216. Remendermagazine.com. Diakses pada
Ketaren, S. 1996. Pengantar Teknologi Minyak tanggal 10 September 2017.
dan Lemak Pangan. UI – Press: Jakarta. Rhofita, E. I. 2016. Pemanfaatan Minyak Jelantah
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak Sebagai Biodiesel: Kajian Temperatur dan
dan Lemak Pangan. UI – Press.. Jakarta. 174, Waktu Reaksi Transesterifikasi. Jurnal Ilmu-
69, 113. ilmu Teknik. 12(3).
Knothe. 2005. Biodiesel Analytical methods- Santoso, H. 2013. Pembuatan Biodiesel
national renewable energy laboratory. Menggunakan Katalis Basa Heterogen
Kusumo, A. W., Setiowati, Y dan Fathoni, K. Berbahan Dasar Kulit Telur. Skripsi.
2010. Rancang Bangun Sistem Informasi Universitas Katlolik Parahyangan : Bandung.
Penggilingan Tebu Pada Perusahaan Gula Sartika, D. 2015. Penentuan Persen Volume Fraksi
Studi Kasus Pabrik Gula Pesantren Baru. Minyak Mentah (Crude Petroleum) dengan
Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Metode Destilasi Secara ASTM D-86 di
November. Surabaya PT.Pertamina EP Region Sumatera Field.
Liu, Y., Huang, M., Long, M. H and Lei, Z. Y. Kimia F-MIPA USU. Medan.
2010. Preparation Of A Carbon-Based Solid Sharma,Y.C., Singh B and Upadhyay.S.N. 2008.
Acid Catalyst by Sulfonating Activated Advancement in Development &
Carbon In Chemical Reduction Process. Characterization of Biodiesel, Fuel. Volume
Molecules. (15): 7188-7196. 87. 2355-2373.

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 15


Artikel Ilmiah 2018

Jurusan Kimia FMIPA UNSRI halaman 16

Вам также может понравиться