Вы находитесь на странице: 1из 9

METODE ANALISA ANALITICAL HIERARCHY PROCESS

(AHP)

Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process - AHP)


dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada
tahun 1970-an yang bertujuan untuk mengorganisasikan informasi dan judgment
(penilaian) dalam memilih alternatif yang paling disukai, (Saaty, 1993). Metode
ini dapat memecahkan suatu persoalan dalam suatu kerangka berpikir yang
terorganisir, sehingga dapat menghasilkan keputusan yang efektif atas persoalan
tersebut. Selain itu metode ini juga memberikan kesempatan bagi perorangan atau
kelompok untuk membangun gagasan/ide dan mendefinisikan persoalan dengan
menyusun sebuah asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan
yang mereka inginkan.

Metode AHP sangat tepat digunakan untuk menentukan pembobotan dari


suatu faktor dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan. Juga dapat
digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang
terlibat dalam pengambilan keputusan. Metode AHP, proses keputusan kompleks
dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani
dengan mudah. Metode AHP juga dapat mengetahui konsistensi penilaian, jika
terjadi penyimpangan yang jauh dari nilai ideal, maka hal ini menunjukkan bahwa
penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang. Prinsip kerja AHP
adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik
dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki.
Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik serta sujektif
tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel
yang lain.

Menurut Saaty (1993), langkah-langkah pelaksanaan metode AHP adalah


sebagai berikut:
A. Menyusun Hierarki Fungsi.

Dalam penyusunan hierarki atau struktur keputusan dilakukan dengan


menggambarkan elemen sistem atau alternatif keputusan dalam suatu abstraksi
sistim hierarki keputusan. Berdasarkan Saaty (1993), pembentukan hierarki
tersebut dapat berupa diagram pohon yang sesuai level hierarkinya dan
merupakan derivatif dari hierarki sebelumnya seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.6, berikut:

TUJUAN

KRITERIA A KRITERIA B KRITERIA C

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4

Gambar 2.6. Model Struktur Hierarki dalam metode AHP

B. Menyusun Matriks Komparasi Berpasangan (Pair Wise


Comparison).

Penyusunan matriks ini bertujuan untuk menggambarkan kontribusi


relatif atau prioritas setiap elemen terhadap masing-masing tujuan ataupun level
kepentingan yang setingkat di atasnya. Teknik komparasi berpasangan dilakukan
untuk mengetahui tingkat kepentingan pada setiap level dengan memberikan
pembobotan pada masing-masing elemen. Pembobotan dilakukan deduktif
berdasarkan penilaian/judgement para pengambil keputusan pakar atau pun bukan
yang memahami permasalahan, berdasarkan nilai skala komparasi 1 sampai 9
dimulai dari tingkat/level tertinggi sampai terendah. Nilai skala komparasi ini
digunakan untuk mengkuantifikasi data yang bersifat kualitatif.

Proses perhitungan matriks banding berpasangan.

Persamaannya adalah: Aij = Wi/Wj .... (2.2)

dimana i = 1,2,3,...,m dan j = 1,2,3,...,m


Wi = Bobot input dalam baris
Wj = Bobot input dalam kolom

Perhitungan matriks baris berpasangan W1, W2...,Wn adalah set elemen pada suatu
tingkat keputusan dalam hierarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil; komparasi
berpasangan membentuk matriks i x j. Nilai A ij merupakan nilai matriks pendapat
hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Wi terhadap Wj seperti pada
gambar.

Matriks Banding Berpasangan.

W1 W2 ... Wj

W1 1 A12 … A1j

A = Aij = W2 1/A12 1 … A2j

Wi 1/A1i 1/A2i … 1

C. Penilaian Kriteria dan Alternatif.

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan.


Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala
terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Hierarki yang terbentuk memiliki level-
level yang memperlihatkan faktor-faktor yang hendak dianalisis seperti terlihat
pada Tabel 2.5. Pada setiap hierarki, dilakukan prosedur perhitungan
perbandingan berpasangan (pair wise). Dalam prosedur perhitungan perbandingan
berpasangan yang dilakukan, setiap faktor yang dibandingkan satu sama lain
secara konsisten dengan memanfaatkan skala pembanding yang jelas. Setiap level
dari hierarki yang ada dilakukan perbandingan berpasangan, sehingga kepentingan
ataupun preferensi dari suatu faktor dengan faktor yang lain yang ada pada
seluruh bagan akan diketahui. Dengan cara ini maka akan diketahui peran dari
masing-masing faktor yang menjadi obyek dalam penelitian yang dilakukan.
Proses perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan matriks dimana nantinya
akan diperoleh nilai-nilai perbandingan, eigenvektor, dan tingkat konsistensi.

Tabel 2.5. Penilaian Kriteria dan Alternatif metode AHP

Ket : Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai


perbandingan B dengan A.

D. Penentuan Prioritas.

Langkah pertama dalam menetapkan prioritas untuk setiap kriteria dan


alternatif adalah dengan membuat perbandingan berpasangan (pairwise
comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan
peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria
kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan
untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan
manipulasi matriks.

E. Konsistensi Logis.

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara


konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Manusia mempunyai
kemampuan untuk menetapkan relasi antar obyek atau antar pemikiran
sedemikian sehingga koheren, yaitu obyek-obyek atau pemikiran itu saling terkait
dengan baik dan kaitan mereka menunjukkan konsistensi. Konsistensi berarti dua
hal. Yang pertama, bahwa pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan
menurut homogenitas dan relevansinya. Yang kedua adalah bahwa intensitas
relasi antar gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu,
saling membenarkan secara logis.

Perhitungan Manipulasi Matriks.


a. Kuadrat dari matriks A.
A dikuadratkan menjadi A’ij. Elemen A’ij jika ditulis secara matematis
adalah
m

a’ij=  (a
i 1, j1
ij .a ji ) ...

(2.3)
b. Perhitungan jumlah bobot dalam baris A’ij.
m
Bb =  a'
i 1
i
...

(2.4)

c. Perhitungan Jumlah dari jumlah bobot dalam baris A’ij.


m m
BT =  a' i
j1 i 1 ...

(2.5)
d. Matriks Stokastik (normalisasi) dihasilkan dengan merubah jumlah bobot

 a'
i 1
i

baris A’ij. B’b = m m

 a'
j1 i 1
i
...

(2.6)

Prosedur di atas merupakan proses iterasi yang pertama. Pada iterasi kedua,
maka matriks A’ij dikuadratkan. Matriks hasil kuadrat ini selanjutnya disebut
matriks A”ij. Selanjutnya dilakukan proses perhitungan b, c, dan d. Prosedur iterasi
akan berhenti apabila selisih nilai eigen (Nilai Eigen adalah B b dari matriks
stokastik) sebelum dan sesudah sudah tidak berbeda sampai 4 (empat) angka
desimal.

F. Perhitungan Consistency Ratio (CR).

CR merupakan parameter untuk mengetahui apakah perbandingan


berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak, dengan nilai ratio CR
yang dianggap baik yaitu apabila CR  0,1 dimana CR merupakan perbandingan
antara CI dan RI. Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh
Oarkridge Laboratory yang berupa Tabel 2.6 berikut:

Tabel 2.6. Nilai Random Indeks (RI)


Untuk menentukan Consistency Ratio (CR) dihasilkan dengan mengalikan
matriks perbandingan berpasangan awal dengan nilai eigen pada iterasi terakhir,
atau dalam ekspresi matematik dapat ditulis :

 1 A12 ... A1 j   Bbn1 


1 / A  n 
1 ... A2 j   Bb 2 
{CR}mx 1 = 
12

   
    ...
1 / A1i 1 / A2i ... 1   Bbm
n 

(2.7)

n menandakan tingkat prosedur iterasi.

Selanjutnya dilakukan perhitungan vektor konsistensi (Consistency Vector).

 CR1 / Bbn1 
 n 
CR2 / Bb 2 
{CV} =  
  ... (2.8)
CRm / Bbin 

Nilai rata-rata (p) dari vektor konsistensi dapat ditulis :

p=  CV
i 1
i

m ...

(2.9)

Nilai Konsistensi Indeks (CI) dapat dihitung sebagai berikut :

CI = p  m  CV i  m2
 i 1
... (2.10)
m 1 m2  m

Setelah nilai CI didapat maka nilai Consistency Ratio (CR) dapat dihitung
menjadi
CR = CI / RI ... (2.11)

RI ditentukan berdasarkan banyaknya alternatif, ”m”

Вам также может понравиться

  • Surat
    Surat
    Документ1 страница
    Surat
    Islan ,
    Оценок пока нет
  • Surat
    Surat
    Документ1 страница
    Surat
    Islan ,
    Оценок пока нет
  • Surat
    Surat
    Документ1 страница
    Surat
    Islan ,
    Оценок пока нет
  • XXXX
    XXXX
    Документ2 страницы
    XXXX
    Islan ,
    Оценок пока нет
  • 2015-1-00130-MN Bab2001
    2015-1-00130-MN Bab2001
    Документ34 страницы
    2015-1-00130-MN Bab2001
    Rina Amelia Silalahi
    Оценок пока нет