Вы находитесь на странице: 1из 24

STUDY KASUS ASFIKSIA

Jumat, 23 November 2012


BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir (BBL)


2.1.1 Definisi
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan lebih dari atau sama
dengan 37 minggu dengan berat lahir 2500– 4000 gram.
Pada waktu kelahiran, sejumlah adaptasi psikologik mulai terjadi pada tubuh bayi baru lahir,
karena perubahan dramatis ini, bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan
bagaimana ia membuat suatu transisi yang baik terhadap kehidupannya diluar uterus. Bayi
baru lahir juga membutuhkan perawatan yang dapat meningkatkan kesempatan menjalani
masa transisi dengan berhasil. Tujuan Asuhan Kebidanan yang lebih luas selama masa ini,
adalah memberikan perawatan komprehensif kepada bayi baru lahir pada saat ia dalam
ruang rawat, untuk mengajarkan orang tua bagaimana merawat bayi mereka, dan untuk
memberi motivasi terhadap upaya pasangan menjadi orang tua, sehingga orang tua percaya
diri dan mantap, (Patricia W. Ladewig. 2006).
Periode transisional mencakup tiga periode, meliputi periode pertama reaktivitas, fase tidur,
dan periode kedua reaktivitas. Karakteristik masing-masing periode memperlihatkan
kemajuan bayi baru lahir. Beberapa saat dan beberapa jam dari awal kehidupan ekstrauterin
bayi baru lahir merupakan keadaan yang paling dinamis. Pada saat kelahiran bayi berubah
dari keadaan ketergantungan sepenuhnya kepada ibu menjadi tidak tergantung secara
fisiologis, perubahan proses g yang kompleks ini dikenal sebagai transisi.

2.1.2 Periode Transisi


Karakteristik perilaku terlihat nyata selama jam transisi segera setelah lahir. Masa transisi ini
mencerminkan suatu kombinasi respon simpatik terhadap tekanan persalinan (tachypnea,
tachycardia) dan respon parasimpatik (sebagai respon yang diberikan oleh kehadiran
mucus, muntah, dan gerak peristaltic). Periode transisi dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Reaktivitas I (The First Period Of Reactivity)
Dimulai pada masa persalinan dan berakhir setelah 30 menit. Selama periode ini detak
jantung cepat dan pulsasi tali pusat jelas. Warna kulit terlihat sementara sianosis atau
akrosianosis. Selama periode ini mata bayi membuka dan bayi memperlihatkan perilaku
siaga. Bayi mungkin menangis, terkejut atau terpaku. Selama periode ini setiap usaha harus
dibuat untuk memudahkan kontak bayi dan ibu. Membiarkan ibu untuk memegang bayi
untuk mendukung proses pengenalan. Beberapa bayi akan disusui selama periode ini. Bayi
sering mengeluarkan kotoran dengan seketika setelah persalinan dan suara usus pada
umumnya terdengar setelah usia 30 menit. Bunyi usus menandakan sistem pencernaan
berfungsi dengan baik. Keluarnya kotoran sendiri, tidak menunjukkan kehadiran gerak
peristaltic hanya menunjukkan bahwa anus dalam keadaan baik. (Varney Midwifery. 2004).

Lebih jelas dapat dilihat secara karakteristiknya yaitu:


1) Tanda-tanda vital bayi baru lahir sebagai berikut: frekuensi nadi apikal yang cepat
dengan irama yang tidak teratur, frekuensi pernafasan mencapai 80x/menit, irama tidak
teratur dan beberapa bayi mungkin dilahirkan dengan keadaan pernafasan cuping hidung,
ekspirasi mendengkur serta adanya retraksi.
2) Fluktuasi warna dari merah jambu pucat ke sianosis.
3) Bising usus biasanya tidak ada, bayi biasanya tidak berkemih ataupun tidak mempunyai
pergerakan usus, selama periode ini.
4) Bayi baru lahir mempunyai sedikit jumlah mukus, menangis kuat, reflek isap yang kuat.
Tip khusus : selama periode ini mata bayi terbuka lebih lama, dari pada hari-hari
selanjutnya, saat ini adalah waktu yang paling baik untuk memulai proses periode
perlekatan karena bayi baru lahir dapat mempertahankan kontak mata untuk waktu yang
lama.
b. Fase Tidur (Period Of Unresponsive Sleep)
Berlangsung selama 30 menit sampai 2 jam persalinan. Tingkat tarif pernafasan menjadi
lebih lambat. Bayi dalam keadaan tidur, suara usus muncul tapi berkurang. Jika mungkin
bayi tidak diganggu untuk pengujiaan utama dan jangan memandikannya. Selama masa
tidur memberikan kesempatan pada bayi untuk memulihkan diri dari proses persalinan dan
periode transisi ke kehidupan di luar uterin. (Varney Midwifery. 2004)

c. Periode Reaktivitas II (The Second Period Of Reaktivity) / transisi ke-III.


Berlangsung selama 2 sampai 6 jam setelah persalinan. Jantung bayi labil dan terjadi
perubahan warna kulit yang berhubungan dengan stimulus lingkungan. Tingkat pernafasan
bervariasi tergantung pada aktivitas. Neonatus mungkin membutuhkan makanan dan harus
menyusu. Pemberian makan awal penting dalam pencegahan hipoglikemia dan stimulasi
pengeluaran kotoran dan pencegahan penyakit kuning. Pemberian makan awal juga
menyediakan kolonisasi bakteri isi perut yang mengarahkan pembentukan vitamin K oleh
traktus intestinal. Neonatus mungkin bereaksi terhadap makanan pertama dengan cara
memuntahkan susu bersama mucus. Ibu harus diajari cara menyendawakan bayinya. Setiap
mucus yang terdapat selama pemberian makan awal dapat berpengaruh terhadap
kecukupan pemberian makanan, terutama jika mucus berlebihan. Kehadiran mucus yang
banyak mungkin mengindikasikan masalah seperti esofagial atresia, mucus bernoda
empedu menunjukkan adanya penyakit pada bayi dan pemberian makan perlu ditunda
sehingga penyebabnya diselidiki secara menyeluruh.
Periode transisi ke kehidupan ekstrauterin berakhir setelah periode kedua reaktivitas. Hal ini
terjadi sekitar 2-6 jam setelah persalinan. Kulit dan saluran pencernaan neonatal belum
terkolonisasi oleh beberapa tipe bacteria. Oleh karena itu neonatal jangan diproteksi dari
bacteria menguntungkan. Semua perawat harus mencuci tangan dan lengan bawah selama
3 menit dangan sabun antibakteria sebelum menyentuh bayi. Aktivitas ini merupakan
proteksi yang berguna terhadap infeksi neonatal. APGAR SCORE harus dinilai selama
periode ini. (Varney Midwifery. 2004)

2.1.3 Pengkajian Dan Intervensi Tambahan Pada Periode Transisional


Pengkajian dilakukan per 30 menit x 2, per 1 jam dan kemudian per 8 jam jika stabil. Pada
beberapa jam pertama kehidupan pengkajian dilakukan pada :
1. Tanda-tanda vital yaitu, suhu tubuh, frekuensi nadi dan frekuensi respirasi (pernafasan).
2. Timbang berat badan bayi dan ukur panjang badan bayi, lingkar kepala dan lingkar
dada. Untuk menentukan panjang badan, letakkan bayi datar pada punggungnya dengan
posisi kaki lurus sebisa mungkin, pegang kepala agar tetap pada ujung atas pita ukur, dan
dengan lembut renggangkan kaki kebawah menuju ujung bawah pita. Untuk mengukur
lingkaran kepala letakkan pita melewati bagian oksiput yang paling menonjol, dan tarik pita
mengelilingi bagian atas alis. Panjang lingkaran kepala kira-kira 2 cm lebih besar, dari pada
lingkar dada bayi saat kelahiran. Untuk mengukur lingkar dada, letakkan pita ukur pada tepi
terendah skapula dan tarik pita mengelilingi bagian anterior diatas garis puting.
3. Lakukan pengkajian usia gestasi bayi baru lahir selama 4 jam pertama kehidupan bayi,
sehingga masalah yang belum berkaitan dengan usia gestasi dapat dikenali. Alat ukur klinis
pengkajian usia gestasi mempunyai dua komponen yaitu :
a. Karakteristik fisik
Dapat dikaji diatas 24 jam pertama. Perkembangan neuromuskular dapat dipengaruhi oleh
ketidak stabilan sistem saraf bayi baru lahir, atau oleh proses persalinan dan kelahiran.
Tanda ini dapat dikaji pada 24 jam pertama; namun, jika temuan laboratorium secara drastis
berbeda dengan usia gestasi yang ditentukan dengan cara melihat karakteristik fisik,
pengkajian dapat diulang setelah 24 jam. Hal-hal yang dikaji adalah :
1) Kulit
Pada neonatus preterm tampak tipis dan transparan, dengan vena menonjol di abdomen
pada awal masa kehamilan. Saat masa kelahiran semakin dekat, kulit tampak buram karena
peningkatan jaringan subkutan, hilangnya pelindung verniks kaseosa meningkatkan
deskuamasi kulit (pengelupasan).
2) Lanugo
Sejumlah rambut berwarna terang, yang menutupi permukaan, jumlahnya berkurang seiring
peningkatan usia gestasi. Jumlah lanugo paling banyak pada minggu ke-28. Sampai ke 30
dan kemudian menghilang, mula-mula timbul didaerah wajah kemudian ke daerah dada dan
ekstremitas.
3) Telapak Kaki (Lipatan Kaki)
Perlu dikaji pada 12 jam kelahiran karena setelah itu kulit kaki mulai mengering, dan lipatan
permukaan menghilang. Perkembangan lipatan kaki dimulai pada ujung telapak kaki, dan
terus menuju kebawah sampai ketumit.
4) Areola
Areola di inspeksi, dan pucuk jaringan mamae dapat di palpasi dengan lembut untuk
menentukan ukuran. Penting sekali untuk meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada
jaringan ini, dan digulirkan di atas puting untuk menentukan ukuran, daripada dengan
mencubit jaringan. Metode pengukuran lainnya termasuk meletakkan penggaris, tepat diatas
puting mamae untuk pengukuran yang lebih akurat. Kebanyakan perawat yang
berpengalaman, sering kali telah merasa cukup melakukan pengkajian hanya dengan
memperkirakan ukuran dengan sangat akurat.
5) Bentuk telinga dan Kartilago
Bentuk telinga dan kartilago berubah sejalan masa gestasi. Pada mula minggu ke-36
beberapa kartilago dan pinna atas yang tidak tertutup, dan pinna yang dapat membuka
kembali secara perlahan ketika dilipat. Untuk mengkaji pantau bentuk telinga, lalu lipat ujung
telinga kearah depan, berlawanan arah sisi kepala, lepaskan dan pantau hasilnya.
6) Genitalia
Berubah penampakannya selama masa gestasi karena sejumlah lemak subkutan tampak.
Genetalia perempuan pada minggu ke-30 hingga ke-32 mempunyai klitoris yang menonjol,
dan labia mayora bentuknya kecil, serta letak antara kedua sisinya terpisah jauh. Pada usia
minggu ke-36 hingga ke-40, labia hampir menutupi klitoris, dan juga pada masa lebih dari
minggu ke-40, labia mayora secara utuh menutupi klitoris. Lakukan pengkajian dengan cara
pemantauan. Genitalia Laki-laki di evaluasi untuk menilai ukuran kantong skrotum, adanya
rugae dan penurunan testis, pantau ukuran kantong skrotum dan ada atau tidak adanya
rugae, kantong skrotum dapat diraba secara lembut untuk menentukan penurunan testis.
b. Karakteristik Neurologis
1) Posisi Istirahat
Biasanya dikaji saat bayi berbaring, sehingga bayi tidak terganggu, dengan melakukan
pengkajian tetap diatas permukaan kasur bayi.
2) Square Window (pergelangan tangan)
Dapat diketahui dengan cara memfleksikan tangan bayi ke lengan bagian bawah bagian
ventral. Sudut yang dibuat oleh pergelangan tangan diukur, (dengan cara taksiran dan
mencocokkannya dengan nilai sudut yang ada pada alat penilaian).
3) Rekoil Tangan
Adalah uji perkembangan fleksi. Uji ini yang paling baik dikaji setelah satu jam pertama
kehidupan, ketika bayi telah mempunyai waktu penyesuaian dengan situasi stress kelahiran.
Untuk mengkaji, letakkan bayi pada posisi supine, fleksikan total kedua siku (dengan
memegang tangan bayi dan menempatkan tangan keatas dan menempel pada lengan
bawah), pegang tangan ini pada posisi 5 detik, lalu kemudian lepaskan. Pada saat
melepaskan, siku bayi cukup bulan akan membentuk sudut kurang dari 90o , dan secara
cepat terjadi hingga posisinya kembali ke posisi fleksi. Lengan bayi preterm mempunyai
waktu rekoil yang lebih lambat dan membantuk sudut lebih besar dari 90o .Ppengkajian
rekoil lengan sebaiknya dilakukan bilateral, sehingga dapat mengklarifikasikan adanya
kelumpuhan brakialis.
4) Sudut Popliteal
Ditentukan dengan cara membaringkan bayi dalam posisi terlentang, fleksikan paha sampai
ke arah abdomen atau daerah dada pada bayi baru lahir, dan letakkan jari telunjuk anda
yang lain dibelakang pergelangan kaki bayi untuk melebarkan tungkai bawah, hingga
didapati resistansi, kemudian ukur sudut yang terbentuk, hasilnya sangat beragam, dari
tidak terdapatnya resistensi pada bayi yang sangat matur, hingga didapati sudut sebesar
80o pada bayi term.
5) Tanda Scarf
Diperoleh dengan cara meletakkan bayi baru lahir pada posisi terlentang, lalu tarik lengan
kedada menuju bahu bayi yang berada pada posisi yang berlawanan, hingga resistansi yang
didapat. (bayi baru lahir perlu tetap berbaring terlentang, letak siku ini kemudian dicatat
dengan membandingkan tumpuan siku kegaris tengah dada).

6) Lutut Ke Telinga
Dilakukan dengan cara meletakkan bayi pada posisi terlentang, dan saat memfiksasi paha
tetap pada tempat tidur, secara lembut tarik kaki menuju ketelinga, tetap pada sisi yang
sama, hingga didapat resistansi. Baik derajat ekstensi lutut dan kedekatan kaki ke telinga
perlu dikaji. Bila usia gestasi yang sangat kurang memperlihatkan peningkatan resistansi
pada gerakan ini. Jika bayi baru lahir sebelumnya dilakhirkan dengan posisi sungsang,
pengkajian ini harus ditunda hingga tungkai posisinya kembali lebih normal.
4. Pemberian salep eritromisin (Ilotycin) (atau obat tetes nitra perak) ke mata bayi.
Pemberian ini merupakan pengobatan profilaktik mata yang resmi, untu Neisseria
gonnarrhoea, yang dapat menginfeksi bayi baru lahir selama proses persalinan. Ilotycin
memiliki kegunaan untuk mengobati gonore dan klamidia, dan obat ini juga sedikit
mengiritasi mata bayi, iritasi ini dapat mengakibatkan peninkatan pembengkakan dan rabas.
5. Pemberian dosis profilaksis vitamin K. Vitamin K diberikan unuk mencegah perdarahan,
yang bisa muncuk karena kadar protrombin rendah pada beberapa hari pertama kehidupan
bayi.
6. Kaji kadar gula darah. Tetesan darah untuk sampel diambil dengan “heel stick” dan
tentukan kadar gula darah. Strip reagen oksidasi glukosa atau penganalisa oksidasi glukosa
atau penganalisa oksidasi glokosa seharusnya didapati sebesar ˃40mg/dL; nilai˂40 mg/dL
memerlukan tindak lanjut dengan penggunaan sampel darah yang berasal dari pengambilan
darah pusat (pengambilan darah dari vena ditangan atau wilayah antekubital) untuk evaluasi
labolatorium lebih lanjut. Pengobatan dimulai bila diperlukan. Waspada terhadap
hipoglekemia pada bayi berisiko tinggi, seperti bayi kecil untuk masa gestasi, bayi dari ibu
penderita diabetes, preterm cukup untuk masa gestasi, dan bayi yang lainnya yang
mengalami trauma selama persalinan dan kelahiran. Diluar tanda-tanda hipoglikemia,
adalah latergi, kegugupan yang berlebihan, makan sedikit, muntah, pucat, apnea,
pernafasan yang tidak teratur, dan atau tremor.
7. Pertahankan suhu tubuh dengan menggunakan penghangat radian yang terkontrol, alat
pemeriksaan diletakkan tepat pada abdomen bayi baru lahir, dibawah iga atu diatas area
hati. Alat pemeriksaan ini menunjukkan suhu tubuh bayi baru lahir, penghangat radian akan
merespon dengan cara menjadi lebih hangat atau dingin. Waspada terhadap bayi yng
berisiko hipotermia (suhu tubuh < 36,5oC), termasuk preterm, kurang untuk masa gestasi
dan setiap bayi yang bermasalah saat kelahiran, jika suhu tubuh bayi 36,5oC atau
dibawahnya (melalui alat suhu aksila atau kulit), penghangat kembali dibutuhkan. Letakkan
bayi dibawah penghangat radian, lepaskan pakaian dengan demikian kulit dapat
dihangatkan, saat alat yng menempa dikulit menunjukkan bahwa nilai suhu tubuh yang
diinginkan sudah tercapai, periksa kembali suhu aksila. Bayi dinyatakan dapat dipindahkan
dari penghangat, namun suhu aksila harus kembali diperiksa setiap 30 menit sampai bayi
telah mempertahankan suhu tubuh normalnya selama 2 jam. Kesuksesan transisi
kelingkungan ekstrauterin ditandai dengan ditemukannya tanda-tanda vital yang stabil, dan
bayi dapat mengikuti siklus terjaga-tidur dan makan, defekasi dan pola berkemih.

2.2 Tafsiran Maturitas Neonatus


Mengetahui dengan tepat lamanya masa gestasi untuk tiap neonatus sangat penting karena:
a. Pengetahuan ini penting untuk penatalaksanaan tiap neonatus terutama bayi BBLR
serta individu,
b. Faktor maturasi bayi sangat berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas perinatal.
c. Pengetahuan ini sangat penting untuk menilai tingkat perkembangan bayi prematur.
d. Penelitian fisiologis neonatus dilakukan dengan mempertimbangkan lamanya masa
gestasi.
Sampai sekarang ternyata berat badan lahir tidak memuaskan bila digunakan sebagai
indeks maturasi neonatus. Karena itu para sarjana mencoba menciptakan beberapa cara
untuk menaksir umur atau lamanya masa gestasi bayi pada saat bayi dilahirkan. Cara yang
sampai sekarang digunakan ialah:
1. Menghitung lamanya masa gestasi dengan menggunakan perhitungan “hari pertama
haid terakhir” (HPHT). Keterangan yang tepat mengenai HPHT akan dapat digunakan untuk
menentukan masa gestasi dengan tepat pula. Tetapi pengalaman menunjukan bahwa
senantiasa dapat terjadi kekeliruan dalam penentuan HPHT. Menurut Finnstrom, walaupun
HPHT dapat diingat oleh ibu, biasanya masih ada kesalahan lebih kurang 1 minggu dari
pada lama masa gestasi yang sebenarnya. Dalam menggunakan HPHT untuk menghitung
masa gestasi, harus waspada terhadap tanggal HPHT yang dapat salah, selalu ada variasi
waktu antara HPHT dan ovulasi, kemungkinan terjadinya “time lag” antara koitus yang
menyebabkan kehamilan dan ovulasi atau antara ovulasi dan koitus.
2. Penilaian ukuran antropometrik
a. Berat Badan Lahir (BBL). BBL merupakan indeks yang terburuk untuk menentukan
masa gestasi neonatus. Hal ini disebabkan BBL sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. BBL
kurang atau sama dengan 2500 gram tidak dapat dipandang sebagai unit yang homogen.
Bayi BBLR dapat merupakan bayi prematur murni atau dismatur. Jadi lama masa gestasi
untuk BBLR sangat bervariasi.
b. Ukuran antropometrik lain, yaitu “crown heel length”, lingkaran kepala, diameter
oksipito-frontal, diameter biparietal dan panjang badan. Menurut Finnstrom, dari semua
ukuran tersebut diatas hanya ukuran lingkaran kepala yang mempunyai korelasi yang baik
dengan lamanya masa gestasi. Untuk ini ia menemukan “confidence limit” kira-kira 26,1 hari.
3. Pemeriksaan radiologis.
Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui lamanya masa gestasi dengan meneliti pusat
epifisis.
4. “Motor conduction velocity”
Pemeriksaan ini ialah dengan mengukur “Motor conduction velocity” dari nervus ulnaris.
5. Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG)
6. Penilaian karakteristik fisis.
Penilaian karakteristik fisis luar dari beberapa alat tubuh ternyata mempunyai hubungan
dengan maturitas bayi. Dari semua kriteria eksternal yang dapat dinilai untuk menentukan
masa gestasi neonatus, kriteria yang disebutkan dibawah ini ialah yang terbaik mempunya
hubungan dengan masa gestasi. Kriteria tersebut ialah bentuk puting susu, ukuran mamae,
“plantar creases”, rambut kepala, transparasi kulit, membran pupil, alat kelamin, kuku dan
tulang rawan telinga. Hasil penilaian kriteria eksternal ini bervariasi, untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik, beberapa sarjana mengadakan skor terhadap kriteria eksternal ini dan
kolerasi antara skor dengan masa gestasinya. Dikenal beberapa sistem skor, yaitu sistem
skor Farr (1966), Finnstrom (1972) dan sistem skor Dubowitz yang merupakan kombinasi
sistem skor kriteria eksternal dan kriteria neurologis (1970).
Kriteria

Masa Gestasi

Sampai 36 minggu
37 – 38 minggu
39 minggu
Plantar creases’

Diameter nodul mama

Rambut kepala

Daun telinga

Testis dan skrotum


Bagian anterior : hanya ada ‘transverse crease’
2 mm

Halus

Lentur, tidak bertulang rawan

Testis dikanal bawah


Skrotum kecil
Ruga sedikit
Meliputi 2/3 anterior

4 mm

Halus

Sedikit tulang rawan

Intermedia
Seluruh telapak kaki

7 mm

Kasar

Kaku, tulang rawan tebal

Testis pendulum
Skrotum penuh
Ruga ekstensif

TABEL 2.1 HUBUNGAN ANTARA MASA GESTASI DAN BEBERAPA KRITERIA


EKSTERNA PADA BAYI BARU LAHIR

TABEL 2.2 : KRITERIA NEUROLOGIS UNTUK MENENTUKAN


MATURITASI NEONATUS

24 Minggu
28 Minggu
32 Minggu
34 Minggu
37 Minggu
41 Minggu
Posisi

Popliteal angle
Hear to ear
Manouver

Berjalan
Otomatik

Refleks moro
Reflaks menghisap
Reflek cahaya
pupil
Glabellar tap refleks
Neck traction refleks
Neck righting refleks
Head turning to light
Lateral
Dekubitus

180 o

Tanpa tahanan

Belum jelas

Lemah

-
Estensi totol (hipotoni)

180 o

Tanpa tahanan
0

Lemah

Lemah

29 minggu (+)

-
E.A. : estensi
E.B. : tonus meningkat
180 o

Sedikit tahanan

Baik

Lemah

(+)

(+)

-
E.A.: Extensi
E.B. : flexi
(frog)
120 o

Susah

Minimal

Baik
Lemah

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)
Flexi pada E. A. Dan E.B.

90 o

Hampir tidak mungkin

Jalan pada ujung kaki


Baik

Baik

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)
Flexi total

90 o

Tidak mungkin

Jalan pada tumit


Baik

Baik

(+)

(+)
(+)

(+)

(+)

7. Penilaian kriteria neurologis.


Telah lama diketahui bahwa beberapa kriteria neurologis atau refleks tertentu baru timbul
pada suatu masa gestasi. Berdasarkan hal itu para sarjana mencoba menafsirkan masa
gestasi neonatus dengan mencari korelasi antara kriteria neurologis dengan lamanya masa
gestasi. Pada tabel diatas (tabel 2) dapat dilihat beberapa kriteria neurologis yang dapat
terlihat pada masa gestasi tertentu. Cara penilaian masa gestasi dengan kriteria eksternal
dan neurologis merupakan cara penaksiran maturitas yang paling mendekati kebenaran,
dengan membuat kombinasi beberapa cara penilaian, ketelitian dalam penafsiran
bertambah baik. Menurut Finnstrom cara yang paling mendekati ialah kombinasi dua
daripada 3 cara dibawah ini, yaitu karakteristik eksternal, kriteria neurologis dan lingkar
kepala.

8. Penilaian menurut Dubowitz.


Penilaian menurut Dubowitz adalah dengan menggabungkan hasil penialain fisik eksternal
dan neurologis. Kriteria neurologis diberikan skor, demikian pula kriteria fisik eksternal.
Jumlah skor fisik dan neurologis dipadukan dengan menggunakan grafik regresi linier dicari
masa gestasinya.
9. Penilaian masa gestasi berdasarkan 10 kriteria fisik neurologis pada bayi baru lahir
telah diteliti dibagian Ilmu Kesehatan Anak RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (Monintja
dkk, 1980) kriteia yang dipakai ialah kriteia marfologik dan neurologis dari penelitian
terdahulu (Usher dkk,1966; Robinson, 1966; Atmiel-Tison, 1986) yang dipilah berdasarkan
kelayakan dan kemudahan pelaksanaanya. Cara penilaian masa gestasi ialah dengan
memeriksa ciri morfologik dan neurologis pada bayi baru lahir, dan selanjutnya disesuaikan
dengan masa gestaasi dengan memakai cara yang dianjurkan Dubowitz dkk (1970) (Ilmu
Kesehatan Anak, Jilid 3).

No
Kriteria
Skor
0
1
2
3
4
1.
Edema
- Edema jelas pada tangan dan kaki
- Pretibia : ‘pitting’
Edema tak jelas pada tangan + kaki pretibia : pitting
Tanpa Edema
-
-
2.
Jaringan kulit
Tipis sekali seperti gelatin
Tipis dan licin
Licin, sedikit menebal terdapat erupsi kecil atau pengelupasan
- Penebalan sedang
- Pecah-pecah superfisil
- Pengelupasan terutama tangan dan kaki
- Tebal dan kering
- Terdapat pecahan superfisil dan dalam
3.
Warna kulit
Merah
Merah muda menyeluruh
Merah muda, pucat, bervariasi pada seluruh tubuh.
Pucat, hanya merah muda pada kuping, bibir, telapak tangan dan kaki.
-
4.

Terlihat banyak vena, besar kecil terutama di dinding perut


Terlihat vena dan cabang-cabangnya
Beberapa pembuluh besar jelas terlihat pada dinding abdomen
Beberapa pembuluh darah besar samar terlihat pada dinding abdomen.
Tak terlihat pembuluh darah
5.
Lanugo (di punggung)
Tak ada
Banyak : panjang dan tebal diseluruh punggung
Rambut menipis terutama pada punggung bawah
Terdapat sedikit lanugo dan daerah tak berambut
Kira-kira setengan dari punggung tak ada lanugo
6.
Garisan telapak tangan
Tak terdapat garisan
Pada ½ anterior telapak kaki ada garis merah yang samar-samar
Garis merah yang jelas pada lebih ½ anterior indentasi pada 1/3 anterior
Indentasi lebih daripada ½ anterior
Indentasi jelas dalam > 1/3 anterior
7.
Perkembangan putting susu
Putting baru terlihat samar-samar tanpa areola
Putting berbatas tegas, areola licin dan datar, diameter <0,75cm
Areola bertitik-titik di pinggir datar. Diameter < 0,75 cm
Areola bertitik-titik di pinggir tinggi. Diameter < 0,75 cm
-
8.
Besarnya mamma
Tak teraba jaringan mamma
Teraba jaringan mamma pada satu atau dua pihak, diameter < 0,5 cm
Jaringan mamma pada dua pihak diameter 0,5-1,0 cm
Jaringan mamma pada kedua diameter 1 cm. Lipatan pada pinggiran.
-
9.
Bentuk kuping
Pinna datar, tak berbentuk, tak ada lipatan, atau sangat sedikit
Terdapat lipatan sedikit pada bagian pinna.
Pelipatan tak sempurna pada semua pinna bagian atas
Pelipatan yang jelas pada semua pinna bagian atas
-
10.
Elastisitas kuping
Pinna lembek, mudah dilipat. Rekoil (-)
Pinna lembek, mudah dilipat. Rekoil - pelan
Terdapat tulang rawan pada bagian pinna. Bagian lain lembek. Rekoil baik
Pinna keras tulang rawan pada pinggiran. Rekoil cepat.
-
11.
Genitalia♂

Genitalia ♀
Desensus testis
O
Sekurang-kurangnya satu testis masih tinggi pada skrotum
Sekuranng-kurangnnya satu testis turun dengan baik
-
-
Labia mayor terbuka lebar, labia minora menonjol
Labia mayora hampir menutupi labia minora
Labia mayora menutupi seluruh bagian labia minora.
-
-

TABEL 2.3 : KRITERIA FISIK LUAR


TABEL 2.4 PENILAIAN MASA GESTASI NEONATUS

GAMBAR 2.1 PENILAIAN KRITERIA NEUROLOGIS

GAMBAR 2.2 GARFIK HUBUNGAN SKOR TOTAL DAN MASA KEHAMILAN

2.3 Konsep Teori Asfiksia Neonatorum


2.3.1 Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
atau segera setelah lahir (Aminullah, A.2005).
Asfiksia Neonatorum keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah dilahirkan (Rustam Mochtar, 2007).
Asfiksia Neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. (Wiknjosastro, 2005).
Asfiksia Neonatorum berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi organ vital lainnya (Sarwono Prawiroharjo, 2002).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG, 2002).
Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara
spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir (DEPKES
RI, 2004).
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat. Apabila Asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut
jantung juga mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskular mulai berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnue yang dikenal sebagai apnue primer.

2.3.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Hipoksia janin yang menyebabkan Asfiksia Neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran
gas serta transfor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2
dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat
kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal
yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun
seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain. Pada keadaan terakhir ini
pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta pemberian zat-zat
makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat dicegah atau
dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna, sehingga perbaikan
sedini-dininya dapat diusahakan.
Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu
menyebabkan anoksia atau hipoksia janin dan berakhir dengan Asfiksia bayi. Keadaan ini
perlu dikenali agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna saat bayi lahir. Faktor-faktor
yang mendadak ini terdiri atas :

a. Faktor-faktor dari pihak janin


1) Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
2) Depresi pernafasan karena obat-obat anestesia/analgetika yang dinerikan kepada ibu,
perdarahan intrakranial, dan kelainan bawaan (hernia daifragmatika, atresia saluran
pernafasan, hipoplasia paru-paru dan lain-lain).
b. Faktor-faktor dari pihak ibu
1) Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada plasenta pervia
3) Hipertensi dan eklampsi
4) Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta (Sarwono Prawirohadrjo,
2007).

2.3.3 Diagnosis
Asfiksia Neonatorum yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia
/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin.
a. Denyut Jantung Janin (DJJ)
Frekuensi normal ialah antara 120-160 denyutan semenit, selama his frekuensi ini bisa
turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan DJJ umumnya
tidak banyak berarti, akan tetapi apabia frekuensi turun sampai 100 permenit diluar his, dan
lebih-lebih jika tidak teratur karena hal itu merupakan tanda bahaya.
b. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium dalam presentasi-sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan adanya gangguan oksigenasi dan menimbulkan kewaspadaan.
Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi
untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopyang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah itu diperiksa pH-nya. Adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberpa penulis.

2.3.4 Klasifikasi
a) Asfiksia Berat (Nilai Apgar 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, pemberian Oksigen terkendali. Karena selalu
disertai Asidosis, maka perlu diberikan Natrikus Biokarbonat 7,5 % dengan dosis 2,4 ml/kg
berat badan dan cairan glukosa 40 % 1-2 ml/kg berat badan, diberikan Via Vena
Umbilikalis.
b) Asfiksia ringan sedang (Nilai Apgar 4-6)
Memerlukan resusitasi pemberian Oksigen sampai dapat bernafas normal kembali.
c) Bayi normal atau sedikit Asfiksia (Nilai Apgar 7-9)
d) Bayi normal dengan nilai Apgar 10 (Mochtar, Rustam, 2007:428).
Tanda
0
1
2
Frekuensi jantung
Tidak ada
Kurang dari 100/menit
Lebih dari 100/menit
Usaha bernafas
Tidak ada
Lambat, tidak teratur
Menangis kuat
Tonus otot
Lumpuh
Ekstrimitas fleksi sedikit
Gerakan aktif
Refleks
Tidak ada
Gerakan sedikit
Menangis
Warna
Biru/pucat
Tubuh kemerahan, ekstrimitas membiru
Tubuh dan ekstrimitas kemerahan
TABEL 2.5 SKOR APGAR

2.3.5 Patogenesis
a) Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul rangsangan terhadap N.
vagus sehingga bayi jantung menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung,
maka N. vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbul kini rangsang dari N. simpatikus. DJJ
menjadi lebih cepat akhirnya irreguler dan menghilang. Secara klinis tanda-tanda Asfiksia
Neonatorum adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160 (takikardi) kali permenit
atau kurang dari 100 kali per menit (bradikardi), halus dan irreguler, serta adanya
pengeluaran mekonium.
b) Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin
dalam asfiksia. Jika Djj normal dan ada mekonium, janin mulai asfiksia. Jika Djj lebih dari
160 kali permenit dan ada mekonium, janin dalam keadaan gawat.
c) Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
tersumbat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis, bila alveoli janin tidka berkembang (Rustam Mochtar, 2007).

2.3.6 Penanganan Asfiksia


Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam resusitasi, prisip dasar yang perlu diingat
adalah tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi dan bisa ditambah D.
A : Airway
B : Brithing
C : Circulation
D : Drag
Keterangan :
A : Memastikan saluran terbuka
Meletakkan bayi dalam posisi kepala deflexi, bahu diganjal
Menghisap lendir dari mulut kemudian hidung
B : Memulai pernafasan
Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
Memakai VTP bila perlu
C : Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada
D : Pengobatan
Tahap Pelaksanaan resusitasi
1. Tahap awal
a) Jaga bayi tetap hangat.
b) Letakkan bayi diatas kain.
c) Bungkus bayi dengan kain.
d) Potong tali pusat dan bungkus kembali bayi.
e) Pindahkan bayi keatas kain yang berada ditempat resusitasi.
f) Atur posisi bayi.
g) Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.
h) Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi.
i) Hisap lendir dari hidung
j) Lakukan penghisapan pada saat penghisap ditarik keluar, tidak pada waktu
memasukkan, kedalaman tidak lebih dari 5 cm.
k) Keringkan dan rangsang lagi.
l) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit
tekanan.
m) Lakukan rangsang taktil dengan cara menepuk atau menyentil telapak kaki bayi,
menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
n) Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi.
o) Ganti kain yang telah basah dengan kain yang berada di bawahnya.
p) Bungkus bayi dengan kain tersebut.
q) Atur kembali posisi kepala bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
r) Lakukan penilaian pada bayi.
s) Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap.
Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap, mulai lakukan ventilasi bayi.
2. Tahap ventilasi
a) Pasang sungkup dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi.
b) Lakukan ventilasi menggunakan balon dan sungkup-sungkup.
c) Lihat apakah dada bayi mengembang Apabila tidak mengembang, periksa posisi
kepala, pastikan posisi sudah ekstensi, periksa posisi sungkup, pastikan tidak ada udara
yang bocor, periksa cairan atau lendir dari mulut, bila ada lendir atau cairan lakukan
penghisapan.
d) Jika dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam
30 detik.
e) Nilai apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur.
f) Jika ya, lakukan asuhan pasca resusitasi.
g) Jika tidak, lakukan langkah berikut dibawah ini.
h) Ventilasi dan kompresi dada.
i) Baru sirkulasi dengan memulai kompresi dada sambil tetap melanjutkan ventilasi.
j) Kompresi dilakukan di 1/3 bawah tulang dada dibawah garis khayal yang
menghubungkan kedua putting susu bayi, hati-hati jangan menekan Px.
k) Dengan posisi jari-jari dan tangan yang benar, gunakan tekanan yang cukup untuk
menekan tulang dada + 1,5 – 5 cm, kemudian tekanan dilepaskan untuk memungkinkan
pengisian jantung.
l) Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit adalah 90 kompresi dada dan 30
ventilasi (3 : 1)
3. Asuhan pasca resusitasi
Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah menerima tindakan
resusitasi. Asuhan pasca resusitasi dilakukan pada keadaan :
a. Resusitasi berhasil
Bayi menangis dan bernafas normal sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi. Perlu
pemantauan dan dukungan.
b. Resusitasi tidak/kurang berhasil
Bayi perlu rujukan yaitu sesudah ventilasi dua menit belum bernafas atau bayi sudah
bernafas tetapi masih megap-megap atau pada pemantauan ternyata kondisinya makin
memburuk.
c. Resusitasi gagal setelah 20 menit di ventilasi, bayi gagal bernafas (Depkes, 2007:118).

2.3.7 Prognosis
Asfiksia livida (biru) lebih baik dari pada pallida (putih). Prognosis tergantung pada
kekurangan CO2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia
dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya penderita cacat mental seperti epilepsia
dan bodoh dan masa mendatang.

2.3.8 Gejala dan tanda asfiksia neonatorum


a. Tidak bernafas atau nafas megap-megap diikiuti dengan bayi lahir tidak menangis
spontan dan bernafas lambat. (kurang dari 30 x per menit)
b. Pernafasan tidak teratur, dengkuran / retraksi (pelekukan dada)
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Warna kulit biru atau pucat
e. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
f. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi) kurang dan 100 x/menit (Gulardi
Wiknjosastro, 2007).

2.3.9 Komplikasi
a. Cacat mental
b. Pneumonia dan mungkin kematian

2.4 Konsep Dasar Hipotermi


2.4.1 Definisi
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu tubuh dibawah normal (36,50C). hipotermi
merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian Bayi Baru Lahir (BBL), terutama
dengan BB kurang dari 2500 gram. Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat
menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan
kegagalan fungsi jantung paru dan kematian (Dep.Kes. RI, 2006).

2.4.2 Etiologi
Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :
1. Ketika bayi baru lahir tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak segera
diberi pakaian, tutup kepala, dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin, tidak
segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui ibunya.
2. Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg atau bayi
dengaan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tanda-tanda otot lembek, kulit
keriput.
3. Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat.
4. Pertolongan dan perawatan bayi yang tidak tepat :
a. Terlalu cepat memandikan bayi.
b. Terlambat membungkus bayi.
c. Memisahkan BBL dengan Ibu.
d. Suhu kamar bersalin dan bayi rendah
e. Asfiksia/hipoksia
f. Infeksi
g. Ibu mendapatkan obat-obatan anastesia ( DepKes RI, 2006 ).

2.4.3 Klasifikasi
a. Hipotermi Sedang
1) Aktifitas berkurang, letargis
2) Tangisan lemah
3) Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata)
4) Kemampuan menghisap lemah
5) Kaki teraba dingin
6) Jika hipotermia berlanjut akan timbul cidera dingin
b. Hipotermi Berat
1) Aktifitas berkurang, letargis
2) Bibir dan kuku kebiruan
3) Pernafasan lambat
4) Pernafasan tidak teratur
5) Bunyi jantung lambat
6) Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik
7) Resiko untuk kematian bayi

2.4.4 Stadium Lanjut Hipotermia


1) Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
2) Bagian tubuh lainnya pucat
3) Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan
(sklerema) ( Saifudin, 2002 ).

2.4.5 Patogenesi
Bayi lahir dengan tubuh basah oleh air ketuban. Aliran udara melalui jendela / pintu yang
terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan dan bayi lebih cepat kehilangan panas
tubuh. Akibatnya dapat timbul serangan dingin ( cold stress ) yang merupakan gejala awal
hipotermi. Bayi kedinginan biasanya tidak memperlihatkan gejala menggigil oleh karena
kontrol suhunya belum sempurana. Hal ini menyebabkan gejala awal hipotermi seringkali
tidak terdeteksi oleh ibu / keluarga bayi atau penolong persalinan (Prawirohardjo, Sarwono,
2006 ).

2.4.6 Mekanisme Kehilangan Panas Pada BBL


a. Radiasi : Dari objek kepanas bayi
Contoh : Timbangan bayi dingin tanpa alas
b. Evaporasi : Karena penguapan cairan yang melekat pada kulit
Contoh : Air ketuban pada tubuh bayi baru lahir tidak cepat dikeringkan.
c. Konduksi : Panas tubuh diambil suatu permukaan yang
melekat ditubuh
Contoh : Pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti.
d. Konveski : Penguapan dari tubuh keudara
Contoh : Angin dari tubuh bayi baru lahir
( Wiknjosastro, 1994 ).

2.4.7 Penanganan
a. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang
harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi didalam inkubator atau melalui
penyinaran lampu.
b. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang adalah
menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan telungkup didada ibu agar
terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu
dan bayi harus berada didalam satu pakaian ( merupakan tehnologi tepat guna baru )
disebut sebagai metode kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar berkancing
depan.
c. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang distrika terlebih
dahulu, yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan berulang kali sampai
tubuh bayi hangat.
d. Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-
sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak menghisap, diberi infus glukosa 10 % sebanyak 60-
80 ml / kg / hari.

2.4.8 Prognosis
Suhu normal bayi baru lahir berkisar 36,5ºC – 37,5ºC (suhu ketiak). Gejala awal hipotermi
apabila suhu < 36ºC atau kedua kaki dan tangan teraba dingin, maka bayi sudah mengalami
hipotermi sedang ( suhu 32ºC - 36ºC ). Disamping sebagai suatu gejala, hipotermi dapat
merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Hipotermi menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh darah, yang mengakibatkan terjadinya metabolik
anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut
dengan kematian ( Prawirohardjo, Sarwono, 2006).
2.4.9 Gejala dan Tanda Hipotermi
Gejala Hipotermi Bayi Baru Lahir
a. Bayi tidak mau minum atau menetek
b. Bayi tampak lesu atau mengantuk saja
c. Tubuh bayi teraba dingin
d. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras
(sklerema).
Tanda- Tanda Hipotermi Sedang (Stres Dingin)
a. Aktivitas berkurang, letargis.
b. Tangisan lemah
c. Kulit berwarna tidak rata
d. Kemampuan menghisap lemah
e. Kaki teraba dingin
f. Suhu tubuh bayi 32-35,9
g. Tampak mengantuk tapi bisa dibangunkan
h. Aktivitas lemah, menangis lemah
i. Kaki teraba dingin
j. Menghisapnya lemah ( Saifudin, 2002 )

2.4.10 Komplikasi
a. Hipotermi Berat
b. Hipoglikemia
c. Asfiksia
d. Asidosis Metabolic
e. Kematian
2.5 KONSEP MANAJEMEN ASFIKSIA
1. Pengumpulan Data Dasar (tanggal ……….. jam …………)
A. Data Subyektif
a. Biodata
b. Keluhan Utama
- Bayi lahir tidak segera menangis
- Warna kulit biru
- Apgar Score 0 - 3 (Arief Zr, 2009).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Malaria
2) Sífilis
3) TBC
4) HIV
d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1) Usia kehamilan > 37 minggu
2) Kehamilan lewat waktu (> 42 minggu kehamilan).
3) Persalinan dengan tindakan.
4) Partus lama/ Partus macet
5) Demam selama persalinan
6) Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, prolapsus tali pusat.
7) Pre-eklamsi dan eklamsia.
8) Bayi premature, kelainan bawaan.
9) Pendarahan abnormal.
10) Air ketuban bercampur mekonium.

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
KU : Lemah
AS : 0-3
Suhu : < 36,5oC
Pernapasan :
Nadi :
Keaktifan :

2. Pemeriksaan Khusus
Terdiri dari apgar skore dan fisik
No
Score
Menit ke-1
Menit ke-5
1

5
Appearance
(Denyut Jantung)
Pulse
(Warna Kulit)
Grimace
(Refleks)
Activity
(tonos otot)
Respiration
(usaha bernafas)
Jumlah

Pemeriksaan fisik untuk bayi Asfiksia :


Bibir : kering
Gerakan cuping hidung : normal
Kulit : merah muda
Ekstremitas : lemah
Reflek untuk bayi Asfiksia :
Moro refleks (memeluk) : ada
Palmar grasp refleks (menggenggam) : ada
Walking refleks (berjalan) : ada
Rooting refleks (mencari) : ada
Sucking refleks (menghisap) : ada

B. Menginterpretasikan Data Untuk Mengidentifikasi Diagnosa/Masalah


Dx : Asfiksia
Ds : - Bayi lahir tidak segera menangis
- APGAR Score
Do : KU : Lemah
AS : 9-10
Suhu : 36,5 ºC
Pernapasan : 35 x/m
Nadi : 100 x/m
Keaktifan : aktif
C. Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya
- Hipotermi
- Infeksi Neonatorum
D. Menetapkan Evaluasi Kebutuhan Langsung Bidan, Konsultasi, Kolaborasi
Dengan Tenaga Kesehatan Lain Serta Rujukan Berdasakan Kondisi Klien.
a. Resusitasi
b. Menjaga suhu tubuh bayi
c. Kolaborasi dengan dokter spesialis anak.
E. Menyusun Rencana Asuhan Secara Menyeluruh Dengan Tepat dan Rasional
Berdasakan Keputusan Yang Dibuat Oleh langkah-langkah Sebelumnya.
a. Jaga bayi tetap hangat/tempatkan bayi dalam ruangan yang hangat.
b. Pemberian nutrisi yang adekuat
c. Mencegah infeksi
d. Observasi keadaan umum bayi
F. Pelaksanan Langsung Asuhan Secara Efesien Dan Aman.
- Dilakukan Sesuai Intervensi
G. Mengevaluasi Keefektifan Asuhan Yang diberikan dengan mengulang Kembali
Manajemen Proese Untuk Aspek-aspek Asuhan Yang Efektif.
- Mengacu pada Kriteria hasil dengan mengacu SOAPIE.
(Pedoman Implementasi Manajemen Kebidanan Akademi Kebidanan)
UMMAIYAH BLOG's di 07.46
Berbagi

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar


Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya
Foto Saya
UMMAIYAH BLOG's
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Вам также может понравиться