Вы находитесь на странице: 1из 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/303248516

VALUASI EKONOMI LINGKUNGAN PERKOTAAN INDONESIA DALAM


PENGUKURAN PDRB HIJAU: STUDI KASUS PADA KOTA BOGOR

Article · September 2014

CITATIONS READS

0 1,017

5 authors, including:

Inna Sri Supina Adi


Universitas Pakuan
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Using planned behavior theory to analize relationships between belief, attitude and behavior to enhance households interest in
concerving energy View project

All content following this page was uploaded by Inna Sri Supina Adi on 16 May 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


VALUASI EKONOMI LINGKUNGAN PERKOTAAN INDONESIA DALAM
PENGUKURAN PDRB HIJAU: STUDI KASUS PADA KOTA BOGOR

Yuhdia Mulya1), Inna Sri Supina Adi2), Srie Sudarjati Supani3)


1
Fakultas Ekonomi, Universitas Pakuan
email: yudhia.mulya@yahoo.co.id
2
Fakultas Ekonomi, Universitas Pakuan
email: innaadi@gmail.com
3
Fakultas Ekonomi, Universitas Pakuan
email: srie_sudarjati@yahoo.com

Abstract
Economic activities not only has increased regional income,but also have impacted to reduce
natural resources and sustainable environment. The environmental impact from economic activities
does not reflect in conventional Gross Domestic Regional Product (GDRP) as the indicator of
increasing economic welfare. Increasing welfare paradigm has moved from economic perspectiveto
include environment issues.This research is aimed to measure green GDRP in Bogor city. Water use
as the identified natural resource that has been calculated in measuring depletion and economic
loss of the current state of land crisis as the measure of degradation was conducted in this study.
The resulting green GDRP in Bogor city was 2,15% lower than the conventional GDRP.

Keywords: depletion, water valuation, degradation, green GDP


ekonomi, peningkatan peluang kerja,
1. PENDAHULUAN
kehidupan yang lebih baik karena peluang,
Secara demografis, kota merupakan suatu jasa, dan gaya hidup yang lebih baik, jasa
tempat pemusatan penduduk yang sangat publik yang lebih baik (seperti transportasi,
tinggi dibandingkan wilayah sekitar. air), dan fasilitas khusus yang lebih baik
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh (seperti pendidikan, kesehatan). Dampak
PBB (2014, 7), 54% dari populasi dunia negatif dari pertumbuhan kota adalah
merupakan penduduk kota di tahun 2014. peningkatan biaya infrastruktur dan fasilitas
Dengan berkembangnya arus urbanisasi, umum, inefisiensi energi, kesenjangan
tantangan pembangunan yang berkelanjutan kesejahteraan, dampak terhadap habitat flora
akan semakin terkonsentrasi pada wilayah dan fauna serta ekosistem, hilangnya lahan
perkotaan. Implikasi dari arus urbanisasi pertanian, peningkatan suhu udara, rendahnya
terhadap kebijakan pemerintahan adalah kualitas udara, dampak terhadap kualitas dan
pemerintah harus mengimplementasikan kuantitas air, dampak terhadap kesehatan
kebijakan yang memastikan manfaat dari umum dan sosial, dan dampak estetika
pertumbuhan kota dilakukan secara adil dan (Bhatta, 2010).
berkelanjutan. Urbanisasi yang berkelanjutan
membutuhkan kota yang dapat menghasilkan Undang Undang No. 25 tahun 2004
penghasilan dan peluang kerja lebih baik, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
mengembangkan kebutuhan infrastruktur Nasional mengamanatkan bahwa
untuk air dan sanitasi, energi, transportasi, Pembangunan Nasional diselenggarakan
informasi dan komunikasi, kesamaan akses berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip
terhadap jasa-jasa, mengurangi jumlah kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan,
penduduk yang tinggal di wilayah kumuh, berwawasan lingkungan, serta kemandirian
dan melindungi aset-aset alam di wilayah kota dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
dan sekitarnya (UN, 2014). kesatuan Nasional. Berdasarkan hal tersebut,
maka pengukuran potensi dan basis ekonomi
Keberadaan kota sebagai pusat wilayah sebagai dasar perencanaan yang
pertumbuhan memberikan dampak positif dan selama ini didasarkan pada Produk Domestik
negatif. Implikasi positif dari pertumbuhan Regional Bruto (PDRB), belum memenuhi
kota mencakup peningkatan produksi amanat ini. PDRB konvensional belum
menyertakan faktor lingkungan hidup dalam alam dan lingkungan yang tepat bagi
perhitungannya. Hal ini dapat berimplikasi wilayah perkotaan
pada hasil pengukuran yang dapat 2. mengaplikasikan instrumen tersebut untuk
menyebabkan misleading dalam pemanfaatan merevisi PDRB konvensional menjadi
sumberdaya wilayah. Sebagai green city, PDRB hijau
Kota Bogor perlu mengantisipasi hal ini 3. melakukan analisis kesenjangan antara
dengan menerapkan PDRB Hijau sebagai PDRB eksisting (konvensional) dengan
dasar pengukuran perekonomiannya. PDRB Hijau.
4. mengidentifikasi potensi wilayah Kota
Penggunaan PDRB Hijau diwajibkan oleh
Bogor berdasarkan perspektif hijau.
Undang Undang No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
2. KAJIAN LITERATUR
Hidup yang mengamanatkan instrumen
ekonomi sebagai alat pengelolaan lingkungan 2.1.Konsep Basis Ekonomi
hidup. Merujuk pada UU tersebut, Salah satu tujuan dari kebijaksanaan
sebagaimana disampaikan pada pasal 42 dan pembangunan adalah mengurangi perbedaan
43 ayat (1b) bahwa produk domestik bruto tingkat perkembangan atau pembangunan dan
dan produk domestik regional bruto kemakmuran antara daerah yang satu dengan
mencakup penyusutan sumber daya alam dan daerah lainnya.Konsep pembangunan tersebut
kerusakan lingkungan hidup merupakan seringkali disebut dengan konsep
instrumen ekonomi mengikat para pihak pembangunan regional atau wilayah.Dalam
terkait untuk dilaksanakan. pembangunan regional tersebut dikenal
berbagai teknik analisis yang dapat
PDB/PDRB Hijau merupakan kelanjutan menentukan pilihan terhadap kegiatan-
perhitungan PDB/PDRB dengan memasukkan kegiatan ekonomi yang menjadi prioritas
nilai perubahan cadangan sumber daya alam pembangunan.Salah satu model perencanaan
dan kualitas lingkungan hidup. PDB/PDRB demikian dikenal dengan istilah Model
Hijau ini sendiri wajib digunakan oleh Perencanaan Economic Base.
pemerintah pusat dan daerah untuk:
a. memberikan arah perencanaan Landasan utama dari Model Perencanaan
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Sektoral Basis Ekonomi (Economic Base
yang lebih berkelanjutan. Model) merupakan konsep yang
b. memberikan gambaran yang lebih tepat mengandalkan pada kriteria multiplier setiap
terhadap hasil pembangunan kegiatan ekonomi tertentu yang pada
c. mengukur kinerja pembangunan gilirannya akan mempunyai dampak
berdasarkan pertimbangan lingkungan pertumbuhan ekonomi, seperti pendapatan
hidup. maupun ketenagakerjaan. Dalam hal ini,
d. pengambilan keputusan pemanfaatan dan pendapatan regional atau wilayah akan
konservasi sumber daya alam dan meningkat dengan suatu tingkat multiplier
lingkungan hidup. tertentu, yang tergantung pada tingkat
respending (pengeluaran kembali) pada
Dengan mencermati uraian pada latar wilayah yang bersangkutan.
belakang di atas perumusan dari
permasalahan dalam penelitian ini adalah Dalam model ini kita melihat bahwa
bagaimana potensi ekonomi Kota Bogor sektor perekonomian terbagi atas dua sektor,
dalam perspektif hijau. Tujuan penelitian ini yaitu : (1) Sektor Basis dan (2) Sektor Bukan
dimaksudkan untuk mengidentifikasi potensi Basis (non-Basic Sector). Sektor Non Basis
ekonomi Kota Bogor melalui perspektif hijau, terutama berfungsi di dalam pelayanan di
sehingga pembangunan dan pengembangan dalam wilayah yang bersangkutan, sedangkan
wilayah dapat berlangsung secara optimal, Sektor Basis terutama berorientasi kepada
terpadu dan berkelanjutan. Untuk tujuan ekspor atau di luar wilayah yang
tersebut, rencana pemecahan masalahyang bersangkutan, walaupunn Sektor basis
dilakukan dalam penelitian ini adalah: tersebut pada dasarnya memproduksi barang
1. menyusun dan mengaplikasikan instrumen dan jasa di dalam perekonomian untuk
pengukur nilai penyusutan sumberdaya keperluan wilayah maupun luar wilayah.
Dengan demikian sektor tersebut Produk Domestik Bruto Hijau adalah
mendatangkan arus pendapatan ke wilayah sebuah ukuran dari nilai alam selain barang
yang bersangkutan. Peningkatan pendapatan dan jasa yang telah terukur dalam PDB. Para
wilayah pada gilirannya akan meningkatkan ahli ekonomi meyakini bahwa efek dari
pula tingkat konsumsi wilayah maupun konsumsi saat ini terhadap konsumsi di masa
tingkat investasi wilayah, sehingga pada mendatang harus tercermin dalam Produk
akhirnya akan meningkatkan pendapatan Domestik Bruto (PDB). Konsumsi saat ini
wilayah dan kesempatan kerja. tidak bisa dipandang sebagai memberikan
manfaat secara sosial jika mengarah pada
Dalam pemahaman teori tersebut dapat penurunan konsumsi di masa mendatang.
dikatakan bahwa ekspor merupakan variabel Sayangnya, para ahli ekonomi tidak memiliki
utama yang dapat mempercepat pertumbuhan kemampuan besar dalam membuat prediksi
ekonomi suatu wilayah. Kenaikan pendapatan tersebut dalam konteks ekologis. Jika PDB
yang diperoleh wilayah yang bersangkutan Hijau harus menginternalisasikan
tidak hanya akan meningkatkan permintaan penyesuaian terhadap deplesi sumberdaya
terhadap sektor basis semata-mata, akan tetapi alam, maka diperlukan ahli biofisik yang
juga akan meningkatkan permintaan hasil memiliki kemampuan dalam melakukan
industri sektor bukan basis, yang pada penyesuaian tersebut (Boyd, 2006).
gilirannya akan meningkatkan pula investasi
di sektor bukan basis tersebut. Dengan Konsep PDB Hijau di China (Zheng dan
perkataan lain, penanaman modal di sektor Chen, 2006), PDB Hijau didefinisikan
lokal atau wilayah akan merupakan investasi sebagai sebuah indeks akuntansi agregat yang
yang di incuded sebagai akibat dari kenaikan mengukur kesejahteraan domestik riil, yang
pendapatan di sektor basis. Berdasarkan merupakan PDB konvensional dikurangi
kerangka pemikiran tersebut, maka landasan dengan kerugian sumberdaya alam. Dalam
dari teori ini adalah bahwa sektor basis prakteknya, metode pengukuran PDB Hijau
merupakan prioritas pengembangan dalam biasanya mencakup lima biaya konsumsi
suatu wilayah. sumberdaya alam, yaitu lahan pertanian,
sumber daya mineral, hutan, air dan
Walaupun model ini merupakan sumberdaya ikan, dan dua biaya deplesi
penyederhanaan dari Model Input-Output, lingkungan yaitu polusi lingkungan dan
akan tetapi bagi wilayah-wilayah tertentu, degradasi ekologi (SEPA news release, 2006
terutama wilayah yang relatif kecil, model ini dalam Zheng dan Chen, 2006). Dalam “China
baik sekali untuk digunakan mengingat dasar- Green National Accounting Study Report
dasar yang praktis. Sangat sukar 2004”, index PDB Hijau menggunakan
mengaplikasikan Input-Output untuk sesuatu persamaan sebagai berikut:
wilayah yang sangat kecil, seperti misalnya
wilayah perdesaan dan/atau kecamatan.Dalam PDB Hijau = PDB – biaya konsumsi
keadaan demikian, maka penggunaan model sumberdaya alam – biaya deplesi lingkungan
ini dirasakan lebih bermanfaat.
Menurut Suparmoko (2006), PDRB Hijau
Mengingat bahwa landasan utama pada adalah PDRB yang memasukkan unsur
model Economic Base ini adalah persoalan deplisi dan degradasi sumber daya alam serta
multiplier (dampak pengganda) dan lingkungan. Secara matematis, dapat
pengklasifikasian sektor (apakah tergolong diekspresikan sebagai berikut:
sektor basis atau sebaliknya), maka sebelum
didiskusikan modelnya sendiri, maka lebih PDRB Hijau = PDRB konvensional – Nilai
dahulu ingin diuraikan tentang persoalan deplisi sdal - biaya pengurangan polusi
multiplier dan berikutnya adalah klasifikasi
sektoralnya. Analisis pengklasifikasian sektor Pemasukan unsur deplesi dan degradasi
tersebut dikenal dengan istilah analisis lingkungan ke dalam perhitungan PDRB
Location Quotient. sebagai langkah yang dilakukan untuk
memperbaiki kekurangan dari PDRB
2.2. Konsep PDB/PDRB Hijau Konvensional. Dalam Suparmoko (296, 2012)
disebutkan bahwa perekonomian di samping (3) Valuasi ekonomi terhadap degradasi
menghasilkan barang dan jasa juga lingkungan
menghasilkan polusi dan kerusakan. Hasil
pengambilan sumber daya alam untuk 2.2.2. Pengalaman Pengukuran PDB/PDRB
kegiatan usaha hanya memperlihatkan nilai Hijau
positif dalam neraca produksi nasional, Penyesuaian perhitungan PDB di negara
namun tidak menunjukkan nilai penyusutan China dilakukan pada tahun 2004 yang
cadangan sumber daya alam dan kerusakan diinisiasi oleh State Environmental Protection
lingkungan. Administration (SEPA) dan National Bureau
of Statistics (NBS). Temuan utama dan hasil
2.2.1. Tahapan Perhitungan PDRB Hijau perhitungan PDB Hijau di negara China
Langkah perhitungan yang digunakan adalah PDB negara China mengalami
dalam memperoleh PDRB Hijau adalah penyusutan 1,8% dari PDB konvensional
sebagai berikut: setelah dilakukan penyesuaian terhadap biaya
(1) Perhitungan PDRB Semi Hijau penurunan emisi carbon. Kerugian ekonomi
PDRB Semi Hijau didapat dengan yang disebabkan oleh polusi lingkungan
mengurangkan nilai deplesi sumber daya dalam skala nasional mencapai 3,05% dari
alam dari nilai PDRB Konvensional (atau PDB China tahun 2004 (Chinese Academy
PDRB Coklat). Nilai deplesi diperoleh for Environmental Planning, 2010).
dengan mengalikan volume pengambilan
masing-masing jenis sumberdaya alam Penerapan PDRB Hijau di Provinsi Bali
dengan unit rent atau unit price. tahun 2010 menghasilkan bahwa hasil
D=QxU perhitungan PDRB Hijau menurun sekitar
Dimana: 4,5% dari PDRB konvensional (Suparmoko,
D = nilai deplesi 2013). Dalam penelitian Setyarko (2013),
Q = volume sumber daya alam yang diambil PDRB Semi Hijau pada Kabupaten Asmat
U = unit rent Povinsi Papua Barat menunjukkan bahwa
kegiatan deplesi alam berkisar 0,68% - 0,93%
Cara menghitung unit rent adalah dengan dari nilai PDRB dalam periode 2007-2009,
mengurangkan biaya pengambilan per unit kecuali pada tahun 2009 mencapai 4,95%.
dari harga sumber daya alam termasuk nilai Hasil uji coba perhitungan PDRB Hijau di
laba per unit (balas jasa pengeluaran Kabupaten Karawang (Kementerian
investasi) yang layak diterima oleh investor. Lingkungan Hidup, 2004) diperoleh hasil
Adapun nilai laba yang layak adalah sama bahwa nilai PDRB Hijau Kabupaten
dengan tingkat bunga pinjaman di bank Karawang menusut sebesar 8,23% dari PDRB
sebagai biaya alternatif dari modal yang Konvensional.
ditanam untuk mengeksploitasi sumber daya
alam di daerah yang bersangkutan. Berikut 3. METODE PENELITIAN
cara perhitungan unit rent. Lokasi penelitian pada tahun pertama
kegiatan adalah Kota Bogor. Pelaksanaan
(2) Penghitungan PDRB Hijau penelitian menggunakan 2 (dua) pendekatan,
Untuk memperoleh nilai PDRB Hijau, yaitu: (a) studi dokumen yang mencakup
nilai kerusakan atau degradasi lingkungan inventarisasi seluruh dokumen dan data
dikurangkan terhadap nilai PDRB Semi perekonomian Kota Bogor, dan tulisan,
Hijau, sehingga diperole nilai PDRB jurnal, teori, hingga berbagai jenis peraturan
Hijau.Penghitungan degradasi lingkungan perundang-undangan terkait, dan (b) survey
lebih kompleks karena perlu menggunakan lapangan yang dilakukan dalam rangka
berbagai perkiraan sesuai dengan jenis memperoleh informasi mengenai volume
sumber daya alam dan lingkungan yang sumber daya alam yang digunakan dalam
terdegradasi. Langkah perhitungan dalam kegiatan usaha dari sektor-sektor usaha yang
menilai degradasi lingkungan adalah sebagai menjadi basis perekonomian Kota Bogor.
berikut (Ratnaningsih, 16-17, 2012): Sementara,perolehan data dari sektor-sektor
(1) Identifikasi lingkungan yang terdegradasi non basis diperoleh dari data sekunder yang
(2) Kuantifikasi fisik degradasi lingkungan diterbitkan oleh Badan Pusat Statsitik,
maupun wawancara dengan instansi-instansi penurunan di semua sektor basis dari kondisi
pemerintah daerah terkait di Kota Bogor. tahun 2010. Perubahan posisi LQ PDRB
Responden survey pada penelitian ini adalah biasanya terjadi karena perubahan investasi.
para pelaku usaha dan instansi pemerintah Sedangkan pergeseran sektoral diindikasikan
bidang lingkungan hidup. dari kenaikan LQ di sektor industri
pengolahan dan sektor Listrik, Gas dan Air
Metode analisis data yang akan Bersih.
diterapkan terdiri dari; (1) analisis terhadap Analisis shift share menunjukkan daya
PDRB konvensional dengan menggunakan saing sektor perekonomian Kota Bogor,
alat analisis LQ dan Shiftshare untuk diperbandingkan dengan kota/kabupaten lain
memperoleh gambaran umum mengenai di Provinsi Jawa Barat. Hasil shift share (nilai
kondisi perekonomian wilayah perkotaan; dan G+M+S) menunjukkan hampir di semua
(2) perhitungan PDRB Hijau. sector, kecuali sektor Pertambangan, memiliki
nilai positif, yang berarti semua sektor maju
4. HASIL DAN PEMBAHASAN lebih cepat dari kota/kabupaten lain di Jawa
Barat. Nilai shift share terbesar terdapat pada
4.1. Analisis Sektor Basis Perekonomian sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Kota Bogor dengan nilai sebesar 1.128.787,77. Perubahan
Produk Domestik Regional Bruto atau terbesar berikutnya yang menunjukkan
PDRB Kota Bogor merupakan potret keadaan kenaikan adalah pada Industri Pengolahan
perekonomian yang memberikan gambaran dan Perdagangan, diikuti oleh Sektor
situasi serta merupakan alat untuk mengkaji Angkutan dan Komunikasi, Keuangan, Real
dan mengevaluasi perekonomian Kota Estat dan Jasa Perusahaan, Konstruksi,
Bogor. Untuk kepentingan analisis dalam Listrik, Gas dan Air Bersih, Pertanian, dan
melihat pertumbuhan dan perbandingan antar Jasa-jasa. Sementara satu sektor lainnya tidak
Sektor, akan dibahas Laju Pertumbuhan mengalami perubahan yang significant. Dari
PDRB dari berbagai Sektor serta segi angka proportional share (M)
kontribusinya dalam perekonomian Kota menunjukkan bahwa spesialisasi dalam sektor
Bogor sampai tahun 2010. pada tingkat provinsi tumbuh cepat berada
pada sektor Konstruksi, Perdagangan, Hotel
Tabel 1: Location Quotient Kota Bogor dan Restoran, Angkutan dan Komunikasi,
Tahun 2011-2012 Keuangan, real estate dan jasa perusahaan.
SEKTOR LAPANGAN USAHA
2011
LQ
2012
Namun demikian, dari segi daya saing,
Pertanian 0,01 0,01 sektor-sektor tersebut tidak memiliki daya
Pertambangan 0,00 0,00
Industri Pengolahan 0,69 0,75
saing yang ditunjukkan dengan nilai
Listrik, Gas dan Air Bersih 0,73 0,78 differential shift (S) negatif. Berarti, pada
Konstruksi 1,42 1,15
Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,65 1,48
sektor Perdagangan Hotel dan Restoran
Angkutan dan Komunikasi 2,19 1,89 misalnya, yang merupakan leading sector
Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 3,62 3,42
Jasa-jasa 0,43 0,38 dengan tingkat pertumbuhan lebih cepat dari
tingkat pertumbuhan provinsi Jawa Barat,
Angka Location Quotient yang menunjukkan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Kota
lebih dari 1 pada tahun 2012 di Kota Bogor Bogor masih tertinggal daya saingnya dari
terdapat pada sektor konstruksi, perdagangan Kabupaten/Kota lain di Provinsi Jawa Barat.
hotel dan restoran, angkutan umum dan Daya saing yang dimiliki Kota Bogor berada
komunikasi, keuangan, real estat dan jasa pada sektor Pertanian, Industri Pengolahan,
perusaaan. Sementara pada dua tahun dan Listrik, Gas dan Air Bersih. Namun
sebelumnya, yaitu tahun 2010, sektor basis tingkat pertumbuhan sektor-sektor yang
Kota Bogor masih memiliki kesamaan dengan memiliki daya saing lebih tinggi tersebut
struktur perekonomian di tahun 2012 yang berjalan lebih lambat dibandingkan
terdiri dari Konstruksi, Perdagangan Hotel kota/kabupaten lain di Provinsi Jawa Barat.
dan Restoran, Angkutan dan Komunikasi, Hal ini ditunjukkan oleh nilai-nilai negative
keuangan, real estat dan jasa perusahaan. pada angka proporsional share (M) di sektor-
Tidak ada perubahan posisi sektor basis di sektor berdaya saing tersebut. Hasil
kota Bogor. Namun demikian, terjadi
perhitungan shift share disajikan pada tabel 4) Kuadran Mixed Losers: sektor Keuangan,
berikut. real estat dan jasa perusahaan, Perdagangan,
Hotel dan Restoran, Jasa-jasa, Angkutan dan
Tabel 2:Hasil Shift Share Analysis Kota Bogor Komunikasi, serta Konstruksi merupakan
sektor yang memiliki pertumbuhan cepat
dalam perekonomian Kota Bogor, namun
kurang memiliki daya saing dibandingkan
wilayah-wilayah lain di Provinsi Jawa Barat.

4.2. Perhitungan PDRB Hijau Kota Bogor

4.2.1.Penghitungan Volume Sumber Daya Air


yang Terdeplesi di Kota Bogor
Sumber: PDRB Kota Bogor, 2013 diolah
4.2.1.1. Sektor Pertanian
Pemetaan terhadap posisi kinerja masing-
masing sektor di Kota Bogor berdasarkan Penggunaan air pada sektor pertanian
parameter proportional share (M) dan dirinci berdasarkan ketersediaan data standar
differential share (S) adalah sebagai berikut penggunaan air dari SNI 19-6728.1-2002
tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya –
Bagian 1: Sumber daya air spasial.
Berdasarkan data tersebut, penggunaan air
yang dapat dihitung adalah pada sub sektor
Tanaman Bahan Makanan, Peternakan, dan
Perikanan.

a) Tanaman Bahan Makanan

Nilai deplesi air pada sub sektor Tanaman


Bahan Makanan menggunakan dasar
perhitungan SNI 19-6728.1-2002 bahwa
Gambar 1: Grafik Shift Share Kota Bogor standar kebutuhan air rata-rata adalah 1
Berdasarkan hasil analisis kombinasi liter/detik/Ha baik untuk irigasi teknis, semi
proportional share dan differential shift, teknis, maupun irigasi sederhana. Jumlah hari
pemetaan sektor-sektor perekonomian pada yang diperlukan untuk menanam padi adalah
Kota Bogor adalah sebagai berikut: 120 hari. Sehingga, total volume penggunaan
1) Kuadran Winner: tidak terdapat sektor air untuk tanaman bahan makanan adalah
memiliki pertumbuhan yang cepat dalam 7.693.056.000 liter per tahun.
perekonomian Kota Bogor dan memiliki daya
saing lebih baik dibandingkan wilayah- b) Peternakan
wilayah lainnya provinsi Jawa Barat.
Volume penggunaan air pada sub sektor
peternakan dihitung berdasarkan jumlah jenis
2) Kuadran Mixed Winner: sektor Pertanian,
ternak dikalikan dengan standar kebutuhan air
Pertambangan & Penggalian, Industri
untuk masing-masing jenis ternak. Standar
Pengolahan, dan Listrik, Gas & Air Minum
kebutuhan air untuk hewan ternak
merupakan sektor yang hanya dapat
menggunakan acuan dari SNI 19-6728.1-
ditingkatkan perannya dalam lingkup Kota
2002. Hasil yang diperoleh terkait dengan
Bogor.
volume penggunaan air peternakan sebesar
3) Kuadran Losers: sektor Pertambangan 120.870.072 liter per tahun.
tidak memliki peran dalam memajukan
c) Perikanan
perekonomian Kota Bogor maupun Provinsi
Jawa Barat.
Volume penggunaan air pada sub sektor
perikanan dihitung berdasarkan jumlah luas
lahan kolam tambak dikalikan dengan standar Sementara, pada penghitungan penggunaan
penggunaan air tawar untuk masing-masing air oleh pengunjung hotel dihitung dari
jenis kolam tambak. Standar kebutuhan air jumlah tempat tidur hotel di Kota Bogor
tambak menggunakan acuan dari SNI 19- dikali dengan persentase tingkat hunian
6728.1-2002. Hasil yang diperoleh terkait dikalikan dengan standar baku kebutuhan air
dengan volume penggunaan air untuk untuk tamu hotel per tempat tidur per hari.
perikanan sebesar 147.744.000 liter per tahun. Hasil perhitungan volume deplesi air oleh
Perincian perhitungan volume penggunaan air tamu hotel di tahun 2012 adalah 124.728.854
perikanan disajikan pada tabel berikut. liter per tahun.

4.2.1.2..Sektor Industri Pengolahan 3) Restoran

Volume penggunaan air pada sektor Penghitungan penggunaan air oleh


industri pengolahan didasarkan pada data kegiatan usaha restoran terdiri dari
volume air yang disalurkan oleh PDAM ke penggunaan air oleh pengunjung restoran dan
industri pengolahan yaitu sebesar 128.313 m3 karyawan restoran. Untuk memperoleh
atau sebesar 128.313.000 liter per tahun 2012 volume penggunaan air untuk kegiatan usaha
(Sumber: Kota Bogor Dalam Angka, restoran dihitung dari jumlah kursi restoran di
BPS,2013). Kota Bogor dikali dengan persentase
pengunjung dikali dengan standar baku
4.2.1.3. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih kebutuhan air untuk restoran. Hasil
perhitungan volume deplesi air pada kegiatan
Penggunaan air dihitung pada sub sektor usaha restoran di tahun 2012 adalah
Air Bersih berdasarkan data volume air yang 506.748.914 liter per tahun..
disalurkan oleh PDAM di Kota Bogor, yaitu
sebesar 32.058.801.000liter di tahun 2012 4.2.1.5. Sektor Angkutan dan Komunikasi
(Sumber: Kota Bogor Dalam Angka, BPS,
2013). Volume penggunaan air pada sektor
Angkutan dan Komunikasi dilakukan pada
4.2.1.4. Sektor Perdagangan, Hotel dan sub sektor Angkutan Jalan Raya. Penggunaan
Restoran air oleh angkutan umum dihitung berdasarkan
jumlah kendaraan angkutan umum dikalikan
Penghitungan volume sumber daya air dengan standar baku kebutuhan air untuk
pada sektor ini terdiri dari 3 bagian yaitu sub mencuci kendaraan dikalikan dengan
sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran frekuensi cuci kendaraan umum per bulan.
dengan perincian volume deplesi sebagai Data mengenai jumlah kendaraan umum
berikut: diperoleh dari Kota Bogor dalam Angka, BPS
1) Perdagangan 2013. Standar baku kebutuhan air yang
Volume penggunaan air pada sub sektor digunakan mengacu pada kriteria dari Ditjen
perdagangan didasarkan pada data volume air Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum. Data
yang disalurkan oleh PDAM sebesar mengenai frekuensi cuci kendaraan bermotor
2.598.289 m3 atau sebesar 2.598.289.000 liter diperoleh berdasarkan hasil survey langsung
(Sumber: Kota Bogor Dalam Angka, ke angkutan-angkutan umum dengan jumlah
BPS,2013). sampel sebanyak 69 kendaraan. Volume
deplesi air pada sektor angkutan di tahun
2) Hotel 2012 sebesar 644.393.475.
Volume penggunaan air pada sub sektor
Hotel terdiri dari penggunaan air oleh 4.2.1.6. Sektor Keuangan, Persewaan, dan
pengunjung hotel dan penggunaan air oleh Jasa Perusahaan
karyawan. Untuk memperoleh volume
penggunaan air oleh tenaga kerja didasarkan Pada sektor Keuangan, Persewaan dan
dari jumlah tenaga kerja pada sektor Jasa Perusahaan, pengambilan data survey
perdagangan, hotel dan restoran dikalikan dilakukan pada sektor perbankan dan lembaga
dengan kebutuhan air per orang per hari. keuangan. Ketersediaan data sekunder kurang
memadai terkait informasi mengenai sub dalam Peraturan Walikota Bogor Nomor 10
sektor persewaan dan jasa perusahaan. Tahun 2011 tentang Nilai Perolehan Air
Dengan demikian, perhitungan deplesi air Tanah (NPA). Berdasarkan peraturan
dilakukan berdasarkan hasil survey pada tersebut, Harga dasar Air dihasilkan dari
sektor perbankan. Voume deplesi air pada perkalian antara harga air baku dengan faktor
sektor perbankan di tahun 2012 sebesae nilai air. Faktor Nilai Air ditentukan dari
13.050.000 liter per tahun. jumlah antara nilai komponen sumber daya
alam (SDA) dengan nilai kompensasi
4.2.1.7. Sektor Jasa-jasa pemulihan. Nilai komponen sumber daya
alam diperoleh dari hasil penjumlahan nilai
Pada sektor Jasa-jasa, perhitungan indeks unsur komponen sumber daya alam
volume deplesi air dilakukan pada 3 sub dikalikan dengan persentase 60% untuk
sektor, yaitu Administrasi Pemerintahan, pengambilan pada zona aman yang diatur
Sosial Kemasyarakatan, dan Hiburan dan dalam Peraturan Walikota Bogor No. 11
Rekreasi. Tahun 2011. Sementara, nilai kompensasi
pemulihan dihitung dari nilai indeks setiap
1) Administrasi Pemerintahan kelompok volume progresif dalam tabel nilai
Volume deplesi air pada sub sektor indeks komponen pemulihan sebagaimana
Administrasi Pemerintah diperoleh diatur dalam Peraturan Walikota Bogor No.
berdasarkan ketersediaan data sekunder 11 Tahun 2011 Pasal 12 ayat 3 dikalikan
berupa volume air yang disalurkan PDAM ke dengan bobot 40% untuk pengambilan pada
Instansi Pemerintah sebesar 1.206.048liter zona aman. Adapun tabel nilai indeks
per tahun 2012 (Sumber: Kota Bogor Dalam komponen pemulihan yang dimaksud adalah
Angka, BPS,2013). sebagai berikut.

2) Sosial Kemasyarakatan Berdasarkan metode perhitungan diatas,


Volume deplesi air pada sub sektor Sosial berikut ini perincian hasil perhitungan Harga
Kemasyarakatan diperoleh berdasarkan Dasar Air.
ketersediaan data sekunder berupa volume air
yang disalurkan PDAM ke sektor Sosial a) Pada sektor pertanian, asumsi-asumsi yang
sebesar 1.748.124.000liter per tahun 2012 digunakan untuk penentuan harga dasar air
(Sumber: Kota Bogor Dalam Angka, pada sektor Pertanian adalah lokasi pertanian
BPS,2013). berada dalam zona aman. Fungsi air
digunakan untuk pengairan sehingga fungsi
3) Hiburan dan Rekreasi tersebut masuk dalam kategori unsur kualitas
Volume deplesi air pada sub sektor air kelas tiga dan empat. Alternatif sumber air
Hiburan dan Rekreasi diperoleh berdasarkan diasumsikan tidak ada alternatif. Unsur jenis
hasil survey ke lokasi rekreasi air. air yang digunakan adalah air tanah dangkal.
Penggunaan air pada tempat rekreasi air Harga dasar air untuk sektor pertanian
dihitung dari jumlah tempat rekreasi air diperoleh Rp. 10,92 per liter.
dikalikan dengan rata-rata volume pemakaian
air per lokasi.Volume pemakaian air pada sub b) Pada sektor industri pengolahan, asumsi-
sektor Rekreasi sebesar 1.539.908.571 liter asumsi yang digunakan untuk penentuan
per tahun. harga dasar air pada sektor industri
pengolahan adalah lokasi industri berada
4.2.2. Penghitungan Unit Rent dalam zona aman. Fungsi air digunakan untuk
air baku sehingga fungsi tersebut masuk
Setelah diperoleh hasil perhitungan dalam kategori unsur kualitas air kelas satu.
volume deplesi air diatas, langkah selanjutnya Alternatif sumber air diasumsikan memiliki
adalah melakukan konversi volume deplesi alternatif air dari PDAM. Unsur jenis air yang
air tersebut ke dalam satuan moneter. Untuk digunakan adalah air tanah dalam. Harga
itu diperlukan satuan unit rent. Pendekatan dasar air untuk sektor industri pengolahan
yang digunakan dalam menghitung unit rent diperoleh Rp. 32,37 per liter.
adalah Harga Dasar Air sebagaimana diatur
c) Pada sektor Perdagangan, hotel dan 4.2.3. Nilai Deplesi Sumber Daya Air di
restoran, Pengangkutan, Bank, Jasa Kota Bogor
Pemerintah, dan Jasa Sosial, asumsi-asumsi
yang digunakan untuk penentuan harga dasar Setelah diketahui volume sumber daya air
air adalah lokasi usaha berada dalam zona yang terdeplesi dan unit rent dari sumber daya
aman. Fungsi air digunakan untuk air baku air, maka nilai deplesi sumber daya air dapat
sehingga fungsi tersebut masuk dalam dihitung dalam satuan moneter. Perhitungan
kategori unsur kualitas air kelas satu. nilai moneter deplesi adalah sebagai berikut.
Alternatif sumber air diasumsikan memiliki
alternatif air dari PDAM. Unsur jenis air yang Tabel 3: Deplesi Per Sektor Usaha di Kota
digunakan adalah air tanah dalam. Harga Bogor Tahun 2012
dasar air untuk sektor industri pengolahan
diperoleh Rp. 24,05 per liter.

d) Pada sektor Jasa Hiburan dan Rekreasi,


asumsi-asumsi yang digunakan untuk
penentuan harga dasar air adalah lokasi usaha
berada dalam zona aman. Fungsi air
digunakan untuk rekreasi air sehingga fungsi
tersebut masuk dalam kategori unsur kualitas
air kelas dua. Alternatif sumber air
diasumsikan memiliki alternatif air dari
PDAM. Unsur jenis air yang digunakan 4.2.4. PDRB Semi Hijau
adalah air tanah dalam. Harga dasar air untuk
sektor industri pengolahan diperoleh Rp. Berikut ini hasil perhitungan PDRB semi
20,15 per liter. hijau Kota Bogor tahun 2012.

e) Pada Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, Tabel 4: PDRB Semi Hijau Tahun 2012
khususnya pada sub sektor Air Bersih, (dalam Juta Rp.)
perhitungan harga air pada sub sektor Air
Bersih menggunakan pendekatan unit rent
karena PDAM dalam hal ini sebagai
perusahaan yang bergerak di bidang
penyediaan Air Bersih menggunakan
sumberdaya air sebagai bahan utama kegiatan
produksi dan menjual air bersih sebagai
komoditi utama. Perhitungan unit rent PDRB Kota Bogor di Tahun 2012 sebesar
didasarkan pada laporan keuangan Rp. 17.323.335,99 juta. Total nilai deplesi
Perusahaan Daerah Air Minum yang dari sektor-sektor usaha yang menggunakan
berlokasi di Kota Bogor. Perhitungan dalam sumber daya air adalah sebesar Rp.
satun per unit didasarkan pada volume air 368.005,96 juta. Nilai deplesi penggunaan air
yang disalurkan pada tahun 2012 oleh PDAM menyerap sekitar 2,12% dari total nilai PDRB
yaitu sebesar 32.058.801 m3. Dalam konvensional Kota Bogor tahun 2012 Dengan
perhitungan laba layak digunakan tingkat demikian, nilai PDRB Semi Hijau Kota
bunga pinjaman sebesar 12,25% sebagai suku Bogor pada tahun 2012 diperkirakan sebesar
bunga pinjaman yang berlaku pada periode Rp. 16.955.330,03.
Desember 2012 (Sumber: Statistik Ekonomi
dan Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, 4.2.5. Degradasi
2014) dikalikan dengan total ekuitas modal
PDAM Kota Bogor. Unit rent yang dihasilkan Perhitungan nilai degradasi lingkungan
untuk harga air pada sub sektor air bersih di pada Kota Bogor menggunakan pendekatan
tahun 2012 sebesar Rp. 2,51 per liter degradasi pada sumberdaya lahan. Sebagai
langkah pendahuluan dalam mengkuantifikasi
nilai degradasi lahan, data yang digunakan
berupa luas lahan kritis yang terdapat di Kota mengingat sektor Angkutan merupakan salah
Bogor dikalikan dengan harga pupuk NPK satu sektor basis di Kota Bogor.
sebesar Rp. 11.000 per kilogram. Adapun luas
lahan kritis yang terdapat di Kota Bogor 4.2.6. PDRB Hijau
adalah sebagai berikut:
Nilai degradasi lahan selanjutnya
Tabel 5: Luas Lahan Kritis di Kota Bogor digunakan dalam perhitungan PDRB Hijau
Tingkat Kekritisan Lahan (Ha) dengan mengurangkan nilai degradasi
Kecamatan terhadap nilai PDRB Semihijau. Perkiraan
Agak kritis Kritis
Bogor Selatan 30,52 201,05
PDRB Hijau untuk Kota Bogor pada tahun
2012 adalah sebesar Rp. 16.951.118 juta atau
Bogor Utara 236,4 7,6
lebih rendah 2,15% dari nilai PDRB
Bogor Tengah 2,72 0,9
konvensional. Berikut hasil perhitungan
Bogor Barat 25,43 5,92 PDRB Hijau Kota Bogor tahun 2012.
Tanah Sareal 0 0
Bogor Timur 0 0 Tabel 7: PDRB Hijau
Total Luas 295,07 215,47 (dalam juta Rp.)
Sumber: BPS, 2013 PDRB konvensional Rp 17.323.336
Deplesi Rp 368.006 (-)
Setelah mengetahui data total luas lahan PDRB Semi Hijau Rp 16.955.330
agak kritis dan kritis tersebut, selanjutnya Degradasi Rp 4.212 (-)
dihitung nilai degradasi lahan dengan cara PDRB Hijau Rp 16.951.118
menghitung nilai ekonomi dari nutrisi tanah
yang hilang dari luasan lahan kritis tersebut.
Total nilai degradasi lahan di Kota Bogor Angka persentase penurunan PDRB
adalah Rp. 4.211.955.000. Perincian tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan
perhitungan tersebut disajikan pada tabel dengan persentase penurunan PDRB
berikut ini: Konvensional dalam perhitungan PDRB
Hijau di Provinsi Bali tahun 2010. Dalam
Tabel 6: Nilai Degradasi Lahan Kota Bogor penelitian yang dilakukan oleh Suparmoko
(2013) PDRB Hijau lebih rendah 4,5% dari
PDRB Konvensional di Provinsi Bali. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Setyarko
(2013), kegiatan deplesi sumber daya alam di
Kabupaten Asmat masih tergolong rendah
(0,68 persen – 0,93 persen) dari nilai PDRB
dalam periode 2007 – 2009, kecuali pada
tahun 2009 (4,95%). Namun, bila merujuk
pada hasil survey yang dilakukan oleh Bank
Dunia dalam Indonesia Policy Briefs (2008),
Perhitungan degradasi lingkungan total kerugian ekonomi dari terbatasnya akses
hidup dalam penelitian ini masih dalam tahap
terhadap air bersih dan sanitasi, diestimasi
perhitungan pendahuluan. Perhitungan sebesar 2 persen dari PDB setiap tahunnya di
degradasi masih memerlukan survey terhadap
Indonesia. Angak estimasi tersebut mendekati
biaya pemulihan lingkungan yang
perkiraan angka penggunaan air di sektor
dialokasikan oleh masing-masing unit usaha usaha Kota Bogor yang mencapai 2,12% dari
di seluruh sektor perekonomian, serta
PDRB konvensional.
anggaran yang disediakan pemerintah Kota
Bogor untuk memperbaiki lingkungan untuk Rendahnya angka penurunan nilai
diperhitungkan ke dalam PDRB Hijau. Selain sumberdaya alam di Kota Bogor dikarenakan
itu, penghitungan terhadap kerusakan lingkup wilayah penelitian merupakan daerah
lingkungan yang disebabkan oleh polusi perkotaan dimana sektor usaha yang menjadi
udara belum diperhitungkan dalam basis perekonomian di Kota Bogor berada
pengukuran PDRB Hijau di Kota Bogor, pada sektor yang tidak bertopang pada
kegiatan ekstraksi sumber daya alam. Basis 6. REFERENSI
perekonomian Kota Bogor di tahun 2012 Anonim. 2013. Green GDP and Sustainable
meliputi sektor Konstruksi, Perdagangan, Development Policies. National Seminar
Hotel dan Restoran, Angkutan dan on Green Growth Policy Tools for Low
Komunikasi, serta Jasa, real estate dan jasa Carbon Development in Vietnam
perusahaan.
Anonim. (2008). “Indonesia Policy Briefs.
5. KESIMPULAN Laporan Ide - Ide Program 100 hari “,
Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian, The World Bank, P. 1
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Boyd, James. 2006. The Nonmarket Benefits
1. Pertumbuhan ekonomi di wilayah of Nature: What Should Be Counted in
Bogormemiliki basis pesat pada sektor Green GDP?. Resources for The Future.
Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta Washington DC.
Angkutan dan Komunikasi.
Chinese Academy for Environmental
2. Perkembangan perekonomian kota Planning. 2010. China Environmental and
tidak terlepas dari penggunaan sumber daya Accounting (Green GDP) Research
alam, khususnya penggunaan air dalam Program. Aplication for Globe
kegiatan perekonomian. Sustainability Research Award.

3. Langkah regulasi Pemerintah Kota Ditjen Cipta Karya. Departemen Pekerjaan


Bogor dalam hal pengendalian lingkungan Umum. Kriteria Penggunaan Air Untuk
sudah mengakomodir pengaturan mengenai Perencanaan Kota dan Penggunaan lain.
Harga Baku Air melalui Peraturan Walikota 1996
Bogor No. 10 Tahun 2011 sebagai dasar
penghitungan valuasi ekonomi sumberdaya Gibson, Lay James, and Marshall A. Worden.
air. 1981. "Estimating the Economic Base
Multiplier: A Test of Alternative
4.Penggunaan sumberdaya air dan Procedures." Economic Geography 57:
degradasi lahan kritis menyerap sekitar 2,15% 146-159.
dari PDRB Kota Bogor tahun 2012.
Persentase penipisan sumberdaya alam Hadipuro, Wijanto. Tanpa Tahun. “Valuasi
tersebut relatif lebih rendah dari wilayah lain Air”. Amrta Institute Tifa Foundation.
di Indonesia yang perekonomiannya
didominasi oleh aset-aset lingkungan seperti Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya
aset pertambangan dan sumber daya hutan. Mineral Nomor 1451/K/10/MEM/2000
Rendahnya penipisan sumberdaya alam di tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan
Kota Bogor dikarenakan basis perekonomian Tugas Pemerintahan Di Bidang
Kota Bogor berada pada sektor Konstruksi, Pengelolaan Air Bawah Tanah.
Perdagangan, Hotel dan Restoran, Angkutan
dan Komunikasi, serta Keuangan, real estat, Kementerian Lingkungan Hidup, 2004.
dan jasa perusahaan. Selain itu, Kota Bogor Panduan Penghitungan Produk Domestik
tidak memiliki kontribusi PDRB dari sektor Regional Bruto (PDRB) Hijau.
Pertambangan.
Kementerian Pekerjaan Umum. 2011.
5. Dalam studi terhadap degradasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2K)
lingkungan di Kota Bogor, perlu dilakukan Panduan Pelaksanaan 2011. Ditjen
pengukuran terhadap degradasi sumber daya Penatan Ruang.
udara.Degradasi sumber daya udara terkait
dengan meningkatnya aktivitas perekonomian Kuswartojo, Tjuk. 2006. Asas Kota
pada sektor Angkutan yang menjadi salah Berkelanjutan dan Penerapannya di
satu sektor basis perekonomian di Kota Indonesia. Jurnal Teknik Lingkungan.
Bogor. BPPT
Lampiran Permentan Nomor Suparmoko, M. 2012. Ekonomi Sumber daya
40/Permentan/OT.140/04/2007 tentang Alam dan Lingkungan Suatu Pendekatan
Rekomendasi Pemupukan N. P, dan K Teoritis. BPFE Yogyakarta.
Pada Padi Sawah Spesifik Lokasi.
Suparmoko, M. 2013. PDRB Hijau: Kendala
Lane, Theodore. 1966. "The Urban Base dan Prospek. Jurnal Ekonomi Lingkungan
Multiplier: An Evaluation of the State of Vol. 17, No. 1, Juni 2013. ISSN 0853 –
the Art." Land Economics 42: 339-347. 7194. Kementerian Lingkungan Hidup.
Elsevier. Ecological Economics 33 (2000)
103–117 Suparmoko., M. PDRB Hijau. Konsep dan
Metodologi. Departemen Kehutanan,
Peraturan Walikota Bogor No. 10 Tahun 2011 2006.
tentang Nilai Perolehan Air Tanah (NPA).
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang
Ratnaningsih, Maria dkk. 2012. PDRB Hijau Sumber Daya Air.
(Produk Domestik Regional Bruto Hijau).
BPFE Yogyakarta. United Nations. 2012. The Future We Want.
RIO +20 United Nations Conference on
Setyarko, Yugi. 2013. Perhitungan PDRB Sustainable Development.
Hijau Sebagai Instrumen Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Asmat, United Nations. 2014. World Urbanization
Provinsi Papua. Jurnal Ekonomi Prospects The 2014 Revision Highlights.
Lingkungan Vol. 17, No. 1, Juni 2013.
ISSN 0853 – 7194. Kementerian United Nations Environment Programme.
Lingkungan Hidup. 2011. Cities Investing in Energy and
Resource Efficiency.

View publication stats

Вам также может понравиться