Вы находитесь на странице: 1из 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari komunikasi. Hal tersebut dapat terjadi
melalui bahasa yang menjadi perantara komunikasi antara individu yang satu dengan
individu lainnya. Tanpa bahasa orang tidak mungkin dapat mengerti maksud yang ingin
disampaikan oleh individu yang lain.
Proses berbahasa dimulai dari enkode semantik, gramatikal, fonologi kemudian
dilanjutkan dengan dekode sematik, fonologi, gramatika dan diakhiri oleh dekode
semantik. Proses enkode semantik dan gramatika terjadi didalam otak penutur, sedangkan
enkode fonologi dimulai dari otak penutur kemudian dilaksanakan oleh organ pengucap
dalam rongga mulut. Sedangkan dekode fonologi dimulai dari telinga pendengar dan
dilanjutkan berupa dekode gramatika dan berakhir pada dekode semantik. Proses berbahasa
dapat berjalan dengan baik bila alat-alat fisiologi penutur dan pendengar berada dalam
keadaan normal, sehingga pesan semantik yang disampaikan pemutur dapat diterima
dengan baik oleh otak pendengar.
Proses Berbahasa merupakan proses yang bersifat dua arah dan bolak-balik, antara
penutur dan pendengar. Sehingga penutur kemudian dapat menjadi pendengar dan seorang
pendengar dapat menjadi penutur. Semua proses ini dikendalikan oleh otak yang
merupakan alat pengatur dan pengendali gerak semua aktivitas manusia.

Kata kunci: perencanaan, proses, Bahasa, otak.

B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang disebutkan diatas, agar pembahasan dalam
makalah ini tidak terlalu meluas, maka kami membatasi pembahasannya. Adapun batasan
masalah dalam makalah ini adalah membahas masalah perencanaan Bahasa dalam otak.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis merumuskan
beberapa identifikasi masalah yang akan dibahas, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana awal mula terbentuk perencanaan Bahasa dalam otak?
2. Bagaimana proses perencanaan Bahasa dalam otak?
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Perencanaan

B. Pengertian Otak
Pengertian otak menurut para ahli adalah sebuah organ pusat sistem saraf yang
mengendalikan semua fungsi tubuh, menfsirkan informasi dari dunia luar, dan mewujudkan
esensi pikiran dan jiwa. Kecerdasan, kreativitas, emosi, dan ingatan adalah beberapa hal
yang diatur oleh otak. Otak dilindungi di dalam tengkorak, otak terdiri dari sereberi,
serebelum, dan batang otak. Batang otak bertindak sebagai pusat penghubung yang
menghubungkan antar serebelum dan serebelum ke sumsum tulang belakang. Otak terdiri
dari 3 bagian utama yaitu:
1. Otak Besar
Otak besar adalah bagian terbesar dari otak yang terletak di atas. Otak besar dibagi
menjadi dua belahan otak, yang membentuk lapisan terluar korteks sereberi. Belahan
otak kanan mengontrol otot-otot di sisi kiri tubuh dan sebaliknya.
2. Otak Kecil
Otak kecil adalah bagian otak yang terletak tepat di atas batang otak pada sisi belakang
otak. Hal ini membuatnya relative lebih terlindungi dari trauma dibandingkan dengan
lobus frontal, temporal, dan batang otak. Otak kecil terlibat dalam koordinasi gerakan
motorik sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh.
3. Otak Tengah
Otak tengah adalah aspek rostal (tengah) batang otak yang terletak antara pons dan otak
kecil. Di depan otak tengah terdapat thalamus dan kelenjar hipofisis. Bagian atas
(dorsal) otak tengah adalah lobus optikus yang mengatur refleks mata dan menjadi
pusat pendengaran.

C. Pengertian Proses
Menurut pendapat Gibson, Ivan Cevich, Donelly dalam bukunya yang berjudul
Organization, 8 Ed mengartikan Proses sebagai berikut :
”Proses merupakan aktivitas sumber kehidupan dalam struktur organisasi. Proses
yang umum meliputi komunikasi, pengambilan keputusan, sosialisasi, dan
pengembangan karier. Sedangkan proses dalam teori sistem adalah aktivitas teknik
dan administratif yang berbaur untuk dijadikan masuka ditransformasikan menjadi
keluaran ”. (Gibson, Ivan Cevich, Donelly, 1995)
Sedangkan menurut pendapat James R. Evans dan William M. Lindsay dalam
bukunya yang berjudul Pengantar Six Sigma An Introduction To Six Sigma And
Process Improvement mengartikan sebagai berikut :
” Proses adalah serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai beberapa
hasil. Proses merupakan cara bagaimana sebuah pekerjaan menghasilkan nilai bagi
pelanggan. Biasanya kita berbicara mengenai proses dalam konteks produksi :
sekumpulan aktivitas dan operasi yang terlibat dalam perubahan input (fasilitas
fisik, material, modal, peralatan, dan manusia) menjadi output (produk dan jasa) ”.
(Evans dan Lindsay, 2007:17).
Pengertian proses yang diambil dari salah satu situs website yang beralamat di
www.wikipedia.com mengartikan proses sebagai berikut :
”Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau
didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya,
yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh perubahan yang
diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek di bawah pengaruhnya”.
(www.wikipedia.com).
Sedangkan pengertian proses menurut salah satu situs website dalam kamus komputer,
proses diartikan sebagai kegiatan yang melakukan pengolahan suatu data menjadi
informasi. Informasi dari beberapa data masukan, dan hasil dari proses tersebut
menghasilkan output. (http://www.total.or.id/info.php?kk=proses)

D. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan
sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara bisa dipahami dan
dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan. Chaer
dan Agustina (1995:14) fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Hal ini
sejalan dengan Soeparno (1993:5) yang menyatakan bahwa fungsi umum bahasa adalah
sebagai alat komunikasi sosial. Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai tingkah laku
sosial (sosial behavior) yang dipakai dalam komunikasi sosial.
Suwarna (2002: 4) bahasa merupakan alat utama untuk berkomunikasi dalam
kehidupan manusia, baik secara individu maupun kolektif sosial. Kridalaksana (dalam
Aminuddin, 1985: 28-29) mengartikan bahasa sebagai suatu sistem lambang arbitrer yang
menggunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Effendi (1995:15) berpendapat bahwa pengalaman sehari-hari
menunjukan bahwa ragam lisan lebih banyak daripada ragam tulis. Lebih lanjut Effendi
(1995:78) menyampaikan bahwa ragam lisan berbeda dengan ragam tulis karena peserta
percakapan mengucapkan tuturan dengan tekanan, nada, irama, jeda, atau lagu tertentu
untuk memperjelas makna dan maksud tuturan. Selain itu kalimat yang digunakan oleh
peserta percakapan tidak selalu merupakan kalimat lengkap.
Jeans Aitchison (2008 : 21) “Language is patterned system of arbitrary sound
signals, characterized by structure dependence, creativity, displacement, duality, and
cultural transmission”, bahasa adalah sistem yang terbentuk dari isyarat suara yang telah
disepakati, yang ditandai dengan struktur yang saling tergantung, kreatifitas, penempatan,
dualitas dan penyebaran budaya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Awal Mula Terbentuknya Perencanaan Bahasa dalam Otak
1. Otak Manusia
Otak manusia terdiri dari sekitar 72-78% air,10-12% protein, dan 8-10%
lemak. Otak bekerja secara nonstop walaupun kita sedang tidur, walaupun beratnya
hanya sekitar 2% dari berat tubuh, otak ternyata menkonsumsi sekitar 20% dari suplai
oksigen tubuh, 20% dari kalori yang kita butuhkan. Sebagai pusat berpikir, otak
manusia struktur cerebal cortexnya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan
dan kiri yang keduanya disambung oleh corpus callosum. Belahan otak kanan
menguasai belahan kiri anggota tubuh manusia dan sebaliknya belahan otak kiti
menguasai belahan kanan anggota tubuh manusia. Belahan otak kiri terutama
berfungsi untuk berfikir rasional, analitis, sekuensi, liniear, dan saintifik seperti untuk
belajar membaca, berbahasa, berhitung, spasial, methaporik dengan lebih menyerap
konsep matematika sintesis, mengetahui secara intuitif, elaboratif, humanistik mistis.
Belahan otak kanan lebih bersifat lateral (menyamping) dan berfungsi divergen
dengan memberikan banyak (lebih dari satu) kemungkinan jawaban, sedangkan
belahan otak kiri lebih bersifat analitis logik, kovergen, dan algoritmik.
Proses berfikir belahan otak kiri sangat teratur, bersifat logis, sekuensial,
linear, dan rasional. Meskipun didasarkan pada realita, belahan otak kiri mampu
melakukan penafsiran terhadap hal-hal yang bersifat abstrak dan simbolis. Sebaliknya
proses berfikir belahan otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistic.
Cara berfungsinya seperti cara untuk mengetahui hal-hal yang bersifat nonverbal,
seperti perasaan dan emosi, kesadaran berkenaan dengan perasaan (intuisi), keadaan
spasial, pengenalan bentuk dan pola, music, seni, kepekaan warna, kreativitas dalan
memvisualisasi ide dan sebagainya. (Isniatun Munawaroh dan Haryanto, 2005: 116)

2. Awal Mula Terbentuknya Perencanaan Bahasa dalam Otak

Pembicaraan tentang bahasa pada otak akan menjadi pengulasan yang panjang.
Penelitian yang dilakukan untuk persoalan ini telah dimulai dengan serius pada tahun
1848 sampai sekarang pun tentu mengalami perkembangan. Banyak yang akan
dijabarkan, mulai dari memahami fungsi umum otak, lalu dimana posisi bahasa bekerja
dalam otak, bagaimana perbedaan proses kebahasaan pada otak laki-laki dan
perempuan, dan pembicaraan tentang otak lainnya yang terus dilakukan (mengajarkan
pemberbahasaan pada hewan). Penemuan-penemuan terus bermunculan, bahkan
menghimpit dan mematahkan penemuan-penemuan sebelumnya. Namun, dalam
pembahasaan ini, akan dilakukan pemadatan penjabaran, berdasarkan sumber utama
buku psikolinguistik yang ditulis oleh Abdul Chaer (2009), yang juga telah merangkum
dari berbagai sumber lainnya.

Penelitian mengenai bahasa pada otak manusia, yang terkenal dan bertahan
dalam beberapa dekade sampai ditemukan penelitian berikutnya, adalah penelitian yang
dilakukan oleh Paul Broca dan penelitian yang dilakukan oleh Carl Wernicke. Pada
tahun 1861 Paul Broca melakukan hal ini. Dia adalah seorang ahli bedah saraf yang
mempelajari seorang pria bernama Tan. Dia disebut Tan karena itu adalah satu-satunya
kata pria bisa mengatakan. Tan bisa memahami bahasa lisan, tetapi ia hanya bisa
mengeluarkan suara yang terdengar seperti ‘Tan” Meskipun ia bisa membuat suara ini,
itu tidak dianggap bahasa lisan karena tidak ada informasi yang dipertukarkan. Ketika
Tan meninggal, Broca mempelajari otaknya dan menemukan lesi (memar atau tempat
yucky) di bagian depan lobus temporal. Broca kemudian pergi dan mempelajari otak
lainnya pasien yang mirip dengan Tan. Ini adalah bagaimana ia menemukan daerah
Broca. Ini adalah wilayah otak yang memungkinkan kita untuk menghasilkan bahasa
lisan.

Sepuluh tahun setelah penemuan Broca, Carl Wernicke, seorang ahli saraf,
membuat penemuan yang sama; hanya saja kali ini pasiennya mampu berbicara.
Meskipun mereka berbicara, pidato itu tidak koheren atau hanya tidak masuk akal. Dia
menemukan lesi pada sisi yang sama dari otak sebagai area Broca, tapi di belakang
lobus temporal. Kesimpulan dari penemuannya, bahwa area yang dinamakan dengan
namanya, Wernicke, merupakan area yang menerima bentuk bahasa dari luar, atau
dalam pembahasan sebelumnya, dinamakan dekode.

Berdasarkan penemuan Broca dan Wernicke itu, disimpulkan bahwa proses


berbahasa manusia terjadi di belahan otak kiri, atau hemisfer kiri. Posisinya adalah pada
bagian yang disebut dengan broca dan wernicke. Proses kerjanya seperti enkode dan
dekode. Broca sebagai enkode, yaitu melakukan pemproduksian bahasa, sedangkan
wernicke berfungsi sebagai dekode, yaitu melakukan pememahaman bahasa.

Beberapa penelitian selanjutnya masih menemukan kesimpulan yang sama


dengan Broca dan Wernicke, bahwa medan berbahasa manusia itu terletak pada bagian
otak broca dan wernicke. Teori lokalisasi dengan melakukan beberapa teknik dalam
memahami proses berbahasa pada otak, juga menemukan kesimpulan yang sama,
bahwa kemampuan berbahasa hanya terjadi pada hemisfer kiri. Namun hal ini
kemudian dibantah oleh Yule (1985), Whitaker (1997), dan Krasen (1997), yang
melakukan penelitian lebih lanjut. Kesimpulan dari pendapat mereka adalah, bahwa
meskipun terdapay keunggulan pada hemisfer kiri, tetapi tidak semua aspek bahasa
dibatasi pada hemisfer kiri. Adanya kerja sama di antara bagian otak, ditunjukkan oleh
cara otak mengubah kata menjadi bahasa. Sebuah teori menyatakan bahwa otak
mempunyai wilayah konvergensi bahasa.

Pada akhirnya, teori broca dan wernicke, dan teori lokalisasi, digantikan oleh
teori yang berhipotesis adanya ‘hemisfer yang dominan’ yang mungkin pada hemisfer
kiri ataupun hemisfer kanan. Hal ini telah diiringi dengan bukti-bukti, berupa tes yang
telah dilakukan, dan kesimpulannya, bahwa kemampuan berbahasa tidak hanya pada
hemisfer kiri saja, tetapi hemisfer kanan pun juga dapat dilatih untuk difungsikan
sebagai tempat kegiatan berbahasa.

B. Proses Produksi Bahasa dalam Otak


1. Proses Berbahasa
Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal
yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa sendiri adalah proses
menyampaikan informasi dalam berkomunikasi itu. Proses berbahasa adalah proses
mental yang terjadi pada waktu kita berbicara ataupun proses mental yang menjadi
dasar pada waktu kita mendengar, mengerti, dan mengingat dapat diterangkan dengan
suatu sistem kognitif yang ada pada manusia.
Manusia mempunyai suatu sistem penggunaan bahasa dan psikologi bahasa
yang mempelajari cara kerja dari sistem ini. Sistem ini dapat menerangkan misalnya,
bagaimana manusia dapat menyampaikan pikiran dengan kata-kata (produksi bahasa)
dan bagaimana manusia mengerti “isi’ pikiran atau makna dari suatu kalimat yang
diucapkan atau ditulis (persepsi bahasa).
Ada dua aspek dalam keterampilan atau kemampuan berbahasa, yakni
keterampilan berbahasa reseptif dan keterampilan berbahasa produktif. Keterampilan
berbahasa reseptif adalah terampil atau mampu menerjemahkan kembali kode-kode
bahasa menjadi sebuah makna dalam komunikasi baik lisan maupun tertulis.
Sedangkan keterampilan berbahasa produktif adalah terampil atau mampu membuat
kode-kode kebahasaan yang bermakna dalam komunikasi baik lisan maupun tertulis.
(Inerna, 2012)
Berbahasa merupakan gabungan berurutan antara dua proses dari aspek-aspek
tersebut. Pertama, proses produktif artinya proses yang berlangsung pada diri
pembicara yang menghasilkan kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna. Kedua,
proses reseptif artinya proses yang berlangsung pada diri pendengar yang menerima
kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh pembicara
melalui alat-alat artikulasi dan diterima melalui alat-alat pendengar.
Proses rancangan berbahasa produktif dapat dibagi menjadi tiga tahapan
yakni:
a. Enkode semantik, yaitu proses penyusunan ide, gagasan, atau konsep.
b. Enkode gramatikal, yaitu penyusunan konsep atau ide dalam bentuk satuan
gramatikal.
c. Enkode fonologi, yaitu penyusunan bunyi dari kode tersebut yang kemudian
dilontarkan kepada lawan bicara dengan pemahaman. (Misbah,2012)
Proses rancangan bahasa produktif dimulai dengan enkode semantik yakni
proses penyusunan konsep, ide, atau pengertian. Kemudian dilanjutkan dengan proses
dekode gramatikal yakni pemahaman bunyi itu sebagai satuan gramatikal. Selanjutnya
diteruskan enkode fonologi yakni penyusunan unsur bunyi dari kode itu. Proses
enkode ini terjadi pada otak pembicara.
Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi yakni penerimaan unsur-unsur
bunyi melalui telinga pendengar. Kemudian dilanjutkan dengan proses dekode
gramatikal yakni pemahaman bunyi itu sebagai satuan gramatikal. Lalu diakhiri
dengan dekode semantik yakni pemahaman akan konsep-konsep atau ide-ide yang
dibawa oleh kode-kode tersebut. Proses dekode ini terjadi pada otak pendengar.
Dari proses enkode dan decode ini terjadilah proses transmisi, proses transmisi
adalah proses pemindahan atau pengiriman kode-kode yang terdiri atas ujaran
manusia yang disebut bahasa. Proses ini terjadi antara mulut pembicara sampai ke
telinga pendengar. Proses enkode dan dekode ini terangkum dalam proses
komunikasi. (Moh. Agus Setiawan, 2012)
Dr. Ahmad Sayuti Anshari Nasution, MA dalam bukunya menerangkan
apabila dua orang berkomunikasi dengan bahasa lisan maka peristiwa yang pertama
terjadi adalah peristiwa kejiwaan yang terjadi di otak pembicara. Dia memikirkan apa
yang harus dikomunikasikan kepada lawan bicaranya. (Ahmad Sayuti Anshari
Nasution, 2010:10)
Setelah menemukan materi yang akan dikomunikasikan maka dia mulai
menentukan jenis kode yang akan digunakan, apabila pilihan jatuh pada kode bunyi
maka dia mulai merumuskan kode-kode bunyi untuk materi tersebut. Peristiwa ini
terjadi di otak pembicara.
Setelah kode bunyi dirumuskan, peristiwa berikutnya yang akan terjadi adalah
peristiwa penuturan bunyi demi bunyi yang terjadi dengan pengeluaran udara dari
paru-paru, kemudian membentuknya di pita suara dan memfinalisasinya di makhraj.
Peristiwa ini terjadi lewat organ bicara manusia. Bunyi-bunyi bahasa yang sudah
diproduksi oleh organ bicara si pembicara itu langsung menyatu dengan udara atau
benda pengantar bunyi lainnya (seperti air dan metal) dan berpindah ke semua
penjuru. Peristiwa ini terjadi lewat alam.
Bunyi yang sudah menyatu dengan udara atau benda pengantar bunyi tersebut
terpantul di telinga pendengar, lalu segera dikirim ke otak. Peristiwa ini terjadi di
telinga pendengar. Setelah pesan sampai ke otak pendengar, pesan tersebut
ditafsirkan, kemudian seterusnya dirumuskan pula materi jawaban yang akan
disampaikan. Peristiwa ini terjadi di otak pendengar. Dengan demikian, terdapat lima
peristiwa dalam satu proses komunikasi bahan lisan, seperti:
a. Peristiwa Kejiwaan Pembicara
b. Peristiwa Penuturan Bunyi
c. Peristiwa Perpindahan Bunyi
d. Peristiwa Penerimaan Bunyi
e. Peristiwa Kejiwaan Pendengar

Gambar Proses Komunikasi Lisan

2. Proses Produksi Bahasa dalam Otak

Peranan otak dalam pemerolehan bahasa sangatlah penting, hal ini terlihat dari
adanya proses Lateralisasi pada otak dimana lateralisasi ini merupakan proses
pembedaan fungsi yang terjadi baik di hemisper kiri maupun kanan, dimana salah satu
hemisper menjadi lebih dominan atau memiliki spesialisasi pada fungsi masing-
masing. Bukti dari adanya lateralisasi pada otak terlihat dari adanya pasien yang
menagalami “split brain” yaitu suatu kondisi dimana dua belahan otak berdiri pada
fungsinya masing-masing. Selain itu, Steinberg et al. dalam Fauziati (2008) juga
berpendapat bahwa kedua belahan otak pamemepunyai struktur dan fungsi khusus
dimana beberapa fungsi terjadi di hemisphere kiri dan sisanya berada pada
hemisphere kanan. Jadi, pemisahan fungsi inilah yang disebut proses Lateralisasi.

Pada manusia, hubungan proses lateralisasi sangat mempengaruhi kemampuan


dalam penggunaan bahasa. Berdasarkan penemuan dalam penelitian Brain
Lateralization, ditemukan bahwa bagian otak yang paling dominan dalam produksi
bahasa yakni hemisper kiri. Nickerson dalam Garman (1990) menegemukakan bahwa
otak mengendalikan setiap gerak, aktivitas, atau kegiatan manusia. Kegiatan menulis
dan berpikir lebih banyak dikendalikan oleh belahan otak kiri. Hal ini dapat dilihat
dalam skema daerah dominasi otak kiri dan otak kanan berikut ini:

DAERAH DOMINASI
NO. OTAK KIRI OTAK KANAN

1. Intelektual Intuitif

2. Mengingat nama Mengingat wajah

3. Tanggap terhadap penje-lasan dan Tanggap terhadap demonstrasi, ilustrasi,


instruksi verbal. atau instruksi simbolik.

4. Percobaan sistematis dan dengan Percobaan acak dan dengan sedikit


pengendalian. pengendalian.

5. Membuat pertimbanganObjektif Membuat pertimbangansubjektif

6. Terencana dan tersusun Berubah-ubah dan spontan

7. Lebih suka kenyataan, informasi yan Lebih suka hal yang sukar dipahami.
dipahami.

8. Pembaca analisis Pembaca sistematis

9. Bergantung pada bahasa dalam Bergantung pada kesan

10. Lebih suka berbicara dan menulis Lebih suka menggambar dan
memanipulasi objek.

11. Lebih suka tes pilihan ganda Lebih suka pertanyaan terbuka

12. Kurang baik menginter-pretasi bahasa Baik menginterpretasi bahasa tubuh.


tubuh.

13. Mengendalikan perasaan Lebih bebas dengan perasaan

14. Jarang menggunakanMetafora Sering menggunakanmetafora

15. Menyenangi pemecahan masalah secara Menyenangi pemecahan masa-lah secara


logis. intuitif.
Proses lateralisasi terjadi semenjak anak baru lahir sampai berusia lima tahun (Krashen
dalam Fauziati, 2008). Ketika proses lateralisasi selesai, maka seseorang dikatakan telah
memasuki fase dimana otot-otot dan sel-sel otaknya tidak lagi lentur dan fleksibel untuk
memproduksi suatu bahasa sebaik penutur aslinya (Lenneberg dalam Fauziati, 2008). Jika
seorang anak mendapatkan input yang bagus (berada di lingkungan yang mendukung suatu
bahasa, misalnya bahasa inggris) dimana proses lateralisasi masih berjalan, maka anak tersebut
memiliki kesempatan untuk dapat memproduksi bahasa sebaik penutur asli bahasa Inggris.

Seseorang yang mengalami gangguan berbicara seperti gagap dapat diindikasikan


mengalami gangguan atau kelainan pada salah satu bagian otaknya. Untuk mampu berbahasa
diperlukan kemampuan pemahaman (resepsi) dan kemampuan produksi (ekspresi).
Implikasinya ialah daerah Broca dan Wernicke harus berfungsi secara penuh. Kerusakan pada
salah satu atau kedua daerah tersebut akan mengakibatkan gangguan berbahasa yang disebut
aphasia.

Aphasia dapat dibedakan atas 2 jenis : aphasia motorik (ekspresif) atau aphasia Broca
dan aphasia sensorik (reseptif) atau aphasia Wernicke seperti dalam diagram berikut ini.

Kerusakan otak yang dominan dapat mengakibatkan aphasia motorik, kerusakan dapat
terletak pada lapisan permnukaan (lesi kortikal) daerah Broca, di lapisan di bawah permukaan
(lesi subkortikal) daerah Broca, atau antara daerah Broca dan daerah Wernicke (lesi
transkortikal). Aphasia motorik kortikal ialah hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi
pikiran dengan menggunakan perkataan. Ia mengerti bahasa lisan dan tulis, tetapi tidak mampu
berekspresi secara verbal, meskipun masih mampu dengan menggunakan isyarat. Kemudian,
Aphasia motorik subkortikal ialah penderita tidak mampu mengutarakan isi pikirannya dengan
menggunakan perkataan, namun masih bisa dengan cara membeo. Pemaknaan ekspresi verbal
dan visual tidak terganggu, bahkan 80 % ekspresi visualnya normal. Sedangkan Aphasia
motorik transkortial (aphasia nominatif) ialah aphasia yang masih dapat mengutarakan isi
pikiran dengan menggunakan perkataan yang singkat dan tepat, namun masih mungkin
menggunakan perkataan penggantinya. Misalnya, tidak mampu menyebut nama barang yang
dipegangnya, tetapi tahu kegunaannya.

Aphasia sensorik terjadi akibat lesi kortial di daerah Wernicke pada hemisper yang
dominan. Daerah itu terletak di kawasan asosiatif antara daerah visual, sensorik, motorik, dan
pendengaran. Kerusakan pada daerah Wernicke akan mengakibatkan kehilangan pengertian
bahasa lisan dan tulis, namun ia masih memiliki curah verbal, sekalipun tidak dipahami oleh
dirinya maupun orang lain. Curah verbal ini merupakan neologisme, yakni bahasa baru yang
tidak dimengerti oleh siapa pun, biasanya diucapkan dengan irama, nada, dan melodi yang
sesuai dengan bahasa asing yang ada. Ia bersikap biasa, tidak tegang, ataupun depresif.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Inerna. 2012. Cakupan Materi Bahasa Indonesia.


http://inerna.wordpress.com/2012/09/20/bahasa-indonesia/ diunduh pada hari Rabu, 27
Juni 2018 pukul 6.30 WIB.
Misbah. 2012. Bahasa dan Berbahasa. http://lightsz.blogspot.com/2012/05/bahasa-dan-
berbahasa.html diunduh pada hari Rabu, 27 Juni 2018 pukul 6.30 WIB.
Moch. Agus Setiawan. 2012. Bahasa dan Berbahasa.
http://bocahsastra.wordpress.com/2012/05/02/bahasa-dan-berbahasa/ diunduh pada hari
Rabu, 27 Juni 2018 pukul 6.30 WIB.
Ahmad Sayuti Anshari Nasution. 2010. Bunyi Bahasa: ‘Ilm al-Ashwat al-‘Arabiyah. Jakarta:
Amzah
Arifin, Zaenal. 2017. Psikolinguistik. Jakarta. Pustaka Mandiri.

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta. Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soejono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.


Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Вам также может понравиться