Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang disebutkan diatas, agar pembahasan dalam
makalah ini tidak terlalu meluas, maka kami membatasi pembahasannya. Adapun batasan
masalah dalam makalah ini adalah membahas masalah perencanaan Bahasa dalam otak.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis merumuskan
beberapa identifikasi masalah yang akan dibahas, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana awal mula terbentuk perencanaan Bahasa dalam otak?
2. Bagaimana proses perencanaan Bahasa dalam otak?
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Perencanaan
B. Pengertian Otak
Pengertian otak menurut para ahli adalah sebuah organ pusat sistem saraf yang
mengendalikan semua fungsi tubuh, menfsirkan informasi dari dunia luar, dan mewujudkan
esensi pikiran dan jiwa. Kecerdasan, kreativitas, emosi, dan ingatan adalah beberapa hal
yang diatur oleh otak. Otak dilindungi di dalam tengkorak, otak terdiri dari sereberi,
serebelum, dan batang otak. Batang otak bertindak sebagai pusat penghubung yang
menghubungkan antar serebelum dan serebelum ke sumsum tulang belakang. Otak terdiri
dari 3 bagian utama yaitu:
1. Otak Besar
Otak besar adalah bagian terbesar dari otak yang terletak di atas. Otak besar dibagi
menjadi dua belahan otak, yang membentuk lapisan terluar korteks sereberi. Belahan
otak kanan mengontrol otot-otot di sisi kiri tubuh dan sebaliknya.
2. Otak Kecil
Otak kecil adalah bagian otak yang terletak tepat di atas batang otak pada sisi belakang
otak. Hal ini membuatnya relative lebih terlindungi dari trauma dibandingkan dengan
lobus frontal, temporal, dan batang otak. Otak kecil terlibat dalam koordinasi gerakan
motorik sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh.
3. Otak Tengah
Otak tengah adalah aspek rostal (tengah) batang otak yang terletak antara pons dan otak
kecil. Di depan otak tengah terdapat thalamus dan kelenjar hipofisis. Bagian atas
(dorsal) otak tengah adalah lobus optikus yang mengatur refleks mata dan menjadi
pusat pendengaran.
C. Pengertian Proses
Menurut pendapat Gibson, Ivan Cevich, Donelly dalam bukunya yang berjudul
Organization, 8 Ed mengartikan Proses sebagai berikut :
”Proses merupakan aktivitas sumber kehidupan dalam struktur organisasi. Proses
yang umum meliputi komunikasi, pengambilan keputusan, sosialisasi, dan
pengembangan karier. Sedangkan proses dalam teori sistem adalah aktivitas teknik
dan administratif yang berbaur untuk dijadikan masuka ditransformasikan menjadi
keluaran ”. (Gibson, Ivan Cevich, Donelly, 1995)
Sedangkan menurut pendapat James R. Evans dan William M. Lindsay dalam
bukunya yang berjudul Pengantar Six Sigma An Introduction To Six Sigma And
Process Improvement mengartikan sebagai berikut :
” Proses adalah serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai beberapa
hasil. Proses merupakan cara bagaimana sebuah pekerjaan menghasilkan nilai bagi
pelanggan. Biasanya kita berbicara mengenai proses dalam konteks produksi :
sekumpulan aktivitas dan operasi yang terlibat dalam perubahan input (fasilitas
fisik, material, modal, peralatan, dan manusia) menjadi output (produk dan jasa) ”.
(Evans dan Lindsay, 2007:17).
Pengertian proses yang diambil dari salah satu situs website yang beralamat di
www.wikipedia.com mengartikan proses sebagai berikut :
”Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau
didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya,
yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh perubahan yang
diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek di bawah pengaruhnya”.
(www.wikipedia.com).
Sedangkan pengertian proses menurut salah satu situs website dalam kamus komputer,
proses diartikan sebagai kegiatan yang melakukan pengolahan suatu data menjadi
informasi. Informasi dari beberapa data masukan, dan hasil dari proses tersebut
menghasilkan output. (http://www.total.or.id/info.php?kk=proses)
D. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan
sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara bisa dipahami dan
dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan. Chaer
dan Agustina (1995:14) fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Hal ini
sejalan dengan Soeparno (1993:5) yang menyatakan bahwa fungsi umum bahasa adalah
sebagai alat komunikasi sosial. Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai tingkah laku
sosial (sosial behavior) yang dipakai dalam komunikasi sosial.
Suwarna (2002: 4) bahasa merupakan alat utama untuk berkomunikasi dalam
kehidupan manusia, baik secara individu maupun kolektif sosial. Kridalaksana (dalam
Aminuddin, 1985: 28-29) mengartikan bahasa sebagai suatu sistem lambang arbitrer yang
menggunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Effendi (1995:15) berpendapat bahwa pengalaman sehari-hari
menunjukan bahwa ragam lisan lebih banyak daripada ragam tulis. Lebih lanjut Effendi
(1995:78) menyampaikan bahwa ragam lisan berbeda dengan ragam tulis karena peserta
percakapan mengucapkan tuturan dengan tekanan, nada, irama, jeda, atau lagu tertentu
untuk memperjelas makna dan maksud tuturan. Selain itu kalimat yang digunakan oleh
peserta percakapan tidak selalu merupakan kalimat lengkap.
Jeans Aitchison (2008 : 21) “Language is patterned system of arbitrary sound
signals, characterized by structure dependence, creativity, displacement, duality, and
cultural transmission”, bahasa adalah sistem yang terbentuk dari isyarat suara yang telah
disepakati, yang ditandai dengan struktur yang saling tergantung, kreatifitas, penempatan,
dualitas dan penyebaran budaya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Awal Mula Terbentuknya Perencanaan Bahasa dalam Otak
1. Otak Manusia
Otak manusia terdiri dari sekitar 72-78% air,10-12% protein, dan 8-10%
lemak. Otak bekerja secara nonstop walaupun kita sedang tidur, walaupun beratnya
hanya sekitar 2% dari berat tubuh, otak ternyata menkonsumsi sekitar 20% dari suplai
oksigen tubuh, 20% dari kalori yang kita butuhkan. Sebagai pusat berpikir, otak
manusia struktur cerebal cortexnya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan
dan kiri yang keduanya disambung oleh corpus callosum. Belahan otak kanan
menguasai belahan kiri anggota tubuh manusia dan sebaliknya belahan otak kiti
menguasai belahan kanan anggota tubuh manusia. Belahan otak kiri terutama
berfungsi untuk berfikir rasional, analitis, sekuensi, liniear, dan saintifik seperti untuk
belajar membaca, berbahasa, berhitung, spasial, methaporik dengan lebih menyerap
konsep matematika sintesis, mengetahui secara intuitif, elaboratif, humanistik mistis.
Belahan otak kanan lebih bersifat lateral (menyamping) dan berfungsi divergen
dengan memberikan banyak (lebih dari satu) kemungkinan jawaban, sedangkan
belahan otak kiri lebih bersifat analitis logik, kovergen, dan algoritmik.
Proses berfikir belahan otak kiri sangat teratur, bersifat logis, sekuensial,
linear, dan rasional. Meskipun didasarkan pada realita, belahan otak kiri mampu
melakukan penafsiran terhadap hal-hal yang bersifat abstrak dan simbolis. Sebaliknya
proses berfikir belahan otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistic.
Cara berfungsinya seperti cara untuk mengetahui hal-hal yang bersifat nonverbal,
seperti perasaan dan emosi, kesadaran berkenaan dengan perasaan (intuisi), keadaan
spasial, pengenalan bentuk dan pola, music, seni, kepekaan warna, kreativitas dalan
memvisualisasi ide dan sebagainya. (Isniatun Munawaroh dan Haryanto, 2005: 116)
Pembicaraan tentang bahasa pada otak akan menjadi pengulasan yang panjang.
Penelitian yang dilakukan untuk persoalan ini telah dimulai dengan serius pada tahun
1848 sampai sekarang pun tentu mengalami perkembangan. Banyak yang akan
dijabarkan, mulai dari memahami fungsi umum otak, lalu dimana posisi bahasa bekerja
dalam otak, bagaimana perbedaan proses kebahasaan pada otak laki-laki dan
perempuan, dan pembicaraan tentang otak lainnya yang terus dilakukan (mengajarkan
pemberbahasaan pada hewan). Penemuan-penemuan terus bermunculan, bahkan
menghimpit dan mematahkan penemuan-penemuan sebelumnya. Namun, dalam
pembahasaan ini, akan dilakukan pemadatan penjabaran, berdasarkan sumber utama
buku psikolinguistik yang ditulis oleh Abdul Chaer (2009), yang juga telah merangkum
dari berbagai sumber lainnya.
Penelitian mengenai bahasa pada otak manusia, yang terkenal dan bertahan
dalam beberapa dekade sampai ditemukan penelitian berikutnya, adalah penelitian yang
dilakukan oleh Paul Broca dan penelitian yang dilakukan oleh Carl Wernicke. Pada
tahun 1861 Paul Broca melakukan hal ini. Dia adalah seorang ahli bedah saraf yang
mempelajari seorang pria bernama Tan. Dia disebut Tan karena itu adalah satu-satunya
kata pria bisa mengatakan. Tan bisa memahami bahasa lisan, tetapi ia hanya bisa
mengeluarkan suara yang terdengar seperti ‘Tan” Meskipun ia bisa membuat suara ini,
itu tidak dianggap bahasa lisan karena tidak ada informasi yang dipertukarkan. Ketika
Tan meninggal, Broca mempelajari otaknya dan menemukan lesi (memar atau tempat
yucky) di bagian depan lobus temporal. Broca kemudian pergi dan mempelajari otak
lainnya pasien yang mirip dengan Tan. Ini adalah bagaimana ia menemukan daerah
Broca. Ini adalah wilayah otak yang memungkinkan kita untuk menghasilkan bahasa
lisan.
Sepuluh tahun setelah penemuan Broca, Carl Wernicke, seorang ahli saraf,
membuat penemuan yang sama; hanya saja kali ini pasiennya mampu berbicara.
Meskipun mereka berbicara, pidato itu tidak koheren atau hanya tidak masuk akal. Dia
menemukan lesi pada sisi yang sama dari otak sebagai area Broca, tapi di belakang
lobus temporal. Kesimpulan dari penemuannya, bahwa area yang dinamakan dengan
namanya, Wernicke, merupakan area yang menerima bentuk bahasa dari luar, atau
dalam pembahasan sebelumnya, dinamakan dekode.
Pada akhirnya, teori broca dan wernicke, dan teori lokalisasi, digantikan oleh
teori yang berhipotesis adanya ‘hemisfer yang dominan’ yang mungkin pada hemisfer
kiri ataupun hemisfer kanan. Hal ini telah diiringi dengan bukti-bukti, berupa tes yang
telah dilakukan, dan kesimpulannya, bahwa kemampuan berbahasa tidak hanya pada
hemisfer kiri saja, tetapi hemisfer kanan pun juga dapat dilatih untuk difungsikan
sebagai tempat kegiatan berbahasa.
Peranan otak dalam pemerolehan bahasa sangatlah penting, hal ini terlihat dari
adanya proses Lateralisasi pada otak dimana lateralisasi ini merupakan proses
pembedaan fungsi yang terjadi baik di hemisper kiri maupun kanan, dimana salah satu
hemisper menjadi lebih dominan atau memiliki spesialisasi pada fungsi masing-
masing. Bukti dari adanya lateralisasi pada otak terlihat dari adanya pasien yang
menagalami “split brain” yaitu suatu kondisi dimana dua belahan otak berdiri pada
fungsinya masing-masing. Selain itu, Steinberg et al. dalam Fauziati (2008) juga
berpendapat bahwa kedua belahan otak pamemepunyai struktur dan fungsi khusus
dimana beberapa fungsi terjadi di hemisphere kiri dan sisanya berada pada
hemisphere kanan. Jadi, pemisahan fungsi inilah yang disebut proses Lateralisasi.
DAERAH DOMINASI
NO. OTAK KIRI OTAK KANAN
1. Intelektual Intuitif
7. Lebih suka kenyataan, informasi yan Lebih suka hal yang sukar dipahami.
dipahami.
10. Lebih suka berbicara dan menulis Lebih suka menggambar dan
memanipulasi objek.
11. Lebih suka tes pilihan ganda Lebih suka pertanyaan terbuka
Aphasia dapat dibedakan atas 2 jenis : aphasia motorik (ekspresif) atau aphasia Broca
dan aphasia sensorik (reseptif) atau aphasia Wernicke seperti dalam diagram berikut ini.
Kerusakan otak yang dominan dapat mengakibatkan aphasia motorik, kerusakan dapat
terletak pada lapisan permnukaan (lesi kortikal) daerah Broca, di lapisan di bawah permukaan
(lesi subkortikal) daerah Broca, atau antara daerah Broca dan daerah Wernicke (lesi
transkortikal). Aphasia motorik kortikal ialah hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi
pikiran dengan menggunakan perkataan. Ia mengerti bahasa lisan dan tulis, tetapi tidak mampu
berekspresi secara verbal, meskipun masih mampu dengan menggunakan isyarat. Kemudian,
Aphasia motorik subkortikal ialah penderita tidak mampu mengutarakan isi pikirannya dengan
menggunakan perkataan, namun masih bisa dengan cara membeo. Pemaknaan ekspresi verbal
dan visual tidak terganggu, bahkan 80 % ekspresi visualnya normal. Sedangkan Aphasia
motorik transkortial (aphasia nominatif) ialah aphasia yang masih dapat mengutarakan isi
pikiran dengan menggunakan perkataan yang singkat dan tepat, namun masih mungkin
menggunakan perkataan penggantinya. Misalnya, tidak mampu menyebut nama barang yang
dipegangnya, tetapi tahu kegunaannya.
Aphasia sensorik terjadi akibat lesi kortial di daerah Wernicke pada hemisper yang
dominan. Daerah itu terletak di kawasan asosiatif antara daerah visual, sensorik, motorik, dan
pendengaran. Kerusakan pada daerah Wernicke akan mengakibatkan kehilangan pengertian
bahasa lisan dan tulis, namun ia masih memiliki curah verbal, sekalipun tidak dipahami oleh
dirinya maupun orang lain. Curah verbal ini merupakan neologisme, yakni bahasa baru yang
tidak dimengerti oleh siapa pun, biasanya diucapkan dengan irama, nada, dan melodi yang
sesuai dengan bahasa asing yang ada. Ia bersikap biasa, tidak tegang, ataupun depresif.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA