Вы находитесь на странице: 1из 9

2.7.

2 Penatalaksanaan krisis hipertensi


HIPERTENSI EMERGENSI
Pada hipertensi emergensi, tujuan pengobatan ialah memperkecil kerusakan organ
target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan.
Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek
penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Bila diagnosis krisis
hipertensi telah ditegakkan, langkah-langkah yang harus dilakukan ialah 4,5,6:
1. Rawat di ICU. Bila ada indikasi, pasang femoral intraarterial line dan pulminari
arterial kateter untuk menentukan fungsi kardiopulmoner dan status volume
intravaskuler.
2. Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik, dengan menentukan :
 Penyebab krisis hipertensi
 Penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi disingkirkan
 Adanya kerusakan organ target
3. Tentukan tekanan darah yang diinginkan didasari dari lama tingginya tekanan darah
sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang
menyertai serta usia pasien.
 Menurunkan tekanan arteri rata-rata (MAP) sebanyak 25% atau mencapai
tekanan darah diastolik 100 – 110 mmHg dalam waktu beberapa menit
sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan menjadi
160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap 15
sampai 30 menit.
 Pada stroke, penurunan tekanan darah hanya boleh 20% dan khusus pada
stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah
> 220/130 mmHg.
 Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia
renal, serebral dan miokardium.
Pada hipertensi emergensi, pemberian obat antihipertensi melalui intravena (IV).
Berikut ini merupakan obat antihipertensi parenteral yang digunakan, antara lain :

0
Tabel 3. Obat Antihipertensi Intravena pada Hipertensi Emergensi 3

Berdasarkan kerusakan organ target, obat antihipertensi yang diberikan ialah :

Tabel 4. Pilhan Obat Antihipertensi Sesuai Kerusakan Organ Target 3

1
HIPERTENSI URGENSI
Pada hipertensi urgensi, tujuan pengobatan ialah penurunan tekanan darah sama seperti
hipertensi emergensi, hanya saja dalam waktu 24 sampai 48 jam. Penderita dengan hipertensi
urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan di
ruangan yang tenang, tidak terang, dan diukur kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah
masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral
antihipertensi dalam menanggulangi hipertensi urgensi. Berikut ini ialah obat antihipertensi
oral yang diberikan, antara lain 5,6,7:

 Nifedipine
Pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit), bukal (onset 5–10 menit), oral
(onset 15-20 menit), durasi kerja 5 – 15 menit secara sublingual/ buccal. Efek samping:
sakit kepala, takikardi, hipotensi, flushing, oyong.
 Clonidine
Pemberian secara oral dengan onset 30–60 menit, durasi kerja 8-12 jam. Dosis: 0,1-0,2
mg, dilanjutkan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai dengan 0,7 mg. Efek samping: sedasi,

2
mulut kering. Hindari pemakaian pada AV blok derajat 2 dan 3, bradikardi, sick sinus
syndrome. Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.
 Captopril
Pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25 mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai
kebutuhan. Efek samping: angioneurotik edema, rash, gagal ginjal akut pada penderita
bilateral renal arteri stenosis.
 Prazosin
Pemberian secara oral dengan dosis 1-2 mg dan diulang per jam bila perlu. Efek
samping: sinkop, hipotensi ortostatik, palpitasi, takikardi, sakit kepala.

Dengan pemberian nifedipine ataupun clonidine oral dicapai penurunan MAP sebanyak
20% ataupun tekanan darah <120 mmHg. Demikian juga captopril, prazosin terutama
digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekolamin. Perlu diingat
bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat menyebabkan penurunan tekanan
darah yang cepat dan berlebihan bahkan sampai ke batas hipotensi, walaupun hal ini jarang
sekali terjadi. 5,6,7
Selain itu, reaksi hipotensi akibat pemberian oral nifedipine dapat menyebabkan
timbulnya infark miokard dan stroke. Dengan pengaturan titrasi dosis nifedipine ataupun
clonidin biasanya tekanan darah dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari
MAP. Penderita yang telah mendapat pengobatan antihipertensi cenderung lebih sensitif
terhadap penambahan terapi. Untuk penderita hipertensi dengan riwayat penyakit
serebrovaskular dan koroner, pasien umur tua serta pasien dengan volume depletion maka dosis
obat nifedipine dan clonidine harus dikurangi. Seluruh penderita diobservasi paling sedikit
selama 6 jam setelah tekanan darah turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan
timbulnya hipotensi ortostatil. Bila tekanan darah penderita yang diobati tidak berkurang maka
sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit. 5,6,8

2.8 KRISIS HIPERTENSI PADA KEADAAN KHUSUS


2.8.1 KRISIS HIPERTENSI PADA GANGGUAN OTAK
2.8.1.1 STROKE
 Infark
 Infark : aterotrombotik, kardioembolik, lakunar.
 Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, dimana
pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30 menit.

3
 Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur dengan batas
penurunan maksimal tekanan darah 20-25% dari MAP.
 Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan tekanan diastolik 105-120
mmHg dilakukan penatalaksanaan seperti terapi pada hipertensi urgensi.
 Perdarahan
 Perdarahan : perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid, pecahnya
Arteriovenous Malformation (AVM)
 Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, dimana
pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30 menit.
 Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur dengan batas
penurunan maksimal tekanan darah 20-25% dari MAP.
 Target tekanan darah adalah sistolik 160 mmHg dan diastolik 90 mmHg.
Catatan :
 The American Stroke Association merekomendasikan penurunan tekanan darah sebesar
10-15% bila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg.
 Nifedipin dapat mengakibatkan stroke non-hemoragic dan infark miokard bila tekanan
darah terlalu cepat diturunkan.
 Candexartan cilexetil per oral pada stroke akut memberikan perbaikan kualitas hidup
dalam 1 tahun pertama dengan tidak menurunkan tekanan darah yang berlebihan.

2.8.1.2 ENSEFALOPATI HIPERTENSI


 Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, dimana pengukuran
dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30 menit.
 Terdapat gangguan kesadaran, retinopati dengan papiledema, peningkatan tekanan
intrakranial sampai kejang.
 Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur penatalaksanaan krisis
hipertensi dengan batas penurunan tekanan darah 20-25% dari MAP.
2.8.1.3 CEDERA KEPALA DAN TUMOR INTRAKRANIAL
 Pada kasus cedera kepala, tumor intrakranial terdapat gejala tekanan intrakranial yang
meningkat, seperti : sakit kepala hebat, muntah proyektil/tanpa penyebab
gastrointestinal, papiledema, kesadaran menurun/berubah
 Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, dimana pengukuran
dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30 menit.

4
 Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur penatalaksanaan krisis
hipertensi dengan batas penurunan tekanan darah 20-25% dari MAP.
 Khusus untuk tumor intrakranial hipofisis perlu dilakukan pemeriksaan hormonal dan
penatalaksanaan sesuai dengan krisis hipertensi dengan gangguan endokrin.

2.8.2 KRISIS HIPERTENSI PADA PENYAKIT JANTUNG


2.8.2.1 DISEKSI AORTA AKUT
Definisi
Suatu kondisi akibat robekan pada dinding aorta sehingga lapisan dinding aorta
terpisah dan darah dapat masuk ke sela-sela lapisan dinding pembuluh darah aorta. 9
Manifestasi klinis
Keluhan dapat bervariasi :
 Nyeri khas aorta : onset mendadak, nyeri teriris sudah maksimal dirasakan saat
awal, lokasi nyeri sesuai lokasi dimana robekan aorta terjadi.
 Rasa nyeri dada seperti nyeri dada khas infark miokard, bila proses diseksi
menjalar ke ostium arteria koronaria.
 Rasa nyeri di leher disertai pandangan kabur, bila proses diseksi ekstensi ke
arteri karotis.
 Sinkope merupakan petanda komplikasi yang fatal, seperti tamponade jantung,
hipoperfusi serebri.
Diagnosis
Kecurigaan diagnosis diseksi aorta berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik cukup untuk menatalaksana sebagai diseksi aorta. Diagnosis pasti dengan
pencitraan dengan : ekokardiografi transesofageal (TEE), CT-Scan kontras, MRI. 9

Prinsip tatalaksana dan sasaran tekanan darah


 Atasi rasa nyeri dengan morfin intravena. Kemudia, menurunkan tekanan darah
sistolik segera dalam 10-20 menit dengan target tekanan darah sistolik 110-120
mmHg dan frekuensi nadi 60 x/menit.
 B-blocker merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi shear stress dan
mengontrol tekanan darah.

5
 Terapi medikamentosa dapat dilakukan pada diseksi aorta desenden tanpa
komplikasi ke organ lain, yakni hipoperfusi ginjal, ekstremitas dan mesenterika.
 Setelah pasien stabil, idealnya 24-48 jam, obat intravena diganti dengan oral.

2.8.2.2 EDEMA PARU


Definisi
Suatu keadaan timbulnya tanda dan gejala jantung yang disertai dengan
peningkatan tekanan darah dan gambaran rontgen thoraks sesuai dengan edema paru. 9
Manifestasi klinis
Keluhan/gejala : sesak napas, orthopnoe, dyspneu on effort
Pemeriksaan fisik
 Tekanan darah sesuai definisi krisis hipertensi
 Frekuensi pernapasan meningkat
 Pada pemeriksaan jantung ditemukan S3 dan/atau S4 gallop
 Pada pemeriksaan paru ditemukan suara napas ekspirasi memanjang disertai
ronki basah halus di seluruh lapangan paru
 Peningkatan tekanan vena jugularis
Diagnosis
 Peningkatan tekanan darah sesuai krisis hipertensi
 Gejala dan tanda gagal jantung
 Edema paru pada foto thorak
Prinsip tatalaksana dan sasaran tekanan darah
Terapi diberikan dengan urutan sebagai berikut :
1. O2 dengan target saturasi O2 perifer > 95%, bila perlu dapat digunakan CPAP
atau ventilasi mekanik non-invasif bahkan ventilasi mekanik invasif
2. Pemberian nitroglycerin sublingual, bila perlu dilanjutkan dengan pemberiaan
drip
3. Pemberiaan diuretik loop intravena (furosemid)
4. Pemberiaan obat anti-hipertensi intravena atau sublingual
5. Bila tidak ada kontra indikasi morfin IV dapat dipertimbangkan
Target penurunan tekanan darah sistolik atau diastolik sebesar 30 mmHg dalam
beberapa menit. Sasaran akhir tekanan darah sistolik < 130 mmHg dan tekanan darah
diastolik < 80 mmHg sebaiknya dicapai dalam 3 jam .9

6
2.8.2.3 SINDROMA KORONER AKUT
Definisi
Sindroma koroner akut terdiri dari angina pektoris tidak stabil, infark miokard
non-ST elevasi dan infark miokard dengan ST elevasi. 9
Manifestasi klinis
Keluhan : nyeri dada dengan penjalaran ke leher atau lengan kiri dengan
durasi lebih dari 20 menit dan dapat disertai dengan gejala sistemik berupa keringat
dingin, mual dan muntah dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda gagal
jantung. 9
Pemeriksaan fisik : dapat normal atau tanda-tanda gagal jantung.
Diagnosis
1. Anamnesis
2. EKG
3. Enzim petanda kerusakan otot jantung (CKMB, Troponin T)
Prinsip tatalaksan dan sasaran tekanan darah
Penyekat beta dan nitrogliserin merupakan anjuran utama. Bila tidak terkontrol
dapat diberikan golongan golongan kalsium antagonis parenteral, nicardipin dan
diltiazem bila tidak ada kontraindikasi. Sasaran tekanan darah sistolik adalah < 130
mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg. Penurunan tekanan darah harus
dilakukan secara bertahap. Penurunan tekanan darah perlu pemantauan ketat
agar tekanan darah diastolik tidak lebih rendah dari 60 mmHg karena dapat
mengakibatkan iskemia miokard bertambah berat. 9

2.8.3 KRISIS HIPERTENSI PADA PENYAKIT GINJAL


Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh krisis hipertensi. Gagal ginjal akut dapat
ditandai dengan proteinuria, mikroskopik hematuria, oligouria dan/atau anuria. Penatalaksanan
terbaik untuk gagal ginjal akut akibat krisis hipertensi masih kontroversial. Walaupun
nitroprusside sering digunakan, namun dapat menyebabkan keracunan cyanida atau
thiocyanida. Fenoldopam mesylate (a dopamine-1 receptor agonis) telah menunjukkan hasil
yang menjanjikan dan keamanan yang dapat dijamin. Pemberian fenoldopam menghindari
terjadinya potensi keracunan cyanida atau thiocyanida akibat nitroprusside untuk gagal ginjal
akut dan memiliki efek meningkatkan fungsi ginjal yang dapat diukur melalui kreatinin klirens.
9

7
2.8.4 KRISIS HIPERTENSI PADA GANGGUAN ENDOKRIN
Pasien dengan peningkatan katekolamin, seperti pada feokromositoma, overdosis
kokain atau amfetamin, MAO (Monoamin Oksidase) Inhibitor, atau clonidine withdrwal
syndrome dapat menyebabkan krisis hipertensi. Feokromositoma ialah keganasan pada
kelenjar adrenomedular. Feokromositoma dapat menyebabkan terjadinya krisis hipertensi
karena kelebihan produksi epinefrin dan nor-epinefrin yang dilepaskan ke dalam peredaran
darah. Selain itu, stimulasi beta-reseptor ginjal oleh kadar katekolamin yang tinggi
menyebabkan dilepaskannya renin yang pada akhirnya meningkatkan tekanan arteri. Diagnosis
feokromositoma ditegakkan dengan pemeriksaan katekolamin plasma. Katekolamin urine
dan/atau metabolitnya dalam urine 24 jam (seperti metanefrin dan vanil mandelic acid).
Feokromositoma jarang ditemukan namun merupakan penyebab yang penting pada krisis
hipertensi. Pada feokromositoma, kontrol awal tekanan darah dapat diberikan sodium
nitroprusside atau phentolamine IV. Beta blockers dapat ditambahkan untuk meningkatkan
kontrol tekanan darah tetapi jangan diberikan sendiri sampai alfa-blokade dapat dibuktikan
merupakan hipertensi paradoksial. Benzodiapine dapat menjadi salah satu obat anti hipertensi
yang utama untuk intoksikasi kokain. Obat ini menurunkan denyut nadi dan tekanan darah
melalui efek anxiolitik dan oleh karena itu direkomendasikan untuk pasien keracunan kokain.
9

2.8.5 KRISIS HIPERTENSI PADA KEHAMILAN


Pada kehamilan keadaan yang menyertai krisis hipertensi adalah preeklampsia, dimana
dapat ditemukan gangguan penglihatan, sakit kepala hebat, nyeri abdomen kuadran atas, gagal
jantung kongestif dan oliguri sampai gangguan serebrovaskuler. Bila terjadi kejang penderita
masuk stadium eklampsia. Krisis hipertensi hanya dapat diakhiri dengan proses persalinan dan
penanggulangan dilakukan sesuai penanggulangan krisis hipertensi dengan perhatian khusus
pada kehamilan. Keputusan untuk melakukan terminasi kehamilan/proses persalinan dilakukan
oleh ahli medis dibidang kebidanan.9

Вам также может понравиться