Вы находитесь на странице: 1из 10

Toksisitas Rhodamin B dan Sakarin Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) dan Gambaran

Histopatologi Lambung Tikus Putih (Rattus Norvegicus)

Toxicity of Rhodamine B and Saccharin on Gastric Malondialdehyde (MDA) Level and


Histopathology of White Rat (Rattus Norvegicus)

Syakina Wahyu Endah Puspita*1, Edwin Widodo2, Ajeng Erika Prihastuti Haskito3
1
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan
2
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya.
Syakinanaa@gmail.com

ABSTRAK

Rhodamin B dan sakarin merupakan zat xenobiotik yang berbahaya bagi tubuh. Konsumsi rhodamin B dan
sakarin secara terus menerus dapat menyebabkan kanker serta gangguan beberapa fungsi organ seperti hati, saluran
pernafasan, dan saluran pencernaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh toksisitas rhodamin B dan
sakarin terhadap kadar MDA dan gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus). Tikus putih (Rattus
norvegicus) dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol negatif, P1, P2, dan P3. Kelompok kontrol
negatif tidak diberikan rhodamin B dan sakarin, kelompok P1 diberikan rhodamin B dengan dosis 22,5 mg/kgBB,
kelompok P2 diberikan sakarin dengan dosis 157,77 mg/kgBB, dan kelompok P3 diberikan kombinasi rhodamin B
dengan dosis 22,5 mg/kg BB ditambah sakarin dengan dosis 157,77 mg/kgBB. Pemberian rhodamin B dan sakarin
dilakukan selama 30 hari per-oral menggunakan sonde lambung. Parameter yang diamati adalah kadar MDA dengan
menggunakan uji Asam Tiobarbiturat (TBA) dan gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus) dengan
menggunakan pewarnaaan Hematoksilin Eosin (HE). Analisa kadar MDA dilakukan secara kuantitatif menggunakan
analisa ragam ANOVA dilanjutkan dengan uji Tukey (Beda Nyata Jujur) dengan α = 0,05 dan data gambaran
histopatologi lambung dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh toksisitas rhodamin
B dan sakarin terhadap peningkatan kadar MDA dan gambaran histopatologi lambung. Pada kelompok P3 memberikan
pengaruh lebih toksik ditandai dengan kadar MDA tertinggi dibanding kelompok lain, yaitu 2,799 ± 0,309 ng/mL.
Gambaran histopatologi lambung pada kelompok P3 menunjukkan adanya erosi, hemoragi, infiltrasi sel radang,
karioreksis, kariolisis, dan piknosis.

Kata kunci: Rhodamin B, Sakarin, MDA, Histopatologi, Lambung

ABSTRACT
Rhodamine B and saccharin are xenobiotic substances that are harmful to the body. The continuous consumption
of rhodamine B and saccharin can lead to cancer and disruption of function in some organ such as the liver, respiratory
tract, and gastrointestinal tract. This study was conducted to determine the toxicity effect of rhodamine B and saccharine
on gastric MDA levels and histopathology in white rats (Rattus norvegicus). White rats (Rattus norvegicus) were divided
into 4 treatment groups: negative control, P1, P2, and P3 group. Negative control group were not given rhodamine B and
saccharin, P1 group were given rhodamine B at dose of 22,5 mg/kgBW, P2 group were given saccharin at dose of 157,77
mg/kgBW, and P3 group were given the combination of both of rhodamin B and saccharine. The administration of
rhodamine B and saccharin was performed for 30 days per-orally. The parameters which observed in this reseach were
gastric’s MDA level with Tiobarbituric Acid (TBA) test and gastric histopathology of white rats (Rattus norvegicus) with
Hematoxylin Eosin (HE) staining. Measurement of gastric MDA level was analyzed statistically with ANOVA and
followed by Fisher’s exact test with α = 0,05. Gastric histopathology was analyzed in descriptive qualitative. The result
showed that there were differences of rhodamine B and saccharin administration effects to MDA levels and gastric
histopathology. P3 group showed the most toxic effect marked by highest MDA levels compared to the other groups of
2.799±0,309 ng/mL. Histopathology observation showed erotion, hemorrhage, inflammatory cell infiltration,
karyorrhexis, karyolysis, and pyknosis were found in gastric histopathology of P3 group.

Key words: Rhodamine B, Saccharin, MDA level, Histopatology, Gastric.

1
PENDAHULUAN rasa yang enak (sangat manis), penggunaan
Pada industri makanan dan minuman, sakarin harus dibatasi karena dapat
secara umum produsen mengolah bahan membahayakan kesehatan. Menurut Yuliarti
makanan sedemikian rupa, sehingga makanan (2007), tikus yang diberi sakarin akan menderita
dan minuman dapat digemari oleh konsumen, kanker kantong kemih, karena hasil metabolisme
yaitu dengan menambahkan bahan kimia sebagai sakarin bersifat karsinogenik, sehingga
Bahan Tambahan Makanan (BTM). Bahan pembuangan sakarin melalui air seni dapat
Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula merangsang pertumbuhan tumor. Batas
disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) maksimum penggunaan sakarin menurut SNI 01-
merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam 6993-2004 berdasarkan kategori pangan gula
makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun dan beberapa sirup yang lain, yaitu 500mg/kg
bentuk makanan (Yuliarti, 2007). Penambahan BB. Fungsi utama sakarin adalah digunakan
bahan tambahan pada makanan memiliki dosis untuk penderita diabetes, namun pada kenyataan
tertentu karena bahan tambahan makanan dapat sehari-hari masih terdapat sakarin yang
menyebabkan bahaya kesehatan (Kaunang dkk., dicampur kedalam makanan dan minuman
2012). dengan kadar yang melebihi batas (Fatimah dkk.,
Pewarna makanan dan pemanis 2015).
merupakan salah satu BTP. Dalam Peraturan Menurut data BPOM (2007),
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun menunjukkan bahwa dari 2903 sampel Panganan
2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan Jajan Anak Sekolah (PJAS) yang diambil dari
serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik 478 Sekolah Dasar (SD) di 26 provinsi, 49,43%
Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tidak memenuhi persyaratan, 20% minuman
tentang bahan tambahan yang dilarang berwarna merah menggunakan zat pewarna
digunakan dalam makanan, rhodamin B buatan berupa rhodamin B dan 26,19%
merupakan salah satu bahan yang dilarang menggunakan zat pemanis buatan berupa sakarin
digunakan dalam kegiatan atau proses produksi dan siklamat. Rhodamin B dan sakarin
pangan. Tetapi penggunaan rhodamin B masih merupakan zat xenobiotik, karena senyawa
terus digunakan oleh produsen dalam mewarnai kimia yang dimiliki kedua zat tersebut
produk makanan dan minuman, seperti untuk merupakan senyawa yang asing bagi tubuh. Zat
mewarnai terasi, gulali, kerupuk, saus tomat, xenobiotik yang dimetabolisme didalam hati
cabai giling, dan minuman sirup (Cahyadi, melalui dua tahap, yaitu fase pertama, adalah
2009). Rhodamin B merupakan zat pewarna oksidasi yang dikatalis oleh sekelompok enzim
sintesis yang memberikan warna merah dan yang dinamakan monooksigenase atau sitokrom
merupakan zat pewarna sintetis yang sangat P450 dan fase kedua, adalah senyawa hasil dari
berbahaya (Tanty, 2009). Dari hasil beberapa produksi tahap pertama yang diubah menjadi
penelitian tentang uji toksisitas menunjukkan berbagai metabolit polar oleh enzim spesifik. Zat
rhodamin B memiliki LD50 lebih dari xenobiotik yang dimetabolisme oleh sitokrom
2000mg/kg, serta dapat menimbulkan iritasi P450 akan menghasilkan radikal bebas. Radikal
pada membran mukosa (Wirasto, 2008). bebas yang terbentuk didalam hati akan
Sedangkan, pada hewan percobaan tikus didistribusikan ke seluruh tubuh, salah satunya
ditemukan bahwa LD50 yang diberikan per-oral adalah organ lambung. Jumlah radikal bebas
sebesar 887mg/kg dan dosis terendah sebesar yang berlebih mengakibatkan peningkatan
500mg/kg. Rhodamin B bersifat karsinogenik proses peroksidasi lipid, sehingga produksi
dan genotoksik (Brantom, 2005). malondialdehid (MDA) juga meningkat.
Demikian juga dengan pemanis buatan. Peningkatan peroksidasi lipid dapat memicu
Pada industri makanan, sakarin sering digunakan peningkatan pada kerusakan sel (Shkolnik et al.,
untuk menggantikan sukrosa atau sering dikenal 2011). Kerusakan pada sel lambung yang
gula pasir atau gula tebu. Walaupun memiliki disebabkan oleh zat xenobiotik dapat dilihat dari
2
gambaran histopatologi lambung. Gambaran Bahan yang digunakan untuk persiapan
histopatologi mukosa lambung akibat paparan hewan coba, yaitu tikus putih (Rattus
zat xenobiotik dapat terlihat abnormalitas pada norvegicus). Bahan yang digunakan untuk
sel-sel mukosa lambung, antara lain: erosi pada perhitungan dosis rhodamin B dan sakarin,
sel-sel epitel, vasodilatasi pembuluh darah antara lain rhodamin B, sakarin, dan akuades.
kapiler, edema, dan tampak adanya infiltrasi sel Bahan yang digunakan untuk pemberian
radang (Fadlina dkk., 2008). rhodamin B dan sakarin, antara lain rhodamin B
Uji toksisitas merupakan suatu uji yang dan sakarin. Bahan yang digunakan untuk
digunakan untuk mendeteksi efek toksik suatu preparasi organ lambung, antara lain NaCl
zat pada sistem biologi. Hasil uji toksisitas tidak fisiologis 1%, Phospate Buffer Saline (PBS), dan
dapat digunakan secara mutlak untuk Paraformaldehide (PFA) 4%. Bahan yang
membuktikan keamanan suatu bahan atau digunakan untuk pengukuran kadar MDA antara
sediaan, namun dapat memberikan petunjuk lain akuades, TCA 10%, HCl 1N, Na-Thio, dan
terdapat toksisitas relatif dan membantu NaCl fisiologis. Bahan yang digunakan untuk
identifikasi efek toksik apabila terjadi pembuatan preparat histopatologi lambung,
pemaparan (BPOM, 2014). Pada penelitian antara lain PFA 4%, etanol 70%, xylol, parafin,
terdahulu, belum ada yang menjelaskan tentang pewarna HE, alkohol, dan entellan.
toksisitas kombinasi rhodamin B dan sakarin
terhadap kadar MDA dan gambaran Persiapan Hewan Coba
histopatologi lambung. Maka, pada penelitian ini Hewan coba yang digunakan pada
akan dilakukan uji toksisitas rhodamin B dan percobaan ini adalah tikus putih (Rattus
sakarin terhadap kadar MDA dan gambaran norvegicus), strain Wistar, dengan jenis kelamin
histopatologi lambung. jantan, berumur 8-12 minggu dengan berat
badan rata-rata 150-200 gram. Tikus putih
MATERI DAN METODE (Rattus norvegicus) ditempatkan pada kandang
Alat dan Bahan berupa bak plastik bersekat dengan jumlah 4
Peralatan yang digunakan untuk ekor/kandang. Sebelum penelitian dimulai,
persiapan hewan coba, antara lain kandang, dilakukan aklimatisasi pada tikus putih (Rattus
pakan, dan air minum. Peralatan yang digunakan norvegicus) selama tujuh hari dengan pemberian
untuk perhitungan dosis rhodamin B dan sakarin, pakan berupa BR-1 comfeed® dan air minum ad-
antara lain gelas ukur dan timbangan digital. libitum.
Peralatan yang digunakan untuk pemberian
rhodamin B dan sakarin, antara lain sonde Perhitungan Dosis Rhodamin B dan Sakarin
lambung. Peralatan yang digunakan untuk Dosis rhodamin B yang diberikan pada
euthanasi hewan coba, yaitu sarung tangan kain. tikus putih (Rattus norvegicus) kelompok P1
Peralatan yang digunakan untuk preparasi organ mengacu pada penelitian terdahulu tentang uji
lambung, antara lain scalpel, blade, pinset toksisitas Rhodamin B. Dosis rhodamin B yang
anatomis, gunting, papan bedah, dan pot organ. diberikan pada tikus putih (Rattus norvegicus)
Peralatan yang digunakan untuk pengukuran pada penelitian Siswati (2000), yaitu 150 ppm,
kadar MDA, antara lain tabung reaksi, 300 ppm, dan 600 ppm. Dari hasil penelitian
microtube, vortex, plastik wrap, water bath, dan tersebut dijelaskan bahwa hasil pemberian dosis
sprektofotometer Shimadzu UV-visible terendah, yaitu 150 ppm dapat menimbulkan
®
spectofotometer UV-1601 . Peralatan yang kerusakan hepar yang ditunjukkan dengan
digunakan untuk pembuatan preparat perubahan bentuk dan susunan sel. Sehingga,
histopatologi lambung, antara lain inkubator, pada kelompok P1 dalam penelitian ini
penjepit (block holder), mikrotom, kuas, obyek digunakan dosis terendah, yaitu 150 ppm. Dosis
glass, hot plate, inkubator, cover glass, dan tersebut kemudian dikonversikan dalam berat
mikroskop cahaya Olympus BX52®. badan tikus putih (Rattus norvegicus) menjadi
3
22,5 mg/kgBB. Pada penelitian Suciati (2014), Proses euthanasi pada hewan coba tikus
digunakan dosis terendah 22,5 mg/kgBB yang putih (Rattus norvegicus) dilakukan pada hari
dilarutkan dalam 1 ml akuades. Larutan tersebut ke–38 setelah seluruh perlakuan penelitian
diberikan pada masing-masing tikus putih dilakukan. Langkah awal yang harus dilakukan
(Rattus norvegicus) dalam kelompok P1. adalah melakukan euthanasi pada hewan coba
Dosis sakarin yang diberikan pada tikus dengan cara dislokasi leher. Setelah dilakukan
putih (Rattus norvegicus) kelompok P2 mengacu euthanasi, tikus putih (Rattus norvegicus)
pada penelitian terdahulu tentang uji toksisitas diletakkan pada posisi rebah dorsal dan
sakarin. Dosis sakarin yang diberikan pada tikus dilakukan pembedahan pada bagian abdomen.
putih (Rattus norvegicus) pada penelitian
Indraswari (1998), yaitu 15,78 mg/kgBB, 31,55 Preparasi Organ Lambung
mg/kgBB, dan 63,11 mg/kgBB selama 75 hari. Preparasi organ lambung, dilakukan
Dari hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa dengan melakukan pengambilan organ lambung.
hasil pemberian dosis terendah, yaitu 15,78 Dicuci dalam NaCl fisiologis 0,9%. Dipotong
mg/kgBB dapat menimbulkan kerusakan ginjal menjadi dua dengan potongan longitudinal,
berupa degenerasi sel. Tetapi dalam penelitian sebagian potongan lambung dimasukkan dalam
ini digunakan dosis tertinggi, yaitu 63,11 larutan PBS dan sebagian lagi dimasukkan pada
mg/kgBB supaya hasil yang didapatkan lebih larutan PFA 4%.
signifikan. Sehingga, pada kelompok P2 dalam
penelitian ini digunakan dosis, yaitu 157,77 Pengukuran Kadar Malondialdehid (MDA)
mg/kgBB dikarenakan waktu pemaparan yang Pembuatan homogenat lambung
dilakukan pada penelitian ini hanya 30 hari. dilakukan dengan mengambil dan memotong
Dosis sebesar 157,77 mg/kgBB tersebut lambung menjadi bagian yang lebih kecil.
dilarutkan dalam 1 ml akuades. Larutan tersebut Ditimbang 0,5 gram kemudian digerus dengan
diberikan pada masing-masing tikus putih menggunakan mortar streril yang diletakkan
(Rattus norvegicus) dalam kelompok P2. diatas balok es. Ditambahkan 0,5 ml NaCl
Dalam penelitian ini dosis kombinasi fisiologis 0,9% dingin. Dimasukkan dalam
rhodamin B dan sakarin yang diberikan pada tabung ependorf 1,5 ml dan disentrifugasi pada
tikus putih (Rattus norvegicus) kelompok P3 kecepatan 8000 rpm selama 20 menit. Diambil
merupakan dosis kombinasi dari rhodamin B supernatan untuk penentuan kadar MDA dengan
22,5 mg/kgBB ditambah dengan dosis sakarin melakukan uji TBA. Supernatan lambung yang
157,77 mg/kgBB. Kombinasi antara rhodamin terbentuk diambil 100 µl dimasukkan kedalam
B dan sakarin tersebut dilarutkan dalam 1 ml eppendorf, ditambah 550 µl akuades, 100 µl
akuades. Larutan tersebut diberikan pada TCA 10%, 250 µl HCL 1N, 100 µl Na-Thio.
masing-masing tikus putih (Rattus norvegicus) Larutan tersebut selanjutnya dihomogenkan
dalam kelompok P3. dengan cara disentrifugasi 500 rpm selama 10
menit. Supernatan diambil dan diinkubasi dalam
Pemberian Rhodamin B dan Sakarin penangas air 100oC selama 30 menit. Supernatan
Pemberian rhodamin B dan sakarin pada dibiarkan dalam suhu ruang lalu diukur
kelompok P1, kelompok P2, dan kelompok P3 absorbansi dengan spektofotometer Shimadzu
dilakukan per-oral dengan menggunakan sonde UV-visible spectophotometer UV-1601® pada
lambung selama 30 hari. Tikus putih (Rattus panjang gelombang maksimum 532 nm (Lovric
norvegicus) dalam satu hari diberikan rhodamin et al., 2008). Absorbansi yang diperoleh
B dan sakarin sebanyak satu kali pemberian pada kemudian diplotkan pada kurva baku MDA.
pukul 11.00 WIB setelah makan. Pemberian
rhodamin B dan sakarin dimulai pada hari ke-8 Pembuatan Preparat Histopatologi Lambung
sampai hari ke-37. Sampel lambung yang diperoleh, dicuci
Euthanasi Hewan Coba dengan NaCl fisiologis 0,9%. Proses pembuatan
4
preparat histologi terdiri dari fiksasi, dehidrasi, histopatologi lambung tikus putih (Rattus
penjernihan, infiltrasi parafin, embedding, norvegicus) dengan analisis statistika
sectioning, penempelan pada glass objek serta menggunakan uji ANOVA yang dilanjutkan
pewarnaan. Tahapan fiksasi yaitu dengan dengan uji BNJ disajikan pada Tabel 1.
memasukkan jaringan ke dalam larutan PFA 4%, Tabel 1. Rata-rata Kadar Malondialdehid
kemudian direndam dalam etanol 70% selama 24 (MDA) Lambung Tikus Putih (Rattus
jam. Kemudian dilanjutkan dengan proses norvegicus)
dehidrasi bertingkat. Tahapan selanjutnya yaitu
penjernihan dengan cara dipindakan jaringan Perlakuan Rata-rata Kadar
dari alkohol absolut ke dalam larutan Kadar MDA ± Malondialdeh
penjernihan yaitu xylol I (20 menit), xylol II (30 SD (ng/mL) id (MDA)
menit) (Junquiera and Carneiro, 2003). Peningkatan
Proses embedding dilakukan dengan terhadap K(-)
mencelupkan jaringan dalam parafin cair yang K(-) 0,864 ± 0,102a -
telah dituang ke dalam cetakan. Sectioning P1 2,209 ± 0,215c 155,67 %
diawali dengan mengatur ketebalan irisan P2 1,582 ± 0,251b 83,10%
P3 2,799 ± 0,309d 223,96%
dengan ukuran ± 4-5 µm dengan menggunakan
Keterangan: Perbedaan notasi a, b, c, d menunjukkan
mikrotom. Potongan terpilih dikeringkan dan
adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara
diletakkan di atas hot plate suhu 38-40oC sampai kelompok perlakuan.
kering kemudian dilakukan pewarnaan dengan Hasil analisa statistika terhadap kadar
hematoksilin eosin (HE) (Junquiera and MDA lambung tikus putih (Rattus norvegicus)
Carneiro, 2003). Preparat histopatologi diamati diperoleh rata-rata kadar MDA pada masing-
menggunakan mikroskop cahaya (Olympus masing kelompok perlakuan yaitu pada
BX52) dengan perbesaran 200x dan 400x. kelompok K(-) tanpa diberi rhodamin B dan
sakarin didapatkan hasil rata-rata kadar MDA
Analisa Data 0,864 ± 0,102 ng/mL, pada kelompok P1 yang
Data hasil pengukuran MDA dianalisis diberi rhodamin B dengan dosis 22,5 mg/kgBB
secara kuantitatif dengan menggunakan didapatkan hasil rata-rata MDA 2,209 ± 0,215
Microsoft Excel dan Statistical Product of ng/mL, pada kelompok P2 yang diberi sakarin
Service Solution (SPSS) 20.0 for Windows untuk dengan dosis 157,77 mg/kgBB didapatkan hasil
One Way Analysis of Variance (ANOVA) dan rata-rata MDA 1,582 ± 0,251 ng/mL, dan pada
uji lanjutan dengan uji Tukey atau BNJ dengan α kelompok P3 yang diberi kombinasi rhodamin B
= 0,05. Data pengamatan hasil histopatologi dengan dosis 22,5 mg/kgBB dan sakarin dengan
lambung dianalisa secara kualitatif. Analisa dosis 157,77 mg/kgBB didapatkan hasil rata-rata
kualitatif untuk histopatologi lambung dilakukan kadar MDA 2,799 ± 0,309 ng/mL.
dengan membandingkan gambaran histopatologi Kelompok K(-) merupakan kelompok
lambung dari masing-masing kelompok kontrol tanpa induksi rhodamin B dan sakarin,
perlakuan penelitian dengan melihat kerusakan memiliki rata-rata kadar MDA lambung sebesar
pada mukosa lambung. Gambaran histopatologi 0,864 ± 0,102 ng/mL, hal tersebut menunjukkan
mukosa lambung akibat paparan zat xenobiotik bahwa secara normal tubuh memproduksi MDA.
dapat terlihat abnormalitas pada sel sel mukosa Menurut Valko et al. (2007), MDA secara
lambung, antara lain erosi pada sel epitel, normal diproduksi oleh sel dikarenakan radikal
hemoragi, infiltrasi sel radang, dan nekrosis. bebas yang terbentuk ketika terjadi metabolisme
dalam sel. Winarsi (2007) menambahkan bahwa,
HASIL DAN PEMBAHASAN radikal bebas dalam jumlah rendah mampu
Hasil penelitian tentang toksisitas dinetralisir oleh antioksidan endogen dalam
rhodamin b dan sakarin terhadap kadar tubuh tetapi apabila jumlah senyawa radikal
malondialdehid (MDA) dan gambaran
5
bebas melebihi jumlah antioksidan endogen radikal bebas bertemu dengan enzim atau PUFA.
dalam tubuh, maka radikal bebas akan merusak Proses peroksidasi lipid ini menghasilkan
komponen lipid sehingga mengakibatkan stres beberapa produk akhir antara lain adalah
oksidatif. senyawa MDA. Sehingga apabila peroksidasi
Pada kelompok P1 dan P3 rata-rata kadar lipid meningkat, maka produksi MDA juga
MDA lambung tikus putih (Rattus norvegicus) meningkat (Yustika, 2013).
mengalami peningkatan dibandingkan dengan Pada kelompok P2 dan P3 rata-rata kadar
kelompok kontrol negatif K(-). Peningkatan MDA lambung tikus putih (Rattus norvegicus)
tersebut dapat disebabkan karena, rhodamin B mengalami peningkatan dibandingkan dengan
memiliki ikatan dengan klorin (Cl), dimana kelompok kontrol negatif K(-). Hal tersebut
senyawa ini merupakan senyawa anorganik dapat disebabkan karena, sakarin merupakan zat
reaktif dan berbahaya. Klorin (Cl) yang terdapat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker
dalam rhodamin B dapat menyebabkan efek setelah tubuh terpapar 5-10 tahun. Sakarin
toksik apabila masuk ke dalam tubuh merupakan xenobiotik yang tidak dimetabolisme
(Purnamasari, 2013). Proses metabolisme dari oleh tubuh, dan dieksresikan melalui urin dalam
rhodamin B itu sendiri, yaitu rhodamin B bentuk sakarin itu sendiri (Yusuf, 2013).
(tetraethyl-3’,6’-diaminofluran) masuk kedalam Sehingga pada proses metabolisme sakarin
tubuh melalui proses ingesti, akan diserap oleh membutuhkan lebih banyak molekul O2 untuk
vena mesenterika, dan melalui vena porta proses oksidasi yang dikatalis oleh enzim
hepatika akan dimetabolisme di hepar. Proses sitokrom P450. Proses tersebut yang akhirnya
metabolisme rhodamin B paling utama terjadi akan membentuk senyawa radikal superoxide
melalui tahap satu metabolisme. Rhodamin B (O2-) dan dapat memicu stress oksidatif. Jika
akan dimetabolisme melalui fase oksidasi dan superoxide (O2-) bereaksi dengan SOD, maka
hidrolisis dengan bantuan enzim sitokrom P450. akan membentuk H2O2, tetapi jika bereaksi
Proses ini disebut dengan de-etilasi, dimana dengan Fe, maka akan terbentuk hidroksi
rhodamin B akan dipecah menjadi 3’,6’- radikal. Hidroksi radikal ini yang dapat
diaminofluoran dan N,N’-diethyl-3’,6’ menyebabkan stres oksidatif (Sobinoff, et al.,
diaminofluoran (Webb, et al., 2014). Senyawa 2012). Stres oksidatif adalah suatu keadaan
tersebut merupakan senyawa radikal yang dapat ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan
beredar melalui pembuluh darah hingga merusak antioksidan, dimana jumlah radikal bebas lebih
jaringan tubuh termasuk lambung. Metabolisme banyak apabila dibandingkan dengan antioksidan
rhodamin B pada fase ini juga mengaktivasi (Halliwell, 2006). Jika produksi radikal bebas
senyawa Cl dengan bantuan enzim sitokrom melebihi dari kemampuan antioksidan untuk
P450 (Lu Yongke and Caderbaum, 2008). menetralkan maka kelebihan radikal bebas dapat
Klorin (Cl) termasuk senyawa halogen dan menyebabkan kerusakan sel (Kevin et al.,
radikal, senyawa halogen sangat berbahaya dan 2006). Selain itu, jumlah radikal bebas yang
memiliki reaktivitas yang tinggi untuk mencapai berlebih akan mengakibatkan proses peroksidasi
kestabilan dalam tubuh dengan menyerang lipid, sehingga produksi MDA juga meningkat
molekul terdekat dan mencari pasangan elektron, (Yustika, 2013).
sehingga akan merusak bentuk molekul tersebut. Berdasarkan Tabel 5.1. rata-rata kadar
Akibat dari aktivitas radikal senyawa Cl, maka malondialdehid (MDA) kelompok P1, P2, dan
sel-sel makromolekul, seperti protein, P3 mengalami peningkatan dan memiliki
karbohidrat, lemak, dan asam nukleat akan perbedaan yang signifikan dibandingkan
hancur sehingga menimbulkan efek toksik dan kelompok K(-). Kelompok P3 menunjukkan
menyebabkan kerusakan sel tubuh (Manurung, peningkatan rata-rata kadar MDA lebih tinggi
2011). Kerusakan sel tubuh dapat disebabkan daripada kelompok P1 dan P2. Hal tersebut
oleh jumlah radikal bebas dengan jumlah menunjukkan bahwa pemberian kombinasi
berlebih. Proses peroksidasi lipid terjadi apabila rhodamin B dan sakarin akan menimbulkan efek
6
toksik yang lebih besar dibandingkan dengan
pemberian rhodamin B (P1) atau sakarin (P2)
saja.
Hasil penelitian tentang toksisitas
rhodamin b dan sakarin terhadap kadar
malondialdehid (MDA) dan gambaran
histopatologi lambung tikus putih (Rattus
norvegicus) dengan menggunakan pewarnaan
HE disajikan pada Gambar 1.
A. Kontrol Negatif

*Gambar 1. Gambaran histopatologi lambung tikus


putih (Rattus norvegicus) yang tidak
diberi rhodamin B dan sakarin (A) dan
diberi rhodamin B (B), sakarin (C), serta
kombinasi rhodamin B dan sakarin (D)
B. Perlakuan 1 *Keterangan:
M: Mukosa; SM: Submukosa; Panah merah ( ):
menunjukkan erosi mukosa lambung; Panah kuning (
): menunjukkan hemoragi pada beberapa area di
mukosa lambung; Panah biru ( ): menunjukkan
infiltrasi limfosit pada mukosa lambung; Panah hijau (
): menunjukkan infiltrasi makrofag pada mukosa
lambung; Panah ungu
( ): menunjukkan inti sel yang mengalami kariolisis
pada mukosa lambung; Panah abu-abu ( ):
menunjukkan inti sel yang mengalami karioreksis pada
mukosa lambung; Panah merah muda ( ): menunjukkan
inti sel yang mengalami piknosis pada mukosa lambung.
C. Perlakuan 2 Gambaran histologi lambung tikus putih
(Rattus norvegicus) pada kelompok K(-) terlihat
dalam keadaan normal dan tidak ditemukan
kerusakan. Hal ini ditunjukkan dengan
terlihatnya epitel pada vili mukosa lambung
berbentuk silindris selapis yang teratur dan rapat
dengan inti sel berbentuk bulat. Lamina propria
dari tunika mukosa lambung tikus putih (Rattus
norvegicus) pada kelompok K(-) juga terlihat
normal dan tidak terlihat adanya abnormalitas
(Gambar 5.2.A). Menurut Bloom and Fawcett
(2002), mukosa lambung mempunyai epitel
silindris selapis yang berlekuk-lekuk (foveolae
gastricae). Lamina propria terdiri atas anyaman
serat retikuler, kolagen dan sedikit elastin serta
anyaman fibrosa yang mengandung limfosit,
D. Perlakuan 3
eosinofil, sel mast, dan sel plasma. Gambaran
histopatologi lambung tersebut kemudian
digunakan sebagai acuan untuk melihat kondisi
histopatologi lambung pada kelompok perlakuan
dengan pemberian rhodamin B dan sakarin.

7
Gambaran histopatologi lambung tikus bebas tersebut. Selain itu, kerusakan membran
putih (Rattus norvegicus) pada kelompok P1 sel dapat terjadi karena ikatan kovalen antara
yaitu kelompok yang diinduksi rhodamin B radikal bebas dengan komponen membran,
dengan dosis 22,5 mg/kgBB terlihat sehingga terjadi perubahan struktur dari fungsi
abnormalitas pada lambung jika dibandingkan reseptor serta terjadi oksidasi gugus thiol pada
dengan kelompok K(-). Hal ini ditandai dengan komponen membran oleh radikal bebas yang
adanya erosi epitel (epitel mengalami ruptur), menyebabkan proses transport membran
hemoragi, infiltrasi sel radang, dan nekrosis pada terganggu (Slatter, 1984). Dengan ada kerusakan
mukosa lambung, ditunjukkan inti sel membran sel, akan memicu inflamasi sebagai
mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis respon pertahanan tubuh. Inflamasi adalah
(Gambar 1.B). Pada kelompok P2 yaitu respon pertahanan terhadap jejas seluler
kelompok yang diinduksi sakarin dengan dosis pada jaringan berpembuluh darah dan
157,77 mg/kgBB terlihat kerusakan pada tunika dimaksudkan untuk mengeliminasi penyebab
mukosa lambung. Kerusakan yang terjadi pada awal dari kerusakan sel maupun nekrosis sel
lambung tikus putih (Rattus norvegicus) atau jaringan. Inflamasi dapat berupa akut
kelompok P2 hampir menyerupai kerusakan dan kronik. Inflamasi akut memiliki onset
yang terjadi pada kelompok P1, namun dengan cepat dan durasinya pendek, berakhir dalam
kondisi yang lebih ringan. Pada kelompok P2 ini hitungan menit atau paling lambat beberapa
hanya terjadi infiltrasi sel radang, hemoragi, dan hari, dan ditandai dengan cairan dan protein
nekrosis yang ditunjukkam imti mengalami plasma eksudasi serta didominasi oleh
piknosis, karioreksis, dan kariolisis pada mukosa akumulasi neutrofil. Inflamasi kronik dapat
lambung, tanpa disertai erosi sel epitel (epitel lebih berbahaya, memiliki durasi yang panjang,
mengalami ruptur) (Gambar 1.C). Gambaran yaitu dalam hitungan hari sampai tahun, serta
histopatologi lambung tikus pada kelompok P3 ditandai dengan perjalanan limfosit dan
yang diinduksi rhodamin B dengan dosis 22,5 makrofag (Klaassen, 2001). Apabila respon
mg/kgBB dan sakarin dengan dosis 157,77 pertahanan tubuh tidak normal seperti, ada
mg/kgBB juga terlihat kerusakan pada mukosa gangguan pada respon inflamasi dan kekurangan
lambung, bahkan kerusakan yang terjadi lebih oksigen, maka akan mengakibatkan sel
parah apabila dibandingkan dengan kelompok beradaptasi secara berlebih, atau sel tidak
P1 dan P2. Pada kelompok P3 menunjukkan memungkinkan untuk beradaptasi secara normal
erosi (epitel mengalami ruptur), hemoragi, (jejas). Berdasarkan tingkat kerusakan, jejas sel
infiltrasi sel radang, dan nekrosis ditunjukkan dibedakan menjadi dua kategori utama yaitu
dengan inti mengalami piknosis, karioreksis, dan jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas
kariolisis pada mukosa lambung (Gambar 1.D). irreversible (kematian sel) (Slatter, 1984).
Zat xenobiotik berupa rodamin B dan Degenerasi sel dapat disebabkan oleh zat
sakarin dapat meningkatkan radikal bebas xenobiotik berupa rhodamin B dan sakarin,
didalam tubuh. Radikal bebas didalam tubuh karena memiliki senyawa radikal yang
dapat diseimbangkan oleh antioksidan endogen. cenderung membentuk molekul stabil dengan
Namun apabila jumlah radikal bebas tinggi mengambil atom hidrogen pada ikatan PUFA.
didalam tubuh, antioksidan endogen tidak dapat Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) merupakan
menetralisasi radikal bebas tersebut, sehingga struktur utama, dari membran sel, sehingga jika
memicu peningkatan ROS yang akan atom hidrogen pada PUFA digunakan akan
menyebabkan terjadi stres oksidatif dan terjadi kerusakan membran yang berakibat pada
menginisiasi proses peroksidasi lipid membran gangguan permiabilitas membran. Hal tersebut
dengan mengambil atom hidrogen dari PUFA dapat mengakibatkan gangguan pada pompa ion
untuk membentuk molekul yang lebih stabil natrium maka terjadi kelebihan ion natrium
(Sharma et al, 2003). Hal tersebut dapat memicu didalam sel. Apabila kondisi tersebut
terjadi kerusakan membran sel akibat radikal berlangsung terus menerus organela-organela
8
dapat mengalami pembengkakan, termasuk Brantom, P. G. 2005. Review of the Toxicology
retikulum endoplasma. Namun apabila penyebab of a Number of Dyes Illegally Present in
keadaan ini segera teratasi maka sel akan Food in the EU. The EFSA Journal
berangsur kepada fungsi dan struktur semula, (263):15-71.
akan tetapi jika faktor penyebab tidak hilang dan
BPOM. 2007. Instruksi Kerja Pengujian Bidang
terpapar terus menerus terjadi kematian sel
II Laboratorium Pangan dan Bahan
(nekrosis) (Sarhan, et. al., 2011).
Berbahaya. Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Departemen Kesehatan RI.
KESIMPULAN
Jakarta.
Pemberian kombinasi rhodamin B
BPOM. 2014. Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik
dengan dosis 22,5 mg/kgBB dan sakarin dengan
secara In Vivo. Badan Pengawas Obat dan
dosis 157,77 mg/kgBB lebih toksik
Makanan. Direktorat Obat Asli Indonesia.
dibandingkan pemberian rhodamin B saja dan
Jakarta.
sakarin saja secara terpisah. Pemberian
Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek
kombinasi rhodamin B dan sakarin terbukti
Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
menimbulkan efek toksik pada tikus putih
Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
(Rattus norvegicus) yang ditunjukkan dengan
Fatimah, S., D. Arisandi., dan D. Yunanto. 2015.
adanya peningkatan secara signifikan (p<0,05)
Penetapan Kadar Sakarin Minuman
terhadap kadar malondialdehid (MDA) lambung
Ringan Gelas Platik yang Dijual di Pasar
sebesar 223,96% dibandingkan dengan
Beringharjo, Yogyakarta. Seminar
kelompok kontrol negatif dan ditunjukkan
Nasional Teknologi Kimia, Industri, dan
dengan kerusakan pada lambung tikus putih
Informasi. Yogyakarta.
(Rattus norvegicus) berupa erosi (epitel
Fadlina C. S., P. S. Santi., dan M. Abdul. 2008.
mengalami ruptur), hemoragi, infiltrasi sel
Pengembangan Metode Induksi Tukak
radang, serta nekrosis pada bagian mukosa
Lambung. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol.
lambung.
5 ISSN: 1693-9883. Departemen Farmasi
FMIPA UI. Jakarta.
SARAN
Halliwell B. 2006. Reactive Spesies And
Diperlukan penelitian yang lebih lanjut
Antioxidants: Redox Biology Is A
tentang pemberian rhodamin B dan sakarin
Fudamental Theme Of Aerobic Life. Plant
dengan variasi paparan yang lebih singkat
Physiol. 141:312-322.
dengan dosis yang lebih rendah, sehingga nanti
Indraswari, G. N. P. R. 1998. Metode Analisa
dapat diketahui efek pemberian rhodamin B dan
Sel untuk Uji Toksisitas Sub Kronik Na
sakarin dalam jangka waktu yang lebih singkat
Sakarin pada Ginjal Tikus Putih Jantan
pada tubuh.
[Tesis]. Universitas Surabaya. Surabaya.
Junqueira L. C., J. Carneiro., dan R. O. Kelley.
UCAPAN TERIMAKASIH 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-V.
Terimakasih kepada seluruh staff
Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya, Penerjemah: Tambayang J. EGC. Jakarta.
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kaunang, J., Fatimawati., dan F. Fatimah. 2012.
Brawijaya, dan Patologi Anatomi Fakultas Identifikasi dan Penetapan Kadar
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang atas Pengawet Benzoat pada Saus Tomat
dukungan, bantuan, dan kerjasama untuk Produksi Lokal yang Beredar di Pasaran
penyelesaian penelitian ini. Kota Manado [Skripsi]. FMIPA
UNSRAT. Manado.
DAFTAR PUSTAKA
Bloom dan Fawcett. 2002. Buku Ajar Histologi.
Kevin, C., Kregel., J. Hannah., and Zhang. 2006.
Edisi 9. EGC. Jakarta.
An Integrated View Of Oxidative Stress In

9
Aging: Basic Mechanisms, Functional Female Reproductive Senescence. Priority
Effects, And Pathological Considerations. Research Centre in Chemical Biology.
Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol. Suciati, S. 2014. Pengaruh Paparan Rhodamin B
292:R18-R36. Terhadap Jumlah Folikel Ovarium dan
Klaassen, C. D. 2001. Casarett and Doull’s Kadar Malondialdehyde (MDA) Ovarium
Toxicology: The Basic Science of Poisons, Tikus Rattus Novergicus Galur Wistar
6th Edition. Mc Graw Hill. United States [Tesis]. Universitas Brawijaya. Malang.
of America. Tanty, H. 2009. Uji Faktor Tingkat Pemahaman
Lovric, J., M. Mesic., M. Macan., M. dan Penggunaan Rhodamine B Pedagang
Koprivanae., M. Kelava and V. Cabe Merah Giling Menggunakan Fisher
Bradamante. 2008. Level of Exact Probability Test. Jurnal Mat Stat,
Malondialdehida (MDA) Level in Ren Vol. 9 No. 2. Universitas Bina Nusantara.
after Simvastatin Treatment. Periodicum Jakarta.
Biologrum. Vol. 110, No.I, p. 63-67. ISSN Valko, M., C. J. Rhodes, J. Moncol, M.
0031-5362. Izakovic, and M. Mazur. 2007. Free
Lu, Y., dan A. Caderbaum. 2008. CYP2E1 and Radical, Metal and Antioxidants in
Oxidative Liver Injury by Alcohol. Normal Physiological Function and
National Institutes Of Health Public Human Diseases. Inter J Biochem Cell
Access. Free Radic Biol Med. 2008 March Biol. 2007;39 44-84
1; 44(5): 723-738. Webb J. M., and W. H Hansen. 2014. Studies of
Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Dibalik The Metabolism of Rhodamine B.
Lezatnya Makanan. Edisi Pertama. Toxicology and Applied Pharmacology
Yogyakarta: CV. ANDI offset : 92-93. Vol. 3, 86-95
Purnamasari, D. S., dan Saebani. 2013. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan
Pengaruh Rhodamin B Peroral Dosis Radikan Bebas. Penerbit Kanisius.
Bertingkat Selama 12 Minggu Terhadap Yogyakarta.
Gambaran Histofotometri Limpa. Fakultas Wirasto. 2008. Analisis Rhodamin B dan
Kedokteran. Universitas Diponegoro. Metanil Yellow dalam Minuman Anak SD
Sarhan, O. M M., and Z. Y. Al Sahhaf. 2011. di Kecamatan Laweyan Kota Madya
Histological and Biochemical Effects of Surakarta dengan Metode Kromatografi
Diazinon on Liver and Kidney of Rabbits. Lapis Tipis [Skripsi]. Universitas
Life Science Journal, 2011; 8 (4). Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Sharma, A, S. Bansal, and R.K. Nagpal. 2003. Yustika, A. R., Aulanni’am, dan S. Prasetyawan.
Lipid Peroxidation in Bronchial Asthma. 2013. Kadar Malondialdehid (MDA) dan
Indian Joumal of Pediatrics 70(9). pp. Gambaran Histologi pada Ginjal Tikus
715-717. Putih (Rattus norvegicus) Pasca Induksi
Skholnik, K., A. Tadmor., S. Ben-Dor., N. Cylosporine-A. Kimia Student Journal
Nevo., D. Galiani., and N. Dekela. 2011. 1(2): 222-228
Reactive Oxygen Species are Yusuf, Y., dan N. Fatimah. 2013. Analisa
Indispensable in Ovulation. Proc Nati Pemanis Buatan (Sakarin, Siklamat dan
Acad Sci USA 108. Aspartam) secara Kromatografi Lapis
Slater K. F., H. Cheesemamn, and J.K. Tipis Pada Jamu Gendong Kunyit Asam di
Davies.1984. Free Radical Mechanisms In Wilayah Kelapa Dua Wetan Jakarta
Relation to Tissue Injury. Proceedings of Timur. UHAMKA.Jakarta.
the Nutritia Society. 46,1-12.
Sobinoff, A. P., I. R. Bernstein, and E. A.
Mclaughlin. 2012. All Your Eggs in One
Basket: Mechanism of Xenobiotic Induced
10

Вам также может понравиться