Вы находитесь на странице: 1из 10

Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 1:24-33, 2018

ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

LAPORAN SERI KASUS: STROKE


KARDIOEMBOLI PADA PASIEN
DENGAN ATRIAL FIBRILASI
Kennytha Yoesdyanto1, Clarissa Tertia1, Imam Irfani2, Mario GB Nara3
1
Dokter Internsip RS Arsani, Kepulauan Bangka Belitung
2
Neurolog RS Arsani, Kepulauan Bangka Belitung
2
Internis RS Arsani, Kepulauan Bangka Belitung

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i1.7


Disetujui 31 Agustus 2017
Publikasi 21 Januari 2018 Korespondensi: kennytha_yoesdyanto@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Atrial fibrilasi (AF) meningkatkan 4- afasia global, dan hemiparesis dekstra sejak 2 jam
5 kali terjadinya stroke iskemia. Insidensi stroke terkait sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan penunjang
AF berkisar 15-20%, dengan prevalensi antara 5-10 menunjukkan normoventricular-respons atrium
kasus per 1.000 populasi usia 65 tahun ke atas. fibrilasi dan multipel infark di daerah ganglia basalis
Kasus: Kasus 1: Seorang wanita berusia 85 tahun bilateral dan substansia alba periventrikuler lateralis
menderita diabetes mellitus dengan riwayat atrial bilateral. Pasien diterapi antihipertensi, antiplatelet,
fibrilasi (AF) persisten yang tidak diobati mendadak dan neuroprotektor dan dirawat selama 10 hari.
mengalami hemiparesis dekstra dan disartria sejak 1 Diskusi: Kondisi AF sebagai faktor risiko utama stroke
jam sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan kardioembolik pada kedua pasien. Penyebaran listrik
penunjang menunjukkan normoventricular-respons ektopik menyebabkan irreguleritas kontraksi jantung
atrium fibrilasi dan infark serebri multipel di ganglia yang menghasilkan stasis darah dan terbentuknya
basalis bilateral terutama sisi kiri. Pasien diterapi trombus yang sewaktu-waktu dapat terlepas menjadi
angiotensin-receptor blocker, antiplatelet, insulin, dan emboli pada arteri serebral.
neuroprotektor dan dirawat selama 10 hari. Simpulan: Manajemen yang tepat terhadap faktor
Kasus 2: Seorang wanita berusia 87 tahun menderita risiko dapat mengurangi kejadian stroke iskemia dan
hipertensi dengan riwayat atrial fibrilasi AF persisten memperbaiki prognosis pasien.
yang tidak diobati mendadak mengalami disfagia,

Kata Kunci: atrium fibrilasi, stroke iskemia, kardioemboli


ABSTRACT

Background: Atrial fibrillation (AF) increases 4-5 global aphasia, and right hemiparesis since 2 hours
times the occurrence of ischemic stroke. The incidence before admission. Further investigations showed
of AF-related stroke ranges from 15-20%, with a normoventricular-AF responses and multiple infarct in
prevalence between 5-10 cases per 1,000 population basal ganglia and lateral periventricular bilateral.
age 65 and older. Patients were treated with antihypertensives,
Case: A 85-year-old woman with diabetes mellitus and antiplatelets, neuroprotectors and hospitalized for 10
not treated persistent atrial fibrillation (AF) suddenly days.
experienced right hemiparesis and dysarthria since 1 Discussion: Atrial fibrillation as a major risk factor for
hour before admission. Further investigations showed cardiembolic stroke in both patients. Ectopic electrical
normoventricular-AF responses and multiple cerebral spread and affect heart contraction irregularity that
infarcts in the bilateral basal ganglia especially the left produces blood stasis and the formation of thrombus
side. Patients were treated with angiotensin-receptor which can be released at any time into emboli in the
blockers, antiplatelet, insulin, neuroprotectors and cerebral artery.
hospitalized for 10 days. Conclusion: Proper risk factors’ management can
Case 2: A 87-year-woman with hypertension and not reduce incidence of ischemic stroke and improve
treated persistent AF suddenly experienced dysphagia, prognosis.

Key words: atrial fibrillation, ischemic stroke, cardioembolic

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 24


ARTIKEL ASLI Yoesdyanto et al 2018

Latar Belakang hipotesis berkaitan dengan stres hemodinamik,


Stroke kardioemboli memiliki insiden sekitar 30 iskemia dan peradangan atrium, tekanan
kasus untuk setiap 100.000 penduduk pertahun, metabolik, dan aktivasi kaskade neurohumoral
dengan prevalensi antara 5 hingga 10 kasus per- dapat menjadi mekanisme perburukan jaringan
1.000 orang berusia 65 tahun ke atas. Angka sehingga penyebaran listrik jantung terjadi
mortalitas dan morbiditas pasien tergolong ektopik.4
tinggi.1 Belum ada gold standard untuk membuat Pemberian terapi oral anti-coagulan (OAC) dapat
diagnosis stroke kardioemboli. Dengan adanya menurunkan risiko kardioemboli pada pasien AF.4
kelainan utama jantung yang dapat menjadi Target terapi dengan menentukan keseimbangan
sumber emboli yang potensial dengan tidak antara risiko terjadinya stroke kardiemboli
adanya penyakit arterial yang signifikan tetap dengan pendarahan sekunder pasca OAC. Pasien
menjadi andalan diagnosis klinis. Bila adanya stroke iskemia akut dapat diterapi dengan
kedua penyakit jantung dan arteri secara trombolisis intravena (IV) berupa tissue
bersamaan, menentukan etiologi stroke iskemia plasminogen activator (tPA) seperti alteplase
menjadi lebih sulit.2 yang diberikan dalam tiga jam pasca onset
Atrial fibrilasi (AF) adalah salah satu bentuk stroke.4-6
aritmia jantung penyebab stroke dan komplikasi Kasus stroke sendiri mencapai 12,1% dan
lainnya. Satu dari setiap empat kasus stroke menempati posisi ke-9 dari seluruh penyakit tidak
iskemia bersumber dari proses kardioemboli yang menular di kepulauan Bangka Belitung
50%-nya disebabkan oleh AF. Sebagian lainnya berdasarkan data Riskesdas tahun 2013.
disebabkan oleh infark miokardium, trombus Dilaporkan 2 kasus stroke iskemia karena
intraventrikular, penyakit katup jantung, dan kardioemboli di Rumah Sakit Arsani, Kepulauan
penyebab lainnya.1 Dibandingkan kelompok Bangka Belitung dalam periode 2 bulan.7
kontrol, insiden stroke pada pasien dengan AF
non-valvular diperkirakan 2-7 kali lebih tinggi, Ilustrasi Kasus
sedangakan pasien dengan AF valvular memiliki Kasus 1:
risiko 17 kali lipat.2 Seorang wanita berusia 85 tahun datang dengan
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya AF keluhan kelemahan pada anggota gerak kanan dan
yakni, hipertensi, diabetes mellitus (DM), dan kesulitan wicara sejak 1 jam sebelum masuk
lainnya. Hipertensi berkontribusi sekitar 14% dari rumah sakit. Keluhan tersebut terjadi mendadak
semua kasus AF. Relative risk (RR) hipertensi ketika pasien selesai menyiram tanaman.
dengan AF sekitar 1,2-1,5. Tekanan darah sistolik Disangkal adanya penurunan kesadaran, nyeri
prehypertensive (130-139 mmHg) dan pulse kepala, mual, muntah, pusing berputar, hilang
pressure yang melebar dikaitkan dengan keseimbangan, rasa baal maupun kesemutan,
peningkatan risiko sekitar 1,28 dibandingkan kejang, gangguan penglihatan, riwayat trauma.
dengan tekanan darah sistolik <120 mmHg. Tidak ada gangguan berkemih dan defekasi.
Diabetes mellitus dikaitkan dengan peningkatan Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh
risiko AF hingga 1,6 kali lipat. Penderita DM pasien. Pekerjaan sehari-hari pasien hanya di
mengalami peradangan sistemik, disfungsi rumah karena sudah tidak bekerja lagi.
otonom, obesitas, obstructive sleep apnea (OSA), Pasien memiliki riwayat DM dengan pengobatan
coronary artery disease (CAD), dan gagal jantung rutin sejak 21 tahun lalu dan AF persisten sejak 5
yang terjadi kronis dan meningkatkan risiko tahun lalu tanpa mengonsumsi terapi OAC rutin.
insiden AF.3 Hubungan AF terhadap penyakit Riwayat darah tinggi disangkal pasien, namun
kardiovaskular seperti gagal jantung, penyakit tekanan darah seringkali tidak stabil tergantung
jantung koroner (PJK), penyakit katup jantung, apakah pasien mendapatkan istirahat yang cukup.
dan hipertensi. Frekuensi jantung yang ireguler Riwayat penyakit ginjal, penyakit jantung, dan
dan cepat disebut sebagai rapid ventricular kolestrol tidak diketahui oleh pasien. Pasien rutin
response (RVR), ireguler namun frekuensi memeriksa gula darahnya dan menerapi
normal disebut sebagai normal ventricular novorapid 10 unit sebelum makan bila kadar gula
response (NVR). Mekanisme kondisi patologis darah tinggi, dan levemir 10 unit malam. Pasien
pada kardiovaskular menyebabkan terjadinya AF rutin mengkonsumsi aspilet 1x80 mg, candesartan
belum sepenuhnya dipahami namun beberapa 1x4 mg, dan atorvastatin 1x20 mg. Riwayat obat-

25 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Yoesdyanto et al 2018 ARTIKEL ASLI
obatan terlarang maupun merokok disangkal. darah saat pasien masuk 148 mg/dL dan
Riwayat keluarga pasien tidak diketahui apakah peningkatan fungsi ginjal (ureum 50 mg/dL dan
memiliki keluhan dan riwayat penyakit serupa. kreatinin 1,3 mg/dL). Profil lipid menunjukkan
Saat di unit gawat darurat, tekanan darah pasien peningkatan kolestrol total 223 mg/dL, dengan
saat masuk 160/80 mmHg pada kedua HDL 41 mg/dL, LDL 140 mg/dL, serta
ekstremitas, nadi 82 kali per menit irreguler trigliserida 156 mg/dL. Hasil elektrolit dalam
dengan konsistensi kuat di kedua ekstremitas, laju batas normal, natrium 142 mmol/L, kalium 4,3
nafas 19 kali per menit reguler, dengan saturasi mmol/L, dan klorida 105 mmol/L.
oksigen 99%. Pemeriksaan fisik menunjukkan Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
adanya konjungtiva anemis maupun peningkatan menunjukkan irama irreguler dengan kesan
tekanan vena jugularis. Pemeriksaan fisik paru normoventrikular-respons atrium fibrilasi
vesikuler tanpa adanya suara ronki maupun (Gambar 1). Pemeriksaan Computed
wheezing. Pemeriksaan jantung menunjukkan Tomography (CT)-scan kepala dilakukan
irama yang irreguler, namun tidak ada suara langsung ketika pasien sampai di rumah sakit dan
tambahan baik gallop maupun murmur. menunjukkan infark serebri multipel di daerah
Pemeriksaan abdomen tidak didapatkan adanya ganglia basalis bilateral terutama sisi kiri
distensi abdomen, maupun pembesaran organ (Gambar 2). Pemeriksaan penunjang lainnya
visceral. Pemeriksaan ekstremitas tidak seperti Transesophageal echocardiography (TEE)
menunjukkan adanya edema tungkai. Kesadaran tidak dilakukan karena keterbatasan fasilitas
pasien compos mentis dengan GCS 15, E4V5M6. penunjang rumah sakit.
Fungsi bahasa, orientasi, memori, emosi, dan Diagnosis stroke iskemia et causa kardioemboli
kognisi pasien tidak terganggu. Pemeriksaan dengan AF normoventrikular respon ditegakkan
nervus kranialis menunjukkan paresis nervus XII dan segera mendapat terapi sesuai prosedur.
dekstra tipe sentral. Pemeriksaan motorik berupa Pasien diberikan infus asering 20 tetes permenit,
hemiparesis dekstra dengan kekuatan motorik 1 candesartan 1x8 mg, aspilet 1x80 mg, insulin
pada sisi kanan dan kekuatan 5 pada sisi kiri. levemir 0-0-10 IU subcutan (SC), dan novorapid
Didapatkan hasil normotonus, eutrofi, dengan 10-10-10 IU SC bila kadar gula darah sebelum
pergerakkan pasien terbatas pada ekstremitas makan >180mg/dL, pantoprazole 1 vial/ 24 jam,
dekstra. Pemeriksaan refleks fisiologis dan neuroprotektor citicolin 2x500 mg intravena
menunjukkan kondisi hiporefleks pada seluruh (IV). Fisioterapi dilakukan selama perawatan.
ekstremitas. Belum ditemukan refleks patologis. Selama 10 hari perawatan, pasien menunjukkan
Sensibilitas pasien baik. Tanda rangsang adanya perbaikan klinis berupa peningkatan
meningeal meliputi kaku kuduk, brudzinski I dan kekuatan motorik pasien meningkat dari 1
II, lasegue, kernig negatif. Koordinasi dan menjadi 3, dan perbaikan disartria. Tanda vital
keseimbangan sulit dinilai karena hemiparesis pasien membaik, tekanan darah terkontrol
dextra. Nilai National Institutes of Health Stroke mencapai 130/80 mmHg, tanpa adanya
Scale (NIHSS) pasien adalah 9. komplikasi, dengan nilai NIHSS 7. Pasien
Pemeriksaan penunjang laboratorium diperbolehkan pulang dan dianjurkan untuk
menunjukkan hemoglobin 12,1 g/dL, leukosit kontrol ke poli terkait.
6.900/mm3, dan trombosit 172.000/ mm3. Gula

Gambar 1. Hasil elektrokardiogram kasus 1

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 26


ARTIKEL ASLI Yoesdyanto et al 2018

Gambar 2. Gambar CT-Scan kepala Kasus 1

Kasus 2: ronki maupun wheezing. Pemeriksaan jantung


Seorang wanita berusia 87 tahun datang dengan menunjukkan irama nadi irreguler, namun tanpa
kelemahan sisi tubuh kanan, kesulitan menelan suara tambahan seperti gallop maupun murmur.
dan wicara mendadak sejak 2 jam sebelum masuk Pemeriksaan abdomen tidak menunjukkan
rumah sakit. Pasien tidak dapat berbicara maupun distensi abdomen maupun pembesaran organ
mengerti pembicaraan yang disampaikan orang visceral. Pemeriksaan ekstremitas tidak
sekitar. Ketika diberikan minum, air dikeluarkan menunjukkan adanya edema tungkai. Kesadaran
dan tidak dapat ditelan. Keluhan terjadi secara pasien compos mentis dengan GCS E4M5VAfasia.
tiba-tiba saat pasien menyapu halaman. Fungsi bahasa terganggu dan dapat disimpulkan
Penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, terdapat afasia global. Fungsi orientasi, memori,
muntah, pusing berputar, hilang keseimbangan, emosi, dan kognisi pasien sulit dinilai.
rasa baal maupun kesemutan, kejang, gangguan Pemeriksaan nervus kranialis menunjukkan
penglihatan, riwayat trauma disangkal oleh disfagia. Refleks muntah pasien sulit dinilai
keluarga pasien. Pola berkemih dan defekasi ada karena pasien tidak kooperatif. Pemeriksaan
kelainan. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan motorik berupa hemiparesis dekstra dengan
oleh pasien. Pekerjaan sehari-hari pasien sebagai kekuatan motorik 1 pada sisi kanan dan 5 pada
ibu rumah tangga. sisi kiri. Didapatkan hasil normotonus, eutrofi,
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 18 tahun dan pergerakkan pasien terbatas. Refleks
lalu dan AF persisten sejak 4 tahun lalu namun fisiologis menunjukkan hiporefleks di seluruh
tidak mengonsumsi terapi OAC rutin. Riwayat ekstremitas dan belum didapatkan adanya refleks
mengidap DM, penyakit ginjal, penyakit jantung, patologis. Sensibilitas pasien sulit dinilai. Tanda
dan kolestrol disangkal keluarga, namun tidak rangsang meningeal meliputi kaku kuduk,
pernah diperiksa. Pasien rutin memeriksakan brudzinski I dan II, lasegue, kernig negatif.
tekanan darahnya sendiri dengan kisaran sistolik Koordinasi dan keseimbangan sulit dinilai karena
140 sampai 150 mmHg. Pasien rutin pasien tidak kooperatif. Nilai NIHSS pasien 13.
mengkonsumsi aspilet 1x80 mg, dan candesartan Pemeriksaan penunjang berupa hematologi rutin
1x4 mg. Riwayat obat-obatan terlarang maupun menunjukkan hemoglobin 12,5 g/dL, leukosit
merokok disangkal. Keluarga pasien tidak ada 7.100/ mm3, dan trombosit 185.000/ mm3. Gula
yang memiliki keluhan serupa namun riwayat darah saat pasien masuk 128 mg/dL dengan
hipertensi dimiliki oleh ayah dan anak sulung sedikit peningkatan fungsi ginjal yakni ureum 47
pasien. mg/dL dan kreatinin 1,2 mg/dL. Profil lipid
Pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya dalam batas normal yakni kolestrol total 180
konjungtiva anemis maupun peningkatan tekanan mg/dL, dengan HDL 49 mg/dL, dan LDL 101
vena jugularis. Saat di unit gawat darurat, tekanan mg/dL, serta trigliserida 130 mg/dL. Hasil
darah pasien saat masuk 160/100 mmHg di kedua elektrolit dalam batas normal, natrium 140
ekstremitas, nadi 97 kali per menit irreguler kuat mmol/L, kalium 4.1 mmol/L, dan klorida 108
di kedua ekstremitas, laju nafas 18 kali per menit mmol/L.
reguler, dengan saturasi oksigen 99%. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan fisik paru vesikuler tanpa ada suara menunjukkan irama irreguler dengan kesan

27 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Yoesdyanto et al 2018 ARTIKEL ASLI
normoventrikular-respons atrium fibrilasi neuroprotektor citicolin 2x500mg IV, dengan
(Gambar 3). Pemeriksaan CT-scan kepala yang pemasangan nasogastric tube (NGT). Fisioterapi
dilakukan langsung saat masuk rumah sakit dilakukan selama perawatan.
menunjukkan multipel infark di daerah ganglia Perbaikan klinis terjadi selama 10 hari perawatan.
basalis bilateral dan substansia alba Kekuatan motorik meningkat dari 1 menjadi 3,
periventrikuler lateralis bilateral (Gambar 4). pasien mulai dapat mengonsumsi makanan dalam
Pemeriksaan penunjang lainnya seperti TEE bentuk cair, namun belum ada perbaikan kondisi
tidak dilakukan karena keterbatasan fasilitas afasia global. Selama perawatan tanda vital
penunjang pada rumah sakit. pasien baik, tekanan darah terkontrol mencapai
Diagnosis stroke iskemia et causa kardioemboli 130/80 mmHg, tanpa adanya komplikasi, dengan
dengan AF normoventrikular respons ditegakkan. nilai NIHSS 11. Pasien diperbolehkan pulang dan
Selama perawatan, pasien diberikan infus asering dianjurkan untuk kontrol rawat jalan di poli
20 tetes permenit, candesartan 1x8 mg, aspilet terkait.
1x80 mg, pantoprazole 1 vial/ 24 jam IV, dan

Gambar 3. Hasil elektrokardiogram kasus 2

Gambar 4. Gambar CT-Scan kepala kasus 2

Diskusi disebabkan oleh remodeling yang menyebabkan


Patofisiologi utama AF dengan adanya peningkatan volume namun menurunkan
penyebaran listrik ektopik yang menyebabkan kecepatan aliran darah. Hal ini menyebabkan
iregularitas kontraksi jantung yang menyebabkan terbentuknya trombus akibat kondisi darah yang
darah stasis dan memenuhi trias Virchow. stasis. Kondisi stasis dikaitkan dengan
Trombus yang terbentuk lepas lalu menyumbat peningkatan konsentrasi faktor fibrinogen, D-
cabang arteri serebral menyenyebabkan stroke dimer, dan faktor von Willebrand yang
kardioemboli. Pasien dengan AF nonvalvular, merupakan indikasi keadaan protrombotik yang
90% trombus yang terbentuk terletak di left atrial menunjang pembentukan trombus dan berpotensi
appendages (LAA).4 Pembesaran LAA terjadinya embolisasi serebral.2 Emboli jantung

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 28


ARTIKEL ASLI Yoesdyanto et al 2018

ke otak berasal dari satu dari tiga mekanisme: vitamin K (NOACs) seperti inhibitor langsung
stasis darah dan pembentukan trombus dalam trombin (dabigatran) atau faktor penghambat Xa
pembesaran bilik jantung kiri; pelepasan material (rivaroxaban, apixaban atau edoxaban).4,5,8
dari permukaan katup yang abnormal (degenerasi Pasien dengan kasus pertama memiliki skor
kalsifikasi), dan pasase abnormal dari vena ke CHA2DS2-VASc 4; yakni riwayat DM, usia di
sirkulasi arterial (emboli paradoksikal).8,9 atas 75 tahun (2 poin), dan jenis kelamin
Pemeriksaan penunjang untuk melihat risiko perempuan. Pasien kedua memiliki skor
emboli akibat trombus pada LAA dapat dengan CHA2DS2-VASc 4; meliputi riwayat hipertensi,
TEE. usia di atas 75 tahun (2 poin), dan jenis kelamin
Panduan European Society of Cardiology (ESC) perempuan. Skor CHA2DS2-VASc 4
tahun 2016 merekomendasikan penggunaan skor mengindikasikan risiko insiden stroke mencapai
CHA2DS2-VASc (tabel 1) untuk memperkirakan 4%.10 Kedua pasien dapat diberikan OAC sebagai
risiko stroke pada pasien dengan AF, dan terapi profilaksis rutin stroke kardioemboli yang
memulai terapi OAC pada pria dengan skor lebih disebabkan oleh AF. Pengobatan OAC dikaitkan
dari sama dengan 1 dan wanita dengan skor lebih dengan penurunan risiko stroke iskemia pada
tinggi atau sama dengan 2 sebagai terapi pasien dengan AF, dengan pengurangan relative
profilaksis.5 Pedoman American Heart risk (RR) berkisar 33-75%.11,12
Association/ American College of Cardiology/ Insiden stroke kardioemboli lebih tinggi pada
Heart Rhythm Society (AHA/ ACC/ HRS) tahun kasus AF-RVR dibandingkan pada AF-NVR,
2014 juga merekomendasikan skor CHA2DS2- namun kemungkinan terjadi pada AF-NVR tetap
VASc untuk penilaian risiko stroke pada pasien tinggi karena skor CHA2DS2-VASc tidak
dengan AF nonvalvular.10 Skor HAS-BLED dipengaruhi oleh tipe atrium fibrilasi. Pengaruh
(tabel 1) juga dihitung pada pasien dengan AF target terapi berupa rhythm control atau
yang memiliki resiko perdarahan.8,10 Pilihan OAC pulse/rate control belum menunjukkan hasil yang
meliputi antagonis vitamin K (VKA) seperti memuaskan untuk mencegah dan mengurangi
warfarin atau OAC yang bersifat antagonis non- insiden stroke.

Tabel 1. Skor CHA2DS2-VASc dan HAS-BLED6


CHA2DS2-VASc Skor HAS-BLED Skor
Gagal jantung kongestif 1 Hipertensi (tekanan darah sistolik >160 mmHg) 1
Hipertensi 1 Fungsi ginjal dan hati yang abnormal (masing- 1 atau 2
masing 1 poin)*
Usia >75 tahun 2 Stroke 1
Diabetes mellitus 1 Kemungkinan atau predisposisi perdarahan** 1
Stroke/TIA/ Tromboembolik 2 Nilai INR yang labil (jika dalam terapi OAC) 1
Penyakit vaskular (riwayat 1 Usia > 65 tahun 1
miokard infark, peripheral Pemakaian obat terlarang atau alkohol (masing- 1 atau 2
artery disease, plak aorta) masing 1 poin)
Usia 65 – 74 tahun 1
Jenis kelamin perempuan 1
Skor maksimum*** 9 Skor maksimum**** 9
Keterangan:
TIA (Transient Ischemic Attack), INR (International Normalized Ratio), OAC (Oral Anti-Coagulant)
*Fungsi ginjal abnormal ditandai dengan adanya riwayat dialisis rutin, transplantasi ginjal, atau serum kreatinin
≥ 200 mmol/L. Fungsi hati yang tidak normal dengan adanya penyakit hati kronis (misalnya sirosis) atau hasil
biokimia (peningkatan bilirubin 2-3 kali batas atas, peningkatan 3 kali batas aspartat aminotransferase (AST)/
alanin aminotransferase (ALT)/ alkali fosfatase)
**Riwayat perdarahan atau predisposisi (anemia), nilai INR yang labil (dalam rentang terapeutik <60%),
kombinasi antiplatelet dengan antiinflamasi nonsteroid, atau konsumsi alkohol berlebih.
***CHA2DS2-VASc Skor 0: tanpa terapi antitrombotik. Skor 1: rekomendasi terapi antitrombotik (antiplatelet
atau sebaiknya OAC). Skor ≥2: rekomendasi terapi antikoagulan oral.
****Skor HAS-BLED ≥3 menunjukkan bahwa perlu hati-hati saat pemberian terapi OAC dan direkomendasikan
untuk pemantauan rutin

29 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Yoesdyanto et al 2018 ARTIKEL ASLI
Mekanisme utama antikoagulan adalah pencegahan stroke pada pasien AF menunjukkan
mencegah metabolisme intrahepatik epoksida efek protektif yang lebih besar pada pengguna
vitamin K sehingga pembentukan trombin OAC, dengan insiden stroke tahunan 3,93%.
melambat dan pembekuan menjadi terganggu Pemberian kombinasi aspirin dan clopidogrel
karena penurunan aktivitas biologis protein (dual therapy) mengurangi risiko stroke iskemia
kompleks prothrombin. Efek terapeutik OAC (RR 0,72; p <0,001) namun juga meningkatkan
diukur dengan memantau waktu protrombin. risiko perdarahan mayor menjadi 2,42%
Dosis OAC harus disesuaikan untuk mencapai dibandingkan dengan terapi warfarin yang 2,21%
kisaran nilai protrombin yang diinginkan, pertahun. Pasien di atas 75 tahun dengan AF
biasanya diukur sebagai international normalized sebaiknya tetap digunakan OAC, kecuali ada
ratio (INR).13 Kekhawatiran utama pemberian kontraindikasi absolut untuk pasien atau
OAC terutama terhadap risiko pendarahan pada manfaatnya tidak sebanding dengan efek buruk
kelompok dengan faktor risiko yang tidak dapat yang dapat ditimbulkan.15-17 Warfarin mengurangi
dimodifikasi (usia yang lebih tua, kerusakan risiko stroke iskemia dan terjadinya emboli
ginjal atau hati yang signifikan, stroke sistemik sebanyak dua pertiga dibandingkan
sebelumnya, atau kejadian pendarahan dengan plasebo. Bila dibandingkan dengan terapi
sebelumnya, dan keganasan aktif). Kelompok antiplatelet, dosis warfarin yang disesuaikan
pasien AF tersebut sering disebut populasi AF menyebabkan penurunan RR hingga 36% pada
“khusus” karena memiliki risiko kejadian stroke iskemia. Sebagai pembanding, aspirin
komplikasi perdarahan yang tinggi, sehingga mengurangi risiko sebesar 22% insiden stroke
tidak selalu dalam terapi rutin OAC. Solusi iskemia pada pasien dengan AF bila
dengan terapi regimen New Oral Anti-Coagulan dibandingkan dengan kelompok kontrol.16,17 Saat
(NOAC) dapat menjadi pilihan karena warfarin tidak dapat digunakan, aspirin dapat
memberikan manfaat klinis yang lebih baik. 11,12 diberikan dengan dosis 75-300 mg/ hari.16 Aspirin
Tiga konsep pencegahan stroke di AF yakni tidak boleh diberikan bersama warfarin karena
meliputi efek antithrombotik-antikoagulan atau tidak memberikan manfaat tromboprofilaktik
antiagregat yang bertujuan mengurangi efek pro- tambahan dan berpotensi meningkatkan risiko.
trombotik AF, pengobatan antiaritmia yang Terapi OAC dengan warfarin dianjurkan dalam
ditujukan untuk menghilangkan disritmia dan dosis yang disesuaikan untuk mencapai target
menurunkan beban fibrilasi atrium, dan dari segi INR yang lebih rendah (1,6-2,5) sebagai
mekanis ditujukan pada oklusi di LAA, serta pencegahan primer stroke pada pasien AF berusia
melindungi arteri karotid interna dari trombi lebih dari dan sama dengan 75 tahun dengan
sehingga mencegah hipokinetik kerja jantung.14 peningkatan risiko perdarahan (tabel 2).6
Keterbatasan OAC meliputi keamanan dan Skor HAS-BLED pada kedua pasien meliputi
kepatuhan pasien terhadap perawatan. usia di atas 65 tahun dan penggunaan antiplatelet,
Penggunaan OAC dalam jangka waktu lama memberikan skor 2, dengan resiko perdarahan
dikaitkan dengan peningkatan risiko perdarahan yang cukup kecil, yakni 1,88-3,6%.10 Faktor
mayor, termasuk stroke perdarahan. Subyek seperti kepatuhan pasien terhadap pengobatan,
randomized controlled trials yang menerima risiko perdarahan, dan tidak adanya fasilitas
OAC, umumnya memiliki risiko 0,2% pertahun untuk mengevaluasi INR menjadi pertimbangan
untuk mengalami stroke perdarahan (0,1% pada tidak memberikan profilaksis OAC pada kedua
kelompok plasebo dan 0,3% pada kelompok pasien tersebut.
OAC), dan 0,3% untuk perdarahan ekstrakranial Belum ada gold standard untuk mendiagnosis
mayor (0,6-0,9%).14,15 Keseluruhan kejadian stroke kardioemboli, namun adanya kelainan
perdarahan dilaporkan sebesar 1,8% pertahun utama jantung yang dapat menjadi sumber
pada kelompok pasien AF yang berusia di atas 75 emboli, tidak adanya patologis pada arterial yang
tahun. Tingginya insiden perdarahan pada pasien signifikan, serta defisit neurologis mendadak
berusia tua seringkali menyebabkan dilematika merupakan faktor klinis independen yang terkait
dalam pemberian OAC, sehingga dalam beberapa dengan stroke kardioembolik. Sebagai
kasus seringkali digunakan antiplatelet. pembanding, kondisi hipertensi, penyakit paru
Penggunaan clopidogrel dan aspirin bila obstruktif kronik, diabetes, dislipidemia, dan usia
dibandingkan dengan pemberian warfarin untuk terkait secara independen dengan stroke iskemia

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 30


ARTIKEL ASLI Yoesdyanto et al 2018

akibat proses atherotrombotik dengan gejala atau tidak sama sekali dalam 3 bulan, perdarahan
defisit neurologis yang lebih lambat.13,17,18 Etiologi intrakranial simtomatik yang terjadi pada 6,4%
stroke iskemia menjadi lebih sulit apabila populasi dengan kematian pada 17% populasi.
terdapat penyakit jantung dan arteri secara Studi yang melibatkan 2.775 pasien yang
bersamaan.2 Adanya riwayat penyakit jantung terdaftar dalam uji coba tPA menunjukkan hasil
(AF, infark miokard yang belum lama, riwayat bahwa terapi dalam 90 menit pertama onset
gagal jantung sebelumnya) dari anamnesis, memberikan perbaikan klinis yang signfikan
pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik rutin (EKG sebesar 2,8 kali lipat, administrasi menit ke-91
dan temuan pada penunjang neuroimaging) hingga 180 menit sebesar 1,6 kali lipat, dan menit
cukup untuk membuat diagnosis kondisi stroke ke-181 hingga 270 menit sebesar 1,4 kali lipat,
kardioemboli. sementara administrasi dari menit ke-271 sampai
Kedua pasien memiliki onset singkat dengan 360 menit tidak memberikan perbaikan. Hasil
defisit berat yang terjadi mendadak saat optimal dapat didapatkan pada golden period
melakukan aktivitas. Adanya riwayat AF dapat door-to-needle 60 menit. Disimpulkan bahwa
mengarahkan diagnosis stroke kardioemboli. semakin cepat administrasi tPA kepada pasien,
Klinis hemiparesis dekstra pada kedua kasus, dan semakin besar manfaatnya terhadap defisit
afasia global pada pasien kedua dapat neurologi.6
memberikan kemungkinan sumbatan pada arteri
cerebri media hemisfer cerebri sinistra. Dari Tabel 2. Faktor Resiko Perdarahan dalam
beberapa kepustakaan yang ada, trombus yang Penggunaan OAC6
disebabkan oleh AF seringkali menyumbat pada Faktor yang berhubungan dengan Pasien
arteri cerebri media.2,8,9,17 • Usia > 65 tahun
Diagnosis stroke iskemia ditegakkan melalui CT- • Riwayat perdarahan sebelumnya
scan kepala. Namun, stroke akut memiliki time • Riwayat stroke sebelumnya
window, yakni dimulai sejak minimal 3 jam • Anemia
pasca onset untuk munculnya hipodensitas pada • Faktor genetika
gambaran CT-scan kepala.19 Kedua kasus • Jenis kelamin perempuan
menunjukkan CT-scan kepala dilakukan segera • Hipertensi tidak terkontrol
sebelum 3 jam, sehingga gambaran infark luas • Insufisiensi renal
yang diperkirakan terjadi pada kasus • Disfungsi hepar
kardioembolik belum muncul. Target utama • Keganasan
pemeriksaan CT-scan pada pasien stroke adalah Faktor yang berhubungan dengan terapi OAC
kemampuan menyingkirkan kemungkinan stroke • Pemula dalam penggunaan OAC
perdarahan. Kedua pasien menunjukkan adanya • Ketaatan dalam konsumsi OAC
infark lama (dapat terjadi asimptomatik karena • Intensitas terapi (diukur dengan INR)
anamnesis menunjukkan pasien tidak pernah • Rentang terapeutik
mengalami stroke sebelumnya. Infark • Konsumsi vitamin K
atherotrombotik berkaitan dengan faktor resiko • Manajemen konsumsi OAC (pemantauan diri)
lain pada pasien seperti diabetes, hipertensi, usia Pengunaan obat lain yang bersamaan
tua, dan lainnya.
• Antiplatelet
Trombolisis intravena (IV) dengan tissue
• Nonsteroidal anti inflammatory drugs
plasminogen activator (tPA) seperti alteplase
• Medikasi lain yang mengganggu OAC
yang diberikan dalam tiga jam setelah onset
• Konsumsi alkohol berlebih
adalah standar utama pengobatan stroke iskemia
Keterangan: INR (International Normalized Ratio),
akut. Trombolisis IV memiliki beberapa OAC (Oral Anti-Coagulant)
keterbatasan seperti jendela waktu yang singkat,
risiko perdarahan intrakranial, efek kurang Pemberian trombolitik memiliki kriteria inklusi
maksimal pada pasien dengan kontraindikasi usia di atas 18 tahun, diagnosis stroke iskemia
relatif yang menyebabkan rendahnya angka dengan defisit neurologis yang dapat dinilai, dan
pasien yang diobati dengan trombolitik.18 Pasien onset dibawah 180 menit. Kriteria eksklusi
yang diobati dengan tPA setidaknya memiliki absolut yakni riwayat cedera kepala atau stroke
30% risiko mengalami kondisi cacat minimal dalam 3 bulan terakhir, gejala yang mengarah ke
perdarahan subaraknoid, pungsi arteri di tempat

31 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Yoesdyanto et al 2018 ARTIKEL ASLI
yang tidak dapat dikompresi, riwayat perdarahan Perbaikan klinis terjadi pada pasien selama
intrakranial, tekanan darah sistolik >185 mmHg perawatan meskipun masih terdapat gejala sisa
atau diastolik >110 mmHg yang tidak responsif defisit neurologis. Setelah 10 hari perawatan dan
dengan antihipertensi, adanya bukti perdarahan fase akut stroke selesai, kedua pasien
aktif, jumlah trombosit <100.000/mm3, mendapat dipulangkan tanpa adanya komplikasi. Kesulitan
heparin dalam 48 jam, hasil aPTT di atas batas untuk mengidentifikasi etiologi utama yang
nilai normal, menggunakan antikoagulan dengan berperan pada kejadian stroke membuat seluruh
INR > 1,47 atau PT > 15, gula darah <50 mg/dL, faktor resiko (DM dan hipertensi) dikontrol untuk
CT-scan kepala dengan bukti infark multilobar mencegah kemungkinan kejadian selanjutnya.
(hipodensitas lebih dari sepertiga hemisfer
serebri). Kriteria eksklusi relatif berupa stroke Simpulan
minor atau dengan perbaikan yang cepat, kejang Salah satu penyebab terbesar stroke
saat onset stroke, pembedahan besar atau trauma kardioembolik adalah atrium fibrilasi. Infark
serius dalam 14 hari, perdarahan saluran cerna serebri akibat kardioemboli adalah subtipe infark
atau traktus urinarius dalam 21 hari, dan infark iskemia dengan mortalitas tertinggi di rumah
miokard akut dalam 3 bulan.6 sakit selama fase akut stroke. Tatalaksana yang
Kedua pasien masuk dalam kandidat pemberian tepat sangat penting untuk meningkatkan kualitas
trombolitik karena memenuhi kriteria inklusi hidup pasien, mengingat tingkat keparahan stroke
tanpa adanya kriteria eksklusi. Keterbatasan kardioemboli dan kecacatan yang dihasilkan
tatalaksana awal yakni trombolitik juga menjadi lebih besar dibandingkan dengan stroke non-
suatu masalah pada rumah sakit pada kabupaten kardioemboli.
perifer sehingga tatalaksana utama trombolitik
pada stroke akut tidak dapat dilakukan. Pasien Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
ditatalaksana dengan antiplatelet, aspirin 1x80 presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
mg sebagai pengganti OAC. Kepustakaan
Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
menunjukkan antiplatelet dapat digunakan bila sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
OAC tidak dapat diberikan karena adanya Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
kontraindikasi absolut maupun relatif, meskipun Denpasar tanggal 22-24 Sepetember 2017 di
OAC tetap lebih superior.14,15 Denpasar, Bali.

Daftar Rujukan 7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.


1. Guzmán JD. Cardioembolic stroke: epidemiology. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Lap
Neurología. 2012;27:4–9. Nas 2013. 2013:1-384.
2. Arboix A, Alioc J. Cardioembolic Stroke: Clinical 8. Fauchier L, Lecoq C, Clementy N, Bernard A,
Features, Specific Cardiac Disorders and Angoulvant D, Ivanes F, et al. Oral
Prognosis. Current Cardiology Reviews. 2010; Anticoagulation and the Risk of Stroke or Death in
6(3):150–161. Patients With Atrial Fibrillation and One
3. Andrade J, Khairy P, Dobrev D, Nattel S. The Additional Stroke Risk Factor. 2016;149(4):960–
Clinical Profile and Pathophysiology of Atrial 968.
Fibrillation. Circulation Research. 9. Castellano JM, Chinitz J, Willner J, Fuster V.
2014;114(9):1453–1468. Mechanisms of Stroke in Atrial Fibrillation.
4. Iwasaki Y-K, Nishida K, Kato T, Nattel S. Atrial Cardiac Electrophysiology Clinics. 2014;6(1): 5–
Fibrillation Pathophysiology: Implications for 15.
Management. Circulation. 2011;124(20):2264– 10. Lane DA, Lip GYH. Use of the CHA DS -VASc
2 2

2274. and HAS-BLED Scores to Aid Decision Making


5. Kim Y-H, Roh S-Y. The Mechanism of and for Thromboprophylaxis in Nonvalvular Atrial
Preventive Therapy for Stroke in Patients with Fibrillation. Circulation. 2012;126(7): 860–865.
Atrial Fibrillation. Journal of Stroke. 11. Potpara TS, Lip GY. Oral Anticoagulant Therapy
2016;18(2):129–137. in Atrial Fibrillation Patients at High Stroke and
6. Millan M, Dorado L, Davalos A. Fibrinolytic Bleeding Risk. Progress in Cardiovascular
Therapy in Acute Stroke. Current Cardiology Diseases. 2015;58(2): 177–194.
Reviews. 2010Jan;6(3):218–226. 12. Patel TK, Passman RS. Atrial Fibrillation and
Stroke: The Evolving Role of Rhythm Control.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 32


ARTIKEL ASLI Yoesdyanto et al 2018

Current treatment options in cardiovascular Aged Study, BAFTA): a randomised controlled


medicine. 2013;15(3): 299-312. trial. The Lancet. 2007;370(9586): 493–503.
13. Kamel H, Okin PM, Elkind MS, Iadecola C. Atrial 16. Freeman WD, Aguilar MI. Prevention of
Fibrillation and Mechanisms of Stroke. Stroke. Cardioembolic Stroke. Neurotherapeutics.
2016. 47(3): 895-900. 2011Mar;8(3): 488–502.
14. Robinson AA, Ikuta K, Soverow J. 17. Kamel H, Healey JS. Cardioembolic Stroke.
Anticoagulation for the Acute Management of Circulation Research. 2017 Feb;120(3): 514–526.
Ischemic Stroke. The Yale Journal of Biology and 18. Arboix A, Alió J. Acute Cardioembolic Cerebral
Medicine. 2014;87(2): 199-206. Infarction: Answers to Clinical Questions. Current
15. Mant J, Hobbs FR, Fletcher K, Roalfe A, Cardiology Reviews. 2012;8(1): 54-67.
Fitzmaurice D, Lip GY, et al. Warfarin versus 19. Bhatia K, Newey C, Karthikeyan N, Nattanmai P.
aspirin for stroke prevention in an elderly Imaging Modalities in Acute Ischemic Stroke.
community population with atrial fibrillation (the American Journal of Hospital Medicine.
Birmingham Atrial Fibrillation Treatment of the 2017;1(2);1-12.

33 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali

Вам также может понравиться