Вы находитесь на странице: 1из 23

CLINICAL SCIENCE SESSION

* Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A217044/ Januari 2018


** Pembimbing/ dr. Fitriani Siregar, SpPD

DISENTRI AMUBA, DISENTRI BASILAR


Meta Perdana, S. Ked.*
dr. Fitriani Siregar, SpPD.**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN RADIOLOGI RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i


Daftar Isi .............................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan .................................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka. ............................................................................ 2
2.1 Disentri Amoeba ............................................................................................ 2
2.1.1 Definisi .................................................................................................. 2
2.1.2 Epidemiologi .......................................................................................... 2
2.1.3 Etiologi .................................................................................................. 3
2.1.4 Patogenesis ............................................................................................. 4
2.1.5 Klasifikasi .............................................................................................. 7
2.1.6 Manifestasi Klinis .................................................................................. 7
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 8
2.1.8 Diagnosis ................................................................................................ 10
2.1.9 Komplikasi ............................................................................................. 10
2.1.10 Pengobatan ........................................................................................... 11
2.1.11 Prognosis .............................................................................................. 13
2.1.12 . encegahan ........................................................................................... 13
2.2 Disentri Basiler................................................................................................ 13
2.2.1 Definisi ................................................................................................... 13
2.2.2 Etiologi ................................................................................................... 13
2.2.3 Epidemiologi .......................................................................................... 13
2.2.4 Transmisi ................................................................................................ 14
2.2.5 Patogenesis ............................................................................................. 14
2.2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................. 17
2.2.7 Diagnosis ................................................................................................ 18
2.2.8 Diagnosis Banding ................................................................................. 18
2.2.9 Komplikasi ............................................................................................. 18
2.2.10 Tatalaksana........................................................................................... 19
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan


kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Disentri adalah
peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar
yang encer dengan frekuensi lebih sering dari biasanya secara terus menerus
disertai dengan darah dan lendir. Penyebab paling umum dari disentri adalah
adanya infeksi parasit Entamoeba histolytica atau infeksi parasit Shigella.
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba) adalah penyakit
infeksi usus yang besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica.
Penyakit ini tersebar hampir diseluruh dunia terutama di negara sedang
berkembang yang berada didaerah tropis. Sekitar 90% infeksi Amebiasis bersifat
asimtomatik, sementara 10% lainnya menimbulkan berbagai sindrom klinis, mulai
dari disentri sampai abses hati.1

Shigellosis adalah infeksi akut usus yang disebabkan oleh bakteri Shigella.
Nama lain shigellosis adalah Shigella gastroenteritis, Shigella enteritis dan
disentri basiler. Gejala umum shigellosis antara lain; diare yang mungkin
mengandung darah, lendir atau nanah, kram perut, mual dan muntah. Infeksi
Shigella sendiri lebih sering menyerang anak-anak. Penyakit infeksi ini
diperkirakan menyebabkan kematian 11 juta anak tiap tahunnya, 99% kematian
ini terjadi dinegara berkembang.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DISENTRI AMOEBA

2.1.1 Definisi

Disentri Amoeba / enteritis ameba / kolitis ameba adalah penyakit infeksi


usus besar yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica.1 E histolytica
adalah parasit protozoal pseudopod, nonflagellated yang menyebabkan
proteolisis dan lisis jaringan dan dapat menginduksi apoptosis sel inang.2

2.1.2 Epidemiologi

Laju infeksi yang tinggi didapatkan ditempat-tempat penampungan anak


cacat atau pengungsi dinegara-negara sedang berkembang dengan sanitasi
lingkungan hidup yang buruk. Negara beriklim tropis lebih banyak
didapatkan strain patogen dibandingkan di negara maju yang beriklim
sedang. Di negara maju seperti Amerika Serikat prevalensi amebiasis
berkisar antara 1-5%.

Di Indonesia, amebiasis intestinal banyak dijumpai secara endemis dengan


angka insidensi yang cukup tinggi berkisar antara 10-18%, pada beberapa
survei yang dilakukan kepada anak sekolah menunjukkan frekuensi antara
0,2-50%.3 Berdasarkan hasil pemeriksaan rutin spesimen tinja pasien yang
berkunjung ke rumah sakit dengan gejala diare, diketahui 39,6% adalah
disentri amuba. Dari berbagai survei parasit intestinal, hasil pemeriksaan
tinja diketahui prevalensi amebiasis antara 1-14%. Demikian juga studi
serologis di daerah perkotaan diperoleh angka yang positif sebesar 1,6%--
34%.19 Hasil studi di Jawa Tengah diketahui angka seropositif E.
histolytica di daerah urban bervariasi dari 4%-34% dengan rata-rata 18%.
Di Medan penyakit ini cenderung endemik, meski tidak menimbulkan

2
epidemi, namun dari catatan RS Pimgadi Medan diperkirakan terdapat 500
kasus per tahunnya atau 3,2% menderita disentri amuba.3,4
2.1.3 Etiologi

E. Histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai


mikroorganisme komensial (apatogen) di usus besar manusia. Ada 2
macam bentuk siklus hidup ameba, yakni bentuk trofozoit yang dapat
bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozit ada 2 macam, trofozoit
komensial (<10 mm) dan trofozoit patogen (>10 mm).

Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan


gejala penyakit. Trofozoit patogen dapat dijumpai di lumen dan dinding
usus, mengakibatkan gejala disentri, yang bersifat haematophagus
trophozoit yang dapat menelan eritrosit.1,2

Bentuk kista ada 2 macam yaitu kista muda dan kista dewasa. Kista muda
beinti satu mengandung satu gelembung glikogen dan badan-badan
kromatoid yang berbentuk batang berujung tumpul. Kista dewasa berinti
empat.

3
2.1.4 Patogenesis
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal didalam lumen
usus besar dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan
menimbulkan ulkus. Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit
diantaranya faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi)
ameba. Sifat keganasan ameba ditentukan oleh strainnya. Strain ameba di
daerah tropis lebih ganas daripada strain di daerah sedang. Beberapa faktor
lingkungan yang berpengaruh, suasana anaerob dan asam (pH 0,6-6,5),
adanya bakteri, virus dan diet tinggi kolesterol, tinggi karbohidrat dan
rendah protein.
Ameba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan
lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus. Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu dilapisan mukosa
berbentuk kecil, tetapi dilapisan submukosa dan muskularis melebar
(menggaung). Akibatnya terjadi ulkus dipermukaan mukosa usus
menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. 1,3

4
5
Dalam lumen usus besar, lapisan IEC ditutupi oleh lapisan lendir
(biru), yang mengandung molekul mucin dan IgA yang disekresikan dari
mikrobiota host dan komensal. Protease dan glycosidases yang
dikeluarkan dari amebae terlibat dalam degradasi mucin dan matriks
ekstraselular. Pro-domain dari EhCP-A5 mengikat dan mengaktifkan
integrin dan meningkatkan pembentukan inflamasi yang menyebabkan
respons pro-inflamasi. PGE2 yang juga disekresikan dari amebae
menyebabkan hipersekresi mucin dan penipisan mucin dari IECs. PGE2
juga memunculkan sinyal dalam kaskade yang menyebabkan aktivasi
NFκB di IEC dan menginduksi sekresi IL-8. Lektin Gal / GalNAc (lektin)
dan LPPG pada permukaan ameba berikatan dengan TLR2 dan
menyebabkan aktivasi NFκB dan pelepasan sitokin pro-inflamasi untuk
IEC. PGE2 juga membantu mengganggu fungsi junction yang ketat dari
epitel dan meningkatkan infiltrasi amebic. Fagositosis dan trogositosis
juga terlibat dalam pengangkatan sel inang dan invasi ke jaringan inang.
Infiltrasi trophozoites diserang oleh pelengkap dari sirkulasi, ROS dan NO
dari neutrofil dan makrofag. Lisin Gal / GalNAc dan LPPG mengaktifkan
sel CD4, CD8 T, dan sel NKT, dan dengan demikian, meningkatkan
kekebalan selular pelindung. Sel CD4 menghasilkan sel IFN- , IL-4, IL-5,
dan IL-13, dan CD8 menghasilkan IL-17. IL-17 menginduksi infiltrasi
neutrofil dan meningkatkan sekresi mucin, peptida antimikroba, dan IgA
ke dalam lumen kolon. Saat disebarluaskan ke hati, amebae dilekatkan dan
dikeluarkan yang dimediasi oleh IFN- yang disekresikan oleh sel NKT.
TNF-α yang disekresikan dari makrofag hati menyebabkan pembentukan
abses. Panah padat menggambarkan sekresi protein terlarut dan panah
bertitik menunjukkan interaksi atau transduksi sinyal. Sitokin yang
terutama bermanfaat untuk eliminasi amebi ditunjukkan dalam warna
hitam, sementara yang terlibat dalam manifestasi penyakit ditunjukkan
dengan warna merah.1,3

6
2.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan maka amebiasis
dapat dibagi menjadi : carrier (cyst passer), amebiasis intestinal ringan
(disentri ameba ringan), amebiasis intestinal sedang (disentri ameba
sedang), disentri ameba berat, disentri ameba kronik.1
2.1.6 Manifestasi Klinis
Carrier (Cyst Passer)
Pasien tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali, hal ini dikarenakan
amoeba yang berada di dalam usus besar tidak mengadakan invasi ke
dinding usus.
Amebiasis Intestinal Ringan ( Disentri Ameba Ringan)
Timbulnya onset penyakit perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh
perut kembung, kadang-kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang.
Dapat timbul diare ringan, 4-5x sehari, dengan tinja berbau busuk.
Kadang-kadang tinja bercampur darah dan lendir. Sedikit nyeri tekan
didaerah sigmoid. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau disertai
demam ringan(subfebril).
Amebiasis Intestinal Sedang ( Disentri Ameba Sedang)
Keluhan pasien dengan gejala klinis lebih berat dibandingkan disentri
ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari, tinja
disertai darah dan lendir. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah
badan, disertai hepatomegali dan nyeri ringan.
Disentri Ameba Berat
Keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi. Penderita mengalami diare
disertai darah yang banyak, lebih dari 15x sehari. Demam tinggi (400-45,50
C), disertai mual dan anemia.
Disentri Ameba Kronik
Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan, serangan-serangan diare
diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat
berjalan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pasien biasanya

7
menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare biasanya terjadi karena
kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.1,5
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat
penting. Pada disentri ameba, tinja biasanya berbau busuk, bercampur
darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik perlu tinja yang masih
baru (segar). Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk ( pasien tidak diare),
perlu dicari bentuk kista. Dengan sediaan langsung, tampak kista
berbentuk bulat, berkilau seperti mutiara. Untuk dapat melihatnya, dibuat
sediaan dengan larutan lugol. Didalamnya terdapat badan-badan kromatid.
Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan dengan metoda
konsentrasi yaitu larutan seng sulfat dan eterformali. Dengan larutan
sulfat, kista akan mengapung ke permukaan. Sedang dengan larutan
eterformalin kista akan mengendap. Bentuk inti akan nampak lebih jelas
jika dibuat sediaan dengan larutan eosin. Untuk membedakan dengan
leukosit (makrofag) perlu dibuat sediaan dengan cat supravital, misalnya
buf-fered methylen blue.

8
Pemeriksaan protoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi berguna untuk
membantu diagnosis penderita dengan gejala disentri, terutama apabila dalam
pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba. Tampak ulkus yang khas dengan
tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus
tampak normal. Pemeriksaan mikroskopi bahan eksudat atau bahan biopsi
jaringan usus dapat ditemukan trofozoit.
Foto rontgen kolon tidak banyak membantu, karena ulkus tidak tampak.
Pada amebiasis kronik, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak
ulkus disertai spasme otot. Pada ulkus tampak filling defect yang mirip
karsinoma.
Amena hanya dapat dibiakkan pada media khusus, misalnya Boeck Dr
Bohlav, tetapi tidak semua strain dapat dibiakkan. Pemeriksaan serologis
digunakan sebagai uji bantu untuk diagnosis abses hati amebik dan
epidemiologis. Uji serologi positif apabila ameba menembus jaringan
(invasif).1,6
9
2.1.8 Diagnosis1
1. Pemeriksaan tinja : ditemukan trofozoid dalam tinja.
2. Endoskopi : ditemukan lesi ulkus yang khas.
2.1.9 Komplikasi1
1. Komplikasi Intestinal
- Perdarahan Usus : terjadi apabila ameba mengadakan invasi ke dinding
usus besar dan merusak pembuluh darah.
- Perforasi Usus : terjadi apabila abses menembus lapisan muskular
dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis.
- Ameboma : terjadi akibat infeksi kronik yang mengakibatkan
reaksi terbentukknya massa jaringan granulasi.
Biasanya terjadi di daerah sekum dan rektrosigmoid.
- Intususepsi : sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang
memerlukan tindakan operasi segera
- Penyempitan usus (striktura) : terjadi pada disentri kronik, akibat
terbentuknya jaringan ikat atau akibat
ameboma.
2. Komplikasi Ekstra-Intestinal
Amebiasis Hati. Didaerah tropis, terutama Asia Tenggara, insidensinya
sekitar 5-40%. Lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada wanita,
tersering pada usia 30-40 tahun. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi
ameba dan dinding usus besar lewat vena porta. Pasien sering mengeluh
nyeri spontan diperut kanan atas, kalau berjalan posisinya membungkuk
kedepan dengan kedua tangan diletakkan diatasnya. Hati teraba dibawah
lengkung iga, nyeri tekan disertai demam tinggi yang bersifat remitten atau
intermitten.
Amebiasis Pleuropulmonal. Terjadi akibat ekspansi langsung abses hati.
10-20% abses hati dapat menyebabkan abses pulmonal. Abses paru dapat
pula terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari usus besar. Dapat terjadi
hiliran (fistel) hepatobronkial, penderita batuk-batuk dengan sputum
berwarna kecoklatanyang rasanya seperti hati.
10
Abses otak, limpa dan organ lain. Terjadi akibat embolisasi ameba
langsung dari dinding usus besar.
Amebiasis Kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsusng dari dinding uus
besar dengan membentuk fistel. Sering terjadi di daerah perianalatau
dinding perut.
2.1.10 Pengobatan1
Amebiasis Asimtomatik (Carrier atau Cyst Passer). Obat yang diberikan
adalah amebisid luminal : Diloksanit Furoat dengan dosis 3x500 mg
sehari, selama 10 hari. Atau, Diyohidrosikin dengan dosis 3x250 mg
sehari selama 10 hari. Atau Karbason dengan dosis 3x500 mg sehari
selama 10-13 hari.
Adanya kemungkinan invasi amuba ke mukosa usus besar, dianjurkan
menambah amebisid jaringan. Amubisid jaringan yang dapat dipakai :
- Klorokuin difosfat : 2x500 mg/hari, selama 1-2 hari, kemudian dilanjutkan
dengan 2x250 mg/hari selama 7-12 hari. Konsentrasi obat didalam
jaringan, terutama jaringan hati sangat tinggi sehingga dipakai untuk
profilaksis timbulnya abses hati ameba. Efek samping obat berupa mual,
pusing dan nyeri kepala. Pemberian dalam jangka waktu lama dapat
mengakibatkan retinopati. Tidak dianjurkan pada wanita hamil karena
dapat mengakibatkan anak lahir tuli.
- Metronidazole : 35-50 mg/kgBB atau 3x500 mg/hari selama 5 hari.
- Tinidazol : 50 mg/kgBB atau 2g/hari, selama 2-3 hari.
- Ornidazol : dosis 50-60 mg/kgBB atau 2g/hari, selama 3 hari.
Ketiga obat tersebut termasuk golongan nitromidazol yang dapat bekerja
baik didalam lumen usus, di dalam dinding usus maupun luar usus.

Disentri Ameba Ringan-Sedang. Metronidazol dengan dosis 3x750 mg


sehari selama 5-10 hari.

11
Rekomendasi Pengobatan Amebiasis

I. Carrier Asimtomatik (Luminal Agents) :


- Lodoquinol ( tablet 650 mg), dosis 650 mg tiga kali sehari selama 20
hari
- Paromomycin (tablet 250 mg), dosis 500 mg tiga kali sehari selama 10
hari
II. Kolitis Akut
- Metronidazol (tablet 250 mg atau atau 500 mg), dosis 750 mg per oral
atau “intravena” (IV) tiga kali sehari selama 5-10 kali ditambah
dengan luminal agent dengan dosis yang sama.
III. Abses Hati Ameba
- Metronidazol, dosis 750 mg per oral atau i.v tiga kali sehari selama
5-10 hari.
- Tinidazol, dosis 2 g per oral
- Omidazol, dosis 2 g per oral

Disentri Ameba Berat. Pasien memerlukan amebisis, infus cairan


elektrolit atau transfusi darah. Selain pengobatan seperti amebiasis ringan-
sedang, perlu ditambah emetin atau dehidroemetin, diberikan secara IM
atau SC yang dalam. Dosis emetin 1 mg/kgBB sehari (maksimal 60
mg/hari) selama 3-5 hari; dehidro-emetin 11,5 mg/kgBB sehari
(maksimum 90 mg sehari) selama 3-5 hari. Penderita sebaiknya dirawat
dirumah sakit dan tirah baring selama pengobatan.
Amebiasis Ekstra Intestinal dan Ameboma. Penderita abses hati dapat
diberi Metronidazol. Dapat pula diberi klorokindifosfat dengan dosis 1
g/hari, selama1-2 hari; dilanjutkan dengan 600 mg sehari, selama 4
minggu. Masing-masing obat perlu ditambahkan dehidroemetin atau
emetin dengan dosis 1 mg/kgBB per hari selama 10 hari. Apabila abses
hepar >5 cm, akan sukar sembuh, sehingga perlu dipertimbangkan pungsi
abses untuk mempercepat penyembuhan.
12
2.1.11 Prognosis
Prognosis ditentukan oleh berat-ringannya penyakit, diagnosis dan
pengobatan dini yang tepat, serta kepekaan ameba terhadap obat yang
diberikan.
2.1.12 Pencegahan
Air minum sebaiknya dimasak terlebih dahulu, karena kista akan binasa
bila air dipanaskan 500 C selama 5 menit. Menjaga hygenitas makanan,
minuman, dan keadaan lingkungan.

2.2 DISENTRI BASILER


2.2.1 Definisi
Shigellosis adalah infeksi akut usus yang disebabkan oleh salah satu dari
empat spesies bakteri gram negatif genus shigella. Disentri basiler adalah
diare dengan lendir dan darah disertai dengan demam, tenesmus dan
abdominal cramp.1
2.2.2 Etiologi
Penyebab disentri basiler adalah Shigella sp. dari genus Shigella, yang
termasuk bakteri gram negatif dalam klasifikasi kingdom, Bacteria,
phylum Protobacteria, class Gamma Proteobacteria, order
Enterobacteriales, family Enterobacteriaceae, genus Shigella, spesies
Shigella dysentriae.7
2.2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 8-12 kasus per 100.000 populasi
selama 30 tahun. Di dunia, Shigellosis merupakan penyebab diare
terseringbaik dinegara berkembang maupun negara maju. Organisme ini
sangat mudah ditransmisikan melalui fekal-oral. Insidensi dan penyebaran
shigellosis berhubungan dengan kebersihan perseorangan dan kebersihan
komunitas. Data tahun 2000-2004 dari 6 negara ( Bangladesh, China,
Pakistan, Indonesia, Vietnam dan Thailand) menunjukkan insidensi
Shigellosis masih stabil meskipun angka kematiannya menurun.1
13
2.2.4 Transmisi
Saluran usus manusia merupakan reservoar utama Shigella. Penyebaran
shigella paling besar terjadi pada fase akut, maka bakteri ini
ditransmisikan melalui fekal oral, kontak orang ke orang melalui makanan
dan minuman yang tercemar.1
2.2.5 Patogenesis

Respon host terhadap infeksi primer ditandai dengan induksi


peradangan akut, yang disertai infiltrasi sel polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan penghancuran mukosa kolon secara masif. Penghancuran
apoptotik makrofag pada jaringan subepitel memungkinkan kelangsungan
hidup shigella, dan memudahkan masuknya bakteri lebih lanjut.
Patologi secara garis besar terdiri dari edema mukosa, eritema,
kerapuhan, ulserasi superfisial, dan perdarahan mukosa fokal yang
melibatkan sambungan rectosigmoid. Patologi mikroskopik terdiri dari
nekrosis sel epitel, deplesi sel punca, infiltrasi PMN dan infiltrasi
mononuklear di lamina propria, dan pembentukan abses kriptografi.

14
Bakteri shigella menyerang epitel usus melalui sel M dan terus menyebar
dari sel ke sel, menyebabkan kematian dan pembengkakan sel epitel dan
mendorong respons inflamasi yang potensial sehingga menghasilkan
sindrom disentri. Selain serangkaian kejadian patogen ini, hanya S
dysenteriae tipe 1 yang memiliki kemampuan untuk menguraikan toksin
Shiga yang menghambat sintesis protein pada sel eukariotik dan yang
dapat menyebabkan komplikasi ekstraintestinal, termasuk sindrom
hemolitik-uremik dan kematian.
Shigella melewati membran mukosa dengan memasuki folikel pada
sel M ( sel epitel yang terlokasi khusus di folikel epitel yang menutupi
nodul limfois mukosa di usus halus, yang sangat sedikit memiliki brush
border absorbtive yang teroganisir. Shigella melekat secara selektif pada
sel M dapat transitosis melalui sel M kedalam kumpulan sel fagosit.

Adhesi
Setelah Shigella spp masuk ke perut, patogen mendekati usus besar di
mana ia akhirnya akan melewati epitel usus melalui sel Mikrofold untuk
menginduksi patogenisitasnya. Sel M, yang terletak di patch Peyer,

15
memfasilitasi pengembangan respon kekebalan dengan menyerap antigen
dan meneruskannya ke jaringan limfoid, dan Shigella menggunakan fungsi
ini untuk mendapatkan akses ke sisi basolateral sel epitel.
Shigella melekat pada sel M dengan mengikat CD44 dan α5 1 yang
ditemukan di daerah membran sel yang tinggi kandungan kolesterol yang
dikenal sebagai anyaman lipid. Anyaman ini mengandung banyak protein
spesifik, dan dalam kasus ini, anyaman mengandung reseptor yang
disebutkan di atas yang dikenali oleh IpaB dan protein efektor IpaBCD di
permukaan patogen. Ikatan ini memulai pengenalan jarum T3SS ke dalam
membran sel yang memulai penataan ulang membran untuk membawa
lebih banyak anyaman lipid ke tempat masuk bakteri dan dengan demikian
membawa lebih banyak reseptor ke sel dan menciptakan platform
pemberian sinyal.
Entering the Cell
Perlekatan yang berhasil mendorong patogen untuk mensekresikan
berbagai protein efektor melalui T3SS-nya yang akan membantu memaksa
sel menelan bakteri dengan menata ulang sitoskeleton eukariotik. IpgD
dan IpaA bekerja untuk memecah polimer aktin yang ada dan melepaskan
sitoskeleton dari sisi sitoplasma membran masing-masing. VirA
mendestabilkan mikrotubulus dan sekaligus mengaktifkan GTPase yang
disebut Rac1. VirA bekerja bersama IpaC dan IpgB2 untuk mengaktifkan
Rac1 dan Cdc42, satu lagi GTPase, yang merekrut Arp2 / 3 untuk memulai
nukleasi aktin. Polimerisasi aktin berikut menciptakan tonjolan yang
meluas dari sel inang dan kemudian menelan patogen sehingga
memasukkan Shigella dalam fagosom dan memberinya akses ke bagian
dalam sel.
Setelah melewati sel M, Shigella menggunakan protein efektor dan
T3SS untuk melepaskan diri dari fagosom, sebuah proses yang terjadi
dalam rentang 15 menit. Shigella mulai berkembang biak di dalam sel
inang setelah menghancurkan fagosom dan mengeluarkan IscB, yang
secara kompetitif mengikat IscA, untuk menghindari autophagy di dalam
16
sel. Sebagai tambahan, IpgD mengaktifkan jalur sinyal yang mencegah sel
inang menginduksi apoptosis agar patogen berkembang biak tanpa
gangguan.
Actin-mediated Motility
Gerakan di dalam sitoplasma sel dicapai dengan cara membajak mesin
pembuat nukleasi. Polimerisasi aktin pada salah satu ujung patogen
mendorongnya melalui sitoplasma ke arah yang berlawanan, dan VirA
mendestabilkan mikrotubulus yang mengelilingi patogen untuk
memungkinkan pergerakan melalui sitoskeleton. Motilitas yang diinduksi
ini memungkinkan patogen untuk menghindari pertahanan kekebalan
ekstraselular dan menyerang sel epitel tetangga dengan menekan membran
sel untuk menciptakan tonjolan yaitu endositosis oleh sel tetangga dimana
ia akan berkembang biak dan terus menginfeksi epitel. Shigella dapat
menggunakan mekanisme yang sama untuk menerobos membran sel
basolateral dan mencapai mukosa usus. Penyebaran Shigella di epitel
melalui proses ini menghasilkan kematian sel epitel dan kemudian
mendapat respon kekebalan yang kuat.
Kemampuan untuk menyerang dan menghancurkan makrofag
memungkinkan patogen untuk menghindari bagian penting dari respons
imun bawaan inang dan merupakan bagian penting dari patogenesisnya.
Bakteri akan masuk kedalam membran sel inang, yang berdekatan dengan
eritrosit dan mengalami rebound. Sitokin dilepaskan oleh sel epitel
intestinal yang terinfeksi sehingga menyebabkan kenaikan jumlah sel imun
(terutama leukosit PMN).1,8

2.2.6 Manifestasi Klinis


Shigellosis berkembang melalui 4 fase : fase masa inkubasi, watery
diarrhea, dysentery, dan fase post infeksi. Gejala shigellosis secara tipikal
dimulai 24-72 jam setelah kuman tertelan dengan demam dan malaise,
diikuti dengan diare yang awalnya watery diarrhea secara cepat dan
berkembang menjadi diare dengan mukus dan darah yang merupakan
17
karakteristik dari infeksi shigella, disentri ditandai dengan diare sedikit-
sedikit dengan darah disertai dengan tenesmus, kram perut dan nyeri saat
akan defekasi.
Pada shigellosis tidak dijumpai muntah maupun tanda dehidrasi yang
berat sebagai manifestasi klinis, dikarenakan lambung dan usus halus tidak
terlibat, meskipun demikian dapat ditemukan peningkatan invisible water
loss akibat demam, dan penurunan asupan makanan dan minum. Selain itu
akibat inflamasi yang berat dapat menimbulkan megakolon, dan dapat
terjadi bakterimia pada pasien imunokompromis dan malnutrisi.
Jika terjadi sindrom hemolitik uremik, maka pasien akan tampak
pucat, lemah, gelisah, dan pada beberapa kasus dengan perdarahan gusi,
hidung, oligouri, dan edema.1,8

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis spesisifik infeksi shigellosis adalah dengan mengisolasi
organisme dengan pemeriksaan kultur feses atau apus rektal. 1
2.2.8 Diagnosis Banding
- Entamoeba histolytica
- Salmonella enteriditis
- Campylobacter jejuni
- Clostridium difficle
- Inflammatory Bowel Disease
2.2.9 Komplikasi1
Komplikasi pada usus :
- Megakolon toksik
- Perforasi usus
- Prolaps rektum
Komplikasi metabolik
- Hipoglikemi
- Hiponatremi
Komplikasi lain:
18
- Sindroma hemolitik uremik
- Kejang umum terutama pada anak-anak.
- Komplikasi post infeksi akibat imunologis : artritis reaktif (Reiter’s
Syndrome)
2.2.10 Tatalaksana1,8
Antibiotik merupakan ujung tombak terapi shigellosis. Pemberian dalam
waktu 72 jam setelah gejala muncul, tidak hanya menghilangkan gejala
disentri tetapi juga mencegah komplikasi lebih lanjut. Antimikroba untuk
infeksi shigellosis yang dapat diberikan adalah Asam Nalidiksat dengan
dosis 4x500mg/ hari elama 5 hari. Pivamdinocillin 4x400mg/hari selama 5
hari, tetapi regimen ini tidak banyak tersedia diluar US. Flouroquinolon :
ciprofloksasin 500mg, norfofloksasin 400mg, enoksasin 200mg, diberikan
2 kali sehari selama 3 hari. Azitromisin 500mg hari pertama diikuti 250
mg hari berikutnya, diberikan 1 kali sehari selama 5 hari. Trimetoprim-
Sulfametoksasol 160mg trimetoprim-800mg sulfametoksasol 2 kali sehari
selama 5 hari. Ampisilin 4x500mg selama 5 hari.
Rehidrasi Nutrisi. Rehidrasi diberikan secara peroral, kecuali pasien
dalam keadaan koma. Nutrisi harus diberikan sesegera mungkin setelah
rehidrasi awal selesai.

Terapi Non Spesifik. Pemberian agen antimotilitas memberi dampak


memperpanjang demam dan dicurigai meingkatkan risiko toksik
megakolon. Maka pemberian antimotilitas tidak di anjurkan pada kasus
shigellosis.

2.2.11 Penatalaksanaan Komplikasi


Aspirasi nasogastrik dapat membantu mengempiskan kolon. Beberapa
penelitian menganjurkan kolektomi jika setelah 48-72 jam distensi kolon
menetap. Prolaps rektum diterapi segera mungkin. Dengan menggunakan
sarung tangan bedah, pasien pada posisi knee chest position, rectum yang
prolaps dimasukkan kembali secara pelan- pelan.1

19
2.2.12 Pencegahan

Perbaikan sistem sanitasi dan peningkatan penyediaan sumber air bersih


sangat penting, selain mencuci tangan.

20
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W, Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing. 2014.
2. Dhawan, Vinod K,. MD. Amebiasis Journal. Emedicine Medscape. May
2017. Diakses tanggal 14 Januari 2018.
https://emedicine.medscape.com/journal/212029-overview#a3.
3. Nozaki1, Tomoyoshi., Tsukui1, Kumiko Nakada. Immune Response Of
Amebiasis And Immune Evasion By Entamoeba Histolytica. Frontiers in
Imunnology. 2016
4. Rasmaliah. "Epidemiologi Amoebiasis dan Upaya Pencegahannya". FKM
USu. http://library. usu. ac.ididownloadlfklpenyakit. dalam.pdf. e-USU
Repository. 2013.
5. Harijani A. Marwoto, Ellen M. Andersen, Purnomo and Narain Punjabi.
"20 Years of Progress In Intestinal Parasitic Diseases Research". Buletin
Penelitian Kesehatan. h. 43-46. Vol. 18 No. 3 & 4. Jakarta : Badan Litbang
Kesehatan. 1990.
6. Espinhosa, Martha. Pathogenesis of Intestinal Amebiasis: From Molecules
to Disease. April 2014. Diakses tanggal 14 Januari 2018.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC100155/
7. Haque R, Huston CD, Hughes M, et al. Amoebic Dysentry. British
Medical Journal. 2015.
8. Le Guen, Granier. Shigellosis or Bacillary Dysentry. November 2016.
Diakses 14 Januari 2018.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17399943
9. Sureshbabu, Jaya ,.MBBS. Shigella Infection. Emedicine Medscape.
January 2018. Diakses 14 Januari 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/968773-overview#a5

21

Вам также может понравиться