Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Penyakit

1.1.1 Pengertian Stroke Hemoragik

Menurut Mansjoer (2000:17) Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya

mendadak, progresif cepat berupa deficit neurologis fokal/ global, yang berlangsung 24

jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan karena

gangguan peredaran darah otak non traumatic.

Stroke hemoragik merupakan stroke yang dapat terjadi apabila lesi vascular

intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang

subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak Price, 2002:1119). sedangkan

menurut Muttaqin (2008: 128) CVA bleeding merupakan pendarahan serebral dan

mungkin pendarahan subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak

pada area otak tertentu. Biasanya kejadian saat melakukan aktifitas atau saat aktif bisa

juga terjadi saat istirahat

1
1.1.2 Etiologi

a. Aneurisme vaskuler

Penipisan pembuluh darah, cedera vascular dipicu oleh hipertensi dan rupture salah

satu dari banyak arteri kecil dalam otak.

b. Malformasi arteriovena (MAV)

Jaringan kapiler yang mengalami malformasi congenital. Pembuluh darah lebar

sehingga mengalir diantara arteri bertekanan tinggi dan system yang bertekanan

rendah akhirnya dinding venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke

jaringan otak.

c. Hipertensi

Pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sehingga tekanan tekanan dalam darah

meningkat menyebabkan resiko pembuluh darah pecah.

d. Antikoagulan yang terlalu agresif

Apabila embolus lenyap/dibersihkan dari arteri, dinding pembuluh darah setelah

tempat oklusi mengalami perlemahan. Selama beberapa hari pertama setelah oklusi,

jika pemberian antikoagulan berlebih maka dapat terjadi kebocoran/perdarahan dari

dinding pembuluh darah yang lemah ini.

Faktor Resiko terjadinya stroke meliputi:

1) Hipertensi

Pada pengidap hipertensi rentang otoregulasi meningkat sampai setinggi 180 – 200

mmHg. Apabila tekanan sistemik mendadak didalam rentang fisiologis, arteriol-

arteriol berkontriksi untuk mempertahankan aliran darah ke kapiler otak walaupun

terjadi peningkatan dorongan darah arteri. Hipertensi yang berlangsung lama dapat

2
mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol diseluruh tubuh ditandai

dengan fibrasi dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh darah

2) Penyakit kardiovaskuler

- Penyakit arteri koronaria

- Gagal jantung kongestif

- Hipertrofi ventrikel kiri

- Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium)

- penyakit jantung kongestif

3) Diabetes Melitus

Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi berupa arterosklerosis.

Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufiensi insulin dapat

menjadi penyebab jenis penyakit vaskuler ini. Gangguan-gangguan ini berupa sorbitol

dalam intima vaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Pada

akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler.

Jika mengenai arteri-arteri perifer dapat mengakibatkan insufiensi serebral dan strok.

4) Merokok

Zat – zat yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan permeabilitas endotel.

5) Penyalahgunan obat khususnya kokain

6) Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok dan kadar estrogen tinggi).

7) Obesitas dan kolesterol tinggi

8) Konsumsi alcohol

9) Tumor otak

3
1.1.3 Klasifikasi

Menurut Prince (2002:1120-1121) CVA bleeding terbagi atas 2 jenis yaitu:

1) Pendarahan intraserebrum

Merupakan pendarahan dalam jaringan otak (parenkim), paling sering dipicu oleh

hipertensi dan rupture salah satu arteri kecil yang menembus kedalam jaringan otak.

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi

menyebabkan darah masuk masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang

menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi

cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Stroke yang

disebabkan oleh pendarahan intraserebrum paling sering terjadi saat pasien terjaga

dan aktif. Karena lokasinya berdekatan dengan arteri- arteri dalam, bangsa ganglia

dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang

disebabkan oleh stroke tipe ini, sehingga menimbulkan deficit neurologis yang sangat

merugikan. Biasanya pendarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan deficit

neurologis fokal yang cepat dan memburuk progresif dalam beberapa menit sampai

kurang dari 2 jam.

2) Pendarahan Subaraknoid

Pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma

yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya

yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang

sub araknoid otak menyebabkan TIK meningkat mendadak, merenggangnya stuktur

peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral, yang berakibat disfungsi otak

global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan

4
hemi sensori, afaksia, dan lain-lain). Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang

subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,

meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula

dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan

TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan

penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme

pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya

perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu

ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang

berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh

arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak

global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan

hemisensorik, afasia danlain-lain).

Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi

yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak

tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau

sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan

glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%

karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh

kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %

akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha

memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah otak.

5
1.1.4 Manifestasi klinik

Menurut Hudak dan Gallo (1996, 258-260) tanda dan gejala pada pasien stroke

meliputi:

1) Gangguan motorik

- Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi karena lesi pada hemisfer yang

berlawanan)

- Hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh karena lesi pada hemisfer yang

berlawanan)

- disatria (kesulitan dalam membentuk kata)

- Ataksia (kesulitan dalam berjalan)

- Disfagia (kesulitan dalam menelan)

2) Defisit Bahasa dan komunikasi

- Afaksia ekspresif (tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)

- Afaksia reseptif (tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)

- Afaksia global (kombinasi baik afaksia ekspresif maupun afaksia reseptif)

3) Deficit Sensorik

- Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superficial.

- Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap propriosepsi (kemampuan

merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh)

- kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual taktil, dan auditorius.

4) Defisit perceptual

- Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan mengiterpretasikan diri dan atau

lingkungan

6
- Gangguan skem dan atau maksd tubuh (emnesia atau menyangkal terhadap

ekstrimitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)

- Disorentasi (waktu, tempat, orang)

- Aproksia (hilangnya kemampuan untuk menggunakan objek-objek dengan tepat)

- Agnosia (ketidakmampuan mengidentifikasi lingkungan melalui indra)

- kelainan dalam menenemukan letak objek, dalam ruang, memperkirakan

ukuranya dan menilai jauhnya.

- disorentasi kanan kiri.

5) Defisit lapang visual

- Homonimos hemiapnopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan pada sisi

yang sama, tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan,

mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak).

- Kehilangan pengliahatan perifer (kesulitan melihat pada malam hari, tidak

menyadari objek atau batas objek)

- Diplopia (penglihatan ganda).

6) Defisit kognitif

- Kehilangan memori jangka panjang dan pendek

- Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi

- Alasan abstrak yang buruk

- Perubahan penilaian

7) Defisit Emosional

- Kehilangan control diri

- Labilitas emosional

7
- Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress

- Depresi

- Menarik diri

- Rasa takut, bermusuhan, dan marah

- Perasaan isolasi

8) Disfungsi kandung kemih dan usus

- Kandung kemih : lesi unilateral karena stroke mengakibatkan sensasi dan kontrol

parsial kandung kemih menurun, sehingga pasien mengalami sering berkemih,

dorongan dan inkontenens. Lesi stroke pada batang otak mengakibatkan neuron

motorik pada bagian atas kandung kemih dengan kehilangan semua kontrol

mikturisi

- Usus: kerusakan fungsi usus pada pasien stroke adalah akibat dari: penurunan

tingkat kesadaran, dehidrasi, dan imobilisasi.

1.1.5 Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

1) Laboratorium (Muttaqin, 2008:141):

- Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada pendarahan

yang massif, sedangkan pendarahan kecil biasanya warna likuor masih normal

(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

- Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula

darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan berangsur-angsur turun

kembali.

- Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

8
2) Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

pendarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rubtur (Doenges, 2000:292)

3) Skan CT: Memperlihatkan adanya edema, hematoma (lokasi/letak, luasnya dan

jumlah pendarahan), iskemia dan adanya infark. (Doenges, 2000:292)

4) MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena

(Doenges, 2000:292).

5) EEG: Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan

memperlihatkan daerah lesi yang spesifik (Doenges, 2000:292).

1.1.6 Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2000:19) Pengobatan stroke sedini mungkin hanya 3-6 jam.

Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam

menentukan hasil akhir pengobatan. Penatalaksanaan stroke akut di unit gawat darurat

meliputi:

1) Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC meliputi :

- Airway : mempertahankan saluran napas yang paten yaitu lakukan pengisapan

lendir dengan hati-hati, pertimbangkan intubasi bila kesadaran stuppor atau koma

(GCS < 8)

- Breathing : Berikan oksigenasi yang adekuat melalui oksigenasi nasal 2-4 lpm.

- Circulation : Pasang jalur infuse intravena dengan larutan salin normal 0,9%

dengan kecepatan 20ml/ jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa

5% dalam air dan salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak

mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termaksud usaha

memperbaiki hipotensi dan hipertensi

9
2. Protokol Penatalaksanaan Stroke hemoragik (Mansjoer, 2000:22)

a. Singkirkan kemungkinan koagulapati, pastikan hasil masa protrombin dan masa

tromboplastin parsial adalah normal.

b. Kendalikan hipertensi: berlawanan dengan infark serebri akut, pendekatan

pengendarian tekanan darah yang lebih agresif dilakukan pada pasien dengan

pendarahan intraserebral akut, karena tekanan yang tinggi dapat menyebabkan

kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik lebih dari 180 mmHg harus

diturunkan sampai 150-180 mmHg.

c. Pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila perdarahan sereblum diameter > 3cm

atau volume > 50ml untuk dekompresi atau pemasangan ventrikulo-peritoneal bila

ada hidrosefalus obstruksif akut.

d. Beri cairan osmodiuretik seperti: manitol 20% (1kgBB, intravena dalam 20-30

menit) untuk pasien dengan koma dalam atau tanda-tanda tekanan intracranial yang

meninggi atau ancaman herniasi

e. Pertimbangkan fenitoin (10-20mg/KgBB intravena, kecepatan maksimal

50mg/menit, atau peroral) pada pasien dengan perdarahan luas dan derajat

kesadaran menurun atau berikan diazepam/ valium untuk mengurangi kejang.

f. Perdarahan intraserebral dilakukan:

- Obati penyebabnya

- Turunkan tekanan intracranial yang tinggi

- Berikan neuroprotektor

- Tindakan evakuasi hematoma dengan mempertimbangkan usia dan skala koma

Glasgow (> 4), hanya dilakukan pada pasien dengan indikasi:

10
 Pendarahan serebrum dengan diameter > 3 cm (kraniotomi dekompresi)

 Hidrosefalus akut akibat pendarahan intraventrikel atau serebrum (VP

shunting)

 Pendarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda-tanda peninggian tekanan

intracranial akut dan ancaman herniasi.

g. Tekanan Intrakranial yang meninggi pada pasien dapat diturunkan dengan salah

satu cara/gabungan berikut ini:

 Manitol bolus, 1gr/KgBB dalam 30-3- menit kemudian dilanjutkan dengan dosis

0,25-0,5g/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target osmolaritas= 300-

320mosmol/liter.

 Gliserol 50% oral, 0,25-1g/kg setiap4-6jam atau gliserol 10%intravena, 10

ml/KgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan atau sedang.

 Furosemid 1mg/KgBB intravena

 Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2=

29-35mmHg

 Tindakan kraniotomi dekompresif

h. Perdarahan subaraknoid dilakukan

- Nimodipin dapat diberikan untuk mencegah vasospasmepada pendarahan

subaraknoid primer akut

- Tindakan operasi dapat dilakukan pada pendarahan subaraknoid stadium akibat

pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruksif

(VP shunting)

11
12
13
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan CVA Bleeding

1.2.1 Pengkajian

1. Anamese :

1) Identitas Klien

Menurut Prince (2002: 1106) insiden stroke banyak terjadi pada usia lebih dari 65

tahun dan kasus terbanyak terjadi pada ras keturunan amerika dan afrika. Stroke

banyak menyerang laki-laki berkaitan dengan faktor resiko stroke yaitu kebisaan

merokok dan konsumsi alcohol.

2) Keluhan utama : sering menjadi alasan untuk meminta pertolongan kesehatan

adalah: penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala hebat, kelemahan anggota gerak

sebelah badan, bicara pelo.tidak dapat berkomunikasi (Muttaqin, 2008:133).

3) Riwayat penyakit sekarang : Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung

sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi

nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar (Muttaqin,

2008:133).

4) Riwayat Penyakit Dahulu : ada riwayat hipertensi, stroke sebelumnya, ada riwayat

penyakit jantung, penggunaan obat-obat antikoagulan (Muttaqin, 2008:133).

5) Riwayat Penyakit Keluarga : ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM,

atau ada riwayat stroke dari generasi terdahulu (Muttaqin, 2008:133).

6) Data Psikososialspritual : Mekanisme koping menurun, mudah marah, dan

ansietas. Ada perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan

untuk berkomunikasi. Faktor biaya juga mempengaruhi stabilitas emosi serta

pikiran klien dan keluarganya (Muttaqin, 2008:133).

14
7) Pola-pola fungsi kesehatan

a.) Pola persepsi dan tata laksana hidup

Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi

oral, penggunaan obat terlarang seperti kokain.

b.) Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada

fase akut.

c.) Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi

konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

d.) Pola aktivitas dan lstirahat

Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau

paralise/ hemiplegi, mudah lelah

2. Pemeriksaan Fisik

1) Sistem Pernapasan: ditemukan suara nafas tambahan (Ronkhi atau wheezing),

lidah menutup ke belakang menutupi jalan nafas sehingga terjadi sesak nafas

atau dispneau, cheyne stoke, apneu, SpO2 menurun (Muttaqin, 2008:135).

2) Sistem Kardiovaskuler: peningkatan tekanan darah atau hipertensi massif

(tekanan darah >200 mmHg) dan bradikardi (tanda-tanda PTIK), sianosis,

pucat, akral dingin (Muttaqin, 2008:135).

3) Sistem persarafan :

a. Pengkajian tingkat kesadaran berkisar pada letargi, strupor, semikomatosa

(Muttaqin, 2008:135).

15
b. Pengkajian fungsi serebral (Muttaqin, 2008:135-136).:

- status mental : observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah,

dan aktivitas motorik klien. pada klien stroke tahap lanjut terjadi perubahan

dalam status mental klien.

- fungsi intelektual : penurunan ingatan dan memori baik jangka pendek maupun

jangka panjang

- kemampuan bahasa: penurunan kemampuan berbahasa tergantung dari daerah lesi

yang mempengaruhi fungsi dari serebral. Bila lesi pada girus temporalis (area

wernikce) superior akan didapatkan disfasia repressif. Bila lesi pada bagian

posterior dari girus frontalis inferior (area broca) akan didapatkan disfasia

ekspresif. selain itu akan ditemukan juga gejala disartria dan apraksia.

c. Pengkajian sistem motorik: kehilangan volunter terhadap gerakan motorik.

didapatkan hemiplegia dan hemiparesis. Pada penilaian kekuatan otot didapatkan

tingkat 0 pada sisi yang sakit, dan mengalami gangguan keseimbangan akibat

hemiplegia dan hemiparesis (Muttaqin, 2008:137-138).

d. Pengkajian sistem sensorik: ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi,

tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap propriosepsi (kemampuan

merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh), serta kesulitan dalam

menginterpretasikan stimuli visual taktil, dan auditorius (Muttaqin, 2008138)

e. Pengkajian saraf cranial:

- Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di

antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual- spasial

(mendapatkan hubungan)dua atau lebih objek dalam area spasial sering terlihat

16
pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian

tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian

tubuh,

- Saraf III, IV, dan VI, jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi

otot- otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjukgat

unilateral di sisiyang sakit.

- Saraf V pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis syaraf trigeminus,

penurunan kemampuan kordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang

bawah ke sisi lateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan

eksternus.

- Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal , wajah asimetris, dan wajah

otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

- Saraf IX dan X, kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka

mulut.

- Saraf XII, lidah simetris, terdapfasikulasiat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,

serta indra pengecapan normal.

4) Sistem perkemihan : inkontinensia urine karena hilang atau berkurangnya sistem

kontrol sfingter, inkontenesia yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis yang

meluas (Muttaqin, 2008:138).

5) Sistem pencernaan : didapatkan adanya kesulitan menelan, napsu makan menurun,

mual, muntah pada fase akut. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan

peristaltic usus (Muttaqin, 2008:138).

17
6) Sistem Muskulaskeletal: hemiplegic dan hemiporesis karena disfungsi motorik

(Muttaqin,2008:139).

7) Sistem intergumen : jika pasien kekurangan O₂ kulit akan tampak pucat dan jika

kekurangan cairan maka turgar kulit akan buruk. Selain itu perlu juga dikaji tanda-tanda

dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah

mobilitas fisik (Muttaqin,2008:139).

ii. Masalah keperawatan

Berdasarkan Doengos (2000: 293) dan Muttaqin (2008: 143), masalah keperawatan yang

muncul meliputi:

1) PK: peningkatan tekanan intracranial

2) Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan pendarahan intraserebral dan

edema otak.

3) Gangguan pola napas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular (depresi sisitem

pernapasan di otak)

4) PK: penurunan curah jantung

5) PK: kejang

6) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiperesa/hemiplagi

7) Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan penurunan fungsi

sfingter

8) Gangguan eliminasi alvi (Konstipasi) berhubungan dengan penurunan rangsangan

simpatis

18
iii. Diagnosa dan intervensi keperawatan

1. Resiko terjadi peningkatan TIK berhubungan dengan adanya proses desak ruang

akibat penumpukan cairan darah dalam otak. (Muttaqim, Arif. 2008: 143)

Tujuan: pasien memperlihatkan peningkatan tekanan intracranial yang terkontrol setelah

dilakukan tindakan keperawatan dengan

Kriteria hasil:

 GCS meningkat.

 Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (TD meningkat, bradikardi, muntah

proyektil, gelisah, nyeri kepala)

 Tidak kejang

 Haluaran urin 1cc/kgbb/jam.

Intervensi

1. Jelaskan pada pasien atau keluarga pasien tentang tanda-tanda peningkatan TIK

R/ Tanda-tanda peningkatan TIK (Nadi lambat, TD meningkat, nyeri kepala, muntah

proyektil. Agar pasien dan keluarga mengerti dan lebih kooperatif.

2. Pertahankan temperatur dan pengaturan suhu tubuh normal (36,5-37,5oC) (Muttaqim,

Arif. 2008: 143)

R/ Demam merupakan reflek dari hipotalamus, peningkatan kebutuhan metabolisme

dan konsumsi oksigen yang terjadi terutama saat demam dan menggigil dapat

menyebabkan peningkatan TIK.

3. Pertahankan kepala atau leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal,

hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala (Muttaqim, Arif. 2008: 143).

19
R/ Perubahan pada satu sisi kepala dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis

dan menghambat aliran otak (menghambat drainase pada vena cerebral), sehingga dapat

meningkatkan tekanan intra cranial.

4. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti, lingkungan yang tenang,

sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh. (Muttaqim, Arif.

2008: 143)

R/ Memberikan suasana yang tenang (colming efek) dapat mengurangi respon

psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ TIK yang rendah.

5. Naikkan kepala pada tempat tidur/ bed 15 - 30 derajat sesuai dengan toleransi/

indikasi.

R/ Peningkatan drainage/ aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan

edema/ resiko terjadi TIK.

6. Hindari manuver valsavah yang dihasilkan oleh reflek mengejan, dan batuk dan

massage karotis.

R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/ tekanan dalam torak dan tekanan

dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK.

7. Berikan Oksigen sesuai indikasi (masker,ventilasi).

R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan oksigen cerebral dan volume

darah

8. Kolaborasi dalam:

1) Pemberian obat Diuretik Osmotik contohnya : manitol, furosemide.

- R/ Manitol untuk mengurangi TIK di otak dengan meningkatkan jumlah cairan

yang dikeluarkan oleh ginjal.

20
- R/ Loop Deuritik untuk meningkatkan pengeluaran cairan melalui ginjal.

2) Pemberian Neuroprotektor (Nicholin)

- R/ untuk mencegah kerusakan neuron otak yang lebih lanjut.

3) Kontrol kejang dengan pemberian Fenitoin

R/: Mengurangi aktivitas neurotransmitter yang berlebihan

4) Kolaborasi evaluasi perdarahan dengan operasi trepanasi, boor hole, VP shunt.

8. Observasi

a. Observasi TTV

TD : catat adanya hipertensi/ hipotensi

R/ Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada

saat fluktuasi TD sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan

vaskularisasi serebral lokal atau menyebar (menyeluruh).adanya TD yang

meningkat dapat merupakan salah satu tanda PTIK.

Nadi : catat adanya bradikardi,takikardi atau bentuk disritmia lainnya.

R/Perubahan pada ritme dan disritmia dapat timbul yang mencerminkan adanya

depresi atau trauma pada batang otak. Adanya nadi yang lemah merupakan salah

satu tanda PTIK

Pernapasan : observasi pola dan iramanya, seperti adanya periode apnea setelah

hiperventilasi yang disebut pernapasan chyene-stokes

R/ Napas yang tidak teratur dapat menunjukan lokasi adanya gangguan serebral

atau peningkatan TIK.

Suhu: adanya peningkatan suhu

21
R/ adanya peningkatan suhu dapat meningkatan metabolism dan kebutuhan oksigen

yang dapat meningkatan TIK

b. Observasi kesadaran,tanda-tanda PTIK(Nyeri kepala, muntah proyektil: haluaran

urine.

R/ kesadaran yang baik, tidak adanya tanda-tanda PTIK dan haluaran urine normal

sebagai indikator adanya perbaikan pada perfusi otak.

2. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebri

berhubungan dengan oklusi otak, vasospasme dan edema otak (Muttaqim, Arif.

2008: 144)

Tujuan :

Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

Kriteria hasil :

- Klien tidak gelisah

- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.

- GCS 4-5-6

- Pupil isokor, reflek cahaya (+)

- Tanda-tanda vital normal (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-

20 kali permenit)

Rencana tindakan

1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan

akibatnya. (Muttaqim, Arif. 2008: 144)

Rasional ; keluarga lebih berpartisipasi alam proses penyembuhan.

2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

22
Rasional ; Untuk mencegah perdarahan ulang

3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam

Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk

menerapkan tindakan yang tepat.

4) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)

Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan

memperbaiki sirkulasi serebral.

5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra cranial dan

potensial terjadi perdarahan ulang.

6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.

Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap

perdarahan dalam kasus stroke/perdarahan lainnya

7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

Rasional : memperbaiki sel yang masih vaiabel.

3. Perubahan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat pernafasan di otak

Tujuan: ventilasi adekuat.

Kriteria:

1) AGD dalam batas normal.

2) SpO2 : 95- 100%, tidak cianosis

3) Pernafasan teratur,fekuensi 12- 20x/mnt

4) Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan

23
5) Tidak ada ronchi

6) Pasien tidak sesak

Intervensi:

1) Jelaskan pada pasien tentang tindakan dan tujuan tindakan yang akan dilakukan

Rasional: dengan penjelasan pasien akan memgerti tujuan tindakan yang akan dilakukan

sehingga pasien kooperatif terhadap yang dilakukan.

2) Atur posisi pasien fowler/semifowler sesuai kebutuhan pasien

Rasional: posisi fowler/semi fowler membantu ekspansi paru menjadi optimal sehingga

pertukaran gas juga optimal

3) Periksa AGD

Rasional: AGD sebagai evaluasi status pertukaran gas menunjukan konsentrasi O2 dan

CO2.

4) Observasi pernafasan (frekuensi, pola nafas, keluhan sesak), tensi, nadi, produksi

kesadaran pasien.

Rasional: dengan observasi akan mengetahui perkemangan kondisi pasien dan dapat

mengambil tindakan secara tepat.

4. Gangguan pola eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan penyakit

cerebrovaskuler

Tujuan

Klien tidak mengalami konstipasi

Kriteria hasil

- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat

- Konsistensi faeces lunak

24
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )

- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )

Rencana tindakan

1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.

Rasional : klien dan keluarga akan mengeti tentang penyebab obstipasi.

2) Auskultasi bising usus.

Rasional : bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltic

3) Anjurkan pada klien untuk makan makananan yang mengandung serat.

Rasional : diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltic usus dan

eliminasi reguler.

4) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi.

Rasional : makanan cairan adekuat membantu mempertahan kan konsistensi faeces

yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler.

5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.

Rasional : aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot

abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic.

6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak faeces (laxatif, suppositoria,

enema).

Rasional ;pelunak faeces meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang

melunakkan faeces dan membantu eliminasi.

25
5. Gangguan pola eliminasi uri berhubungan dengan kerusakan kemampuan untuk

mengontrol isyarat kandung kemih sekunder akibat penyakit cerebrovaskuler.

Tujuan : pasien dapat mengontrol reflek berkemih secara normal setelah dilakukan

tindakan keperawatan, dengan kriteria hasil :

- pasien menunjukan aliran urine terus - menerus, dengan haluaran urine

adekuat

Intervensi:

1) Observasi haluaran urine, selidiki adanya penurunan / penghentian aliran urine secara

tiba-tiba

R/ Penurunan aliran urine secara tiba-tiba dapat mengindikasikan adanya obstruksi

atau disfungsi (contoh hambatan oleh edema atau mucus) atau dehidrasi. Catatan :

penurunan haluaran urine berhubungan dengan distensi abdomen, demam, dan

haluaran jernih/cair dari drainase.

2) Observasi dan catat warna urine. Perhatikan hematuria

R/ urine yang berwarna merah mengindikasikan adanya perdarahan atau obstrusi

3) Pertahankan intake cairan

R/ mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik

4) Observasi TTV, turgor kulit, CRT, mukosa mulut.

R/ indicator keseimbangan cairan. Menujukkan tingkat hidrasi dan keefektifan terapi

penggantian cairan

5) Kolaborasi dalam:

- pemberian cairan intravena

R/ membantu mempertahankan hidrasi/sirkulasi volume adekuat dan haluaran urine

26
- Pemasangan Catheter

R/ Untuk membantu mengeluarkan urine

6. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan cardiac output

Tujuan :

Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

Kriteria hasil :

- Klien tidak gelisah

- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.

- GCS 456

- Pupil isokor, reflek cahaya (+)

- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-

20 kali permenit)

Rencana tindakan

1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan

akibatnya

Rasional ; keluarga lebih berpartisipasi alam proses penyembuhan.

2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

Rasional ; Untuk mencegah perdarahan ulang

3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam

Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk

menerapkan tindakan yang tepat.

27
4) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)

Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan

memperbaiki sirkulasi serebral.

5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra cranial dan

potensial terjadi perdarahan ulang.

6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.

Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap

perdarahan dalam kasus stroke/perdarahan lainnya

7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

Rasional : memperbaiki sel yang masih variabel.

7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese pada ektremitas

(Wilkinson, Judith M. 2000: 607)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan mobilitas pasien meningkat dengan criteria

evaluasi:

- Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan rentang gerak.

Adanya ungkapan pasien tentang peningkatan rentang gerak yang dapat dilakuakan.

Intervensi :

1) Berikan posisi pasien yang nyaman dan lakukan perubahan posisi dengan jadwal

yang teratur sesuai dengan kebutuhan secara individual

28
Rasional: Menurunkan kelelahan, meningkatkan relaksasi, menurukan resiko

terjadinya iskemia pada kulit yang tertekan.

2) Sokong ekstremitas dan persendian dengan bantal.

Rasional: Mempertahankan ekstremitas dalam posisi fisiologis, mencegah kontraktur

dan kehilangan fungsi sendi.

3) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan hindari latihan aktif pada fase akut.

Rasional: Menstimulais sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan

mobilitas sendi.

4) Koordinasikan latihan yang diberikan dengan periode istirahat tanpa gangguan.

Rasional: Penggunaan otot secara berlebihan dapat meningkatkan waktu yang

diperlukan untuk remielinisasi sehingga dapat memperpanjang waktu penyembuhan.

5) Berikan latihan yang terus dikembangkan dan bergantung pada toleransi secara

individual.

Raional: Kegiatan latihan pada bagian tubuh yang mengalami kelemahan secara

bertahap dapat meningkatkan fungsi organ secara normal.

6) Kolaborasi dengan fisioterapi.

Rasional: Meningkatkan latihan otot secara individual dan mengidentifikasikan alat

bantu untuk mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam melakukan aktivitas

sehari – hari.

29
30
31

Вам также может понравиться