Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Opportunistik


Infeksi opportunistik adalah infeksi oleh organisme yang biasanya tidak
menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan yang normal (sehat),
tetapi dapat mengenai orang dengan sistem kekebalan yang tertekan, dengan kata
lain infeksi opportunistik merupakan infeksi yang mengambil kesempatan
(opportunity) yang disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh untuk
menimbulkan penyakit.
Organisme yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem
kekebalan yang normal antara lain kuman (bakteri), protozoa, jamur dan virus.
Tetapi bila sistem kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau oleh beberapa jenis
obat maka organisme ini mungkin tidak terkuasai lagi dan dapat menyebabkan
masalah kesehatan. Dengan kata lain kerusakan pada sistem kekebalan tubuh ini
salah satu akibat dari infeksi HIV, dan menjadi cukup berat sehingga infeksi
opportunistik (IO) timbul rata-rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi HIV.
Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh kita dapat dihindari dengan penggunaan
terapi antiretroviral (ART) sebelum kita mengalami IO. Namun, karena kebanyakan
orang yang terinfeksi HIV di Indonesia tidak tahu dirinya terinfeksi, timbulnya IO
sering kali adalah tanda pertama bahwa ada HIV di tubuh kita. Jadi, walaupun ART
tersedia gratis di Indonesia, masalah IO tetap ada, sehingga adalah penting kita
mengerti apa itu IO dan bagaimana IO dapat diobati dan dicegah.
Dalam meneteukan sesorang terinfeksi IO, maka darah orang tersebut dapat dites
untuk antigen (potongan kuman yang menyebabkan IO) atau untuk antibodi (protein
yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk memerangi antigen). Bila antigen
ditemukan artinya orang tersbut terinfeksi. Ditemukan antibodi berarti orang tersebut
pernah terpajan infeksi. Orang tersebut mungkin pernah menerima imunisasi atau
vaksinasi terhadap infeksi yang telah terpajan pada dirinya, atau sistem kekebalan
orang tersebut mungkin telah "memberantas" infeksi dari tubuh, atau orang tersebut
mungkin terinfeksi. Jika seseorang terinfeksi kuman yang menyebabkan IO, dan jika
jumlah CD4 nya cukup rendah sehingga memungkinkan IO berkembang, maka
dokter yang memeriksa akan mencari tanda penyakit aktif. Tanda ini tergantung pada
jenis IO yang ada pada dirinya..
Seseorang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengalami IO jika sistem
kekebalannya rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker
dapat menekan sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker
dapat mengalami IO. HIV memperlemah sistem kekebalan, sehingga IO dapat
berkembang. Jika seseorang terinfeksi HIV dan mengalami IO, maka orang tersebut
berkemungkinan mengidap AIDS. Di Indonesia, Departemen Kesehatan bertanggung
jawab untuk memutuskan siapa yang AIDS. Departemen Kesehatan mengembangkan
pedoman untuk menentukan sesorang mengalami IO dan memtuskan sesorang
tersebut menderita AIDS. Jika sesorang terinfeksi HIV, dan mengalami satu atau
lebih IO "resmi" ini, maka seseorang tersebut diputuskan mengidap AIDS oleh
Departemen Kesehatan.
IO terjadi pada semua lokasi organ, terutama organ yang hubungan dengan dunia
luar sepert kulit, mulut, paru dan saluran cerna. IO jarang menyerang organ yang
terlindungi seperti otak namun bisa menyerang selaput otak ketika penyakit yang
menyerang sistem kekeba;an tubuh telah pada stadium akhir penyakit.
IO pada seseorang dengan imunosuppresi biasanya:
 lebih sering terjadi, lebih berat dan kurang respon terhadap pengobatan yang
dianjurkan
 Infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit yang “non-opportunistic” juga lebih
sering terjadi dan sering kambuh setelah pengobatan
2.2 Infeksi Opportunistik beserta Karakteristik Penyakitnya
2.2.1 Penyebab Infeksi Opportunistik
Sebagaimana pada penjelasan definisi infeksi opportunistik, dijelaskan bahwa IO
disebabkan oleh organisme (kuman- bakteri, protozoa, jamur dan virus) yang
biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan yang
normal. Maka dapat dikelompokan penyebab IO antara lain :
Kategori Organisme Jenis Organisme
Bakteri/Mycobacterium • Salmonella
• Mycobacterium Avium Complex
Jamur • Candida albicans
• Pneumocystis jiroveci
• Aspegillus
• Cryptococcus
• Histoplasma
Protozoa • Toksoplasma
• Cryptospodia
Virus • Cytomegalovirus
• Herpes simplex
• Herpes zoster
• Hepatitis
• Human Papilloma Virus
Keganasan • Sarkoma Kaposi
• Limfoma

Berikut ilustrasi organ yang diserang oleh organisme penyebab IO beserta nama
penyakitnya:
2.2.2 Jenis – Jenis Infeksi Opportunistik
Ada beberapa jenis IO yang paling umum, yaitu :
2.2.2.1 Kandidiasis (Thrush)
Kandidiasis adalah infeksi oportunistik yang sangat umum pada orang
dengan HIV. Infeksi ini disebabkan oleh sejenis jamur yang umum, yang disebut
kandida. Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistim
kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasa
menyebabkan penyakit pada mulut, tenggorokan dan vagina. Infeksi oportunistik
ini dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum infeksi oportunistik lain
yang lebih berat. Pada mulut, penyakit ini disebut thrush.
Bila infeksi menyebar lebih dalam pada tenggorokan, penyakit yang timbul
disebut esofagitis. Gejalanya adalah gumpalan putih kecil seperti busa, atau
bintik merah. Penyakit ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan, sulit menelan,
mual, dan hilang nafsu makan. Kandidiasis berbeda dengan sariawan, walaupun
orang awan sering menyebutnya sebagai sariawan. Kandidiasis pada vagina
disebut vaginitis. Penyakit ini sangat umum ditemukan. Gejala vaginitis
termasuk gatal, rasa bakar dan keluarnya cairan kental putih.
Salah satu kandidiasis yang sering pada manusia yang IO adalah
Kandidiasis Esofagus, yakni disebabkan oleh infeksi akibat organisme Candida
Albicans. Terserang saat kondisi tubuh dengan konsisi CD4 < 200. Berikut
gejala klinis dari Kandidiasis Esofagus antara lain :
a. disfagia, nyeri retrosternal
b. odynofagi
c. oral thrush 50 - 90%
d. endoskopi (ulcerasi dan plak)
Berikut gambar dari kandidiasis yang menyerang pada mulut dan
tenggorokan:
2.2.2.2 Virus Sitomegalia (CMV)
Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi oportunistik.
Virus ini sangat umum. Antara 50 persen sampai 85 persen masyarakat Amerika
Serikat adalah CMV-positif waktu mereka berusia 40 tahun. Statistik untuk
Indonesia belum diketahui.
Sistem kekebalan tubuh yang sehat menahan virus ini agar tidak
mengakibatkan penyakit. Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah, CMV
dapat menyerang beberapa bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat disebabkan
oleh bebagai penyakit termasuk HIV. Terapi antiretroviral (ART) sudah
mengurangi angka penyakit CMV pada Odha sampai dengan 75 persen. Namun,
kurang-lebih 5 persen Odha masih mengembangkan CMV.
Penyakit yang paling lazim disebabkan CMV adalah retinitis. Penyakit ini
adalah kematian sel pada retina, bagian belakang mata. Ini secara cepat dapat
menyebabkan kebutaan jika tidak diobati. CMV dapat menyebar ke seluruh
tubuh dan menginfeksikan beberapa organ sekaligus. Risiko CMV tertinggi
waktu jumlah CD4 di bawah 50.
CMV jarang terjadi dengan jumlah CD4 di atas 100. Tanda pertama retinitis
CMV adalahmasalah penglihatan seperti titik hitam yang bergerak. Ini disebut
'floater' (katung-katung) dan mungkin menunjukkan adanya radang pada retina.
Anda juga mungkin akan melihat cahaya kilat, penglihatan yang kurang atau
terdistorsi, atau titik buta.
Beberapa dokter mengusulkan pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya
retinitis CMV. Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh ahli mata. Jika jumlah CD4
anda dibawah 200 dan anda mengalami masalah penglihatan apa saja, sebaiknya
anda langsung menghubungi dokter.
Beberapa Odha yang baru saja mulai memakai ART dapat mengalami
radang dalam mata, yang menyebabkan kehilangan penglihatan. Masalah ini
disebabkan oleh sindrom pemulihan kekebalan. Sebuah penelitian baru
beranggapan bahwa orang dengan CMV aktif lebih mudah menularkan HIV-nya
pada orang lain.
Berikut gejalan klinis retinitis karena CMV :
– Gangguan lapangan pandang
– Bintik bergerak (floater)
– Pandangan kabur
– Penurunan visus dengan cepat
– Biasanya unilateral, jika tdk diobati akan mengenai 2 mata
Diagnosis dari retinitis karena CMV adalah Gambaran khas fundoskopi
pada ODHA.
Berikut gambar dari retinitis karena CMV:

2.2.2.3 MAC (Mycobacterium Avium Complex)


Mycobacterium Avium Complex (MAC) adalah penyakit berat yang
disebabkan oleh bakteri umum. MAC juga dikenal sebagai MAI
(Mycobacterium Avium Intracellulare). Infeksi MAC bisa lokal (terbatas pada
satu bagian tubuh) atau tersebar luas pada seluruh tubuh (DMAC). Infeksi MAC
sering terjadi pada paru, usus, sumsum tulang, hati dan limpa.
Bakteri yang menyebabkan MAC sangat lazim. Kuman ini ditemukan di air,
tanah, debu dan makanan. Hampir setiap orang memiliki bakteri ini dalam
tubuhnya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan MAC, tetapi
orang dengan sistem kekebalan yang lemah dapat mengembangkan penyakit
MAC. Hingga 50 persen Odha mengalami penyakit MAC, terutama jika jumlah
CD4 di bawah 50. MAC hampir tidak pernah menyebabkan penyakit pada orang
dengan jumlah CD4 di atas 100.
Gejala MAC dapat meliputi demam tinggi, panas dingin, diare, kehilangan
berat badan, sakit perut, kelelahan, dan anemia (kurang sel darah merah). Jika
MAC menyebar dalam tubuh, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi darah,
hepatitis, pneumonia, dan masalah berat lain. Gejala seperti ini juga merupakan
gejala banyak infeksi oportunistik lain.
Jadi, dokter kemungkinan akan memeriksa darah, air seni, atau air ludah
untuk mencari bakteri MAC. Contoh cairan tersebut dites untuk mengetahui
bakteri apa yang tumbuh padanya. Proses ini, yang disebut pembiakan, perlu
beberapa minggu. Bahkan jika anda terinfeksi MAC, sulit menemukan bakteri
MAC. Jika jumlah CD4 anda di bawah 50, dokter mungkin mengobati anda
seolah-olah anda MAC, walaupun tidak ada diagnosis yang tepat. Ini karena
infeksi MAC sangat umum terjadi tetapi sulit didiagnosis.
Berikut gambar dari organ yang terinfeksi MAC :

2.2.2.4 PCP (Pneumonia Pneumocystis)


Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling
umum terjadi pada orang HIV-positif. Tanpa pengobatan, lebih dari 85 persen
orang dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP
menjadi salah satu pembunuh utama Odha. Namun, saat ini hampir semua
penyakit PCP dapat dicegah dan diobati. PCP disebabkan oleh jamur yang ada
dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis
carinii, tetapi para ilmuwan kini menggunakan nama Pneumocystis jiroveci,
namun penyakit masih disingkatkan sebagai PCP.
Sistim kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP
menyebabkan penyakit pada anak dan pada orang dewasa dengan sistim
kekebalan yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi paru,
menyebabkan bentuk pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di
bawah 200 mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang
dengan jumlah CD4 di bawah 300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko.
Sebagian besar orang yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah,
kehilangan berat badan, dan kemungkinan akan kembali mengalami penyakit
PCP lagi.
Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam, dan batuk tanpa dahak.
Siapa pun dengan gejala ini sebaiknya segera periksa ke dokter. Namun, semua
Odha dengan jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya membahas pencegahan PCP
dengan dokter, sebelum mengalami gejala apa pun.
PCP sendiri berbeda dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri,
berikut perbedaannya :

Karekteristik Pneumonia bakteri Pneumonia Pneumocystis (PCP)

Awal gejala Akut: jam - hari Subakut: jam - minggu

Batuk Produktif Non-produktif

Nyeri dada Sering Jarang


pleuritik

Sesak napas Disertai nyeri dada Meningkat saat latihan

Infiltrat fokal Biasa Sangat jarang


paru pd Ro

Jumlah lekosit Sering meningkat Normal atau rendah

Jumlah CD4 Tdk membantu Biasanya < 200/µL


Berikut gambar dari hasil rontgen dari seseorang yang mengidap PCP
dengan Pnemunia akibat bakter :

PCP Pneumonia bakterialis

2.2.2.5 Toksoplasmosis
Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii. Parasit hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan
mengambil semua nutrisi dari induknya. Parasit tokso sangat umum ditemukan
pada tinja kucing, sayuran mentah dan tanah. Kuman ini juga umumnya ditemu
dalam daging mentah, terutama daging babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut
dapat masuk ke tubuh waktu anda menghirup debu. Hingga 50 persen penduduk
terinfeksi tokso. Sistim kekebalan tubuh yang sehat dapat mencegah agar tokso
tidak mengakibatkan penyakit ini. Tokso tampaknya tidak menular dari manusia
ke manusia.
Penyakit yang paling umum diakibatkan tokso adalah infeksi pada otak
(ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh lain. Tokso dapat
menyebabkan koma dan kematian. Risiko tokso paling tinggi waktu jumlah CD4
di bawah 100. Gejala pertama tokso termasuk demam, kekacauan, kepala nyeri,
disorientasi, perubahan pada kepribadian, gemetaran dan kejang-kejang. Tokso
biasanya didiagnosis dengan tes antibodi terhadap T. gondii. Perempuan hamil
dengan infeksi tokso juga dapat menularkannya pada bayinya.
Tes antibodi tokso menunjukkan apakah anda terinfeksi tokso. Hasil positif
bukan berarti anda menderita penyakit ensefalitis tokso. Namun, hasil tes negatif
berarti anda tidak terinfeksi tokso. Pengamatan otak (brain scan) dengan
computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI
scan) juga dipakai untuk mendiagnosis tokso. CT scan untuk tokso dapat mirip
dengan pengamatan untuk infeksi oportunistik yang lain. MRI scan lebih peka
dan mempermudah diagnosis tokso.
Berikut gambar dari otak terinfeksi tokso :

2.2.2.6 Tuberkulosis (TB)


Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. TB biasanya
mempengaruhi paru-paru, tapi kadang-kadang dapat juga mempengaruhi organ
tubuh lain, terutama pada Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200. TB adalah
penyakit yang sangat parah di seluruh dunia. Hampir sepertiga penduduk dunia
terinfeksi TB, tetapi sistem kekebalan tubuh yang sehat biasanya dapat
mencegah penyakit aktif.
Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel. Tuberkel adalah tonjolan kecil dan
keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi
bakteri TB dalam paru. Ada dua jenis TB aktif. TB primer baru terjadi setelah
anda terinfeksi TB untuk pertama kali. Keaktifan kembali TB terjadi pada orang
yang sebelumnya terinfeksi TB. Jika sistem kekebalan tubuhnya melemah, TB
dapat lolos dari tuberkel dan mengakibatkan penyakit aktif. Kebanyakan kasus
TB pada orang dengan HIV diakibatkan keaktifan kembali infeksi TB
sebelumnya.
TB aktif dapat menyebabkan gejala berikut: batuk lebih dari tiga minggu;
hilang berat badan; kelelahan terus menerus; keringat basah kuyup pada malam
hari; dan demam, terutama pada sore hari. Gejala ini mirip dengan gejala yang
disebabkan PCP, tetapi TB dapat terjadi pada jumlah CD4 yang tinggi. TB
ditularkan melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif batuk atau bersin.
Anda dapat mengembangkan TB secara mudah jika anda pada tahap infeksi HIV
lanjut. Anda dapat terinfeksi TB pada jumlah CD4 berapa pun.

2.3 Pentingnya Pencegahan Infeksi Opportunistik Secara Umum dan Menjaga


Sistem Immun
Sebagian besar kuman yang menyebabkan IO sangat umum, dan mungkin
manusia telah membawa beberapa dari infeksi ini. Sesorang dapat mengurangi risiko
infeksi baru dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman yang
diketahui yang menyebabkan IO. Meskipun seseorang terinfeksi beberapa IO, orang
tersebut dapat memakai obat yang akan mencegah pengembangan penyakit aktif.
Pencegahan ini disebut profilaksis. Cara terbaik untuk mencegah IO adalah untuk
memakai ART.
Infeksi oportunistik kerap melibatkan banyak patogen dan menyerang secara
bersamaan. Berbagai gejala klinis pun terdiagnosa, menambah kompleks pengobatan
pasien HIV/AIDS. Dengan demikian, diperlukan strategi dalam diagnosis dan
pengobatan, termasuk dengan antimikroba yang seringkali harus diberi secara
kombinasi. "Pemilihan obat antimikroba idealnya disesuaikan dengan diagnosis dan
patogen penyebab infeksi, namun dalam praktik klinik seringkali terapi diberi secara
empirik, oleh karenanya kesulitan dan keterbatasan secara diagnosa," jelas Ketua
Tim Standar Profesi Penyakit Dalam dan Standar Peralatan Penyakit Dalam ini.
Pengobatan infeksi oportunistik pada Odha tidak dapat dipisahkan dengan
pemberian ARV. Kedua komponen terapi ini mesti diberikan secara beriringan dan
sinergis, sebab keduanya akan saling mendukung efektifitas masing-masing. Terapi
ARV ditujukan untuk pemulihan daya tahan tubuh melalui meningkatnya jumlah
CD4. dengan begitu, peningkatan imunitas pasien akan membantu keberhasilan
terapi antimikroba, yang pada akhirnya menurunkan risiko terjadinya infeksi
oportunistik. Namun ada kalanya, pengobatan infeksi oportunistik harus
didahulukan, dan kemudian dilanjutkan pemberian ARV.
Efek sinergis terapi oportunistik dan ARV, oleh beberapa ahli telah dibuktikan
efektifitasnya. Kovack, pada 1997, misalnya, telah menunjukan, terjadinya
penurunan insiden infeksi oportunistik sebesar 55 persen pada populasi Odha yang
menerima ARV. Sementara Astro, peneliti lain, pada 2003 melakukan penelitian
untuk menilai efektivitas ARV terhadap perbaikan kualitas hidup penderita AIDS.
Hasilnya, disimpulkan bahwa untuk mengoptimalkan kualitas hidup Odha perlu
segera dilakukan penanggulangan infeksi oportunistik yang dilanjutkan dengan
ARV.
Dengan begitu pengobatan infeksi bukan berarti pekara mudah. Tak sedikit para
praktisi medis mengalami kegagalan, termasuk akibat keterbatasan non medis seperti
terlambatnya diagnosa dini, kesulitan mendapatkan obat, dan biaya yang tinggi.
Namun demikian HIV/AIDS bukanlah tanggung-jawab dokter semata, dan bukan
sekadar masalah kesehatan. Penyakit ini merupakan tanggung-jawab semua elemen:
apapun profesi, status sosial, agama, orientasi politik.

2.4 Deteksi TB dan Penemuan Kasus HIV


TB dan HIV merupakan pasangan yang buruk. Banyak jenis virus dan bakteri
hidup di tubuh manusia. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan
kuman ini agar mereka tidak menyebabkan penyakit. Jika HIV melemahkan sistem
kekebalan, kuman ini dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO). Angka TB pada
Odha sering kali 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang tidak
terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB dapat
merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk infeksi
HIV. Karena itu, penting bagi orang dengan HIV untuk mencegah dan mengobati
TB.
Cara mendiagnosis TB adalah tes kulit yang sederhana untuk TB. Sebuah protein
yang ditemukan pada bakteri TB disuntik pada kulit lengan. Jika kulit anda bereaksi
dengan bengkak, itu berarti anda kemungkinan terinfeksi bakteri TB.
Jika HIV atau penyakit lain sudah merusak sistem kekebalan seseorang, maka
orang tersebut mungkin tidak menunjukkan reaksi pada tes kulit, walaupun terinfeksi
TB. Kondisi ini disebut 'anergi'. Oleh karena masalah ini, dan karena kebanyakan
orang di Indonesia sudah terinfeksi TB, jadi tes kulit sekarang jarang dipakai di
Indonesia. Jika anergi sudah terjadi pada penderita HIV, maka pembiakan bakteri
dari dahak adalah cara terbaik untuk diagnosis TB aktif.
Bila seseorang mempunyai gejala yang mungkin disebabkan oleh TB, dokter akan
mintanya menyediakan tiga contoh dahak untuk diperiksa, termasuk dahak yang
dikeluarkan dari paru pada pagi hari. Dokter juga mungkin melakukan x-ray paru,
dan mencoba membiakkan bakteri TB dari contoh dahak tersebut. Tes ini
memerlukan waktu empat minggu. Sulit untuk mendiagnosis TB aktif, terutama pada
Odha, karena gejalanya mirip dengan pneumonia, masalah paru lain, atau infeksi
lain.

2.5 Deteksi TB dan Penemuan Kasus HIV


TB dan HIV merupakan pasangan yang buruk. Banyak jenis virus dan bakteri
hidup di tubuh manusia. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan
kuman ini agar mereka tidak menyebabkan penyakit. Jika HIV melemahkan sistem
kekebalan, kuman ini dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO). Angka TB pada
Odha sering kali 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang tidak
terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB dapat
merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk infeksi
HIV. Karena itu, penting bagi orang dengan HIV untuk mencegah dan mengobati
TB.
Cara mendiagnosis TB adalah tes kulit yang sederhana untuk TB. Sebuah protein
yang ditemukan pada bakteri TB disuntik pada kulit lengan. Jika kulit anda bereaksi
dengan bengkak, itu berarti anda kemungkinan terinfeksi bakteri TB.
Jika HIV atau penyakit lain sudah merusak sistem kekebalan seseorang, maka
orang tersebut mungkin tidak menunjukkan reaksi pada tes kulit, walaupun terinfeksi
TB. Kondisi ini disebut 'anergi'. Oleh karena masalah ini, dan karena kebanyakan
orang di Indonesia sudah terinfeksi TB, jadi tes kulit sekarang jarang dipakai di
Indonesia. Jika anergi sudah terjadi pada penderita HIV, maka pembiakan bakteri
dari dahak adalah cara terbaik untuk diagnosis TB aktif.
Bila seseorang mempunyai gejala yang mungkin disebabkan oleh TB, dokter akan
mintanya menyediakan tiga contoh dahak untuk diperiksa, termasuk dahak yang
dikeluarkan dari paru pada pagi hari. Dokter juga mungkin melakukan x-ray paru,
dan mencoba membiakkan bakteri TB dari contoh dahak tersebut. Tes ini
memerlukan waktu empat minggu. Sulit untuk mendiagnosis TB aktif, terutama pada
Odha, karena gejalanya mirip dengan pneumonia, masalah paru lain, atau infeksi
lain.

2.6 Pengelolaan dan Langkah Pengobatan TB dan HIV


Pengobatan TB : Jika anda terinfeksi TB, tetapi tidak mengalami penyakit aktif,
kemungkinananda diobati dengan isoniazid (INH) untuk sedikitnya enam bulan, atau
dengan INH plus satu atau dua obat lain untuk tiga bulan. Sebuah penelitian yang
diterbitkan pada 2001 menunjukkan bahwa terapi kombinasi lebih efektif
dibandingkan INH sendiri. INH dapat menyebabkan masalah hati, terutama pada
perempuan.
Jika anda mengalami TB aktif, anda diobati dengan antibiotik. Karena bakteri TB
dapat menjadi kebal (resisten) terhadap obat tunggal, anda akan diberi kombinasi
antibiotik. Juga, TB sulit disembuhkan, dan obat tersebut harus dipakai untuk
sedikitnya enam bulan. Jika anda tidak memakai semua obat, TB dalam tubuh anda
mungkin jadi resistan dan obat tersebut akan menjadi tidak efektif lagi. Ada jenis TB
yang sudah resistan pada beberapa antibiotik. Ini disebut TB yang resistan terhadap
beberapa obat atau MDR-TB. Hingga saat ini, Prevalensi MDR-TB di Indonesia
belum jelas; surveillans akan segera dilakukan oleh Depkes. Kendati masalah ini,
lebih dari 90 persen kasus TB dapat disembuhkan dengan antibiotik.
Masalah obat : Beberapa antibiotik yang dipakai untuk mengobati TB dapat
merusak hati atau ginjal. Begitu juga beberapa obat antiretroviral yang dipakai untuk
memerangi HIV. Bisa jadi sulit untuk memakai obat untuk TB dan HIV sekaligus.
INH dapat menyebabkan neuropati perifer, seperti juga beberapa ARV, jadi dapat
terjadi masalah bila obat ini dipakai bersamaan. Juga, banyak obat anti-HIV
berinteraksi dengan obat yang dipakai untuk memerangi TB. Rifampisin atau
rifabutin umumnya dipakai untuk mengobati TB. Obat ini dapat mengurangi kadar
ARV dalam darah anda di bawah tingkat yang diperlukan untuk mengendalikan HIV.
ARV dapat meningkatkan kadar obat TB ini pada tingkat yang mengakibatkan
efek samping yang berat. Rifampisin tidak boleh dipakai jika anda memakai protease
inhibitor (PI). Rifabutin dapat dipakai dalam beberapa kasus, tetapi mungkin
dosisnya harus diubah. Ada pedoman khusus untuk dokter jika anda memakai obat
untuk memerangi TB dan HIV sekaligus. Juga, jika jumlah CD4 anda di bawah 100,
anda sebaiknya memakai rifabutin sedikitnya tiga kali seminggu. Ini mengurangi
risiko TB-nya menjadi resistan terhadap rifabutin. Untuk alasan ini, TB biasanya
disembuhkan sebelum ART dimulai. Namun mungkin ini mustahil bila jumlah CD4
sangat rendah.

Вам также может понравиться