Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SKRIPSI
Oleh:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
Penulis,
ii
ETIKA KOMUNIKASI LISAN MENURUT AL-QUR’AN:
Skripsi
( S.Ud )
Oleh :
Di bawah Bimbingan :
Skripsi ini berjudul Etika Komunikasi Lisan Menurut Al-Qur’an: Kajian Tafsir
Tematik telah di ujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 15 Maret 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
pada Jurusan Tafsir Hadits.
Jakarta, 17 Maret 2011
SIDANG MUNAQASAH
Ketua, Sekertaris,
Anggota,
Pembimbing,
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI1
Konsonan
B Be
T Te
Ts te dan es
J Je
Kh ka dan ha
D da
Dz De dan zet
R Er
Z Zet
S Es
Sy es dan ye
Gh ge dan ha
1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105
v
F Ef
Q Ki
K Ka
L El
M Em
N En
W We
ﻫـ H Ha
‘ Apostrof
Y Ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
vi
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ــَﺎ â a dengan topi di atas
ــﻲ î i dengan topi di atas
ـــﻮ û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Syaddah (Tashdid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan
berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,
demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf
/t/ (lihat contoh 3).
vii
Contoh:
2 al-jâmî ah al-islâmiyyah
3 wahdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-
Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
viii
ABSTRAK
Salah satu keistimewaan yang diberikan oleh Allah Swt, kepada manusia
adalah kemampuan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat membantu manusia
dalam memenuhi kebutuhannya secara efektif, dan mempermudah untuk
berkomunikasi dengan sesamanya. Selain itu, kemampuan komunikasi yang baik
dan benar dapat menjadi jalan untuk mengantarkan seseorang dalam meraih
kesuksesan dan akan membawa kemaslahatan bagi orang lain. Sebaliknya,
komunikasi juga bisa menjadi pemicu munculnya kemudaratan, khususnya jika
seseorang salah dalam berkomunikasi atau membuat orang lain terganggu. Apa
lagi pembicaraan yang tidak baik tersebut muncul dari seseorang di pandang
sebagai pejabat publik atau public figure, sebab pembicaraan yang kurang
terkontrol akan menimbulkan keresahan dimasyarakat atau menyebabkan
munculnya reaksi negatif terhadap dirinya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui etika komunikasi menurut
al-Qur’an, sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman oleh setiap muslim,
khususnya dalam berkomunikasi.
Penelitian ini berpijak dari pemikiran bahwa setiap muslim harus
berpedoman kepada al-Qur’an dalam merambah kehidupan di dunia.
Berkomunikasi merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
manusia. Agar setiap orang mampu berkomunikasi secara baik dan benar serta
mendatangkan kemaslahatan maka ia harus berpedoman pada etika komunikasi
sebagaimana digariskan dalam al-Qur”an
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir
maudhu’i (tematik), yang secara umum menggunakan langkah-langkah:
menetapkan masalah yang akan dibahas (topik); menghimpun ayat-ayat yang
berkaitan dengan masalah; menyusun tuntutan ayat sesuai dengan masalah
turunnya, disertai pengetahuan tentang asbabun Nuzul-nya; menyusun
pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline); melengkapi bahasan
dengan hadits-hadits yang relevan; dan mempelajari ayat-ayat tersebut secara
keseluruhan. Selain itu, penulis juga menggunakan metode content analisis atau
analisis isi.
Data yang ditemukan menunjukkan bahwa kata komunikasi banyak di
temukan dalam al-Qur’an baik yang menggunakan kata qala takallama, dan lain-
lain. Yang secara umum berkaitan erat dengan masalah etika komunikasi lisan.
Setelah mengkaji ayat-ayat tersebut secara seksama, penulis dapat
menyimpulkan bahwa etika komunikasi lisan menurut al-Qur’an dapat
dirumuskan sebagai berikut; berkomunikasi haruslah baik; isi pembicaraan harus
benar; dalam berkomunikasi harus menggunakan kalimat yang baik dan menjauhi
ix
kalimat buruk; tidak boleh berkata bohong dan salah (batil), merendahkan diri saat
berkomunikasi, larangan bersikap manja bagi wanita ketika berkomunikasi di
depan laki-laki yang bukan muhrim dan dalam berkomunikasi hendaklah berlaku
adil.
x
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ
Segala Puji dan syukur penulis tersanjung hanya kepada Allah Swt, yang
Qur’an : Kajian Tafsir Tematik ” ini, dapat diselesaikan tugas akhir penulisan
skripsi ini. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Saw,
keluarga dan para sahabatnya, yang merupakan suri tauladan bagi seluruh umat
manusia.
Segala karya tulis yang da’if, tentunya didalam penelitian ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, yang kelak ditemukan oleh mereka
yang mau menelaahnya dengan teliti. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah
yang sangat besar dalam bidang tafsir. Penulis juga menyadari bahwa, penelitian
ini tidak luput dari jasa lembaga dan orang-orang tertentu yang telah membantu
penulis, baik moril maupun materil. Maka pada kesempatan ini, izinkanlah
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih
M.A (Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan Tafsir
xi
2. Bapak Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA, selaku dosen pembimbing skripsi
ini.
Tafsir Hadits yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat
5. Yang tercinta Ayahanda H.Ahmad Dimyati (Alm) dan Ibunda Muhinah yang
senantiasa mencurahkan kasih sayang dan perhatian dengan segenap hati dan
semoga penulis selalu mendapat ridho mereka dan dapat berbakti kepadanya.
Papi Somad, adikku (Dede dan Nuh) serta saudara-saudaraku tercinta yang
Harfa, Kholid, Ust. Ubaid, Firda, dua Hasan, Mega, Malik dll. yang dengan
ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam ungkapan yang singkat ini.
xii
7. Teman-teman penulis di manapun berada, khususnya sahabat-sahabatku
penulis dan mengisi hari-hari dengan senyum dan tawa, semoga apa-apa
9. Terakhir, untuk orang yang pernah melihat saya (ra’ânî yaqazatan kâna am fi
tinggal bersama saya (aqâma ma’î), pernah mendengar suara dan ocehan saya
(sami’a minnî wa akhaza ‘annî syai’an), semua orang yang mau menerima
‘anhu al-hikam wa al-‘ulûm), dan semua orang yang hidup semasa dengan
saya (‘asaranî). Ini bukan karena saya yang istimewa, melainkan anda semua
lah yang begitu spesial bagi saya. Bolehlah saya berharap dan ber-tafa’ul
kepada nabi agar semua orang yang tersebut di atas menjadi orang yang
beruntung, sekali lagi- bukan karena saya, tetapi karena kita dianugerahkan
oleh Allah Swt untuk bisa saling berhubungan. Teriring doa, “ Tûbâ liman
ra’ânî (bifadlih), wa tubâ liman ra’â man ra’ânî (bifadlih)”. Atas semua
kebaikan tersebut, tidak ada suatu yang dapat penulis sampaikan, kecuali
ucapan terima kasih yang tidak terhingga, serta doa; semoga amal kebaikan
xiii
kita semua diterima dan dibalas oleh Allah Swt. Jazâkumullâh ahsan al-jazâ,
Âmîn…..!
Akhirnya hanya kepada Allah jualah, penulis mengharap ridha dan rasa
syukur penulis yang tak terhingga. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat,
Ttd,
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………... i
LEMBAR PERNYATAAN………….……………………………………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………………. iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI………………………………………….. iv
PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………… v
ABSTRAK…………………………………………………………………… ix
KATA PENGANTAR………………………………………………………. xi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. xv
BAB I : PENDAHULUAN
LISAN
xv
D. Etika Komunikasi Qur’ani ……………………................................ 30
AL-QUR’AN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...………………………………………………………. 85
B. Saran ...……………………………………………………………... 87
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
diberikan oleh Allah Swt kepada manusia. Sebab, hanya manusialah satu-satunya
makhluk yang diberi karunia bisa berbicara. Dengan kemampuan bicara itulah
Manusia sebagai makhluk sosial menduduki posisi yang sangat penting dan
strategis. Dalam sebuah penelitian telah dibuktikan, hampir 75 % sejak bangun dari
1
Q.S. Ar-Rahman: 4.
2
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan
Berpolitik(Tafsir Al-Qur’an Tematik), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2009), Cet.1,
hal. 286.
2
kemampuan berkomunikasi, manusia akan bisa meminta bantuan kepada orang lain,
manusia.
isyarat tidak seefektif bahasa lisan, baik dari cara pengungkapan maupun pengaruh
yang ditimbulkannya.
sebagai pejabat public atau pablik figure, sebab pembicaraan yang kurang kontrol
negatif terhadap dirinya. Misalnya yang menimpa salah seorang mantan presiden,
beberapa yang dinilai tidak konsisten dan sering meresahkan masyarakat, sehingga
hal itu menjadi lahan empuk bagi para lawan politiknya untuk menggulingkan dari
jabatanya.
pertengkaran muncul karena perkataan yang tidak terkontrol. Bahkan tidak sedikit
pertumpahan darah mengerikan yang berawal dari pekerjaan lidah yang membabi
Imam Bukhori:
3
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan
Berpolitik(Tafsir Al-Qur’an Tematik), hal. 286.
4
Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahîh Bukhâri, (Beirût: Dar Ibn Katsîr,
1987), Juz. 20, hal. 11.
4
Allah dan hari kiamat, maka ia hendaklah memuliakan tetangganya. Begitu pula
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah
memulaikan tetamunya”.
Dalam hadits yang lain Rosulullah menegaskan lagi tentang bahaya yang
“Telah menceritakan kepada saya Ibrahim kepada Ibrahim bin Hamzah, telah
menceritakan kepada saya Ibn Abi Hajim, dari Yazid, dari Muhammad bin Ibrahim,
dari Isa bin Thalhah bin Ubaidillah dari Abu Hurairoh r.a bahwa ia mendengar
Rosulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba, bisa jadi dia
mengungkapkan satu kalimat (satu kata) yang tampak dari perkataannya bahwa ia
akan tergelincir ke dalam neraka yang sangat jauh (sangat dalam) sejarak timur dan
barat”.
Berdasarkan hadits-hadits tersebut jelaslah bahwa Islam memberikan
perhatian khusus terhadap pembicaraan, bahkan dipandang salah satu perkara yang
adalah pembicaraan yan beretika, sehingga proses komunikasi berjalan dengan baik
5
Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahîh Bukhâri, (Beirût: Dar Ibn Katsîr,
1987), Juz. 20, hal. 118.
5
Hanya saja, etika komunikasi yang di maksud dalam kajian ini adalah etika
yang berdimensi moral dan bersumber dari ajaran suci. Berkaitan dengan etika
sumber utama Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, sebab akhlak Nabi
sebagimana dinyatakan oleh Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Adalah
Al-Qur’an.6
terhadap masalah berkomunkasi ini. Bahkan ucapan yang baik dipandang lebih baik
(٢٦٣
“Perkataan yang baik dan pemberian ma’af lebih baik dari pada sedekah yang
diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun“7 (QS. Al-
Baqarah: 263)
Dalam ayat lain Allah juga memerintahkan manusia agar berkata baik:
(٧٠
berkomunikasi. Hanya saja dalam kajian ini, akan dibahas ayat-ayat tentang etika
yang menggunakan Shight Fi’il amr. Hal ini disimpulkan dalam enam prinsip
mudah, penulis perlukan berbagai ilmu pendukung untuk dapat mengkaji ayat tentang
(٧٠
iman dan taqwa adalah jika kata-kata yang tepat, yaitu jitu. Dalam kata-kata yang
tepat itu terkandung kata yang benar.11 Sedangkan Hasbi Ash-Shiddiqi berpendapat
9
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3,
jilid.8, hal. 140.
10
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3,
jilid.8, hal. 46.
11
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1986), hal. 109.
7
yang mengandung kebajikan bagimu dan jauhilah dari ucapan-ucapan yang salah,
yang menyebabkan kamu mendapat azab di akhirat kelak.12 Dengan perkataan yang
tepat atau baik yang terucapkan dengan lidah dan didengar banyak orang maka akan
tersebar luas informasi dan pengaruh yang tidak kecil bagi jiwa dan pikiran
manusia. Kalau ucapan itu baik maka baik pula pengaruhnya, dan bila buruk maka
dikaji dalam kondisi sekarang, khususnya bagi bangsa Indonesia dewasa ini yang
sedang berada era reformasi dan kebebasan, termasuk di dalamnya bebas berbicara.
Sebab, secara fenomenal tidak sedikit di antara masyarakat Indonesia tak terkecuali
kaum terpelajar yang memahami era kebebasan tersebut sebagai kebebasan yang
TEMATIK”
12
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 3315.
13
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Vol. 11, hal. 33.
8
Al-Qur’an merangkai begitu banyak pelajaran dalam hal etika yang tak
kunjung habis untuk digali, salah satunya adalah etika komunikasi lisan yang akan
akan penulis kaji. Agar tidak terlalu luas dalam pembahasan masalah dalam skripsi
ini, maka penelitian ini hanya dibatasi pada ayat-ayat yang menggunakan kata Qala
atau berbagai bentuk derivasinya. Hal ini diambil atau berdasarkan asumsi bahwa
kata tersebut adalah yang paling dekat dengan pola komunikasi verbal, sementara
dalam praktik komunikasi sangat diperlukan adanya etika yang benar. Oleh karena
itu, penulis menilai penelitian tentang kajian terhadap ayat-ayat yang difokuskan
yang akan menjadi pertanyaan besar dalam skripsi ini adalah Bagaimana etika
komunikasi lisan dalam perspektif al-Qur’an dan bagaimana nada dan sikap yang
Komunikasi Lisan.
9
bagi para pemikir dan praktisi yang haus akan pengetahuan komunikasi.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan bagi para teoritis,
praktisi dan aktivis Islam pada umumnya termasuk juga civitas akademika
masalah yang ingin dikaji: terkait dengan hal itu adalah penelitian yang dilakukan
oleh Eneng Maria Ulfah14 dalam sebuah skripsi yang diajukan kepada Jurusan
Tafsir-Hadits UIN Jakarta, skripsi ini mengkaji masalah tentang Etika Menjaga
Lisan dalam Al-Qur’an. Skripsi yang ditulis pada tahun 2006 ini hanya terbatas
pada menjaga lisan saja dan tidak luas maknanya. Sedangkan dalam kaitannya
dengan apa yang penulis kaji, skripsi tersebut mencakup juga pembahasan yang
akan penulis paparkan. Namun bedanya tulisan di atas dengan penelitian yang
14
Eneng Maria Ulfah, “Etika Menjaga Lisan dalam Al-Qur’an.” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah, 2005.
10
hendak penulis angkat di sini adalah bahwa arti komunikasi itu sendiri luas
cakupannya dan juga skripsi ini tidak hanya tercakup pada dua surat saja sementara
itu ayat yang menjelaskan tentang etika komunikasi itu banyak dan inilah yang
E. Metodologi Penelitian
Sebagai sebuah kajian yang difokuskan pada kajian tafsir tematik, yang dalam
hal ini mengenai etika komunikasi lisan, tentu studi ini tidak hanya terpaku secara
normatif terhadap konsep-konsepnya saja (ontologi). Lebih dari itu, studi tersebut
haruslah diarahkan juga kepada kajian tentang bagaimana etika komunikasi itu, apa
komunikasi dalam al-Qur’an itu. Untuk selanjutnya, studi tersebut harus dapat
Oleh karena itu, studi ini akan mengikuti prosedur dan alur penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis penelitian
2. Sumber Data
Sumber data atau bahan primer dalam penelitian ini adalah yang
maka sumber utamanyapun adalah Tafsir. Dan buku-buku lain sebagai sumber
tambahan seperti kitab-kitab tafsir, hadits, ulumul Qur’an, kamus, dan buku-
kepustakaan dan studi literatur, survey kepustakaan yaitu menghimpun data yang
4. Metode Pembahasan
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir
maudhu’i.
atau mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu dari surat
al-Qur’an yang sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya
15
Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i: Sebuah Pengantar Terj. Surya A.
Samran,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h.36, Lihat M.Quraish Shihab, Membumikan Al-
Qur’an,( Jakarta: Mizan, 1992), Cet. Ke-1, hal. 115.
12
berikut:
komunikasi lisan.
5. Pendekatan Penelitian
dibahas. Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan
13
Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang disusun oleh tim UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.16
F. Sistematika Penulisan
penelitian agar runtut, ada keterkaitan yang harmonis antara pembahasan pertama
jelas tentang isi penelitian ini, maka skripsi ini disusun secara sistematika penulisan
yang teratur, dimana skripsi ini secara keseluruhan terdiri dari lima bab, sebuah bab
pendahulu dan tiga bab isi, kemudian ditutup dengan sebuah bab penutup yang
berikut:
tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
sistematika penulisan.
Bab kedua, membahas landasan teoritis tentang etika komunikasi lisan yang
Bab tiga akan di fokuskan pada pembahasan mengenai tinjauan umum teori
komunikasi Qur’ani, pada bagian ini menjelaskan tentang al-Qur’an sebagai media
16
Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi), UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: CeQda, 2007), cet. Ke-2.
14
komunikasi dalam al-Qur’an. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang perintah untuk
berkomunikasi dengan baik dan diam, perintah untuk berkomunikasi dengan benar,
BAB II
a. Etika
Etika berasal dari bahasa latin, “etthos”. Yang berarti kesusilaan atau
moral.1 Maksudnya adalah tingkah laku yang ada kaitannya dengan norma-
norma sosial, baik yang sedang berjalan maupun yang akan terjadi. Terdapat
pendapat bahwa kata etika berasal dari ethos (Yunani) yang artinya watak
dikemukakan oleh para ahli sesuai dengan sudut pandang yang berbeda-beda.
Misalnya Ahmad Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti
manusia, terutama yang berkaitan dengan gerak-gerik pikiran dan rasa yang
1
Hamzah Ya’qub, Etika Pembinaan Akhlaul Karimah(Suatu Pengantar), (Bandung:
Diponegoro: 1990), cet. Ke-4, hal. 12.
2
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak) terjemahan, ( Jakarta: Bulan Bintang: 1996), cet. Ke-7,
hal. 3.
16
b. Dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat.
tentang tingkah laku dan sifat-sifat yang dilakukan oleh manusia untuk
dikatakan baik atau buruk. Dalam bidang filsafat, perbuatan baik atau buruk
3
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 88.
4
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hal. 88.
5
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hal. 90.
17
Kata-kata etika sering disebut etik saja. Karena itu etika merupakan
pencerminan dari pandangan masyarakat mengenai yang baik dan yang buruk,
serta membedakan perilaku yang dapat diterima dengan yang ditolak guna
Istilah lain yang semakna dengan kata etika adalah moral, susila dan
akhlak. Ditinjau dari segi etimologi, kata moral berasal dari bahasa latin
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat disebut benar,
salah, baik atau buruk. Oleh karena itu, moral dapat dipahami sebagai istilah
yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima berkaitan dengan tindakan-
tindakan manusia, yang baik dan wajar. Dengan kata lain, perbuatan manusia
6
Imam Al-Ghozali, Ihya ‘Ulumuddin, Terj. Drs. H. Moh. Zuhri, dkk, (Semarang: CV Asy
Syifa’, 1992), cet. 2, jilid. 3, hal. 197.
7
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, (Jakarta: PT. Logos
Wacana Ilmu, 1999), hal. 34.
8
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung:
Diponegoro), cet. Ke-4, hal. 14.
9
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 81.
10
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar) , hal. 14.
18
yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima dengan
istilah moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika
Istilah susila memiliki makna yang senada dengan etika, moral dan
akhlak. Hal ini bisa dilihat dari pengertian susila secara etimologis. Kata
susila berasal dari bahasa Sangsekerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik atau
bagus, dan sila berarti dasar, prinsip, dan peraturan hidup atau norma.12
Sehingga kata susila bisa diartikan sebagai aturan hidup yang lebih baik.
Dengan demikian, susila ini merupakan bimbingan kearah yang baik dengan
suatu yang dipandang baik oleh masyarakat. Selanjutnya, istilah etika, moral
karena akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu jamak dari kata
khulqun ( ) ﺧﻠﻖyang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku dan tabiat.
11
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar) , hal. 14.
12
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 94.
19
antara Khaliq dan makhluq dan antara makhuk dengan makhluk14. Hal ini
Menurut Abuddin Nata16 kata akhlak atau khuluq secara bahasa berarti
budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau sesuai yang menjadi
tabi’at.
merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan
Amin berpendapat bahwa akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang
arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
13
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar) , hal. 14.
14
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar) , hal. 11.
15
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3,
Jilid. 10, hal. 262.
16
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hal. 3.
17
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hal. 3.
18
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hal. 12.
20
melengkapi, sehingga menurut Abuddin Nata19 terdapat lima ciri yang ada
seseorang.
Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan suatu perbuatan yang
sadar.
c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang
Oleh karena itu, apabila suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk, maka
19
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) , hal. 5.
21
Dari uraian di atas, tentang masalah etika, moral, susila, dan akhlak
secara fungsinya dapat dipahami bahwa semuanya itu sama, yaitu menentukan
hokum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk
Oleh karena itu menurut Abudin Nata20, keberadaan etika, moral, dan
menjabarkan dan mengajarkan tentang baik dan buruk, benar atau salah
menurut ajaran al-Qur’an dan as-Sunah. Sehingga etika dalam Islam sesuai
b. Komunikasi
akar kata bahasa latin, yaitu comunicatio, dan bersumber dari kata communis
yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Maksudnya
yang sama tentang apa yang disampaikan. Kalau yang menerima berkata
20
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 96
22
kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan atau diartikan sebagai
keinginan dirinya dengan gerak gerik tubuh namun ternyata bahasa isyarat
tidak seefektif bahasa lisan, baik dari cara pengungkapan maupun pengaruh
21
Jamaluddin Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, ((Jakarta: Gema Insani Press,
1996), Cet. Ke-1, hal. 17.
22
Asad M. Alkalali, Kamus Indonesia Arab, Jakarta: (PT Bulan Bintang, 1997), hal. 276.
23
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya,
1997), hal. 9.
23
manusia.
diatas, maka etika komunikasi adalah ilmu pengetahuan tentang apa yang baik
dan apa yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral tingkah laku
perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang bersumber pada akal pikiran dan
tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, dan sebagainya) yang
c. Lisan
Kata lisan berasal dari bahsa arab jamak dari kata , lisana, wa lisanu,
alisnatu, wa lisanatu yaitu alat ucap atau dalam bahasa Indonesia disebut
lidah/lisan.25 Selain itu kata lisan juga dapat diartikan bahasa dan perkataan.
24
A.W Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hal. 90.
25
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), hal. 395.
24
memanjang di rongga mulut, organ ini terdiri dari beberapa unsur yang
tersusun secara rapih, seperi otot-otot dan saraf-saraf dibagian lidah terdapat
gerakan tertentu dibagian lidah yang bertemu dengan organ lain, maka akan
terjadilah bunyi yang mempunyai ciri tersendiri. Dengan inilah manusia bisa
berkomunikasi anatara yang satu dengan yang lainnya. Namun disisi lain,
yang yang tidak berarti dan akan membawa kemudaratan baginya didunia dan
diakhirat. Etika dalam Al-Qur’an mempunyai aturan yang sangat dalam, maka
hal tersebut menjadi sebuah etika yang sakral dan tidak terbantahkan. Isi al-
26
Ahmad Sayuti Ansari Nasution, Diklat Dasar-dasar ilmu Fonetik, (UIN Jakarta, 2003).
25
Di lihat dari segi bentuknya, secara umum komunikasi meliputi bentuk : (1)
Komunikasi Persona, (2) Komunikasi Kelompok, (3) Komunikasi Massa, dan (4)
Komunikasi Medio27.
tenang diri sendiri atau orang lain, bisa melamunkan individu, kelompok
(master plan), penilaian yang baik terhadap orang lain (positif thinking), ide-
ide yang brilian tentang sesuatu yang dianggap baik menurut aturan yang
berlaku.
27
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, hal. 7.
28
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, hal. 57.
26
menciptakan makna.
komunikan atau antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
tidak sama dengan etika komunikasi yang terdapat dalam komunikasi antar
pribadi.
29
Onong Uchjana Efendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1986), cet. Ke-
2, hal. 5.
27
yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film
penulis pengisi kolom, mereka bukan atas nama pribadi tetapi atas nama
media. Oleh karena itu, mereka perlu memahami norma-norma atau etika
yang benar dan jujur sesuai denga fakta sesungguhnya, (2) berlaku adil dalam
berbeda dengan jenis komunikasi massa, maka bentuk dan setandar etika yang
30
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, hal. 79.
31
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, hal. 7.
28
keistimewaan sangat besar dan termasuk salah satu perkara yang membedakan
manusia dengan hewan, serta tidak dipisahkan dalam kehidupan manusia, sebab
berkomunikasi hampir dibutuhkan pada semua gerak dan langkah manusia. Namun
dalam menentukan nasib seorang, baik di dunia maupun di akhirat. Orang yang
pandangan mulia dalam pandangan manusia, dan kelak akan memperoleh pahala di
di dunia, dan kelak akan memperoleh azab di akhirat. Hal itu secara tegas dinyatakan
Artinya: telah bercerita kepada kami muhamad bin abu bakar al-
muqaddami,telah bercerita kepada kami umar bin ali. Ia mendngar dari abu hazm
dari sahal bin sa’ad dari rasulullah saw bahwa beliau bersabda;”barangsiapa mampu
menjaga yang ada di janggutnya (lidah), dan apa yang ada di antara dua kakinya
(kemaluan), maka aku jamin dia masuk surga”.32
Tentang pentingnya berkomunikasi dalam Islam sangatlah jelas, baik
terdapat dalam Islam. Seorang muslim, akan diakui eksistensinya sebagai seorang
muslim apabila telah bersaksi dengan kata-katanya (bersyahadat) bahwa hanya Allah
saja Tuhannya dan mengakui bahwa Muhamad adalah utusan-Nya. Selain itu,
berkomunikasi hampir dipakai dalam setiap bentuk ibadah. Seperti dalam sholat
bertransaksi, seorang muslim diharuskan untuk mengucapkan akan jual beli sebagai
salah satu syarat absahnya jual beli dan masih banyak contoh pribadatan lainya yang
melibatkan pembicaraan.
dengan berdakwah. Dimaklumi bahwa tersebut da’i atau muballig Islam telah
segenap penjuru dunia, dengan dakwahnya tersebut. Makan Islam semakin di kenal
luas di sebagai belahan dunia, sehingga umat Islam pun kian hari semakin bertambah
banyak di seluruh dunia. Dengan dakwah pula, ilmu setiap orang islam semakin
bertambah dan iman, mereka semakin kuat. Dakwah tersebut sangat efektif jika
32
Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahîh Bukhâri, (Beirût: Dar Ibn Katsîr,
1987), Juz. 20, hal. 115.
30
kedudukan sangat sentral dalam Islam. Hal itu di buktikan pula dengan banyaknya
pengertian itu menunjukan bahwa komunikasi Islam lebih fokus pada sistemnya
dengan latar belakang filosofi (teori) yang berbeda dengan perspektif komunikasi
non-Islam. Dengan kata lain sistem komunikasi Islam berdasarkan pada Al-Qur’an
dan Hadits Nabi. Dengan kata lain sistem komunikasi Islam mempunyai implikasi-
makna yang sangat luas dan mendalam, diantaranya adalah: (1) al-Haq berarti
petunjuk atas Citra tri Tunggal Yang Luhur, yaitu: kebenaran, kebajikan, dan
keindahan: dan (2) al-Haq berarti etika timbal balik antara manusia34.
33
Prof, Dr, Andi Abdul Muis, SH, Komunikasi Islam, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya,
2001), Cet. Ke-1, hal. 65.
34
Yusuf Qardawi, Efistimologi Al-Qur’an (Al-Haq) terj, (Surabaya: Penerbit Risalah Gusti,
1996) cet. Ke-2 , hal. 3.
31
Sebagai kitab etika, didalam al-Qur’an terdapat sekitar 500 ayat yang
membicarakan tentang konsep dan ajaran etika ini35. Hal ini menunjuk betapa
pentingnya etika, Etika yang diajarkan mengacu kepada standar yang ditetapkan
oleh Allah. Figur contoh keteladanan etika adalah Rosulullah sendiri. Karena itu,
dalam persepektif islam etika tidak saja merupakan suatu ajaran yang bersifat
dalam bidang tingkah laku (behavior), menunjukan metode pengajaran dan aplikasi
nilai-nilai etika yang paling akurat, sehingga dengan demikian nilai-nilai etika dapat
ditiru secara langsung oleh manusia. Rosulullah sendiri mengaku bahwa seluruh
lima cirri utama, yaitu: (1) Rabbani, (2) Manusiawi, (3) Universal, (4)
keseimbangan, dan (5) Realistik.36 Ciri Rabbani menegaskan bahwa etika Qur’ani
adalah etika yang membimbing manusia kearah yang benar, jalan yang lurus, atau
hidup didunia dan akhirat. Ciri universal adalah etika Qur’ani membawa misi kasih
35
H.M. Darwis Hude, dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Penerbit Pustaka
Firdaus, 2002) Cet. Ke-1, hal. 189.
36
Drs. H. Yunahar Ilyas Lc. MA, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta. LPPI UMY, 1999), hal. 12.
37
Q.S Al-An’am: 153.
32
keperluan jasmani tanpa mngabaikan keperluan rohani.39 Ciri relistik adalah etika
kesempatan kepada setiap orang untuk bekerja dan berkarya, memperhatikan tingkat
a. Mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
b. Menetapkan bahwa yang menjadi sumber ajaran Allah Swt dan Rosul-Nya
d. Dengan ajaran-ajaran yang praktis dan tepat, cocok dengan fitrahnya dan akal
fikiran manusia, maka etika islam dapat dijadikan pedoman oleh seluruh
manusia.
38
Q.S Al-Imron: 104.
39
Q.S Al-Baqarah: 201 dan Q.S Al-Qashash: 77.
40
Q.S Al-Baqarah: 173 dan 286.
41
Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf , (Jakarta: Bulan Bintang, 1996) . hal. 96.
33
keridhoan-Nya42.
Prinsip lain yang dijelaskan Al-Qur’an tentang komunikasi atau media massa
adalah perlunya sikap kritis dalam menerima informasi, harus dilihat sumber
informasi itu, apakah datang dari sumber yang dipercaya atau tidak. Dan salah satu
etika komunikasi yang diungkapkan dalam Al-Qur’an khususnya media massa bahwa
tidak dibenarkan menyebar luaskan suatu keburukan atau berita yang negative,
kecuali untuk penegakkan hukum, selain untuk menjaga kehormatan orang lain.
42
Q.S Al-Hujurat: 6.
35
BAB III
TINJAUAN UMUM TEORI KOMUNIKASI QUR’ANI
yaitu: (1) Komunikator (communicator), (2) Pesan (message), (3) Media (media),
(4) Komunikan (communicant). (5) Efek (efect). Dari lima komponen komunikasi
dimensi2:
3. Temporal (waktu), mencakup waktu dalam hitungan jam, hari, atau sejarah
dimana komunikasi berlangsung.
1
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya, 1997) ,
hal. 6.
2
Diakses pada tanggl 15 Maret 2011 Jam 21.30,
http://www.lrckesehatan.net/modul/modul%20komunikasi%20dan%20motivasi-FINAL.doc
36
Swt, (2) Komunikan adalah Nabi Muhammad, (3) Pesan Komunikasi berupa ayat,
(4) Media komunikasinya terbagi dua: media langsung melalui perantara Jibril dan
media tidak langsung melalui mimpi dan gemercing lonceng, dan (5) Efek, yaitu
Ditinjau dari tugas nabi sebagai penerima al-Qur’an, bahwa nabi sesuai
dengan makna leksikal nabi itu sendiri berasal dari bahasa Arab, dari akar kata:
nabaa, jamaknya adalah anbiya, dalam bahasa inggrisnya, prophets yang berarti
pembawa berita.3 Dan berita yang disampaikan oleh nabi adalah al-Qur’an atau
ayat-ayat Allah.
sebagai berikut (1) Komunikator adalah Nabi Muhammad Saw, (2) Komunikan
adalah Sahabat dan Umat, (3) Pesan Komunikasi adalah ayat al-Qur’an, (4) Media
Komunikasi secara langsung adalah lisan, tulisan sedangkan media tidak langsung
melalui code seperti melalui mimpi, gemercing lonceng dan Al-Qur’an yang
3
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), cet. Ke-2, hal. 297.
37
dipraktikan oleh Muhammad Saw, dan (5) Efeknya adalah terciptanya suasana
islam kepada umat manusia agar mampu dan memilah serta memilih yang baik dan
benar, serta mencegah dari kesesatan dan kedzaliman. Tujuan utamanya adalah
memahami pesan yang diterima, seorang yang jujur (as-shidq), dan dapat dipercaya
menyampaikan risalah haruslah didasari perintah Allah, dengan jiwa yang tulus dan
ajaran tersebut mempunyai beragam socio-cultural, adat istiadat, dan bahasa yang
berlainan. Dalam hal ini seorang nabi harus mampu memahami situasi yang
waktu yang berbeda, situasi yang beraneka ragam, domisili yang tersebar seantero
4
Q.S. Al-Maidah: 99.
5
Q.S. Muddatsir: 1-7.
38
teknologi dan budaya, kesemuanya dipersatukan kepada satu tujuan yang sama.
tepat guna dan berhasil guna, berhadapan dengan komunitas komunikan yang
tengah keragaman komunikan adalah dengan faktor bahasa dalam arti yang
seluasnya. Sebab bahasa merupakan media yang paling banyak dipergunakan dalam
kepada orang lain. Apakah itu berbentuk idea, informasi atau opini, baik mengenai
hal yang konkrit maupun abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi
pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan
datang.6 Dengan media bahasa itu pula kita bisa mempelajari beragam ilmu, baik
yang dituils oleh para ilmuan dahulu maupun yang akan datang. Kesamaan dalam
pendekatan persuasif yang bisa diterima semua orang untuk selanjutnya berhasil
mengubah sikap dan tingkah sadar untuk mengamalkannya, semua itu menjadi
6
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya, 1997)
, hal. 11.
39
target para nabi dan rosul yang hanya bisa disampaikan melalui bahasa yng
komunikasi, yaitu dengan cara bijaksana (hikmah), nasehat yang baik (al-Mauidzah
al-Hasanah) dan berdiskusi yang baik (al-Mujadalah)8. Ketiga cara ini merupakan
itu, antara berkomunikasi dan berbicara memiliki kaitan sangat erat. Hanya saja,
komunikasi memiliki makna lebih luas dari sekedar berbicara. Dan bisa dikatakan
bahwa berbicara merupakan bagian dari komunikasi, yang bisa disebut sebagai
kekurangan.
7
Syeikh Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, (Semarang:
Toha Putra, 1993), Jilid. V, Juz 13, hal. 126.
8
Q.S. An-Nahl: 125.
40
d. Kebutuhan akan harga diri yang harus mendapatkan pengakuan dari orang
lain.9
Senada dengan hal tersebut, orang berkomunikasi dengan orang lain karena
hal-hal berikut:10
a. Setiap orang memerlukan orang lain untuk mengisi kekurangan dan membagi
kelebihan.
c. Interaksi ini merupakan spektrum pengalaman masa lalu, dan membuat orang
pribadi disebabkan karena dorongan pemenuhan kebutuhan yang belum, atau tidak
menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu berbentuk media
informasi atau ofini; baik yang mengenai yang konkriit abstrak; bukan saja tentang
hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang melain kan juga pada waktu yang
9
Alo Liliweri, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1994), hal. 48.
10
Alo Liliweri, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung, hal. 48-49.
41
lalu dan masa yang akan datang.11 Dengan bahasa media itu pula kita, bisa
mempelajari beragam ilmu, baik yang di tulis oleh para ilmuwan dahulu maupun
akan datang.
pribadi. Yang pasti unsur-unsur penting dalam komunikasi tercakup di dalam nya
yaitu: sumber saluran, pesan, kode, penerima dan kerangka rujukan. Dan setiap
secara lisan ada enam jenis yang termasuk dalam komunikasi lisan, yaitu:13
pada kerangka berfikir atau rujukan yang mengartikan suatu cara kata
secara denotative.
11
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001), hal. 11.
12
Alo Liliweri, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1994), hal. 43.
13
Alo Liliweri, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1994), hal. 43.
42
bahwa komunikasi tidak hanya bersifat informatif, yakni agar orang lain mengerti
dan paham, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain mau menerima ajaran atau
komunikasi bukan hanya terkait dengan penyampaian informasi, akan tetapi juga
bertujuan pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public
attitude).
komunikasi, namun jika diteliti ada banyak ayat yang memberikan gambaran umum
prinsip-prinsip komunikasi. Dalam hal ini dengan melihat kata qaul dalam konteks
perintah, penulis menyimpulkan bahwa ada enam prinsip komunikasi, yaitu: Qaulan
14
YS. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta, Grasindo, 1998), hal. 69.
43
ﺎ
(٦٣
“Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa
yang di dalam hatinya. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah
mereka nasehat, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada
jiwanya.”15 (QS An-Nisa: 63)
Kata baligh dalam bahasa Arab artinya sampai, mengenai sasaran, atau
mencapai tujuan. Bila dikaitkan dengan qaul (ucapan atau komunikasi), ‘baligh’
berarti fasih, jelas maknanya, terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki.
Karena itu, prinsip qaulan balighan dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi
yang efektif.
Secara rinci, para pakar sastra, seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab,
membuat kriteria-kriteria khusus tentang suatu pesan dianggap baligh, antara lain:16
bertele-tele, juga tidak terlalu pendek sehingga pengertiannya menjadi kabur Pilihan
kosa katanya tidak dirasakan asing bagi si pendengar Kesesuaian kandungan dan
15
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3,
Jilid.2, hal. 199-200.
16
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an(Jakarta:
Lentera Hati, 2000), jilid. 2, hal. 468.
44
(٢٣)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapak. Jika salah
seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada
keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak keduanya dan
ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.17”(QS. al-Isra: 23)
Dari sisi substansi ayat, firman Allah ini dalam pemahaman Hamka
menerangkan dasar budi pekerti dan kehidupan muslim. Akhlak pertama yang
dibahas adalah etika atau akhlak kepada Allah yang merupakan pokok budi
yang sejati. Sebab hanya Allah yang berjasa kepada kita, yang menganugerahi
kita hidup, memberi rezeki, memberikan perlindungan dan akal, tidak ada
Sedangkan akhlak yang kedua adalah berbakti kepada kedua orang tua
dengan cara berkhidmat kepada ibu dan bapak, menghormati keduanya yang
telah menjadi penyebab bagi kita sehingga kita dapat hidup di dunia ini yang
17
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya , (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-
3, Jilid. 5, hal. 458.
18
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), Juz. 15, hal. 63.
45
Dalam ayat ini lebih lanjut secara teknis dijelaskan ketentuan etika
yang baik menurut al-Qur’an mengenai sikap terhadap kedua orang tua. Di
antaranya adalah “jika keduanya atau salah seorang mereka, telah tua dalam
mengandung rasa bosan atau jengkel meskipun tidak keras diucapkan atau
dengan kata lain seorang anak dituntut supaya menggunakan etika dalam
perkataan yang lemah lembut dan baik yang disertai dengan sikap sopan
berkomunikasi secara baik dan benar kepada kedua orang tua, terutama sekali,
19
KH. Mawardi Labay El-Sulthani, Lidah tidak berbohong, (Al-Mawardi Prima: Jakarta,
2002) , hal. 35.
20
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-
3, Jilid.5, hal. 458.
21
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, (Semarang:
Toha Putra, 1993), Jilid. 15, hal. 51.
46
di saat keduanya atau salah satunya sudah berusia lanjut. Dalam hal ini, al-
konteks hubungan dengan kedua orang tua, pada hakikatnya adalah tingkatan
yang tertinggi yang harus dilakukan oleh seorang anak. Yakni, bagaimana ia
dihormati.22 Qaul karim, adalah setiap perkataan yang dikenal lembut, baik,
(٢٨
“Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat
dari Tuhanmu yang engkau harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka
Ucapan yang lemah lembut.23”(Q.s. al-Isra: 28).
Menurut Hamka, qaulan masyura adalah kata-kata yang
pantas diucapkan oleh orang kaya nan dermawan, berhati mulia dan sudi
22
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zilalil-Qur’an, penerjemah: As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2003), juz 13, hal. 318.
23
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3,
Jilid.5, hal. 464-465.
47
ucapkanlah kepada mereka ucapan yang mudah dipahami, lunak dan lemah
lembut.”
perintah kepada Nabi Muhammad Saw untuk menunjukan sikap yang arif dan
ucapan yang manis dan pantas kepada mereka agar tetap bersabar dalam
musuh Islam, yang karenanya bisa menghalangi dan memerangi umat Islam.27
ucapan-ucapan yang baik, santun, dan sopan. Perkataan yang baik akan
24
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3,
Jilid.5, hal. 465.
25
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, (Semarang:
Toha Putra, 1993),, jilid 15, hal. 71.
26
Wahbah Zuhaily, Tafsir Munir, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), hal. 59.
27
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, (Semarang:
Toha Putra, 1993), Jilid 15, hal. 71.
48
dan kedewasaan.28 Berkaitan dengan perkataan yang ma’ruf ini Allah Swt.
berfirman:
(٥
kepada semua umat dan larangannya mencakup setipa harta, yang intinya
perintah agar memberikan harta kepada anak yatim apabila ia telah baligh dan
memberikan mahar kepada isteri, kecuali apabila mereka termasuk orang safih
(dungu), yang tidak akan bisa menggunakan harta benda. Maka cegahlah harta
mereka agar jangan disia-siakan dan peliharalah harta mereka olehmu hingga
Kata-kata baik tersebut adalah kata-kata halus yang tidak menyinggung orang
lain. Dengan kata lain, serang muslim hendaklah menghindari kata-kata kasar
hidup.
235, qaul ma'ruf disebutkan dalam konteks meminang wanita yang telah
ma'ruf dinyatakan dalam konteks tanggung jawab atas harta seorang anak
Ahzab: 32, qaul ma'ruf disebutkan dalam konteks istri-istri Nabi Saw.
(٤٤
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, Mudah-mudahan ia sadar atau takut"31. (QS Thaha: 44)
Pada ayat di atas Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Musa dan
Nabi Harun untuk menyerukan ayat-ayat Allah kepada Fir’aun dan kaumnya.
31
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirny, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3,
Jilid. 6, hal. 141.
50
umum, karena jika Fir’aun sebagai raja sudah mau mendengarkan dan
katakanlah kepadanya (Fira’un) dengan tutur kata yang lemah lembut (penuh
nasehatilah dia dengn ucapan yang lemah lembut agar ia lebih tertarik.
Karenanya ia akan merasa takut dengan siksa yang yang dijadikan oleh Allah
melalui lisanmu”. Maksudnya adalah agar Nabi Musa dan Nabi Harun
berusaha meyakinkan pihak lain bahwa apa yang disampaikan adalah benar
QS. An-Nisa: 9:
32
Wahbah Zuhaily, Tafsir Munir, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), Jilid. 15, hal. 215.
51
(٩)
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya
meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara tutur kata yang
benar.”33(QS. an-Nisa: 9)
Ayat diatas sebagai bukti adanya dampak negative dari perlakuan
kepada anak yatim yang dapat terjadi kepada kehidupan dunia ini. Sebaliknya,
terpeliharanya harta dan peninggalan orang tua untuk anaknya yang menjadi
berlaku adil, berucap yang benar dan tepat, dan semua khawatir akan
(٧٠
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
Katakanlah Perkataan yang benar.”36(QS. Al-Ahzab:70)
33
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3,
Jilid. 2, hal. 114-115.
34
M. Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), vol. 2, hal. 339.
35
M.Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), vol. 2, h. 338.
36
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3,
jilid. 8, hal. 46.
52
Ayat ini diawali dengan seruan kepada orang-orang beriman. Hal ini
perkataan yang sadid. Atau dengan istilah lain, qaul sadid menduduki posisi
penafsiran, antara lain, perkataan yang jujur dan tepat. Perkataan yang tepat
itu terkandunglah kata yang benar,37 pembicaraan yang tepat sasaran dan
- ﻗﺎل- ﻧﻄﻖ, dan_ ﻛﻠﻢatau_ ﺗﻜﻠﻢkata ﻗﺎلdengan berbagai derivasinya diulang sebanyak
1722 kali, yang terdapat pada 141 ayat dalam 57 surat,39 kata ﻧﻄﻖdengan berbagai
derivasinya diulang sebanyak 12 kali yang terdapat pada 16 ayat dalam 11 surat,40
dan kata - ﻛﻠﻢatau ﺗﻜﻠﻢdengan berbagai derivasinya diulang sebanyak 75 kali, yang
terdapat pada 72 ayat dalam 35 surat.41 Dari istilah tersebut kata Qala mempunyai
1. Tema komunikasi tentang perintah ada beberapa ayat, yaitu: al-Baqarah: 263; an-
Nisa: 5, 9, 63; al-Maidah: 8; al-An’am: 152; an-Nahl: 90; al-Israa: 23, 28 53; al-
37
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1984), Juzu’: 22, hal. 109.
38
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Vol.11, hal. 330.
39
Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, Mu’jam al-Alfazh al-Qur’an al-Karim, (al-Haiah al-
Misyriyyah li al-Ta’lif wa al-Nasyr, 1975), hal. 426-444.
40
Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, Mu’jam al-Alfazh al-Qur’an al-Karim, hal. 726-727.
41
Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, Mu’jam al-Alfazh al-Qur’an al-Karim, hal. 520-525.
53
Mu’minu: 3; an-Nuuur: 21; al-Qashash: 55; al-Ankabut: 28; az-Zumar: 18; al-
2. Tema komunikasi tentang tauhid ada beberapa ayat, yaitu: al-Baqarah: 83, al-
Imran: 104, al-A’raf: 33, al-Hajj: 24, an-Nuur: 15, 16, 19, Fathir: 10.
3. Tema komunikasi tentang larangan ada beberapa ayat, yaitu: an-Nahl: 105; al-
berkaitan dengan etika komunikasi lisan dapat diklarifikasikan sebagai berikut: QS.
al-Baqarah [2]: 83, 263; QS. Ali-Imran [3]: 104; an-Nisa [4]: 5, 9, 63, 114, 148; al-
Maidah[5]: 8; al-An’am [6]: 152; al-A’raf [7]: 33; Ibrahim [14]: 24, 25, 26; an-Nahl
[16]: 90, 105; al-Isra’ [17]: 23, 28, 53; Thaha [20]: 44; al-Hajj [22]: 24; al-Muminun
[23]: 3; an-Nuur [24]: 15, 16, 19, 21; a-Furqan [25]: 72: 165; al-Qashash [28]: 55; al-
Ankabut [29]: 28; Lukman [31]: 19; al-Ahzab [33]: 32, 70; Fathir [35]: 10; az-Zumar
BAB IV
ANALISIS TENTANG ETIKA KOMUNIKASI DALAM AL-
QUR’AN
muslim. Namun demikian, cara berkomunikasi yang baik niscaya timbul dari
budi yang baik. Orang yang beriman kepada Allah dan beramal sholih niscaya
perkataan yang keluar dari mulutnya adalah baik, dan tidak akan pernah berkata
jelek. Dalam al-Qur’an ayat yang berkenaan dengan masalah ini terdapat pada
(٥٣
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, “Hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu
menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagi manusia.”1 (QS. Al-Isra: 53)
Berdasarkan ayat tersebut, umat Islam diharuskan untuk selalu berbuat
kebaikan dalam segala kondisi agar dapat menuai hasil (pahala) kebaikan pula,
baik untuk kehidupannya di dunia maupun di akhirat. Salah satu cara untuk
bagi dirinya maupun bagi orang lain. Sebaliknya, cara komunikasi yang tidak
1
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 5, hal. 497.
55
hasutan syaitan yang selalu berusaha agar manusia selalu mengikuti jalannya
Menurut Ibn Katsir, dalam ayat tersebut Allah Swt. memerintahkan kepada
Jika mereka tidak berbuat demikian, maka di antara mereka akan terkena hasutan
syaitan yang akan berdampak pada perbuatan mereka, sehingga akan terjadi
sesama mereka.3
dengan baik merupakan perintah dari Allah Swt. hanya saja, munculnya ucapan
baik yang dilontarkan seseorang ternyata berkaitan pula dengan keteguhan iman
seseorang. Dengan kata lain, seseorang yang imannya kuat dipastikan akan selalu
(٢٤
2
Ismail bin Amr bin Katsir al-Dimasyqi Abu al-Fidâ, Tafsir al-Qur’an al-Azhim Ibnu
Katsir , (Beirut: Dar al-Fikr, 1412/1992), Jilid. 3, hal. 59.
3
Muhammad bin Yazid bin Jarir bin Khalid at-Thabari Abu Ja’far, Tafsir al-Qurtubi,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1984), juz . 15, hal. 180.
56
dan sopan santun. Orang yang beriman kepada Allah dan beramal sholeh niscaya
perkataannya yang keluar dari mulutnya adalah baik, dan tidak akan pernah
berkata jelek. Orang yang memberikan bimbingan untuk bisa bersikap seperti itu
kuat, tentu saja akan terus berusaha untuk menguasai nafsunya dan
tidak ada celah sendikit pun baginya untuk melakukan sesuatu yang menyimpang
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika seseorang yang selalu berkata
baik akan memperoleh derajat yang tinggi di sisi Tuhan, sebagaimana dinyatakan
dalam firman-Nya:
(١٠
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, Maka bagi Allah-lah
kemuliaan itu semuanya. kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan
amal yang saleh dinaikkan-Nya. dan orang-orang yang merencanakan kejahatan
bagi mereka azab yang keras. dan rencana jahat mereka akan hancur.”6(QS.
Fathir: 10)
4
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 6, hal. 375.
5
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000), Cet. Ke-3, Juz. 17, hal. 156.
6
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 8, hal. 141.
57
yang baik dan amal saleh dinaikkan-Nya”. Artinya bahwasannya terlontar dari
mulutnya kata-kata yang baik, dia pun diangkat keatas, kemartabat yang lebih
tinggi oleh amal shaleh. Dan itulah izzah atau kemuliaan sejati.7
kejayaan di dunia dan di akhirat, maka hendaklah ia selalu taat kepada Allah Swt.
antara ketaatan adalah berkata baik, sebab Allah Swt. akan menerima perkataan-
Oleh karena itu, umat Islam sudah semestinya memandang penting untuk
berkata baik, tidak asal bicara, apalagi mempengaruhi orang lain untuk berbuat
kejelekan. Orang yang berkata jelek, tentu saja tidak akan mendapatkan pahala,
(١١٤
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau
berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa
yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami
memberi kepadanya pahala yang besar.9” (QS. An-Nisa: 114)
7
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000), Cet. Ke-3, Juz. 22 , hal. 219.
8
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi,
1382H/1962M), Jilid. 8, hal. 112-123.
9
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 2, hal. 263.
58
Dengan demikian, selain harus berkata baik seorang muslim pun harus
selektif dalam menerima bisikan dari orang, sebab tidak semua bisikan yang
seseorang kalau disebarkan kepada orang lain tidak menutup kemungkinan hanya
ajakan untuk berbuat kebaikan agar menghasilkan kebaikan pula, baik bagi
dirinya maupun orang lain. Bahkan dalam ayat lain Allah Swt. menegaskan:
(١٠٤
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung.”10 (QS. Ali-Imran: 104)
Berkaitan dengan keutamaan berkata baik, Rosulullah Saw. Bersabda:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah R.a katanya, “ Nabi Saw telah bersabda,
pada setiap hari terdapat sedekah disetiap sendi manusia ketika matahari terbit.
10
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 2, hal. 13.
59
Kemudian Rosulullah Saw. Bersabda: “berlaku adil diantara dua orang manusia
adalah sedekah, membantu seseorang naik keatas binatang tunggangannya atau
mengangkat barang-barangnya keatas belakang tunggangannya juga adalah
sedekah”. Rosulullah Saw. Bersabda lagi: perkataan yang baik adalah sedekah,
setiap langkah menuju sembahyang adalah sedekah dan membuang sesuatu yang
berbahaya di jalan adalah sedekah.11(HR. Bukhori)
Berdasarkan hadits tersebut jelas sekali bahwa berkata baik sangat
pundi amalnya untuk bekal kelak di akhirat. Dalam hal ini tentu saja lebih baik
diam dari pada berkata baik berkata tidak karuan yang memudhorotkan bagi orang
lain.
perkataan yang baik adalah sedekah, yaitu perkataan seseorang yang membuahkan
pahala dari Allah Swt. Baginya, sebagaimana Allah Swt pun telah menjanjikan
kepada orang yang mengeluarkan sedekah. Ia juga mengutip hadits dari Adi bin
Hatim yang menyatakan, “Jagalah diri kalian walaupun dengan biji kurma. Jika
11
Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahîh Bukhâri, (Beirût: Dar Ibn
Katsîr, 1987), Juz.10, hal. 163.
12
Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-Fadhl al-‘Asqalani al-Syafi’I, Fath al-Bari, (Beirut: Dar
al-Ma’rifah, 1379), Juz. 10, hal. 449.
60
“Telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah bercerita
kepada kami Abu al-Ahwash dari Abu Husain dari Abu Shalih dari Abu Hurairah.
Ia berkata bahwa Rosulullah Saw, telah bersabda, “Barangsiapa yang beriman
kepada Rosulullah Saw dan hari akhirat, hendaklah berkata baik atau diam saja.
Dan telah bercerita kepada kami Ishaq bin Ibrahim, telah mengabarkan kepada
kami Isa bin Yunus dari A’Masy dari Abu Shaleh, dari Abu Hurairah. Ia berkata
bahwa Rosulullah Saw, telah bersabda sebagaiman hadits dari Abu Hushain
tersebut. Hanya saja, beliau bersabda: Hendaklah ia berbuat baik kepada
tetangganya.”(HR. Muslim)13
Menurut Imam an-Nawawi, maksud ungkapan , bahwa
jika seseorang akan berkata sesuatu, maka hendaklah berpikir dahulu, jika
mendatangkan pahala, baik secara zhahir berkaitan dengan perkara yang makruh
Dengan kata lain, diam adalah lebih utama dibandingkan banyak bicara
karena lidah (lisan) tidak terlepas dari berbagai kekeliruan. Seperti yang dikatakan
Imam al-Ghazhali, lidah mempunyai dua puluh penyakit, antara lain: berdusta,
13
Muslim bin al-Hajjâj Abu al-Hasan al-Qusyaîrî an-Naisabûri, Sahih Muslim , (Beirût:
Dar al-Fikr, 1993), Juz. 1, hal. 164.
14
Abu Zakariya Yahya bib Syaraf al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim
(Beirut: Dar al-Ihya al-Turats, 1392), Juz. 2, hal. 19.
61
mendapat perhatian penting dalam Islam dan diperintahkan oleh Allah Swt. dan
Rasul-Nya. Bahkan seseorang dianjurkan untuk berdiam jika tidak bisa berkata
baik, sebab diam adalah lebih baik daripada berkata-kata namun tidak baik dan
juga ada ungkapan bahwa diam itu emas, dari sekian banyak petunjuk agama yang
(١٨
"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekat
(pengucap)-nya Malaikat Pengawas yang selalu hadir (mencatat ucapan-ucapan
tersebut).16 (QS. Al-Qaaf: 18)17
Setiap orang beriman harus berusaha agar setiap perkataan yang
pendengarnya. Dengan kata lain, berusaha untuk melontarkan kata-kata yang baik
dan berusaha pula untuk selalu menyimak dan mendengarkan perkataan yang
baik, maka hidupnya akan dipenuhi dengan kebaikan, dan hanya mengikuti jalan
kebaikan.
menggunakan kalimat yang baik dan menjauhi kalimat yang buruk, ayat yang
berkenaan dengan masalah ini terdapat pada surat az-Zumar ayat 18; Ibrahim ayat
15
Yusuf Qardhawi, Problematika Islam Masa Kini, terj. Ahmad Qasim, dkk, (Bandung
Trigenda Karya, 1996), hal. 113.
16
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 9, hal. 453.
17
M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung:
Mizan, 1994), hal. 283.
62
24, 25, 26; surat an-Nur ayat 26; dan surat al-Qashash ayat 55. Allah Swt.
berfirman:
(١٨
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya, mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka
itulah orang-orang yang mempunyai akal.18” (QS. Az-Zumar: 18)
Sebab turunnya ayat ini : Jawaibir meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah
yang berkata, “ ketika turun ayat 44 surat al-Hijr, ‘(Jahanan itu mempunya tujuh
seraya berkata, “Ya Rosulullah, aku mempunya tujuh orang hamab/budak yang
telah saya memerdekakan seluruhnya untuk ketunjuh pintu neraka.” Ayat ini (Q.S.
buruk laksana pohon, pohon yang baik akan mendatangkan kebaikan, sebaliknya
firman-Nya:
٢٤)
(٢٦ ٢٥)
18
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 8, hal. 425.
19
K.H.Q Shaleh dkk, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunya Ayat-ayat Al-
Qur’an, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007), Hal. 465.
63
kalimat iman (yang bersumber dari keimanan) dengan sebuah pohon yang akarnya
tetap kokoh di dalam tanah dan cabangnya menjulang tinggi ke udara, sedang
pohon itu berbuah pada setiap musim. Hal ini disebabkan apabila hidayah telah
bersemayam di dalam satu kalbu, maka akan melimpah kepada yang lain dan
memenuhi banyak kalbu, seakan sebuah pohon yang berbuah pada setiap musim,
seperti pohon paria dan sebagainya yang tidak mempunyai pokok yang tetap di
dalam tanah, bahkan akarnya pun tidak mencapai permukaan tanah, sehingga
kata lain, pohon tersebut cepat rusak dan kurang mendatangkan manfaat bagi
manusia.21
dimaksud dengan kalimat yang baik adalah ucapan La ila ha illa Allah, sedangkan
tersebut dengan kalimat iman, tidak diartikan sebagai perkataan yang baik, namun
20
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 5, hal. 143.
21
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi,
1382H/1962M), Jilid. 5, hal. 138-139
22
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid. 5, hal. 139.
64
tetap relevan dengan bahasan ini, sebab kalimat iman mencakup perkataan-
kalimat tidak bermanfaat yang diucapkan oleh seseorang agar ia tidak terpancing
untuk berkata dengan kalimat-kalimat yang buruk pula. Allah Swt. berfirman:
(٥٥
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka
berpaling daripadanya dan mereka berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan
bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan
orang-orang jahil.23” (QS. Al-Qashash: 55)
Ayat tersebut menerangkan tentang sikap kaum muslimin pada zaman
Sesuatu yang tampak baik, belum tentu benar. Begitu pula dengan
Hamka25, orang yang mengaku sebagai orang yang beriman, supaya memupuk
23
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 7, hal. 309.
24
Imam Jalalain, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), cet. Ke-II,
jilid. 3, hal. 1659.
25
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1986),Juz. 22, hal.109.
65
Diantara sikap hidup yang didasarkan pada iman dan takwa kepada-Nya
ialah jika berkata-kata hendaklah memilih kata-kata yang tepat, yakni kata-kata
yang benar. Selain itu tidak boleh berbelit-belit, dan kata-katanya tidak menyakiti
sesama manusia. Pendapat tersebut berdasarkan pada firman Allah dalam surat
(٧٠
“Hai orang- orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar.26” (QS. Al-Ahzab: 70)
Wahbah al-Zuhaily27 mengartikan qaulan sadidan pada ayat ini dengan
ucapan yang tepat dan bertanggung jawab, yakni ucapan yang tidak bertentangan
qaulan sadidan, yaitu perkataan yang sopan tidak kurang ajar, perkataan yang
adalah segala sesuatu yang nampak sebagai manivestasi dari nilai ketaqwaan
seseorang yang mendalam kepada Allah baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Berkata benar atau jujur berperan sangat penting bagi seseorang dan akan
membawa kebaikan baginya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Allah
26
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, jilid. 8, hal. 46.
27
Wahbah Zuhaily, Tafsir Munir, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), Jilid. 3, hal. 260.
2828
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi,
1382H/1962M), Jilid 8, hal. 44-45.
29
Muhammad Fakhruddin al-Razy, Tafsir Fakhru Razy, (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), jilid.
3, hal. 260.
66
Swt. mengkategorikan orang yang selalu berkata benar sebagai orang yang
bertaqwa.
(٣٣
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.30” (QS. Az-Zumar:
33)
Berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang
berbicara maka haruslah benar menurut standar syariat Islam. Dalam kehidupan
bermasyarakat tidak sedikit orang yang berkata manis, baik dalam tutur kata
maupun isi pembicaraan, tetapi pada kenyataannya orang tersebut berkata tidak
benar atau berbohong. Perbuatan seperti itu tidaklah dibenarkan dalam Islam,
Sunnah.
(٩
“Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah Swt. dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.31”
(QS. An-Nisa: 9)
Kandungan pada ayat 9 surah an-Nisa ini berkaitan dengan ayat
sebelumnya, yaitu masih berkisar tentang para wali (penanggung jawab) dan
orang-orang yang diwarisi, yakni mereka yang dititipi anak yatim. Juga tentang
30
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 8, hal. 441.
31
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 2, hal. 114.
67
anak-anaknya, yaitu dengan halus, baik dan sopan, lalu memanggil mereka
anak yatim agar berkata lembut kepada anak-anak yatim yang diurusnya, namun
tidak berarti bahwa kepada anak yang lain atau kepada orang lain diperbolehkan
untuk berkata kasar dan berbohong, sebab pada dasarnya keharusan untuk berkata
benar dan sopan adalah berlaku bagi semua umat Islam agar memperoleh
terdapat pada surat an-Nisa: 148; al-An’am: 151; al-A’raf: 33; an-N`ahl:
90; al-Mu’minun: 3; an-Nur: 15, 16, 19, 21; al-Furqan: 72; As-Syu’ara:
sebagai berikut:
(١٤٨
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan
terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.”33 (QS. An-Nisa: 148)
32
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi,
1382H/1962M), Jilid 2, hal. 193
33
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 2, hal. 299.
68
Sebab turunnya ayat ini: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa as-
Suddi berkata, “ Ayat ini turun pada Nabi Swa. Ketika seorang kaya
orang fakir tidak menzalimi orang yang kaya. Sedangkan Allah tepat
ingin agar beliau berlaku adil kepada orang yang kaya dan fakir
tersebut.34
adalah bahwa Allah Swt. tidak menyukai ucapan buruk, yakni ucapan
34
Jalaluddin AS-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani,
2008), hal. 206.
35
Imam Jalalain, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), cet. II, jilid. 1,
hal. 401.
69
(١٥١
“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu
oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu
dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan
janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang
nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan
kepadamu supaya kamu memahami(nya).”36 (Al-An’am: 151)
Larangan untuk tidak mendekati perbuatan-perbuatan keji tersebut,
(٣٣
“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji,
baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan
hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa
yang tidak kamu ketahui.37" (Al-Araf: 33)
Sebaliknya Allah Swt menyuruh hamba-Nya agar berlaku adil dan
senantiasa berbuat kebaikan, serta menghindari berbagai kemungkinan
termasuk dalam berbicara:
36
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 3, hal. 271.
37
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, jilid. jilid.3, hal. 394.
70
(٩٠
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”38 (QS.An-Nahl: 90)
Sebaliknya, orang yang mampu menjaga ucapannya dangan baik
sehingga tidak pernah berkata kotor atau berkata keji termasuk katagori
(٣
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tidak berguna.39 (QS.al-Mu’minun: 3)
Ayat tersebut berkaitan dengan ayat sebelumnya yang berbicara
Swt. Bagai mana pun juga orang yang apik dalam tidak pernah menyakiti
orang lain dengan perkataannya, tentu saja tidak akan pernah dimusuhi
Dalam ayat yang lain dinyatakan bahwa berbuat keji tiada lain
bersumber dari syaitan yang selalu berusaha agar manusia terjerumus pada
perbuatan keji tersebut. Oleh karena itu Allah Swt. Melarang hamba-
38
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, jilid. 5, hal. 372.
39
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 6, hal. 470.
71
(٢١
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan,
Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang
keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan
rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu
bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya,
tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.40 (QS.An-Nuur: 21)
Ayat tersebut dengan tegas mengharuskan umatt islam agar tidak
berdoa’ agar bernantiasa dijauhkan dari dari sebagai perbuatan keji, baik
40
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 6, hal. 581.
72
(١٠٥
Itulah ancaman Allah Swt. bagi orang yang suka berbuat bohong,
bahwa mereka dipandang sebagai orang yang tidak beriman. Hal itu
dikarenakan orang yang suka berbohong sama artinya dengan orang yang
tidak mengakui eksistensi Allah Swt. karena merasa tidak ada yang
41
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 5, hal. 390.
42
Muslim bin al-Hajjâj Abu al-Hasan al-Qusyaîrî an-Naisabûri, Sahih Muslim , (Beirût:
Dar al-Fikr, 1993), Juz.1, hal. 90.
73
akibat berita bohong adanya fitnah terhadap Siti Aisyah yang dituduh telah
١٥
(١٦
Siti Aisyah bahwa ia telah dituduh telah berbuat serong dengan laki-laki
lain, sehingga menimbulkan gejolak dikalangan umat Islam saat itu. Berita
sangat besar karena menyangkut nama istri Rosulullah Saw. Oleh karena
43
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid.6, hal. 578.
74
(٧٢
bahwa Islam sangat mencela umat yang suka berbohong atau berkata keji.
Oleh karena itu, setiap muslim hendaklah menjauhi perkataan bohong dan
perkataan keji. Orang yang dikenal sebagai pembohong atau suka berkata
sempit karena orang lain tidak akan bergaul dengan pembohong. Bahkan
perbuatannya.
sepadan dengannya atau yang lebih tua, apalagi jika bergaul dengan orang
ramai di tempat umum. Orang yang tidak tahu sopan santun lupa bahwa
44
Ismail bin Amr bin Katsir al-Dimasyqi Abu al-Fidâ, Tafsir al-Qur’an al-Azhim Ibnu
Katsir , (Beirut: Dar al-Fikr, 1412/1992), Jilid. 3, hal. 334.
45
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid.7, hal. 38.
75
ditemat itu bukanlah dia berdua dengan temannya itu saja yang duduk.
Oleh karena itu, orang yang bersuara keras bukan pada tempatnya
tidak disukai oleh manusia. Maka tidak mengherankan jika suara keledai
berkenaan dengan masalah di atas terdapat pada surat Luqman ayat 19 dan
(١٩)
keledai sangatlah jelek. Oleh karena itu. Orang-orang yang bersuara keras,
46
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 7, hal. 545.
47
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1984), Juzu’:. 21, hal. 135.
76
bersama Rasulullah Saw. ternyata mendapat pujian dari Allah Swt. dan
firman-Nya:
(٣
senang dengan kabar gembira yang saya terima dari Allah dan Rasul-Nya
ini. Saya berjanji tidak akan pernah lagi berbicara lebih keras dari suara
hidup. Begitu pula keharusan untuk menyimak suara Nabi sama dengan
ilmu.50
yang baik kalau disampaikan dengan suara keras yang memekakan tidak
besar khusunya terhadap lawan jenis. Oleh karena itu, dalam Islam
dengan lawan jenis. Sebab, jika hal itu tidak diindahkan, maka akan
membawa kemadhartan.
50
Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1984), Juz. 16, hal. 203.
78
ﻲ
(٣٢
Pada ayat ini Allah memperingatkan kepada istri Nabi Saw bahwa
jika yang dihadapi itu orang-orang fasik atau munafik yang itukad
baiknya di ragukan. 52
hendaklah percakapan itu yang tegas dan sopan, jangan genit. Jangan
51
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 8, hal. 3.
52
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid. 8, hal. 4.
79
kepada semua wanita, tidak hanya kepada para isteri-isteri Nabi saja, tetapi
dalam segi perilaku maupun busana. Oleh karena itu, tidak mengherankan
dari berpakaian yang mengumbar aurat, sebab gaya bicara yang diatur
mengundang gairah seks para kaum lelaki. Begitu pula dalam bernyanyi,
yang manja dan mengundang gairah seks apalagi jika dilakukan dengan
53
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 11, hal. 261.
54
Ismail bin Amr bin Katsir al-Dimasyqi Abu al-Fidâ, Tafsir al-Qur’an al-Azhim Ibnu
Katsir , (Beirut: Dar al-Fikr, 1412/1992), Jilid. 3, hal. 583
55
Yusuf Qardhawi, Problematika Islam Masa Kini, terj. Ahmad Qasim, dkk, (Bandung
Trigenda Karya, 1996), hal.754-755.
80
birahi kepada lak-laki yang kurang kuat iman sehingga mendorong laki-
sering kali bersikap egois dan memihak keluarganya. Untuk itu dinyatakan
bahwa:
(١٥٢
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah
kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji
Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu
ingat.”56(QS. Al-An’am: 152)
Dalam ayat ini mencontohkan tentang salah satu kemungkinan
56
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 3, hal. 268.
81
sosok yang lemah dan terbatas. Maka, kekuatan kerabatnya menjadi sandaran
baginya.
saksi bagi mereka atau dalam memutuskan perkara yang terjadi antara
kerabatnya dengan orang lain. Dalam situasi yang seperti ini, katakanlah yang
benar dan adil, sebab dengan adil akan berdampak positif dalam segala
tindakaan. Jika selalu berkata benar, maka untuk bertindak adil dala kehidupan
benar dan adil, berdasarkan petunjuk dan berpegang kepada Allah semata,
tanpa butuh bantuan terhadap kerabat, dan memperkuat dirinya agar tidak
memilih untuk memenuhi hak kerabat dengan mengalahkan hak Allah karena
Dalam bahasan ini akan dikaji tentang hakikat adil yang sebenarnya. Adil
secara bahasa mustaq dari kata ‘adala, ya’dilu, dan adlan fahuwa ‘adilun.59al-
adl berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan yang satu
57
Syekh Muhammad Muatawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, Terj: Tim terjemah Safir al-
Azhar dkk, (Jakarta: Duta Azhar, 2006), cet. Ke-1, hal. 537.
58
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zilalil-Qur’an, penerjemah: As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2003), Jilid:8, hal. 94.
59
Ibrahim Anis dkk., Mu’jam al-Wasit, tt, tpn, tth, hal. 617.
82
dengan yang lain (al-musawah). Istilah lain dari al-adl adalah al-qisth, al-mitsl,
dan al-mizan.60
banyak arti a.) Tidak berat sebelah, tidak memihak, b.) berpihak pada yang
wenang.61
baik dari segi nilai, maupun dari segi ukuran sehingga sesuatu itu menjadi tidak
berat sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Dengan kata lain adil berarti
berpihak atau berpegang kepada kebenaran. Ada juga yang mengartikan dengan
diantaranya: al-‘adl, al-Qist dan al-Mizan. Kata ‘adl yang ada dalam berbagai
bentuk terulang 28 kali, kata ‘adl sendiri disebutkan 13 kali yakni pada QS al-
Baqarah: 48, 123, 282 (dua kali), QS an-Nisa: 58, QS al-Maidah: 95 (dua kali)
at-Thalaq: 2.63
saat ini, salah satu elemen yang tak bisa diabaikan dalam penegakkan keadilan
adalah saksi. Penyebutan diri sendiri orang tua dan kerabat dalam ayat ini
60
Abdul Aziz Dahlan(ed), “Ensiklopedi Hukum Islam”, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeva,
1999), vol. 4, hal. 25-26.
61
Depdikbud, Departemen Pendidikan dan Budaya, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 8.
62
Abdul Aziz Dahlan (ed), vol.1, hal. 25-26.
63
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Perbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan, 1999), hal. 110-127.
83
mengandung makna yang sangat dalam dan tegas. Hal itu karena tentunya tiap
orang mencintainya.
Rasa cinta dan sayang pada diri sendiri inilah yang biasanya menghalangi
baginya. Begitu besar cinta dan sayang pada orang tua dan karib kerabat
orang lain dibanding orang tua atau keluarganya. Inilah fenomena yang umum
di masyarakat kita saat ini. Banyak orang yang enggan bahkan bersaksi palsu
Di lain pihak ada juga yang enggan menegakkan keadilan atau kesaksian
karena benci terhadap seseorang atau kepada suatu kaum sehingga berlaku
curang karena kebencian pada seseorang atau kepada suatu kaum tersebut. Allah
ayat 8:
ﻻ
(٨
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak
keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan.”64(Q.S
Al-Maidah: 8)
64
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet.
Ke-3, Jilid. 2, hal. 364.
84
keadilan walau terhadap keluarga, ibu, bapak, dan dirinya, bahkan terhadap
musuhnya sekalipun. Keadilan pertama yang dituntut adalah dari dirinya sendiri
dan terhadap dirinya sendiri, yakni dengan cara meletakkan syahwat dan
amarahnya sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal dan agama.
65
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol. 4, hal. 337-338.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
perhatian sangat besar dalam agama Islam dan mengarahkannya agar setiap muslim
memakai etika islami dalam berkomunikasi. Hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya
ayat-ayat yang berkaitan dengan etika komunikasi, baik dalam Al-Qur’an maupun
hadits. Hanya saja, penelitian hanya memfokuskan pada etika komunikasi menurut al-
Qur’an sesuai dengan judul skripsi ini, sehingga hasilnya pun banyak didasarkan pada
perilaku manusia dalam menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang yang tidak
berarti dan akan membawa kemudaratan baginya didunia dan diakhirat. Etika
dalam Al-Qur’an mempunyai aturan yang sangat dalam, maka hal tersebut
menjadi sebuah etika yang sakral dan tidak terbantahkan. Isi al-Qur’an
mengandung seruan moral bertujuan untuk menata tatanan sosial supaya lebih
2. Isi pembicaraan harus benar, tidak boleh berkata bohong dan salah (bathil,
meskipun itu kerabat sendiri, Keharusan untuk berkomunikasi dengan baik atau
kalimat yang buruk, diantara perkataan yang baik adalah, Perkataan yang mulia,
Perkataan yang mudah dicerna, Perkataan yang lembut, Perkataan yang ma’ruf
(membangun).
B. Saran-saran
dalam berkomunikasi. Hanya saja, ada yang mau memakai etika tersebut dan ada yang
Penelitian ini sangatlah sederhana dan belum optimal, namun diyakini akan dapat
dalam berkomunikasi. Tentu saja, disarankan pula untuk membaca literatur lainnya
yang berkaitan dengan etika komunikasi, supaya pengetahuan tentang etika komunikasi
DAFTAR PUSTAKA
Abiddin, Djamaludin, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, Jakarta: Gema Insani Press,
1996.
Abu al-Fidâ, Ismail bin Amr bin Katsir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-Azhim Ibnu
Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak) terjemahan, Jakarta: Bulan Bintang: 1996, cet.
Ke-7.
Amir, Mafri, Etika Komunikasi Masa dalam Pandangan Islami, Jakarta: PT Logos
Amrullah, Abdul Malik Karim. (Hamka), Prof, Dr, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka
Ayyub, Hassan, Etika Islam Menuju Kehidupan Yang Hakiki, Trigenda Karya,
Bandung, 1994.
al-‘Asqâani, Ahmâd bin ‘Ali bin Hajar al-Fadhl, Fath al-Bari, Beirut: Dar al-
Ma’rifah, 1379.
87
al-Bukhârî, Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah, Sahîh Bukhâri, Beirût: Dar Ibn
Katsîr, 1407H/1987M.
al-Dzahabî, Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmân, Tadzkiroh al-Huffaz, Beirut: Dar
al-Ghâzâli, Muhammad bin Muhammad Abû Hâmid, ‘Ihya ‘Ulûm al-Dîn, Terj. Drs.
al-Marâghi, Ahmad Mustafâ, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk,
al-Nawâwi, Abu Zakariyâ Yahya bîn Syâraf, Syarh al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim
al-Qurtubî, Muhammad bin Yâzid bin Jârir, Tafsir al-Qurtubi, Beirut: Dar al-Fikr,
1405H/1984M.
al-Râzy, Muhammad Fâkhrûddin, Tafsir Fakhru Razy, Beirut: Dar al-Fikr, 1990.
an-Naisâbûri, Muslim bin al-Hâjjâj Abu al-Hasan al-Qusyaîrî, Sahih Muslim , Beirût:
Katsir, Terj. Drs. Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, cet. Ke-1,
88
Dahlan(ed), Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeva,
1999.
Departemen Pendidikan dan Budaya, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1996.
Effendi, Onong Ochjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Rosda
karya, 1997.
Prima, 2002.
Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999, cet. Ke-1.
Ilyas, Yunahar, Drs. Lc. MA, Kuliah Akhlaq, Yogyakarta. LPPI UMY, 1999.
Jalalain, Imam, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995, cet. Ke-2.
Liliweri, Alo, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1994.
Hude, H.M. Darwis, dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, Jakarta: Penerbit
Muis, Andi Abdul, Prof, Dr, SH, Komunikasi Islam, Bandung: PT Remaja
Nasution, Ahmad Sayuti Ansari, Diklat Dasar-dasar ilmu Fonetik, UIN Jakarta,
2003.
Nasuhi, Hamid, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi),
Bandung. 1996.
Mizan, 1994.
---------, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Hati, 2002.
Sya’rawi, Syekh Muhammad Muatawalli, Tafsir Sya’rawi, Terj. Tim terjemah Safir
Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 2009, Cet.
Ke-3.
Ulfah, Eneng Maria, “Etika Menjaga Lisan dalam Al-Qur’an.” Skripsi S1 Fakultas
Widjaja, A.W, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: Bina Aksara, 1988.