Вы находитесь на странице: 1из 35

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Nama pasien : Tn. S

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 19 tahun

Agama : Islam

Alamat : Parimo

Suku : Marantale

Pendidikan terakhir : SMP

Status pernikahan :-

Tanggal pemeriksaan : kamis, 12 november 2015

Tempat pemeriksaan : RS Madani , Bangsal mangga

LAPORAN PSIKIATRIK

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
bicara tidak nyambung
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang laki-laki 19 tahun MRS karena bicara tidak nyambung dan
mengancam sekitarnya. dialami sejak 1 minggu yang lalu. Kejadian ini
berawal ketika pasien tidak lagi pulang kerumah. Keluarga pasien
kemudian menjemputnya di sekolahnya. Saat dihubungi, pasien
mengaku ada di sail tomini bersama teman-temannya. Pasien
mengatakan tidak perlu di jemput karna akan pulang bersama
temannya. Pada malam hari, keluarga pasien kemudian ditelpon oleh
polisi setempat karena membuat kegaduhan di sail tomini. Dari pihak
kepolisian mencurigai pasien menggunakan zat psikoaktif, yang

1
ditandai dengan peraaan mudah tersinggung, inggin mengajak polisi
berkelahi, dan bicara sendiri dan pembicaraan yang tidak relevan lagi.
Keluarga pasien kemudian membawa pasien ke badan narkotika
setempat. Sesampainya di badan narotika setempat, keluarga pasien
kemudian mendapat penjelasan bahwa pasien membutuhkan
penanganan di bidang kejiwaan segera mungkin . Keluarga pasien
kemudian membawa pasien ke rumah sakit. Sebelumnya, keluarga
pasien memang menyadari adanya perubahan perilaku pasien yang
sulit diatur, dan lebih betah berada diluar rumah.

 Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial (+)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Penggunaan Waktu Senggang (+)
 Faktor Stressor Psikososial
Tidak ditemukan stresor psikososial
 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya
tidak ada
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya.
a. Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit internus dan neurologi
b. Riwayat penggunaan zat, menggunakan shabu sejak tahun 2013
dikenalkan oleh teman, awal pemakaian shabu digunakan paket
100 ribu dikomsumsi bersama sama dgn temannya, lama kelamaan
dikonsumsi sendiri . Shabu digunakan bisa seminggu 3-4 kali
pemakaian , terakhir konsumsi 3 hari sebelum masuk kerumah
sakit . Riwayat pemakaian THD sejak tahun 2002 , awalnya
digunakan 1 biji per hari lama kelamaan digunakan sampai 5 biji
perhari , terakhir konsumsi thd 1 minggu sebelum masuk RS.
Riwayat merokok sejak umur 12 tahun , awalnya hy ikut ikutan
teman saat ini bisa merokok sehari 1 bungkus.

2
c. Riwayat psikiatri sebelumnya tidak ada

D. Riwayat Kehidupan Peribadi


 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal dan cukup bulan. Ibu pasien tidak pernah
sakit berat selama kehamilan. Pasien mengalami gejala
kejang demam saat lahir, berlangsung selama 6 bulan.

 Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)


Pasien mendapatkan ASI dari ibunya hingga 2 tahun, pertumbuhan
dan perkembangan sesuai umur, tidak ada riwayat kejang, trauma
atau infeksi pada masa ini. Pasien mendapatkan kasih sayang dari
orang tua.

 Riwayat Masa Pertengahan (3-11 tahun)


Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan
perkembangan baik. Pasien masuk sekolah dasar di kampungnya
sesuai usianya. Pasien memiliki bakat yang menonjol dan
didukung oleh keluarga.
 Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja. ( 12-18 tahun)
Pasien pernah ketinggalan kelas saat SMP. Pasien melanjutkan
pendidikan sampai SMA. Pasien memiliki fungsi kognitif yang
sesuai, memiliki teman, aktif, dan pernah pacaran selama masa
sekolah.

 Riwayat Masa Dewasa (> 18 tahun )


a. Riwayat pendidikan

3
Pasien hanya tamatan SMP

b. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah
c. Riwayat pekerjaaan
Pasien bekerja sebagai petani, kadang juga bekerja sebagai
buruh bangunan
d. Riwayat Agama
Pasien merupakan pribadi yang taat beragama.
e. Riwayat militer
Tidak ada riwayat militer dan tidakan kriminal.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien merupakan anak terakhir dari 3 bersaudara. Hubungan dengan ayah dan ibu
baik. Hubungan dengan saudara baik. Tidak ada riwayat menderita penyakit yang
sama dalam keluarga .
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama orang tuanya, bekerja sebagai petani me

G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan.


Pasien merasa sehat dan sudah membaik. Jika keluar dari rumah sakit,
pasien ingin melakukan keributan lagi dimana ia tinggal.
II. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
 Penampilan:
Tampak seorang laki -laki remaja memakai kemeja
merah lusuh dan kebesaran, celana training warna
hitam. Postur tinggi badan pasien sekitar 160 cm, rambut
hitam tampak terurus, tampakan wajah pasien sesuai dengan
umurnya. Perawakan kurus. Perawatan diri baik.
 Kesadaran: Baik
 Perilaku dan aktivitas psikomotor : gelisah

4
 Pembicaraan : Spontan, intonasi tinggi dan kadang menjawab
tidak sesuai pertanyaan dan byk bicara
 Sikap terhadap pemeriksa : tidak kooperatif

B. Keadaan afektif
 Mood : disforik
 Afek : inapropiate
 Keserasian : tidak serasi
 Empati : tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
 Daya konsentrasi : baik
 Orientasi : Baik
 Daya ingat
Jangka Pendek : Baik
Jangka sedang : Baik
Jangka Panjang : Baik
 Pikiran abstrak : Baik
 Bakat kreatif : membuat kerajinan dari rotan
 Kemampuan menolong diri sendiri : baik

D. Gangguan persepsi
 Halusinasi : auditorik berupa suara laki laki yg kadang
menyuruh untuk melakukan sesuatu
 Ilusi : Tidak ada
 Depersonalisasi : Tidak ada
 Derealisasi : Tidak ada

E. Proses berpikir

5
 Arus pikiran :
A.Produktivitas : berlebih
B. Kontinuitas : kadang irelevan,asosiasi longgar
C. Hendaya berbahasa : Tidak ada
 Isi Pikiran
A. preokupasi : tidak ada
B. Gangguan isi pikiran : waham curiga berupa curiga ada
yang ingin melukai dirinya dengan cara mengguna-gunainya

F. Pengendalian impuls
terganggu

G. Daya nilai
 Norma sosial : terganggu
 Uji daya nilai : terganggu
 Penilaian Realitas : terganggu

H. Tilikan (insight)
Derajat I

I. Taraf dapat dipercaya


dapat dipercaya
III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
STATUS INTERNUS :
Keadaan umum tampak tidak sakit,kesadaran komposmentis,TD 120/80
mmHg, nadi 80 x/menit, frekwensi pernapasan 20 x/menit, suhu tubuh
afebris,konjunctiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, ekstremitas dalam
batas normal.

6
III. STATUS NEUROLOGIK :
Gejala rangsang selaput otak (-), pupil bulat & isokor diameter 2,5 mm,
refleks cahaya langsung/tidak langsung +/+, nn. Cranialis lain dalam batas
normal, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi susunan saraf otonom, &
refleks fisiologis juga dalam batas normal, tidak ditemukan refleks
patologis.
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang laki-laki 17 tahun MRS karena bicara tidak jelas dan mengancam
sekitarnya. Kejadian ini berawal ketika pasien tidak lagi pulang kerumah.
Keluarga pasien kemudian menjemputnya di sekolahnya. Saat dihubungi,
pasien mengaku ada di sail tomini bersama teman-temannya. Pasien
mengatakan tidak perlu di jemput karna akan pulang bersama temannya.
Pada malam hari, keluarga pasien kemudian ditelpon oleh polisi setempat
karena membuat kegaduhan di sail tomini. Riwayat penggunaan zat,
menggunakan shabu sejak tahun 2013 dikenalkan oleh teman, awal
pemakaian shabu digunakan paket 100 ribu dikomsumsi bersama sama
dgn temannya, lama kelamaan dikonsumsi sendiri . Shabu digunakan bisa
seminggu 3-4 kali pemakaian , terakhir konsumsi 3 hari sebelum masuk
kerumah sakit . Riwayat pemakaian THD sejak tahun 2002 , awalnya
digunakan 1 biji per hari lama kelamaan digunakan sampai 5 biji perhari ,
terakhir konsumsi thd 1 minggu sebelum masuk RS. Riwayat merokok
sejak umur 12 tahun , awalnya hy ikut ikutan teman saat ini bisa merokok
sehari 1 bungkus. Pada pemeriksaan status mental, t ampak
seorang anak laki-laki kemeja merah kebesaran lusuh dan
kebesran, celana panjang hitam. Postur tinggi badan pasien sekitar
160 cm, rambut hitam tampak terurus, tampakan wajah pasien sesuai
dengan umurnya. Perawakan kurus. Perawatan diri baik. Perilaku dan
aktivitas psikomotor : gelisah Pembicaraan : Spontan, intonasi tinggi dan
kadang menjawab tidak sesuai pertanyaan dan byk bicara. Sikap terhadap
pemeriksa : tidak kooperatif , mood disforik, Afek inapropiate, Keserasian
tidak serasi, Empati tidak dapat dirabarasakan, Halusinasi auditorik

7
berupa suara laki laki yg kadang menyuruh untuk melakukan sesuatu dan
terdapat waham curiga, norma sosisla, uji daya nilaian dan penilaian
realitas terganggu, Tilikan I.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I
 Berdasarkan alloanamanesa dan auto anamnesis ditemukan
adanya pasien bicara tidak nyambung, mengancam orang lain,
sehingga menimbulkan distres (penderitaan)bagi dirinya dan
orang lain dan juga menimbulkan dissability (hendaya) maka
pasien dikatakan mengalami gangguan jiwa
 Berdasarkan autoanamnesis dan pemeriksaan status ditemukan
adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa halusinasi
auditorik dan waham curiga, maka pasien dapatdikatakan
mengalami gangguan jiwa psikotik
 Pada pemeriksaan autoanamnesis dan pemeriksaan status
mental ditemukan adanya riwata penggunaan zat shabu,thd dan
rokok serta terdapat halusinasi auditorik dan waham curiga,
maka berdasarkan PPDGJ III daat didiagnosa Gangguan
Mental dan Perilaku akibat penggunaan zat multipel dan
penggunaan zat psikoaktif lainnya (F.19)

 Aksis II
Gangguan kepribadian antisosial
 Aksis III
Tidak ditemukan diagnosis karena tidak ada ditemukan gangguan
organic.

 Aksis IV
Tidak ditemukan stresor psikososial.

 Aksis V
GAF scale 50-41 ( gejala berat (serious) disabilitas berat).

VI. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik

8
Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien
memerlukan psikofarmaka.
 Psikologik
Ditemukan adanya masalah/ stressor psikososial sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.
f. Sosiologik
Terdapat kesulitan dalam berinteraksi yang disebabkan kurangnya
pemahaman pada keluarga dan masyarakat mengenai gangguan
yang di alami.

VII. PROGNOSIS
Dubia

Faktor yang penunjang :


a. Onset akut
b. Dukungan dari keluarga
Faktor Penghambat :
a. Umur muda
b. Belum menikah
c. stresor psikososial tidak jelas
d. Terdapat riwayat penggunaan zat
e. Terdapat gangguan kepribadian anti sosial

VIII. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi :

 Risperidone 2 mg 2 X 1
 Psikoterapi suportif

 Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega

9
 Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol
dan minum obat dengan rutin.
 Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat
sembuh (penyakit terkontrol).
 Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam
lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri.

 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif
untuk membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan
kunjungan berkala.

IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit
serta menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan
munculnya efek samping obat yang diberikan.
X. PEMBAHASAN
1. Napza
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah
bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya
karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA.

Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan


kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari
sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sering disebut juga

10
sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga
menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.

2. Narkoba
NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan
berbahaya. Istilah ini sangat populer di masyarakat termasuk media
massa dan aparat penegak hukum yang sebetulnya mempunyai makna
yang sama dengan NAPZA. Ada juga menggunakan istilah Madat
untuk NAPZA Tetapi istilah Madat tidak disarankan karena hanya
berkaitan dengan satu jenis Narkotika saja, yaitu turunan Opium.

B. JENIS NAPZA YANG DISALAHGUNAKAN

1. NARKOTIKA
Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika, NARKOTIKA adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-golongan :
 Narkotika Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai
potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh :
heroin/putauw, kokain, ganja).
 Narkotika Golongan II :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : morfin, petidin)
 Narkotika Golongan III :

11
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein).
2. Psikotropika
Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
Yang dimaksud dengan PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
PSIKOTROPIKA dibedakan dalam golongan-golongan sebagai
berikut :
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN I : Psikotropika yang hanya dapat
digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN II : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu
pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN III : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam,
bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam,
seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).
3. Zat adiktif lainnya

12
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
 Minuman berakohol, Mengandung etanol etil alkohol, yang
berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi
bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu.
Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika,
memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3
golongan minumanberakohol, yaitu :
o Golongan A: kadar etanol 1-5%, (Bir)
o Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
o Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW,
Manson House, Johny Walker, Kamput.)
 Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah
menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai
barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin.
Yang sering disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus
cat kuku, bensin.
 Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat
luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di
masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja,
harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan
alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain
yang lebih berbahaya.

Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan


sebagai berikut :

 Sama sekali dilarang : Narkotoka golongan I dan Psikotropika


Golongan I.
 Penggunaan dengan resep dokter: amfetamin, sedatif hipnotika.
 Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
 Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.

13
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA
dapat digolongkan menjadi tiga golongan :

1. Golongan Depresan (Downer)


Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas
fungsional tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang,
pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri.
Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein),
Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti
cemas) dan lain-lain.
2. Golongan Stimulan(Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya
menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini
adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain.

3. Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan
daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat
terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis.
Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin

C. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN

Penyalahgunaan dan Ketergantungan adalah istilah


klinis/medik-psikiatrik yang menunjukan ciri pemakaian yang bersifat
patologik yang perlu di bedakan dengan tingkat pemakaianpsikologik-
sosial, yang belum bersifat patologik

Penyalahgunaan Napza adalah penggunaan salah satu atau


beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi
medis,sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan
gangguan fungsi sosial.

14
Ketergantungan Napza adalah keadaan dimana telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah
NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya
dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal
symptom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA
yang dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan
kegiatannya sehari-hari secara “normal”

D. TINGKAT PEMAKAIAN NAPZA

 Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA


yang tujuannya ingin mencoba,untuk memenuhi rasa ingin tahu.
Sebagian pemakai berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut
pada tahap lebih berat.
 Pemakaian sosial/rekreasi (social/recreational use) : yaitu
pemakaian NAPZA dengan tujuan bersenang-senang,pada saat
rekreasi atau santai. Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap
ini,namun sebagian lagi meningkat pada tahap yang lebih berat
 Pemakaian Situasional (situasional use) : yaitu pemakaian pada saat
mengalami keadaan tertentu seperti ketegangan, kesedihan,
kekecewaaqn, dan sebagainnya, dengan maksud menghilangkan
perasaan-perasaan tersebut.
 Penyalahgunaan (abuse): yaitu pemakaian sebagai suatu pola
penggunaan yang bersifat patologik/klinis (menyimpang) yang
ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tak mapu mengurangi atau
menghentikan, berusaha berulang kali mengendalikan, terus
menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh. Keadaan ini akan
menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang ditandai
oleh : tugas dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan
baik,perilaku agresif dan tak wajar, hubungan dengan kawan
terganggu, sering bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum atau
kriminal dan tak mampu berfungsi secara efektif.

15
 Ketergantungan (dependence use) : yaitu telah terjadi toleransi dan
gejala putus zat, bila pemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi
dosisnya. Agar tidak berlanjut pada tingkat yang lebih berat
(ketergantungan), maka sebaiknya tingkat-tingkat pemakaian tersebut
memerlukan perhatian dan kewaspadaan keluarga dan masyarakat.
Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan pada keluarga dan masyarakat.

E. PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA

Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat


interaksi antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan
dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab
tunggal (single cause) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
penyalagunaan NAPZA adalah sebagian berikut :

1. Faktor individu :

Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat


pada masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan
biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu
yang rentan untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja
dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi
penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara lain :

o Cenderung membrontak dan menolak otoritas


o Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti
Depresi,Cemas, Psikotik, keperibadian dissosial.
o Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku
o Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan
memiliki citra diri negatif (low self-esteem)
o Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif
o Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran
o Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)

16
o Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambang
keperkasaan dan kehidupan modern.
o Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.
o Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”
o Kurang menghayati iman kepercayaannya

2. Faktor Lingkungan :

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan


pergaulan baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun
masyarakat. Faktor keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut
menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna
NAPZA antara lain adalah :

a. Lingkungan Keluarga

o Komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif


o Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga
o Orang tua otoriter atau serba melarang
o Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
o Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
o Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam
keluarga
o Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna NAPZA

b. Lingkungan Sekolah

o Sekolah yang kurang disiplin


o Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA
o Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan diri secara kreatif dan positif
o Adanya murid pengguna NAPZA

c. Lingkungan Teman Sebaya

o Berteman dengan penyalahguna


o Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar

17
d. Lingkungan masyarakat/sosial

o Lemahnya penegakan hukum


o Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung

3. Faktor Napza

 Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga “terjangkau”


 Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk
dicoba
 Khasiat farmakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan
nyeri, menidurkan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain.

Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selau membuat


seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi makin
banyak faktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang
menjadi penyalahguna NAPZA.

Gangguan Berhubungan dengan Penggunaan Zat Inhalan


Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
edisi keempat (DSM-IV), kategori gangguan berhubungan dengan
inhalan memasukkan sindrom psikiatrik yang disebabkan oleh
penggunaan oleh pelarut, lem, perekat, bahan pembakar aerosol,
pengencer cat, dan bahan bakar. Senyawa aktif dalam bahan inhalan
tersebut adalah toluene, acetone, benzene, trichloroethylene, 1,2-
dichloropropane, dan hidrokarbon berhalogen. DSM-IV secara
spesifik mengeluarkan gas-gas anestetik (contoh, nitrogen oksida dan
ether) dan nitrit kerja cepat (contoh, amylnitrite) dari gangguan
berhubungan denan inhalan, DSM-IV mengklasifikasikannya sebagai
gangguan berhubungan dengan zat lain (atau tidak diketahui).
a. Epidemiologi
Zat inhalan tersedia secara legal, tidak mahal, dan mudah
didapatkan. Ketiga faktor tersebut berperan pada pemakaian inhalan

18
yang tinggi diantara orang-orang miskin dan orang-orang muda. Pada
tahun 1991, kira-kira 5 persen dari total populasi di Amerika Serikat
telah menggunakan inhalan sekurangnya satu kali, dan kira-kira 1
persen pemakai sekarang ini. Di antara orang dewasa yang berusia 18-
25 tahun, 11 persen pernah menggunakan inhalan sekurangnya satu
kali dan 2 persen merupakan pemakai sekarang ini. Diantara pemuda
yang berusia 12-17 tahun, 7 persen pernah menggunakan inhalan
sekurangnya satu kali, dan 2 persen merupakan pemakai sekarang ini.
Dalam suatu penelitian, terhadap pelahjar sekolah menengah ke atas,
18 persen dilaporkan telah menggunakan inhalan dalam bulan
sebelumnya. Suatu data menyatakan bahwa di Amerika Serikat,
pemakai inhalan lebih sering pada masyarakat di pinggiran perkotaan
daripada masyarakat perkotaan.
Pemakaian inhalan berjumlah 1 persen dari semua kematian
yang berhubungan dengan zat dan kurang dari 0,5 persen dari semua
kunjungan ruang gawat darurat yag berhubungan dengan zat. Kira-
kira 20 persen kunjungan ke ruang gawat darurat oleh pemakai
inhalan dilakukan oleh orang yang perusia kurang dari 18 tahun.
Penggunaan inhalan diantara remaja paling sering pada mereka yang
mempunyai orangtua atau saudara kandung lainnya yang
menggunakan zat yang ilegal. Penggunaan inhalan di kalangan remaja
juga dihubungkan dengan gangguan onduksi atau gangguan
kepribadian anti-sosial.
b. Neurofarmakologi
Inhalan biasanya dilepaskan ke dalam paru-paru dengan
menggunakan suatu tabung, kaleng, atau kantung plastik, atau dengan
suatu kain yang direndam dengan inhalan. Pemakai dapat
menghirupinhalan melalui hidung atau menyedot inhalan melalui
mulut. Kerja umum inhalan adalah sebagai depresan sistem saraf
pusat. Toleransi terhadap inhalan tidak terjadi, walaupun gejala

19
pemutusan inhalan biasanya sangat ringan dan tidak diklasifikasikan
sebagai gangguan dalam DSM-IV.
Inhalan sangat cepat diserap melalui paru-paru dan cepat dikirim
ke otak. Efeknya tampak dalam 5 menit dan bertahan hingga 30 menit
sampai beberapa jam. Tergantung pada zat inhalan dan dosisnya.
Konsentrasi darah dari banyak zat inhalan meningkat jika digunakan
dalam kombinasi dengan alkohol, kemungkinan karena kombinasi
untuk enzim hepatik. Walaupun kira-kira seperlima zat inhalan
diekskresikan oleh paru-paru dalam bentuk yang tidak berubah,
sisanya dimetabolisme oleh hati. Inhalan dalam hati dapat terdeteksi
dalam darah selama 4 sampai 10 jam setelah penggunaannya, dan
sampel darah harus diambil di ruang gawat darurat jika dicurigai
penggunaan inhalan.
Inhalan menimbulkan efek farmakodinamik spesifik yang tidak
dimengerti dengan baik. Karena efeknya biasanya mirip dengan efek
depresan pada sistem saraf pusat (contoh etanol, barbiturat, dan
benzodiazpine), beberapa peneliti menyatakan bahwa inhalan beerja
melalui suatu peningkatan sistem gamma-aminobutyric acid (GABA).
c. Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk intoksikasi inhalan :
A. Pemakaian inhalan volatil yang disengaja dan belum lama atau
pemaparan dengan inhalan volatil jangka pendek dan dosis tinggi
(termasuk gas anestetik dan vasodilator kerja cepat)
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara
klinis (misalnya kenakalan, penerangan, apati, gangguan
pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang
berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian atau pemaparan
dengan inhalan volatil.
C. Dua (atau lebih) tanda berikut, yang berkembang selama, atau segera
setelah, pemakaian atau pemaparan dengan inhalan
(1). Pusing

20
(2). Nistagmus
(3). Inkoordinasi
(4). Bicara cadel
(5). Gaya berjalan tidak mantap
(6). Letargi
(7). Depresi refleks
(8). Retardasi Psikomotor
(9). Tremor
(10). Kelemahan otot umum
(11). Pandangan Kabur atau diplopia
(12). Stupor atau koma
(13). Euforia
D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.
Beberapa gangguan yang berhubungan dengan inhalan :
1. Ketergantungan dan penyalahgunaan inhalan
Sebagian besar orang mungkin menggunakan inhalan untuk jangka
waktu singkat tanpa menimbulkan pola penggunaan jangka panjang
yang berakibat ketergantungan dan penyalahgunaan. Namun,
ketergantungan dan penyalahgunaan dapat terjadi.
2. Intoksikasi Inhalan
Keadaan intoksikasi inhalan sering ditandai dengan apati,
penurunan fungsi sosial dan okupasional, daya nilai terganggu, serta
perilaku impulsif atau agresif, dan dapat disertai mual, anoreksia,
nistagmus, refleks terdepresi, dan diplopia. Pada dosis tinggi dan
pajanan jangka panjang, status neurologis pengguna dapat berlanjut
menjadi stupor dan tidak sada, dan seseorang mungkin kemudian
menjadi amnesik selama periode intoksikasi.

d. Gambaran klinis

21
Pada dosis awal, inhalan dapat menyebakan disinhibisi serta
dapat menimbulkan perasaan euforia dan eksitasi serta sensasi
mengambang yang menyenangkan. Dosis tinggi inhalan dapat
menyebabkan gejala psikologis ketakutan, ilusi sensorik, halusinansi,
serta distorsi ukuran tubuh. Gejala neurologis dapat mencakup bicara
cadel, penurunan kecepatan bicara, dan ataksia.
e. Pengobatan
Biasanya, penggunan inhalan adalah relatif singkat dalam
kehidupan sesenan baheorang. Orang tersebut menghentikan aktivitas
menggunakan zat atau pindah ke zat lain. Identifikasi penggunaan
inhalan pada seorang remaja adalah indikasi bahwa remaja tersebut
harus mendapatkan konseling dan pendidikan tentang masalah umum
penggunaan zat. Adanya diagnosis penyerta gangguan konduksi atau
gangguan kepribadian anti sosial harus mengarahkan dokter untuk
menilai situasi dengan mendalam karena adanya peningkatan
kemungkinan bahwa remaja tersebut akan menjadi semakin terlibat
dalam penggunaan zat. Tetapi pada sebagian besar orang dengan
penyalah gunaan inhalan adalah orang lanjut usia dan cacat yang
memerlukan intervensi sosial yang nyata sebagai bagian dari
pendekatan pengobatan.
Intoksikasi inhalan biasanya tidak memerlukan perhatian medis
dan bisa sembuh spontan. Namun, efek intoksikasi seperti koma,
bronkospasme, larigospasme, aritmia jantung, trauma atau luka bakar
memerlukan tindakan cepat. Penanganan agresif terhadap penyulit
yang mengancam nyawa bersama dengan penatalaksanaan konservatif
intoksikasi sudah cukup memadai.

Gangguan Berhubungan dengan Penggunaan Alkohol

22
Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan
di dunia, dan tidak ada obat lain yang dipelajari sebanyak alkohol.
Dari segi kimiawi, alkohol merupakan suatu senyawa kimia yang
mengandung gugus OH. Alkohol dalam masyarakat umum mengacu
kepada etanol atau grain alkohol. Etanol dapat dibuat dari fermentasi
buah atau gandum dengan ragi.

Istilah alkohol sendiri pada awalnya berasal dari bahasa Arab


“Al Kuhl” yang digunakan untuk menyebut bubuk yang sangat halus
yang biasanya dipakai untuk bahan kosmetik khususnya eyeshadow.
Sejak 5000 tahun yang lalu alkohol digunakan sebagai minuman
dengan berbagai tujuan, seperti sarana untuk komunikasi transedental
dalam upacara kepercayaan dan untuk memperoleh kenikmatan.

Alkohol bersifat depresan terhadap sistem saraf pusat dengan


menghambat aktivitas neuronal. Ini berakibat hilangnya kendali diri
dan mengarah kepada keadaan membahayakan diri sendiri maupun
orang disekitarnya. Diperkirakan alkohol menjadi penyebab 25%
kunjungan ke Unit Gawat Darurat rumah sakit.1 Alkohol dapat
menyebabkan komplikasi yang serius dalam menangani dan
mengobati pasien trauma. Interaksi antara alkohol dengan obat lainnya
dapat terjadi, sehingga harus diperhitungkan secara hati-hati
penggunaannya dalam obat, operasi, maupun obat anestesi. Akibat
penggunaan alkohol dapat muncul masalah kesehatan lainnya seperti
gangguan hati, cardiomyopati, gangguan pembekuan darah, gangguan
keseimbangan cairan, hingga ketergantungan terhadap alkohol. Ini
akan menyebabkan perlunya pertimbangan yang lebih matang dalam
menangani pasien dengan Alkohol.

Mengidentifikasi permasalahan yang dapat timbul akibat


penggunaan alkohol pada pasien yang memerlukan pembedahan pada
saat perioperatif merupakan suatu tantangan bagi dokter, terutama ahli

23
bedah dan anestesi. Setelah diiidentifikasi, masalah pada pasien dapat
ditangani dengan lebih efektif untuk meningkatkan outcome dari
pembedahan dan mengurangi efek samping yang dapat terjadi.

Epidemiologi
Sekitar 14 juta warga Amerika termasuk dalam kriteria
alkoholism, membuatnya sebagai peringkat ketiga penyakit yang
memerlukan kunjungan ke psikiater dan menghabiskan lebih dari 165
miliar dolar amerika setiap tahunnya akibat penurunan produksi kerja,
kematian, dan biaya pengobatan langsung. Diantara mereka 10%
wanita dan 20% pria termasuk dalam kriteria penyalahgunaan alkohol,
sedangkan 3-5% wanita dan 10% pria dimasukkan dalam
ketergantungan alkohol.
Usia 13-15 tahun merupakan usia yang berisiko dimana pada
usia tersebut remaja mulai menjadi peminum. Pengkonsumsi alkohol
terbanyak berkisar pada usia 20-35 tahun.2 Penelitian pada sebuah
sekolah di Amerika menunjukkan bahwa siswa kulit putih
mengkonsumsi alkohol terbanyak, siswa kulit hitam merupakan
peminum yang paling sedikit, dan siswa Hispanic berada diantaranya.
Survey memfokuskan kepada masalah yang dihadapi oleh 4.390 siswa
dimana hampir 80% dilaporkan menjadi peminuman saat pesta. Lebih
dari 50% mengaku Alkohol menyebabkan mereka merasa sakit,
kehilangan sekolah maupun pekerjaan, ditahan polisi, atau mengalami
kecelakaan lalu lintas.
Pria dilaporkan mengkonsumsi alkohol lebih banyak
dibandingkan wanita. Wanita mulai mengkonsumsi alkohol lebih
lambat dibandingkan pria. Namun wanita lebih cepat menjadi
alkoholik karena rendahnya kadar air dalam tubuh dan tingginya
lemak pada wanita dibandingkan pria.2 Karena tingginya kadar
alkohol, wanita memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami

24
gangguan kesehatan yang berkaitan dengan alkohol seperti cirosis,
cardiomiopaty, dan atropi otak.
Kimiawi Alkohol
Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum
untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH)
yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom
hidrogen dan/atau atom karbon lain.3 Rumus kimia umum alkohol
adalah CnH2n+1OH. Alkohol dapat dibagi kedalam beberapa
kelompok tergantung pada bagaimana posisi gugus -OH dalam rantai
atom-atom karbonnya. Kelompok-kelompok alkohol antara lain
alkohol primer, sekunder, dan tersier. Titik didih alkohol meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah atom karbon.
Alkohol murni tidaklah dikonsumsi manusia. Alkohol sering
dipakai untuk menyebut etanol, yaitu minuman yang mengandung
alkohol. Hal ini disebabkan karena memang etanol yang digunakan
sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup
alkohol lainnya. Bahan ini dihasilkan dari proses fermentasi gula yang
dikandung dari malt dan beberapa buah-buahan seperti hop, anggur
dan sebagainya.
Setiap Negara memiliki aturan yang membahas kadar alkohol
dalam darah yang masih ditolerir demi keamanan bersama. Kadar
alkohol dalam darah atau Blood Alkohol Concentration (BAC)
digunakan sebagai satuan ukur intoksikasi alkohol untuk tujuan
hukum maupun medis. BAC dihitung dengan membandingkan massa
tubuh per volume. Jumlah alkohol yang dikonsumsi tidak dapat di
hitung dengan BAC, karena bervariasi terhadap berat badan, jenis
kelamin, dan lemak tubuh. Namun secara umum diperkirakan bahwa
satu gelas alkohol yang tidak menyebabkan mabuk (contohnya 14
gram (17,74 ml) ethanol berdasarkan standar amerika) akan
meningkatkan ± 0,02-0,05% BAC dalam 1,5 sampai 3 jam berikutnya.
Farmakokinetik Alkohol

25
Absorpsi
Setelah diminum, alkohol kebanyakan diabsorpsi di duodenum
melalui difusi. Kecepatan absorpsi bervariasi, tergantung beberapa
faktor, antara lain;
a. Volume, jenis, dan konsentrasi alkohol yang dikonsumsi. Alkohol
dengan konsentrasi rendah diabsorpsi lebih lambat. Namun alkohol
dengan konsentrasi tinggi akan menghambat proses pengosongan
lambung. Selain itu, karbonasi juga dapat mempercepat absorpsi
alkohol.
b. Kecepatan minum, semakin cepat seseorang meminumnya, semakin
cepat absorpsi terjadi.
c. Makanan. Makanan memegang peranan besar dalam absorpsi alkohol.
Jumlah, waktu, dan jenis makanan sangat mempengaruhi. Makanan
tinggi lemak secara signifikan dapat memperlambat absorpsi alkohol.
Efek utama makanan terhadap alkohol adalah perlambatan
pengosongan lambung.
d. Metabolisme lambung, seperti juga metabolisme hati, dapat secara
signifikan menurunkan bioavailabilitas alkohol sebelum memasuki
sistem sirkulasi.
Distribusi
Alkohol didistribusikan melalui cairan tubuh. Terdapat
perbedaan komposisi tubuh antara pria dan wanita, dimana wanita
memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih rendah dibandingkan pria,
meskipun mereka memiliki berat badan yang sama. Karena itu,
meskipun seorang wanita dengan berat badan yang sama,
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang sama dengan pria, wanita
tersebut akan memiliki kadar alkohol darah yang lebih tinggi.
Metabolisme
Metabolisme primer alkohol adalah di hati, dengan melalui 3
tahap. Pada tahap awal, alkohol dioksidasi menjadi acetaldehyde oleh
enzim alkohol dehydrogenase (ADH). Enzim ini terdapat sedikit pada

26
konsentrasi alkohol yang rendah dalam darah. Kemudian saat kadar
alkohol dalam darah meningkat hingga tarap sedang (social drinking),
terjadi zero-order kinetics, dimana kecepatan metabolisme menjadi
maksimal, yaitu 7-10 gram/jam (setara dengan sekali minum dalam
satu jam). Namun kecepatan metabolisme tersebut sangat berbeda
antara masing-masing individu, dan bahkan berbeda pula pada orang
yang sama dari hari ke hari.
Tahap kedua reaksi metabolisme, acetaldehyde diubah menjadi
acetate oleh enzim aldehyde dehydrogenase. Dalam keadaan normal,
acetaldehyde dimetabolisme secara cepat dan biasanya tidak
mengganggu fungsi normal. Namum saat sejumlah besar alkohol di
konsumsi, sejumlah acetaldehyde akan menimbulkan gejala seperti
sakit kepala, gastritis, mual, pusing, hingga perasaan nyeri saat
bangun tidur.
Tahap ketiga merupakan tahap akhir, terjadi konversi gugus
acetate dari koenzim A menjadi lemak, atau karbondioksida dan air.6
Tahap ini juga dapat terjadi pada semua jaringan dan biasanya
merupakan bagian dari siklus asam trikarbosilat (siklus Krebs).
Jaringan otak dapat mengubah alkohol menjadi asetaldehid, asetil
koenzim A, atau asam asetat.
Pada peminum alkohol kronis dapat terjadi penumpukan
produksi lemak (fatty acid). Fatty acis akan membentuk plug pada
pembuluh darah kapiler yang mengelilingi sel hati dan akhirnya sel
hati mati yang akan berakhir dengan cirrosis hepatis.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wilkinson
menunjukkan bahwa konsentrasi alkohol dalam darah (BAC) setelah
mengonsumsi secara cepat berbeda pada setiap orang. Selain itu, jika
sejumlah alkohol di konsumsi dalam jangka waktu yang lama, BAC
menjadi lebih rendah.8 Dibawah ini ditunjukkan konsentrasi alkohol
dalam darah setelah beberapa jam. 100 mg% merupakan konsentrasi
alkohol dalam darah yang masih di ijinkan pada beberapa negara,

27
sedangkan BAC 50 mg% merupakan kadar aman yang masih
diperbolehkan untuk mengemudikan kendaraan.
Farmakodinamik Alkohol
Alkohol lebih banyak bekerja pada sistem saraf, terutama otak.
Pada otak, alkohol mengakibatkan depresi yang menyerupai depresi
akibat narkotik, kemungkinan melalui gangguan pada transmisi
sinaptik, dimana impuls saraf akan mengalami inhibisi. Terjadi
pembebasan pusat otak yang lebih rendah dari kontrol pusat yang
lebih tinggi dan inhibisi.
a. Efek pada sistem GABA
Alkohol menimbulkan efek seperti kerja GABA-A dengan
berinteraksi dengan GABA-A reseptor, namun melalui tempat yang
berbeda dari tempat berikatannya GABA ataupun benzodiazepine.
Interaksi ini akan mengaktifkan neuron DA di sistem mesolimbik.
Akibatnya muncul efek sedatif, anxiolytic, dan hyperexcitability.
b. Efek pada sistem Dopamin dan Opioid
Alkohol tidak bekerja secara langsung pada reseptor DA, namun
secara tidak langsung dengan meningkatkan kadar DA pada sistem
mesocorticolimbic. Peningkatan ini memiliki efek terhadap penguatan
efek alkohol dalam tubuh. Interaksi alkohol dengan sistem opioid juga
tidak langsung dan mengakibatkan pengaktifan sistem opioid.
Interaksi ini bersifat menguatkan (kemungkinan melalui reseptor
MU). Sistem opioid juga terlibat dalam munculnya kecanduan
alkohol.
c. Efek terhadap sistem lain (NMDA, 5HT, stress hormone)
Alkohol menghambat reseptor NMDA, tidak dengan berikatan
langsung pada glutamate binding site, namun dengan mengubah jalan
glutamate menuju tempatnya berikatan pada reseptor (allosteric
effect). Interaksi ini juga memfasilitasi munculnya efek
sedatif/hypnotic alkohol, seperti halnya neuroadaptation.

28
Sistem serotonin juga berperanan dalam farmakologi alkohol.
Meskipun mekanisme kerja belum jelas, namun membantu dalam
pelepasan DA. Peningkatan kadar serotonin pada sinap menurunkan
pengambilan alkohol.
Konsumsi alkohol akut juga memiliki efek terhadap hypothalamic-
pituitary axis, kemungkinan dengan melibatkan hormone CRF
(corticotrophin releasing factor). Kerja pada tempat ini kemungkinan
mendasari efek penekanan stress pada alkohol.

Interaksi Alkohol dengan Obat


Terdapat dua tipe interaksi alkohol dan obat lain, yaitu
interaksi farmakokinetik, dimana alkohol mempengaruhi efek obat,
dan interaksi farmakodinamik, alkohol mengubah efek obat,
umumnya di sistem saraf pusat (contoh : sedasi). Interaksi
farmakokinetik umumnya terjadi di hati, dimana alkohol dan banyak
obat-obatan di metabolisme, kebanyakan oleh enzim yang sama. Pada
alkohol dosis akut (sekali minum atau beberapa kali minum setelah
beberapa jam) dapat menghambat metabolisme obat dengan
berkompetisi dengan menggunakan enzim metabolisme yang sama.
Interaksi ini akan memperpanjang dan mengubah kemampuan obat,
berpotensi meningkatkan risiko terjadinya efek samping obat. Pada
peminum alkohol kronis (dalam jangka waktu lama), alkohol akan
mengaktifkan enzim metabolisme. Ini akan menurunkan dan
mengurangi efek kerja obat. Setelah enzim diaktifkan, mereka akan
selalu ada meskipun tanpa adanya alkohol, mempengaruhi
metabolisme beberapa obat selama beberapa minggu setelah
penghentian konsumsi alkohol.
Sejumlah golongan obat dapat menimbulkan interaksi dengan
alkohol, termasuk obat anestesi, antibiotic, antidepresan, antihistamin,
barbiturate, benzodiazepine, histamine H2 receptor antagonis, muscel

29
relaxan, obat penghilang nyeri golongan non narkotik, antiinflamasi,
opioid, dan warfarin.
Obat Anestesi
Obat-obatan anestesi diberikan mengawali pembedahan untuk
membuat pasien tidak nyeri dan tenang. Konsumsi alkohol secara
kronik meningkatkan dosis propofol yang diperlukan untuk
menurunkan kesadaran pasien. Konsumsi alkohol dalam jangka lama
akan meningkatkan risiko kerusakan hati oleh pemakaian gas anestesi
seperti enflurane dan halotan.
Antikoagulan
Warfarin berfungsi untuk memperlambat pembekuan darah.
Adanya konsumsi alkohol akut mengubah kemampuan warfarin,
menyebabkan pasien berpeluang mengalami pendarahan yang
mengancam nyawa. Konsumsi alkohol secara kronik menurunkan
kerja warfarin, menimbulkan gangguan pembekuan darah.
Antidepressant
Alkohol meningkatkan efek sedasi dari tricyclic anti-
depressant seperti amitriptyline, menurunkan kemampuan yang
diperlukan dalam mengemudi. Konsumsi alkohol kronic
meningkatkan kerja beberapa tricyclic dan menurunkan kerja tricyclic
lainnya. sebuah substansi kimia yang disebut tyramine terdapat dalam
beberapa bir dan wine, berinteraksi dengan beberapa antidepresan,
seperti monoamine oxidase (MAO) inhibitor menyebabkan
peningkatan tekanan darah yang berbahaya.
Antihistamin
Obat seperti diphenhydramine dapat digunakan untuk
menangani gejala alergi dan insomnia. Alkohol bersifat meningkatkan
efek sedasi pada antihistamin. Obat ini menyebabkan kelebihan sedasi
dan nyeri kepala pada orang tua. Efek kombinasi dengan alkohol akan
sangat signifikan berbahaya pada kelompok ini.
Penghilang rasa nyeri golongan narkotik

30
Obat golongan ini digunakan untuk nyeri sedang hingga berat.
Yang termasuk dalam golongan ini antara lain morfin, codein,
propoxyphene, dan meperidine. Kombinasi alkohol dengan opioid
meningkatkan efek sedasi kedua substansi tersebut, meningkatkan
risiko kematian akibat overdosis. Satu dosis alkohol dapat
meningkatkan kemampuan kerja propoxyphene, dan meningkatkan
efek samping sedasi. opioid merupakan agen yang memiliki efek
seperti opium (sedatif, penghilang nyeri, dan euphoria) yang
digunakan untuk pengobatan. Overdosis alkohol dan opioid sangat
berbahaya karena mereka dapat menurunkan reflek batuk dan fungsi
pernafasan, sehingga berpotensi untuk terjadinya regurgitasi maupun
sumbatan jalan nafas.
Penghilang Nyeri golongan non-Narkotik
Aspirin paling sering dipergunakan oleh orang tua. Beberapa
obat jenis ini dapat menyebabkan pendarahan lambung dan
menghambat pembekuan darah. Alkohol dapat memperparah efek ini.
Orang tua yang mencampurkan alkohol dengan aspirin dalam dosis
besar tanpa resep dokter memiliki risiko lebih besar untuk mengalami
pendarahan lambung. Aspirin juga meningkatkan kerja alkohol.
Konsumsi alkohol secara kronis mengaktifkan enzim yang mengubah
acetaminophen menjadi substansi kimia yang dapat menyebabkan
kerusakan hati, meskipun acetaminophen dipergunakan dalam kadar
therapeutic. Efek ini dapat terjadi dengan 2,6 gr acetaminophen yang
diberikan pada pengkonsumsi alkohol berat.
Sedatif dan Hipnotik
Interaksi farmakodinamik antara dosis kecil diazepam denga
alkohol telah diteliti dengan menggunakan double blind randomized
study. Diazepam yang diberikan sebanyak 5 mg dengan pemberian
oral pada pasien yang telah disuntikkan alkohol intravena hingga
kadar dalam darah 0,5 gram. Dari penelitian ini didapatkan bahwa

31
kombinasi diazepam dan alkohol kebanyakan bersifat addictive tanpa
interaksi sinergis yang signifikan.
Benzodiazepines seperti diazepam (Valium®) pada umumnya
digunakan untuk mengobati kecemasan dan insomnia. Karena
keamanannya, mereka telah menggantikan barbiturates, yang sebagian
besar digunakan untuk perawatan darurat untuk kejang. Dosis
Benzodiazepines yang diberikan secara berlebihan sebagai obat
penenang disertai dengan adanya alkohol dapat menyebabkan rasa
kantuk yang hebat, meningkatkan risiko kecelakaan rumah tangga dan
lalu lintas. Lorazepam telah digunakan untuk anticemas dan obat
penenang. Kombinasi dari alkohol dan lorazepam dapat menyebabkan
peningkatan tekanan pada jantung dan fungsi pernafasan, oleh karena
itu Lorazepam sebaiknya tidak diberikan kepada pasien mabuk
Relaksasi Otot
Beberapa obat relaksasi (carisoprodol, cyclobenzaprine, dan
baclofen), saat digunakan bersama alkohol dapat menimbulkan reaksi
seperti narkotik, seperti kelemahan pada alat gerak, pusing, euphoria,
dan kebingungan. Carisopodol dikenal sebagai obat narkotik yang
dijual di jalanan. Campuran carisoprodol dengan bir merupakan bahan
adiktif yang popular di masyarakat jalanan untuk mendapatkan
keadaan euphoria secara cepat.
Permasalahan pasien alkoholik
Alkohol secara signifikan berperanan dalam terjadinya trauma.
Berdasarkan miller (1984), intoksifikasi (BAC 100 mg/dl)
berhubungan dengan 40-50% kecelakaan lalulintas yang fatal. Roizen
(1988) melaporkan bahwa antara 20-37% dari semua kasus trauma di
Unit Gawat Darurat disebabkan karena penggunaan alkohol.
Hasil dari tes laboratorium dan pengakuan pasien sangat
penting untuk mengidentifikasi penyakit yang berhubungan dengan
penggunaan alkohol dan juga untuk menangani lukanya.

32
Permasalahan yang dapat terjadi pada pasien dengan
penyalahgunaan alkohol antara lain thrombocytopenia., dimana terjadi
penurunan jumlah platelet dalam darah. Dengan menghentikan
penggunaan alkohol, trombositosis akan terjadi setelah satu minggu.
Karena kedua kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi dalam
pembedahan, maka sangatlah penting untuk memonitor secara ketat
vital sign, fungsi jantung, dan kadar elektrolit selama operasi dan
dalam perawatan pasca operasi.

Gejala Klinis
Telah disebutkan bahwa alkohol termasuk dalam zat adiktif dimana
zat tersebut dapat menimbulkan candu. Penyalahgunaan atau
ketergantungan jenis Alkohol ini dapat dimenimbulkan gangguan
mental organik yaitu gangguan dala fungsi berpikir, perasaan dan
perilaku. Berikut geala-gejala gangguan mental organik yang terjadi
pada seseorang :
1. Terdapat dampak perubahan beruba perubahan perilaku, misalnya
berkelahi, atau tindak kekerasan lain.
2. Terdapat gejala fisiologik sebagai berikut: pembicaraan cadel.
Ganggua koordinasi, cara berjalan yang tidak mantap, mata jereng,
muk merah.
3. Tampak gejala psikologik sebagai berikut : perubahan alam perasaan
(euphoria atau disforia), mudah marah dan tersingga, banyak bicra,
gangguan perhtian atau konsentrasi

Menurut Jellinek progresifitas alkoholisme terbagi dalam 3 fase :


1. Fase dini ditandai dengan bertambahnya toleransi terhadap alkohol,
amnesia, timbulnya rasa bersalah karena mengonsumsi alkohol dan
terhadap perilaku yang diakibatkannya.

33
2. Fase krusial ditandai dengan hilangnya kendali terhadap kebiasaan
mengkonsumsi alkohol, perubahan kepribadian, kehilangan teman dan
pekerjaan.
3. Fase kronis ditandai kebiasaan mengonsumsi alkohol di pagi hari,
tremor serta halusinasi
Bagi mereka yang sudah ketagihan akan menimbulkan sindrom putus
alkohol, ditandai gejala-gejala tersebut antara lain :

1. Gemetaran (tremor), kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata.


2. Ampak gejala fisik sebagai berikut, yaitu mual muntah, lemah letih
lesu, hiperaktif saraf otonom, hipotensi ortostatik.
Tampak gejala psikologik sebagai berikut: kecemasan dan
ketakutan, perubahan alam perasaan, mengalami halusinsi dan delusi.

Diagnosis dan Gambaran Klinis

Kriteria DSM-IV untuk putus alkohol memerlukan


dihentikannya atau penurunan penggunaan alkohol yang sebelumnya
adalah berat dan lama, dan juga adanya gejala fisik atau
neuropsikiatrik spesifik. Diagnosis DSM –IV juga memungkinakna
untuk menentukan dengan gangguan persepsi.

Tanda Klasik dari putus alkohol adalah gemetar, walaupun


spectrum dgejala dapat meluas sampai termasuk gejala psikoik dan
perepsi (cth: waham dan halusinasi), kejang, dan gejala delirium
tremens, atau delirium putus alkohol.

Medikasi utama untuk mengendalikan gejala putus alkohol


adalah benzodiazepine. Banyak penelitian telah menemukan bahwa
benzodiazepine membantu mengontrol aktivitas kejang, delirium,
kecemasan, takikardia, hipertensi, dan tremor yang berhubungan
dengan putus alkohol. Benzodiazepine dapat diberikan peroral
maupun parenteral; tetapi baik diazepam maupun chlordiazepoxide

34
tidak boleh diberikan secara intramuscular karena adanya absorbs
yang tidak menentu bila diberikan dengan cara tersebut.
Selain itu, dapat juga diberikan obat lain secara simptomatik
sesuai dengan keluhan pasien, misalnya anti psikotik untu gejala
psikosis yang dialami oleh pasien.

35

Вам также может понравиться