Вы находитесь на странице: 1из 27

BAB I

PENDAHULUAN

Hingga saat ini di indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu

KKP (Kurang Kalori Protein), Kurang vitamin A, Gangguan Akibat Kurang

Iodium (GAKI) dan kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi. Sampai saat ini

salah satu masalah yang belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan

penanggulangannya adalah masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan

sebutan anemia gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum

dijumpai terutama di negara–negara sedang berkembang.anemia gizi pada

umumnya dijumpai pada golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak

balita, anak sekolah, anak pekerja atau yang berpenghasilan rendah.1,2

Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada anak sekolah membawa akibat

negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh sehingga menyebabkan tingginya angka

kesakitan. Khusus pada anak balita, keadaan anemia gizi secara perlahan – lahan

akan menghambat pertumbuhan dan perkambangan kecerdasan, anak- anak akan

lebih mudah terserang penyakit karena penurunan daya tahan tubuh, dan hal ini

tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus. Anemia

defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi

tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis

berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.2

Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari gejala klinis dan

pemeriksaan laboratorium, diagnosis banding. Beberapa zat gizi diperlukan dalam

1
pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12

dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin

dan tembaga serta keseimbangan hormon, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi

dan hormon tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan

tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu

mengangkut oksigen sebagaimana mestinya.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah

berkurang sehingga kapasitas oksigen yang ditransfer tidak memenuhi

kebutuhan fisiologis tubuh. Anemia merusak kemampuan tubuh untuk

pertukaran gas, dan mengurangi jumlah sel darah merah mengangkut O2 dan

CO2.4

Anemia terjadi karena sel darah merah yang rusak dan

penghancuran sel darah merah atau kehilangan darah. Penyebab tersering

anemia di negara berkembang khususnya dikalangan kelompok yang paling

rentan (ibu hamil dan anak-anak usia prasekolah) adalah gangguan gizi dan

infeksi.1

2. KLASIFIKASI

Anemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut3,4,5 :

2.a. Anemia normositik normokrom

Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta

mengandung hemoglobin dalam jumlah normal.

MCV = 84-96 fL dan MCHC = 32-36%

Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada perdarahan akut, penyakit

kronik, anemia hemolitik, anemia aplastik.

3
2.b. Anemia makrositik normokrom

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besr dari normal

terapi normokrom karena konsentrasi Hb-nya normal. MCV

meningkat dan MCHC normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan

atau hentinya sintesa asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada

defisiensi B12 dan atau asam folat. Contoh anemia jenis ini adalah

anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat.

2.c. Anemia mikrositik hipokrom

Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari

normal dan hipokrom karena Hb dalam jumlah kurang dari normal.

MCV kurang dan MCHC kurang. Contoh anemia jenis ini adalah

anemia defisiensi besi, anemia penyakit kronik, dan talasemia.

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia

adalah pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume

darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk

memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-

faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan distribusi kapiler

mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan

indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan

membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik

guna menilai kepucatan. Pada umumnya anemia yang terjadi

diakibatkan defisiensi nutrisi seperti defisiensi Fe, asam folat dan

vitamin B12.

4
3. ETIOLOGI

Penyebab paling umum dari Anemia Defisiensi Besi diamati pada

anak-anak termasuk kurangnya asupan bersama dengan pertumbuhan yang

cepat, berat badan lahir rendah serta gangguan pencernaan akibat konsumsi

berlebihan susu sapi. Pada periode intrauterine, satu-satunya sumber zat besi

adalah besi yang dialirkan melalui plasenta. Pada periode akhir kehamilan,

jumlah total besi pada janin adalah 75 mg/kg. Anemia fisiologis terjadi pada

periode postnatal dan simpanan besi yang tersedia cukup untuk melakukan

eritropoiesis dalam 6 bulan pertama kehidupan jika tidak ada kehilangan

darah yang signifikan. Pada bayi berat lahir rendah dan pada bayi dengan

kehilangan darah sebelum kelahiran, cadangan besi habis lebih awal, karena

cadangan tersebut lebih kecil.6

Jumlah zat besi dalam ASI berada pada tingkat tertinggi pada bulan

pertama, tetapi menurun secara bertahap dalam periode berikutnya dan

berkurang hingga 0,3 mg / L kira-kira pada bulan kelima. Namun, jumlah ini

bervariasi dari individu ke individu. Telah terbukti bahwa diet ibu tidak

mempengaruhi jumlah zat besi dalam ASI. Meskipun jumlah zat besi yang

diterima dari ASI biasanya rendah, penyerapannya cukup tinggi (50%). Hal

ini diketahui bahwa makanan lain yang diberikan selama 6 bulan pertama

selain ASI mengganggu penyerapan zat besi dalam ASI. Oleh karena itu,

makanan ini harus diberikan pada waktu makan yang terpisah. Dikayini

bahwa penyerapannya tinggi, tetapi lebih rendah dari jumlah yang

diperlukan untuk pertumbuhan. Dengan demikian, bayi menggunakan besi

5
dari cadangan besi yang ada dalam 6 bulan pertama sampai jumlah zat besi

yang diterima dari makanan meningkat.4,5

Makanan padat yang diberikan setelah bulan ke-6 harus kaya

terutama zat besi, zinc, fosfor, magnesium, kalsium dan vitamin B6.

Menurut data WHO, 98% dari kebutuhan zat besi pada bayi berusia 6-23

bulan harus dipenuhi oleh makanan padat. Makanan padat harus mencakup

produk yang kaya seperti daging, ikan, telur dan vitamin C untuk memenuhi

kebutuhan zat besi ini. Kesalahan lain yang terjadi pada bayi menyusui yaitu

memberikan susu sapi yang berlebihan pada waktu awal. Pada bayi,

kehilangan darah kronis dapat diamati dalam kaitannya dengan protein yang

sensitif terhadap pabas yang terdapat dalam susu sapi. Selain itu, penyerapan

zat besi dalam susu sapi jauh lebih rendah dibandingkan dengan ASI. Susu

sapi akan menggantikan makanan kaya besi, oleh sebab itu kalsium dan

caseinophosphopeptides dalam susu sapi dapat mengganggu penyerapan zat

besi. Jika bayi diberi makan dengan makanan dengan kandungan besi yang

rendah setelah bulan ke-6 ketika mereka menguras hampir semua cadangan

besi mereka, kekurangan zat besi berkembang dengan mudah.6,8

Pada pasien dan terutama pada anak-anak yang lebih tua,

kehilangan darah sebagai penyebab harus dipertimbangkan, jika asupan

yang tidak memadai dapat disingkirkan atau ada respon yang memadai

untuk pengobatan besi oral. Anemia defisiensi besi kronis yang berkembang

dengan perdarahan tersembunyi diamati dengan tingkat yang relatif rendah

pada anak-anak dan dapat terjadi sebagai akibat dari masalah pencernaan

6
termasuk ulkus peptikum, divertikulum Meckel, polip, hemangioma atau

penyakit inflamasi usus. Kehilangan darah yang tidak disadari mungkin

jarang berhubungan dengan penyakit celiac, diare kronis atau hemosiderosis

paru; diagnosis banding dapat dibuat dengan melihat riwayat penyakit. Perlu

diingat bahwa parasitosis juga dapat berkontribusi untuk kekurangan zat besi

terutama di negara-negara berkembang. Anemia defisiensi besi diamati pada

2% dari remaja perempuan dan sebagian besar terkait dengan percepatan

pertumbuhan dan kehilangan darah akibat menstruasi. Riwayat menstruasi

yang rinci harus diperoleh pada remaja perempuan dan mendasari gangguan

perdarahan termasuk penyakit Von-Willebrand harus diingat pada anak

perempuan yang telah perdarahan lebih dari yang diharapkan.7,8

Penyebab anemia defisiensi besi berdasarkan umur, yaitu :

1. Bayi dibawah umur 1 tahun.

Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah dan bayi

kembar.

2. Anak umur 1-2 tahun.

Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan

tambahan (hanya minum susu), kebutuhan meningkat karena infeksi

berulang, malabsorpsi, kehilangan berlebihan karena pedarahan antara

lain karena infeksi parasite dan diverticulum Meckeli.

3. Anak umur 2-5 tahun.

Masukan besi berkurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-

heme, kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun,

7
kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi

parasit dan divertikulum meckeli.

4. Anak umur 5 tahun – masa remaja

Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi

parasit dan polyposis.

5. Usia remaja – dewasa

Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.

4. PATOFISIOLOGI

 Metabolisme Besi

Metabolisme besi terutama ditujukan untuk pembentukan

hemoglobin. Sumber utama untuk reutilisasi terutama bersumber dari

hemoglobin eritrosit tua yang dihancurkan oleh makrofag sistem

retikuloendotelial. Pada kondisi seimbang terdapat 25 ml eritrosit atau setara

dengan 25 mg besi yang difagositosis oleh makrofag setiap hari, tetapi

sebanyak itu pula eritrosit yang akan dibentuk dalam sumsum tulang atau

besi yang dilepaskan oleh makrofag ke dalam sirkulasi darah setiap hari.

Besi dari sumber makanan yang diserap duodenum berkisar 1–2 mg,

sebanyak itu pula yang dapat hilang karena deskuamasi kulit, keringat, urin

dan tinja. Besi plasma atau besi yang beredar dalam sirkulasi darah terutama

terikat oleh transferin sebagai protein pengangkut besi. Kadar normal

transferin plasma ialah 250 mg/dl, secara laboratorik sering diukur sebagai

protein yang menunjukkan kapasitas maksimal mengikat besi. Secara

8
normal 25–45% transferin terikat dengan besi yang diukur sebagai indeks

saturasi transferin. Total besi yang terikat transferin ialah 4 mg atau hanya

0,1% dari total besi tubuh.

Sebanyak 65% besi diangkut transferin ke prekursor eritrosit di

sumsum tulang yang memiliki banyak reseptor untuk transferin. Sebanyak

4% digunakan untuk sintesis mioglobin di otot, 1% untuk sintesis enzim

pernafasan seperti sitokrom C dan katalase. Sisanya sebanyak 30% disimpan

dalam bentuk feritin dan hemosiderin. Kompleks besi transferin dan reseptor

transferin masuk ke dalam sitoplasma prekursor eritrosit melalui endositosis.

Sebanyak 80–90% molekul besi yang masuk ke dalam prekursor eritrosit

akan dibebaskan dari endosom dan reseptor transferin akan dipakai lagi,

sedangkan transferin akan kembali ke dalam sirkulasi. Besi yang telah

dibebaskan dari endosome akan masuk ke dalam mitokondria untuk diproses

menjadi hem setelah bergabung dengan protoporfirin, sisanya tersimpan

dalam bentuk feritin. Dalam keadaan normal 30–50% prekursor eritrosit

mengandung granula besi dan disebut sideroblast. Sejalan dengan maturasi

eritrosit, baik reseptor transferin maupun feritin akan dilepas ke dalam

peredaran darah. Feritin segera difagositosis makrofag di sumsum tulang dan

setelah proses hemoglobinisasi selesai eritrosit akan memasuki sirkulasi

darah. Ketika eritrosit berumur 120 hari akan difagositosis makrofag sistem

retikuloendotelial terutama yang berada di limpa. Sistem tersebut berfungsi

terutama melepas besi ke dalam sirkulasi untuk reutilisasi. Terdapat jenis

makrofag lain seperti makrofag alveolar paru atau makrofag jaringan lain

9
yang lebih bersifat menahan besi daripada melepaskannya. Proses

penghancuran eritrosit di limpa, hemoglobin dipecah menjadi heme dan

globin.

Dalam keadaan normal molekul besi yang dibebaskan dari hem

akan diproses secara cepat di dalam kumpulan labil (labile pool) melalui

laluan cepat pelepasan besi (the rapid pathway of iron release) di dalam

makrofag pada fase dini. Molekul besi ini dilepaskan ke dalam sirkulasi,

yang selanjutnya berikatan dengan transferin bila tidak segera dilepas. Maka

molekul besi akan masuk jalur fase lanjut yang akan diproses untuk

disimpan oleh apoferitin sebagai cadangan besi tubuh. Kemudian dilepas ke

dalam sirkulasi setelah beberapa hari melalui laluan lambat (the slower

pathway). Penglepasan besi dari makrofag tidak berjalan secara langsung,

tetapi melalui proses oksidasi di permukaan sel agar terjadi perubahan

bentuk ferro menjadi ferri, sehingga dapat diangkut oleh transferrin plasma.

Reaksi oksidasi tersebut dikatalisasi oleh seruloplasmin. Kecepatan

pelepasan besi ke dalam sirkulasi oleh makrofag lebih cepat terjadi pada

pagi hari, sehingga kadar besi plasma menunjukkan variasi diurnal.

 Anemia Defisiensi Besi

Keadaan anemia defisiensi besi ditandai dengan saturasi transferin

menurun, dan kadar feritin atau hemosiderin sumsum tulang berkurang.

Secara berurutan perubahan laboratoris pada defisiensi besi sebagai berikut:

(1) penurunan simpanan besi, (2) penurunan feritin serum, (3) penurunan

besi serum disertai meningkatnya transferin serum, (4) peningkatan Red cell

10
Distribution Width (RDW), (5) penurunan Mean Corpuscular Volume

(MCV), dan terakhir (6) penurunan hemoglobin. Didasari keadaan cadangan

besi, akan timbul defisiensi besi yang terdiri atas tiga tahap, dimulai dari

tahap yang paling ringan yaitu tahap pralaten (iron depletion), kemudian

tahap laten (iron deficient erythropoesis) dan tahap anemia defisiensi besi

(iron deficiency anemia).

Pada tahap pertama terjadi penurunan feritin serum kurang dari

12μg/L dan besi disumsum tulang kosong atau positif satu, sedangkan

komponen yang lain seperti kapasitas ikat besi total/total iron binding

capacity (TIBC), besi serum/serum iron (SI), saturasi transferin, RDW,

MCV, hemoglobin dan morfologi sel darah masih dalam batas normal, dan

disebut tahap deplesi besi.

Pada tahap kedua terjadi penurunan ferritin serum, besi serum,

saturasi transferin dan besi di sumsum tulang yang kosong, tetapi TIBC

meningkat >390 μg/dl. Komponen lainnya masih normal, dan disebut

eritropoesis defisiensi besi.

Tahap ketiga disebut anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi

ialah tahap defisiensi besi yang berat dari dan ditandai selain kadar feritin

serum serta hemoglobin yang turun. Semua komponen lain juga akan

mengalami perubahan seperti gambaran morfologi sel darah mikrositik

hipokromik, sedangkan RDW dan TIBC meningkat >410 μg/dl.

11
Tabel 1. Urutan Tahapan Defisiensi Besi

5. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis dari anemia defisiensi besi tidak spesifik. Diagnosis

biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu

penurunan kadar feritin/saturasi transferin serum dan kadar besi serum. Pada

ADB gejala klinis terjadi secara bertahap. Kekurangan zat besi di dalam otot

jantung menyebabkan terjadinya gangguan kontraktilitas otot organ tersebut.

Pasien ADB akan menunjukkan peninggian ekskresi norepinefrin; biasanya

disertai dengan gangguan konversi tiroksin menjadi triodotiroksin.

Penemuan ini dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan

perhatian yang berkurang, sehingga menurunkan prestasi belajar kasus

ADB. Anak yang menderita ADB lebih mudah terserang infeksi karena

defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan

berkurangnya sel limfosit T yang penting untuk pertahanan tubuh terhadap

infeksi. Perilaku yang aneh berupa pika, yaitu gemar makan atau mengunyah

benda tertentu antara lain kertas, kotoran, alat tulis, pasta gigi, es dan lain

12
lain, timbul sebagai akibat adanya rasa kurang nyaman di mulut. Rasa urang

nyaman ini disebabkan karena enzim sitokrom oksidase yang terdapat pada

mukosa mulut yang mengandung besi berkurang. Dampak kekurangan besi

tampak pula pada kuku berupa permukaan yang kasar, mudah terkelupas dan

mudah patah. Bentuk kuku seperti sendok (spoon shaped nails) yang juga

disebut sebagai kolonikia terdapat pada 5,5% kasus ADB. Pada saluran

pencernaan, kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan dalam

proses epitialisasi. Papil lidah mengalami atropi. Pada keadaan ADB berat,

lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata karena hilangnya papil

lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan ditemui gastritis pada

75% kasus ADB.

6. DIAGNOSIS

Dalam pengobatan, anamnesa riwayat terperinci dan pemeriksaan

fisik sangat penting dalam mendiagnosis semua penyakit secara umum.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anemia dapat didiagnosis dengan

riwayat terperinci dengan sensitivitas 71% dan spesifisitas 79%. Terutama

mengenai periode prenatal, gizi, waktu memulai ASI dan makanan padat

dan riwayat pendarahan harus ditanyakan secara rinci. Tanda-tanda anemia

dan penyakit sistemik lainnya yang dapat menyertai harus dicari.

Tindakan primer yaitu dengan melakukan pemeriksaan hitung

darah lengkap dan apusan darah tepi. Ketika hitung darah lengkap dinilai

baik, akan dapat memberikan banyak petunjuk dalam mendiagnosis

13
berbagai penyakit pada anak-anak. Dalam hitung darah lengkap, harus

diperiksa apakah kadar hemoglobin dan hematokrit normal untuk usia dan

jenis kelamin pasien (jika anemia ada). Batas bawah normal dengan usia dan

jenis kelamin yang ditentukan oleh WHO dapat digunakan, karena praktis

dan nilai lebih rendah dari batas-batas ini dapat dianggap anemia (Tabel 3).

Pada bayi yang lebih muda dari 6 bulan, nilai-nilai yang lebih rendah

diamati karena anemia fisiologis, namun hemoglobin diperkirakan tidak

lebih rendah dari 9 g / dL pada anemia fisiologis pada bayi jika tidak ada

faktor lain yang menyertainya.

Sumber gambar: Özdemir, N. (2015). Iron deficiency anemia from diagnosis

to treatment in children. Türk Pediatri Arş ivi, 50(1), 11–9.

Eritrosit tampak pucat dan lebih kecil dari normal ketika jumlah

hemoglobin didalam berkurang. Hal ini ditunjukan dengan berkurangnya

mean erythrocyte volume (MCV) dan berkurangnya mean eryhtrocyte

hemoglobin (MCH) pada hitung darah lengkap. Pada hapusan darah perifer,

eritrosit nampak mikrositik dan hipokromik. MCV dan MCH sejajar satu

14
sama lain; ini berarti bahwa eritrosit nampak mikrositik dan hipokromik

pada waktu yang sama. Jika MCH di bawah 27 pg, adalah rendah. Nilai

normal MCV berkisar antara 80 dan 99 fL, tetapi nilai normal berdasarkan

usia harus dipertimbangkan pada anak-anak. Terdapat rumus yang dapat

digunakan untuk praktik klinik (Tabel 4). Pada tabel ini, penting untuk

menggunakan rumus batas bawah untuk anak-anak kurang dari 10 tahun,

karena batas bawah 80 fL pada anak-anak yang lebih dari 10 tahun seperti

pada orang dewasa.

15
Pada anemia terkait dengan kekurangan gizi, terdapat volume eritrosit

non-homogen yang berbeda dengan anemia bawaan seperti thalassemia;

eritrosit mungkin memiliki ukuran bervariasi menurut jumlah hemoglobin.

Hal ini tercermin dari anisocytosis pada apusan darah tepi dan dengan

peningkatan eryhtrocyte distribution width (RDW) pada tes darah. Pada

dasarnya, kekurangan gizi harus dipertimbangkan, jika peningkatan RDW

bersamaan dengan adanya anemia; jika penurunan MCV juga hadir,

kekurangan zat besi dapat dianggap dan jika peningkatan MCV hadir,

defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat dapat hadir. Namun, harus

diingat bahwa penarikan atau kekurangan anemia di mana semua variabel

yang terganggu tidak diamati jarang di sebagian besar anak-anak dengan

gizi buruk. Nilai RDW normal dan microcytosis menunjukan keadaan

thalassemia carier bukan anemia defisiensi zat besi. Umumnya, dua hasil

RDW terpisah dicatat dalam hasil hitung darah lengkap; RDW-CV dan

RDW-SD. Hal ini muncul dari perbedaan perhitungan statistik. RDW-SD

adalah standar deviasi dari eritrosit dan merupakan rata-rata penyimpangan

dari MCV setiap eritrosit; rentang normal adalah 37-54 fL. RDW-CV adalah

koefisien variabilitas volume distribusi eritrosit dan persentase ekspresi

standar deviasi volume eritrosit rata-rata. RDW-CV adalah pengukuran

yang lebih handal dan tidak normal jika> 14. Selain itu, RDW adalah

variabel pertama yang berubah dalam hitung darah lengkap pada anemia

defisiensi besi. Secara paralel, temuan pertama ADB pada apusan darah tepi

adalah anisocytosis.

16
Lebar distribusi hemoglobin (HDW) merupakan variabel yang tidak

dicatat oleh sebagian besar individu dalam hasil hitung darah lengkap. Ini

menunjukkan distribusi hemoglobin dalam eritrosit dan meningkat pada

defisiensi besi. Hal ini tercermin sebagai anisochromia pada apusan darah

tepi. Konsentrasi HDW diukur secara tidak langsung oleh perangkat

hemocounter dan secara klasik berkurang pada kekurangan zat besi. Hal ini

juga penting untuk menarik perhatian pada hitungan eritrosit di hitung darah

lengkap. Sementara jumlah eritrosit meningkat pada thalassemia ditandai

dengan eritropoiesis tidak efisien (produksi eritrosit meningkat, tetapi

kerusakan terjadi di sumsum tulang sebelum sel memasuki darah periperal),

itu berkurang pada anemia defisiensi besi karena produksinya tidak

mencukupi. Sebuah rumus yang diperoleh dengan menggunakan hitungan

eritrosit dan nilai MCV mungkin bermanfaat dalam membedakan ADB dari

keadaan thalassemia carrier. Sementara MCV berkurang baik dalam carrier

thalassemia dan ADB, jumlah eritrosit berkurang pada ADB, tetapi

meningkat pada keadaan thalassemia carrier. Dalam hal ini, rasio MCV /

RBC lebih tinggi pada ADB karena RBC berkurang dan lebih rendah pada

keadaan thalassemia carrier karena nilai RBC lebih tinggi. Sebagai hasil dari

rumus ini yang disebut indeks Metzner, thallasemia dipertimbangkan ketika

rasio ini adalah di bawah 13 dan ADB dipertimbangkan ketika rasio ini

adalah di atas 13.

Selain itu, trombositosis sehubungan dengan ADB dapat diamati di

hitung darah lengkap. Alasan trombositosis adalah reaksi silang dari

17
peningkatan eritropoietin pada ADB dengan reseptor Trombopoietin di

megakaryocytes yang mengarah ke jumlah trombosit meningkat. Meskipun

jarang, thromobocytopenia juga dapat diamati pada ADB. Jumlah leukosit

biasanya normal, tetapi leukopenia juga dapat diamati. Namun, diagnosis

lain harus dipertimbangkan terutama dalam kasus anemia khususnya yang

disertai leukopenia dan / atau trombositopenia. Eosinofilia pada hitung

darah lengkap atau apusan darah tepi dapat memberikan petunjuk dalam hal

ada tidaknya parasitosis. Pada titik ini, pengobatan dapat dimulai secara

langsung, jika jumlah darah lengkap dan apusan darah tepi sangat

menunjukan ADB. Jika ada kecurigaan, pengobatan itu sendiri adalah alat

diagnostik yang baik. Namun, pemeriksaan variabel besi di baseline

merupakan pendekatan ilmiah yang lebih baik; lebih lanjut itu akan berharga

untuk melakukan diagnosis banding dan jika anemia tidak menanggapi

pengobatan besi. Bahkan, hemogram mungkin cukup dalam diagnosis ADB,

tetapi mungkin normal pada tahap awal dari kekurangan zat besi.

Kekurangan zat besi berkembang dalam tubuh dalam tiga tahap.

 Tahap Prelatent: cadangan besi menurun atau tidak, konsentrasi

besi serum, hemoglobin dan hematokrit normal. Pada tahap

defisiensi zat besi ini ditunjukan dengan pengurangan atau tidak

adanya cadangan besi sumsum tulang dan berkurangnya kadar

serum feritin.

18
 Tahap laten: besi serum (SI) dan saturasi trasferrin berkurang selain

berkurangnya cadangan besi. Hemoglobin dan hematokrit berada

dalam batas normal.

 Marked ADB: Selain menipisnya simpanan zat besi, serum besi

dan kadar saturasi transferin hemoglobulin dan hematokrit

berkurang.

Semua variabel tidak berubah pada saat yang sama karena

pembangunan tahap ini pada anak-anak dengan kekurangan zat besi. Kita

harus sangat berhati-hati ketika mengevaluasi variabel besi. Tingkat serum

feritin adalah indikator terbaik dari simpanan besi dalam tubuh dan variabel

biokimia pertama yang berubah dalam defisiensi besi. Batasan kadar serum

feritin 10-12 mg / L sangat mendukung defisiensi besi, tapi feritin

merupakan reaktan fase akut dan harus diingat bahwa itu dapat meningkat

pada infeksi dan peradangan. Kadar besi plasma berkurang karena zat besi

dalam tubuh habis. Sampel harus diperoleh di pagi hari setelah puasa satu

malam, karena nilainya menunjukkan varians selama siang hari dan

dipengaruhi oleh diet. Kadar zat besi plasma tidak membantu dalam

diagnosis diferensial dari ADB karena juga berkurang pada anemia penyakit

kronis. Kapasitas pengikatan besi (total iron binding capacity TIBC)

meningkat ketika serum besi menurun. Nilai yang diperoleh dengan

membagi nilai besi serum dengan TIBC menunjukkan saturasi transferrin

dan menurun pada ADB. Besi dan TIBC juga merupakan reaktan fase akut

dan meningkat pada peradangan / infeksi.

19
Beberapa metode baru telah dikembangkan untuk digunakan dalam

mendiagnosis yang pasti karena beberapa kekurangan pada tes hematologi

dan tes biokimia. Tes tambahan termasuk zinc protoporphyrine (ZnPP), free

erythrocyte protoporphyrine, serum soluble transferrin receptor (sTfR) dan

konten retikulosit hemoglobin dapat membantu. Diagnosis akan tertunda

bila kadar hemoglobin dari eritrosit yang diukur, karena masa hidup eritrosit

yang normal adalah 120 hari. Kadar hemoglobin retikulosit berkurang

sebelumnya, karena rentang hidup reticulocyute adalah 24-48 jam. Dalam

beberapa penelitian, hal itu terbukti variabel yang paling sensitif dalam

diagnosis ADB, namun keterbatasan paling penting bagi Turki adalah fakta

bahwa kadarnya juga berkurang pada keadaan thalassemia carrier. Reseptor

serum transferin dapat diuji dengan metode immunoassay di beberapa

laboratorium. Reseptor ini ditemukan pada retikulosit dan peningkatan

diamati di trasferrin reseptor pada ADB. Zinc protoporphyrine diproduksi

dengan substitusi seng bukan besi ketika besi tidak ada dan dengan

demikian terjadi peningkatan pada ADB. Karena sumsum tulang adalah

tempat pertama di mana serum besi berkurang, aspirasi sumsum tulang

adalah standar emas dalam ADB, tetapi tidak digunakan secara rutin. Dalam

beberapa kasus, diagnosis pasti dapat dibuat hanya dengan menggunakan

gabungan dari beberapa tes. Jumlah retikulosit mungkin normal atau rendah.

Ureum dan kreatinin nilai harus diperiksa dalam hal gagal ginjal yang

menyertainya terutama pada pasien yang tidak memadai menanggapi

pengobatan.

20
7. PENATALAKSANAAN

A. Pemberian preparat besi peroral

Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam

feri.Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan

suksinat.Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang

lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous suksinatdiabsorpsi

sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop).

Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6

mg besi/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi yang

ada dalam garam ferous.Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak

20%. Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada

saluran pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih

cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara

dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada

saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan

pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi

absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari.

Tindakan tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan

meningkatkan kepatuhan penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan

selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi. Respons terapi dari

pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari pemeriksaan

laboratorium, seperti tampak pada tabel di bawah ini.

Preparat terapi besi per oral :

21
 Fe sulfat (20 % Fe)

 Fe fumarat (33 % Fe)

 Fe succinate (12 % Fe)

 Fe gluconate (12 % Fe)

Respons terhadap pemberian besi pada ADB

Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada

orang dewasa dibandinhgkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat

sementara.

Waktu setelah pemberian Respons

Penggantian enzim besi intraselular,


12-24 jam
keluhan subjektif berkurang, nafsu
makan bertambah

36-72 jam Respons awal dari sumsum tulang


hiperplasia eritroid
48-72 jam Retikulositosis, puncaknya pada hari
ke 5-7

B. Pemberian preparat besi parenteral

Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan

harganya mahal. Dapatmenyebabkan limfadenopati regional dan reaksi

alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadarHb tidak lebih baik dibanding

peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini

mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan:

Dosis besi (mg) — BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5

22
C. Transfusi darah

Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan

pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat

mempengaruhi respons terapi. Koreksianemia berat dengan transfusi tidak

perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan

hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara

perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai

tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi.

8. PENCEGAHAN

Usaha sederhana mencegah ADB adalah dengan mengonsumsi

makanan yang kaya akan zat besi. Usahakan bayi mendapat air susu ibu

eksklusif. Setelah usia 6 bulan apabila tidak mendapat air susu ibu

sebaiknya diberi susu formula yang difortifikasi zat besi. Pemberian

tambahan zat besi dianjurkan pula sejak bayi sampai usia remaja, diberikan

sebagai usaha pencegahan terhadap anemis.

Banyak bahan makanan di sekitar kita yang kaya kandungan zat besi.

Sayuran berdaun hijau seperti selada air, kangkung, brokoli, bayam hijau,

buncis dan kacang-kacangan kaya akan zat besi. Bahan makanan hewani

seperti daging merah dan kuning telur juga kaya zat besi dan lebih mudah

diserap oleh tubuh dibandingkan sumber nabati. Dalam proses pengolahan

bahan makanan, sangat perlu diperhatikan pengolahan yang baik dan benar

sehingga kandungan zat makanan misalkan zat besi tidak berkurang dari

23
bahan makanan tersebut. Usahakan anak banyak mengonsumsi makanan

yang kaya zat besi untuk mencegah ADB.

Setiap kelompok usia anak rentan terhadap defisiensi besi (DB).

Kelompok usia yang paling tinggi mengalami DB adalah usia balita (0-5

tahun) sehingga kelompok usia ini menjadi prioritas pencegahan DB.

Kekurangan besi dengan atau tanpa anemia, terutama yang berlangsung

lama dan terjadi pada usia 0-2 tahun dapat mengganggu tumbuh kembang

anak, antara lain menimbulkan defek pada mekanisme pertahanan tubuh dan

gangguan pada perkembangan otak yang berdampak negatif terhadap

kualitas sumber daya manusia pada masa mendatang.

Rekomendasi suplementasi besi rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Sumber gambar: Gatot, D., Idjradinata, P., Abdulsalam, M., Lubis, B., Soedjatmiko, &
Hendarto, A. (2011).
Suplementasi Besi Untuk Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

24
BAB III
KESIMPULAN

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh

kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Diperkirakan

sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya

merupakan anemia defisiensi besi.

Anemia defisiensi besi pada anak akan memberikan dampak yang

negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain dapat

menurunkan sistem kekebalan tubuh sehingga meningkatkan kemungkinan

terjadinya infeksi. Defisiensi besi juga dapat mengakibatkan gangguan

pertumbuhan organ tubuh akibat oksigenasi ke jaringan berkurang. Dan

yang paling penting adalah bila defisiensi besi ini sudah berlangsung lama,

akan menurunkan daya konsentrasi dan prestasi belajar pada anak.

Penyebab utama anemia defisiensi besi adalah konsumsi zat besi yang

tidak cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang

sebagian besar terdiri dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam.

Selain itu infestasi cacing tambang memperberat keadaan anemia yang

diderita pada daerah–daerah tertentu terutama daerah pedesaan menyatakan

bahwa anemia defisiensi besi juga dipengaruhi oleh faktor–faktor lain

seperti sosial ekonomi, pendidikan, status gizi dan pola makan, fasilitas

kesehatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi. Faktor- faktor

tersebut saling berkaitan

25
Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering

tcrjadi pada bayi dan anak.Pencegahan dapat dilakukan melalui asupan

makanan dan suplementasi zat besi.Anemia defisiensi besi hampir selalu

terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi

terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdulsalam, M., & Daniel, A. (2002). Diagnosis, Pengobatan dan


Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. Sari Pediatri, 4(2), 2–5.

2. Dwiprahasto,I.2005.Terapi anemia defisiensi besi berbasis bukti. Anemia


defisiensi besi.Yogyakarta.Medika Fakultas Kedokteran UGM

3. Endang, W. (2013). IDAI - ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA BAYI


DAN ANAK. Retrieved February 28, 2016, from
http://idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-
pada-bayi-dan-anak

4. Gatot, D., Idjradinata, P., Abdulsalam, M., Lubis, B., Soedjatmiko, &
Hendarto, A. (2011). Suplementasi Besi Untuk Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia.

5. Hasan,R, Alatas, H.2002.Anemia defisiensi besi.Ilmu kesehatan anak


jilid1.Jakarta.Penerbit:Bagian Ilmu kesehatan anak FKUI.

6. Irawan, H. (2013). Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak. CDK-205,


40(6), 422– 425.

7. Muhammad, A. (2005). PENENTUAN DEFISIENSI BESI ANEMIA


PENYAKIT KRONIS MENGGUNAKAN PERAN INDEKS sTfR-F (
Determination of iron deficiency in chronic disease anemia by the role of
sTfR-F index ). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, 2(1), 9–15.

8. Oehadian, A. (2012). Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia.


Continuing Medical Education, 39(6), 407–412.

9. Özdemir, N. (2015). Iron deficiency anemia from diagnosis to treatment


in children. Türk Pediatri Arş ivi, 50(1), 11–9.doi:10.5152/tpa.2015.2337

27

Вам также может понравиться

  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ3 страницы
    Daftar Pustaka
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Bab Vii
    Bab Vii
    Документ1 страница
    Bab Vii
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi, Hal Persetujuan Dan Pengesahan, Kata Pengantar, Abstrak, Daftar Isi
    Daftar Isi, Hal Persetujuan Dan Pengesahan, Kata Pengantar, Abstrak, Daftar Isi
    Документ12 страниц
    Daftar Isi, Hal Persetujuan Dan Pengesahan, Kata Pengantar, Abstrak, Daftar Isi
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • BAB I - IV Proposal Penelitian HT
    BAB I - IV Proposal Penelitian HT
    Документ28 страниц
    BAB I - IV Proposal Penelitian HT
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • DMK DR Sany
    DMK DR Sany
    Документ19 страниц
    DMK DR Sany
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ3 страницы
    Daftar Pustaka
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Manual Sirkumsisi
    Manual Sirkumsisi
    Документ14 страниц
    Manual Sirkumsisi
    Denise Delaney
    Оценок пока нет
  • Cover Home Visit Fix
    Cover Home Visit Fix
    Документ12 страниц
    Cover Home Visit Fix
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Artikel BPH
    Artikel BPH
    Документ2 страницы
    Artikel BPH
    trisnaanandita
    Оценок пока нет
  • Portofolio Medikolegal Hanging
    Portofolio Medikolegal Hanging
    Документ5 страниц
    Portofolio Medikolegal Hanging
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Soal
    Soal
    Документ83 страницы
    Soal
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Leptospira
    Leptospira
    Документ6 страниц
    Leptospira
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Abses Periodontal
    Abses Periodontal
    Документ14 страниц
    Abses Periodontal
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • REFERAT Radiologi - Foto Thorax
    REFERAT Radiologi - Foto Thorax
    Документ27 страниц
    REFERAT Radiologi - Foto Thorax
    PutuIkaPuspaitaWiguna
    Оценок пока нет
  • Definisi
    Definisi
    Документ29 страниц
    Definisi
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Seminar Bullying FIX
    Seminar Bullying FIX
    Документ28 страниц
    Seminar Bullying FIX
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Morning Report Iii
    Morning Report Iii
    Документ18 страниц
    Morning Report Iii
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Abses Periodontal
    Abses Periodontal
    Документ14 страниц
    Abses Periodontal
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ2 страницы
    Daftar Isi
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Abses Periodontal
    Abses Periodontal
    Документ9 страниц
    Abses Periodontal
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Документ16 страниц
    Laporan Kasus
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Vini Maloklusi
    Vini Maloklusi
    Документ16 страниц
    Vini Maloklusi
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • DMK Jantung Fix
    DMK Jantung Fix
    Документ33 страницы
    DMK Jantung Fix
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • ODINOFAGIA
    ODINOFAGIA
    Документ40 страниц
    ODINOFAGIA
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ3 страницы
    Daftar Isi
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Cover Dan Kata Pengantar
    Cover Dan Kata Pengantar
    Документ2 страницы
    Cover Dan Kata Pengantar
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ3 страницы
    Daftar Isi
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Epidemiologi Bullying
    Epidemiologi Bullying
    Документ2 страницы
    Epidemiologi Bullying
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ2 страницы
    Daftar Isi
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ2 страницы
    Daftar Isi
    Trisna Anandita
    Оценок пока нет