Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

PENDAHULUAN

Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada yang berfungsi


sebagai pompa muskular dan memiliki empat katup yaitu katup trikuspidalis,
katup pulmonal, katup mitral, dan katup aorta. Katup akan terbuka dan tertutup
untuk mengatur aliran darah jantung pada arah yang tepat.1
Katup mitral merupakan katup yang menghubungkan atrium kiri dengan
ventrikel kiri. Dimana katup akan terbuka jika tekanan dalam ruang jantung di
proksimal katup lebih besar dari tekanan dalam ruang atau pembuluh di sebelah
distal katup. Daun katup sangat responsif sehingga perbedaan tekanan yang kecil
(kurang dari 1 mmHg) antara dua ruang jantung sudah mampu membuka dan
menutup daun katup tersebut.2,3
Mitral stenosis adalah penyakit katup mitral yang dicirikan dengan adanya
penyempitan ukuran diameter katup mitral. Ditemukan pengurangan ukuran katup
mitral (2 cm2) yang menimbulkan gangguan aliran darah dari atrium ke ventrikel
kiri. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan
menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral
menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi
ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala
lainnya.4
Di luar negeri mitral stenosis merupakan kasus yang jarang ditemui dalam
praktik sehari-hari. Diketahui bahwa penyakit mitral stenosis paling sering
desebabkan oleh penyakit jantung rematik yang mempunyai tingkat social
ekonomi rendah. Oleh sebab itu di Amerika, penyakit ini sudah jarang ditemukan,
walaupun ada kecenderungan meningkatnya jumlah imigran dengan kasus infeksi
streptokokus yang resisten. Sedangkan di Indonesia walaupun kasus stenosis
mitral menurun, namun kasus stenosis mitral ini masih banyak ditemukan.1
Dengan bekembangnya ekokardiografi saat ini mitral stenosis dapat
terdiagnosis lebih cepat, sehingga derajat berat ringannya dan penanganan
terhadap hipertensi pulmonal dapat ditangani baik.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Mitral stenosis merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran
darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastol melalui katup mitral oleh
karena penyempitan pada katup mitral. Mitral stenosis dikatangan ringan bila
MVA 1.5-2.5 cm2 keluhan minimal, derajat sedang MVA 1.0-1.5 cm2 keluhan
timbul saat aktivitas, sedangkan berat bila MVA < 1.0 cm2 keluhan timbul saat
istirahat.3,5
2.2 Epidemiologi
Prevalensi terjadi mitral stenosis sebanding dengan prevalensi penyakit
rematik. Prevalensi penyakit rematik lebih tinggi di negara-negara berkembang
dari pada Amerika serikat. Pada tahun 1980 insiden demam reumatik di Amerika
Serikat berkisar 0,5-2/100.000 penduduk dan semakin menurun di tahun
selanjutnya dikarenakan pengobatan yang luas dan efektif dari penggunaan
antibiotik dalam mengobati infeksi dari streptokokus. Prevalensi penyakit demam
reumatik di negara berkembang seperti di India mencapai 100-150 kasus per
100.000 penduduk. Sekitar 2/3 penderita stenosis mitral merupakan perempuan.
Onset dari gejala pertama biasanya muncul pada dekade ketiga atau keempat masa
kehidupan. Survival Rate 10 tahun pada pasien stenosis mitral dengan gejala
asimptomatik atau minimal mencapai angka 80%, sedangkan pada pasien stenosis
mitral dengan 1 gejala berat saja dapat menurunkan Survival Rate 10 tahun
menjadi 0 - 15%.2,6,8
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
2001, sebab utama kematian penduduk Indonesia adalah penyakit kardiovaskuler
yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah (26,3%). Ditemukan angka kematian
akibat penyakit kardiovaskuler sebesar 222 per 100.000 penduduk. Salah satu
penyakit kardiovaskuler yang melibatkan katup jantung adalah stenosis mitral.5

2
2.3 Anatomi Jantung dan Katup Mitral

Gambar 1. Anatomi Jantung


Sumber : Tortora Gerald, Bryan Derrickson. Printed in the United States of America.

Katup Mitral (juga disebut sebagai katup bicuspid / katup atrioventrikuler


kiri) merupakan katup yang ada di dalam jantung yang terdiri dari dua daun katup.
Katup mitral merupakan katup jantung yang memisahkan anatara atrium kiri dan
ventrikel kiri. Katup mitral dan katup trikuspid merupakan katup atrioventricular
karena terletak diantara atrium dan ventrikel jantung, dan keduanya
mengendalikan laju aliran darah.2
Katup mitral (bicuspid valve) letaknya di jantung yaitu antara atrium dan
ventrikel kiri. Rata-rata ukuran katup mitral adalah 4–6 cm². Katup mitral
memiliki dua daun katup/leaflet (anteromedial leaflet dan posterolateral leaflet).
Katup dibatasi oleh cincin katup yang dinamakan mitral valve annulus. Katup
anterior melingkupi 2/3 area katup mitral, dan sisanya oleh katup posterior. Katup
katup ini dijaga oleh tendon yang melekat di bagian posterior katup, mencegah
agar katup tidak prolaps. Tendon ini dinamakan chordae tendineae. Chordae
tendineae menempel ujungnya pada otot papilaris (papillary muscles) dan pada
katup. Otot papilaris sendiri merupakan penonjolan dari dinding ventrikel kiri.
Ketika ventrikel kiri berkontraksi, tekanan intraventrikuler memaksa katup mitral
untuk menutup. Tendon menjaga agar leaflet tetap sejajar satu sama lain dan tidak
bocor ke arah atrium.2
2.4 Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat
reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi Stretococcucus beta

3
hemolyticus group A. Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit
jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral
kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid,
mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s disease, akibat obat
fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia
lanjut akibat proses degeneratif.1
Dari pasien dengan mitral stenosis 60% dengan riwayat demam rematik,
sisanya menyangkal. Selain dari itu 50% pasien dengan karditis reumatik akut
tidak berlanjut sebagai penyakit jantung secara klinik. Namun, bebrapa kasus
demam reumatik akut tidak berlanjut menjadi penyakit katup jantung, hal ini
kemungkinan disebabkan karena pengenalan dini dan terapi antibiotik yang
adekuat.5
2.5 Patologi
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan
(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup.
Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi
komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan
ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya
area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing
(button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium,
sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.1
Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik
dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga menimbulkan
penarikan daun katup menjadi bentuk (funnel shape.)1
Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya lebih sering pada
perempuan dibandingkan laki-laki serta lebih sering pada keadaan gagal ginjal
kronik. Apakah proses degeneratif tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi
masih perlu evaluasi lebih jauh, tetapi biasanya ringan. Proses perubahan patologi
sampai terjadinya gejala klinis (periode laten) biasanya memakan waktu berahun-
tahun (10-20 tahun).1

4
2.6 Patofisiologi
Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area
orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri
berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat
terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga
menjadi 1 cm2. Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25
mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Peningkatan tekanan
atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler,
sehingga bermanifestasi sebagai keluhan sesak (exertional dyspneu). Seiring
dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri kronik akan
menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan
menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastol, regurgitasi trikuspidal
dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti
sistemik.1,9
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
stenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat
kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru berupa
vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau perubahan
anatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima
(reactive hypertension).4
Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi lanjut,
yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita, dan
terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita.1
Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien
transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan
antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap.
Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:7
1. Normal : bila area 4-5 cm2
2. Minimal : bila area >2,5 cm2
3. Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2
4. Sedang : bila area 1-1,4 cm2
5. Berat : bila area <1,0 cm2

5
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm2). Hubungan antara
gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat
pada tabel berikut:4

Tabel 1. Derajat stenosis: 2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan
pembukaan katup mitral.
Sumber: Sudoyo, Aru W. dkk.Interna Publishing. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan
meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang
berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.4
2.7 Manifestasi Klinis
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan
utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral
yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal
nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.1
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering
terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih
lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari
atriumkiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.11
Kadang-kadang pasien juga mengeluhkan adanya hemoptisis. Nyeri dada
dapat terjadi pada sebagian kecil pasien dan tidak dapat dibedakan dengan angina
pectoris, hal ini diyakini disebabkan oleh karena hipertrofi ventrikel kanan dan
jarang bersamaan dengan aterosklerosis coroner.10
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti
tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat
besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.6

6
2.8 Diagnosis
Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks,
elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi.7
1. Anamnesis
Keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien mitral stenosis
yaitu cepat lelah, sesak napas bila aktivitas (dyspnea d’effort) yang
semakin lama semakin berat. Pada mitral stenosis berat, keluhan sesak
timbul saat tidur malam (nocturnal dypsnea), bahkan dalam keadaan
istirahat saat berbaring (orthopnea). Kadang juga di dapatkan keluhan
berdebar bila ada gangguan irama jantung (fibrilasi atrium). Pada keadaan
lebih lanjut dapat ditemukan batuk darah (hemoptysis) akibat pecahnya
kapiler pulmonalis karena tingginya tekanan arteri pulmonalis, keluhan ini
biasanya disalah interpretasikan sebagai batuk darah akibat TBC. Pasien
mitral stenosis baru diketahui saat terkena stroke, terutama bila ada atrial
fibrilasi yang mempermudah terbentuknya thrombus di atrium kiri yang
kemudian terlepas dan menyumbat pembuluh darah otak.5
2. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita mitral stenosis yang berat sering ditemukan warna
kebiruan pada kedua pipi yang dikenal sebagai wajah mitral (mitral face),
kondisi ini terjadi karena curah jantung yang rendah (low cardiac output)
dalam waktu lama. Kadang didapatkan peningkatan tekanan vena
jugularis, kardiomegaly, hepatomegaly dan edema kedua tungkai apabila
mitral stenosis sudah menimbulkan bendungan pada jantung. 5,11
Palpasi
a. pulsasi nadi yang lemah, kecil, dan tidak teratur (fibrilasi atrium).
b. Tapping apeks-teraba S1
c. Bunyi jantung tambahan (opening snap mungkin teraba disamping
bunyi jantung I dan II)
d. Aktivitas ventrikel kanan teraba keras
e. Bunyi jantung II (S2) yang keras dapat teraba

7
Auskultasi
a. Bunyi jantung I (S1) mengeras
b. Bunyi jantung II (S2) normal atau mengeras jika sudah terjadi
hipertensi pulmonal
c. Bunyi jantung tambahan (opening snap) juga dapat ditemukan hal
ini menandakan bahwa daun katup mitral masih lenturketika
membuka pada fase diastolik.
d. Terdengar bising/murmur mid diastolik di daerah apeks jantung,
panjang murmur ini mencerminkan beratnya mitral stenosis.
e. Pada mitral stenosis berat dengan aliran melalui katup mitral yang
kecil, S1, opening snap dan bising mid-diastole mungkin tidak
terdengar lagi.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan EKG pada penderita stenosis mitral tergantung pada
derajat mitral stenosis, lama stenosis dan ada tidaknya penyakit
penyerta.5
Pada mitral stenosis ringan mungkin hanya akan terlihat
gambaran P mitral berupa takik (notching) gelombang P dengan
gambaran QRS masih normal. Pada tahap yang lebih jauh akan
terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser kekanan dan kemudian
akan terlihat gambaran rs atau RS pada hantaran precordial kanan.
Bila terjadi perputaran jantung karena dilatasi/hipertrofi ventrikel
kanan, gambaran EKG precordial kanan dapat menyerupai gambaran
kompleks intrakaviter kanan atau infark dinding anterior (qR atau qr
di V1) pada keadaan ini biasanya sudah terjadi regurgitasi tricuspid
yang berat karrena hipertensi pulmonal yang berat.3
Gambaran EKG dapat pula normal jika terjadi keseimbangan
listrik karena suatu stenosis katup aorta yang menyertainya. pada
stenosis mitral reumatik sering dijumpai fibrilasi/flutter atrial.
Fibrilasi/flutter atrial sering dimulai dengan suatu yang ekstrasistol
atrium paroksimal.3

8
b. Foto Thorax
Gambaran foto thorak ada stenosis mitral ditandai dengan aorta
yang relative mengecil, pinggang jantung menghilang, pembesaran
atrium kiri, apeks jantung terangkat (pembesaran ventrikel kanan),
pembesaran atrium kanan serta gambaran kontur ganda (double
contour) yang menandakan pembesaran atrium kiri. Disamping itu
sering juga ditandai adanya bendungan vena pulmonalis pada bagian
atas lapangan paru (sefalisasi) ataupun adanya penonjolan segmen
pulmonal akibat pembesaran arteri pulmonalis, terutama apabila sudah
terjadi peningkatan tekanan arteri pulmonalis. 5,6

Gambar 2. Foto thoraks pasien mitral stenosis yang menunjukkan


pembesarn atrium kiri, pembesaran atrium kanan dan pembesaran
segmen pulmonal.
Sumber : A. Ghanie. Div. Kardiologi. Dept. int. Med. FK. UNSRI/RSMH Palembang

c. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi merupakan pemeriksaan paling
penting dalam mendiagnosis mitral stenosis. Terlihat penebalan dan
pengapuran katup mitral serta apparatus subvalvar, gerakan katup
mitral yang terbatas sehingga bentuk katup menyerupai kubah
(dooming) pada fase akhir diastolik. Mitral stenosis ini juga kadang
disertai kebocoran (regurgitasi) mitral. Kelainan ini sering disertai
dilatasi atrium kiri, bahkan kadang ventrikel kanan maupun atrium
kanan, terutama bila disertai peningkatan tekanan arteri pulmonalis.9

9
Gambar 3. Stenosis mitral cincin supravalvular pada parasternal long
axis view.
Sumber : A. Ghanie. Div. Kardiologi. Dept. int. Med. FK. UNSRI/RSMH Palembang

Ekokardiografi 2 dimensi dengan pencitraan aliran warna pada


parasternal long axis view, tampak aliran turbulen (panah) di saat
diastolik dari atrium kiri (LA) ke ventrikel kiri (LV), disebabkan oleh
cincin mitral supravalvular obstruktif.10

Gambar 4. Stenosis mitral cincin supravalvular pada apical view.


Sumber : A. Ghanie. Div. Kardiologi. Dept. int. Med. FK. UNSRI/RSMH Palembang

Ekokardiografi 2 dimensi dengan pencitraan aliran warna pada


apical view, tampak aliran turbulen (panah) pada diastolik dari atrium
kiri (LA) ke ventrikel kiri (LV), disebabkan oleh cincin mitral
supravalvular obstruktif.10

10
Tabel 2 : Wilkins Ekokardiografi Skor
Baumgartner H, Volkmar Falk, Jeroen J, et al. Managemen of valvular Heart disease ESC/EACTS.

Wilkins ekokardiografi skor merupakan skor bagi penderita


mitral stenosis yang akan menjalani mitral valvuloplasti, dimana
dengan jumlah skor 4-16 skor yang mempunyai empat variable yaitu
mobilitas leafleat, penebalan katup, kalsifikasi, dan penebalan
subvalvular yang digunakan untuk memprediksi prosedur tintakan
intervensi. Setiap variable dinilai 1, dimana total skor <4 dikatakan
normal, skor 4-8 baik jika dilakukan terapi intervensi, dan >8 harus
dilakukan terapi intervensi baik intervensi bedah ataupun non bedah.
Kalsifikasi komisura dan fusi komisura merupakan komplikasi
terburuk setelah dilakukan valvulotomi.10
d. Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini tidak secara rutin diperlukan pada mitral
stenosis, kecuali bila ada ketidaksesuaian antara kondisi klinis dengan
pemeriksaan ekokardiografi misalnya klinis tampak berat, tetapi
ekokardiografi menunjukkan mitral stenosis ringan.5
Penilaian invasive dengan kateterisasi jantung terbatas untuk
subgroup pasien tertentu, dipergunakan secara primer untuk suatu
prosedur pengobatan intervensi nonbedah misalnya, valvulotomi
dengan balon, untuk menggambarkan anatomi koroner dan tidak lagi
merupakan keharusan sebelum pembedahan katup mitral.1
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mitral stenosis dibagi menjadi dua, yaitu terapi
medikamentosa dan intervensi mekanik meliputi intervensi bedah dan non bedah.5

11
a. Terapi Medikamentosa
Terapi medis untuk pasien dengan stenosis mitral yang berirama sinus
biasanya relatif terbatas. Secara umum, semua pasien dengan stenosis mitral harus
mendapatkan profilaksis antibiotik yang tepat terhadap endokarditis jika
ditemukan tanda-tanda bakterimia. Antibiotik yang digunakan dapat berupa
golongan penisilin, eritromisin, sulfadiasin, sefalosporin, atau ampisilin.5,7
Terapi medikamentosa ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
kelebihan cairan dengan pemberian diuretik yaitu dapat diberikan
hidroclorthiazide 12,5-50 mg, furosemide 40-120 mg, atau spironolactone 12,5-50
mg dan untuk memperlambat frekuensi denyut jantung dengan digitalis, digoxin
1 x 0.12,5-0,25 mg, beta bloker (bisoprolol 1 x 1.25-10mg), atau Calcium chanel
blocker (CCB). Diet rendah garam dan diuretik dapat bermanfaat jika terdapat
bukti adanya kongesti paru.7,12
Terapi antikoagulan diindikasikan untuk pencegahan emboli sistemik pada
pasien mitral stenosis dengan atrial fibrilasi (persisten atau paroxysmal), setiap
kejadian emboli sebelumnya (bahkan jika dalam ritme sinus), dan adanyaa
trombus atrium kiri. Antikoagulasi juga dapat dipertimbangkan untuk pasien
dengan irama sinus dan MS parah ketika ada pembesaran atrium kiri yang parah
(diameter> 55 mm) atau kontras spontan pada ekokardiografi.8,9
Pada pasien dengan MS berat, dengan gejala persisten setelah intervensi
atau ketika intervensi tidak mungkin, terapi medis dengan diuretik oral dan
pembatasan asupan natrium dapat meningkatkan gejala. Glikosida digitalis tidak
mengubah hemodinamik dan biasanya tidak bermanfaat bagi pasien dengan MS
dan ritme sinus, tetapi obat ini nilai dalam memperlambat laju ventrikel pada
pasien dengan AF dan dalam merawat pasien dengan gagal jantung kanan.7
Atrial Fibrilasi (AF) sering terjadi pada stenosis mitral. Prevalensi 30-40%
akan muncul akibat hemodinamik yang bermakna karena hilangnya kontribusi
atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Ketika
AF terjadi secara akut, biasanya AF disertai dengan Rapid Ventricular Response
(RVR). Penatalaksanaan dini perlu dilakukan seperti pemberian digitals dan dapat
dikombinasikan dengan β-bloker atau non dihydropyridine CCB. Ketika obat ini

12
tidak efektif atau ketika kontrol tingkat tambahan diperlukan, digoksin atau
amiodarone dapat dipertimbangkan. Selain hal diatas, upaya yang harus
dilakukan untuk membangun kembali ritme sinus adalah dengan
mengkombinasi pengobatan farmakologis dan kardioversi. Pada pasien yang
telah memiliki AF selama lebih dari 24 jam, sebelum prosedur kardioversi,
antikoagulasi dengan warfarin selama lebih dari 3 minggu dapat dilakukan. 9
b. Terapi Intervensi
Stenosis mitral menimbulkan mekanisme obstruksi pada aliran darah di
jantung sehingga sebagai terapi definitifnya adalah menghilangkan obstruksi
katup. Indikasi untuk dilakukannya intervensi adalah sebagai berikut:8,12
1. Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,5 cm2) dan
keluhan,
2. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,
3. Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti
usia tua dengan fibrilasi atrium, pernah mengalami emboli sistemik, dan
pembesaran yang nyata dariappendage atrium kiri.

Tiga tindakan operasi yang tersedia untuk pengobatan MS rematik: (1)


Baloon Mitral Valvulotomy (BMV) (2) Komisurotomi transmitral dan (3) Mitral
valvular surgery Intervensi bedah yang dianjurkan untuk pasien dengan mitral
stenosis berat dengan gejala yang signifikan (NYHA kelas. III atau IV) atau
ketika BMV tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan.8,9,12
Baloon Mitral Valvulotomy (BMV) merupakan prosedur terapetik invasive
minimal untuk mengatasi stenosis mitral tanpa komplikasi dengan cara memaksa
membuka katup jantung oleh balon. Kateter balon di masukkan dari arteri femoral
kiri menuju inferior vena cava dan atrium kiri. 8
BMV dianjurkan untuk pasien dengan gejala sedang sampai berat (MVA 1-
1,5 cm), skor Wilkins <8 dan dengan morfologi katup menguntungkan, tidak ada
atau mitral regurgitasi ringan, dan tidak ada bukti trombus atrium kiri. Bahkan
gejala-gejala ringan, seperti penderita yang tidak membaik dengan pengobatan
dan latihan, merupakan indikasi untuk intervensi karena prosedur mengurangi
gejala dan meningkatkan hasil jangka panjang dengan risiko rendah prosedural.
Selain itu, BMV direkomendasikan untuk pasien tanpa gejala dengan sedang

13
sampai parah ketika mitral stenosis obstruksi katup mitral telah mengakibatkan
hipertensi pulmonal dengan tekanan sistolik paru lebih besar dari 50 mmHg pada
saat istirahat atau 60 mmHg dengan olahraga.8,9,12
Komisurotomi transmitral juga dapat yang dilakukan jika skor wilkins <8
dengan gejala ringan sampai sedang. Dengan cara ini, katup terlihat dengan jelas
sehingga pemisahan komisura (komisurotomi) korda, otot papilaris, serta
pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan baik.5,9
Komisurotomi berbeda dengan penggantian katup jantung dengan katup
protesa. Penggantian katup jantung dengan katup protesa dilakukan sebagai
pilihan akhir, namun pemilihan penggantian katup bergantung dengan kondisi
pasien, umur pasien, dan risiko terjadinya komplikasi lanjut dari stenosis mitral
yang dimiliki pasien. Perlu diingat bahwa katup protesa dapat menyebabkan
thrombosis pada katup, infeksi endokarditis, malfungsi protesa serta kejadian
trombo emboli, sehingga membuat pasien memerlukan obat antikoagulan.8,9
Penggantian katup jantung (Mitral Valvular Repair/Replacement)
dianjurkan untuk pasien dengan gejala mitral stenosis berat ketika BMV atau
bedah perbaikan katup mital tidak dapat dilakukan. Biasanya, penggantian katup
mitral diperlukan untuk pasien dengan skor Wilkins >10, stenosis mitral
gabungan dan regurgitasi mitral sedang atau berat, orang-orang dengan kalsifikasi
commissural yang luas, fibrosis berat, dan fusi Subvalvular, dan mereka yang
telah menjalani valvotomi namun kambuh kembali sebelumnya.8,9,12
Pengganti katup mitral ditunjukkan dalam dua kelompok pasien dengan
stenosis mitral yang katupnya tidak cocok untuk valvotomi, seperti halnya pada:8
1. Orang-orang luas katup mitral MVA <1,5 cm2 di NYHA kelas III dan
NYHA IV.
2. Orang-orang dengan stenosis mitral berat MVA ≤ 1 cm2, NYHA Kelas
II, dan hipertensi pulmonal berat (tekanan sistolik arteri paru> 60
mmHg). Karena risiko kematian operasi mungkin tinggi (10% sampai
20%) pada pasien di NYHA kelas IV, operasi harus dilakukan sebelum
pasien mencapai tahap ini jika mungkin.8

14
2.10 Diagnosis Banding
a. Insufisiensi mitral
Bentuk jantung pada insufisiensi mitral ini hampir sama dengan stenosis
mitral. Pada insufisiensi mitral, ventrikel kiri nampak besar; sedang pada
stenosis mitral ventrikel kiri normal atau mengecil.1
b. Regurgitasi Aorta
Hipertrofi ventrikel kiri yang jelas, pengurangan bunyi jantung pertama (S1)
dan tidak adanya opening snap pada auskultasi menyokong kearah regurgitasi
aorta.1
2.11 Prognosis
Apabila timbul atrium fibrilasi maka prognosisnya kurang baik (25% angka
harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka
harapan hidup 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya emboli
arterial secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi. Penderita yang
mendapatkan intervensi bedah memiliki prognosis yang baik.3,11
2.12 Komplikasi
a. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium ditemukan antara 40-50% pada stenosis mitral yang
simtomatis, walaupun hanya sedikit hubungannya antara fibrilasi atrium dengan
beratnya stenosis. Mekanisme timbulnya fibrilasi atrium belum diketahui secara
jelas. Adanya peningkatan tekanan pada atrium kiri yang lama cenderung
menimbulkan hipertrofi dan dilatasi atrium kiri, dan perubahan struktur ini diduga
dapat merubah keadaan elektrofisiologi atrium kiri, yang merupakan faktor
predeposisi untuk menimbulkan aritmia atrium.1
Pada fibrilasi atrium kronik biasanya ditemukan fibrosis internodal tract dan
perubahan struktur SA node, tetapi perubahan ini juga ditemukan pada semua
keadaan yang memperlihatkan fibrilasi atrium disamping karena penyakit jantung
reumatik. Fibrilasi atrium biasanya ditemukan pada pasien dengan usia diatas 40
tahun.1
b. Emboli sistemik
Emboli sistemik merupakan komplikasi yang serius pada stenosis mitral.
Lebih 90% emboli sistemik berat berasal dari jantung dan penyakit jantung

15
reumatik. Pasien penyakit jantung reumatik yang mengalami embolisasi terutama
terjadi pada pasien dengan kerusakan katup mitral, dan stenosis mitral. Diduga
antara 9-20% pasien penyakit jantung reumatik yang menyerang katup mitral
mengalami embolisasi. Sekitar dua pertiga pasien mengalami stenosis mitral
dengan konplikasi emboli ditemukan fibrilasi atrium; semakin tua usia, walau
tanpa fibrilasi atrium ,semakin cenderung timbul komplikasi emboli. Mortalitas
akibat emboli serebri sekitar 50%, sedangkan mortalitas keseluruhan diduga
sekitar 15%1.
c. Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung
Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung merupakan keadaan lanjut
akibat perubahan hemodinamik yang timbul karena stenosis mitral, dimana
mekanisme adaptasi fisiologis sudah dilampaui.4
d. Endokarditis
Pada pasien dengan katup jantung normal, sel dalam tubuh akan
mengahancurkan baktri-bakteri penyebab endokarditis. Tetapi pada katub jantung
yang rusak dapat menyebabkan bakteri tersebut tersangkut pada katup tersebut.4
e. Prolaps Katub Mitral (MVP)
Selama ventrikel berkontraksi daun katub menonjol ke dalam atrium kiri
kadang-kadang memungkinkan terjadinya kebocoran (regurgitasi) sejumlah kecil
darah ke dalam atrium. Penyakit ini ditandai dengan penimbunan substansi dasar
longgar di dalam daun dan korda katub mitral, yang menyebabkan katub menjadi
floopy dan inkompeten saat sistol. MVP jarang menyebabkan masalah jantung
yang serius namun bisa menjadi penyulit sindrom marfan atau penyakit jaringan
ikat serupa dan pernah dilaporkan sebagai penyakit dominan autosomal yang
berkaitan dengan kromosom 16p. Sebagian besar timbul sebagai kasus yang
sporadik.3

16
BAB III
KESIMPULAN
Mitral stenosis merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran
darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastol melalui katup mitral oleh
karena penyempitan pada katup mitral.
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat
reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus.
Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik.
Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari
systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis,
rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s disease, akibat obat fenfluramin/phentermin,
serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses
degeneratif.
Gejala yang paling sering dirasakan oleh pasien mitral stenosis yaitu cepat
lelah, sesak napas bila aktivitas (dyspnea d’effort), nocturnal dypsnea, bahkan
dalam keadaan istirahat saat berbaring (orthopnea). Kadang juga di dapatkan
keluhan berdebar bila ada gangguan irama jantung (fibrilasi atrium) dan pada
keadaan lebih lanjut dapat terjadi hemoptysis. Bunyi Jantung I (S1), opening snap
dan bising mid diastole dapat didengar pada auskultasi, serta terlihat penebalan
dan pengapuran katup mitral serta apparatus subvalvar, gerakan katup mitral yang
terbatas sehingga bentuk katup menyerupai kubah (dooming) pada fase akhir
diastolik pada ekokardiografi.
Terapi medikamentosa ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
kelebihan cairan dengan pemberian diuretik dan memperlambat frekuensi denyut
jantung dengan digitalis, beta bloker Calcium Channel Blocker (CCB), serta diet
rendah garam dan diuretik dapat bermanfaat jika terdapat bukti adanya kongesti
paru. Sedangkan pada mitral stenosis sedang sampai berat dapat dilakukan
tindakan intervensi bedah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada mitral stenosis yaitu emboli sistemik,
hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung, endokarditis, dan prolapse katup
mitral.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Interna
Publishing. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:2009. P : 1671-1679.
2. Tim Anatomi Unhas. Buku Ajar Biomedik I. Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. Makassar : 2013. P:187-203.
3. Rilantono L, Faisal. dkk. Buku ajar kardiologi. 5th. Gaya baru. Jakarta: 2004.
P:135-138.
4. Price Sylvia A, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Vol 1 Ed 6. EGC. Jakarta: 2005. P: 613-619.
5. Rilantono Lily. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskuler. Badan penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2012. P: 280-286.
6. Maganti K, Rigolin VH, Sarano EM, dan Bonow OR.Valvular Heart Disease:
“Diagnosis and Management”. Mayo Clin Proc. Mei 2010. P: 483–500.
7. PERKI. Panduan Praktis Klinis dan Clinical Pathway Penyakit Jantung Pembuluh
Darah. Ed Pertama. Jakarta: 2016. P: 45-49.
8. Bonow RO, Carabello BA, Chatterjee K, et al. Focused update incorporated into the
ACC/AHA 2008 guidelines for the management of patients with valvular heart
disease: a report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to Develop
Guidelines for the Management of Patients With Valvular Heart Disease).
Amerika:2008. P:560-572.
9. Carabello BA. Contemporary Reviews in Cardiovascular Medicine : “Modern
Management of Mitral Stenosis”. Circulation. 2005. P:432-437.
10. Baumgartner H, Hung J, Bernejo J, et al. Echocardiographic assessment of valve
stenosis: EAE/ASE recommendations for clinical practice. J Am Soc Echocardiogr.
2009. P:1-23.
11. Ethan S Brandler, MD, MPH. Mitral Stenosis. Clinical Assistant Professor,
Attending Physician, Departments of Emergency Medicine and Internal Medicine,
University Hospital of Brooklyn, Kings County Hospital. 13 april 2011
12. Baumgartner H, Volkmar Falk, Jeroen J, et al. Guideline for the Management of
Valvular Disease. Managemen of valvular Heart disease ESC/EACTS. Europa:
2017. P 2762-2766.

18

Вам также может понравиться