Вы находитесь на странице: 1из 25

LALA BUNTAR (LALA BUNTE)

Muntu jaman dunung ada kerajaan de besingin kerajaan silang,pang kerajaan nan
kurang lebe 35 km ola timur samawa to pas pang kecamatan pelampang. raja silang ada anak
dedara de balong benar idung mata de basingin lala buntar atau lala bunte. bua singin nan luk
leng bapak ,leng jina gera lalo idung mata mara mengas bulan buntar.

Selin ke gera lala bunte boto po ampo,sala sopo de bau ne nesek kre, hasil nesek lala
bunte balong benar. ta bua singin lala bunte ya to leng serea tau desa lin.leng boto nya lala
bunte , bua ya sayang benar leng bapak kaling ya beang mo hadiah tawa nesek kaling emas.

Ka menong rungan tentang lala bunte,peno benar taruna-taruna anak raja de sate baketoan
bau ya senikah lala bunte nan.kaling ada sopo ngano raja silang datang sepida-pida temue ada
ade datang kaling kerajaan pulau samawa sampe pang luar samawa.sarea temue nan datang
baketoan,nan de pina raja no to luk mengkuda-kuda,de lebe-lebe ne sarea temue nan
rengkeng serea sate baketoan ,suasana de ka tone riyam remuk dadi panas sampe-sampe ada
de saling tantang sate basengal.

Kamo to nan luk, raja silang buya cara melok setenang suasana, kaling raja silang selis mo
pengkeling luk nonda pengeneng temue nan srea de ya terima ataupun ya tolak,leng ya alo
rembuk nung ke srea keluarga ke lala bunte ampo,raja eneng waktu seminggu tawa barembuk
nan.

Petang mula barembuk mo eneng mo melok sate lala bunte, ampa rasate lala bunte lin ke
sarea keluarga nya sate bilin kerajaan nan maksudnya ne bau na ada de basengal apa no
monda nya pang kerajaan nan.

Rasate lala bunte no mo bau garu ke berat ate srea keluarga ya lepas mo lala bunte.marang
nawar lalo mo lala bunte bilin kerajaan ya bilin ina ke bapak.lala bunte lalo ko pang de nonda
tau bau sangedo diri kaling tau nan sarea,pas lalo engka ya kelupa alat nesek de kaling mas
na.

Pang tenga ola mikir lala bunte lok melako nya lalo sebelo ola masi bau ya to rua leng tau.
Kaleng ya suru mo serea pengawal ngantang, teris pina setompok batu ke tana. Setompok
batu nan ka ya bentuk yang unter. Pang tenga setompok batu nan ada mo pang pates lala bunt
eke serea pengikut. Pang bao setompok batu nan ka ya pina bongkang tawa lala bunte ke
serea pengikut de ada pang dalam nan bau beriak. Salah sopo pengikut tetap patis pang luar
nan. Nan de ya suru tawa datang ete pekakan kaleng istana kerajaan.

Sopo bulan le , lala bunte pang dalam nan ampa nomonda tengkela nya ke serea pengikut.
Kaleng tukang antat makanan mikir mo luk lala bunte kam mate pang dalam unter nan. Teris
bongkang de ada pang poto unter nan ka ya tutup kaleng ya pina kubir pang bao. Sampe to
kubir nan bau tu ingo pas pang bao unter , lebe kurang 5KM kaleng pang desa pamasir
kecamatan pelampang.

Ka kadu dua kali kubir nan sate ya bongkar leng tau de sate ete mas de ya bawa leng lala
buntar ke serea pengikut, tapi tetap nobau. Serea tau de kasate ete pasti ya dapat bala. Ujan
rea mo, gunter mo ke sarea macam de merang-merang.
Tanjung menangis

Yanansi singen tanjung pang ano siup semawa. Pang samandunung ana, anak dadara
Datu Samawa ya kena leng penyakit ade nonda sopo- sopo tau pang Samawa ade bau
seterang na. Datu Samawa kamo lalo lako datu Dompu, datu Bima ya buya sandro rea ade
bau seterang anak na. sepida-pida mobulan sakit, tapi no poda tau atawa sandro ade bau
seterang na. Sopo ano, DatuSamawa pina pasamada lako sarea tau pang Samawa luk ya buya
tau ade bau saterang penyakit anak na. sai-sai tau bau seterang anak na, lamen soai ya senadi
anak Datu, lamen selaki ya senadi nantu ya senika ke anak na. rungan reata napat jangka Datu
setoe let, Datu Ujung Pandang. Sepida-pida tau, sepida- pida sandro datang lako pang Datu
Samawa ya gita anak dadara Datu samawatapi nopoda satau-tau ade bau seterang na. Sopo
ano, ada mo tau loka datang lako pang Datu Samawa. Tau ta ya sepan diri datang kaleng
Ujung Pandang, kamenong rungan luk anak dadara Datu Samawa ya kena leng sakit keras.
Kaleng diri datang sate ya roba medo anak Datu na kena roa ada berkat Nene koasa. Kewa
koasa Allah Ta'ala, ola ima ke pangeto Daeng Ujung Pandang ta, anak dadara Datu Samawa
bau sehat mara biasa. Dapat mo masa ya tagi jangi Datuluk sai-sai tau bau saterang anak na,
lamen selaki ya sanika ke anak na. benru ya gita kebali Daeng Ujung Pandang nan, loka,
rongko, no roa ate Datu Samawa ya sanika ke anakna. Kaleng beling Datu ke Daeng Ujung
Pandang luk sate ya satukar hadia na. No dadi ya sanika ke anak na, tapi ya beang harta
meloe-loe ya sate. Daeng Ujung Pandang no roa, kaleng mole rebalik ko Ujung Pandang
kewa sampan ode belabu pang Tanjung Menangis. Anak dadara Datu Samawa, ya laloturet
Daeng Ujung Pandang ko palabu kaleng ya gita Daeng loka rongko nanbenru entek ko bao
sampan teres beroba jadi tau teruna gera nonda jangka. Kaleng nangis anak dadara Datu
Samawa ya pedi diri kewa rasa ate lako daeng Ujung Pandang. rena nangis, berari ya turet
sampan Daeng Ujung Pandang jangka tenga let no pato diri nyelam, kaleng mate pang tenga
let rena nangis. Kaleng tuter ta, nan bua ya sa singin tanjung ta tanjung menangis.
Lala Buntar

Pada zaman dahulu kala ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Silang, letaknya
kira-kira 35 kilometer sebelah timur Sumbawa sekarang, tepatnya di Desa Pemasar di
Kecamatan Maronge. Raja Silang mempunyai seorang putri yang sangat rupawan yang
bernama Lala Buntar atau Lala Bunte panggilan akrabnya. Diberikan nama demikian oleh
ayahnya karena parasnya yang elok dan rupawan bagaikan Bulan Purnama (Buntar dalan
Bahasa Sumbawa berarti Purnama).

Disamping parasnya yang rupawan Lala Bunte juga sangat terampil. Salah satu
keterampilannya adalah keahlian menenun kain. Kain tenun hasil tenunannya sangat indah
dengan motif-motif khas yang mempesona dengan kualitas yang baik. Hal ini membuat nama
Lala Bunte semakin terkenal ke seluruh pelosok negeri. Karena keterampilannya itu sang
ayah yang sangat menyayangi Lala Bunte memberikan hadian kepada putrinya, berupa
seperangkat alat tenun terbuat dari emas.

Mendengar berita tentang Lala Bunte banyaklah putra-putra raja bahkan raja-raja
yang ingin melamar dan mempersunting Lala Bunte. Pada suatu hari Raja Silang kedatangan
beberapa orang tamu. Ada yang datang dari kerajaan yang ada di Pulau Sumbawa, dan
bahkan daru luar Sumbawa antara lain dari kerajaan Gowa. Mereka semua bermaksud sama
yakni datang untuk meminang Lala Bunte. Hal yang demikian itu membuat bingung Raja
Silang, terlebih-lebih semua tamu yang datang bersikeras agar niat mereka dapat dikabulkan.
Suasana yang tadinya dirasa akrab berubah menjadi panas. Bahkan satu sama lain dari tamu
tersebut sudah saling tantang untuk melakukan adu fisik dan kesaktian.

Melihat keadaan seperti itu, raja Silang berusaha untuk menenangkan keadaan,
dengan cara yang bijaksana. Raja Silang mengambil keputusan bahwa permintaan dari tamu-
tamunya tidak ada yang diterima maupun ditolak, karena terlebih dahulu akan dirembuk
dengan segenap keluarga dan para penasehat termasuk dengan Lala Bunte sendiri. Raja
menetapkan waktu satu minggu untuk memberi keputusan. Kesempatan satu minggu itupun
digunakan oleh Raja Silang untuk bermusyawarah.

Pada malam pertama dilakukan musyawarah Raja Silang meminta pendapat putrinya
Lala Bunte sebagai putri satu-satunya itu. Lala Bunte ternyata memiliki pendapat yang sama
sekali berbeda dengan yang diharapkan oleh keluarganya. Semua yang hadir dalam
pertemuan itu terperanjat dengan keinginan Lala Bunte untuk pergi meninggalkan kerajaan
agar perpecahan yang bakal terjadi dapat dihindari. Lala Bunte berpikir bahwa dengan
perginya dirinya dari kerajaan akan dapat mencegah terjadinya pertumpahan darah karena
yang diperebutkan sudah tidak ada lagi.

Keputusan Lala Bunte sudah pasti tidak ada yang dapat merubahnya. Dengan berat
hati akhirnya seluruh keluarga menyetujui permintaan Lala Bunte. Dengan diiringi oleh para
Jowa Perjaka (para pendamping/pengikut). Keesokan harinya berangkatlah Lala Bunte
meninggalkan kerajaan, meninggalkan istana, dan meninggalkan ayah ibunya. Lala Bunte
pergi menuju ke satu tempat untuk mengasingkan diri. Dalam kepergiannya itu Lala Bunte
membawa serta peralatan tenunnya yang terbuat dari emas.

Dalam perjalanannya Lala Bunte sempat berpikir bahwa kemanapun dia pergi
sepanjang masih dilihat orang maka dirinya tetap akan diperebutkan. Oleh sebab itu, tidak
terlalu jauh dari kerajaannya, Lala Bunte meminta kepada pengikutnya untuk berhenti. Dalam
perhentiannya itu Lala Bunte meminta kepada pengikutnya untuk membuat timbunan batu
dan tanah. Timbunan tersebut dibentuk menyerupai bukit. Di tengah-tengah timbunan
tersebut terdapat ruangan yang ditempati oleh Lala Bunte bersama pengikutnya. Dipuncak
timbunan tersebut dibuatkan lubang dengan maksud agar Lala Bunte dan pengikutnya yang
ada didalam timbunan itu dapat bernapas. Salah seorang pengikutnya tetap berada diluar
timbunan itu yang bertugas untuk menjemput makanan dari Istana Kerajaan guna keperluan
Lala Bunte.

Satu Bulan lamanya Lala Bunte di dalam timbunan tanah dan batu yang meyerupai
bukit itu menerima makanan yang diantarkan oleh pengikutnya. Pada suatu saat setelah itu,
Lala Bunte dan pengikutnya didalam sudah tidak lagi muncul untuk menerima pasokan
makanan. Pelayan yang bertugas memasukkan makanan itu berpikir, Lala Bunte beserta
pengikutnya yang ada didalam timbunan tanah dan batu itu telah meninggal. Oleh pelayan
yang ada di luar, akhirnya lubang yang ada di puncak bukit tersebut ditutup dan dibuatkan
kuburan diatasnya. Sampai sekarang kuburan tersebut dapat dilihat tepat di atas sebuah bukit
kira-kira 5 km dari Desa Pemasar Kecamatan Plampang.

Pernah dua kali kuburannya ingin dibongkar oleh orang yang mengharap dapat
mengambil emas – emas yang dibawa Lala Bunte beserta pengikutnya akan tetapi selalu
gagal. Mereka yang mencoba untuk mengambilnya selalu berhadapan dengan peristiwa alam
yang keras seperti hujan lebat,kilat dan petir yang menyambar debu yang beterbangan dan
peristiwa alam yang menyeramkan lainnya.
Tanjung Menangis (Versi Bahasa Indonesia)

Tanjung menangis merupakan nama tanjung yang berada di bagian timur pulau
Sumbawa. Pada zaman dahulu, putri dari Datu Samawa terjangkit penyakityang sangat aneh,
tak ada seorang pun di seantero negeri Samawa yang dapat menyembuhkannya. Datu
Samawa telah melakukan berbagai cara demi menyembuhkan putrinya. Dia telah berkunjung
ke rekan-rekannya sesama pemimpin, yaitu kepada Datu Dompu dan Datu Bima untuk
mencari tabib sakti yang dapat menyembuhkan putrinya, namun hasilnya tetap nihil.
Bertahun-tahuntuan putri mengidap penyakit aneh tersebut, namun belum ada orang ataupun
tabib yang mampu menyembuhkannya. Suatu hari, Datu Samawa membuat sayembara bagi
seluruh orang diseantero negeri. Barang siapa yang mampu menyembuhkan tuan putri maka
baginya akan diberikan hadiah. Apabila dia perempuan maka akan dijadikan sebagai anak
angkat. Namun, apabila laki-laki, maka akan dijadikan menantu dan dinikahkan dengan tuan
putri. Sayembara ini menyebar hingga ke pulau Sulawesi di seberang sana. Telah banyak
tabib yang mencoba mengikuti saymebara ini namun belum seorang pun yang berhasil
menyembuhkan tuan putri. Suatu hari, datanglah seorang kakek tua renta ke kediaman Datu
Samawa. Dia berasal dari negeri UjungPandang dan memperkenalkan dirinya dengan nama
Daeng Ujung Pandang. Dia telah mendengar kabar tentang penyakit aneh yang diderita tuan
putrid dan ingin mencoba mengobati tuan putri bila Tuhan Yang Maha Kuasa
mengijinkan.Dengan kuasa Allah Taala, melalui tangan serta pengetahuan yang dimiliki
Daeng Ujung Pandang, tuan putri pun sembuh seperti sedia kala. Sesuai dengan janjinya,
tibalah waktunya bagi Datu Samawa untuk membayar janji kepada Daeng Ujung Pandang
yang telah menyembuhkan putrinya. Seperti yang telah beliau janjikan, beliau harus
menikahkan putri beliau dengan Daeng Ujung Pandang. Namun, karena melihat fisik Daeng
Ujung Pandang yang sudah tua renta dan bungkuk pula, Datu Samawa merasa tidak rela
untuk menikahkan putrinya dengan Daeng Ujung Pandang. Datu Samawa akhirnya merubah
hadiah dari sayembara. Daeng Ujung Pandang oleh Datu Samawa dipersilahkan untuk
mengambil harta sebanyak-banyaknya, berapapunyang diinginkan olehnya, asalkan Daeng
bersedia untuk tidak dinikahkan dengan tuan putri. Daeng Ujung Pandang merasa sangat
terhina dengan sikap Datu. Beliau menolak untuk mengambil sepeser harta pun dari istana.
Dengan hati teriris, ia pun pulang kembali ke Ujung Pandang menggunakan sampan kecil
yang dilabuhkan di sebuah tanjung. Putri Datu Samawa merasa iba melihat kekecewaan di
mata Daeng Ujung Pandang, ia pun menyusul Daeng Ujung Pandang ke tanjung tersebut.
Saat putri Datu Samawa tiba di pelabuhan, saat itu pula, Daeng Ujung Pandang baru saja
menaiki sampannya. Atas kekuasaan Allah, Daeng Ujung Pandang yang tua renta tersebut
berubah menjadi pemuda yang tampan tiada taranya ketika telah menginjakkan kakinya di
atas sampan. Melihat hal tersebut, putri Datu Samawa menangis, menyesali keputusan yang
diambil ayahnya serta menangisi betapa tersiksa rasanya ditinggal seseorang yang baru ia
cintai, Daeng Ujung Pandang. Sambil menangis, putri berlari menyusul sampan Daeng Ujung
Pandang hingga tengah laut tanpa menyadari ia mulai tenggelam. Hal ini menyebabkan Tuan
Putri Datu Samawa meninggal di tengah laut sambil menangis. Akhirnya, hingga kini tanjung
tempat dimana putri dan Daeng Ujung Pandang berpisah tersebut dinamakan Tanjung
Menangis untuk mengenang kisah tragis antara kedua insan tersebut.
Buin Lajendre

Pada zaman dahulu di Desa Lantung Aimual, Kecamatan Ropang hiduplah

seorang gadis cantik yang bernama Lala Ila. Ia adalah puteri dari Dea ilung.

Kecantikannya, tidak hanya dibicarakan orang di sekitar Desa

Lantung tetapi juga hingga Sumbawa Besar. Kecantikan Lala Ila termasyhur

ke segenap penjuru. Wajah dan pribadinya mengagumkan. Tiada cacat

sedikitpun. Sewaktu kecil ia telah dipertunangkan dengan Lalu Mangi

putera Raden Mangi, yang tinggal di kampung Kalempet , Sumbawa. Antara

mereka terdapat hubungan darah walaupun agak jauh. Oleh karena itu

mereka ingin mempererat hubungan itu. Maka dipertunangkanlah Lala Ila

dan Lalu Mangi. Melalui hal inilah hubungan keluarga , yang telah jauh

menjadi dekat kembali. Ketika usia mereka meningkat. remaja kedua anak

itu tidak mengetahui pertunangan mereka. Orang tua mereka tidak pernah

menceriterakannya.+

Apabila Lalu Mangi bepergian ia selalu ditemani oleh Salampe, anak

angkat Raden Mangi. Salampe adalah orang kepercayaan keluarga Raden

Mangi. Setiap bangun tidur, Salampe terus ke sungai memandikan kuda dan

membersihkan kandang kuda. Setelah itu menyabit rumput, kemudian

memperbaiki kebun dan mengambil kayu api. Akhirnya melayani dan menemani

Lalu Mangi bepergian itulah pekerjaan Salampe setiap hari.+


Pada suatu malam Salampe dan Lalu Mangi berjanji untuk pergi berburu.

Keesokan harinya dengan tergesa-gesa Salampe menaiki tangga rumah

panggung itu dan langsung memasuki kamar Lalu Mangi. Lalu Mangi masih

tidur.+

“Lalu, Lalu bangunlah, matahari telah terbit.”+

Salampe membangunkan anak muda itu sambil menggoyang-goyangkan badannya.+

“Mengapa kau bangunkan aku, aku masih mengantuk.”+

“Ah lain kali saja. Aku masih mengantuk dari hari ini badakku tidak sehat”+

jawab Lalu Mangi sambil menggeliatkan badan. Tadi malam ia pergi

mendengarkan’ Sekeco. ke desa Samapuin sambil menyaksikan upacara

perkawinan ditempat itu. Itulah sebabnya pada hari ituLalu Mangi

terlambat bangun.+

“Ada yang ingin kutanyakan Salampe“+

"Tentang apa Lalu.”+

“Mungkin kau pernah mendengar nama Lala Ila gadis di desa Lantung

Aimulal itu“+

"Ya, saya dengar Lalu. Semua orang mengatakan wajah gadis itu seperti
wajah bidadari.”+

“Duh cantiknya. Ingin sekali aku memandang wajah itu. Bagaimana kalau

kita pergi ke desa Lantung, Salampe.”+

“Bagi saya tak ada suatu halangan. Apa kata Lalu, saya mengikutinya.”+

“Bagaimana kalau kita berangkat esok subuh?”+

“Baiklah Lalu. Sebaiknya kita berangkat sebelum fajar menyingsing.”+

“Mudah-mudahan kita tidak ditimpa musibah di negeri orang."+

“Niat baik dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa."+

Sebelum tidur Salampe memberitahu kepada Raden Mangi dan istrinya

tentang rencana perjalanan itu. Raden Mangi menerima dengan baik rencana

itu. Kebetulan di desa Lantung ada juga sepupu, Raden Mangi, yang

bernama Dea Angge. Dea Angge telah bermukim di tempat itu selama dua

puluh tahun. Malam itu Lalu Mangi bermimpi bertemu dengan bidadari,

bidadari itu memberikan sekuntum bunga. Lalu Mangi menerima bunga itu

seraya menciumnya. Betapa harum bunga itu. Tetapi tiba-tiba bunga

terlepas dari tangan dan terjatuh ke dalam laut. Di saat akan mengambil
kembali, bunga itu tiba-tiba menjelma menjadi sebuah perahu. Perahu itu

dibawa ombak ke tengah laut. Tetapi mimpi itu tidak diceriterakan kepada

siapa pun. la takut mendengar berbagai penapsiran tentang mimpi itu.+

Akhirya dengan singkat diceriterakan waktu subuh pun menjelang. Salampe

sudah mempersiapkan kuda tunggangan untuk Lalu Mangi dan untuk dirinya.

Lalu Mangi memakai pelana merah menyala dan sanggahan kaki baru. Sebelum

berangkat Raden Mangi meninggalkan pesan. untuk kedua anak itu.+

Ceritanya berlanjut di bawah ini

“Baik-baik di negeri orang anakku. Dan Salampe, jaga Lalumu baik-baik.” +

“Dea, akan hamba jaga sebagaimana biasa.” +

Ibu Lalu Mangi pun ikut memberikan nasehat. +

“Hati-hati di jalan anakku. Bawalah azimat ini agar kalian tidak digigit

ular berbisa atau disengat kalajengking.” +

Sudah itu Lalu Mangi bersujud di kaki ibu bapaknya. Demikian pula

Salampe. +
“Bela Lalumu jika ada yang mengganggunya.” +

“Dea, tak usah dikhawatirkan.” +

“Kami pamit ayah bunda.” +

Lalu Mangi mohon doa restu terhadap orang tuanya. Sesudah itu kedua anak

itu turun dari rumah panggung diantar oleh Raden Mangi dan istrinya.

Perbekalan untuk perjalanan dimasukkan ke dalam karung dan menjadi

bebar, kuda Sabane. Kuda Lalu Mangi meringkik terus. Rupanya ia ingin

segera berangkat. Akhirnya berangkatlah mereka itu, diiringi oleh

cucuran air mata ibunya. Baru kali ini mereka berpisah jauh. +

Dalam perjalanan itu Salampe berceritera dan Lalu Mangi asyik

mendengarnya. Kebanyakan Yang diceriterakan ceritera yang lucu-Iucu.

Sudah barang tentu hati yang sunyi jadi girang. Kini mereka telah tiba

di atas sebuah bukit. Kuda mereka dihentikan sejenak. Kota Sumbawa besar

telah hilang dari pandangan mata. Agak jauh perjalanan mereka. Embun,

pagi jernih bening di pucuk rerumputan sepanjang jalan setapak. Selesai

Sarapan mereka melanjutkan perjalanannya. Dipacunya kuda itu kembali.

Setelah sehari suntuk dalam perjalanan tibalah mereka di desa Lantung

Aimual. Di antara waktu Isya dan Magrib kedua pemuda itu sudah berada di

ambang pintu pagar desa. Salampe berseru kepadaperonda yang sedang asyik
ngobrol di gardu ronda. +

“Hai paman, tolong bukakan pintu pagar ini.” +

Peronda itu pun terburu-buru membuka pintu. Salampe turun dari atas

kuda. Dihelanya kuda itu. Kuda Lalu Mangi mengikuti dari belakang. +

“Tolong tunjukkan di mana Dea Angge,” kata Salampe penuhharap. +

“Kalian siapa?” tanya orang ronda. +

“Kami dari Sumbawabesar.” +

“Dea Angge itu pamanku, kata Lalu Mangi. +

"Baiklah, mari ikut kami!" +

Diantarlah mereka itu oleh petugas ronda sampai ke rumah Dea Angge.

Betapa girang hati Dea Angge menerima kedatangan kemenakannya itu. Jika

malam tiba rumah pamannya amat ramai dikunjungi para tetangga. Begitu

juga penduduk kampung tiada henti-hentinya mengajak Lalu Mangi dan

Salampe bertandang ke rumah mereka. Hal itu merupakan luapan rasa senang

terutama terhadap tamu yang datang dari jauh. +


"Agaknya inilah yang bernama Lala Ila bunga mekar desa Lantung ini." +

Sejak itu setiap pagi Lalu Mangi berjalan-jalan di samping rumah Lala

Ila. Pamannya, telah memberitahu bahwa gadis cantik di desa itu cuma

satu, yaitu Lala lla.“Paman, saya ingin berjumpa dan berbicara dengan

Lala Ila.” “Mudah, manusia punya akal,” jawab Dea Angge tegas.

“Katakanlah paman, bagaimana jalan yang harus ditempuh.” “Nanti sore

melalui lereng bukititu, masuklah menuju kebunLala Ila. Dia biasa mandi

di Buen Lalampang yang terdapat didalam kebun itu. Kadang-kadang juga

mandi di Buen Lajenre di tepi sungai desa Lantung ini.”“Wah, bagaimana

kalau ketahuan, tentu kami dipukul oleh bapaknya.”“Kalian laki-Iaki

juga, jangan berpikir sesempit itu. Kalian orang baru di desa ini, wajar

kalau sesat atau keliru jalan.” “Baiklah paman, akan kami coba nanti

sore.” +

Ketika hari sudah senja mereka pergi ke tempat yang telah direncanakan

itu. Benar juga, apa yang telah dikatakan pamannya. Lala Ila sedang

mandi di tempat itu ditemani oleh Nini Saje, pengasuh setianya. Mata

Lalu Mangi tak berkedip sedikit pun menatap tubuh Lala lla. Hati

kecilnya berbisik:“Duh Lala Ila yang molek, kau adalah jelmaan bidadari

yang turun mandi di telaga ini.”“Ada orang menoleh dan memperhatikan

kita Lala,” ,kata Nini Sale. Cepat-cepat Lala IIa meraih kain sarungnya
sambil menengok ke kiri dan ke kanan. Akhimya bertemu pandang dengan

Lalu Mangi. LaluMangi melepaskan senyum simpati. Lala IIa tunduk malu

tersipu-sipu.“Mengapa kalian berani masuk ke kebun ini ?”. tegur Nini

Saje. “Kami sesat dan keliru jalan Lala,” jawab? Salampe.“Kami ikhlas

dan rela mati asal disebabkantangan Lala.”“Kami mau pulang,” kata Nini

Saje dengan suara lembut. “Silakan melangkah puteri jelita,” kata Lalu

Mangi. Kemudian sambungnya:“Selain kami adakah orang lain yang masuk

dalam kebun ini?” Lala Ila menggelengkan kepala. Hal itu

merupakanjawaban atas pertanyaan Salampe.“Ingin kudengar jawaban lisanmu

Lala.” “Tiada orang lain selain Lalu.”“Lala, ikhlaskah hatimu jika aku

memetik bunga mekar di kebun ini?” Merekahlah senyum Lala Ila mendengar

kata-kata puitis yang menyentuh batinnya itu. Gadis itu mengerling. Lalu

Mangi tak henti-hentinya menatap wajah bidadari yang mulai beranjak dari

tempat itu. Dalam. waktu sekejap, antara Lala Ila dan Lalu Mangi telah

terjalin cinta mesra. Sedikit pun mereka tak dapat saling melupakan.

Begitulah perasaan orang yang sedang bercinta. Segala-galanya

dikorbankan demi cinta. Hati mereka sudah berpadu menuju satu titik. +

Ceritanya berlanjut di bawah ini


Sesudah sembahyang Isya Lalu Mangi duduk santai di beranda rumah

pamannya bersama Salampe.“Jangan bimbang lagi Lalu, saya sanggup

menyampaikan perasaan Lalu kepada LalaIla itu.”“Terima kasih Salampe,

tiada orang lain yang sanggup menghibur hatiku, selain kau. Mengenai

hubunganku dengan Lala itu hendaklah dirahasiakan. Kalau hal ini

diketahui bisa buruk akibatnya. Orang desa senang mempergunjingkan

orang.”“Tidak mungkin akan kubuka kepada sembarang orang, kecuali kepada

Dea Angge. Hal ini perlu disampaikan.”Tiba-tiba Dea Angge keluar dan

langsung duduk di antara mereka. Lalu Mangi dan Salampe

terperanjat.“Semua pembicaraan kalian telah kudengar, bukan-rahasia lagi

bagiku.”“Paman yang baik, saya sudah jumpa dan bicara dengan Lala itu di

kebun. Benar katapaman betapa cantiknya gadis itu. Sejak malam ini aku

serahkan masalah ini kepada paman, hingga hubungan kami terwujud dalam

perkawinan. Segala-galanya aku serahkan kepada paman.”“Tak usah

khawatir. Penyerahan itu telah dilakukan oleh bapakmu dari

Sumbawa.”“Lenganku besar dan kuat menantang lawan, jika ada sesuatu

menghalangi dan mematahkan hubungan Lalu dengan si jelita itu.”“Jangan

terlalu takabur Salampe,” Dea Angge memotong ucapan Salampe.“Kita uma

berikhtiar namun Tuhanlah yangmenentukan berhasil tidaknya usaha dan

ikhtiar itu.”Sementara itu istri Dea Angge keluar menghidangkan jagung

rebus.“Silakan jagung rebus itu. Masih hangat. Jagung itu hasil kebun

sendiri. Kebun kita berdekatan dengan kebun lala Ila,” kata bibinya
sambil tersenyum. Betapa girang hati lah Mangi mendengar kata bibinya.

Mereka yang duduk di beranda itu diliputi bahagia. Dan anak-anak yang

bermain di depan rumah panggung itu semakin banyak, bersorak sorai dalam

sinaran eahaya purnama. Antara waktu Isya dan Magrib Lalu Mangi pergi ke

Buen Lajenre ditemani Salampe. Saat itu Lala Ila juga pergi ke tempat

itu. Di sana mereka bertemu memadukasih. Dari hari ke hari cinta mereka

semakin melekat dan tak bisa dipisahkan lagi. Mantap dan bulatlah tekad

mereka untuk sehidup semati dalam sebuah rumah tangga.+

Berdasarkan persetujuan Raden Mangi maka Dea Angge pun pergi meminang

kepada Raden Ilung. Pastilah pinangan itu diterima. Memang pemuda itulah

yang dikehendaki untuk dijadikan menantu. Pertunangan mereka yang

dirahasiakan itukini bakal terwujud sesudah musim memetik kacang hijau,

upacara perkawin an akan dilaksanakan secara besar-besaran.+

Pada waktu itu hubungan dagang antara Sumbawa dengan Ujung Pan dang

cukup lancar. Dengan menumpang perahu layar pedagang-pedagang Ujung

Pandang berdatangan di Sumbawabesar. Selain menjual kain sarung di an

taranya juga adayang membawa candu. Di tanah Sumbawapun sudah banyak

pengisap candu Pemadat itu kebanyakan dari kalangan atas termasuk kaum

bangsawan. Orang-orang jadikurus, harta benda habis, hidup tak beraturan

akibat” mengisap eandu. Pengisap eandu akhirnya bukan hanya terdapat di

kota saja tetapi desa-desa keeilpun telah kemasukan pula. Demikian juga
di desa Lantung Aimual ada juga pengisapcandu, karena dipengaruhi oleh

pedagang-pedagang keliling yang memasuki lorong kampung.+

Pada waktu itu seorang pedagang yang bernama Daeng Joge memasuki desa

Lantung, Daeng Joge ini sangat ramah tamah dan baik hati. Semua orang

yang pernah bertemu dan bercakap-cakap dengan dia pasti terpikat dan

bersimpati kepadanya. Barang dagangannya cepat terjual habis. Begitu

hebat daya tarik dan propaganda Daeng Joge itu. Pada suatu hari Daeng

Joge singgah di rumah Lalu Mangi. Ketika itu pamannya sedang pergi ke

ladang. Daeng Joge telah mendengar berita tentang perkawinan Lalu Mangi

dengan Lala Ila yang akan diselenggarakan bulan depan.“Saya membawa kain

sarung yang baik dan cocok untuk kedua pengantin.” Lipatan kain itu

dibuka dan dipamerkan kepada calon pembelinya. Sarung Bugis yang bermutu

baik dapat digenggam dalam genggaman tangan.“Berapa harga kain sarung

merah dan yanghijau itu?”“Murah saja Lalu. Dang pembayarannya bisa

kemudian. Hubungan kita begitu baik.Apa artinya benda kalau dibandingkan

dengan kebaikan.” Maka dibelilah kain sarung itu oleh Lab Mangi.“Barang

apa lagi yang dipercikan Lalu?” “Ada minyak wangi?”“Lebih dari itu ada

Lalu.”“Berapa harga minyak wangi itu sebotol?” “Setali saja

Lalu.”“Berikan saya dua botol.”“Selain itu ada barang yang paling cocok

bagi pasangan pengantin baru, Orang jadi sehat dan kuat bila menggunakan

obat itu.”“Bagaimana bentuknya barang itu?”Daeng Joge mengeluarkan

bungkusan darilipatan kain dagangannya. Diangkat dan didekatkan di


hidung Lalu Mangi.“Inilah yang bernama candu. Belum hebat orang kalau

belum mengisap candu. Sebagian orang besar di kalangan kaum bangsawan di

Sumbawa Besar mengisap candu. Boleh dicoba Lalu. Sekali coba pikiran

kita terbuka, badan jadi sehat, pandanganjadi terang, pergaulan jadi

luas terutama orang-orang besar menyenangi kita.”“Tidak usah Daeng Joge,

masih banyak kebutuhan lain yang harus kupersiapkan.” Daeng Joge

mengambil candu itu lalu diisapnya dan berkata:“Tidak apa-apa. Sudah

saya jelaskan tadi, badan kita jadi sehat dan kuat. Wanita tidak suka

kepada lelaki yang badannya lemah dan tidak bergairah. Coba diisap Lalu,

mengenai harganya, tidak usah dipikirkan. Bukankah kita sudah berkenalan

dan berkawan baik. Terserah Lalu saja. Kalau Lalu beruang barulah

diselesaikan. Artinya bisa dibayar kemudian atau dibayar

menyusuI.”“Cukup sudah Daeng Joge masih banyak keperluan lainku.”. “Lalu

terIalu banyak bicara. Terus terang, saya amat kasihan pada Lalu. lni

cobalah, ayo cobalah diisap.”Karena bujukan dan propaganda Daeng Joge

akhirnya Lalu Mangi tidak berdaya. Maka diisaplah candu itu. Cepat

sekali reaksinya. Badannya tampak segar bugar. Pikirannya terang

benderang. Lalu Mangi tersenyum simpul.“Benar juga khasiatnya terasa,

badan jadi segar.“Nah, apa kata saya. Saya tidak bohong.“Ini satu

bungkus lagi, simpan baik-baik.”Sesudah itu Daeng Joge berangkat

menjajakan barangnya masuk kampung keluar kampung: Pelosok-pelosok desa

di Kecamatan Ropang sebahagian besar telah dijelajahi.Salampe tidak

berubah niatnya. Lalu Mangi dengan Lala Ilaharus kawin sesuai dengan
rencana yang ditentukan. Salampe menjadi penghubungantara kedua mereka

yang sedang bercinta kasih itu. Salampe selalu membawa suara warna cerah

sehingga pasangan remaja itu selalu diliputi suasana senang dan bahagia.

Keadaan Lalu Mangi sekarang jauh berubah. Kini ia jadi pemadat. sekarang

ke luar rumah. Murung dan menyendiri dalam kamar. Malas menjenguk

kekasih. Setiap hari lumat Daeng Joge membawa candu. Lalu Mangi lebih

banyak berhutang dari pada membayar kontan. Kalau pikirannya

kacau,badannya lemah, cepat-cepatlah ia mengisap candu. Badan yang layu

pun segar kembali. Itulah kerja Lalu Mangi setiap hari. Pikirannya tidak

lagi sepenuhnya tertuju pada kekasihnya. Hidupnya dikuasai dan

dipengaruhi oleh candu. biaya yang dipersiapkan untuk pelaksanaan

p’erkawinan sudah habis. Utang pada Daeng Joge semakin banyak. Tak

mungkin terbayar lagi. Tiap-tiap hari Daeng Joge datang menagih. Lalu

Mangi terus meminta candu dengan perhitungan harganya dibayar kemudian.

Daeng Joge masih memberikan kesempatan berpikir pad a Lalu Mangi dengan

catatan semua utangnya harus diselesaikan pada waktunya. Kini

kesehatannya tidak normal,badannya kurus kering. Walaupun begitu

pamannya terlalu memanjakan kemenakannya. Keinginan Lalu Mangi

terpenuhi. Begitu juga Salampe, apa yang dikehendaki Lalu Mangi segera

diusahakan dan dikabulkan. Salampe tetapmenanamkan kepercayaan pada Lala

Ila serta meyakinkan gadis itu bahwa cintanya Lalu Mangi tak pernah

luntur. Sebagaimana biasa Salampe pergi bertandang ke rumah Lala

Ila.“Salam mesra dari kekasihmu, Lala.” “Mengapa Lalumu enggan ke mari


lagi?’ “Iatetap mengingatmu Lala.”“Maksudku mengapa ia tidak pernah

datang?” “Lalu itu akhir-akhir ini sering sakit.”“Sakit apa yang

dideritanya Salampe? ”“Badan lemah, kepala pusing. Lelaki atau wanita

kata orang, apabila menghadapi hari perkawinannya sering

sakit.”“Sampaikan salamku padanya. Harapanku kalau kesehatannya normal

kembali, agar berkenan datang seperti biasa. Ibu Bapakku selalu

menanyakan dia.Memang benar agak lama Lalu Mangi. tidak tampak di tengah

keluarga Raden Ilung. Setelah Salampe menyerahkan suratdari Lalu Manii

kepada Lala Ila, ia pun segera beranjak dari situ.Lalu Mangi semakin

resah gelisah. Daeng Joge terus-menerus menagih. Biar berhektar-hektar

tanah persawahan dijual belum bisa menutupi utangnya yang begitu banyak.

Kepalanya jadi pusing memikirkan masalah yang tak terpecahkanitu.

Kemudian ia mengambil keputusan yang sangat bertentangan dengan hati

nuraninya.“Daeng Joge, untuk kesekian kalinya kuminta pengertian Daeng,

aku tak bisa melunasi utangku.”“Hutang harus ditagih. Hari ini menurut

perjanjian adalah saat penyelesaian Utang.jangan ditunda-tunda lagi.

Saya telah memberi kesempatan pada Lalu. Harus dilunasi

sekarang.”“Sekarang ini belum bisa kupenuhi. Terus terang aku tidak

punya uang. Aku bisa melunasi hutangku dengan cara lain.”“Bagaimana, ya,

asal cocok dengan keinginan, saya akan memenuhinya. Ingat, apalah arti

hutang kalau dibandingkan dengan malu berkepanjangan.Sebelum kata-kata

itu dilahirkannya mata Lalu Mangi berkaca-kaca. Air matanya meleleh.

Begitu berat memikirkan hutangnya yang dibarengi dengan malu. Akhirnya


Lalu Mangi berkata, sekujur tubuhnya bergetar.“Kuserahkan kekasihku

kepadamu, asalkan kau tunjang lagidengan uang.”“Benarkah ucapan itu

keluar dari hati yang ikhlas?” “Ya. Yang penting hutangku lunas.”“Apakah

Lala itu tidak berpaling melihatku?”“Ah tidak. Asal kautunjang aku

dengan uang setinggi badan Lala itu.”Betapa girang hati Daeng Joge. Hati

siapa takkan senang mendapat gadis cantik seperti bidadari.“Baiklah

Lalu. Uang itu bisa diterima di atas perahu, setelah Lala itu berada di

atasperahu pula. Ingat, manusia yang baik adalah apabila ia segera

menepati janjinyaitu.”“Aku adalah lelaki yang tidak mau mempermainkan

kata-kata.” “Kapan gadis itu dibawa ke pelabuhan?”“Besok atau lusa

malam.”“Baiklah. Kesimpulannya gadis itu saya terima di atas perahu.”

“Ya. Daeng bisa mendapatkan gadis itu di atas perahu.”Setelah kepergian

Daeng Joge betapa susah, hati Lalu Mangi.Ia menyesali nasib malang yang

menimpa dirinya. Semua hal yang merisaukan hati itu disampaikannya

kepada Salampe. Padamulanya Salampe kaget. Ia tidak sependapat dengan

Lalu Mangi. Setelah Lalu Mangi menceriterakan kembali terutama mengenai

kegelisahan yang dideritanya, akhirnya Salampe terpaksa mengiakan

kehendak Lalunya itu’. Kedua anak muda itu kini, dilanda duka yang

menyedihkan. Selepas Isya Lalu Mangi pergi ke Buen Lanjenreo Salampe

menyusul dari belakang. Di tempat itu LaluMangi bersua dengan Lala Ila.

Lala Ila sangat terkejut melihat calon suaminya begitu kurus. Mukanya

pucat pasi.'”“Lala yang molek, kasihanilah aku, aku begitu malu terhadap

keluargamu. Hingga hari ini aku belum punya uang biar sesen pun, sedang
pelaksanaan perkawinan kita sudah di ambang pintu.”“Apa maksud Lalu

dengan.kalimat itu?”“Kalau Lalu masih mencintaiku sebaiknya kita kawin

lari saja ke Sumbawa.”“Kawin lari? Aku takut. Sungguh, tidak ada berani

mempuh jalan yang bertentangan dengan adat itu.”“Dengan jalan ini

pertemuan jodoh kita bisa terwujud. Tanpamelalui cara ini, maka

tertutuplah segala kemungkinan.”Lala Ila diam sejenak.“Kalau itu yang

dirasakan baik, ya aku ikuti kemauan Lalu.” Lala Ila menembangkan sebait

Lawas.“Kepada siapa kusesali, nasib malang menimpa diri, Maut merenggut

daku pasrah.”Dengan spontan disambut oleh Lalu Mangi:“Mengapa aku

memaksa dinda, Peribadiku tersungkur ke Lembah Yina, Padamu jua tempat

bergantung.”+

Mereka saling tangisi di tepi Buen Lajenre. Air mata kedua insan itu

berlinang dan jatuh ke dalam Buen Lajenre. Air Buen Lajenre meluap ke

luar. Untuk kesekian kalinya Lala Ila menembang lawas.“Padamu jua hatiku

pasrah, Hasrat cintaku kau sia-siakan, Duhai banyak insan ingkar

janji.”Dijawab lagi oleh Lalu Mangi:“Tiada lagi masalah bagiku,

Keyakinanku sudah mantap, Mungkin hatimu masih goyah.Karena keharuan

yang mendalam, kepala gadis itu jatuh terkulai di haribaan kekasihnya.

Jemari Lalu Mangi mengelus-elus rambut kekasihnya yang panjang terurai.

Mereka berdekapan. Rasa cinta suci mengalir ke sekujur tubuh insan yang

berkasih-kasihan itu, Air mata mereka tak bisa dibendung lagi. Sepasang

bayangan tercermin di kolam.‘Besok malam’ kujemput kau kekasihku, ucap


Lalu Mangi setengah berbisik. Lala Ila menganggukkan kepalanya, tanda

setuju. Air mata harum terus merembes keluar. Ketika malam telah larut

barulah Lala Ila meninggalkan tepian Buen Lajenre. Dalam perjalanan

pulang gadis itu ditemani Nini Saje.+

Akhirnya tibalah hari . yang dinantikan. Salampe tampak menunggang kuda

coklatkehitam-hitaman memboneeng Lala Ila.“Mengapa Lalumu tidak nampak

Salampe?” “Sebentar ia akan menyusul kita Lala.”Lala Ila menengok ke

belakang. Sepi. Tiadaseorang pun yang melintas. Perasaannya redup.

Harapannya pudar. Mereka tiba di pelabuhan. Lala lla dinaikkan ke atas

perahu. Diterima oleh Daeng Joge. Lala lla disuruh berdiri, uang

ditumpukkan setinggibadannya. Uang itu diserahkan kepada Salampe.

Menangislah Lala lla dan meneteslah air mata. Salampe, tak sanggup

menahan kesedihannya menyaksikan nasih malang yang menimpaLala lla.

Daeng Joge tersenyum simpul karena siasat yang direncanakannya berhasil.

Dia mendekati Lala lla dengan bujukan dan rayuan. Mengertilah Lala Ila

kalau dirinya masuk perangkap. Kemudian ia menelungkupkan badan, sembari

menangis. Ia meronta-ronta dan tangisnyasemakin melengking. Salampe

berdiri di tepi pantai.“Sungguh baik benar hati Lalumu itu, sampaikan

padanya Lawas ini: Suara hatiku yang terakhir.Meski segalanya ini

kupasrahkan padamu, Kalau kanda beralih keyakinan,Rela kumati dari hidup

menanggung malu.”Perahu pun mengembangkan layar. Lala Ila meronta-ronta

dan berteriak:“Tolong aku Salampe. Jemput aku kekasihku.”Tiba-tiba turun


hujan deras dan angin kencang. Alam pun gelap gulita. Perahu Daeng Joge

miring. Layar robek-robek. Badai semakin menggila. Perahu diempaskan

arus dan terdampar di atas batu karang.+

Tempat perahu itu kandas sekarang menjadi sebuah pulau kecil, yang

bernamadan terletak di Selat Alas.Dan hingga saat ini mata air Buen

Lajenre tak pernah mengalami kekeringan, walaupun dalam musim kemarau

yang amat panjang. Hal itu disebabkan karena air Buen Lajenre itu

merupakan penjelmaan air mata Lalu Mangi dan Lala Ila.Sedangkan Lalu

Mangi mengalami kesengsaraan yang berkepanjangan dan meninggal dunia

dalam keadaan yang menyedihkan. Pusaranya terletak di Unter Kemang di

bagian barat desa Lantung Aimual.+

Вам также может понравиться