Вы находитесь на странице: 1из 16

Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam

Penerapan Hand Hygiene di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP Dr.M.Djamil
Padang 2014.
Yuanita Ananda S.Kep, Ns, M.Kep 1

Program Studi S2 Keperawatan kekhususan kepemimpinan dan manajemen Keperawatan


Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

Email : Yuanita_ananda88@yahoo.com

ABSTRACT
Nosocomial infection is a major issue facing hospitals and can be spread through hand
contact. Hand hygiene is one of the simplest ways and effective for preventing
nosocomial infections. This study aims to determine "Factors associated with compliance
of nurses in the application of hand hygiene in the department of internal medicine
inpatient Dr.M.Djamil Padang". Methods: This research is a descriptive analytic cross
sectional data collection. Sample was 73 nurses with proportional random sampling.
Results showed that nurses perceive high motivation (60.3%), high social support
(56.2%), high knowledge (93.2%), full facilities (54.8%), good supervision (54.8 %),
adherence nurses (76,7%). There was no significant relationship between factors social
support, knowledge, compliance facility, supervison with nurses in the application of
hand hygiene. Discussion: However, there is a relationship between motivasion factors
with adherence nurses in the application of hand hygiene. It is recommended that
hospitals provide rewards to nurses who perform hand hygiene properly and provide
appropriate punishment to the nurses who did not perform hand hygiene correctly

Keywords : compliance, hand hygiene, nurse


Bibliography: 69 (2000-2013)
BAB I PENDAHULUAN

Infeksi nosokomial masih menjadi perhatian utama dunia dalam bidang kesehatan saat ini,
khususnya di pelayanan rumah sakit. Hal ini disebabkan karena infeksi nosokomial dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas secara bermakna, meningkatkan resistensi kuman terhadap antimikroba,
memperpanjang hari rawat pasien (Oregon Health Report, 2013). Kasus infeksi nosokomial menunjukkan
angka yang cukup tinggi, tingginya angka kejadian infeksi nosokomial mengindikasikan rendahnya kualitas
mutu pelayanan kesehatan. Menurut Soeroso (2000), penderita infeksi nosokomial sebesar 9% dengan
variasi antara 3%-20% dari penderita rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Pada negara berkembang
termasuk Indonesia, rata-rata prevalensi infeksi nosokomial adalah sekitar 9,1 % dengan variasi 6,1%-
16,0%. Penelitian yang dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2004 diperoleh data proporsi kejadian infeksi
nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 dari jumlah pasien yang beresiko
160.417 (0,95%), sedangkan untuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien
beresiko 130.047 (0,76%). Untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 dari jumlah pasien beresiko
1.672 (15,19%). (Sukriani, 2013). Menurut Betty (2012) terdapat beberapa cara untuk mengurangi
frekuensi infeksi nosokomial yaitu dengan melakukan cuci tangan yang baik dan benar, asepsis, , disinfeksi
dan sterilisasi, sanitasi lingkungan. Dari beberapa cara tersebut, cara yang paling efektif untuk mengurangi
frekuensi infeksi nosokomial adalah dengan melakukan cuci tangan. Penelitian yang dilakukan di Rumah
Sakit Columbia Asia Medan mengungkapkan dengan mencuci tangan dapat menurunkan 20%-40%
kejadian infeksi nosokomial. (Rosita, 2008). Menurut Sri (2010) dalam penelitiannya bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan perawat terhadap tindakan pencegahan infeksi adalah faktor pengetahuan,
faktor fasilitas, faktor motivasi. Menurut Kohn Corrigan (2000) dalam penelitiannya bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene adalah dukungan sosial dan
supervisi.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUP
Dr.M.Djamil Padang diketahui angka prevalensi infeksi silang yaitu 8,5% (Tim Pandalin
RSUP Dr.M.Djamil Padang, 2014) Angka tersebut berada diatas standar yang telah
ditetapkan oleh Depkes RI. Upaya yang dilakukan oleh RSUP Dr.M.Djamil Padang
dalam mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial adalah melakukan sosialisasi hand
hygiene sejak tahun 2007, telah ada SOPnya, tapi belum terlaksana dengan baik. Awal
2013 sosialisasi hand hygiene semakin digalakkan karena akan menyongsong akreditasi
versi 2012 ditambah JCI (Joint Commision International) yang fokus utamanya sasaran
keselamatan pasien (patient safety) yang salah satu sasarannya yaitu pengurangan resiko
infeksi melalui cuci tangan. Tingginya angka infeksi nosokomial tersebut erat kaitannya
dengan perilaku kepatuhan perawat untuk melakukan hand hygiene dengan benar.
Ketidakpatuhan ini ditandai dengan 40 % perawat positif MRSA di ruang rawat inap
penyakit dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang.

Upaya yang dilakukan oleh RSUP Dr.M.Djamil Padang untuk mengurangi


kejadian MRSA tersebut yaitu dengan menciptakan budaya hand hygiene. RSUP
Dr.M.Djamil Padang melakukan evaluasi hand hygiene dengan mengadakan ujian. Dan
hasilnya didapatkan bahwa nilai penyakit dalam paling tinggi dibandingkan dengan
ruangan lain. Hal ini didukung dengan data yang diperoleh dari bagian Mutu RSUP
Dr.M.Djamil Padang yang menyatakan bahwa pengetahuan petugas kesehatan di ruang
rawat inap tersebut tentang hand hygiene yakni 100%. Hal ini berarti pengetahuan
perawat mengenai hand hygiene bagus. Oleh karena itu Penyakit Dalam bisa menjadi
tempat proses pembelajaran yang bagus. Dari hasil wawancara dan observasi dengan
PPIRS RSUP Dr.M.Djamil Padang didapatkan data bahwa tingkat kepatuhan perawat
melaksanakan hand hygiene di ruang rawat inap HCU Penyakit Dalam sebanyak 30%,
melaksanakan hand hygiene sebelum sebanyak 33,33%, melaksanakan hand hygiene
sesudah 66,67%. Di ruang rawat inap IW Penyakit Dalam sebanyak 25%, melaksanakan
hand hygiene sebelum sebanyak 20%, melaksanakan hand hygiene sesudah 80%. Di
ruang rawat inap IP Penyakit Dalam sebanyak 25%, melaksanakan hand hygiene sebelum
sebanyak 0%, melaksanakan hand hygiene sesudah 100%. di ruang rawat inap Kelas 1
Flamboyan Penyakit Dalam sebanyak 10%, melaksanakan hand hygiene sebelum
sebanyak 0%, melaksanakan hand hygiene sesudah 100%.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan perawat di ruang
rawat inap penyakit dalam tentang hand hygiene sudah bagus akan tetapi dalam
pelaksanaannya masih terdapat perawat yang tidak patuh dalam melakukan hand
hygiene. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat
dalam penerapan hand hygiene di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP Dr.M.Djamil
Padang Tahun 2014.”

BAB II METODOLOGI PENELITIAN


Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional. Dalam penelitian ini populasinya adalah keseluruhan perawat pelaksana yang dinas di
ruang rawat inap Penyakit Dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang yaitu sebanyak 90 orang. Pengambilan
sampel yang digunakan adalah proporsional random sampling yaitu sebanyak 73 orang.

BAB III HASIL


1. Frekuensi Distribusi Karakteristik Perawat Pelaksana Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Masa Kerja di Ruang Rawat Inap Penyakit
Dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2014 (n = 73)

KARAKTERISTIK FREKUENSI %

Umur
a. Dewasa awal 63 86,3
b. Dewasa menengah
10 13,7
Jenis Kelamin
a. Laki-laki 4 5,5
b. Perempuan
69 94,5
Pendidikan
a. Vokasional (D3 Kep) 65 89,0
b. Professional (S1Kep)
8 11,0
Masa kerja
a. Sebentar 50 68,5
b. Lama
23 31,5

Dari tabel didapatkan bahwa sebagian besar perawat pelaksana di ruang rawat inap

penyakit dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan kelompok umur dewasa awal

(86,3%), mayoritas perawat pelaksana berjenis kelamin perempuan (94,5%), sebagian

besar perawat pelaksana dengan tingkat pendidikan vokasional D3 Keperawatan (89%),


dan lebih dari separuh perawat pelaksana masa kerja sebentar yaitu kurang dari 10 tahun

(68,5%).

2. Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Faktor-faktor yang berhubungan dengan


penerapan hand hygiene di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP
Dr.M.Djamil Padang 2014(n = 73)

VARIABEL FREKUENSI PRESENTASE (%)

Motivasi
a. Tinggi 44 60,3
b. Rendah 29 39,7
Dukungan sosial
a. Tinggi 41 56,2
b. Rendah 32 43,8
Pengetahuan
a. Tinggi 68 93,2
b. Rendah 5 6,8
Fasilitas
a. Lengkap 40 54,8
b. Tidak Lengkap 33 45,2
Supervisi
a. Baik 40 54,8
b. Tidak Baik 33 45,2

Dari tabel didapatkan bahwa lebih dari separuh perawat pelaksana di ruang rawat inap

penyakit dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang memiliki motivasi tinggi (60,3%), dukungan

sosial tinggi (56,2%), fasilitas lengkap (54,8%), supervisi baik (54,8%). Hampir seluruh

perawat pelaksana di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang

memiliki pengetahuan yang tinggi (93,2%).


3. Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat Dalam Penerapan Hand Hygiene di
Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang 2014(n = 73)

Kepatuhan perawat
a. Patuh 56 76,7
b. Tidak Patuh 17 23,3
Total 73 100

Dari tabel didapatkan sebagian besar (76,7%) perawat pelaksana di ruang rawat inap

penyakit dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang memiliki tingkat kepatuhan perawat yang

baik dalam penerapan hand hygiene.


4. Distribusi Hubungan Faktor Motivasi, Dukungan Sosial, Pengetahuan, Fasilitas,
Supervisi dengan Kepatuhan Perawat Dalam Penerapan Hand Hygiene di Ruang
Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang 2014 (n= 73)

Kepatuhan perawat Total P OR


Patuh Tidak value (95%
Patuh CI)
f % f % f %
Motivasi
Tinggi 38 86 6 14 44 100 0,016 0,143
Rendah 18 62 11 38 29 100 (0,03-
0,6)
Dukungan sosial
Tinggi 34 82,9 7 26,8 41 100 0,595 0,629
Perempuan 22 69 10 31 32 100 (0,2-1,9)
Pengetahuan
Tinggi 53 78 15 22 68 100 0,584 0,75
Rendah 3 60 2 40 5 100 (0,6-0,8)
Fasilitas
Lengkap 33 82,5 7 17,5 40 100 0,224 0,417
Tidak lemgkap 23 69,6 10 48,5 30, 100 (0,13-
4 1,3)
Supervisi
Baik 32 80 8 20 40 100 0,918 0,808
Tidak baik 24 72,7 9 27,3 33 100 (0,2-2,4)
Dari tabel didapatkan bahwa dari 56 orang perawat pelaksana yang patuh dalam

penerapan hand hygiene lebih banyak yang menyatakan motivasi tinggi (86%)

dibandingkan dengan motivasi rendah (62%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p <

0,05 maka dapat disimpulkan terdapat hubungan bermakna antara motivasi dengan

kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene. Hasil analisis juga diperoleh nilai

Odds Ratio (OR) sebesar 0,143 artinya responden yang mempersepsikan motivasi tinggi
berpeluang 0,143 kali untuk menghasilkan kepatuhan perawat dalam penerapan hand

hygiene dibandingkan dengan responden yang mempersepsikan motivasi rendah

Dari 56 orang perawat pelaksana yang patuh dalam penerapan hand hygiene lebih banyak

yang menyatakan dukungan sosial tinggi (82,9%) dibandingkan dengan dukungan sosial

rendah (69%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan

tidak terdapat hubungan bermakna antara dukungan sosial dengan kepatuhan perawat

dalam penerapan hand hygiene. Hasil analisis juga diperoleh nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 0,629 artinya responden yang mempersepsikan dukungan sosial tinggi berpeluang

0,629 kali untuk menghasilkan kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene

dibandingkan dengan responden yang mempersepsikan dukungan sosial rendah

Dari 56 orang perawat pelaksana yang patuh dalam penerapan hand hygiene lebih banyak

yang menyatakan pengetahuan tinggi (78%) dibandingkan dengan yang menyatakan

pengetahuan rendah (60%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p > 0,05 maka dapat

disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan

perawat dalam penerapan hand hygiene. Hasil analisis juga diperoleh nilai Odds Ratio

(OR) sebesar 0,75 artinya responden yang mempersepsikan pengetahuan tinggi

berpeluang 0,75 kali untuk menghasilkan kepatuhan perawat dalam penerapan hand

hygiene dibandingkan dengan responden yang mempersepsikan pengetahuan rendah


Dari 56 orang perawat pelaksana yang patuh dalam penerapan hand hygiene lebih banyak

yang menyatakan fasilitas lengkap (82,5%) dibandingkan dengan yang menyatakan

fasilitas tidak lengkap (69,6%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p > 0,05 maka dapat

disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara fasilitas dengan kepatuhan perawat

dalam penerapan hand hygiene. Hasil analisis juga diperoleh nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 0,417 artinya responden yang mempersepsikan fasilitas lengkap berpeluang 0,417
kali untuk menghasilkan kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene dibandingkan

dengan responden yang mempersepsikan fasilitas tidak lengkap.

Dari 56 orang perawat pelaksana yang patuh dalam penerapan hand hygiene lebih banyak

yang menyatakan supervisi baik (80%) dibandingkan dengan yang menyatakan supervisi

tidak baik (72,7%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p > 0,05 maka dapat

disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara supervisi dengan kepatuhan

perawat dalam penerapan hand hygiene. Hasil analisis juga diperoleh nilai Odds Ratio

(OR) sebesar 0,808 artinya responden yang mempersepsikan supervisi baik berpeluang

0,808 kali untuk menghasilkan kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene

dibandingkan dengan responden yang mempersepsikan supervisi tidak baik

5. Distribusi Frekuensi Hubungan Karakteristik Responden dengan Kepatuhan


Perawat Dalam Penerapan Hand Hygiene di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam
RSUP Dr.M.Djamil Padang 2014 (n= 73)

Kepatuhan perawat Total P OR


Patuh Tidak Patuh value (95%
f % f % F % CI)
Umur
Dewasa awal 48 76,2 15 23,8 63 100 1,000 0,8
Dewasa 8 80 2 20 10 100 (0,1-
menengah 4,1)
Jenis Kelamin
Laki-laki 4 100 0 0 4 100 0,567 1,3
Perempuan 52 75,4 17 24,6 69 100 (1,1-
1,5)
Pendidikan
Vokasional (D3 48 73,8 17 26,2 65 100 0,185 0,73
Kep) (0,6-
Professional (S1 8 100 0 0 8 100 0,8)
Kep)
Masa Kerja
Sebentar 38 76 12 24 50 100 1,000 0,88
Lama 18 78,3 5 21,7 23 100 (0,2-
2,8)
Dari tabel 5.5 didapatkan bahwa dari 56 orang perawat pelaksana yang patuh dalam

penerapan hand hygiene lebih banyak pada perawat dengan umur dewasa menengah 36-

60 tahun (80%) dibandingkan dengan umur dewasa awal 18-35 tahun (76,2%). Hasil uji

statistik menunjukkan nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan bermakna antara umur dengan kepatuhan perawat dalam penerapan hand

hygiene. Hasil analisis juga diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar 0,8 artinya

responden yang berumur dewasa menengah (36-60 tahun) berpeluang 0,8 kali untuk

menghasilkan kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene dibandingkan dengan

responden yang berumur dewasa awal (18-35 tahun)

Dari 56 orang perawat pelaksana yang patuh dalam penerapan hand hygiene lebih banyak

pada perawat dengan jenis kelamin laki-laki (100%) dibandingkan dengan jenis kelamin

perempuan (75,4%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p > 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan

kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene. Hasil analisis juga diperoleh nilai

Odds Ratio (OR) sebesar 1,3 artinya responden jenis kelamin laki-laki berpeluang 1,3

kali untuk menghasilkan kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene dibandingkan

dengan responden jenis kelamin perempuan

Dari 56 orang perawat pelaksana yang patuh dalam penerapan hand hygiene lebih banyak

pada perawat dengan pendidikan professional (100%) dibandingkan dengan pendidikan

vokasional (73,8%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p > 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pendidikan dengan

kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene. Hasil analisis juga diperoleh nilai

Odds Ratio (OR) sebesar 0,73 artinya responden pendidikan professional berpeluang 0,73
kali untuk menghasilkan kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene dibandingkan

dengan responden berpendidikan vokasional.

Dari 56 orang perawat pelaksana yang patuh dalam penerapan hand hygiene lebih banyak

pada perawat dengan masa kerja lama  10 tahun (78,3%) dibandingkan dengan perawat

yang memiliki masa kerja sebentar < 10 tahun (76%). Hasil uji statistik menunjukkan

nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara

masa kerja dengan kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene. Hasil analisis juga

diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar 0,88 artinya responden dengan masa kerja lama

( 10 tahun) berpeluang 0,88 kali untuk menghasilkan kepatuhan perawat dalam

penerapan hand hygiene dibandingkan dengan responden masa kerja sebentar (< 10

tahun).

BAB IV PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas dapat diketahui bahwa hanya

ada satu faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam penerapan hand

hygiene di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang yaitu faktor

motivasi yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene.

Karena nilai p value < 0,05. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antara

faktor motivasi dengan kepatuhan perawat. Penelitian ini sejalan dengan peneliti lain

yaitu Ayu (2013) yang mengatakan terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan

perawat melaksanakan enam langkah dan lima momen cuci tangan. Hasil penelitian ini,

berbanding lurus antara teori motivasi dengan kenyataan di lapangan. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Siagian (2012) motivasi sering kali diartikan sebagai dorongan. Setiap

tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu dimulai dengan motivasi (niat). Dengan
motivasi seorang petugas akan memiliki semangat tinggi dalam melaksanakan tugas yang

dibebankan kepadanya. Tanpa motivasi, seorang petugas tidak dapat mematuhi standar

dalam bekerja atau bahkan dibawah standar karena apa yang menjadi motif dan

motivasinya dalam bekerja tidak terpenuhi. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh

Siagian (2012) motivasi ini tampak di ruangan penyakit dalam RSUP Dr.M.Djamil

Padang

BAB V PENUTUP

1. Sebagian besar perawat pelaksana berumur 18-35 tahun, mayoritas perawat

pelaksana jenis kelamin perempuan, sebagian besar perawat pelaksana

berpendidikan vokasional (D3 keperawatan) dan lebih dari separuh perawat

pelaksana dengan masa kerja < 10 tahun.


2. Lebih dari separuh perawat pelaksana memiliki motivasi tinggi, lebih dari separuh

perawat pelaksana memiliki dukungan sosial tinggi, mayoritas perawat pelaksana

memiliki pengetahuan yang tinggi, lebih dari separuh perawat pelaksana

mempersepsikan fasilitas lengkap, dan lebih dari separuh perawat pelaksana

mempersepsikan supervisi baik.


3. Sebagian besar perawat pelaksana patuh dalam melaksanakan hand hygiene.
4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor dukungan sosial,

pengetahuan dan fasilitas, supervisi dengan kepatuhan perawat dalam penerapan

hand hygiene, tetapi terdapat hubungan faktor motivasi dengan kepatuhan perawat

dalam penerapan hand hygiene.


5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik perawat pelaksana

yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja dengan kepatuhan

perawat dalam penerapan hand hygiene.

DAFTAR PUSTAKA

Adelina. (2010). Infeksi Nosokomial.


http://epidemiologiunsri.blogspot.com/2011/11/infeksi-nosokomial.html
diperoleh tanggal 25 Februari 2014

Alex S. Nitisemito, 2003. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghaha Indonesia.

Arikunto. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Ayu. (2013). Hubungan Motivasi Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan


Enam Langkah Lima Momen Cuci Tangan Di Ruang Intensif Rsup Sanglah.
Tugas Akhir. PSIK FK Universitas Udayana Denpasar. Tidak dipublikasikan

Bahry, Noor. (2013). Pengaruh motivasi kerja dengan kinerja perawat pelaksana di unit rawat inap RS.
Stella Maris Makassar. Tesis. Makasar. FKM Universitas Hasanudin. Tidak dipublikasikan
Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 2001
Betty, S. (2012). Infeksi Nosokomial. Yogyakarta: Nuhamedika
Budiarto. (2003). Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Bungin, B. (2006). Analisis Data penelitian kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Burns, Nancy & Grove, Susan K. (2008). The practice of nursing research : Conduct,
critique, and utilization. (4th ed). Philadelphia : W.B. Saunders

Catur, Jayu. (2012). Gambaran tingkat kepatuhan perawat akan cuci tangan dalam
terapi oksigen dan tingkat kejadian pneumonia periode tahun 2012 dan tahun
2013 di rsud dr. Rubini mempawah . Tesis. Untan Kalimantan Barat. diperoleh
tanggal 30 Maret 2014

Cochrane, J (2003). Infection control audit of hand hygiene facilities. Journal of advanced
nursing, 33(8): 8-20
Curtis, E., & O'Connell, R. (2011). Essential leadership skills for motivating and
developing staff. Nursing Management,. Journal of advanced nursing, 18(5), 32-
5
Dahlan, Sopiyudin. (2013). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika

Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta:


Salemba Medika

Dewi (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan cuci


tangan perawat di RSI. Sultan Agung Semarang. http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?
diperoleh tanggal 3 April 2014

(Data tidak dipublikasikan). (2011). Rumah Sakit Umum Pusat Dr.M.Djamil Padang.
Padang: Profil Rumah Sakit
(Data tidak dipublikasikan). (2013). Rumah Sakit Umum Pusat Dr.M.Djamil Padang.
Padang: Bidang Keperawatan
(Data tidak dipublikasikan). (2011). Rumah Sakit Umum Pusat Dr.M.Djamil Padang.
Padang: Tim PPIRS

Erna. (2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dalam melaksanakan standar


asuhan keperawatan di RSJ Tampan. Tesis. Padang. Magister Manajemen
Universitas Andalas. Tidak dipublikasikan

F, Luthans. (2000). Organizational Behaviour. Sevent edition. New York: Mc.Grow Hill
International

Haeriyanto, S dkk. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi perawat


dalam melakukan dokumentasi keperawatan. FIK UI tidak dipublikasikan

Hamalik, Oemar. (2004). Motivasi Belajar. Jakarta: Bumi Aksara

Handoko, H dkk. (2000). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi II.
Yogyakarta: BPFE

Hastono. (2007). Statistik Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Ilyas, Y. (2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit. Teori, Metoda dan Formula. Edisi
Revisi. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI. Jakarta

Inayatur. (2005). Hubungan Pengetahuan Terhadap Perilaku Cuci Tangan Petugas


Kesehatan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak BLU RSUP Prof DR RD Kandou
Manado. Skripsi. Manado: FK Universitas Sam Ratulangi Manado. Tidak
dipublikasikan
JCI Patient Safety.SBAR: a shared mental model for improving communication between
clinician.2006.32(3) 167-175 http://www.jcipatientsafety.org/docViewer.aspx
diperoleh 27 Februari 2014
Kadek. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Mencuci Tangan
Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Bandung. Tesis. Bandung: PS
IKM FK Universitas Udayana. Tidak dipublikasikan
Kohn, Corrigan dkk. (2000). Building A Safer Health System. Washington DC: National
Academy Press
Kurniadi, A. (2013). Manajemen keperawatan dan prospektifnya. Jakarta: FIKUI
Kreitner, R & Kinicki. (2004). Perilaku Organisasi. Buku Satu. Jakarta: Salemba Empat

Linda Tietjen, Debora Bossemeyer, Noel McIntosh. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi
Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas.Yayasan
Bina Pustaka, JNPKKR. Jakarta.

Loveridge, C.E dkk. (2000). Nursing management in the new paradigm, Gaethenburg.
Maryland: An Ashen Publication

LP – UI, Puslitkes. (2003). Metodelogi Penelitian, Kumpulan Makalah Penelitian PPDS


– I FKUI

Mangkunegara Anwar Prabu. (2003). Prilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Refika
Aditama.

Mathis. Robert L & Jhon H Jakson. (2006). Human Resource Management. Jakarta :
Salemba Empat

Mehta, S., M.D., Hadley, S., Bosco, Joseph M.D. (2013). Impact of preoperative MRSA
screening and decolonization on hospital-acquired MRSA burden. Clinical
Orthopaedics and Related Research. Journal of advanced nursing 471(7), 2367-
71.

Notoatmojo, S. ( 2005 ). Metedologi Penelitian Keehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmojo, S. ( 2010 ). Metedologi Penelitian Keehatan. Jakarta : Rineka Cipta Sayuti.


(2007).

Nursalam. (2002). Konsep Dasar Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam praktek keperawatan
professional. Jakarta : Salemba Medika

Oregon, Report. (2013). Oregon’s Death with Dignity Act—2013.


http://public.health.oregon.gov diperoleh 20 Mei 2014

Perdalin. (2010). Handout Pengendalian Infeksi Nosokomial. Jakarta

Polit & Beck. (2004). Nursing Research Principles and Methods. Seven edition. New
York: Mc.Grow Hill International

Prayitno, Elida. (2000). Motivasi Dalam Belajar. Jakarta: P2LPTK

Purwanto, Ngalim. (2001). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rosda

Puspitasari. (2007). Inspections of Hand Washing Supplies and Hand Sanitizer in Public
School. Jurnal Manajemen Keperawatan. Volume 1, no2 Oktober 2007: 100-125
Risma. (2008). Hand hygiene compliance and nurse patient ratio descriptive studi. Jurnal
Manajemen Keperawatan. Volume 1, no 3 November 2008: 89-98

Robbins, S.P & Judge, T.A. (2009). Perilaku Organisasi. Penerjemah Diana Angelica,
dkk. Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat

Rosita (2008). Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Tingkat Kepatuhan Perawat


Melakukan Cuci Tangan di Rumah Sakit Columbia Asia Medan. Skripsi.
Universitas Darma Agung Medan. Tidak dipublikasikan

Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. 5th New


York: John Wiley & Sons, Inc.

Sardiman, AM. (2009). Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers

Sayuti. (2007). Motivasi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Ghalia


Indonesia

Siagian, Sondang. (2008). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta

Smet, B. (2000). Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Sri, M. (2010). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Tesis
FIK UNPAD. Tidak dipublikasikan

Standar Pelayanan Minimal RSUP Dr.M.Djamil Padang


Stedman, S. (2012). Workplace Hand Hygiene and Wellness: A Survey of Knowledge,
Beliefs, and Practices. Journal of advanced nursing, 60 (11): 477-485.
Sukriani. (2013). The related organization factor with implementation of universal
precautions by nurse in inpatient unit of Rsup dr.wahidin sudirohusodo
Makassar. Jurnal of advanced nursing, 33(4): 356-379
Sutanto. (2011). Statistik Kesehatan. Bandung: Raja Grafindo Persada

Taylor, S.E. (2003). Health Psychology. 6th Boston: Mc Graw Hill.

Tim Pascasarjana Unand. (2014). Pedoman penulisan Tesis. Padang: tidak dipublikasikan

Tim Penyusun Bahan Akreditasi JCI. (2013). Buku Panduan Keselamatan Pasien
(Patient Safety). Jakarta

Tim penyusun kamus pusat bahasa (2002). Kamus besar bahasa Indonesia. (edisi 3).
Jakarta : EGC

Tousman. (2007). Evaluation of a Hand Washing Program for 2nd-Graders. Journal of


advanced nursing, 46(5): 340-459
UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Uno, Hamzah. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara

Zakiah. (2012). Hand hygiene: product preference and compliance. Journal of advanced
nursing, 17(8): 421-437

Вам также может понравиться