Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es,
atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungaiadalah hasil dan proses
pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes)
yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut
oleh angin.
Endapan sedimen (sedimentary deposit) adalah tubuh material padat yang terakumulasi di
permukaan bumi atau di dekat permukaan bumi, pada kondisi tekanan dan temperatur yang rendah.
Sedimen umumnya (namun tidak selalu) diendapkan dari fluida dimana material penyusun
sedimen itu sebelumnya berada, baik sebagai larutan maupun sebagai suspensi. Definisi ini
sebenarnya tidak dapat diterapkan untuk semua jenis batuan sedimen karena ada beberapa jenis
endapan yang telah disepakati oleh para ahli sebagai endapan sedimen:
1. Di endapkan dari udara sebagai benda padat di bawah temperatur yang relatif tinggi, misalnya
material fragmental yang dilepaskan dari gunung api
Endapan insitu terdiri dari fissure veins, bedded, impregnations, stringers, seams, dan stockworks.
Endapan alluvial merupakan endapan-endapan yang berasal dari perombakan endapa insitu.
Menurut Hoover berdasakan kelompoknya ada dua prinsip dasar yaitu :
1. Endapan yang terbentuk secara sekunder sehingga lebih mudah dari pada batuan induknya.
Alluvial dapat mengandung mineral logam berharga seperti emas dan platina dan berbagai macam
batu permata.
placers Aluvial adalah endapan yang dibentuk di masa kini dan masa lalu di gulches aliran air,
sungai, dataran banjir sungai-sungai, dan delta. Pengerjaan ulang beberapa deposito ini bersama-
sama dengan orang lain terbentuk sebagai hasil dari proses sedimentasi atau glasial oleh aksi
gelombang dapat menghasilkan placers pantai, yang diperlakukan secara terpisah.
Placers Aluvial dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori umum - modern dan fosil. Perbedaan
antara keduanya adalah umumnya sulit untuk membuat di lapangan. Placers terbentuk pada
program air saat ini dan kebanyakan dari mereka dari Pleistosen dan jatuh berumur Tersier ke
dalam kategori modern. Mereka yang usia lebih besar, biasanya dikubur dalam oleh endapan
volkanik dan yg terletak atau lithified umumnya kita sebut fosil (paleoplacers). placers fosil terjadi
di seluruh kolom geologi.
Endapan yang terletak di bawah permukaan air termasuk ke dalam endapan alluvial, yaitu endapan
sekunder yang terkumpul dalam jumlah dan kadar yang tinggi melalui suatu proses konsentrasi
alam yang letaknya sudah jauh dari batuan induknya, dan sudah sempat diangkut oleh sungai dan
ombak laut.
Adapun contoh dari endapan alluvial adalah endapan alluvial timah, endapan alluvial pasir besi,
endapan alluvial emas, endapan alluvial intan, endapan alluvial titanium, endapan alluvial kromit,
endapan alluvial magnetit, dan lain-lain.
3. Angin (aeolian).
4. Es (glacial).
Alluvial merupakan satuan batuan yang mengalami proses sedimentasi yaitu pembentukan
endapan, pelapukan, transportasi yang dibentuk dari batuan sebelumnya. Alluvial biasanya
terbentuk didaerah pantai dan didaerah sungai dengan pola penyebaran pada daerah penelitian
berkisar 35% dari seluruh luas daerah penelitian.
Berdasarkan kenampakan alluvial memperlihatkan warna putih pada batuan pasir baik ukuran butir
yang halus maupun. Berdasarkan penilitian terdahulu biasanya alluvial berumur holosen, dan pada
hubungan stratigrafi endapan alluvial yang lebih tua yaitu batuan granit (plutonik).
ALLUVIAL DEPOSITS
Endapan Alluvial pada proses pembentukannya sangat tergantung dari bahan induk asal tanah dan
topografi, punya tingkat kesuburan yang bervariasi dari rendah sampai tinggi, tekstur dari sedang
hingga kasar, serta kandungan bahan organic dari rendah sampai tinggi dan pH tanah berkisar
masam, netral, sampai alkalin, kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation juga bervariasi karena
tergantung dari bahan induk
Setelah batuan pembawa unsur mineral terbentuk akibat dari pengaruh cuaca (iklim) menyebabkan
terjadinya atau terbentuknya desintegrasi dan terkomposisi. Kejadian akan terus berlanjut hingga
terbentuknya endapan hasil dari pelapukan. Jika pelaupukan tertransprtasi maka akan terbentuklah
endapan alluvial.
Endapan alluvial biasasnya halus itu dikarenakan endapan yang sudah mengalami transportasi,
dari hasil terbentuknya endapan alluvial ada proses erosi yang terjadi terhadap material yang sudah
mengalami pelapukan. Adapun asal dari pelapukan yaitu terjadi pada bagian sepanjang sungai
yang akan tererosi, dari itu dinyatakan lah bahwa endapan alluvial adalah endapan yang terbentuk
dari hasil pelapukan yang kemudian tererosi, tertransportasi.
Endapan placer alluvial merupakan endapan tipe endapan yang sangat penting pada emas dan intan
dan fraksi umum pada butiran pada mineral-mineral berat yang relatif lebih halus dari mineral-
mineral ringan. Mineral-mineral berta relatif terkonsentrasi pada lokasi pada dimana terjadi
sesuatu gangguan pada aliran ( irrengular flow ) atau pengurangan energi, seperti natural riffle,
lubang dasar sungai atau air terjun pada tubrukan arus sungai (pay streak), meader sungai.
Busur pluton yang membentang dari Asia hingga diKepulauan Bangka dan Belitung
Æ cebakan timah yangterkaya di dunia. Secara genetik, kehadiran timahbermula dengan
adanya tubuh intrusi granit yangdiperkirakan terjadi lebih dari 200 juta tahun yang lalu.
gas SnF4, dimana akibat proses penumatolitik menerobosdan
mengisi celah retakan yang terdapat pada batuan sekitar
1. Emas
Proses endapan emas diperoleh dengan cara mengisolasinya dari batuan bijih emas (ekstraksi).
Bijih emas dikategorikan dalam 4 ( empat ) kategori:
2. Bijih rata-rata ( typical ) dengan mudah digali, nilai biji emas khas dalam galian terowongan
terbuka yakni kandungan 1 -5 ppm
Di dunia pertambangan mengenal dua metode eksplorasi tambang, pertama metode tambang
bawah tanah (underground mining) dan kedua metode tambang terbuka (surface mining).
Kedua metode penambangan emas tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan emas.
Berdasarkan proses terbentuknya, endapan emas dikatagorikan menjadi dua type yaitu:
Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di dalam retakan-
retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses magmatisme atau
pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme
kontak dan aktifitas hidrotermal, yang membentuk tubuh bijih dengan kandungan utama silika.
Cebakan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat/vein dalam batuan beku, kaya besi
dan berasosiasi dengan urat kuarsa.
Emas juga ditemukan dalam bentuk emas aluvial yang terbentuk karena proses pelapukan
terhadap batuan-batuan yang mengandung emas (gold-bearing rocks, Lucas, 1985). Proses
oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas primer pada atau dekat
permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih emas primer. Proses tersebut menyebabkan
juga terlepas dan terdispersinya emas. Terlepas dan tersebarnya emas dari ikatan bijih primer
dapat terendapkan kembali pada rongga-rongga atau pori batuan, rekahan pada tubuh bijih dan
sekitarnya, membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur permukaan kasar. Akibat proses
tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan emas sekunder cenderung lebih besar dibandingkan
dengan butiran pada cebakan primernya (Boyle, 1979). Dimana pengkonsentrasian secara
mekanis melalui proses erosi, transportasi dan sedimentasi (terendapkan karena berat jenis yang
tinggi) yang terjadi terhadap hasil disintegrasi cebakan emas pimer menghasilkan endapan emas
letakan/aluvial (placer deposit).
Cebakan emas primer dapat ditambang secara tambang terbuka (surface mining) maupun
tambang bawah tanah (underground minning). Sementara cebakan emas sekunder umumnya
ditambang secara tambang terbuka.
Cebakan Primer
Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan
batuan. Salah satu tipe cebakan primer yang biasa dilakukan pada penambangan skala kecil
adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan dengan teknik penambangan bawah
tanah terutama metode gophering / coyoting ( di Indonesia disebut lubang tikus ). Penambangan
dengan sistem tambang bawah tanah (underground), dengan membuat lubang bukaan mendatar
berupa terowongan (tunnel) dan bukaan vertikal berupa sumuran (shaft) sebagai akses masuk ke
dalam tambang. Penambangan dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana ( seperti
pahat, palu, cangkul, linggis, belincong ) dan dilakukan secara selektif untuk memilih bijih yang
mengandung emas baik yang berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi.
Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan batuan atau penggerusan,
selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan sekunder
umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau amalgamasi karena sudah dalam bentuk
butiran halus.
Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang mempengaruhi teknik penambangan
antara lain:
Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan pengotoran ( dilution
).
Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser (regangan),
sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping.
Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam, berhubungan
dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang
menjari ( bercabang ).
Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta
mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.
Cara penambangan ini umumnya tanpa penyangga yang memadai dan penggalian umumnya
dilakukan tanpa alat-alat mekanis. Metode tambang emas seperti ini umum diterapkan di berbagai
daerah operasi tambang rakyat di Indonesia, seperti di Ciguha, Pongkor-Bogor; Gunung Peti,
Cisolok-Sukabumi; Gunung Subang, Tanggeung-Cianjur; Cikajang-Garut; Cikidang, Cikotok-
Lebak; Cineam-Tasikmalaya; Kokap-Kulonprogo; Selogiri-Wonogiri; Punung-Pacitan; Tatelu-
Menado; Batu Gelas, RataTotok-Minahasa; Bajuin-TanahLaut; Perenggean-Palangka Raya;
Ketenong-Lebong; dan lain-lain. Penambangan dilakukan secara sederhana, tanpa development
works, dan langsung menggali cebakan bijih menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila cebakan
bijih tersebut tidak homogen, kadang-kadang terpaksa ditinggalkan pillar yang tak teratur dari
bagian-bagian yang miskin.
2. Cassiterite
Timah putih merupakan salah satu logam yang dikenal dan digunakan paling awal. Timah
telah digunakan sejak 3.500 tahun sebelum masehi untuk logam paduan dan sebagai logam
murni digunakan sejak 600 tahun sebelum masehi. Sekitar 35 negara menghasilkan timah
putih untuk memenuhi kebutuhan dunia.
Timah tidak ditemukan dalam unsur bebasnya dibumi, akan tetapi diperoleh dari
senyawaannya. Timah pada saat ini diperoleh dari mineral cassiterite atau tinstone.
Cassiterite merupakan mineral oksida dari timah SnO2, dengan kandungan timah berkisar
78%. Contoh lain sumber biji timah yang lain dan kurang mendapat perhatian daripada
cassiterite adalah kompleks mineral sulfide yaitu stanite (Cu2FeSnS4) merupakan mineral
kompleks antara tembaga-besi-timah-belerang dan cylindrite (PbSn4FeSb2S14)
merupakan mineral kompleks dari timbale-timah-besi-antimon-belerang dua contoh
mineral ini biasanya ditemukan bergandengan dengan mineral logam yang lain seperti
perak.
Indonesia sebagai produsen timah putih terbesar dunia, mengalami pasang surut
dalam pengusahaan pertambangan timah putih. PT. Timah yang merupakan produsen
timah terbesar pada awal tahun 1990an melakukan restrukturisasi dengan melakukan
penciutan jumlah karyawan serta melepas sebagian wilayah izin usaha pertambangannya.
Akan tetapi dengan meningkatnya harga timah di pasaran dunia pada beberapa tahun
terakhir, serta masih banyaknya sumberdaya timah yang masih tersisa di alam, maka bekas
wilayah usaha pertambangan timah yang telah ditutup sebagian kembali diusahakan oleh
pelaku usaha pertambangan timah putih maupun masyarakat.
Timah merupakan logam ramah lingkungan, penggunaan untuk kaleng makanan tidak
berbahaya terhadap kesehatan manusia. Kebanyakan penggunaan timah putih untuk
pelapis/pelindung, dan paduan logam dengan logam lainnya seperti timah hitam dan seng.
Konsumsi dunia timah putih untuk pelat menyerap sekitar 34% untuk solder 31%.
Timah terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada daerah sentuhan
batuan endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah, serta
sebagai endapan sekunder, yang di dalamnya terdiri dari endapan aluvium, eluvial, dan koluvium.
Genesis kehadiran timah bermula dengan adanya intrusi granit yang diperkirakan ± 222
juta tahun yang lalu pada Masa Triassic Atas, Magma yang bersifat asam mengandung gas SnF4,
yang melalui proses pneumatolitik hidrotermal menerobos dan mengisi celah retakan, di mana
terbentuk reaksi dasar: SnF4 + H2O SnO2 + HF2.
Pada proses endapan timah melalui beberapa fase penting yang sangat menentukan keberadaan
timah itu sendiri, fase tersebut adalah, pertama adalah fase pneumatolitik, selanjutnya melalui fase
kontak pneumatolitik-hidrotermal tinggi dan fase terakhir adalah hipotermal sampai
mesotermal.Fase yang terakhir ini merupakan fase terpenting dalam penambangan karena
mempunyai arti ekonomi, dimana larutan yang mengandung timah dengan komponen utama silica
(Si02) mengisi perangkap pada jalur sesar, kekar dan bidang perlapisan. Sampai ini ada dua jenis
utama timah yang berdasarkan proses terbentuknya yaitu timah primer dan timah sekunder.
Endapan timah primer pada umumnya terdapat pada batuan granit daerah sentuhannya, sedangkan
endapan timah sekunder kebanyakan terdapat pada sungai-sungai tua dan dasar lembah baik yang
terdapat di darat maupun di laut. Produksi delapan puluh persen dari endapan timah sekunder yang
merupakan hasil proses pelapukan endapan timah primer, sedangkan sisanya ada dua puluh persen
berasal dari endapan timah primer itu sendiri. kedua timah jenis tersebut dibedakan atas dasar
proses terbentuknya (genesa).
Tipe kuarsa-kasiterit dan greisen merupakan tipe mineralisasi utama yang membentuk
sumber daya timah putih pada jalur timah yang menempati Kepulauan Riau hingga Bangka-
Belitung. Jalur ini dapat dikorelasikan dengan “Central Belt” di Malaysia dan Thailand (Mitchel,
1979).
Mineral utama yang terkandung di dalam bijih timah berupa kasiterit, sedangkan pirit,
kuarsa, zirkon, ilmenit, galena, bismut, arsenik, stibnit, kalkopirit, xenotim, dan monasit
merupakan mineral ikutan. Timah putih dalam bentuk cebakan dijumpai dalam dua tipe, yaitu
cebakan bijih timah primer dan sekunder. Pada tubuh bijih primer, kandungan kasiterit terdapat
pada urat maupun dalam bentuk tersebar.
Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan timah primer pada
atau dekat permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih timah primer. Proses tersebut
menyebabkan juga terlepas dan terdispersinya timah putih, baik dalam bentuk mineral kasiterit
maupun berupa unsur Sn.
Proses pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap cebakan bijih
timah putih pimer menghasilkan cebakan timah sekunder, yang dapat berada pada tanah residu
maupun letakan sebagai endapan koluvial, kipas aluvial, aluvial sungai maupun aluvial lepas
pantai. Tubuh bijih primer yang berpotensi menghasilkan sumber daya cebakan timah letakan
ekonomis adalah yang mempunyai dimensi sebaran permukaan erosi luas sebagai sumber dispersi.
Gambar 2. Bekas penggalian tanah residu mengandung timah putih, tidak direklamasi,
Pulau Singkep
Mineral yang terkandung di dalam bijih timah pada umumnya mineral utama yaitu
kasiterit, sedangkan pirit, kuarsa, zircon, ilmenit, plumbum, bismut, arsenik, stibnite, kalkopirit,
kuprit, xenotim,dan monasit merupakan mineral ikutan. .
Sumber timah Indonesia merupakan bagian jalur timah Asia Tenggara (The South East Tin
Belt), jalur timah terkaya di dunia yang membentang mulai dari selatan China, Thailand, Birma,
Malaysia sampai Indonesia (Gambar 4 ).
Gambar 3. Singkapan cebakan timah putih primer tipe urat kuarsa-kasiterit, di Pulau Singkep
2.2.1 Endapan bijih timah sekunder
Berdasarkan tempat atau lokasi pengendapannya endapan bijih timah sekunder dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Endapan Elluvial
Endapan elluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pelapukan secara intensif.
Proses ini diikuti dengan disintegrasi batuan samping dan perpindahan mineral kasiterit (Sn02)
secara vertikal sehingga terjadi konsentrasi residual.
Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk
Endapan bijih timah yang terjadi akibat peluncuran hasil pelapukan endapan bijih timah primer
pada suatu lereng dan terhenti pada suatu gradien yang agak mendatar diikuiti dengan pemilahan
Ciri-cirinya :
3. Endapan Alluvial
Endapan bijih yang terjadi akibat proses transportasi sungai, dimana mineral berat dengan
ukuran butiran yang lebih besar diendapkan dekat dengan sumbernya. Sedangkan mineral-mineral
yang berukuran lebih kecil diendapkan jauh dari sumbernya.
Ciri-cirinya :
4. Endapan Miencan
Endapan bijih timah yang terjadi akibat pengendapan yang selektif secara berulang-ulang pada
lapisan tertentu.
Ciri-cirinya :
5. Endapan Disseminated
Endapan bijih timah yang terjadi akibat transportasi oleh air hujan. Jarak transportasi sangat
jauh sehingga menyebabkan penyebaran yang luas tetapi tidak teratur.
Ciri-cirinya :
Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer yang mempunyai nilai
ekonomis. Batchelor (1973) mengemukakan tentang evolusi “Sunda land Tin Placer” yaitu
pembentukan endapan timah placer terjadi dalam kurun waktu yang lama sejak kala Miosen
Tengah dengan ditandai mineralisasi primer tersingkap dengan skala yang besar. Tubuh pluton
granit ini mengalami pelapukan laterit dalam (deep laterite weathering) yang mengakibatkan
komposisi kandungan mineral yang tidak resisten lapuk meningalkan mineral-mineral berat
termasuk kasiterit dalam matriks kaolin kemudian mengalami erosi membentuk endapan “elluvial
placer”. Proses erosi berjalan terus yang menyebabkan endapan ini tertranspor lebih jauh
membentuk endapan kolovial placer, kejadian ini terjadi pada Sunda Land Regolith selama
Miosen bawah – Pliosen Awal, tipe – tipe endapan ini di Indonesia lebih dikenal dengan endapan
timah kulit.
Proses ini dilanjutkan dengan proses “mass wasting” yang mengkibatkan terakumulasinya
endapan kollovial pada dasar lereng kulit (base of hillslope), selama proses ini terjadi zona – zona
sesar dan kekar sehingga alterasi / ubahan hydrothermal tererosi. Akumulasi yang dibentuk dari
hasil erosi ini mengandung bongkah – bongkah regolith, karena kandungan air yang ada terlalu
tinggi menyebabkan terjadinya debris flow membentuk endapan “piedmont tin placer” dengan ciri
khas butiran timah yang kasar.
Endapan “Piedmont Tin Placer” mengalami reworking lagi dan membentuk timah berukuran
gravel yang tertransport pada lingkungan fluvial yang dikenal dengan “Braided Stream Placer”.
Endapan ini mengalamireworking lagi membentuk endapan “Beach Placer” dengan karakteristik
endapan lebih tipis dan lebih luas dari pada endapan “Braided Stream Placer”. Variabel – variable
yang mempengaruhi konsentrasi (kekayaan) endapan timah placer adalah :
· Batuan sumber (source rock) : ukuran , kadar, distribusi butiran dari daerah mineralisasi sebagai
sumber.
Klasifikasi endapan timah placer yang didasarkan atas konsep lingkungan pengendapan
sedimen dan proses yang terjadi (Osberger, 1968, dalam Batchelor, 1973). Aspek – aspek ini
mempengaruhi keberadaan dan terjadinya endapan placer, genesa endapan timah placer tergantung
pada beberapa aspek diantaranya :
· Pelapukan yang kuat sehingga mampu membebaskan mineral kasiterit dengan mineral lainnya.
· Konsentrasi mekanis material lepas yang terjadi secara selektif dan diendapkan kedalam suatu
cekungan.
1. Cassiterite
Karakteristik Fisik:
Karakteristik Fisik :
Karakteristik Fisik :
Karakteristik Fisik :
Karakteristik Fisik :
Karakteristik Fisik :
Warna : Hitam
Kilap : logam.
Sistem Kristal : Trigonal; bar 3
Sifat Kristal : Kristal tipis dan rhombohedral kadang granular dan massive, terbentuk
sebagai butiran pada pasir placer
Belahan : Tidak ada.
Pecahan : conchoidal atau uneven (tidak rata)
Kekerasan : 5 - 6
Berat Jenis : 4.5 - 5.0 (Rata-rata untuk mineral logam).
Streak: Coklat kehitaman.
Asosisiasi
Mineral : zircon, hematite, magnetite, rutile, spinel, analcime, albite, apatite, monazite, c
alcite, natrolite, microcline, olivine, pyrrhotite, biotite nepheline dan quartz.
Kegunaan : Sebagai mayor ore (bijih) pada titanium, sebagai spasemen mineral
Indikator Penentu Mineral : Sifat Kristal, berat jenis, belahan, kilap, asosiasi mineral
dan cerat.
Beberapa mineral anggota dari Ilmenit grup
Ecandrewsite (Zinc Iron Manganese Titanium Oxide)
Geikielite (Magnesium Titanium Oxide)
Ilmenite (Iron Titanium Oxide)
Pyrophanite (Manganese Titanium Oxide)
8. Magnetit
Komposisi Kima : Fe3O4, Iron Oxide
Class: Oxida and Hydroxida
Group: Spinel
Karakteristik Fisik :
Warna : Hitam.
Kilap : Logam
Sistem Kristal : isometric; 4/m bar 3 2/m
Sifat Kristal : tipe octahedral tapi kadang rhombododecahedron, dan dalam bentuk
isometric, banyak dijumpai dalam bentuk massive atau granular.
Belahan : tidak ada, walaupun bagian octahedral dapat dijumpai pada beberapa spasemen
mineral
Pecahan : conchoidal.
Kekerasan : 5.5 - 6.5
Berat Jenis : 5.1+ (rata-rata untuk mineral logam)
Cerat : Hitam.
Asosiasi Mineral : talc dan chlorite (schists), pyrite dan hematite.
Kegunaan : Sebagai mayor ore (bijih) pada besi dan sebagai spasemen mineral
Indikator Penentu Mineral : magnetism, sifat kristal dan cerat.
9. Monazite
Komposisi Kimia : (Ce, La, Th, Nd, Y)PO4, Cerium Lanthanum Thorium Neodymium
Yttrium Phosphate.
Class: Phosphates
Group: Monazite
Karakteristik fisik :
Karakteristik Fisik :
Karakteristik :
Karakteristik Fisik :
Karakteristik :
Karakteristik Fisik :
Karakteristik Fisik :