Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulasi darah yang terdiri dari


jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan
mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di
perlukan dalam proses metabolisme tubuh.

B. Gangguan Sistem Kardiovaskuler Penyakit Jantung Koroner


Penyakit infark miokard akut atau jantung koroner (PJK)/Acute coronary
syndrome (ACS) adalah gejala yang disebabkan adanya penyempitan atau
tersumbatnya pembuluh darah arteri koroner baik sebagian/total yang
mengakibatkan suplai oksigen pada otot jantung tidak terpenuhi .

Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit jantung yang menyangkut


gangguan dari pembuluh darah koroner yang dalam mengenal dan
menanganinya membutuhkan perhatian serta pengenalan daari factor resiko
yang ada pada penderita serta tindakan yang segera dapat diambil terhadap
penderita tersebut dalam waktu yang singkat agar tidak terjadi komplikasi yang
dapat membawa akibat yang tidak di inginkan. Dengan memperhatikan

4
5

berbagai aspek yang berkaitan infark miokard dapat ditanggulangi sehingga


terhindar dari komplikasi yang lebih buruk.

C. Penyebab dan Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner


Jika pembuluh darah mengalami suatu sumbatan maka aliran darah
mengalami suatu penurunan sehingga otot jantung mengalami kekurangan
oksigen, dengan adanya penurunan aliran darah akan memunculkan gejala yaitu
nyeri dada tapi nyeri dada pada pasien gangguan pembuluh darah jantung yaitu
nyeri dada yang menjalar ke bahu kiri, rahang dan dada seperti tertindih atau
diremas.
Penyumbatan dapat terjadi karena adanya beberapa faktor resiko. Faktor
resiko untuk terjadinya sumbatan terbagi menjadi dua yaitu: 1) faktor resiko
yang dapat di rubah, dan 2) faktor yang tidak dapat dirubah. Adapun faktor
resiko yang dapat dirubah, antara lain sebagai berikut:
1. Hipertensi, komplikasi yang terjadi pada hipertensi biasanya akibat
perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada
hipertensi yang tidak diobati akan menimbulkan penyempitan pembuluh
darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai arteri
miokardium.
2. Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena
termasuk faktor resiko utama PJK. Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh
susunan makanan seharihari yang masuk dalam tubuh (diet), hiperkolesterol
akan menimbulkan pengendapan pada arteri yang pada akhirnya akan
mengakibatkan penyempitan arteri.
3. Merokok, Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor
resiko utama PJK. orang yang merokok > 20 batang perhari dapat
mempengaruhi atau memperkuat efek hipertensi. Penelitian Framingham
mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10X
lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5X
lebih dari pada bukan perokok.
6

4. Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki-laki dan >
21 % pada perempuan. Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan
hipertensi, Diabetus Millitus, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol.
5. Diabetes Millitus, Pasien diabetes militus akan menyebabkan kerusakan
pada pembuluh darah yaitu atherioskelerosis baik total atau sebagian
sehingga aliran darah ke jantung mengalami penurunan.

Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat di rubah antara lain sebagai
berikut:
1. Umur, telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat
PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun
dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki
dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol
meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause (45
tahun) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah
menopause kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari
pada laki-laki.
2. Jenis kelamin, di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun
didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti
bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar dari perempuan.

D. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri


koronaria paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan
penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga
secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen
menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan
membahayakan alian darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut,
maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang
mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian
7

keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak


stabil sehingga membahayana miokardium yang terletak di sebelah distal
dari daerah lesi.

Lesi diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi


komplikata, sebagai berikut :

a. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis,


dicirikan dengan penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi
lemak (terutama kolesterol oleat) pada daerah fokal tunika intima
(lapisan terdalam arteri). Endapan lemak mendatar dan bersifat non-
obstruktif dan mungkin terlihat oleh mata telanjang sebagai bercak
kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah. Endapan lemak
biasanya dijumpai dalam aorta pada usia 10 tahun dan dalam arteri
koronaria pada usia 15 tahun. Sebagian endapan lemak berkurang, tetapi
yang lain berkembang menjadi plak fibrosa.
b. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika
intima yang meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling
khas aterosklerosis lanjut dan biasanya tidak timbul hingga usia decade
ketiga. Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak
dan mengilat yang menyembul ke arah lumen sehingga menyebabkan
obstrukksi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan ddebris sel
nekrotik yang ditutupi oleh jaringan fibromuskular mengandung banyak
sel-sel otot polos dan kolagen. Plak fibrosa biasanya terjadi di tempat
percabangan, lekukan atau penyempitan arteri. Sejalan dengan semakin
matangnya lesi, terjadinya pembatasan aliran darah koroner dari ekspansi
abluminal, remodeling vascular, dan stenosis luminal. Setelah itu terjadi
perbaikan plak dan disrupsi berulang yang menyebabkan rentan
timbulnya fenomena yang disebut “rupture plak” dan akhirnya trombosis
vena.
c. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan
mengalami gangguan akibat kalsifikasi, nekrosis sel,
8

perdarahan,trombosis, atau ulserasi dan dapat menyebabkan infark


miokardium.

Sebgaimana dijelaskan bahwa PJK didasari oleh proses aterosklerosis


yang bersifat progresif. Fibrous cap yang menutupi plaque aterosklerosis
pada beberapa bagiannya dapat menjadi tidak stabil (melalui mekanisme
yang komplek) sehingga akan mudah terjadi perlukaan (fissuring) dan
akhirnya pecah (plaque rupture). Proses selanjutnya adalah terjadi
trombosis baik di dalam plaque (intra plaque) dan seterusnya semakin
meluas hingga memenuhi / menyumbat aliran darah koroner thrombus
propagation

E. Manifestasi klinis
1. Gejala prodomal
Penderita infark miokard akut sering didahului oleh keluhan dada terasa
tdiak enak (chest discomfort). Keluhan ini menyerupai gambaran angina
yang klasik pada saat istirahat sehingga dianggap terjadi angina tidak stabil.
Tiga puluh persen penderita mengeluh gejala tersebut 1-4 minggu sebelum
penderita mengeluh gejala tersebut dirasakan kurang dari 1 minggu. Selain
itu penderita sering mengeluh rasa lemah dan kelelahan.
2. Nyeri dada
Intentisitas nyeri biasanya bervariasi, seringkali sangat berat bahkan
banyak penderita tidak dapat menahan rasa nyeri tersebut. Nyeri dada
berlangsung > 30 menit bahkan sampai berjam-jam. Kualitas nyerinya
sering dirasakan seperti menekan, (compressing), constricting, crushing
atau squeezing (diremas), choocking (tercekik), berat (heavy pain). Kadang
juga bisa tajam (knife like) atau pun seperti terbakar (burning). Lokasi nyeri
biasanya retrosternal, menjalar ke kedua dinding dada terutama dada kiri,
ke bawah ke bagian medial lengan menimbulkan rasa pegal pada
pergelangan, tangan dan jari. Kadang-kadang nyeri dapat dirasakan pada
daerah epigastrium hingga merasa perut tidak enak (abdominal
9

discomfort). Gejala lain yang sering menyertai adalah mual, muntah, badan
lemah, pusing, berdebar dan keringat dingin.

F. Farmakologi Penyakit Jantung Koroner


Adapun kelompok obat yang sering digunakan pada pengobatan kasus
SKA, secara optimal adalah; anti-iskemik, antitrombin/antikoagulan,
antiplatelet, trombolitik/fibrinolitik serta obat tambahan yakni ACE-Inhibitor
dan obat-obat penekan lemak.
Tujuan Terapi Farmakologi :
1. Mengatasi nyeri angina dengan cepat dan intensif
2. Mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard
3. Mencegah kematian mendadak
2. Analgetik yang diberikan biasanya golongan narkotik (morfin) diberikan
secara intravena dengan pengenceran dan diberikan secara pelan-pelan.
Dosisnya awal 2,0 – 2,5 mg dapat diulangi jika perlu
3. Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting diberikan. Dianjurkan
diberikan sesegera mungkin (di ruang gawat darurat) karena terbukti
menurunkan angka kematian.
4. Trombolitik terapi, prinsip pengelolaan penderita infark miokard akut
adalah melakukan perbaikan aliran darah koroner secepat mungkin
(Revaskularisasi / Reperfusi).Hal ini didasari oleh proses patogenesanya,
dimana terjadi penyumbatan / trombosis dari arteri koroner. Revaskularisasi
dapat dilakukan (pada umumnya) dengan obat-obat trombolitik seperti
streptokinase, r-TPA (recombinant tissue plasminogen ativactor complex),
Urokinase, ASPAC ( anisolated plasminogen streptokinase activator), atau
Scu-PA (single-chain urokinase-type plasminogen activator).Pemberian
trombolitik terapi sangat bermanfaat jika diberikan pada jam pertama dari
serangan infark. Dan terapi ini masih masih bermanfaat jika diberikan 12
jam dari onset serangan infark.
5. Terapi Anti-Iskemik
10

Tujuan terapi adalah untuk mengurangi iskemia dan mencegah terjadinya


kemungkinan yang lebih buruk, seperti infark miokard atau kematian. Pada
keadaan ini, obat-obat anti iskemik mulai diberikan bersamaan sambil
merencanakan strategi pengobatan difinitif. Terapi anti iskemik termasuk;
penderita dirawat dengan tirah baring dengan monitoring EKG kontinu
untuk iskemik yang masih berlanjut dan direksi aritmia bagi pasien-pasien
dengan risiko tinggi. Oksigen harus diberikan pada semua pasien untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90%.
Nitrat mengurangi kebutuhan oksigen dan menigkatkan suplai oksigen.
Nitrat I.V harus diberikan pada pasien : yang masih mengalami nyeri dada
setelah pemberian 3 tablet nitrat sublingual (bila tidak ada kontraindikasi
seperti penggunaan sildenafil dalam 24 jam terakhir) EKG menunjukan
iskemia miokard (menderita gagal jantung).
Pada pasien dengan normotensi, tekanan darah sisitolik tidak boleh turun
dibawah 110 mmHg, sedangkan pada pasien hipertensi, tekanan darah
rerata tidak boleh turun > 25%. Nitrat oral dapat diberikan setelah 12-24
jam periode bebas nyeri. Rebound angina dapat terjadi bila nitrat
dihentikan secara mendadak.
Nitrat umumnya dipakai pada SKA, walaupun tidak terdapat cukup data
yang membuktikan bahwa obat ini mencegah infark jantung atau
menurunkan mortalitas. Nitrat mempunyai efek anti-iskemik melalui
berbagai mekanisme :
1) Menurut kebutuhan oksigen miokard karena penurunan preload dan
afterload,
2) Efek vasodilatasi sedang,
3) Meningkatkan aliran darah kolateral,
4) Menurunkan kecendrungan vasospasme, serta
5) Potensial dapat menghambat agregasi trombosit.

Pada APTS, preparat intravena disarankan dipakai lebih dulu karena


penggunaannya dan titrasi dosisnya mudah serta bila diinginkan efeknya
11

segera hilang bila infus dihentikan. Pemberian intravena dilaksanakan


dengan titrasi ke atas (dosis lebih besar) sampai keluhan terkendali atau
sampai timbul efek samping (terutama nyeri kepala atau hipotensi).
Preparat oral kurang disarankan pada terapi pemula karena pengaturan
dosisnya lebih sulit. Keberatan terapi intravena adalah karena penggunaan
terus menerus mudah menyebabkan toleransi setelah 24 jam. Belum jelas
mengapa toleransi mudah timbul, tatapi hal ini diperkirakan disebabkan
karena produksi superoksida dan endotelin dari pembuluh darah yang
berlebihan. Bila takifilaksis terjadi, hal ini dapat diatasi dengan menaikkan
dosis, atau mengubah cara pemberiannya menjadi oral dan mengadakan
masa bebas nitrat 6 sampai 8 jam. Penambahan obat antioksidan,
khususnya vitamin C, dilaporkan juga mencegah toleransi nitrat. Alternatif
lain nitrat adalah nitrate like drugs, seperti sydnonimines atau K-channel
agonists.

6. Penyekat-β
Penyekat-β jelas sudah terbukti menurunkan angka kematian pasien infark
jantung dan hal ini terutama karena penyekat-β menurunkan kebutuhan
oksigen miokard. Data yang mendukung penggunaan Penyekat-β pada
APTS tidak banyak. Pada metanalisis 4700 pasien APTS oleh Yusuf dkk,
Penyekat-β menurunkan risiko infark miokard sebesar 13% (p<0.04).
Karena patogenesis APTS dan infark miokard amat mirip, penyekat-β
disarankan untuk digunakan pula pada APTS.
Penyekat-β secara kompetitif menghambat efek katekolamin pada reseptor
beta. Penyekat beta mengurangi konsumsi oksigen miokard melalui
pengurangan kontraktilitas miokard, denyut jantung (laju sinus), konduksi
AV dan tekanan darah sistolik. Bila tidak ada kontraindikasi, pemberian
penyekat beta harus dimulai segera. Penyekat beta tanpa aktivitas
simpatomimetik lebih disukai, seperti metoprolol, atenolol, esmolol atau
bisoprolol. Kontraindikasi penyekat beta adalah blok AV derajat 2 atau 3,
asma, gagal jantung yang dalam keadaan dekompensasi dan penyakit arteri
perifer yang berat.
12

Tidak ada perbedaan bermakna dalam memanfaatkan klinis dari berbagai


jenis Penyekat-β (oral atau intravena, bekerja jangka pendek atau jangka
panjang). Penggunaan penyekat-β harus berhati-hati terhadap kemungkinan
adanya kontraindikasi dan bila ada kemungkinan ini maka harus dipilih obat
penyekat-β dengan masa kerja pendek. Terapi oral ditujukan untuk
mencapai target denyut jantung 50-60/ menit.
7. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium mengurangi influks kalsium yang melalui membrane sel.
Obat ini menghambat kontraksi miokard dan otot polos pembuluh darah,
melambatkan konduksi AV dan depresi nodus SA. Efek vasodilatasi,
inotoropik, blok AV dan depresi nodus SA. Efek vasodilatasi, inotoropik,
blok AV dan depresiasi nodus SA bervariasi pada antagonis kalsium yang
berbeda. Penggunaan dihidropiridin yang lepas cepat dan kerja singkat
(seperti nifedipine) berkaitan dengan peningkatan risiko pada pasien tanpa
penghambatan beta yang adekuat dan harus dihindari.
Indikasi :
1) Pada pasien-pasien dengan agina berulang atau berkelanjutan
walaupun telah mendapatkan nitrat & penghambat beta dengan dosis
adekuat, atau pasien-pasien yang tidak dapat bertoleransi terhadap
nitrat dan penghambat beta dengan dosis yang adekuat.
2) Angina prinzmetal (angina varian).

Meta-analisis penyelidikan terapi dengan antagonis kalsium pada APTS


menunjukkan bahwa obat ini tidak menurunkan kekerapan infark jantung
atau mortalitas. Pada pasien yang sebelumnya tidak mendapat obat
penyekat-β dibandingkan dengan plasebo, pemberian nifedipin
konvensional menaikkan risiko infark jantung atau angina berulang 16% ;
sedangkan kombinasi metoprolol dan nifedipin menurunkan risiko ini 20%
(keduanya tidak mencapai kemaknaan statistik). Penjelasan mengapa
penggunaan monoterapi nifedipin dapat menaikkan mortalitas adalah
karena obat ini menyebabkan takikardi refleks dan menaikkan kebutuhan
13

oksigen miokard. Berbagai obat golongan dihidropiridin selektif lebih baru


telah diperkenalkan, tetapi efeknya pada APTS masih belum jelas.

Berbeda dengan monoterapi nifedipin, terapi diltiazem dan verapamil dapat


menurunkan mortalitas dan reinfark pada pasien SKA dengan fraksi ejeksi
normal dan bila disertai adanya bendungan paru pada foto dada (penurunan
mortalitas dan reinfark 30% pada pasien yang mendapat diltiazem
dibandingkan plasebo selama masa pemantauan 25 bulan). Penjelasan hal
ini memungkinkan karena pada pasien dengan faal sistolik normal, obat ini
menurunkan frekuensi jantung, menurunkan kontaktilitas jantung, serta
menurunkan afterload.

Antagonis kalsium, khususnya non dihidropiridin, harus dibatasi


penggunaannya pada pasien di mana terdapat kontraindikasi penggunaan
penyekat-β atau keluhan menetap walaupun telah diberi terapi agresif
dengan aspirin, nitrat dan penyekat-β. Nifedipin atau dihidropiridin lain
tidak disarankan dipakai pada pasien yang tidak mendapat penyekat-β

8. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE-I)


Angiotensin bekerja sebagai hormon sistemik, hormon lokal jaringan, dan
sebagai neurohormonal susunan saraf pusat. Penghambat ACE (ACE-I)
bekerja dengan cara menghambat enzym ACE secara kompetitif melalui
ikatan pada active catalytic enzym tersebut, dengan demikian akan terjadi
hambatan perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Hambatan
tersebut selain terjadi pada sirkulasi sistemik juga terjadi pada ACE jaringan
yang dihasilkan oleh sel-sel endotel jantung, ginjal, otak dan kelenjar
adrenal. Penghambat ACE juga berperan dalam menghambat degradasi
bradikinin, yang merupakan vasodilator.
Secara garis besar obat penghambat ACE mempunyai efek kardioprotektif
dan vaskuloprotektif terhadap Jantung dan Vaskular. Pada jantung ACE-I
efeknya dapat menurunkan afterload dan preload, menurunkan massa
ventrikel kiri, menurunkan stimulasi simpatis, serta menyeimbangkan
kebutuhan dan suplai oksigen. Pada vaskular ACE-I dapat berefek
14

antihipertensi, memperbaiki dan kelenturan arterial, memperbaiki fungsi


endotel, antitrombogenik langsung, antimigrasi dan antiproliferatif terhadap
sel otot polos, neutrophil dan sel mononuclear, antitrombosit, dan
meningkatkan fibrinolisis endogen.
Perkembangan terkini melaporkan bahwa ACE-I mempunyai efek
mengurangi cardiac event-nya sangat bermakna. Selama ini ada angapan
ACE-I tidak mempunyai peran pada SKA, karena tertutupi oleh peran
LMWH yang memang sangat terbukti keampuhannya pada SKA. Pada saat
ini pandangan atau pendapat tersebut telah berubah, karena dari suatu
penelitian dibuktikan, pada lesi-lesi aterisklerotik yang vulnerable atau
unstable atherosclerotic plaque yang mudah rupture atau disruption yang
dikenal sebagai culprit lessions yang menyebabkan terjadinya SKA
ditemukan aktivitas ACE. Dengan menghambat aksi ACE pada cuprit
lesions, ACE-I mampu atau dapat mengurangi dan mencegah terjadinya
cardiac events pada SKA, secara lebih bermakna.
Studi HOPE (Heart Outcomes Prevention Evaluation) melaporkan
penurunan angka kematian dan kejadian vaskuler jangka panjang setelah
penggunaan ACE-I pada pasien-pasien PJK risiko sedang, dan kebanyakan
dari mereka mempunyai fungsi ventrikel kiri yang baik. Studi EUROPA
juga membuktikan manfaat ACEI pada penderita PJK dengan fungsi
ventrikel kiri normal.
Pada pasien – pasien dengan disfungsi ventrikel kiri yang tidak dapat
bertoleransi dengan ACEI, maka dapat dipertimbangkan pemberian ARB.
Rekomendasi di atas dibuat berdasarkan potensi mereka terhadap manfaat
jangka panjang. Untuk mengontrol gejala iskemia, dapat digunakan preparat
nitrat, penyekat beta dan antagonis kalsium.
9. Statin
Statin telah menujukkan efek yang menguntungkan pada pasien-pasien
dengan APTS/NSTEMI, terutama terhadap kadar lipid serum. Sebaiknya
statin diberikan segera setelah onset APTS/NSTEMI. Saat ini obat golongan
ini mengalami kemajuan yang sangat menakjubkan dalam terapi
15

hipolipidemia dalam mengurangi kejadian kardiovaskular, karena relatif


efektif dan sedikit efek samping serta merupakan obat pilihan pertama. Obat
golongan ini dikenal juga dengan obat penghambat HMGCoA reduktase.
HMGCoA reduktase adalah suatu enzym yang dapat mengontrol biosintesis
kolesterol. Dengan dihambatnya sintesis kolesterol di hati dan hal ini akan
menurunkan kadar LDL dan kolesterol total serta meningkatkan HDL
plasma.
Penelitian-penelitian yang telah dipublikasikan mengkonfirmasikan,
adanya hubungan antara dislipidemia atau tingginya kolesterol darah dan
penyakit jantung koroner. Terdapat banyak bukti bahwa terapi penurunan
kolesterol pada pasien-pasien dengan kadar kolesterol rata-rata atau tinggi
setelah IMA atau APTS akan menurunkan kejadian-kejadian vaskular dan
kematian.
Dan penelitian juga membuktikan penurunan kadar lemak atau kolesterol
secara agresif oleh obat golongan statin sangat bermanfaat dalam menekan
atau mengurangi kejadian-kejadian koroner akut. Dilaporkan juga,
pemberian statin sesudah serangan SKA ternyata dapat mengurangi lesi
aterosklerosis telah diteliti secara quantitative coronary angiography,
disamping perbaikan gejala klinisnya. Diperkirakan dengan pemberian
statin secara dini sesudah serangan jantung dapat mengurangi kemungkinan
pembentukan lesi baru, mengurangi kemungkinan progresi menjadi oklusi.
Studi MIRACL juga membuktikan manfaat pemberian dini atorvastatin 80
mg pada pasien SKA, dapat mencegah rekurensi serangan iskemik.
Statin juga ternyata dapat memperbaiki fungsi endotel (RICIFE trial),
menstabilkan plak, mengurangi pembentukan trombus, bersifat anti-
inflamasi, dan mengurangi oksidasi lipid (pleotrophic effect). Sekarang ini
pemberian obat hipolipidemik atau golongan statin merupakan salah satu
strategi yang sedang berkembang pada pengobatan SKA secara optimal.
Pemberian statin sebaiknya dimulai lebih awal sebelum pulang dari rumah
sakit. Pasien dengan kadar LDL normal (kolesterol LDL 100 mg/dl) tetapi
kadar HDL rendah, lebih baik diterapi dengan fibrat. Statin sebaiknya
16

diteruskan untuk mendapatkan keuntungan terhadap kelangsungan hidup


jangka panjang.
Non-farmakologi
a. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok
b. Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki
kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi, olahraga bermanfaat
karena :
1) Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
2) Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih
berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL kolesterol
3) Menurunkan tekanan darah
4) Meningkatkan kesegaran jasmani
c. Diet merupakan langkah pertama dalam penanggulangan
hiperkolesterolemi.

G. Terapi Diet Penyakit Jantung Koroner


Penderita jantung koroner hendaknya benar-benar memperhatikan hal
penting yang berhubungan dengan diet yang perlu dilakukan sebagai upaya
terapi penyakitnya.
1. Pembatasan kandungan kalori dalam diet perlu dilakukan lebih-lebih jika
penderita tergolong obesitas atau berat badannya melebihi berat badan ideal.
Penderita penyakit jantung koroner sebaiknya mempunyai berat badan
sedikit di bawah berat badan ideal.
2. Penggunaan lemak jenuh harus dihindarkan, sedangkan lemak tak jenuh
berganda (polyunsatrated fatty acid) yang dapat menurunkan kadar
kolesterol darah, dapat diperbanyak untuk menggantikan lemak jenuh.
3. Pemakaian gula dalam diet sehari-hari hendaknya tidak berlebihan, karena
konsumsi gula yang tinggi dapat mempermudah terjadinya aterosklerosis.
4. Untuk mengurangi beban kerja jantung, porsi makanan sebaiknya kecil.
Agar tubuh mendapatkan semua zat gizi yang diperlukan dalam jumlah
yang cukup, frekuensi pemberian makanan hendaknya lebih sering.
17

5. Pengurangan garam perlu dilakukan apabila penderita menunjukkan tanda-


tanda kenaikan tekanan darah atau terlihat adanya edema.
6. Bahan makanan yang dapat menimbulkan gas dalam lambung seperti kol,
lobak, durian, dan sebagainya sebaiknya tidak diberikan.
7. Bumbu-bumbu yang dapat menimbulkan rangsangan seperti lombok,
merica, dan sebagainya hendaknya dihindarkan.
8. Penderita tidak diberi minuman berupa kopi, teh kental, atau minuman yang
mengandung soda (soft drink) dan alcohol.
9. Makanan atau kue yang terlalu manis dan makanan berlemak atau dimasak
dengan lemak hendaknya tidak diberikan.
10. Disamping perawatan dietetik, juga perlu dilakukan upaya penyembuhan
yang lain, terutama mengurangi berbagai faktor risiko, seperti merokok,
tekanan emosional, dan sebagainya. Juga olah raga fisik perlu dilakukan
untuk menjaga agar tidak terjadi kenaikan berat badan tetapi pilih olahraga
sesuai dengan hoby dan kesanggupan.

Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan

Sumber Karbohidrat Beras di tim atau Makanan yang


disaring; roti, mie, mengandung gas atau
kentang, makaroni, alkohol, seperti : ubi,
biskuit, tepung singkong, tape
beras/terigu/sagu singkong, dan tape
aren/sagu ambon, gula ketan.
pasir, gula merah,
madu, dan sirup.

Sumber Protein Daging sapi, ayam Daging sapi dan


Hewani dengan lemak rendah, ayam yang berlemak,
ikan, telur, susu rendah gajih, sosis, hati,
lemak dalam jumlah limpa, babat, otak,
yang telah ditentukan. kepiting dan kerang-
18

kerangan, keju, dan


susu penuh.

Sumber Protein Nabati Kacang-kacangan Kacang-kacangan


kering, seperti : kacang kering yang
kedelai dan hasil mengandung lemak
olahnya, seperti tahu cukup tinggi seperti
dan tempe. kacang tanah, kacang
mete, dan kacang
bogor.

Sayuran Sayuran yang tidak Semua sayuran yang


mengandung gas, mengandung gas,
seperti: bayam, seperti kol, kembang
kangkung, kacang kol, lobak, sawi, dan
buncis, kacang nangka muda.
panjang, wortel, tomat,
labu siam, dan toge.

Buah-Buahan Semua buah-buahan Buah-buahan segar


segar, seperti : pisang, yang mengandung
pepaya, jeruk, apel, alkohol atau gas,
melon, semangka, dan seperti : durian dan
sawo. nangka matang.

Lemak Minyak jagung, Minyak kelapa dan


minyak kedelai, minyak kelapa sawit;
margarin, mentega santan kental.
dalam jumlah terbatas
dan tidak untuk
menggoreng tetapi
untuk menumis, kelapa
atau santan encer
dalam jumlah terbatas.

Minuman Teh encer, coklat, Teh/kopi kental,


sirup. minuman yang
mengandung soda
19

Вам также может понравиться