Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB I

PENDAHULUAN

Spondylosis cervicalis merupakan suatu penyakit yang menyerang usia pertengahan


dan usia lanjut, dimana diskus dan tulang belakang di leher mengalami kemunduran
(degenerasi) sehingga menyebabkan terjadinya gangguan truktur dan fungsi tulang belakang.
Spondilosis servikalis merupakan kelompok campuran patologi yang melibatkan diskus
intervertebralis, tulang belakang, serta sendi yang terkait dan dapat juga disebabkan oleh
penuaan ("Keausan", degenerasi) atau pengaruh sekunder karena trauma. Perubahan anatomi
dan biomekanik yang terjadi pada proses degenerasi diskus, dimulai sejak dekade kedua dari
kehidupan manusia. Hal ini ditandai dengan adanya penipisan diskus, atropi sel, degenerasi
serabut annulus dan lain-lain. Proses ini kemudian diikuti dengan penyempitan foramen
intervertebralis, degenerasi tulang rawan, yang juga diikuti dengan timbulnya osteofit.
Penyempitan pada foramen intervertebralis mengakibatkan adanya kompresi pada
akar syaraf sehingga menimbulkan nyeri. Nyeri juga dapat terjadi karena adanya iritasi oleh
osteofit dan spasme pada otot–otot para cervical. Rasa nyeri dan keluhan lain yang timbul
akibat proses degenerasi akan menimbulkan gangguan fungsi dan keterbatasan pada semua
gerakan cervical yaitu gerak: fleksi, ekstensi, lateral fleksi kiri dan kanan serta rotasi kiri dan
kanan. Gangguan gerak dan fungsi tersebut disebabkan karena adanya rasa nyeri, dan
mengakibatkan seseorang enggan menggerakkan lehernya, sehingga terjadi immobilisasi.
Immobilisasi yang lama akan menyebabkan timbulnya kekakuan dan keterbatasan gerak.
Spondylosis cervicalis kebanyakan menyerang pada usia di atas 40 tahun. Penderita
spondylosis cervicalis sering ditemukan pada usia 49 tahun yaitu 60% pada wanita dan 80%
pada laki-laki. Dari penelitian cervical spondylosis biasanya terjadi pada usia 75 tahun,
sekitar 70% dan pada usia 50 tahun, sekitar 25-50%. Pada kasus spondylosis cervicalis
masalah utama yang dikeluhkan penderita adalah nyeri dan hilangnya rasa pada lengan dan
bahu yang terkena dampak dan kekakuan tulang belakang leher. Spondylosis cervicalis
berkaitan dengan usia dan perubahan di daerah tulang belakang bagian leher /tengkuk. Secara
bertahap komponen tulang belakang membentuk tulang taji dan mengubah keselarasan dan
stabilitas tulang belakang. Discus bagian yang paling penting dan melindungi tulang, syaraf
serta pembuluh darah pada daerah tulang belakang. Sejalan bertambah nya usia discus
berangsur-angsur menjadi keras dan menyusut serta mengurangi stabilitas.
Penyebab spondylosis cervicalis adalah osteophyt dan penyempitan pada kanal tulang
belakang. Tekanan yang menekan tulang belakang dan pembuluh darah menyebabkan
gangguan yang disebut cervical spondilosis. Pembentukan osteophyt dan perubahannya tidak
selalu menimbulkan gejala namun setelah usia 50, setengah dari populasi mengalami sakit
leher sesekali dan kekakuan, leher menjadi kurang stabil dan rentan terhadap cedera antara
lain strain otot dan ligament. Hal ini dapat menyebabkan nyeri dan sakit yang terjadi di
kepala, bahu, dada, tetapi bukan pada leher. Gejala lain adalah vertigo serta pusing atau
telinga mendengung/dering. Rasa sakit dan kekakuan dapat terjadi secara intermiten. Rasa
sakit sering di perberat oleh gerakan - gerakan tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Spondilosis servikalis merupakan suatu penyakit yang menyerang usia pertengahan
dan usia lanjut, dimana diskus dan tulang belakang di leher mengalami kemunduran
(degenerasi) sehingga menyebabkan terjadinya gangguan truktur dan fungsi tulang belakang.
Spondilosis servikalis merupakan kelompok campuran patologi yang melibatkan diskus
intervertebralis, tulang belakang, serta sendi yang terkait dan dapat juga disebabkan oleh
penuaan ("Keausan", degenerasi) atau pengaruh sekunder karena trauma.

2.2 Epidemiologi
Spondylosis cervicalis kebanyakan menyerang pada usia di atas 40 tahun. Penderita
spondylosis cervicalis sering ditemukan pada usia 49 tahun yaitu 60% pada wanita dan 80%
pada laki-laki. Sedangkan usia 70 tahun kejadian terjadi sampai 95%. Dalam sebuah survei
nasional Belanda, terdapat kejadian 23,1 per 1.000 orang per tahunnya untuk nyeri leher dan
19,0 per 1.000 orang per tahun untuk gejala bahu . Dokter umum di Belanda mendapatkan
konsultasi sekitar tujuh kali seminggu untuk keluhan yang berhubungan dengan leher atau
ekstremitas atas ini. Kejadian tahunan nyeri leher terdapat 14,6% di penelitian kohort dari
1.100 orang dewasa yang dipilih secara acak. Lima puluh satu persen dari subyek nyeri leher
juga memiliki nyeri pinggang kronis. Riwayat cedera leher dilaporkan oleh 25% pasien
dengan nyeri leher. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUP Sanglah Denpasar
menunjukkan jumlah kunjungan pasien spondylosis cervicalis tahun 2009 sebanyak 149
pasien, tahun 2010 sebanyak 215 pasien.

2.3 Anatomi Tulang Belakang Cervical


Tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra. Pertama 2, C1 dan C2, sangat
khusus dan diberi nama yang unik: atlas dan sumbu, masing- masing. C3-C7 adalah tulang
lebih klasik, memiliki tubuh, pedikel, lamina, proses spinosus, dan sendi facet.
C1 dan C2 membentuk seperangkat unik artikulasi yang memberikan mobilitas
yang besar untuk tulang tengkorak. C1 berfungsi sebagai cincin dimana tengkorak
bersandar pada dan berartikulasi pada sendi poros dengan dens atau odontoid prosesus dari
C2. Sekitar 50% dari ekstensi fleksi cervical terjadi antara oksiput dan C1; 50% dari rotasi
leher terjadi antara C1 dan C2.
Tulang belakang cervical jauh lebih mobile daripada tulang belakang pada daerah
toraks atau lumbal. Berbeda dengan bagian lain dari tulang belakang, tulang belakang
cervical memiliki foramen melintang di setiap tulang belakang untuk arteri vertebralis
yang memasok darah ke otak.

Gambar 2.1 Anatomi Vertebral Column

a. Kolumna Vertebralis
Columna Vertebralis terdiri atas 33 vertebra, antara lain sebagai berikut :
1. 7 vertebra Servikalis
2. 12 vertebra thorakalis
3. 5 vertebra lumbalis
4. 5 vertebra sacralis
5. 4 vertebra coccygis

Gambar 2.2 Anatomi Tulang Belakang Servikal


Daerah lebar tersusun tujuh ruas tulang yang saling berhubungan dan membentuk
satu-kesatuan. Masing-masing tulang Servikal memiliki ciri khas, khususnya Servikal I, II,
dan III.
a. Servikal I
Vertebrae Servikal I dikenal dengan istilah tulang atlas. Ciri khas yang
membedakan Servikal I adalah tulang ini tidak ada corpus, sehingga digambarkan
adanya arcus anterior dan arcus posterior. Pada masing-masing arcus anterior
terdapat fovea articular superior yang berhubungan dengan condilus occipitalis,
dan yang menghubungkan Servikal 1 dengan Servikal II adalah facies artikuaris
posterior dengan artikularis superior cervical II.
b. Servikal II
Vertebrae cervical sering disebut dengan sebutan axis yang ditandai oleh adanya
epistropheus. Ciri lain yang terdapat pada cervical II ini adalah adanya dens atau
pocessus odontoid
c. Servikal III-VII
Vertebrae cervicalis III-VII memiliki corpus dan kesemuanya memiliki
- 1 buah processus spinosus
- 2 buah foramen transverses
- 1 buah foramen vertebrae
Dari semua cervical tersebut, vertebrae cervical VII memiliki ciri khas yang
membedakan yaitu memiliki processus spinosus yang panjang dan dikenal
dengan prominens. Sedangkan pada anterior pada processusnya mengecil
foramen transversusnya sangat kecil sehingga tidak dilalui oleh pembuluh darah
b. Jaringan otot-otot leher
a. Gerakan fleksi leher
Gerakan fleksi pada upper trapezius berupa pada bidang gerak sagital axis horizontal,
lingkup gerak sendi normal 50’. Otot penggerak fleksi uppertrapezius :
1. M. Sternocleidomastoid
Origo : Manubrium sterni dari sepertiga tengah klavikula
Insertion : Prosessus mastoideus dan seperdua lateral linea superior
Inervasi : Aksesorius, plexus servicalis
2. M. Longus Capitis
Origo : Processus Transversus Supinosus Cervical 3-4
Insertion : Bagian basilaris os oksipitalis
Inervasi : Servikalis
3. M. Scalenus Anterior
Origo : Processus Transversus vertebrae Cervicalis 3-6
Insertion : Tuberkulum costa pertama
Inervasi : Servikalis ke 2 sampai ke 7
4. M. Scalenius Medius
Origo : Processus transversus vertebrae Servikalis 1-7
Insertion : Permukaan atas iga pertama
Inervasi : Servikalis ke 2 sampai k3 7
b. Gerakan ekstensi leher
Berada pada bidang gerak sagital axis horizontal, lingkup gerak sendi normal 60 ’ dan
otot penggerak leher :
1. M. Splenius Cervikis
Origo : Processus Spinosus
Insertion : Prosessus mastoideus dan linea nuchae inferior
Inervasi : Servikalis
2. M. Rectus Capitis Mayor
Origo : Spina epis trofei
Insertion : Pars lateral linea nuchae inferior
Inervasi : Servikalis
3. M. Rectus Capitis Minor
Origo : Tuberculum posterior atlas
Insertion : Os occipitalis di bawah linea nuchae inferior
Inervasi : Servikalis
4. M. Oblique Capitis Suporior
Origo : Processus Transversus Atlas
Insertion : Os occipitalis di bawah linea nuchae inferior
Inervasi : Spinalis
5. M. Oblique Capitis Inferior
Origo : Spina epistrofei
Insertion : Processus transversus dan processus mastoideus
Inervasi : Spinalis
6. M. Longisimus Capitis
Origo : Processus Transversus dari empat atau lima vertebrae
thorakis bagian atas, processus artikularis dari tiga atau
empat vertebrae Servikalis bagian bawah
Insertion : Processus mastoideus os temporal
Inervasi : Servikalis
c. Gerakan lateral fleksi leher
Berada pada bidang gerak frontal dengan axis sagital, Lingkup Gerak Sendi normal
45’ dan otot penggerak lateral fleksi leher :
1) M. Rectus Capitis Lateralis
Origo : Processus Transversus Atlas
Insertion : Processus jugularis os oksipitale
Inervasi : Servikal 1 dan 2
2) M. Rectus Capitis Anterior
Origo : Massa Lateral Atlas
Insertion : Pars basilaris os oksipitale
Inervasi : Servikal 1 dan 2
c. Sistem Persarafan
Pada daerah punggung bagian atas dipersarafi oleh plexus Servikalis dan plexus
brachialis. Plexus Servikalis dibentuk primaries anterior nervi spinalis C1-C4, pada plexus
Servikalis bercabang membentuk nervus semispinalis capiris yang merangsang otot trapezius.
Plexus brachialis dibentuk bagian primer antara nervi spinalis C5-Th1.
d. Sistem Vaskularisasi
Sistem sirkulasi pada leher dan kepala di suplai melalui arteri karotis komunis dan
vertebrae arteri kiri dan kanan yang kemudian bersatu membentuk arteri besilaris. Arteri
karotis komunis diatas cartilage terbagi menjadi dua yaitu karotis interna dan karotis
eksterna.
Arteri karotis internal ke arah tenggorokan bagian dalam kemudian bersama arteri
basilaris disebut sirkulasi willisi, arteri karotis eksterna memberi darah pada daerah leher dan
kepala bagian depan dan belakang. Apabila arteri karotis terpotong maka akan terjadi
perdarahan yang hebat dari kedua ujung tersebut, sebab adanya anastomosis yang erat kedua
arteri karotis kiri dan kanan.

Cervical spine terdiri atas 7 vertebra dan 8 saraf servikal. Fungsi utama leher adalah
menghubungkan kepala dengan tubuh. Leher merupakan bagian spina/tulang belakang yang
paling bergerak (mobile), mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:
1. menopang dan memberi stabilitas pada kepala;
2. memungkinkan kepala bergerak di semua bidang gerak;
3. melindungi struktur yang melewati spina, terutama medula spinalis, akar saraf, dan
arteri vertebra.
Stabilitas kepala tergantung pada 7 buah vertebra servikal. Hubungan antara vertebra
servikal melalui suatu susunan persendian yang cukup rumit. Gerakan leher dimungkinkan
karena adanya berbagai pensendian, facet joint yang ada di posterior memegang peranan
penting. Sepertiga gerakan fleksi dan ekstensi dan setengah dari gerakan laterofleksi terjadi
pada sendi atlantooccipitalis (dasar tengkorak dengan VC1). Sendi atlantoaxialis (VC1-VC2)
memegang peranan pada 50% gerakan rotational. VC2 hingga VC7 memegang peranan pada
dua per tiga gerakan fleksi dan ekstensi, 50% gerakan rotasi dan 50% gerakan laterofleksi.

Delapan saraf servikal berasal dari medulla spinalis segmen servikal, 7 saraf servikal
keluar dari medula spinalis di atas vertebra yang bersangkutan, namun saraf servikal ke 8
keluar dari medulla spinalis di bawah VC7 dan di atas VTh1 serta costa pertama. Saraf-saraf
ini memberikan layanan saraf sensorik pada tubuh bagian atas dan ekstremitas superior
berdasarkan pola dermatom. Sedangkan layanan motoris dan refleks dapat dilihat pada table
di bawah ini
Tabel 1. Layanan innervasi motorik dan refleks dari akar saraf servikal

Saraf Innervasi motorik Refleks


VC 3-5 Diafragma
VC5 otot deltoid, biceps
VC6 ekstensor wrist, abduktor dan ekstensor
thumb
VC 5-6 biceps, brachioradialis
VC7 triceps, fleksor wrist, ekstensor jari
VC 6-7 Tricpes
VC8 fleksor jari
VTh1 otot-otot intrinsik tangan
Cervical spine dalam kehidupan sehari-hari bekerja sangat berat, tidak terhitung jumlah
gerakan yang harus dilakukan dalam proses menunjang fungsi kepala. Fungsi kepala antara
lain berbicara, melihat, membau, mendengar, makan / minum dan menahan keseimbangan
sewaktu tubuh bergerak. Setiap gerakan dari bagian tubuh tertentu harus diimbangi gerakan
servikal, maka tidak mengherankan nyeri servikal sering timbul.

2.4 Etiologi Nyeri Servikal


Struktur ini bila terkena proses penyakit dapat menimbulkan rasa nyeri termasuk di
antaranya adalah otot, ligamentum, facet joint, periosteum, jaringan fibrous, discus
intervertebralis, osteofit. Penyakit yang mendasarinya (underlying disease) antara lain :
rheumatoid arthritis, spondyloarthritis, polymyalgia rheumatica, metastasis tumor ke tulang,
diffuse idiopahtic skeletal hyperostosis, ankylosing spondylitis, reactive cervical strain,
osteoporosis, diabetes mellitus, alergi. infeksi oleh virus atau bakteri, stress psikologis,
kebiasaan tidur yang jelek.
Selain itu dapat pula berhubungan dengan salah sikap : hiperekstensi pada usia lanjut,
trauma akut : whiplash injury akibat tabrakan mobil, olahraga kontak badan. trauma menahun
: tukang cat plafon, overuse / penyalahgunaan : menoleh terlalu lama saat memundurkan
mobil.

Gambar 2.3 Perubahan terkait umur dapat menyebabkan herniasi diskus, spondylosis servikal, pembentukan osteofit,
osteoarthritis sendi facet, dan kelainan dari akar saraf yang keluar serta saraf tulang belakang.

Beberapa kondisi yang berhubungan dengan nyeri servikal :


a.. Degeneratif arthritis
Merupakan salah satu kondisi yang sangat sering mengenai leher pada orang setelah
umur pertengahan dan menimbulkan rasa nyeri, dikenal juga sebagai Cervical Spondylosis.
Termasuk di antaranya adalah OA pada facet joint, degenerasi discus intervertebralis.
Keluhan yang sangat sering diungkapkan pada kondisi ini adalah kaku kuduk (neck stiffness)
atau rasa nyeri, yang timbul akibat kapsul sendi yang mengandung serabut saraf sangat
sensitif terhadap peregangan atau distorsi, selain itu ligamentum dan tendon di leher sensitif
juga terhadap regangan dan torsi oleh gerakan yang keras atau overuse leher atau bagian atas
punggung, juga osteofit dapat menekan akar saraf atau medulla spinalis.
Radiologis tampak perubahan discus intervertebralis, pembentukan
osteofitparavertebral dan facet joint serta perubahan arcus laminalis posterior. Osteofit yang
terbentuk seringkali menonjol ke dalam foramen intervertebrale dan mengadakan iritasi atau
menekan akar saraf. Ekstensi servikal dapat meningkatkan intensitas rasa nyeri. Perubahan-
perubahan ini sering tampak di antrara VC5 dan VTh1, yang menyebabkan timbulnya gejala
kaku (stiffness) pada cervical spine bawah dan tidak jarang menimbulkan hipermobilitas
kompensatorik cervical spine atas.
b. Cervical radiculopathy
Merupakan nyeri neurogenik. Nyeri terasa tajam dengan intensitas tinggi atau terasa
panas seperti terbakar. Pasien mengatakan seperti terkena setrom listrik yang menjalar ke
lengan sesuai dengan dermatom akar saraf.
Disebabkan oleh adanya kompresi satu atau lebih akar saraf, 70 – 90% akibat penyempitan
foramen intervertebralis, sisanya akibat kompresi oleh HNP, 0,1% radiculopathy akibat spinal
stenosis kongenital. Foramen intervertebrale menyempit akibat membesarnya osteofit
paravetebral dan facet joint. Bila ukuran lubang foramen perlahan-lahan mengecil, hanya
butuh strain cervical yang ringan saja sudah dapat membangkitkan gejala radikuler berapa
nyeri atau rasa kebas, yang menjalar dari lateral leher, turun menuju bahu, lengan dan
pergelangan tangan. Tergantung akar saraf mana yang mengalami kompresi, tangan sisi radial
atau ulnar juga dapat merasakan. Biasanya gejala berlangsung singkat dan dapat muncul pada
posisi tertentu. Banyak pasien merasakan peredaan keluhan bila tangan yang terkena
diletakkan di belakang kepala (the arm abduction sign).
Gejala yang timbul akibat iritasi atau kompresi pada akar saraf akan berbeda-beda
sesuai dengan akar saraf mana yang terkena, seperti :
a. VC1 & VC2 : menimbulkan nyeri kepala oksipital. Nyeri terasa tumpul dan difus.
Nyeri dapat sangat hebat sampai kepala dipegang dengan dua tangan, hal ini
disebabkan goyangan kepala sedikit saja akan menambah rasa nyeri.
b. VC3 : terasa tebal / kesemutan di pipi posterior dan daerah temporal.
VC4 : nyeri meliputi tengah sevikal ke bahu, spina scapula, tengah deltoid dan
clavicula.
c. VC3 & VC4 : nyeri terasa tumpul dan dalam, merujuk ke bahu. Rasa nyeri bertambah
karena gerakan spinal atau perubahan cairan serebrospinal sewaktu batuk atau bersin.
d. VC5: nyeri servikal yang berasal dari iritasi akar saraf VC5 hanya 5%
VC5 - VTh1 : dapat melibatkan traktus piramidal.
VC6 - VC8 : paling sering terjadi dan umumnya dicetuskan oleh keadaan tertentu
berdasarkan adanya spondilosis. Rasa nyeri dapat merujuk ks dada depan dan
disangka nyeri akibat adanya iskemia miokard.
c. Cervical disk herniation (HNP cervical)
Biasanya ditemukan pada usia muda. Herniasi terjadi akibat adanya kelainan diskus
intervertebralis, nucleus pulposus yang berupa material gelatinous yang ada di bagian dalam
mengalami prolaps melalui lapisan annulus fibrosus yang serupa ligamentum yang ada di
luarnya. Protrusi ini dapat menekan akar saraf dan menimbulkan inflamasi (melibatkan
interleukin dan substance P) yang mendasari terjadinya radiculopathy. Herniasi terjadi
melalui lesi yang timbul pada annulus posterior di samping kanan dan kiri ligamentum
longitudinale posterior. Herniasi ke anterior dan lateral jarang terjadi. Penyebab HNP
umumnya karena trauma. Kelainan bawaan annulus jarang ditemukan.
Rasa nyeri terasa tumpul dan dalam atau ngilu.dirujuk ke scapula medial, bahu atas /
belakang, bagian posterior lengan bawah, siku, hingga pergelangan tangan. Fleksi servikal ke
depan menambah rasa nyeri. Rasa nyeri dapat unilateral atau bilateral tergantung lokasi dan
luasanya protrusi. Sebagian besar HNP cervical timbul di antara VC5 dan VTh1, akar saraf
VC7 yang paling sering terkena. Khas ditemukan kelemahan otot triceps dan penurunan atau
hilangnya refleks disertai nyeri pada sisi medial lengan bawah, serta rasa kebas pada dua jari
sisi ulnar.
Pada beberapa kasus, gejala radikuler dapat disertai rasa berat pada kedua tungkai,
kesulitan berjalan melalui garis lurus (barefoot heel-to-toe walking), gangguan fine motor
skills (memasang kancing baju, memanipulasi benda-benda kecil), Lhermitte phenomenon
(fleksi – ekstensi leher diikuti timbulnya rasa nyeri tajam seperti tersengat listrik turun
melalui spinal menuju ke lengan dan tungkai). Dapat pula ditemukan penurunan tonus otot-
otot tungkai, hiperrefleksi, clonus pergelangan kaki dan refleks patologis (Hoffmann sign dan
Babinsky sign), gejala-gejala ini mirip dengan gejala-gejala akibat adanya spinal stenosis
yang disertai myelopathy.
Tabel 2. Temuan klinik pada HNP sesuai dengan letaknya
Level HNP Temuan klinik
VC 5 – 6 Nyeri : puncak bahu; otot trapezius,
dengan radiasi ke bagian anterior lengan
atas; sisi radial lengan bawah; ibu jari
tangan.
Gangguan sensorik : area yang sama di
atas.
Kelemahan : fleksi lengan bawah
Refleks : menurun atau hilangnya
refleks biceps dan supinator
VC 6 – 7 Nyeri : scapula; area pectoral, medial
axilla, dengan radiasi ke posterolateral
lengan atas; dorsal siku dan lengan bawah;
jari telunjuk dan jari tengah (atau seluruh
jari-jari).
Gangguan sensorik : area sama di atas.
Kelemahan : ekstensi lengan bawah,
kadang-kadang pergelangan tangan.
Refleks : menurun atau hilangnya
refleks triceps.
VC7 – VTh1 (saraf ke 8) Nyeri : sisi medial lengan bawah.
Gangguan sensorik : medial lengan
bawah dan sisi ulnar tangan.
Kelemahan : otot-otot intrinsic tangan.

4. Myelopathy
Menimbulkan nyeri mielogenik. Rasa nyeri terasa seperti gelombang shock merujuk
ke bagian bawah spinal, adakalanya merujuk ke keempat ekstremitas. Myelopathy timbul
akibat adanya HNP dan servikal spondylosis yang menekan medulla spinalis. Myelopathy
pada umumnya berkembang lambat dan gejala memburuk secara perlahan-lahan. Namun
pada beberapa kasus dapat berkembang progresif cepat. Tanpa pembedahan, dua per tiga
akan memburuk, secara bertahap akan terjadi gangguan BAB dan BAK, pasien akan hidup di
atas kursi roda akibat gangguan koordinasi, kelemahan dan sering jatuh. Adanya HNP,
osteofit, sklerosis dan hipertrofi kapsul, jaringan lunak dan ligamentum flavum dapat
menyempitkan kanalis servikalis, hal ini dapat menekan medulla spinalis secara langsung
atau menekan arteri spinalis anterior dan posterior dengan akibat timbul mielopati.
2.5 Patofisiologi
Spondilosis servikal merupakan hasil dari degenerasi diskus intervertebralis. Umur
diskus, fragmen dan fraktur. Awalnya terjadi dalam nucleus pulposus yang menyebabkan
lamella annular pusat tekuk kedalam sedangkan band luar konsentris tonjolan luar annulus
fibrosis. Hal ini menyebabkan peningkatan stress mekanik pada kartilago vertebral.
Pembentukan tulang subperiosteal terjadi berikutnya, membentuk bar osteofit yang
memperpanjang aspek ventral dari kanal tulang belakang kadang dapat juga melewati batas
jaringan saraf. Ini kemungkinan besar untuk menstabilkan vertebra yang berdekatan, yang
pergerakkannya berlebihan sebagai hasil dari hilangnya material diskus. Selain itu hipertropi
dari proses uncinate terjadi, sering melewati dibagian ventrolateral dari foramina
intervertebralis. Iritasi saraf dapat juga terjadi sebagai proteoglikan diskus intervertebralis
yang terdegradasi.
Patologi yang mengenai Lesi primer mungkin kolapsnya diskus dengan protrusi
anuler sekitar kelilingnya. Ligamen terdorong dari perlekatannya pada tepi badan ruas
tulang belakang, terbentuk osteofit reaktif, dan ligamennya sendiri menebal. Bersamaan
dengan protrusi anuler, osteofit dan ligament megurangi diameter anteroposterior kanal
spinal. Perubahan osteoartritik pada sendi neuro-sentral, yang berdekatan dengan foramina
C3 hingga C7, menyebabkan proliferasi tulang selanjutnya, yang mempersempit foramina
intervertebral yang sudah sempit oleh protrusi diskus dan osteofit.
Mobilitas tulang belakang sendiri juga terganggu, terbatas karena perubahan diskus
memberat dan meluas pada tingkat yang tidak terkena diatas dan dibawahnya. Beberapa
faktor berperan pada terbentuknya tanda dan gejala. Kord spinal, terletak terikat pada kanal
spinal yang menyempit, terancam akan tambahan kompresi bahkan saat gerak leher normal.
Misalnya pada ekstensi, ligamen flava melipat dan dapat menjadi penyebab kompresi
posterior. Karena gerakan ekstrem yang mencapai kord merupakan bahaya yang besar,
gejala mendadak bisa terjadi setelah fleksi atau ekstensi berlebihan akibat kecelakaan atau
endoskopi dengan anesthesia
Myelopathy spondylotik servikal terjadi akibat dari beberapa faktor patofisiologi
penting. Ini merupakan statis-mekanis, dinamis-mekanis, iskemia saraf tulang belakang. Pada
osteofit, saraf servikal menjadi menyempit yang cenderung untuk mengembangkan terjadinya
myelopathy spondylotic servikal.

2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis yang menyeluruh dan pemeriksaan fisik memungkinkan diagnosis
radiculopathy dan myelopathy dalam sebagian besar kasus. Dalam hal ini, studi pencitraan
sangat membantu dalam mengidentifikasi tingkat yang benar pada saraf yang mengalami
gangguan. Sebaliknya, Diagnostik work-up untuk nyeri leher tetap menantang karena
perubahan degeneratif sering terjadi pada seseorang tanpa menunjukkan gejala. Penyebab
perubahan struktural pada nyeri leher sering memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Bahkan
dengan suntikan tulang belakang, sumber nyeri leher aksial tidak dapat diidentifikasi dengan
pasti.
Spondilosis servikalis menyebabkan menyempitnya kanal spinalis (tempat lewatnya
medula spinalis) di leher dan menekan medula spinalis atau akar saraf spinalis, sehingga
menyebabkan kelainan fungsi. Gejalanya bisa menggambarkan suatu penekanan medula
spinalis maupun kerusakan akar sarafnya. Jika terjadi penekanan medula spinalis, maka
pertanda awalnya biasanya adalah
a) perubahan pada cara berjalan.
b) Gerakan kaki menjadi kaku dan penderita berjalan dengan goyah.
c) Leher terasa nyeri, teutama jika akar sarafnya terkena.
d) Abnormalitas reflex
e) Mati rasa dan kelemahan pada lengan, tangan, dan kaki
f) Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus atau retensi urin
Kelemahan dan penciutan otot pada salah satu atau kedua lengan bisa terjadi sebelum
maupun sesudah timbulnya gejala penekanan medula spinalis. Pasien biasanya berumur 40
tahun, mengeluh nyeri leher dan kekakuan. Gejala timbul perlahan – lahan dan sering
semakin buruk pada saat bangun tidur. Nyeri dapat menjalar luas kebelakang kepala, otot
scapula dan turun kesalah satu atau kedua lengan. Parestesia, kelemahan dan kekakuan
kadang- kadang timbul. Secara khas terjadi eksaserbasi gangguan yang semakin berat, dan
terdapat periode reda yang relatif lama. Penampilan pasien adalah normal. Nyeri tekan terasa
pada otot leher posterior dan daerah scapula, semua gerakan terbatas dan nyeri. Pada salah
satu atau kedua lengan kadang-kadang dapat ditemukan baal atau kelemahan dan salah satu
refleknya dapat tertekan.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri leher, tanda-tanda radicular, dan tanda-tanda
myelopathi. Pasien dengan nyeri leher dari spondilosis sering hadir dengan leher kaku. Ini
merupakan tanda spesifik dan penyebab lain dari nyeri leher dan kekakuan (misalnya nyeri
miopasial, patologi bahu intrinsik) harus dipertimbangkan.
a. Uji kompresi leher, jika positif sangat berguna untuk menilai pasien dengan radikulopati
servikal
Tes ini sebaiknya dilakukan dengan memiliki pasien aktif, mengikuti intruksi untuk
menegakkan leher, lateral fleksi, dan memutar ke sisi yang sakit.selanjutnya pada
kompresi perlu kehati-hatian dalam memberikan beban aksial. Maneuver ini bekerja
dengan mempersempit foramina syaraf ipsilateral selama fleksi dan rotasi sedangkan
ekstensi menyebabkan awal diskus posterior menonjol.
b. Dalam myelopathy spondilosis servikal, temuan pemeriksaan yang paling khas adalah
disfungsi motorik atas, termasuk hiperaktif reflex tendon dalam, pergelangan kaki dan
atau klonus patella, kelenturan ( terutama bagiab bawah kaki), tanda babizki, tanda tanda
Hoffman
c. Sebuah tes lain kadang – kadang berguna seperti tes otot pectoralis reflexs.
Hal ini dilakukan dengan menekan tendon pectoralis dialur deltopektoralis, yang
menyebabkan adduksi dan internal rotasi bahu jika hiperaktif. Hasil yang positif
menunjukkan kompresi ditulang belakang leher bagian atas (C2-C4).

2.7 Pemeriksaan Radiologis


Poto polos tulang belakang leher yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosa adanya
spondilosis servikal namun pencitraan pilihan tetap MRI karena MRI membantu
menunjukkan lokasi penyempitan kanalis spinalis, beratnya penekanan dan penyebaran akar
saraf yang terlibat.
 Foto polos dapat membantu menilai kontribusi aligment tulang belakang dan
spondylolisthesis degeneratif stenosis kanal.
 Penyempitan ruang diskus, hanya mengenai satu ruang pada 40%, dua ruang pada 40 %,
dan lebih dari pada sisanya. Lebih sediikit dari sepertiga mengenai C5/C6 dan sedikit
kurang dari sepertiganya mengenai C6/C7 atau C4/C5, jarang pada C3/C4 terkena dan
C7/T1 jarang terjadi.
 Perubahan kurva normal, umumnya hilangnya lordosis normal, mungkin terbatas hingga
dua tulang belekang berdekatan, dan mobilitas yang terbatas harus dibandingkan saat
pengambilan posisi fleksi dan ekstensi.
 Osteofit lebih nyata dianterior, namun pertumbuhan berlebihan diposterior lebih penting,
penyempitan foraminal tampak hanya pada tampilan oblik.
 Indentasi mielografik dura anterior tidak selalu mendukung tingkat maksimal kolaps
diskus dan osteofit. Indentasi posterior akibat ligament flava tampak bila film diiambil
saat ekstensi. Blok total jarang, naamun bila terjadi bisa berarti proolaps diskus akut.
 CT scan yang dilakukan dalam beberapa jam setelah mielogram bisa lebih tepat
menentukan tempat dan perluasan kompresi. Perubahan serupa dapat tampak pada MRI
scan sagital.
 MRI adalah prosedur non – invasive dan bebas radiasi yang menyediakan pencitraan yang
sangat baik dari sumsum tulang belakang dan ruang subarachnoid dan merupakan metode
yang sangat sensitive untuk menentukan keterlibatan patologi extradural.

2.8 Differential Diagnosis

Diagnosis banding sangat penting karena sejumlah besar patologi lain mungkin
menyerupai servikal radiculopathy dan myelopathy. Diagnosis banding yang paling sering
adalah:
 Sindrom nerve entrapment
 Gangguan pada girdle bahu (rotator cuff robekan, sindrom impingement,
tendinitis)
 Plexopathy brachial akut (sindrom Parsonage-Turner, neuralgic amyotrophy)
 Sindrom outlet thoracic
 Brachial Plexitis / neuritis (misalnya herpes zoster)
 Amyotrophic lateral sclerosis
 Tumor (misalnya Pancoast tumor)
 Penyakit jantung coroner

Diagnosis banding ini dapat disingkirkan dalam sebagian besar kasus melalui Pemeriksaan
klinis neurologis dan neurofisiologis menyeluruh.

2.9 Penatalaksanaan
Tanpa pengobatan, tanda-tanda dan gejala spondilosis servikalis biasanya menurun
atau stabil. Kadang–kadang ada yang memburuk. Tujuan pengobatan adalah untuk
mengurangi nyeri, membantu untuk mempertahankan kegiatan yang biasa dilakukan dan
mencegah ke sumsum tulang belakang dan saraf. Terapi standar pada pasien dengan
spondylosis cervicalis di Rumah Sakit selain pemberian analgesic dan muscle relaxant
biasanya diberikan modalitas Micro Wave Diathermi (MWD, Transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), dan pemberian massage. Penambahan stretching exercise dapat lebih
menurunkan nyeri penderita spondylosis cervicalis dimana pada kondisi ini terjadi akibat
berkurangnya kekenyalan diskus yang kemudian menipis dan diikuti dengan lipatan ligamen
di sekeliling korpus vertebra, selanjutnya pada lipatan ini terjadi pengapuran dan terbentuk
osteofit (Garrison, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
intervensi MWD, TENS, Massage dan stretching exercise dapat memberikan penurunan nyeri
yang bermakna pada kondisi spondylosis cervicalis

Ada 3 jenis penanganan :


- Ringan
- Serius
- Operasi
1) Penanganan kasus – kasus ringan
a. Memakai penjepit leher ( collar neck) untuk membantu membatasi gerakan leher dan
mengurangi iritasi saraf.
b. Minum obat penghilang rasa sakit seperti aspirin, ibuprofen, (advil, Motrin) atau
asetaminofen.
c. Melakukan latihan yang diintruksi oleh ahli terapi fisik untuk merengangkan leher
dan bahu. Latihan oerobik juga dapat dilakukan seperti berjalan dll.
2) Pengobatan kasus yang lebih serius
Untuk kasus yang lebih berat, perawatan nonsurgical mungkin termasuk:
a. Traksi pada leher untuk satu atauu dua minggu untuk mengurangi tekanan pada saraf
tulang belakang.
b. Modifikasi latihan dengan istirahat berselang. Orang- orang yang tetap aktif dianjurkan
tetap istirahat dalam posisi yang nyaman agar tidak memperburuk rasa sakit dan pulih
lebih cepat.
c. Mengambil relaksan otot, saraf atau pil penghilang rasa sakit (methocarbaamol/ robaxin
atau cyslobenzaprine terutama jika terjadi kekejangan otot leher.
- Penyuntikan obat kortikosteroid di sekitar diskus dan saraf antara tulang belakang.
Injeksi kortikosteroid mengkombinasikan obat dengan obat bius local untuk
mengurangi rasa sakit dan perandangan. Obat- obat ini dapat membantu mencegah
kebutuhan operasi.
- Rawat inap untuk mengontrol rasa nyeri intravena mungkin diperlukan dalam kasus-
kasus yang jarang terjadi ketika perawatan nonsurgigal lain gagal.
3. Operasi
Jika pengobatan konservatif gagal atau jika tanda-tanda dan gejala neurologis ada
seperti kelemahan di lengan atau kaki yang semakin memburuk, perlu pembedahan.
Prosedur bedah akan tergantung pada kondisi yang mendasari seperti tulang menonjol
atau stenosis tulang belakang.

2.9.1 Teknik Penanganan Non-Operatif


MWD
Pemberian intervensi MWD pada kondisi spondylosis cervicalis diarahkan pada
penurunan nyeri dan ketegangan otot. Efek thermal dengan dosis submitis – mitis (sensasi
panas yang sedang) dapat menghasilkan efek penurunan nyeri dan ketegangan otot. Seperti
yang dikemukakan oleh Lehmann bahwa peningkatan temperatur 1o C dapat menurunkan
inflamasi ringan dan peningkatan metabolik, kemudian panas yang sedang dengan
peningkatan temperatur 2o – 3o C dapat menurunkan nyeri dan spasme otot (Prentice, 2002).
Hal ini sejalan dengan pendapat Hassan Ahmad (2011) yang mengemukakan bahwa MWD
dan SWD yang menghasilkan efek thermal dapat merelaksasikan otot dan menurunkan nyeri.

TENS
TENS atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation, adalah bentuk
elektroanalgesia menggunakan stimulasi listrik frekuensi-tinggi intensitas-rendah dengan
rentang 50-100 Hz. Menurut teori kendali gerbang Melzack dan Wall, TENS secara khusus di
tingkat tanduk dorsal mengaktifkan serabut A-beta perifer sehingga memodulasi serabut A-
delta dan C yang mengangkut nyeri. Di samping itu TENS diperkirakan melepas opioid
endogen di situs susunan saraf pusat (CNS). TENS frekuensi rendah meningkatkan pelepasan
metencephalin dan beta-endorphin. TENS frekuensi-tinggi menyebabkan peningkatan
dynorphin A.
Pemberian TENS setelah intervensi MWD dapat menghasilkan efek penurunan nyeri
yang besar. TENS menghasilkan arus listrik frekuensi rendah yang digunakan untuk
menghasilkan kontraksi otot atau modifikasi impuls nyeri melalui efekefek pada saraf
motorik dan sensorik. Bahwa kondisi nyeri tengkuk kronik seperti spondylosis cervicalis
dapat diobati dengan berhasil melalui intervensi TENS dan Interferential Current. TENS atau
Interferential Current dapat menghentikan transmisi impuls nyeri sehingga nyeri akan
berkurang dan pada akhirnya terjadi peningkatan lingkup gerak sendi cervical.

Massage dan manipulasi


Kemudian pemberian Massage setelah intervensi MWD dan TENS dapat
menghasilkan efek penurunan nyeri dan ketegangan otot yang besar. Massage menghasilkan
kompresi mekanikal pada jaringan berupa gerakan sliding di atas permukaan kulit sampai
pada otot. Tekanan tersebut menghasilkan stretching mekanikal pada sarkomer dan serabut
otot yang di bawah tekanan tersebut. Jika tekanan tersebut dipertahankan dalam beberapa
detik maka muscle spindle sebagai proprioceptor akan mengalami penataan ulang terhadap
level tension. Perubahan pada muscle spindle tersebut akan menghasilkan perubahan level
tension berupa penurunan ketegangan otot yang kemudian akan diikuti dengan penurunan
nyeri (Lowe, 2009).
Manipulasi dan mobilisasi spinal digunakan untuk mengembalikan ROM normal dan
mengurangi nyeri. Walaupun belum ada penjelasan yang tepat tentang kerja manipulasi,
beberapa percaya bahwa penyesuaian sendi zygapophyseal memperbaiki signal aferen dari
mekanoreseptor ke sistem saraf perifer dan sentral.Normalisasi impuls aferen memperbaiki
tonus otot, mengurangi muscle guarding, dan metabolisme jaringan lokal lebih efektif.
Modifikasi fisiologis tersebut memperbaiki ROM dan mengurangi nyeri. Massage
mempunyai efek mekanik, refleks, neurologik dan psikologik. Tujuan terapi adalah memberi
sedasi dan relaksasi otot.

Stetching Exercise
Penerapan Stretching exercise dengan teknik kontraksi isometrik – relaks – stretching
dapat menghasilkan efek penurunan ketegangan otot yang besar. Teknik ini melibatkan proses
autogenic inhibisi atau inverse stretch refleks dimana adanya kontraksi isometrik yang
maksimal akan diikuti oleh relaksasi yang optimal. Dalam mekanisme inverse stretch refleks
atau autogenic inhibisi dijelaskan bahwa proses kontraksi maksimal akan diikuti dengan
relaksasi (Kisner, 2007. Murtagh, 1997). Jika terjadi relaksasi pada serabut otot maka otot
akan lebih mudah di stretching. Efek stretching dapat menghasilkan pemanjangan pada
jaringan kontraktil dan jaringan non kontraktil. Pemanjangan terjadi pada sarkomer otot
(jaringan kontraktil) serta jaringan fibrous pembungkus otot (perimyesium, epimyesium, dan
endomyesium) dan tendon (nonkontraktil). Pemanjangan tersebut secara langsung akan
menghasilkan peningkatan lingkup gerak sendi (LGS) cervical. Teori ini didukung oleh
penelitian Rahman (2008)

Traksi servikal dapat membantu mengurangi gejala yang berkaitan dengan penekanan
akar saraf. Hot packs, massage, atau stimulasi listrik, atau kombinasi modalitas tersebut harus
diberikan sebelum traksi untuk membantu mengurangi nyeri dan memberi relaksasi otot.16
Traksi servikal dapat dilakukan dengan menggunakan beban berat secara intermiten atau
beban ringan secara kontinu. Posisi leher dalam fleksi. Traksi servikal juga dapat diberikan
melalui tarikan manual. Pemisahan vertebra posterior dimungkinkan berkaitan dengan sudut
tarikan dan pemisahan maksimum terjadi pada fleksi 24º.16 Beban sekurangnya 10 lb (4 kg)
diperlukan untuk melawan efek gravitasi pada kepala, dan tarikan sebesar 25 lb (10 kg)
diperlukan untuk meluruskan kurva lordotik servikal serta pemisahan awal segmen vertebra
posterior. Setelah dipastikan bahwa pasien mendapat manfaat traksi maka penggunaan traksi
rumah dengan beban ringan secara kontinu dapat disarankan.2 Kontraindikasi absolut untuk
traksi adalah keganasan; penyakit infeksi seperti TBC, osteomielitis atau discitis;
osteoporosis; rheumatoid arthritis; penekanan medulla spinalis; hamil; dan hipertensi atau
penyakit kardiovaskuler. Herniasi diskus tengah (midline) daerah servikal juga merupakan
kontraindikasi karena traksi dapat menarik medulla sampai kontak dengan diskus. Traksi
harus dihentikan apabila terjadi mual, pusing, eksaserbasi disfungsi sendi
temporomandibuler, atau peningkatan nyeri di jaringan lunak leher.

2.9.2 Teknik Operasi

Terdapat sebuah perdebatan yang sedang berlangsung pada pendekatan operasi


herniasi terkait radiculopathy, CSR atau CSM, yaitu :
 Pendekatan anterior
 Pendekatan posterior
Setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Kontroversi dari kedua
pendekatan tidak dapat ditentukan yang mana yang lebih baik tetapi harus selalu terkait
dengan target patologi. penting untuk mengenali bagian manakah yang mengompresi
struktur saraf, anterior atau posterior. Patologi harus diobati berdasarkan lokasinya. Dengan
demikian, kompresi saraf anterior lebih baik diterapi melalui anterior dan kompresi
posterior sebaiknya diterapi melalui pendekatan posterior. Dalam kasus dengan tiga atau
lebih tingkat stenosis, pendekatan posterior lebih disukai kecuali disertai dengan kompresi
anterior.
a. Anterior Cervical Discectomy dan Fusion
Pada tahun 1955, Robinson dan Smith melaporkan teknik untuk menghilangkan
kompresi diskus cervical dan fusi dengan cangkok berbentuk tapal kuda yang kemudian
menjadi gold standar untuk pengobatan diskus herniations dan cervical spondylotic
radiculopathy. Cloward mengembangkan pendekatan anterior yang sama, yaitu pengeboran
lubang di ruang diskus intervertebralis dan vertebra yang berdekatan untuk
menyisipkan tulang dowel.
Berbeda dengan teknik Robinson-Smith, Cloward menghapus kompresi struktur
pada tingkat ligamentum longitudinal posterior. Robinson dan Smith tidak melakukan
dekompresi pada struktur saraf, tetapi percaya bahwa dengan imobilisasi segmen, osteofit
dan diskus yang herniasi akan diserap kembali. Tahun-tahun berikutnya banyak variasi dari
teknik ini dikembangkan. Anterior cervical discectomy dan fusi (ACDF) dengan tricortical
bone graft yang diambil dari krista iliaka merupakan teknik yang paling banyak
digunakan dan telah menjadi standar emas untuk pengobatan cervical radiculopathy (Kasus
Pendahuluan).
Tingkat fusi radiologi tergantung pada jumlah tingkat yang akan disatukan.
Bohlmann et al melaporkan penyatuan yang solid untuk satu, dua dan fusi bertingkat dari
89%, 73% dan 67%, masing-masing. Cauthen et al menganalisis hasil anterior cervical
discectomy dan fusi (teknik Cloward) di 348 pasien dengan rata-rata tindak lanjut selama
5 tahun. Tingkat fusi terdapat 88% untuk satu tingkat dan 75% untuk fusi bertingkat. Emery
et al melaporkan tingkat fusi hanya 56% untuk fusi tiga tingkat.
Hasil klinis dari ACDF untuk Cervical Radiculopathy terdapat sangat baik pada 70-
90% pasien dan terutama tergantung pada dekompresi serabut saraf yang mengalami
gangguan. Namun, Bohlmann et al. telah melaporkan hubungan signifikan antara kehadiran
non-union dan nyeri leher atau lengan pasca operasi.

b. Autograft Versus Allograft

Penggunaan allograft untuk fusi tulang belakang dalam hubungannya dengan


dekompresi anterior untuk gangguan cervical degeneratif memiliki tradisi yang panjang.
Cloward menggunakan Allografts dari tahun 1950-an. Namun, hanya terdapat beberapa
penelitian yang membandingkan Allografts dengan autografts yang dianalisis dalam meta-
analisis. Floyd dan Ohnmeiss menyimpulkan dari meta-analisis mereka bahwa untuk satu
dan dua tingkat anterior cervical discectomy dan fusi, autograft menunjukkan tingkat yang
lebih tinggi dari radiografi union dan insiden lebih rendah dari rusaknya graft. Namun,
itu tidak mungkin untuk memastikan apakah autograft secara klinis lebih unggul
dibandingkan allograft. Para penulis menyarankan bahwa keputusan melakukan bone graft
tidak boleh semata-mata berdasarkan hasil radiografi tapi juga harus mempertimbangkan
lokasi morbiditas donor, penularan penyakit menular, kualitas autograft (osteoporosis) dan
keinginan pasien.

c. Fiksasi dengan plate

Teknik fusi konvensional tidak sukses secara universal. Komplikasi menyebabkan


nyeri persisten termasuk :
 Non-union (terutama untuk fusi bertingkat)
 Pergeseran cangkok
 Runtuhnya cangkok
 Malalignment sagital (kyphosis)
Untuk lesi cervical traumatis, fiksasi plat anterior mendapatkan penerimaan yang
luas di dunia karena segera memberikan stabilitas dan memiliki angka keberhasilan fusi
yang tinggi. Plate tambahan secara teoritis meningkatkan tingkat fusi, mempertahankan
lordosis cervical, dan mencegah penurunan fungsi graft dan migrasi terutama ketika
terlibat dua fusi atau lebih.

Namun, tiga RCT gagal menunjukkan keunggulan fiksasi plat tambahan untuk fusi
satu tingkat dalam hal klinis atau radiologis. Untuk fusi bertingkat, terdapat beberapa bukti
bahwa penambahan plat tampaknya menghasilkan tingkat fusi yang lebih tinggi. Wang et
al menunjukkan bahwa fusi tiga tingkat masih terkait dengan tingginya non-union
(18%), meskipun penggunaan pelat cervical menurunkan Tingkat pseudarthrosis. Bolesta
melaporkan bahwa tiga dan empat-tingkat modifikasi discectomy cervical dan fusion oleh
Robinson memiliki tingkat pseudarthrosis yang tinggi dimana hal ini tidak meningkat
dengan plate cervical spine saja. Tambahan fiksasi posterior disarankan dalam fusi tiga
tingkat dan lebih untuk mengurangi tingkat non-union.

d. Fusi dengan cages

Salah satu kelemahan dari teknik fusi konvensional (Smith-Robinson atau Cloward)
adalah tidak bisa diatasi dengan plating, yaitu nyeri pada sisi yang dilakukan bone graft.
Nyeri persisten dari iliac crest anterior dilaporkan sebanyak 31% dari pasien. Selama
dekade terakhir, cage telah menjadi semakin populer dalam menstabilkan dan menyatukan
tulang belakang cervical setelah anterior discectomy. dibandingkan dengan teknik fusi
konvensional, keuntungan teoritis dari cage adalah untuk:
 Mengembalikan ketinggian diskus
 Mengembalikan lordosis cervical
 Mencegah keruntuhan cangkok
 Menghindari nyeri pada daerah donor
 Mengurangi waktu operasi

Banyak desain cage dengan bahan yang berbeda (misalnya silinder, mesh, cincin
atau berbentuk kotak) pada bahan (misalnya dilapisi titanium, karbon,
polyetheretherketone, hidroksiapatit) telah diperkenalkan. Debat terus berlanjut pada
fakta pengisian cage dengan tulang (autograft atau allograft), pengganti bone graft dan
hasil klinis yang menguntungkan telah dilaporkan dengan masing-masing teknik.
Penelitian secara acak sejauh ini belum mampu mengungkapkan secara
signifikan mana hasil klinis yang lebih baik dari pasien yang menjalani fusi cage
dibandingkan dengan teknik konvensional meskipun tingkat non-union tampaknya lebih
tinggi dan nyeri pada sisi donor bone graft yang lebih rendah.

e. Anterior Corpectomy
Pada pasien yang menderita CSM, discectomy anterior dan osteophyectomy
mungkin tidak cukup untuk mendekompresi spinal cord. Spinal cord mungkin tidak
hanya terganggu oleh tonjolan diskus dan spondylophytes tetapi juga oleh
malalignment dari tulang belakang (kyphosis) atau kanal tulang belakang yang sempit.
Dalam kasus ini, diperlukan tindakan subtotal corpectomy. Parsial reseksi vertebral
bodydan dekompresi pertama kali digunakan untuk mengobati gangguan cervikal yang
diakibatkan trauma dan teknik ini kemudian diadopsi untuk gangguan degeneratif.
Dibandingkan dengan ACDF, corpectomy memberikan keuntungan berupa:
 Memperbesar kanal tulang belakang
 Memungkinkan untuk dekompresi lebih radikal
 Meningkatkan tingkat fusi
Berbagai teknik telah dikembangkan untuk menstabilkan tulang cervical setelah
dekompresi melalui vertebrectomy. Sejauh mana dekompresi yang harus dilakukan
tergantung pada patologi dan ukuran kanal tulang belakang. Sebagian penulis menganjurkan
pengambilan osteofit posterior secara lengkap dan PLL untuk mencapai dekompresi
maksimal. Dibandingkan dengan multilevel ACDF, corpectomy memberikan keuntungan
mengurangi pergesekan antara host-graft. Swank et al telah menunjukkan bahwa tingkat
nonunion pada ACDF dua tingkat adalah 36% sedangkan satu tingkat corpectomy
menghasilkan non-union sebesar 10%. Hasil yang sama diperoleh byHilibrand et al, yang
melaporkan tingkat non-union 34% untuk ACDF (1-4 tingkat) dan 7% untuk corpectomy.
Corpectomies satu tingkat yang terbaik direkonstruksi menggunakan iliac crest
autograft. Angulasi dari krista iliaka membatasi penerapan corpectomies untuk rekonstruksi
anterior yang lama. Oleh karena itu, fibula strut Allografts telah digunakan dengan hasil
yang memuaskan. Namun, tingkat fusi allograft fibula agak lebih rendah dibandingkan
dengan autograft. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan penambahan instrumentasi fusi di
posterior. Baru-baru ini, konstruksi cage telah digunakan untuk rekonstruksi kolom anterior
yang panjang. Kekurangan dari buttressing cage untuk rekonstruksi cervical anterior
meliputi penurunan, penilaian status fusi yang terbatas, dan operasi revisi yang sulit
karena sering terjadi penggabungan parsial.

Anterior plating saat ini dianjurkan untuk meningkatkan tingkat fusi dan
menurunkan kejadian dislokasi graft. Namun, kemampuan plat fiksasi untuk menstabilkan
corpectomy tiga tingkat terbatas dan tambahan stabilisasi posterior dianjurkan untuk
menghindari kegagalan implan dan terjadinya non-union.
f. Anterior Discectomy tanpa Fusi

Kelemahan dari teknik Robinson-Smith klasik yaitu diskus intervertebralis harus


dihilangkan untuk mencapai lokasi saraf yang mengalami gangguan. Oleh karena itu telah
dibuat upaya untuk menghapus herniasi tanpa sepenuhnya menghilangkan diskus
intervertebralis. Indikasi dari teknik ini adalah :
 Herniasi diskus yang Lembut
 Penyerapan Diskus
 Individu muda
 Tidak terdapat spondylosis
 Tidak terdapat ketidakstabilan segmental

Retrospektif case series tidak melaporkan hasil klinis yang lebih buruk
dibandingkan dengan discectomy dan fusi. Kelemahan dari metode ini adalah:
 Herniasi yang berulang
 Degenerasi Segmen gerak
 Ketidakstabilan segmental
 Nyeri leher kronis
 Fusi secara spontan
Dalam sebuah studi acak prospektif pada 91 pasien dengan single- level kompresi
serabut cervical, Savolainen et al menganalisis tiga kelompok perlakuan yang berbeda:
discectomy tanpa fusi, fusi dengan bone graft autologous, dan fusi dengan bone graft
autologous ditambah plating. Hasil klinisnya baik untuk 76%, 82%, dan 73% pasien dari
masing-masing percobaan. kyphosis ringan terjadi pada 62,5% dari pasien yang telah
menjalani discectomy, 40% dari pasien yang menjalani fusi, dan 44% dari pasien yang
menjalani fusi ditambah plating. Studi ini menunjukkan bahwa discectomy tanpa fusi tidak
kalah dibandingkan ACDF.
Teknik tersebut dikembangkan untuk mempertahankan cakram intervertebralis.
Verbiest menyarankan pendekatan lateral sementara Hakuba menyarankan pendekatan
trans-unco-diskusal. Pendekatan terakhir merupakan gabungan dari pendekatan anterior
dan lateral diskus cervical. fusi Interbody tidak dilakukan kecuali untuk kasus-kasus
khusus dengan kyphosis ysng signifikan atau dengan ketidakstabilan. teknik invasif
Minimal disarankan oleh Jho dan Saringer et al, melaporkan mikro anterior foraminotomy
yang menyebabkan dekompresi anatomi langsung dari serabut saraf yang mengalami
kompresi dengan menghilangkan spondylotic spur atau fragmen diskus. Saringer et al
memodifikasi teknik ini dengan menggunakan Pendekatan endoskopi. Penulis lain
menghilangkan diskus yang herniasi di bawah tampilan endoskopi dengan menggunakan
rute transdiskusal.

g. Total Diskus Arthroplasty

Segmen degenerasi yang berdekatan telah disebutkan sebagai argumen utama


terhadap fusi tulang belakang dan mendukung total disc arthroplasty (TDA). Namun,
data segmen degenerasi yang berdekatan jarang.

Hilibrand et al mengikuti 374 pasien yang memiliki total 409 fusi cervical anterior selama
20 tahun. gejala Penyakit pada segmen yang berdekatan terjadi pada sejumlah 2,9% per
tahun selama 10 tahun setelah operasi. Sekitar seperempat dari pasien yang memiliki fusi
cervical anterior memiliki resiko terkena gejala penyakit segmen yang berdekatan
dalam waktu 10 tahun. Sebuah single level arthrodesis yang melibatkan C5 / 6 atau C6 / 7
dan bukti radiografi yang sudah terdapat sebelumnya dari degenerasi pada tingkat yang
berdekatan tampaknya menjadi faktor risiko terbesar untuk timbulnya penyakit baru. Yang
penting, tidak terdapat penelitian sejauh ini yang mampu membedakan efek sejarah alam
dengan efek arthrodesis pada perkembangan degenerasi segmen yang berdekatan.

Tabel 3. Indikasi dan kontraindikasi TDA


Indikasi Kontraindikasi
 Penyakit diskus servikal simtomatik  Tiga tingkat vertebra yang
memerlukan
 Keterlibatan satu atau
pengobatan
dua tingkat (C3- T1)
 Ketidakstabilan servikal
 Korelasi struktural
(translation> 3 mm dan / atau> 11 ° perbedaan
(misalnya hernia nucleus pulposus,
angulational)
spondylosis servikal)
 Fusi servikal berdekatan dengan
 Gagal terapi level target
konservatif selama 6 minggu  Operasi sebelumnya /
 Usia antara 20 dan 70 tahun fraktur pada level target
 Tidak ada kontraindikasi  Alergi diketahui pada bahan implan
 Spondylosis parah
(bridging osteofit, kehilangan ketinggian
disc> 50%, dan tidak adanya gerak <2 °, OA
sendi facet)

Lebih dari 15 desain yang berbeda sekarang sedang dalam evaluasi pra-klinis dan
klinis (misalnya Prestige II, Bryan, PCM, Prodiskus-C, Cervicore, Diskusover). desain
TDA sekarang termasuk one-piece implan dan implan dengan artikulasi gliding tunggal
atau ganda dengan logam -on- logam atau metal-on-polimer sebagai permukaan bantalan
(Studi Kasus 3). untuk saat ini Indikasi dan kontraindikasi TDA adalah :
Data hasil awal menunjukkan bahwa TDA mampu mempertahankan gerakan
segmental dalam waktu singkat dan sangat menguntungkan dibandingkan dengan
ACDF.Namun, sejauh ini tidak terdapat data meyakinkan yang menyatakan TDA akan
mencegah degenerasi segmen yang berdekatan.
h. Posterior Laminectomy
cervical Laminektomi pertama kali dilakukan oleh Sir Victor Horsley (1857-1916)
untuk pengobatan tumor related myelopathy. Laminektomi merupakan Pendekatan teknis
serbaguna dan lancar untuk dekompresi spinalcord.

Indikasi untuk Laminektomi terutama untuk pengelolaan:


 Multilevel cervical myelopathy
 Kompresi saraf posterior yang dominan
 Pasien CSM tua dengan komorbiditas
 CSM dengan menjaga cervical lordosis
Pada pasien usia lanjut yang menderita komorbiditas signifikan dan CSM karena
multilevel kompresi spinal cord, Laminektomi adalah prosedur singkat dan efektif untuk
memperbaiki defisit neurologis. Pada munculnya kyphosis, bagaimanapun, Laminektomi
saja memiliki efek terbatas karena spinal cord tidak dapat berpindah ke posterior dan
menjauh dari osteofit atau diskus yang mengkompresi tulang belakang di bagian anterior.
hasil yang sangat baik telah dilaporkan pada 56-85% pasien setelah Laminektomi.
Perpanjangan lateral laminectomy seharusnya tidak mencakup lebih dari 50% dari sendi
facet. Reseksi lebih dari 50% mengganggu kekuatan bersama secara signifikan dan
dapat menyebabkan ketidakstabilan segmental dan kyphosis. Pada Laminektomi bertingkat,
25% reseksi facet dapat mengurangi stabilitas cervical dan memerlukan fusi.
i. Laminectomy and Instrumented Fusion

Kelemahan utama laminectomies terdapat deformitas progresif pasca operasi dan


ketidakstabilan, yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan neurologis. Keterbatasan
ini dapat diatasi dengan tambahan instrumentasi fusi. Umumnya fiksasi sekrup lateral
mass digunakan untuk memungkinkan stabilitas biomekanik yang baik dari segmen yang
didekompresi dan tingkat keberhasilan fusion yang tinggi. Teknik penyisipan sekrup
ditinjau dalam Bab 13. Dengan teknik yang tepat risiko komplikasi (cedera vertebral arteri
atau serabut saraf) menjadi minimal. Pedicle cervical sekrup fiksasi merupakan suatu
alternatif tetapi jarang diperlukan pada gangguan degeneratif dengan Kualitas tulang
yang baik. Untuk kasus-kasus di mana koreksi deformitas kyphotic dilakukan, fiksasi
dengan sekrup pedicle disarankan untuk fiksasi tulang yang lebih baik.

j. Posterior Foraminotomy

Sebuah foraminotomy posterior untuk pengobatan kompresi serabut saraf cervical


pertama kali dijelaskan oleh Frykholm dan kemudian oleh Scoville dan Murphey.
Meskipun hasil yang baik, pendekatan ini kurang mendukung karena memiliki keterbatasan
mengobati kompresi saraf anterior. Oleh karena itu, banyak ahli bedah lebih menyukai
pendekatan anterior dengan discectomy dan osteophytectomy dalam hubungannya dengan
interbody fusion. Namun, foraminotomy posterior tetap menjadi pilihan yang valid dalam
kasus dengan CSR yang disebabkan oleh lateralis resesi stenosis dan herniasi diskus
lateralis. Otot-otot leher kaya akan proprioceptors yang mengirimkan aferen langsung ke
vestibular dan optik neuron mengendalikan posisi kepala terhadap tubuh. Ini bisa menjadi
penyebab utama nyeri leher terus-menerus pasca operasi.
Baru-baru ini, prosedur minimal invasif diperkenalkan untuk meminimalkan
trauma pada otot leher untuk menghindari detasemen ekstensor otot cervical dari
lamina dan proses spinosus. Burke dan Caputy melaporkan telah melakukan teknik
Microendoscopic melalui akses transmuscular dengan hanya pemisahan dan dilatasi otot.
Boehm et al menggunakan saluran kerja dengan diameter luar 11 mm untuk mengekspos
daerah interlaminar-facet dan melaporkan hasil yang baik dengan teknik ini.

Clarke et al telah menunjukkan bahwa posterior foraminotomy dikaitkan


dengan rendahnya tingkat penyakit pada segmen yang sama atau berdekatan.

k. Laminoplasty

Potensi destabilisasi, malalignment sagital (kyphosis) dan kurangnya perlindungan


spinal cord setelah laminectomy cervical bertingkat, memicu para ahli bedah Jepang untuk
mengembangkan teknik laminoplasty cervical. Oleh karena itu, keuntungan umum yamg
diinginkan melalui laminoplasty adalah :
 Memperluas kanal tulang belakang
 Mengamankan perlindungan spinal cord
 Menjaga stabilitas tulang belakang
 Menjaga mobilitas tulang belakang
 Mengurangi risiko degenerasi segmen yang berdekatan
Hirabayashi memperkenalkan teknik bedah baru yang disebut " expansive open
door laminoplasty" yang masih banyak digunakan saat ini. Sebagai alternatif, " French
open-door laminoplasty " diperkenalkan oleh Hoshi dan Kurokawa. Meskipun berbagai
modifikasi bedah telah disarankan, konsep dasar sebagian besar prosedur mirip dengan
salah satu dari dua teknik ini.

Sebuah tinjauan kritis baru-baru ini menyimpulkan bahwa literatur belum


mendukung manfaat yang diklaim pada laminoplasty. Ratcliff dan Cooper
menyimpulkan bahwa hasil neurologis dan perubahan kesejajaran tulang belakang tampak
serupa setelah Laminektomi dan laminoplasty. Pasien yang diobati dengan laminoplasty
memiliki kemungkinan untuk menimbulkan keterbatasan progresif gerak cervical (ROM)
mirip dengan yang terlihat setelah laminektomi dan fusi. Namun, data yang kurang pada
peran laminoplasty pada individu muda dengan cervical myelopathy karena kelainan
kongenital kanal tulang belakang yang sempit dan dimana dekompresi bertingkat dan
instrumentasi fusi bukan alternatif yang menguntungkan.

3.0 Risiko operasi


Resiko dari prosedur ini termasuk infeksi, pendarahan, gumpalan darah di vena kaki dan
kerusakan saraf. Selain itu, operasi tidak mungkin menghilangkan semua masalah yang
terkait dengan kondisi, karena beberapa saraf pada medulla spinalis mengalami kerusakan
yang menetap.
DAFTAR PUSTAKA

Osteoarthritis Health Center. 2008. Cervical Osteoarthritis (Cervical Spondylosis).


www.webMD.com.

Tulaar, Angela. 2008. Nyeri Leher dan Punggung. Majalah Kedokteran Indonesia Volume 58
Nomor 5. Jakarta: FK UI.

Neck pain - cervical radiculopathy, Clinical Knowledge Summaries (January 2009) Binder
AI; Cervical spondylosis and neck pain. BMJ. 2007 Mar 10;334(7592):527-31.

Kuijper B, Tans JT, Beelen A, et al; Cervical collar or physiotherapy versus wait and see
policy for recent onset BMJ. 2009 Oct 7;339:b3883. doi: 10.1136/bmj.b3883. [abstract]

RINI UTAMI, Staf Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar
Penambahan Stretching Exercise Pada Intervensi Micro Wave Diathermi, Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation Dan Massage Dapat Lebih Mengurangi Nyeri Penderita
Spondylosis Cervicalis

A.Cleland, Joshua; Development of a clinical prediction rule for guiding treatment of a


subgroup of patients with neck pain: use of thoracic spine manipulation, exercise, and
patients educaton; 2007, American Physical Therapy Association; Retrieved Januari, 5, 2008
from http:www.ptjournal. org.

Barnsley L, Lord SM, Wallis BJ, Bogduk N; Lack of effect of intraarticular corticosteroids
for cronic pain in the cervical zygapophyseal joints. N Engl J Med 1994.(free full text).
Retrieved October.2,2007,from http : / / www . healthtology.com / science/science4.htm

Basmajian, JV., 1979 ; Muscle Alive; Baltimore: the Wililliam and Wilkins Co., pp. 175-239.
Calabrit, Bob., 1999; Stretching and Flexibility ; Retrieved October, 2, 2007, from
http:www.journalnews. healthology.comlfocus_article.

Calliet,Renne., Soft Tissue Pain and Dissability, F.A Davis Company, Piladelphia, 1978.
Clare et al ; A Systemic review of efficacy of Mc Kenzie Therapy for Spinal Pain; Retrieved
desember, 12, 2007, from Australian journal of physiotherapy, http ://www.journal-
news/focusarticle.

Cook et al ; 2005, Indentifiers Suggestive of Clinical Cervical Spine Instability ; A Delphi


Study of physical Therapists; Retrieved desember, 12, 2007, from Australian journal of
physiotherapy, http ://www.journal-news/focusarticle.

Cyrisc, James., 1950 ; Treatment by Manipulation and Deep Massage; Cassel and Company
Ltd., London

Daniels, Wesley., 2003 ; Managing Miofacial Pain Syndrome ; Retrieved October, 2, 2007,
from http://www/.physsportsmed.comlissues/2003/daniels.htm

Evans RW., Some observations on whiplash injuries. Neurol Clin 1992; (Medline), Retrieved
Desember, 2, 2007 from http:www.ptjournal. org.

Falla,Deborah ; Jule, Gwendolen; 2005, Effect of neck exercise on sitting Posture in patients
with cronic neck pain ; Retrieved October, 2, 2007, from
http://www.physportsmed.comlissuesl.htm

Guyton, Arthur C., 1996 ; Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ; EGC, Jakarta.

Hanberg,Jern.,1997 ; Autostretching The Complete Manual of Specific Stretching: New


Interlitho Spa, Milan, 1997.

K. Freburger, Janet., 2005; Management of Back and Neck Pain; who seeks care from
physical therapist?; Retrieved Desember 2, 2007, from http:www. journalnews,
healthology.com/focus_article.

Kapandji, J. A., 1974 ; The Physiology of The Joint, Volume 3 The Trunk and Vertebra
Column Second Edition, Churchill Livingstone, London. Karen,Grimmer ; 2005; An
Investigation of poor cervical resting posture; ;Retrieved desember, 12, 2007, from Australian
journal of physiotherapy, http ://www.journal-news/focusarticle.
Kendall Ho, Kendall Fp and Boyton DA., 1952; Posture and pain New York : RE Kneiger
Poh Co.,pp 1-11.
Ridge B. 2010. Diagnosis and Treatment of Cervical Radiculopathy from Degenerative
Disorders. America : North American Spine Society.

Binder AI. 2007. Cervical Spondylosis And Neck Pain. Clinical Review. Volume 334. 10
March 2007 : 525 – 531

Eubanks JD. 2010. Cervical Radiculopathy : Nonoperative Management of Neck Pain and
Radicular Symptoms. American Family Physician. 1 Januari 2010 : 33-40.
Henderson Cm, Hennessy RG, Shuey HM, Jr., and Shackelford EG. 1983. Posterior-lateral
Foraminotomy as an exclusive operative technique for Cervical Radiculopathy : A Review of
846 Consecutively Operated Cases. Ridge (ed). Diagnosis and Treatment of Cervical
Radiculopathy from Degenerative Disorders. America : North American Spine Society.

Jackson R. 2010. The Classic The Cervical Syndrome. Clinical Orthopaedics and Related
Research. Vol 268 : 7. July 2010 : 1740.
Zundert JV, Harney D, Elbert AJ, Durieux ME, Patijn J, Prins MH and Kleef MV. 2006. The
Role of the Dorsal Root Ganglion in Cervical Radicular Pain : Diagnosis, Pathophysiology,
and Rationale for Treatment. Regional Anesthesia and Pain Medicine. Vol 31 : 2. March –
April 2006 : pp 157-167.

Вам также может понравиться